Anda di halaman 1dari 49

KATA SAMBUTAN Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 52 Tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga mengamanatkan

bahwa salah satu pembangunan sumber daya manusia Indonesia adalah melalui pengendalian jumlah penduduk. Jumlah penduduk Indonesia menurut Sensus Penduduk (SP) tahun 2010 berjumlah 237,6 juta jiwa. Jumlah yang besar ini terdiri dari lapisan penduduk balita, anak, dewasa, dan lansia. Khusus lansia, menurut Pendataan Keluarga tahun 2010 yang dilakukan oleh Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) ternyata jumlah penduduk lansia di Indonesia berjumlah 15,5 juta jiwa. Jumlah ini semakin tahun akan semakin besar. Hal ini karena adanya pembangunan kesehatan dan sosial ekonomi yang diselenggarakan di Indonesia. Jumlah penduduk lansia yang besar ini membutuhkan penanganan yang serius, sebab mau tidak mau penduduk lansia akan menjadi salah satu lapisan penduduk yang jika tidak diberdayakan dengan maksimal akan menjadi lapisan penduduk yang dianggap beban pembangunan. Agar penduduk lansia tidak menjadi beban pembangunan diperlukan adanya pemberdayaan penduduk lansia. Hal ini sesuai dengan undang-undang No.13 tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lansia. Dalam undang-undang tersebut dijelaskan bahwa penduduk lansia di Indonesia dibagi menjadi dua golongan, yaitu penduduk lansia potensial dan penduduk lansia tidak potensial. BKKBN yang merupakan instansi pemerintah yang berwenang menyelenggerakan Program Kependudukan dan Keluarga Berencana memiliki Program Pembangunan Ketahanan dan Kesejahteraan Keluarga (PK3). Khusus untuk keluarga lansia, BKKBN melalui Direktorat Bina Ketahanan Keluarga Lansia dan Rentan membina dan memberdayakan kelompok-kelompok kegiatan Bina Keluarga Lansia (BKL) yang ada di seluruh kelurahan dan desa yang ada di Indonesia. Kelompok kegiatan BKL merupakan wadah kegiatan bagi keluarga lansia dan keluarga yang memiliki lansia yang berusaha meningkatkan kegiatan dan keterampilan keluarga dalam memberikan pelayanan, perawatan, dan pengakuan yang layak sebagai orang tua bagi lansia tidak potensial dan meningkatkan kesejahteraan keluarga lansia melalui kegiatan pemberdayaan, pembinaan, serta pengembangan potensi bagi lansia. Tujuan utama adanya kelompok BKL adalah pengetahuan, sikap, dan perilaku (PSP) keluarga lansia dan keluarga yang memiliki lansia dalam meningkatkan ketahanan dan kesejahteraan keluarga. Dengan demikian, kelompok BKL menjadi sangat penting dan strategis keberadannya. Agar pengelolaan dan penyelenggaraan Program Pembinaan Ketahanan Keluarga Lansia semakin optimal, maka diperlukan Pedoman Pembinaan Ketahanan Keluarga Lansia.
i

Buku Media Pembelajaran Pembinaan Ketahanan Keluarga Lansia merupakan Buku untuk penyelenggaraan Program Pembinaan Ketahanan Keluarga Lansia. Dengan adanya buku ini, yang terdiri dari 10 (sepuluh) seri yaitu 1. Program Kependudukan dan KB Nasional ; 2. Pembinaan Kesehatan Fisik Bagi Lansia; 3. Pembinaan Kesehatan Reproduksi Bagi Lansia; 4. Pembinaan Mental Emosional Bagi Lansia; 5. Pembinaan Mental Spiritual Bagi Lansia; 6. Pembinaan Sosial Kemasyarakatan Bagi Lansia; 7. Pengembangan Ekonomi Produktif Bagi Lansia; 8. Teknik Fasilitasi; 9. Teknik Dinamika Kelompok; dan 10. Teknik Advokasi dan KIE. Diharapkan penyelenggaraan Program Pembinaan Ketahanan Keluarga Lansia di setiap tingkatan wilayah dapat bergairah dan berjalan dengan baik. Semoga Buku Media Pembelajaran Pembinaan Ketahanan Keluarga Lansia yang terdiri dari 10 (sepuluh) seri ini dapat menjadi acuan dan pegangan bagi para pengelola dan pembina pelaksana program Pembinaan Ketahanan Keluarga Lansia. Dengan demikian, akan terwujud penduduk Lansia yang sehat, sejahtera, mandiri, dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Jakarta, Mei 2012 Deputi Bidang Keluarga Sejahtera dan Pemberdayaan Keluarga,

Dr. Sudibyo Alimoeso, M.A.

ii

KATA PENGANTAR Puji Syukur kita Panjatkan Kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, karena atas rahmat dan karuniaNya, Seri Media Pembelajaran Pembinaan Ketahanan Keluarga Lansia dapat diselesesaikan. Ketahanan Keluarga Lansia yang dilembagakan melalui wadah kelompok kegiatan (poktan) yang bernama Bina Keluarga Lansia (BKL). Kelompok BKL diharapkan dapat meningkatkan Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku (PSP) keluarga lansia dan lansia itu sendiri. Pembinaan Ketahanan Keluarga Lansia adalah bagian integral dari Program Pembangunan Ketahanan dan Kesejahteraan Keluarga (PK3). Sekaitan dengan hal tersebut diatas, diperlukan adanya kumpulan Media Pembelajaran Pembinaan Ketahanan Keluarga Lansia yang dapat dimanfaatkan oleh kelompok BKL dan mengakselerasi tujuan pembinaan ketahanan keluarga lansia, yaitu peningkatan PSP keluarga lansia dan lansia itu sendiri yang pada akhirnya dapat mendukung peningkatan ketahanan dan kesejahteraan keluarga. Media Pembelajaran Pembinaan Ketahanan Keluarga Lansia dapat digunakan juga dalam kegiatan peningkatan kapasitas tenaga pelatih dan pengelola BKL. Selain itu kami harapkan seri media pembelajaran ini dapat dimanfaatkan oleh berbagai pihak yang membutuhkan. Media Pembelajaran Pembinaan Ketahanan Keluarga Lansia terdiri dari 10 (sepuluh) seri, dan pada seri kedelapan akan dibahas mengenai Teknik Fasilitasi. Apabila Media Pembelajaran Pembinaan Ketahanan Keluarga Lansia yang kami susun memiliki banyak kekurangan kami mohon maaf, dan kami sangat terbuka terhadap saran dan kritik untuk perbaikan di masa yang akan datang. Akhirnya kepada semua pihak yang senantiasa membantu kami menyelesaikan Media Pembelajaran Pembinaan Ketahanan Keluarga Lansia, kami sampaikan terimakasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya

Jakarta, Mei 2011 Direktorat Bina Ketahanan Keluarga Lansia dan Rentan Direktur,

Drs. Furqan Ia Faried,MA

iii

DAFTAR ISI KATA SAMBUTAN ................................................................................................................................... KATA PENGANTAR ................................................................................................................................. DAFTAR ISI ................................................................................................................................................ BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................................................... A. Latar Belakang.............................................................................................................................. B. Sasaran ................................................................................................................... C. Tujuan Pembelajaran ............................................................................................. D. Batasan dan Pengertian ........................................................................................ BAB II KONSEP DASAR FASILITASI ............................................................................... A. Pengertian .............................................................................................................. B. Tujuan Fasilitasi ..................................................................................................... C. Peran Fasilitator ..................................................................................................... D. Sikap Fasilitator ...................................................................................................... BAB III PENDIDIKAN ORANG DEWASA ....................................................................... A. Pengertian .............................................................................................................. B. Prinsip Belajar Orang Dewasa................................................................................ C. Gaya Belajar Orang Dewasa .................................................................................. D. Proses Belajar Orang Dewasa................................................................................ E. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Proses Belajar Orang Dewasa ................... BAB IV KEMAMPUAN YANG HARUS DIMILIKI FASILITATOR .................................... A. Penguasaan Materi ................................................................................................ B. Keterampilan Mengelola PBM............................................................................... C. Memahami Pendidikan Orang Dewasa ................................................................ D. Keterampilan Komunikasi ...................................................................................... E. Penampilan ............................................................................................................ F. Ciri-Ciri Fasilitator Yang Baik .................................................................................
iv

i iii iv 1 1 1 2 2 3 3 3 4 5 8 8 9 11 11 14 17 17 17 29 29 33 34

BAB V TEKNIK FASILITASI DENGAN TEAM TEACHING .............................................. A. Konsep Dasar Team Teaching................................................................................ B. Keterampilan Mengelola PBM............................................................................... C. Tahapan Pembelajaran Dengan Strategi Team Teaching .................................. BAB VI PENUTUP .......................................................................................................... DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................ LAMPIRAN .....................................................................................................................

35 35 36 37 39 40 41

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG Sesuai dengan perkembangan program dan perkembangan di bidang teknologi pembelajaran, peran fasilitator dalam mengimplementasikan kurikulum yang telah disusun semakin penting. Fasilitator dituntut untuk dapat memenuhi sejumlah prinsip pembelajaran tertentu, di antaranya harus memperhatikan kebutuhan dan perbedaan individual dari peserta, mengembangkan strategi pembelajaran yang memungkinkan peserta aktif, kreatif dan suasana belajar yang menyenangkan, serta menilai proses dan hasil pembelajaran peserta secara akurat dan komperhensif. Untuk dapat mengimplementasikan kurikulum dengan baik tampaknya masih ditemukan berbagai kendala, antara lain motivasi dan kemampuan fasilitator serta keterbatasan sarana/media pembelajaran. Dengan demiian, seorang fasilitator dituntut untuk dapat mengelola pembelajaran dan mengembangkan bentuk-bentuk strategi pembelajaran yang lebih tepat dan sesuai. Pada umumnya strategi pembelajaran yang dikembangkan dalam pelatihan selama ini cenderung dilakukan secara soliter yakni pengelolaan pembelajaran menjadi tanggung jawab fasilitator yang bersangkutan secara individual, baik dalam merencanakan, melaksanakan, maupun menilai hasil belajar peserta. Namun, tatkala dihadapkan pada tuntutan kurikulum yang sangat kompleks dan kondisi nyata yang kurang kondusif, fasilitator memiliki keterbatasan untuk dapat mengimplementasikan kurikulum sesuai dengan apa yang diharapkan dan digariskan dalam ketentuan yang ada. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan menggunakan strategi Team Teaching. Strategi ini kiranya tepat digunakan dalam pelaksanaan TOT Bina Keluarga Lanjut Usia (Lansia) dan Rentan yang dalam rancangan kurikulumnya menetapkan pejabat fungsional dan struktural sebagai fasilitator. Untuk memenuhi hal tersebut, perlu disusun bahan ajar mengenai teknik fasilitasi yang sekaligus menguraikan tentang cara memfasilitasi dengan menggunakan strategi Team Teaching. B. SASARAN Sasaran pengguna bahan ajar ini adalah Tim Fasilitator yang akan memfasilitasi proses belajar mengajar dalam Pelatihan Bina Keluarga Lanjut Usia (Lansia) dan Rentan.

C. TUJUAN PEMBELAJARAN 1. Kompetensi dasar Setelah mempelajari bahan ajar ini diharapkan peserta mampu menerapkan teknik fasilitasi dengan menggunakan strategi Team Teaching. Indikator kebehasilan Setelah mempelajari bahan ajar ini peserta diharapkan dapat : a. menjelaskan konsep dasar fasilitasi b. menjelaskan pendidikan orang dewasa. c. menjelaskan kemampuan yang harus dimiliki fasilitator d. menjelaskan teknik fasilitasi dengan team teaching e. menyusun satuan acara pembelajaran (SAP).

2.

D. BATASAN DAN PENGERTIAN 1. PARAPHRASING Adalah mengulangi kembali kata-kata/kalimat panjang yang baru diucapkan oleh lawan bicara dengan cara meringkas dan menggunakan kata-kata sendiri. PENYAKIT DEGENERATIF Adalah penyakit yang mengiringi proses penuaan. Penyakit ini terjadi seiring bertambahnya usia antara lain: penyakit jantung, diabetes, stroke, dan osteoporosis. MIRRORING Adalah memantulkan kata demi kata yang diucapkan oleh lawan bicara setepattepatnya tanpa ditambah dan dikurangi. STAGNAN Adalah berarti dalam keadaan terhenti.

2.

3.

4.

