Anda di halaman 1dari 34

LAPORAN KASUS

Tuberkulosis Paru + Gizi Buruk

Laporan kasus ini dibuat untuk melengkapi persyaratan kepaniteraan klinik


senior di Departemen Ilmu Kesehatan Anak RSUD Dr. Pirngadi Medan

DISUSUN OLEH :

Rahmat Hidayat SK (71210891007)

Yuariza Oksalina (71180891074)

PEMBIMBING

dr. Indra Wahyudi Tanjung, Sp. A

SMF ILMU KESEHATAN ANAK


RSUD Dr. PIRNGADI
KOTA MEDAN
2022
LEMBAR PENGESAHAN

Telah dibacakan tanggal :

Nilai :

Dokter Pembimbing

dr. Indra Wahyudi Tanjung, Sp. A

ii
iii
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas segala rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan “Laporan Kasus” ini untuk
memenuhi persyaratan mengikuti Persyaratan Kepaniteraan Klinik Senior di
Departemen Ilmu Kesehatan Anak Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi Medan
dengan judul “Tuberkulosis Paru”.
Pada kesempatan ini tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada
dr. Indra Wahyudi Tanjung, Sp.A atas segala bimbingan dan arahannya dalam
menjalani Kepaniteraan Klinik Senior di Departemen Ilmu Kesehatan Anak
Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi Medan dan dalam pembuatan laporan kasus ini.
Penulis menyadari bahwa laporan kasus ini masih banyak kekurangannya,
oleh sebab itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun
guna memperbaiki laporan kasus ini di kemudian hari.

Harapan penulis semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat dan menambah
pengetahuan bagi kita semua serta dapat menjadi arahan dalam
mengimplementasikan ilmu kedokteran dalam praktik di masyarakat.

Medan, 16 Januari 2022

Penulis

iii
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN..........................................................................................ii

KATA PENGANTAR.................................................................................................iii

DAFTAR ISI................................................................................................................iv

BAB I PENDAHULUAN..............................................................................................1

1.1 Latar Belakang.....................................................................................................1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA..................................................................................2

2.1 TB Paru...............................................................................................................2

2.1.1 Definisi.........................................................................................................2

2.1.2 Etiologi.........................................................................................................2

2.1.3 Patologi dan Patogenesis..............................................................................3

2.1.4 Manifestasi Klinis.........................................................................................5

2.1.5 Pemeriksaan Penunjang................................................................................7

iv
2.1.6 Penatalaksanaan..........................................................................................12

2.1.7 Prognosis....................................................................................................12

LAPORAN KASUS....................................................................................................14

BAB III PENUTUP.....................................................................................................24

DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................25

LAMPIRAN

v
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit infeksi menular yang disebabkan


oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis, yang dapat menyerang berbagai organ,
terutama pada organ paru. Penyakit ini apabila tidak diobati atau pengobatannya
tidak tuntas dapat menimbulkan komplikasi berbahaya dan bisa menyebabkan
kematian (Alhidayati, 2018).

TB merupakan penyebab penting morbiditas dan mortalitas pada anak-


anak, namun kejadian TB Paru pada anak kurang mendapat perhatian dalam
epidemiologi TB dikarenakan > 95% anak-anak dengan TB Paru memiliki sputum
BTA (-), sehingga tidak berkontribusi secara langsung dalam menularkan kejadian
TB Paru. Dari 9 juta kasus baru TB yang terjadi di seluruh dunia setiap tahun,
diperkirakan 1 juta (11%) diantaranya terjadi pada anak-anak dibawah 15 tahun.
Dari seluruh kasus anak dengan TB Paru, 75% terjadi di 22 negara dengan beban
TB Paru tinggi (high burden countries). Dilaporkan dari berbagai negara,
persentase kasus TB Paru pada anak berkisar antara 3% hingga >25% (Ekasari,
2016).

Oleh karena itu, kasus tuberkulosis paru termasuk ke dalam kasus dengan
kompetensi 4A, dimana seorang dokter mampu membuat diagnosa klinik dan
melakukan penatalaksanaan penyakit tersebut secara mandiri dan tuntas, dan
kompetensi ini dicapai pada saat lulus sebagai dokter umum. Berdasarkan latar
belakang tersebut, maka penulis mengangkat kasus ini sebagai bahan
pembelajaran dalam upaya penanganan penyakit ini pada anak.