BAB II KONSEP DASAR FASILITASI A. PENGERTIAN Kata fasilitator berasal dari bahasa latin fasilis yang artinya: mempermudah. Fasilitasi atau teknik fasilitasi dalam pelatihan adalah cara/upaya untuk membantu mempermudah peserta pelatihan dalam meningkatkan pengetahuan, sikap dan keterampilannya. Cara yang dilakukan mencakup penerapan metode pembelajaran dan penguasaan kelas. Menurut Peter Oliver : Fasilitator adalah orang yang menyediakan berbagai lingkungan untuk belajar dan melengkapi berbagai sumber yang membantu peserta untuk belajar. Fasilitator berbeda dengan public speaker, advisor, konsultan atau orator. Seorang fasilitator bukanlah penyuluh atau juru penerang (Jupen) yang merupakan petugas penyampai informasi dari lembaga formal (pemerintah). Fasilitator adalah orang yang bertugas mengelola proses dialog. untuk mendukung kegiatan belajar mengajar agar peserta dapat mencapai tujuan belajarnya, mendorong peserta untuk percaya diri dalam menyampaikan pengalaman dan pikirannya, mengajak peserta untuk mendengarkan. Selain itu, fasilitator juga memperkenalkan teknik-teknik komunikasi untuk mendorong partisipasi, menggunakan media yang cocok dengan kebutuhan peserta dan membantu proses komunikasi menjadi lebih efektif. B. TUJUAN FASILITASI 1. Menyiapkan peserta untuk mengikuti pembelajaran PBM 2. Meningkatkan pengetahuan, sikap dan keterampilan peserta dalam suasana belajar kondusif. 3. Mempermudah pencapaian tujuan pembelajaran

C. PERAN FASILITATOR Seorang fasilitator dalam melaksanakan tugasnya mempunyai beberapa peran untuk dapat menunjang tercapainya keberhasilan proses belajar mengajar secara efektif. Peran yang harus dilakukannya adalah sebagai komunikator, motivator, moderator, inisiator, konselor, supervisor dan evaluator sebagaimana uraian di bawah ini. 1. Komunikator Sebagai komunikator, seorang fasilitator hendaknya mampu dan terampil dalam menyampaikan topik/materi dengan menggunakan bahasa yang mudah dipahami peserta dalam mengaitkan materi pembelajaran yang dibahas dengan materi pembelajaran lainnya. Dengan demikian, fasilitator hendaknya menguasai keterampilan berkomunikasi secara efektif. Motivator Fasilitator juga perperan sebagai motivator dengan cara memberikan dorongan dan semangat kepada peserta untuk mau terus belajar secara terarah dalam rangka meningkatkan kemampuannya. Moderator Fasilitator dapat berperan sebagai moderator dengan cara mengatur lalu lintas jalannya diskusi dalam proses pembelajaran di kelas sehingga pembahasan lebih terfokus, terstruktur dengan baik sehingga tercipta suasana yang dinamis. Diskusi harus tetap terjaga dengan saling menghargai dan moderator tidak mendominasi diskusi tetapi berperan sebagai penengah diskusi serta berada pada posisi netral. Inisiator Peran yang tak kalah pentingnya dari fasilitator adalah sebagai inisiator yang harus mampu mengambil inisiatif dalam menghadapi berbagai permasalahan, baik pada saat berlangsungnya proses belajar mengajar maupun selama proses pelatihan Konselor Pada hakikatnya fasilitator juga dituntut untuk dapat membantu kelancaran proses belajar mengajar di luar kelas dengan berperan sebagai konselor. Sebagai konselor, fasilitator diharapkan dapat membantu upaya pemecahan masalah yang dialami peserta baik yang berkaitan dengan proses belajar mengajar maupun permasalahan pribadi yang mungkin dapat mempengaruhi prestasi belajar peserta

2.

3.

4.

5.

6.

Supervisor Peran sebagai supervisor mengharuskan fasilitator mampu mengawasi dan membina sikap dan perilaku peserta sehingga mereka dapat belajar dengan baik sesuai dengan tujuan pelatihan yang diikutinya. Evaluator Sebagai evaluator, seorang fasilitator harus menilai kemampuan peserta baik kemampuan awal maupun kemampuan akhir setelah mengikuti proses belajar mengajar, termasuk menilai kemampuan dalam melaksanakan tugas perseorangan ataupun kelompok.

7.

D. SIKAP FASILITATOR Fasilitator selaku pembimbing bagi orang dewasa belajar mempunyai arti dan pengaruh yang besar dalam keberhasilan proses belajar mengajar . Sikap yang perlu dimiliki oleh fasilitator untuk menciptakan proses belajar yang efektif adalah sebagai berikut . 1. Empati Sikap empati berarti fasilitator menyetel pada gelombang pemancar yang sama dengan peserta, yakni mencoba melihat situasi sebagaimana peserta juga menyatu dengan pengalaman peserta, merenungkan pengalaman tersebut sambil menekan penilaian sendiri, lalu mengomunikasikan pengertian itu kepada mereka, bersikap manusiawi dan tidak bereaksi secara mekanis atau memahami masalah peserta hanya secara intelektual, ikut merasakan apa arti manusia dan benda bagi mereka. 2. Wajar Fasilitator bersikap jujur, apa adanya, terus terang, konsisten, mencerminkan perasaan yang sebenarnya, mengatakan apa adanya, secara sadar menghindari peran sebagai pengajar, mengungkapkan perasaan secara konkrit, dan merespon secara tulus. Respek Berpandangan positif terhadap peserta, mengomunikasikan kehangatan, perhatian, pengertian, menghargai perasaan, pengalaman dan kemampuan peserta. Komitmen Menghadirkan diri secara penuh, siap menyertai kelompok dalam segala keadaan, mengakui secara jujur kalau merasa bosan atau pikiran melayang jauh, melibatkan diri dalam suka duka.

3.

4.

5.

Mengakui kehadiran orang lain Mengakui adanya orang lain, tidak menonjolkan diri sehingga orang lain berkesempatan mengungkapkan diri, bergaul dengan peserta, menunjukkan kepada peserta bahwa saya sadar akan kehadirannya, mengakui tiap peserta sebagai makhluk bebas yang berhak ada di sana dan bertanggungjawab atas kehadirannya. Membuka diri Perihal keterbukaan ini dapat dilihat dari dua sisi : pertama; menerima keterbukaan orang lain tanpa menilai dengan ukuran konsep dan pengalaman diri sendiri, setiap saat bersedia mengubah sikap dan pendapat serta konsep sendiri, tidak bersikap kaku/keras kepala dalam mempertahankan pendapat sehingga dapat bermunculan kemungkinan kemungkinan/ide-ide baru; kedua; secara aktif mengungkapkan diri kepada orang lain, mengenalkan diri kepada kelompok, apa yang saya rasakan, apa harapan saya, bagaimana pandangan saya, suka dan duka saya, mau mengambil risiko apabila melakukan kekeliruan. Tidak menggurui Mengingat bahwa peserta adalah orang dewasa yang mempunyai keahlian sendiri, pengalaman sendiri dan seringkali adalah pemimpin di dalam lingkungannya, maka sikap menggurui dapat dirasakan oleh peserta sebagai meremehkan. Tidak menjadi ahli Fasilitator hendaknya tidak terpancing untuk menjawab setiap pertanyaan, seakan akan fasilitator harus ahli dalam segala bidang. Jika memang ada pertanyaan peserta yang tidak bisa dijawab, alangkah lebih baik mengakui dengan jujur dari pada memaksakan jawaban yang belum tentu tepat. Tidak memutus pembicaraan Pada waktu peserta bertanya atau mengemukakan pendapatnya, fasilitator jangan memutus pembicaraan hanya karena merasa tidak sabar.

6.

7.

8.

9.

10. Tidak berdebat Sikap fasilitator yang bersoal jawab dengan satu orang peserta saja di tengah tengah sekian banyak peserta dapat menimbulkan kebosanan. 11. Tidak diskriminatif Fasilitator yang sekaligus juga merupakan pembimbing dalam proses belajar mengajar harus berusaha untuk memberi perhatian secara merata, bukan hanya kepada satu atau dua orang peserta saja yang disukai secara pribadi.

12. Ramah, bersahabat, dan komunikatif Fasilitator yang baik bersikap ramah pada peserta. Jangan sungkan menatap mata peserta, menghampiri tempat duduk peserta, dan murah senyum. Jalinan keakraban akan terbina melalui kontak verbal maupun nonverbal. Hindari berdiri atau hanya duduk di tempat yang sama dalam waktu yang lama karena akan menimbulkan kejenuhan peserta. Buatlah peserta merasa diperhatikan.

BAB III PENDIDIKAN ORANG DEWASA

A. PENGERTIAN Keberhasilan pencapaian tujuan pelatihan sangat ditentukan oleh penggunaan metode pembelajaran. Untuk maksud tersebut, maka metode pembelajaran yang dipakai dalam pelaksanaan teknik fasilitasi adalah participatory andragogy yaitu suatu pendekatan pembelajaran yang menekankan kepada proses dialog antara peserta pelatihan dan fasilitator atau yang dikenal dengan pendidikan orang dewasa. Menurut Malcom Knowles, pelopor andragogi, model pendekatan pendidikan dapat diklasifikasikan menjadi dua bentuk pendekatan yang kontradiktif yakni antara pedagogi dan andragogi. Perbedaan antara kedua pendidikan tersebut, sesungguhnya tidak semata pada perbedaan obyeknya. Pedagogi sebagai seni mendidik anak mempunyai pengertian yang lebih luas yakni suatu proses pendidikan yang menempatkan obyek pendidikannya sebagai anak anak walaupun secara biologis mereka sudah termasuk dewasa. Konsekuensi logis dari pendekatan ini adalah menempatkan peserta didik sebagai murid yang pasif. Kegiatan belajar mengajar model ini menempatkan guru sebagai inti terpenting, sementara murid menjadi bagian pinggiran. Sebaliknya, andragogi atau pendekatan pendidikan orang dewasa merupakan pendekatan yang menempatkan peserta belajar sebagai orang dewasa. Peserta sebagai orang dewasa diasumsikan memiliki kemampuan aktif untuk merencanakan arah, memilih bahan dan materi yang dianggap bermanfaat, memikirkan cara terbaik untuk belajar, menganalisis dan menyimpulkan serta mampu mengambil manfaat pelatihan. Fungsi fasilitator bukan menggurui sehingga relasi antara fasilitator dan peserta bersifat multicommunication. Andragogi berasal dari bahasa Yunani yakni andra yang berarti orang dewasa dan agogos yang berarti memimpin atau membimbing. Orang dewasa sendiri dapat didefenisikan dalam tiga aspek yaitu : 1. Biologis, seseorang dikatakan dewasa apabila telah mampu melakukan reproduksi; 2. Psikologis, seseorang dikatakan dewasa apabila telah memiliki tanggung jawab terhadap kehidupan dan keputusan yang diambil; 3. Sosiologis, seseorang dikatakan dewasa apabila telah mampu melakukan peranperan sosial yang biasanya dibebankan kepadanya Menurut Alexander Kapp andragogi lebih merupakan proses pendidikan bagi seluruh orang dewasa cacat maupun tidak cacat secara berkelanjutan.

B. PRINSIP BELAJAR ORANG DEWASA 1. Orang Dewasa Mempunyai Konsep Diri Orang dewasa menganggap dirinya mampu untuk membuat keputusan dan mampu menghadapi segala risiko atas keputusannya, serta mengatur hidupnya agar mandiri. Harga diri sangat penting bagi orang dewasa. Seorang dewasa menuntut dihargai terutama dalam hal pengambilan keputusan yang menyangkut diri dan kehidupannya. Sikap yang terkesan menggurui cenderung ditanggapi negatif. Mereka cenderung menghindar, menolak dan merasa tersinggung apabila diperlakukan seperti anak anak. Mereka akan menolak situasi belajar yang kondisinya bertentangan dengan konsep dirinya sebagai individu yang mandiri. Sehingga mereka perlu dilibatkan secara penuh dalam menentukan kebutuhan belajar dan merancang belajar secara partisipatif. Sumber belajar berfungsi sebagai pembimbing, fasilitator serta narasumber. 2. Orang Dewasa Kaya Akan Pengalaman Makin lanjut usia seseorang, makin banyak pengalaman yang ia miliki. Pengalaman orang dewasa diperoleh dari : a. Peristiwa yang dialami pada masa lalu dan masa kini; b. Hubungan dengan lingkungan di sekitarnya; c. Pengalaman dengan dirinya sendiri pada masa kini dan masa lampau. Pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki orang dewasa dapat dijadikan sebagai sumber belajar oleh fasilitator dan dapat digunakan untuk memperkaya materi pembelajaran yang disampaikan. 3. Orang Dewasa Mempunyai Kesiapan Belajar Masa kesiapan belajar orang dewasa berubah sejalan dengan usia dan peran tahapan yang relevan dengan peran mereka menjadi penting untuk diutamakan. 4. Orang Dewasa Memiliki Motivasi yang Tinggi Untuk Belajar Hal ini dikarenakan mereka ingin mendapat pekerjaan yang lebih baik. Tujuan mereka lebih nyata bahwa apa yang mereka pelajari haruslah dapat diaplikasikan. 5. Orang Dewasa Telah Memiliki Banyak Peran dan Tanggung Jawab Banyaknya peran dan tanggung jawab menyebabkan waktu belajar orang dewasa terbatas. Oleh karena itu, pendidik orang dewasa penting untuk dapat memahami persaingan penggunaan waktu ini.
9

6. Orang Dewasa Kurang Percaya Pada Kemampuan Diri untuk Belajar Kembali Terkadang orang dewasa enggan untuk melibatkan diri dalam aktivitas pendidikan dalam pendidikan orang dewasa mungkin disebabkan oleh faktor fisik atau kepercayaan masyarakat yang keliru. 7. Orang Dewasa Berpandangan Untuk Segera Menerapkan Hasil Belajarnya Orang dewasa senantiasa berorientasi pada kenyataan. Oleh karena itu, kegiatan belajar bagi orang dewasa sebaiknya diarahkan pada kemampuan memecahkan masalah yang dihadapi dalam kehidupannya. 8. Orang Dewasa Dapat Belajar Sesungguhnya orang dewasa dapat melakukan kegiatan belajar. Apabila orang dewasa tidak menampilkan kemampuan belajar yang sebenarnya, kemungkinan hal ini disebabkan oleh adanya perubahan faktor fisiologis seperti menurunnya pendengaran, penglihatan, atau tenaga sehingga mempengaruhi kecepatan belajarnya. Fasilitator perlu mendorong dan membantu peserta untuk belajar sesuai dengan langkah yang mereka inginkan dan terapkan sendiri. 9. Belajar Merupakan Proses yang Terjadi Pada Diri Orang Dewasa Setiap warga belajar akan mengontrol langsung proses belajarnya, termasuk potensi intelektual, emosi serta fisik. Ia merasa adanya kebutuhan untuk belajar dan melihat tujuan pribadinya yang akan tercapai melalui belajar. Proses belajar akan terpusatkan pada pengalaman sendiri melaluI interaksi dirinya dengan lingkungannya, dengan demikian seni pembelajaran orang dewasa merupakan upaya mengelola lingkungan dan proses belajar itu sendiri. Untuk itu, digunakan metode dan teknik yang melibatkan peserta secara intensif dalam mendiagnosis kebutuhan belajar serta menilai proses belajar. Orang dewasa tidak suka diperintah untuk melakukan sesuatu, kecuali jika mereka diberi kesempatan untuk bertanya mengapa ? dan mengambil keputusannya sendiri. 10. Orang Dewasa Menyukai Suasana Belajar yang Bersifat Nonformal Setiap bentuk pembelajaran dengan pendekatan POD, harus ditunjang dengan interaksi dan kegiatan pembelajaran yang mampu mengimbanginya. Untuk membentuk interaksi yang mampu menunjang pencapaian tujuan pembelajaran, maka fasilitator harus dapat merancang dan membentuk suasana belajar yang dapat diikuti oleh peserta yakni suasana yang penuh keakraban dan tidak menegangkan.

10

C. GAYA BELAJAR ORANG DEWASA Untuk keberhasilan pelaksanaan fasilitasi dan mempermudah peserta dalam proses belajar mengajar, fasilitator perlu pula memahami gaya belajar orang dewasa sebagai berikut. 1. 2. 3. 4. Orang dewasa ingin dianggap layak atau bernilai sehubungan dengan kebutuhan akan dirinya. Orang dewasa memandang suatu keadaan tertentu dengan caranya sendiri. Orang dewasa selalu ingin tahu arti dari setiap hal yang akan dilakukannya dan menyukai belajar mengenai masalah-masalah yang berkaitan dengan realitas kehidupan. Orang dewasa cenderung belajar dalam situasi dan suasana yang rileks, tenang sehingga dapat mengembangkan kreativitas mereka.

D. PROSES BELAJAR ORANG DEWASA Proses belajar bagi orang dewasa mempunyai dua tujuan, yaitu pada perkembangan individual dan pada peningkatan partisipasi sosial dari individu. Pendidikan orang dewasa meliputi segala bentuk pengalaman belajar yang dibutuhkan oleh orang dewasa, pria maupun wanita sesuai dengan bidang perhatian dan kemampuannya. Hasil belajar orang dewasa akan tampak pada perubahan perilakunya. Perilaku seseorang dipengaruhi oleh sikap, pengetahuan, keterampilan yang dimilikinya serta dalam hal tertentu oleh sarana yang mendukungnya. Perubahan perilaku seseorang akan terjadi jika isi dan cara pembelajarannya sesuai dengan kebutuhan yang dirasakannya. Pada prinsipnya, proses belajar bagi orang dewasa adalah suatu proses belajar dari pengalaman. Proses belajar bagi orang dewasa berlangsung melalui 5 tahap, yakni mengalami/pengalaman nyata, mengungkapkan, menganalisis, menggeneralisasi/menarik kesimpulan dan menerapkan. Kegiatan yang dilakukan fasilitator sesuai dengan tahapan tersebut sebagaimana uraian di bawah ini. 1. Mengalami Fasilitator mendorong peserta untuk menyampaikan pengalamannya dengan cara menceritakan/menguraikan kembali rincian fakta, unsur-unsur, urutan kejadian, dan sebagainya dari kenyataan yang dialami tersebut. Rincian fakta atau urutan kejadian yang diceritakan dapat digali oleh fasilitator dengan mengajukan pertanyaan yang bersifat menceritakan hal lain, misalnya kapan hal itu terjadi ? Dimana hal itu terjadi? Siapa yang telibat? Kemudian faslitator menggali tanggapan dan kesan peserta atas kenyataan tersebut. Pengalaman awal ini dapat merupakan dasar untuk proses belajar selanjutnya.

11

2.

Mengungkapkan Fasilitator mengemukakan tanggapan berdasarkan pengalaman peserta tersebut dan mengungkapkan bersama peserta lain dalam kegiatan yang dilakukan bersama. Menganalisis Fasilitator mendorong peserta untuk mengolah apa yang telah diungkapkan/ mendiskusikan dan menemukan pola dengan mengkaji sebabsebab dan kaitankaitan permasalahan yang ada dalam realitas tersebut antara lain berkaitan dengan: tatanan; aturanaturan; system; sikap dan perilaku yang menjadi akar persoalan. Apabila diskusi mulai hidup dengan cerita-cerita peserta, fasilitator bisa melontarkan pertanyaan tentang proses: BAGAIMANA kejadian itu terjadi? Minta peserta menceritakan prosesnya secara runtut. Setelah itu dilanjutkan dengan pertanyaan analitis: MENGAPA hal itu terjadi? Apakah peserta yang lain setuju tentang penyebab itu? Apakah akibatnya? Ceritakan alur sebab akibatnya secara jelas. Menggeneralisasi/Menarik Kesimpulan Fasilitator mengajak peserta mempersempit pembahasan pada beberapa hal paling penting/menarik dari topik/cerita tersebut dengan melontarkan pertanyaan: APA HAL-HAL PENTING/MENARIK yang muncul dari peristiwa/kejadian tersebut? Pertanyaan itu akan membantu peserta membuat kesimpulan mengenai suatu hal yang baginya penting/menarik dari suatu topik bahasan. Kemudian fasilitator minta agar peserta merumuskan makna realitas tersebut sebagai suatu pelajaran dan pemahaman atau pengetahuan baru yang lebih utuh, berupa kesimpulan umum (generalisasi) dari hasil pengkajian atas pengalaman tersebut. Tahapan ini dapat membantu peserta dalam merumuskan, merinci, dan memperjelas hal-hal yang telah dipelajari. Atau dapat pula fasilitator menanyakan APA PELAJARAN atau HIKMAH kejadian/cerita itu yang dapat diterapkan dalam kehidupan peserta ke depan? Menerapkan Fasilitator mengajak peserta merumuskan dan merencanakan tindakan tindakan baru yang lebih baik dan dapat dilakukan berdasarkan hasil pemahaman atau pengertian baru tersebut, sehingga sangat dimungkinkan untuk menciptakan kenyataankenyataan baru yang lebih baik. Fasilitator dapat menanyakan pula kepada peserta BAGAIMANA cara melakukannya? Proses pengalaman belumlah lengkap, sebelum pemahaman baru dan penemuan baru tersebut dilaksanakan serta diuji dalam perilaku yang sesungguhnya. Tahap inilah bagian yang bersifat eksperimental dan keseluruhan tahapan tesebut disebut juga dengan Experiment Learning Cycle (ELC).

3.

4.

5.

12

Hal lain yang dapat mempengaruhi proses belajar orang dewasa adalah lingkungan dan suasana belajar. Fasilitator hendaknya dapat mengupayakan terciptanya lingkungan yang kondusif dan suasana belajar yang rileks meliputi hal-hal berikut. 1. Lingkungan yang Kondusif a. Lingkungan fisik/belajar yang memberikan rasa nyaman bagi peserta dan dapat meningkatkan konsentrasi belajar. b. Lingkungan psikologis yang dapat diciptakan melalui hubungan yang harmonis, baik antar peserta, antar fasilitator maupun antara peserta dan penyelenggara pelatihan. c. Mengembangkan iklim organisasi dalam penyelenggaraan pelatihan yang lebih mengedepankan pelayanan prima antara lain dalam bentuk kelengkapan materi dan media pembelajaran yang lengkap dan menarik serta akomodasi yang memadai. Suasana Belajar yang Rileks Suasana belajar yang dikembangkan dalam pendidikan orang dewasa adalah dengan menciptakan suasana rileks yang dapat dilakukan dengan menciptakan antara lain : . a. kumpulan manusia aktif (semua peserta berpartisipasi aktif); b. suasana hormat menghormati; c. suasana harga menghargai;. d. saling percaya; e. suasana penemuan diri; f. suasana keterbukaan; g. suasana mengakui kekhasan pribadi;. h. suasana membenarkan perbedaan; i. suasana mengakui hak untuk berbuat salah;. j. suasana membolehkan keraguan; k. evaluasi bersama dan evalusi diri.

2.

13

E.

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PROSES BELAJAR ORANG DEWASA Proses belajar orang dewasa adakalanya tidak terlaksana sesuai dengan yang diharapkan/tujuan yang telah ditetapkan. Hal ini dikarenakan adanya beberapa faktor yang mempengaruhinya, baik yang bersifat psikis maupun fisik sebagaimana penjelasan berikut ini. 1. Faktor Psikis a. Harapan masa depan Semangat belajar peserta dapat dipengaruhi oleh harapan masa depan mereka. Penugasan untuk mengikuti pendidikan dan pelatihan yang terkait dengan pengembangan karir peserta di masa depan akan memacu motivasi dan semangat belajar peserta, demikian pula sebaliknya. b. Latar belakang social Peserta yang mempunyai/berada pada lingkungan sosial yang terbiasa belajar, cenderung akan merasa mendapat kesempatan yang berharga untuk dapat meningkatkan kemampuan dan kepercayaan dirinya dengan diikutkan dalam pendidikan dan pelatihan. c. Latar belakang keluarga Keluarga merupakan salah satu faktor yang cukup dominan dalam mempengaruhi proses belajar peserta. Peserta dengan latar belakang keluarga yang harmonis akan memberikan pengaruh positif kepada peserta, begitu juga keadaan sebaliknya. Semakin banyak permasalahan yang dihadapi dalam keluarga, semakin rendah pula minat dan motivasi belajar peserta.

d. Pendidikan Perbedaan latar belakang pendidikan antar peserta yang terlalu jauh dapat mempengaruhi tercapainya kesamaan persepsi dan pemahaman terhadap materi yang diajarkan. Di samping itu dapat pula mempengaruhi terbentuknya kesepakatan terhadap pembelajaran yang diikuti dalam kelompok, sehingga fasilitator perlu melakukan pendampingan yang tentu saja pada akhirnya bermuara pada ketidakefektifan proses belajar mengajar.

14

e. Jabatan Jabatan yang sedang diduduki peserta khususnya jabatan struktural secara psikis dapat mempengaruhi sikap belajar peserta terutama bila terdapat perbedaan jenjang jabatan dalam satu kelompok belajar (atasan dan bawahan). Hal ini perlu dicermati oleh fasilitator dan diantisipasi oleh penyelenggara diklat mulai dari awal pemanggilan peserta.