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tuberkulosis Paru

2.1.1 Definisi
Penyakit TB adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis (MTB). Kuman TB berbentuk batang, disebut pula
sebagai basil tahan asam (BTA) karena mempunyai sifat khusus yaitu tahan
terhadap asam pada pewarnaan. Kuman TB cepat mati jika terpapar sinar matahari
langsung, tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam di tempat gelap dan lembab.
Sumber penularan penyakit TB adalah penderita dengan BTA positif. Terdapat
beberapa spesies Mycobacterium, antara lain: M. tuberculosis, M. africanum, M.
bovis, M. Leprae dsb. (Kemenkes RI, 2018).
2.1.2 Etiologi
Penyakit TB Paru adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh
bakteri Mikobakterium tuberkulosa yang berbentuk batang berukuran ± 0,3-0,6
dan panjang ± 1-4µ dan bersifat tahan asam sehingga dikenal juga sebagai Basil
Tahan Asam (BTA). Dengan bentuk batang tipis, lurus atau agak bengkok,
bergranular atau tidak mempunyai selubung, tetapi mempunyai lapisan luar tebal
yang terdiri dari lipoid (terutama asam mikolat). Dapat bertahan terhadap
pencucian warna dengan asam dan alkohol, sehingga disebut basil tahan asam
(BTA), tahan terhadap zat kimia dan fisik, serta tahan dalam keadaan kering dan
dingin, bersifat dorman (dapat tertidur lama) dan aerob.
Bakteri tuberkulosis ini mati pada pemanasan 100ºC selama 5-10 menit atau
pada pemanasan 60ºC selama 30 menit, dan dengan alkohol 70-95% selama 15-30
detik. Bakteri ini tahan selama 1-2 jam di udara, di tempat yang lembab dan gelap
bisa berbulan-bulan namun tidak tahan terhadap sinar matahari atau aliran udara.
Data pada tahun 1993 melaporkan bahwa untuk mendapatkan 90% udara bersih

2
dari kontaminasi bakteri memerlukan 40 kali pertukaran udara per jam
(Widoyono, 2008)
Ada beberapa jenis Mikrobakterium seperti Mycrobacterium bovis,
Mycobacterium kansassi, Mycobacterium aviumdan Mycobacterium nenopi.
Namun yang paling penting adalah Mycobacterium tuberculosis yang
menyebabkan penyakit tuberkulosis dan menyerang paru (Azzahra, 2017).
2.1.3 Patologi dan Patogenesis
TB merupakan penyakit yang disebabkan oleh Mycobacterium
tuberculosis yang merupakan basil aerob, non-motil, dan tahan terhadap asam,
pengeringan serta alkohol. TB secara klasik dibagi menjadi primer dan sekunder.
TB primer terjadi pada penderita yang sebelumnya belum pernah terpajan dengan
M. tuberculosis. TB sekunder terjadi pada penderita yang sebelumnya pernah
tersensitasi oleh M. tuberculosis. Kemungkinan penularan ini bergantung pada
jumlah droplet yang ditransmisikan, durasi pajanan, serta virulensi dari M.
tuberculosis.

Patogenesis TB primer
Infeksi TB primer biasanya melalui saluran pernafasan. Infeksi terjadi
akibat inhalasi droplet (2–10μm) yang mengandung basil (1–4μm). Droplet
tersebut akan dibawa oleh silia ke bronkiolus terminalis dan alveoli. Inokulasi
terjadi pada area dengan ventilasi yang paling banyak, biasanya pada segmen
anterior lobus superior, lobus medius, lingula, dan segmen basal dari lobus
inferior. Makrofag alveolar akan menangkap basil. Basil TB tersebut akan
bereplikasi di dalam makrofag alveolar.
Makrofag alveolar akan berinteraksi dengan limfosit T dan menyebabkan
differensiasi makrofag menjadi histiosit epiteloid. Histiosit epiteloid dan limfosit
akan beragregasi membentuk granuloma. Pada granuloma, limfosit T CD4 akan
mensekresi sitokin seperti interferon-γ yang akan mengaktivasi makrofag untuk
membunuh basil TB di dalamnya. Limfosit T CD 8 (limfosit T sitotoksik) juga
dapat langsung membunuh sel yang terinfeksi. Meskipun demikian, basil TB tidak
selalu tereliminasi dari granuloma, namun basil tersebut dapat menjadi dorman.