2.

Faktor Fisik Beberapa faktor fisik juga dapat mempengaruhi proses belajar mengajar orang dewasa, baik yang berkaitan dengan panca indera maupun penyakit sebagai berikut. a. Penglihatan Ketajaman penglihatan seseorang mulai berkurang pada usia di atas 40 tahun, dan titik terdekat yang dapat dilihat dengan jelas semakin jauh. Pada usia 20 tahun seseorang dapat melihat secara jelas suatu benda pada jarak 10 cm, sedangkan usia di atas 40 tahun titik terdekat penglihatan menjadi 23 cm dan titik terjauh yang dapat dilihat dengan jelas semakin pendek. Keadaan ini perlu diakomodasi oleh penyelenggara diklat antara lain dengan mengatur letak tempat duduk peserta yang tidak terlalu jauh dari sumber belajar dan alat bantu pembelajaran, sehingga peserta tetap dapat mengikuti proses belajar mengajar dengan nyaman. b. Pendengaran Kondisi menurunnya fungsi pendengaran pada peserta dengan usia lanjut juga perlu diperhatikan oleh fasilitator dan penyelenggara diklat. Penggunaan alat bantu pengeras suara (mikropon) oleh fasilitator merupakan suatu hal yang mutlak diperlukan. c. Artikulasi Bertambahnya usia selain berkaitan dengan menurunnya penglihatan dan pendengaran, juga timbulnya gangguan yang berkaitan dengan alat ucap di dalam rongga mulut. Gangguan tersebut antara lain tanggalnya gigi, pipi yang cekung, tenggorokan yang kesemuanya itu berpengaruh terhadap artikulasi (kejelasan pengucapan) dalam berkomunikasi sehingga dapat berakibat pada ketidaktepatan pengungkapan pesan atau informasi yang ingin disampaikan. Hal tersebut tentu dapat menimbulkan kesalahpahaman. Menghadapi peserta dengan kondisi ini dapat diatasi oleh fasilitator dengan mengajak berbicara dengan tempo lambat atau dengan teknik paraphrasing.
15

d. Daya ingat Menurunnya daya ingat merupakan salah satu hal yang pasti dialami oleh mereka yang berusia lanjut. Kondisi ini tentunya dapat menimbulkan kesulitan dalam mengingat materi pembelajaran untuk waktu yang lama dan membawa konsekuensi pada lambatnya pemahaman terhadap materi. Rangkuman atau ringkasan materi dapat membantu mengatasi masalah yang dihadapi peserta seperti ini. e. Penyakit Penyakit degeneratif umumnya merupakan penyakit yang hampir pasti dialami oleh tiap orang berusia lanjut dikarenakan menurunnya fungsi dari beberapa organ tubuh. Jenis penyakit yang dialami para Lansia antara lain gangguan jantung, kolesterol, diabetes, darah tinggi yang dapat mempengaruhi ketahanan fisik serta semangat dan konsentrasi belajar peserta dalam mengikuti seluruh proses pendidikan dan pelatihan. Fasilitator dan penyelenggara diklat dapat membantu meminimalisasi kesulitan yang dihadapi peserta melalui pengaturan jadwal pelatihan yang tidak dilakukan sampai malam hari. Jika memungkinkan dapat juga dengan menyediakan menu diet bagi peserta yang sedang mengalami gangguan kesehatan tertentu.

16

BAB IV KEMAMPUAN YANG HARUS DIMILIKI FASILITATOR Pencapaian tujuan pembelajaran akan terwujud secara optimal jika didukung oleh fasilitator yang memiliki kemampuan yang berkaitan dengan hal-hal berikut. A. PENGUASAAN MATERI Modal utama dan merupakan hal yang mutlak dimiliki seorang fasilitator dalam mengelola PBM adalah kemampuannya dalam menguasai materi pembelajaran yang akan disampaikan. Penguasaan materi yang prima dengan sendirinya dapat menumbuhkan rasa percaya diri sekaligus membangkitkan kepercayaan dari peserta pelatihan. Oleh karena itu, sebelum memasuki proses belajar mengajar seyogyanya fasilitator telah mempersiapkan diri sedemikian rupa dengan menguasai keseluruhan materi yang akan diberikan. Selain itu, fasilitator juga hendaknya memperkaya wawasannya dengan membaca berbagai referensi yang terkait dengan materi pembelajaran. Hal ini dimaksudkan agar fasilitator dapat memberikan penjelasan dalam menghadapi respon peserta yang mungkin negatif terhadap materi pembelajaran yang disampaikan. Mengingat peserta adalah orang dewasa yang memiliki berbagai latar belakang dan pengetahuan, maka peserta dapat merupakan sumber belajar dan pengalamannya serta pengalaman fasilitator dapat dimanfaatkan untuk memperdalam pemahaman materi.

B. KETERAMPILAN MENGELOLA PBM Pengelolaan proses belajar mengajar (PBM) yang efektif sangat tergantung pada kemampuan fasilitator sehingga tujuan pembelajaran dapat dicapai secara optimal. Beberapa kemampuan yang harus dimiliki oleh seorang fasilitator dalam mengelola PBM secara baik adalah dalam hal : menyusun rencana pembelajaran; memilih metode pembelajaran; memilih media pembelajaran; dan memahami dasar-dasar PBM sebagaimana uraian berikut ini. 1. Menyusun Rencana Pembelajaran Untuk melaksanakan fasilitasi, seorang fasilitator harus menyusun rencana pembelajaran dari setiap materi yang akan disampaikan dan dituangkan dalam bentuk Satuan Acara Pembelajaran (SAP). Pembuatan SAP bertujuan agar proses fasilitasi dapat terlaksana secara sistematis dan terarah, serta tidak keluar dari ruang lingkup materi. Di samping itu, SAP berfungsi sebagai panduan, baik bagi fasilitator yang bersangkutan maupun fasilitator pengganti dalam melaksanakan PBM. Oleh karena itu, SAP harus dibuat secara lengkap dan jelas. Berikut ini cara menyusun Satuan Acara Pembelajaran (SAP).
17

a. Pengertian SAP Satuan Acara Pembelajaran (SAP) adalah rumusan pokok-pokok dan sub pokok bahasan menjadi lebih rinci, yang disusun untuk kegiatan belajar mengajar per pertemuan (Alwi Suparman ,1993) b. Komponen-komponen SAP Penyusunan SAP menurut LAN RI terdiri dari komponen sebagai berikut. 1) Nama diklat (diisi dengan nama pelatihan) 2) Mata diklat (diisi dengan judul materi yang disampaikan) 3) Waktu (diisi alokasi waktu dalam penyampaian materi) 4) Nama widyaiswara/fasilitator 5) Kompetensi dasar 6) Indikator keberhasilan 7) Pokok bahasan 8) Sub pokok bahasan 9) Kegiatan belajar mengajar (dibuat dalam bentuk matrik) memuat item : a) tahapan kegiatan b) kegiatan widyaiswara/fasilitator c) kegiatan peserta d) metode e) media 10) Evaluasi 11) Referensi/Daftar pustaka c. Cara Menyusun SAP Pada hakikatnya SAP disusun berdasarkan Garis-garis Besar Program Pembelajaran (GBPP) yang merupakan bagian dari kurikulum pelatihan yang akan dilaksanakan. Penyusunan SAP dilakukan dengan cara menuliskan data/informasi dari komponen-komponen seperti tersebut di atas, mulai dai nama diklat sampai dengan referensi. Khusus untuk komponen kegiatan belajar mengajar pengisian dilakukan dalam matrik dengan penjelasan sebagai berikut. 1) Kolom tahapan kegiatan diisi dengan 3 kegiatan dalam PBM dari setiap materi pembelajaran yaitu : a) pendahuluan, diisi dengan uraian yang menggambarkan kegiatan awal yang dilakukan dalam PBM berisi perkenalan, penyampaian kompetensi dasar dan indikator keberhasilan. Tahapan ini umumnya menggunakan alokasi waktu 5%. b) penyajian, merupakan tahap inti dalam PBM mengenai materi yang disampaikan sesuai dengan kompetensi dasar dan indikator keberhasilan. Alokasi waktu untuk kegiatan ini adalah 80% - 90%. c) penutup, merupakan tahap akhir PBM dari materi yang disampaikan dan memuat tentang penyampaian kesimpulan dan pemantapan akhir dari keseluruhan materi. Alokasi waktu pada tahap ini sekitar 10%.
18

2) Kolom kegiatan fasilitator diisi dengan rincian rencana kegiatan yang dilakukan oleh fasilitator dalam menyampaikan materi menurut pokok bahasan dan sub pokok bahasan, berikut teknis penggunaan metode dan media dari masing-masing sub pokok bahasan. 3) Kolom kegiatan peserta diisi dengan rincian kegiatan yang harus dilakukan oleh peserta sebagai respon terhadap fasilitator sesuai dengan pokok bahasan dan sub pokok bahasan yang disampaikan. 4) Kolom metode diisi dengan metode pembelajaran yang digunakan oleh fasilitator dari setiap sub pokok bahasan, misalnya ceramah, ceramah tanya jawab, curah pendapat, dan seterusnya. 5) Kolom media diisi dengan media pembelajaran yang digunakan oleh fasilitator menurut sub pokok bahasan, misalnya tayangan power point, slide, flipchart dan lain-lain. 2. Memilih Metode Pembelajaran a. Pengertian Metode pembelajaran terdiri dari kata metode dan pembelajaran. Beberapa referensi memberikan pengertian metode sebagai berikut . a. Poerwadarminta: metode berarti cara yang telah teratur dan terpikir baikbaik untuk mencapai sesuatu maksud. b. Kamus Besar Bahasa Indonesia : metode adalah cara kerja yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai tujuan yang ditentukan. Berdasarkan kedua pengertian di atas dapat dikemukakan bahwa : metode artinya melalui, melewati jalan atau cara memperoleh sesuatu. Metode mengandung unsur prosedur yang disusun secara teratur dan logis serta dituangkan dalam suatu rencana mencakup prosedur, sistematika, logis terencana, dan kegiatan untuk mencapai tujuan. Pembelajaran berarti setiap upaya yang sistematik dan disengaja oleh pengajar, untuk menciptakan kondisi-kondisi agar peserta belajar melakukan kegiatan belajar. Dalam kegiatan ini terjadi interaksi edukatif antara dua pihak, yaitu peserta pelatihan yang melakukan kegiatan belajar dengan fasilitator yang melakukan kegiatan membelajarkan. b. Jenis-jenis metode pembelajaran Metode yang tepat dapat menunjang keberhasilan proses belajar mengajar secara efektif. Oleh karena itu, metode yang dipilih oleh fasilitator seyogyanya harus berdasarkan beberapa pertimbangan yaitu : 1) kesesuaian dengan tujuan yang ingin dicapai;. 2) fasilitator mampu menjalankan metode tersebut; 3) peserta mampu melibatkan diri dalam metode tersebut;
19

4) murah, artinya tidak terlalu menggunakan alat bantu yang banyak; 5) besarnya/jumlah anggota kelompok yang difasilitasi; 6) ketersediaan waktu. Terdapat berbagai jenis metode pembelajaran yang dapat dipilih oleh fasilitator. Berikut ini dikemukakan antara lain metode ceramah, curah pendapat, diskusi, studi kasus, penugasan, demonstrasi, simulasi, dan bermain peran (roleplay). 1) Ceramah Ceramah adalah penyampaian materi dari faslitator dengan menggunakan bahasa lisan yang didukung dengan bahasa tubuh, alat bantu visual dan berbagai macam teknik lain dengan sasaran sebanyak mungkin peserta.. Untuk tercapainya PBM secara efektif maka penggunaan metode ceramah ini hendaknya dikombnasikan dengan metode lain misalnya curah pendapat atau tanyajawab. Jenis ceramah dibagi dua yaitu ceramah langsung (tatap muka dengan peserta).dan ceramah tidak langsung (melalui media komunikasi, misalnya audio conference, tele conference, video conference). Berikut kelebihan dan kekurangan dari metode ceamah a) Kelebihan metode ceramah 1) Relatif lebih efisien dan sederhana 2) Ketuntasan materi dapat dicapai dengan lebih mudah 3) Dapat menjangkau banyak audience dalam waktu singkat dan banyak memberikan informasi. 4) Dapat dilakukan secara sistematis dengan bantuan kartu-kartu/ catatan kecil. 5) Tidak memerlukan banyak fasilitas dan sumber belajar sehingga sangat hemat. 6) Dapat menggunakan macam-macam alat bantu (slide projector, over head projector/OHP, LCD). 7) Dapat mempengaruhi suasana/emosi peserta (pada ceramah langsung ). 8) Dapat dipakai pada kelompok besar maupun kecil. b) Kekurangan metode ceramah 1) Apabila fasilitator kurang memiliki kepercayaan diri dan atau kurang menguasai materi yang disampaikan, kelas tidak dapat dikendalikan dengan baik. 2) Fasilitator sulit mengukur pemahaman peserta terhadap materi yang disampaikan. 3) Membosankan, apabila penyajian fasilitator monoton, kurang menarik dan terlalu lama. 4) Pengetahuan lebih cepat terlupakan.
20

5) Peserta lebih banyak dicekoki sehingga bila terlalu padat banyak hal yang tidak dikuasai. 6) Partisipasi peserta terbatas/pasif dalam pembelajaran. 2) Curah pendapat ( CP) Curah pendapat adalah suatu cara untuk menggali pendapat tentang suatu topik bahasan dari materi yang disampaikan. Model ini terdiri dari 2 tahap, yaitu tahap identifikasi gagasan (curah pendapat) dan tahap evaluasi gagasan. Fasilitator memberikan kesempatan kepada peserta untuk menyampaikan pendapat/.ide/gagasan dan setiap peserta bebas mengemukakan pendapat/gagasan yang muncul dibenaknya. Kemudian fasilitator mencatat di papan tulis setiap pendapat/gagasan yang disampaikan tanpa dikomentari/disalahkan/dinilai, begitu juga peserta lain tidak diperbolehkan memberikan komentar/tanggapan. Selanjutnya fasilitator mendiskusikan dan mengevaluasi semua pendapat/gagasan yang sudah ditulis, membuang yang duplikasi, memperjelas redaksional, dan mengelompokkan pendapat/gagasan menurut kriteria tertentu. Beberapa kelebihan dan kekurangan metode curah pendapat. a) Kelebihan metode curah pendapat 1) Merangsang semua peserta untuk mengemukakan pendapat dan gagasan baru. 2) Menghasilkan beberapa pendapat/gagasan melalui reaksi berantai. 3) Penggunaan waktu dapat dikontrol dan teknik ini dapat digunakan dalam kelompok besar maupun kecil. 4) Tidak memerlukan tenaga profesional. b) Kekurangan metode curah pendapat 1) Memerlukan kemampuan fasilitator untuk merangkum seluruh pendapat/gagasan peserta tanpa menyinggung perasaan 2) Kadang-kadang ada peserta yang merasa kurang nyaman karena terpaksa harus menyampaikan pendapat/gagasannya. 3) Memerlukan evaluasi lanjutan dan kesimpulan untuk menentukan 3) Diskusi Diskusi adalah proses bertukar pikiran antara dua orang atau lebih, tentang suatu topik dari materi yang disajikan agar tujuan pembelajaran dan pemahaman dari setiap materi dapat lebih mudah dicapai. Untuk proses belajar mengajar dapat digunakan dua jenis diskusi seperti berikut. a) Diskusi kelompok Peserta terdiri dari 6-10 orang, salah seorang peserta ditunjuk sebagai ketua. Masalah yang dibahas tidak terlalu kompleks dan dipakai untuk memperdalam pemahaman peserta.
21

b) Diskusi panel Diskusi panel merupakan salah satu bentuk diskusi yang melibatkan beberapa pembicara kunci (panelis) dan dipandu oleh seorang moderator. Agar kegiatan berjalan lancar, sebaiknya moderator dan para peserta mempersiapkan diri lebih dahulu untuk menguasai permasalahan yang akan didiskusikan. Sebagaimana halnya dengan metode ceramah dan curah pendapat, metode diskudi juga memiliki kelebihan dan kekurangan seperti uraian di bawah ini. a) Kelebihan metode diskusi 1) Mendorong partisipasi aktif peserta 2) Mendapatkan tambahan pengetahuan dari pengalaman peserta lain. 3) Memperdalam pemahaman materi dengan mendiskusikan masalah yang berkaitan dengan materi, mengetahui sebab-sebab masalah dan upaya pemecahannya 4) Meningkatkan rasa percaya diri tisp peserta dalam mengemukakan pendapat 5) Mendapatkan gagasan lain sebagai pemikiran bersama b) Kekurangan metode diskusi 1) Proses diskusi sangat tergantung dari keaktifan setiap peserta. 2) Membutuhkan waktu yang relatif lebih lama. 3) Membutuhkan ruangan yang memadai dan nyaman. 4) Fasilitator harus menguasai materi sehingga mampu menjadi penengah diskusi/moderator 4) Studi kasus Metode ini digunakan untuk menggambarkan penerapan konsep dan teknik analisis dalam pemecahan masalah. Di samping tiu, dimaksudkan juga untuk menyajikan penjelasan berbagai prinsip dan apliasi prinsip tersebut ke dalam situasi tertentu, sehingga peserta akan mampu memecahkan masalah dalam situasi yang sama secara lebih baik. Ahli lain berpendapat bahwa studi/pembahasan kasus bertujuan untuk mengembangkan pengetahuan dan sikap, sebagai landasan diskusi analisis dan pengembangan persoalan (Wahyu Suprapti, 2002). a) Kelebihan metode studi kasus 1) Memberikan wawasan yang luas mengenai prinsip-prinsip tertentu 2) Pertukaran pendapat dan penilaian bersama 3) Membuka kemungkinan untuk mengadakan perubahan pemikiran/mindset
22

4) Memungkinkan beberapa alternative pemecahan masalah b) Kelemahan metode studi kasus 1) Memerlukan banyak waktu; keterbatasan waktu merupakan hambatan untuk berdiskusi secara tuntas. 2) Dapat menimbulkan ketidakpuasan apabila tidak tercapai pemecahan masalah. 5) Penugasan Penugasan adalah metode pembelajaran yang bertujuan untuk memperdalam pemahaman materi, khususnya berkaitan dengan peningkatan keterampilan. Penugasan dapat diberikan untuk keseluruhan materi atau bagian tertentu dari suatu materi. Bentuk penugasan dapat berupa penugasan individual atau kelompok. a) Kelebihan metode penugasan 1) Menumbuhkan motivasi untuk mendalami materi yang diajarkan. 2) Memantapkan kegiatan pembelajaran 3) Memudahkan pemahaman materi b) Kelemahan metode penugasan 1) Membutuhkan lebih banyak pemikiran dan waktu 2) Membutuhkan dukungan fasilitas yang lebih memadai (antara lain lembar penugasan) 3) Membutuhkan fasilitator yang mampu mengelola (antara lain membuat soal dan mengoreksi hasil penugasan). 6) Demonstrasi Metode ini bertujuan untuk memperagakan suatu proses tertentu, misalnya cara pembuatan oralit. Melalui penggunaan metode ini peserta dapat melihat langsung dan mengamati serta mempraktikkan pokok bahasan/materi yang disampaikan. Pada umumnya metode demonstrasi digunakan untuk materi yang bertujuan meningkatkan keterampilan peserta. Berikut beberapa kelebihan dan kelemahan metode demonstrasi. a) Kelebihan metode demonstrasi 1) Dapat lebih mendorong minat dan keingintahuan peserta. 2) Dapat memperjelas penyampaian materi yang bersifat prosedural. 3) Dapat merupakan cara terbaik untuk mengajarkan katerampilan tertentu. b) Kekurangan metode demonstrasi 1) Membutuhkan waktu yang cukup 2) Membutuhkan penyediaan peralatan yang memadai 3) Hanya dapat digunakan pada kelompok terbatas/kecil

23

7) Simulasi Metode simulasi adalah bentuk metode praktik yang sifatnya untuk mengembangkan keterampilan peserta (keterampilan mental maupun fisik/teknis). Metode ini memindahkan suatu situasi yang nyata ke dalam kegiatan atau ruang belajar/kelas dikarenakan adanya kesulitan untuk melakukan praktik di dalam situasi yang sesungguhnya. Contoh: dalam pelatihan fasilitasi, seorang peserta melakukan simulasi suatu metode pembelajaran seakan-akan tengah melakukannya bersama peserta pelatihan. Peserta pelatihan lainnya berperan sebagai sasaran pelatihan Metode ini memang mirip dengan bermain peran (role play). Akan tetapi dalam simulasi, peserta lebih banyak berperan sebagai dirinya sendiri saat melakukan suatu kegiatan/tugas yang benar-benar akan dilakukannya. a) Kelebihan metode simulasi 1) Menumbuhkan cara berpikir kritis 2) Mengeliminasi/mengurangi hal-hal yang bersifat abstrak 3) Membangkitkan motivasi belajar peserta 4) Membantu memperkuat kepercayaan diri dengan proses penemuan sendiri 5) Membangkitkan kebersamaan/gotong royong dan keutuhan peserta b) Kekurangan metode simulasi 1) Perlu adaptasi antara peserta dan fasilitator 2) Kemungkinan simulasi tidak berhasil apabila peserta tidak 3) mampu memahami dengan tepat keadaan sebenarnya 8) Bermain peran (role play) Bermain peran pada prinsipnya merupakan metode untuk menghadirkan peran-peran yang ada dalam dunia nyata ke dalam suatu pertunjukan peran di dalam kelas, yang kemudian dijadikan sebagai bahan refleksi agar peserta memberikan penilaian terhadap . Misalnya: menilai keunggulan maupun kelemahan masing-masing peran tersebut, dan kemudian memberikan saran/alternatif pendapat bagi pengembangan peran-peran tersebut. Metode ini lebih menekankan terhadap masalah yang diangkat dalam pertunjukan, dan bukan pada kemampuan pemain dalam melakukan permainan peran. Peserta meleburkan diri dalam penoohan dan mengekspresikan sikap dan tindakan pada situasi tertentu. a) Kelebihan metode bermain peran 1) Mendorong keterlibatan peserta yang mendalam 2) Membangkitkan pengertian, prasangka dan persepsi 3) Memusatkan perhatian peserta pada aspek-aspek tertentu yang dikehendaki (sesuai dengan scenario dari fasilitator
24

b) Kekurangan metode simulasi 1) Sulit dilakukan apabila peserta tidak dapat menghayati peran 2) Kurang realistis 3) Peserta sering menganggap sebagai dialog biasa 3. Memilih Media Pembelajaran Media berasal dari bahasa latin merupakan bentuk jamak dari Medium yang secara harfiah berarti perantara atau pengantar yaitu perantara atau pengantar sumber pesan dengan penerima pesan. Beberapa ahli memberikan definisi tentang media pembelajaran. Schramm (1977) mengemukakan bahwa media pembelajaran adalah teknologi pembawa pesan yang dapat dimanfaatkan untuk keperluan pembelajaran. Sementara itu, Briggs (1977) berpendapat bahwa media pembelajaran adalah sarana fisik untuk menyampaikan isi/materi pembelajaran seperti : buku, film, video dan sebagainya. National Education Associaton (1969) mengungkapkan bahwa media pembelajaran adalah sarana komunikasi dalam bentuk cetak maupun pandang-dengar, termasuk teknologi perangkat keras. Dari ketiga pendapat di atas disimpulkan bahwa media pembelajaran adalah segala sesuatu yang dapat menyalurkan pesan, dapat merangsang fikiran, perasaan, dan kemauan peserta sehingga dapat mendorong terciptanya proses belajar pada diri peserta. Brown (1973) mengungkapkan bahwa media pembelajaran yang digunakan dalam kegiatan pembelajaran dapat mempengaruhi efektivitas pembelajaran, selain.membantu untuk penambahan indera penglihatan. Proses belajar mengajar akan berhasil dengan baik jika digunakan lebih dari satu indera. Dari kelima indera, yang paling banyak memberikan konstribusi pada proses belajar adalah indera penglihatan (83%), kemudian indera pendengaran (11%) dan selebihnya melalui indera perabaan serta indera pengecapan visual. Berbagai jenis media pembelajaran, adalah : a. media visual : papan tulis (white board),grafik, diagram, chart, bagan, poster, kartun, komik. beberan, celemek/apron, kartu lembar kasus dan puzzle b. media audial: radio, tape recorder, laboratorium bahasa, dan sejenisnya. c. projected still media : slide; over head projector (OHP), infocus dan sejenisnya. d. projected motion media : film, televisi, video (VCD, DVD, VTR), komputer dan sejenisnya. Media ini dapat berfungsi sebagai penggerak diskusi. Penggunaan media dengan komputer pada umumnya berupa sajian yang dibuat dengan menggunakan perangkat lunak (soft ware) power point.