3
Granuloma juga dapat mengalami nekrosis di bagian tengahnya. Reaksi
imunologis yang disebabkan oleh basil TB merupakan hipersensitivitas tipe IV
(lambat) yang akan bermanifestasi setelah kurang lebih 4–10 minggu setelah
infeksi. Pada saat tersebut, reaksi tuberkulin akan menjadi positif.
Reaksi ini akan menyebabkan nekrosis perkijuan pada fokus infeksi dengan
atau tanpa keterlibatan kelenjar getah bening (KGB). Fokus primer di parenkim
disebut sebagai fokus primer atau fokus Ghon. Kombinasi fokus primer dengan
pembesaran KGB yang menerima aliran limfatik dari fokus primer tersebut
dinamakan kompleks primer atau kompleks Ghon. Fokus primer ini akan terjadi
di daerah dengan ventilasi yang paling banyak, biasanya pada segmen anterior
lobus superior, lobus medius, lingula, dan segmen basal dari lobus inferior. Fokus
primer ini biasanya terdapat di daerah subpleural. Limfangitis lokal yang terjadi
antara fokus primer dan KGB terkadang dapat terlihat pada foto toraks.
Perkembangan dari infeksi primer bergantung pada beberapa faktor seperti
jumlah dan virulensi dari basil TB, imunitas alami dan imunitas spesifik yang
dimiliki inang serta reaksi hipersensitivitas yang timbul. Pada pasien yang
imunokompeten, imunitas spesifik yang timbul biasanya cukup untuk membatasi
multiplikasi basil TB sehingga lesi akan sembuh tanpa menimbulkan gejala. Pada
kasus-kasus seperti ini, tes tuberkulin yang positif dapat menjadi satu-satunya
pertanda telah terjadi infeksi primer. Proses ini terjadi pada 95% pasien yang
imunokompeten.
Penyembuhan TB terjadi dengan resorpsi nekrosis kaseosa yang disertai
deposisi kolagen (fibrosis) dan kalsifikasi. Proses ini terjadi di paru, KGB yang
terlibat, maupun di jaringan ekstrapulmonal (ginjal, metafisis tulang panjang, dan
otak) yang berasal dari penyebaran hematogen yang minimal. Gambaran radiologi
dari lesi penyembuhan ini adalah fokus kalsifikasi. Kombinasi fokus Ghon dengan
kalsifikasi di KGB yang terlibat disebut sebagai kompleks Ranke. Walaupun ada
juga literatur yang menyamakan istilah kompleks Ranke dengan kompleks Ghon
atau kompleks primer.
Fokus Simon merupakan kalsifikasi di apeks paru yang merupakan tanda
lesi yang mengalami penyembuhan. Distribusi fokus Simon yang terdapat di

4
apeks paru menunjukkan telah terjadi penyebaran hematogen yang minimal. Lesi
penyembuhan ini dapat mengandung basil yang bersifat dorman yang tetap
memberikan stimulus antigenik terhadap reaksi hipersensitivitas. Pada keadaan
imunodepresi, basil ini dapat mengalami reaktivasi. Pada 5% populasi yang
terinfeksi, imunitas yang dimiliki tidak adekuat dan TB paru dapat berkembang
dalam satu tahun sejak terjadinya infeksi primer. Keadaan ini disebut sebagai
infeksi primer yang progresif.

Patogenesis TB sekunder
TB sekunder berasal dari reaktivasi fokus yang dorman. Pada 5% populasi
yang terinfeksi TB, reaktivasi endogen dapat terjadi beberapa tahun setelah infeksi
primer. Reaktivasi TB ini biasanya terjadi di apeks paru. Lesi di apeks ini
didapatkan melalui penyebaran hematogen selama infeksi primer beberapa tahun
sebelumnya. Segmen apikal dan posterior dari lobus superior serta segmen apikal
lobus inferior merupakan tempat reaktivasi sering terjadi. Hal ini diakibatkan
tekanan oksigen di tempat tersebut merupakan yang paling tinggi dibandingkan
bagian paru lainnya. Penjelasan lain adalah sistem pengaliran limfatik di daerah
tersebut yang kurang baik.
Lesi di apeks tersebut merupakan kelanjutan dari fokus Simon yang terjadi
setelah infeksi primer. Setelah reaktivasi, lesi di fokus Simon akan berkonfluens,
dan mengalami likuefaksi serta ekskavasi. Infeksi sekunder juga dapat terjadi
akibat reinfeksi, walaupun hal ini jarang terjadi bila pasien berdomisili di negara-
negara maju. (Ristaniah , 2012) (Rahmani, 2020)