25

Berikut beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh fasilitator dalam membuat media dengan power point atau transparansi. a. Singkat dan sederhana (keep it short and simple/KISS) b. Maksimum 10 baris, huruf jelas, besar, tebal dan tidak terlalu padat agar mudah dilihat oleh peserta. c. Hanya kata kunci yang ditampilkan, karena media ini hanya berfungsi untuk memperjelas ucapan/vokal. d. Sebaiknya satu transparansi memuat satu gagasan. e. Penulisan rapi dan rata/horisontal. f. Pergunakan warna untuk butir-butir penting g. Warna huruf agar kontras dengan latar belakang h. Cantumkan data dan informasi akurat serta mudah dilihat i. Spasi 75 % dari tinggi huruf Beberapa fungsi media pembelajaran, antara lain : a. mempermudah proses belajar-mengajar karena dapat penyajian materi b. meningkatkan efisiensi belajar-mengajar c. menjaga relevansi dengan tujuan belajar d. membantu konsentrasi belajar peserta e. mengatasi keterbatasan ruang, waktu dan daya indera seperti: memperjelas

1) obyek yang terlalu besar, dapat digantikan dengan realita, gambar, film bingkai, film, gambar video, atau model; 2) obyek yang kecil dibantu dengan proyektor mikro, film slide, gambar video; 3) gerak yang terlalu lambat atau terlalu cepat dapat dibantu dengan timelapse, highspeed photografi atau slow motion playback video; 4) kejadian atau peristiwa yang terjadi pada masa lalu dapat ditampilkan lagi melalui rekaman film, video, atau foto; 5) obyek yang terlalu kompleks dapat disajikan dengan model, diagram, an lain-lain; 6) konsep yang terlalu luas dapat divisualkan dalam bentuk film,slide, gambar atau video Beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan oleh fasilitator dalam pemilihan media pembelajaran adalah : 1) tujuan pembelajaran atau kompetensi yang ingin dicapai. Contoh : bila tujuan atau kompetensi peserta bersifat menghafalkan kata-kata tentunya media audio yang tepat untuk digunakan. Jika tujuan atau kompetensi yang dicapai bersifat memahami isi bacaan maka media cetak yang lebih tepat digunakan. Kalau tujuan pembelajaran bersifat motorik (gerak dan aktivitas), maka media film dan video dapat digunakan.

26

2) karakteristik peserta pelatihan, antara lain jumlah dan latar belakang pendidikan 3) kriteria lain yang bersifat melengkapi (komplementer), seperti: biaya; ketepatgunaan; ketersediaan; dan mutu teknis. 4. Memahami Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar a. Dasar-dasar proses belajar mengajar Pengelolaan PBM akan tercapai secara optimal apabila fasilitator memiliki pemahaman tentang dasar-dasar PBM yaitu : 1) setiap peserta mempunyai keunikan, baik karena perbedaan pendidikan, latar belakang sosial budaya maupun pengalaman; 2) belajar pada orang dewasa bukanlah merupakan sesuatu yang dipaksakan melainkan dikembangkan sendiri oleh peserta melalui diskusi dan curah pendapat; 3) tujuan belajar yang dianggap berarti dan bermanfaat bagi peserta akan menjamin efektivitas proses belajar; 4) belajar akan menjadi lebih efektif apabila proses belajar dapat memberikan kemudahan pada peserta; 5) belajar harus mencakup suatu pengertian dan memberikan pemahaman mengapa informasi penting diketahui oleh peserta. b. Keterampilan dasar memfasilitasi/mengajar efektif Di samping memahami tentang dasar-dasar PBM, terdapat 8 keterampilan dasar yang harus dimiliki oleh seorang fasilitator dalam memfasilitasi/ mengajar secara efektif di kelas yaitu : 1) keterampilan bertanya 2) keterampilan memberi penguatan/pembulatan materi 3) keterampilan mengadakan variasi 4) keterampilan menjelaskan 5) keterampilan membuka dan menutup pembelajaran 6) keterampilan membimbing diskusi kelompok kecil 7) keterampilan mengelola kelas 8) keterampilan mengajar kelompok kecil dan perseorangan c. Kegiatan yang dilakukan oleh peserta Menurut penelitian, inti materi pembelajaran yang dapat diserap . secara ratarata berhubungan sangat erat dengan kegiatan yang dilakukan oleh peserta dalam mengikuti proses belajar mengajar. Seseorang mampu mengingat sejumlah hal dengan membaca, mendengar atau melihat, setrta dari yang diucapkan sampai yang dilakukan. Inti materi atau pelajaran dapat diserap dengan sangat baik oleh peserta, apabila fasilitator dapat menggabungkan beberapa metode dan media pembelajaran yang melibatkan partisipasi aktif peserta. Sebagai gambaran dapat dilihat data pada matrik di bawah ini.

27

KEGIATAN DALAM DIKLAT 1. Membaca 2. Mendengar 3. Melihat 4. Melihat dan mendengar 5. Apa yang diucapkan 6. Apa yang diucapkan dan dilakukan

INTI PELAJARAN YANG DISERAP 10% 20% 30% 50% 80% 90%

Sumber: Edy Santosa, hal. 31 dan Marpaung, hal. 12. 5. Perbedaan Fungsi Guru dan Fasilitator Walaupun guru dan fasilitator mempunyai tujuan yang sama yaitu untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan keterampilan siswa/peserta, namun memiliki fungsi yang berbeda. Selain sasarannya yang berbeda, juga ada perbedaan yang mendasar dari beberapa aspek yang perlu dipahami oleh fasilitator sebagaimana terlihat pada matrik di bawah ini. GURU 1. Memberikan informasi 2. Menyediakan pernyataan yang benar 3. Komunikasi cenderung satu arah 4. Memberikan tugas 5. Pusat kegiatan pada guru FASILITATOR 1. Membimbing diskusi 2. Mengajukan pertanyaan yang benar 3. Komunikasi dua arah 4. Mengkoordinasikan kegiatan belajar 5. Pusat kegiatan pada peserta

28

C. MEMAHAMI PENDIDIKAN ORANG DEWASA Uraian mengenai pendidikan orang dewasa telah dikemukakan secara lengkap pada BAB III. D. KETERAMPILAN KOMUNIKASI Tugas fasilitator di dalam meningkatkan kompetensi peserta pelatihan melalui pemberian pemahaman harus ditunjang oleh keterampilannya dalam mengkomunikasikan materi pembelajaran. Walaupun seorang fasilitator telah memiliki sikap yang baik, memahami cara belajar orang dewasa dan menguasai pengelolaan PBM, namun tanpa memiliki keterampilan berkomunikasi mustahil keberhaslan dan efektifitas dalam pembelajaran dapat dicapai. Keterampilan komunikasi yang harus dimiliki oeh fasilitator mencakup keterampilan n dalam menyampaikan materi, mendengar aktif, bertanya efektif, menerapkan komunikasi non verbal dan keterampilan menggunakan suara. Penjelasan secara rinci adalah sebagaimana uraian berikut ini. 1. Keterampilan Menyampaikan Materi Penyampaian pesan, informasi, ide atau gagasan kepada peserta dengan fasih dan jelas merupakan syarat mutlak seorang fasilitator dalam menjalankan proses fasilitasi. Oleh karena, dengan kemampuan itulah fasilitator akan dapat menjelaskan dan memberikan kontribusi kepada peserta mengenai materi pembelajaran yang menjadi tanggungjawabnya. Usahakan sebelum melaksanakan fasilitasi pelatihan, fasilitator mempersiapkan sebaik-baiknya garis-garis besar atau butir-butir penting yang akan disampaikan.. Di samping itu, fasilitator harus pandai mengatur waktu. Bedakan antara apa yang seharusnya dan apa yang sebaiknya disampaikan. Dengan demikian, fasilitator mempunyai prioritas, bagian mana saja yang terlebih dahulu disampaikan kepada peserta. Jangan sekali-kali menghapal karena akibatnya dapat mengacaukan pikiran ketika terjadi lupa, kemudian gugup bahkan tidak mustahil dapat mengalami stagnasi dalam menyampaikan materi. Keterampilan Mendengar Aktif Mendengar aktif atau mendengarkan berbeda dengan mendengar saja. Keterampilan komunikasi dalam mendengarkan adalah medengarkan pendapat peserta pelatihan. Biarkan peserta mengeluarkan apa yang mereka dapat sebelumnya baik berupa tanggapan, sanggahan, pertanyaan, ataupun pernyataan. Hal itu semua justeru menjadi tambahan pengetahuan fasilitator yang berguna untuk mengembangkan materi yang disampaikan. Jika seorang fasilitator mampu menjadi pendengar aktif maka sangat mungkin akan mengetahui apa yang terjadi dan peka terhadap perasaan serta emosi dibalik ungkapan kata yang disampaikan oleh peserta. Dengan mengetahui apa yang terjadi dan peka terhadap perasaan/emosi dibalik ungkapan kata yang
29

2.

disampaikan oleh peserta, dapat menjadi dasar untuk mengambil sikap dan tindakan apa yang seharusnya dilakukan. Untuk menjadi pendengar yang baik dan aktif diperlukan suatu pengendalian terhadap perasaan atau emosi sendiri serta mau menghargai setiap pendapat dan gagasan yang disampaikan peserta. Cara menjadi pendengar aktif antara lain dengan melakukan refleksi (paraphrasing) dan memantulkan (mirroring). Paraphrasing adalah mengulangi kembali kata-kata/kalimat panjang yang baru diucapkan oleh peserta dengan cara meringkas dan menggunakan kata-kata sendiri. Sedangkan mirroring adalah memantulkan kata demi kata yang diucapkan oleh peserta setepat tepatnya tidak ditambah dan dikurangi. Baik paraphrasing maupun mirroring dimaksudkan agar apa yang dikatakan oleh peserta diterima sama oleh fasilitator sehingga akan tercipta komuniasi yang efektif. 3. Keterampilan Bertanya Efektif Teknik bertanya dalam proses fasilitasi sebenarnya sederhana, yang paling penting harus tetap mencerminkan komunikasi yang dialogis dan multi arah sehingga proses diskusi bukan hanya milik fasilitator akan tetapi milik para peserta. Artinya fasilitator harus memberikan ruang kepada peserta untuk mengungkapkan pendapat dan pengalamannya. Secara teknis sebaiknya diperhatikan agar : a. Setiap pertanyaan yang diajukan singkat dan jelas, jika perlu ulangi sampai peserta merasa jelas, terutama jika pertanyaan tersebut hanya ditujukan pada peserta tertentu; b. Usahakan jangan sampai peserta gelagapan atau malah gugup dalam menjawab, hindari pertanyaanpertanyaan yang bersifat tendensius apalagi dengan gaya bertanya yang menghakimi; c. Tidak terjadi debat kusir apabila ada pertanyaan dari peserta yang dilempar kepada peserta lainnya. Dengan bertanya secara efektif akan memudahkan seorang fasilitator untuk belajar dan mengerti apa yang terjadi serta sekaligus dapat memberi pemahaman untuk dapat memilih dan menemukan alternatif tindakan. Untuk dapat bertanya efektif dan terarah, fasilitator harus menguasai dan memahami materi yang disampaikan. Di samping terampil bertanya, seorang fasilitator juga harus terampil dalam menanggapi pertanyaan peserta. Untuk tercapainya maksud tersebut fasilitator dapat dapat melakukan hal-hal berikut. a. b. c. d. e. f. g. Ucapkan terima asih atas pertanyaan peserta. Ulangi pertanyaan. Tanggapi setiap pertanyaan dengan seksama. Hormati setiap pertanyaan. Tanyakan kepada peserta apakah sudah puas atau belum atas jawaban dari fasilutator. Hindari kontak mata dengan penanya. Jangan berdiskusi terlalu lama dengan satu orang peserta.
30

4.

Keterampilan Menerapkan Komunikasi Non Verbal Proporsi terbesar (93%) dari keberhasilan penyajian lisan ditentukan oleh penggunaan komunikasi non verbal (Menrabian dalam Marpaung, 2002). Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa keberhasilan penyajian lisan ditentukan oleh : a. Kemampuan bahasa verbal penyaji : 7% b. Vokal dan lafal pengucapan penyaji : 38 % c. Ekspresi serta gerak tubuh penyaji : 55 % Bahasa/gerak tubuh yang natural dan tidak dibuat-buat, tidak meniru gaya orang lain serta dilakukan dengan bervariasi dapat memperjelas materi pembelajaran yang disampaikan. Namun apabila dilakukan sebaliknya dapat mempengaruhi efektifitas dari keseluruhan penyajian. Komunikasi non verbal yang dapat mempengaruhi keberhasilan pembelajaran dapat dilihat juga dari berbagai bahasa tubuh peserta sebagai berikut. a. Rejection gestures yaitu gerakan peserta yang menunjukkan ketidaksetujuan atau penolakan terhadap apa yang disajikan oleh fasilitator. Gerakan dapat berupa gerakan tangan, kaki bersilang, tubuh bersandar ke meja atau menggosok-gosok hidung, mata dan telinga. b. Cooperation gestures yakni gerakan yang menandakan peserta tertarik/ menyenangi penyajian fasilitator antara lain dengan cara duduk di sisi kursi atau membuka kancing jaket/blazer. c. Interruption gestures yaitu gerakan mengangkat tangan di dekat telinga, bibir atau arah depan tubuh yang menunjukkan bahwa peserta bermaksud menginterupsi karena ada yang ingin dipertanyakan, meminta klarifikasi, menyatakan ketidaksetujuan atau menolak apa yang disampaikan oleh fasilitator. d. Confidence gestures adalah gerakan yang menandakan keyakinan peserta terhadap penyajian fasilitator dengan cara berdiri tegak, mengurangi kedipan mata, atau menatap fasilitator. Peserta sependapat dengan fasilitator dan mungkin bersedia memberikan kontribusi untuk memperjelas atau melengkapi penyajian fasilitator. e. Frustration gestures gerakan yang ditunjukkan dengan cara membunyikan jari, nafas tersendat/berdesah, atau menggaruk bagian belakang leher yang menandakan tingkat frustrasi peserta terhadap fasilitator. Hal itu dapat merupakan penolakan terhadap isi materi karena bertentangan dengan apa yang diketahui oleh peserta atau kekurang-akuratan data yang disajikan.

31

f. Nervous gestures yaitu gerakan yang menunjukkan kegugupan/grogi misalnya dengan meremas-remas tangan dikarenakan peserta merasa rendah diri, kurang menguasai permasalahan, atau berada di tempat/pada posisi yang kurang sesuai. g. Boredom gestures yaitu gerakan yang menandakan kebosanan peserta terhadap penyajian fasilitator dan ditunjukkan dengan cara mengetukkan kaki ke lantai, memainkan pena atau tangan, dan menyangga kepala. Hal tersebut dikarenakan isi materi/penyajian yang tidak menarik, tidak ada hal baru yang perlu diketahui, atau merasa telah menguasai materi yang disampaikan sehingga merasa jenuh. 5. Keterampilan Menggunakan Suara Penyampaian materi pembelajaran oleh fasilitator melalui suara, baik secara langsung (tanpa media) maupun dengan menggunakan alat pengeras suara. Penggunaan suara inipun merupakan suatu hal yang perlu diperhatikan oleh fasilitator, karena dapat mempengaruhi keberhasilan tujuan pembelajaran. Keterampilan menggunakan suara yang harus dikuasai aalah berkaitan dengan hal-hal berikut ini. a. Suara enak didengar khususnya apabila menggunakan alat pengeras suara. Fasilitator harus dapat mengatur jarak alat tersebut untuk tidak terlalu dekat sehingga dapat menimbulkan suara yang terlalu keras. b. Perhatikan nada suara c. Hindari suara monoton d. Hindari penggunaan ungkapan yang bukan merupakan kata ( misal em, e, ya , dan seterusnya) e. Hindari menggunakan ucapan-ucapan seperti : Ok, dan, jadi, seperti yang saya katakan, mengerti , paham ? f. Suara terdengar jelas oleh peserta g. Gaya percakapan yang baik . h. Jangan membaca teks bacaan yang panjang i. Ulangi kata-kata dan frasa-frasa utama j. Hindari jargon-jargon atau terminologi teknikal yang berlebihan k. Minimalkan penggunaan suara rendah

32

E. PENAMPILAN Uraian pada butir A sampai D merupakan kemampuan yang seyogyanya dimiliki oleh seorang fasilitator untuk dapat mendukung tercapainya keberhasilan dalam proses belajar mengajar. Namun demikian, karena fasilitator adalah figur yang menjadi pusat perhatian peserta pelatihan perlu pula diperhatikan hal-hal yang berkaitan dengan penampilan antara lain sikap tubuh dan cara berpakaian. 1. Sikap Tubuh. a. Sikap positif 1) Pertahankan cara berdiri seimbang 2) Usahakan bergerak ke segala arah dengan cara berpindah dari satu tempat/posisi ke tempat/posisi lain secara baik 3) Menjaga tangan tetap di samping 4) Tersenyum, sikap tidak kaku 5) Suara tidak monoton dan juga tidak terlalu cepat 6) Kontak mata/pandangan secara bergantian kepada peserta

b. Hal-hal yang harus dihindari 1) Melenggang dalam ruangan 2) Memainkan pena, spidol sambil berbicara 3) Menyilangkan tangan di depan/belakang 4) Menjilat bibir serta mengusap kepala berulang kali 5) Meremas-remas tangan (gugup) 6) Bersedakep /memasukkan tangan ke dalam saku 7) Menggunakan suatu benda sebagai penghalang yang tidak wajar antara fasilitator dengan peserta 8) Membelakangi peserta 2. Pakaian a. Pakailah pakaian yang nyaman b. Hindari pemakaian baju yang mencolok dan warna warni, karena akan mengurangi konsentrasi peserta pada materi pelajaran yang diberikan. c. Gunakan pakaian dengan corak yang tidak ramai. d. Gunakan asesori yang tidak berlebihan

33

F. CIRI-CIRI FASILITATOR YANG BAIK Selain berbagai hal yang perlu diperhatikan, berikut ini perlu pula dipahami mengenai ciri-ciri fasilitator yang baik. 1. Menjaga kelompok tetap fokus pada tujuan dan proses pembelajaran 2. Tetap obyektif 3. Membantu kelompok menentukan arah yang akan ditempuh dan mencapai tujuan mereka 4. Lebih banyak mendengarkan daripada berbicara 5. Dapat menyesuaikan dengan gaya belajar yang berbeda-beda 6. Sensitif terhadap gender dan budaya 7. Mendorong semua orang berpartisipasi; setiap orang berpartisipasi dengan cara yang berlainan. Ada yang hanya berbicara dalam kelompok kecil tetapi tetap berpartisipasi, ada pula yang banyak bicara tetapi sedikit kontribusi. 8. Membantu kelompok mentaati waktu 9. Memberi semangat atau membuat kelompok rileks sesuai kebutuhan 10. Sewaktu-waktu menyimpulkan yang terjadi dalam PBM, dan membantu kelompok mengaitkan satu sesi dengan sesi lainnya. Hal lain yang tidak kalah pentingnya dan perlu diperhatikan oleh fasilitator adalah sebagaimana uraian di bawah ini. 1. Waspada terhadap tanda-tanda kebingungan peserta (saling bertanya pada orang di sebelahnya, wajah bingung atau frustasi, sikap menolak, dsb). 2. Jangan melakukan pekerjaan kelompok. Biarkan kelompok bekerja sendiri. 3. Berkeliling dari kelompok ke kelompok; tetapi jangan menjadi bagian dari satu kelompok saja karena anda akan mempengaruhi kelompok itu. 4. Berikan waktu pada setiap kelompok memahami tugas yang diberikan dan konsep-konsep pendukungnya. 5. Bahas kembali bagian-bagian lokakarya atau pertemuan yang membingungkan kalau ada peserta yang kelihatannya mengalami kesulitan. 6. Jangan menganggap diri anda seorang ahli. Ingatkan kelompok dan diri sendiri bahwa anda adalah fasilitator. Ingatkan MEREKA (dan juga diri anda) akan keahlian dan pengalaman yang MEREKA miliki. Caranya dengan melempar pertanyaan pada peserta lain, misalnya : Pertanyaan bagus, Ida. Bagaimana menurut anda, Erna?; Pertanyaan yang bagus. Apa ada yang mau menanggapi? 7. Sering-seringlah bertanya : Apakah ada pertanyaan? 8. Bersikap fleksibel dan gunakan penilaian anda sendiri tentang perhatian, energi dan pemahaman kelompok kemudian sesuaikan dengan waktu seperlunya. Perubahan tidak berarti rencana yang buruk, tetapi anda mendengar, menyimak dan menyesuaikan rencana dengan situasi. 9. Jangan lupa waktu istirahat 15-20 menit, paling sedikit dua kali pada pagi dan sore hari.

34

BAB V TEKNIK FASILITASI DENGAN TEAM TEACHING Team Teaching merupakan salah satu bentuk strategi pembelajaran yang melibatkan dua orang fasilitator atau lebih dalam proses pembelajaran, dengan pembagian peran dan tanggung jawab secara jelas dan seimbang. Melalui strategi Team Teaching, diharapkan antar fasilitator dapat bekerja sama dan saling melengkapi dalam mengelola proses pembelajaran. Setiap permasalahan yang muncul dalam proses pembelajaran dapat diatasi secara bersama-sama. Berikut diuraikan tentang pelaksanaan teknik fasilitasi dengan Team Teaching A. KONSEP DASAR TEAM TEACHING Kurikulum pendidikan dan pelatihan yang semakin berkembang menuntut fasilitator untuk lebih inovatif dan kreatif dalam menentukan/memilih metode pembelajaran yang digunakan, yang tentunya harus disesuaikan dengan materi pembelajaran yang akan disampaikan kepada peserta pelatihan.. Fasilitator bukanlah orang yang tahu akan segala hal, tetapi juga tentu memiliki kekurangan pengetahuan. Hal ini menunjukkan bahwa fasilitator pun membutuhkan sosok lain yang dapat diajak bekerjasama dalam menghadapi segala kesulitan yang ada pada saat melaksanakan proses pembelajaran. Pelaksanaan fasilitasi dengan strategi Team Teaching adalah merupakan cara tepat. Team Teaching merupakan strategi pembelajaran yang dalam proses pembelajarannya dilakukan oleh lebih dari satu fasilitator dengan pembagian peran dan tanggung jawab masing-masing. Menurut Martiningsih (2007) :Metode pembelajaran team teaching adalah suatu metode mengajar dimana pendidiknya lebih dari satu orang yang mempunyai tugas masing-masing. Lebih lanjut Ahmadi dan Prasetya (2005) menyatakan bahwa Team Teaching (pengajaran beregu) adalah suatu pengajaran yang dilaksanakan bersama oleh beberapa orang. Tim pengajar atau fasilitator yang menyajikan materi pembelajaran dengan metode mengajar beregu ini menyajikan materi pembelajaran yang sama dalam waktu dan dengan tujuan yang sama pula. Para fasilitator tersebut bersama-sama mempersiapkan, melaksanakan, dan mengevaluasi hasil belajar peserta pelatihan. Proses belajar mengajar dapat dilakukan secara bergilir dengan metode ceramah atau bersamasama dengan metode diskusi panel.

35

B. JENIS TEAM TEACHING Terdapat beberapa jenis Team Teaching sebagaimana Soewalni S (2007) berikut ini

yang dijelaskan oleh

1. Semi Team Teaching Pada jenis team teaching ini dapat dilakukan 3 tipe dalam proses belajar mengajar yaitu tipe satu, dua dan tipe tiga sebagai berikut. 1. Tipe 1 : sejumlah fasilitator mengajar/menyampaikan materi pembelajaran yang sama di kelas yang berbeda. Perencanaan materi dan metode disepakati bersama. 2. Tipe 2a : satu materi pembelajaran disajikan oleh sejumlah fasilitator secara bergantian dengan pembagian tugas, materi dan evaluasi oleh masing-masing fasilitator. 3. Tipe 2b : satu materi pembelajaran disajikan oleh sejumlah fasilitator dengan mendesain peserta pelatihan secara berkelompok. 2. Team Teaching Penuh Jenis berikutnya adalah dengan team teaching penuh atau Tipe 3. Pada jenis ini, satu tim terdiri dari dua orang fasilitator atau lebih, waktu kelas sama, pembelajaran mata pelajaran/materi tertentu. Perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi disepakati dan dilakukan secara bersama. Variasi pelaksanaan Team Teaching penuh dapat dilaksanakan sebagai berikut. a. Pelaksanaan bersama : seorang fasilitator sebagai penyaji atau menyampaikan informasi, fasilitator lain membimbing diskusi kelompok atau membimbing latihan individual. b. Anggota tim secara bergantian menyajikan topik/materi. Diskusi/tanya jawab dibimbing secara bersama dan saling melengkapi jawaban dari anggota tim. c. Seorang fasilitator (senior) menyajikan langkah latihan, observasi, praktik dan informasi seperlunya. Kelas dibagi dalam kelompok, setiap kelompok dipandu oleh seorang fasilitator. Pada akhir pembelajaran masing-masing kelompok menyajikan laporan (lisan/tertulis) dan ditanggapi bersama serta disimpulkan bersama. Dari beberapa jenis Team Teaching yang dikemukakan oleh Soewalni S, tampaknya jenis Team Teaching penuh lebih baik, karena disana lebih terlihat nyata strategi Team Teaching-nya. Fasilitator yang mengajar lebih dari satu orang, mereka mengajar di kelas yang sama dengan materi yang sama dan pada waktu yang sama, serta setiap perencanaan, pelaksanaan dan evaluasinya pun dilakukan atas kesepakatan bersama. Hal ini sangat sesuai dengan prinsip pembentukan tim dalam sebuah pelaksanaan tugas, bahwa segala sesuatu yang berkaitan dengan misi pencapaian tujuan dilakukan secara bersama-sama, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, sampai kepada evaluasi terhadap apa yang telah dilaksanakan.
36

C. TAHAPAN PEMBELAJARAN DENGAN STRATEGI TEAM TEACHING 1. Tahap Awal a. Perencanaan pembelajaran disusun secara bersama Perencanaan pembelajaran atau dikenal dengan istilah Satuan Acara Pembelajaran (SAP) harus disusun secara bersama-sama oleh setiap fasilitator yang tergabung dalam Team Teaching. Hal ini dimaksudkan agar setiap fasilitator yang tergabung dalam team teaching memahami tentang apa-apa yang tercantum dalam SAP tersebut, mulai dari kompetensi dasar dan indikator keberhasilan yang harus dicapai oleh peserta dari proses pembelajaran sampai kepada sistem penilaian hasil evaluasi peserta.. b. Metode pembelajaran disusun bersama Selain SAP yang harus disusun bersama oleh tim, metode yang akan digunakan oleh mereka dalam proses pembelajaran Team Teaching pun harus direncanakan bersama-sama oleh anggota Team Teaching. Perencanaan metode secara bersama ini dilakukan agar setiap fasilitator Team Teaching mengetahui alur proses pembelajaran dan tidak kehilangan arah pembelajaran. c. Partner team teaching memahami materi dan isi pembelajaran Fasilitator sebagai partner dalam Team Teaching bukan hanya harus mengetahui tema dari materi yang akan disampaikan kepada peserta saja, tetapi mereka juga harus sama-sama mengetahui dan memahami isi dari materi tersebut. Hal ini agar keduanya bisa saling melengkapi kekurangan pengetahuan yang ada di dalam diri masing-masing. Terutama ini dapat dirasakan manfaatnya pada saat menyampaikan materi kepada peserta dan menjawab pertanyaan-pertanyaan peserta terhadap penjelasan fasilitator. d. Pembagian peran dan tanggung jawab secara jelas Pembagian peran dan tanggung jawab masing-masing fasilitator dalam Team Teaching harus dibicarakan secara jelas ketika merencanakan proses pembelajaran yang akan dilaksanakan, agar ketika proses pembelajaran berlangsung di dalam kelas, mereka tahu peran dan tugasnya masing-masing. Dalam hal ini masing-masing fasilitator tidak lagi memiliki ketidakjelasan peran dan tanggungjawab.

37

2. Tahap Inti a. Satu fasilitator sebagai pemateri dalam dua jam mata pelajaran penuh, dan satu orang sebagai pengawas dan pembantu tim. b. Dua orang fasilitator bergantian sebagai pemateri dalam dua jam pelajaran, dalam hal ini berarti tugas sebagai pemateri dibagi dua dalam dua jam pelajaran yang ada. 3. Tahap Evaluasi a. Evaluasi fasilitator Evaluasi fasilitator selama proses pembelajaran dilakukan oleh partner tim setelah jam pelajaran berakhir. Evaluasi dilakukan oleh masing-masing partner dengan cara memberi kritikan-kritikan dan saran yang membangun untuk perbaikan proses pembelajaran selanjutnya. Setiap fasilitator yang diberi saran harus menerima dengan baik saran-saran tersebut, karena hakekatnya itulah kelebihan dari team teaching. Setiap faslitator harus merasa bahwa mereka banyak mengalami kekurangan dalam diri mereka, tidak merasa diri paling benar dan paling pintar. Evaluasi ini dilakukan di luar ruang kelas, hal ini dilakukan untuk menjaga image masing-masing fasilitator dihadapan peserta. b. Evaluasi peserta Evaluasi peserta dalam hal ini mencakup pembuatan soal evaluasi dan merencanakan metode evaluasi, yang kesemuanya dilakukan secara bersamasama oleh fasilitator Team Teaching. Atas kesepakatan bersama fasilitator harus membuat soal-soal evaluasi yang akan diberikan kepada peserta. Dengan demikian, fasilitator Team Teaching harus secara bersama-sama menentukan bentuk soal evaluasi, baik lisan ataupun tulisan, baik pilihan ganda, uraian, atau kombinasi antara keduanya. Satu hal yang tak kalah pentingnya adalah dalam evaluasi peserta, fasilitator juga diharuskan merencanakan metode evaluasi. Perencanaan metode evaluasi peserta ini di dalamnya mencakup pembagian peran dan tanggung jawab setiap fasilitator Team Teaching dalam pelaksanaan evaluasi, serta pembagian tugas dalam pengawasan.

38

BAB VI PENUTUP Teknik fasilitasi merupakan materi dasar bagi widyaiswara maupun fasilitator. Bahan ajar ini hanya memuat garis besar dari manajemen kelas yang harus dikuasai oleh fasilitator apabila hendak mengajar. Untuk menyajikan bahan ajar ini hendaknya fasilitator menambah referensi lain tentang kediklatan dan penyajian dilakukan secara tim sehingga dapat saling mengisi. Dengan diterbitkannya bahan ajar ini semoga membawa manfaat, baik bagi widyaiswara maupun fasilitator yang akan melaksanakan pelatihan.

39

DAFTAR PUSTAKA LAN RI, GBPP dan SAP Bahan Ajar Diklat Kewidyaiswaraan Berjenjang Tingkat Pertama, Jakarta, 2002. PULAP, Dinamika Kelompok, Modul Belajar Mandiri Bagi Widyaiswara, Jakarta, 2004 PUSJA, Desain dan Kurikulum Pelatihan Program KKB bagi Fasilitator, Pengelola, dan Pelaksana Program KB, Jakarta, 2004 Suparman Atwi, Desain Instruksional Pusat Antar Universitas untuk peningkatan dan pengembangan aktivitas instruksional Ditjen Pendidikan Tinggi Departemen Kebudayaan, Jakarta, 1995. Marpaung, PM dan Giri Saptoadji,Komunikasi dan Presentasi Efektif dalam Pengajaran. Lembaga Administrasi Negara RI. 2002. Edy Santosa dkk. Terampil Presentasi, Teknik Memberikan Pelatihan dan Mengajar Bagi Para Trainer, Fasilitator dan Guru. PT Gramedia Widiasarana Indonesia. Jakarta. 2005. Wahyu Suprapti dan Sudariman.Ragam Metode Belajar. Lembaga Administrasi Negara RI. 2002. Ahmadi, A. dan Prasetya. (2005). Strategi Belajar Mengajar. Bandung : CV Pustaka Setia. Martiningsih. (2007). Team Teaching. (http://martiningsih.blogspot.com).(Diakses tgl 17 Mei 2012). Soewalni, S. (2007). Team Teaching. Makalah Program Pelatihan Applied Approach 2007 di Lembaga Pengembangan Pendidikan UNAS. (Diakses tgl 17 Mei 2012).

40

Lampiran SATUAN ACARA PEMBELAJARAN (SAP) 1. NAMA DIKLAT 2. MATA DIKLAT 3. WAKTU : Orientasi Regional DDRC Indonesia Timur : Pelaksanaan/Penyelenggaraan Orientasi DDRC di Kabupaten/Kota : 2 JP (2 x 45 menit)

4. NAMA WIDYAISWARA : Aminah 5. KOMPETENSI DASAR Setelah mengikuti pembelajaran ini peserta Penyelenggaraan Orientasi DDRC di Kabupaten/Kota memahami Pelaksanaan/

6. INDIKATOR KEBERHASILAN Setelah mengikuti pembelajaran ini peserta dapat menjelaskan : a. Konsep dasar pelaksanaan/penyelenggaraan orientasi DDRC di kabupaten/kota b. Proses belajar mengajar (PBM) orientasi DDRC di kabupaten/kota c. Cara membuat satuan pembelajaran d. Cara membangun kesepakatan untuk pelaksanaan orientasi 7. POKOK BAHASAN a. Konsep dasar pelaksanaan orientasi b. Proses PBM orientasi DDRC c. Satuan pembelajaran d. Membangun kesepakatan 8. KEGIATAN No 1 I. Kegiatan Kegiatan Peserta MetodeM Widyaiswara/Fasilitator 2 3 4 5 PENDAHULUAN a. Widyaiswara memulai sesi ini a. Peserta mende- Ceramah 1. Perkenalan dengan mengucapkan salam ngarkan dan 2. Penjelasan Hasil dan memperkenalkan diri mencatat Belajar dan b. Widyaiswara memberikan Indikator Hasil penjelasan kompetensi dasar Belajar dan indikator keberhasilan dari materi pelaksanaan/ penyelenggaraan orientasi DDRC di kabupaten/kota. Tahapan Kegiatan Media 6 LCD Bahan Ajar

41

II.

PENYAJIAN Penyajian materi menurut pokok bahasan: 1. Konsep dasar a. Widyaswara menjelaskan a. Peserta Ceramah pelaksanaan/pelatar belakang, tujuan dan mendengarkan nyelenggaraan sasaran pelaksanaan orientasi dan mencatat. orientasi DDRC DDRC di kab/kota. 2. Proses PBM da- b. Widyaiswara menanyakan b. Peserta men- Curah lam orientasi kepada peserta hal-hal apa jawab dan fasi- pendapat DDRC. saja yang harus dipersiapkan litator menulisdan dilaksanakan dlm PBM kan jawaban di pada kegiatan orientasi. papan tulis. c. Widyaiswara mem-berikan c. Peserta mem- Ceramah penjelasan ttg kegiatan yang perhatikan dan tanya harus dilakukan dalam tahap mencatat jawab persiapan dan pelaksanaan orientasi DDRC (fasilitator, materi, media, SAP) serta memberikan kesempatan untuk bertanya. 3. Satuan pembelajaran d. Widyaiswara menjelaskan d. Peserta mem- Ceramah kepada peserta mengenai perhatikan dan tanya cara membuat satuan mencatat jawab pembelajaran (SAP) dan sambil membagikan contoh mengamati contoh SAP e. Widyaiswara membagi e. Peserta peserta ke dalam beberapa memba- gi diri kelompok menurut kab./kota ke dalam kelpk kab/kota f. Widyaiswara menugaskan f. Setiap setiap kelompok utk kelompok membuat SAP dari salah satu membuat SAP mata Diklat.

LCD Bahan Ajar Papan tulis

LCD Bahan Ajar

LCD Bahan Ajar Contoh SAP -

Diskusi Flipchart kelompo /LCD k & penugasan Flipchart /LCD

g. Widyaiswara meminta tiap g. Wakil klp Diskusi klp menyajikan SAP menyaji kan pleno hasil Disko

42

No 1

Tahapan Kegiatan 2 4. Membangun kesepakatan

Kegiatan Widyaiswara/ Kegiatan Peserta MetodeM Fasilitator 3 4 5 h. Widyaiswara mena-nyakan h. Peserta menja- Curah kepada peserta mengenai wab. pendapat manfaat membangun kesepakatan i. Widyaiswara menjelas- kan i. pentingnya mem-bangun kesepakan untuk pelaksanaan/penyelenggaraan orientasi DDRC . Widyaiswara memfasili-ta-si j. permainan (games) utk membangun kesepakatan Peserta Ceramah mendengarkan dan mencatat. Peserta Permainterlibat aktif an dalam games /games

Media 6 LCD Bahan Ajar

j.

III.

PENUTUP 1. Penyampaian kesimpuan seluruh materi 2. Salam penutup

Ceramah Widyaiswara menyampai-kan Peserta mende- singkat kesimpulan dengan merangkum ngarkan dan atau memberi-kan stressing memperhatikan akhir dari keseluruhan materi yang telah diberikan dengan menayangkan kembali hasil belajar dan indicator hasil belajar, dilanjutkan dengan menyampaikan salam penutup.

LCD

9. EVALUASI Setelah menjelaskan materi ini, minimal 85% peserta memahami materi Pelaksanaan/Penyelenggaraan Orientasi DDRC di Kabupaten/Kota. 10. REFERENSI Bahan ajar Pelaksanaan/Penyelenggaraan Orientasi DDRC di Kabupaten/ Kota. Widyaiswara, Aminah

43

Anda mungkin juga menyukai