2.1.4 Manifestasi Klinis


Gejala klinis TB pada anak dapat berupa gejala sistemik/umum atau scsuai
organ terkait. Gejala umum TB pada anak yang sering dijumpai adalah batuk
persisten, berat badan turun atau gagal tumbuh, demam lama serta lesu dan tidak
aktif. Gejala-gejala tersebut sering diangap tiduk khas karena juga dijumpui pada
penyakit lain. Namun demikian, sebenarnya gejaln TB bersifat khas, yaitu
menetap (lebih dari 2 minggu) walaupun sudah diberikan terapi yang adekuat
(misalnya antibiotika atau anti malaria untuk demam, antibiotika atau obat asma

5
untuk batuk lama, dan pemberian nutrisi yang adekuat untuk masalah berat
badan).
1. Gejala sistemik/umum
a. Berat badan turun atau tidak naik dalam 2 bulan sebelumnya atau terjadi
gagal tumbuh (failure to thrive) meskipun telah diberikan upaya perbaikan gizi
yang baik dalam waktu 1-2 bulan.

b. Demam lama (2 minggu) dan/atau berulang tanpa sebab yang jelas


(bukan demam tifoid, infeksi saluran kemih, malaria, dan lain- lain). Demam
umumnya tidak tinggi. Keringat malam saja bukan merupakan gejala spesifik TB
pada anak apabila tidak disertai dengan gejala-gejala sistemik/umum lain,

c. Batuk lama 2 minggu, batuk bersifat non-remitting (tidak pernah reda


atau intensitas semakin lama semakin parah) dan sebab lain batuk telah dapat
disingkirkan. Batuk tidak membaik dengan pemberian antibiotika atnu obat asma
(sesuai indikasi).

d. Malaise, anak kurang aktif bermain Gejala-gejala tersebut menetap walau


sudah diberikan terapi yang adekuat.

2. Gejala spesifik terkait organ Pada TB ekstra paru dapat dijumpai gejala
dan tanda klinis yang khas pada organ yang terkena.

a. Tuberkulosis kelenjar

1) Biasanya di daerah leher (regio colli)

2) Pembesaran kelenjar getah bening (KGB) tidak nyeri, konsistensi kenyal,


multiple dan kadang saling melekat (konfluens).

3) Ukuran besar (lebih dari 2x2 cm), biasanya pembesaran KGB terlihat
jelas bukan hanya teraba.

4) Tidak berespon terhadap pemberian antibiotika

5) Bisa terbentuk rongga dan discharge

b. Tuberkulosis sistem saraf pusat

6
1) Meningitis TB: disertai gejala akibat keterlibatan saraf-saraf otak yang
terkena.

2) Tuberkuloma otak: Gejala-gejala adanya lesi desak ruang Gejala-gejala


meningitis dengan seringkali

c. Tuberkulosis sistem skeletal

1) Tulang belakang (spondilitis): Penonjolan tulang belakang (gibbus).

2) Tulang panggul (koksitis): gangguan berjalan, atau tanda peradangan di


daerah panggul.

3) Tulang lutut (gonitis): gangguan berjalan dan/atau bengkak pada lutut


tanpa sebah yang jelas.

4) Tulang kaki dan tangan (spina ventosa/daktilitis).

d. Tuberkulosis mata

1) Konjungtivitis fliktenularis (conjunctivitis phlyctenularis)

2) Tuberkel koroid (hanya terlihat dengan funduskopi).

e. Tuberkulosis kulit (skrofuloclerma) Ditandal adanya ulkus disertai


dengan jembatan kulit antar tepi ulkus (skin bridge),

f. Tuberkulosis organ-organ lainnyn, misalnya peritonitis TB, TB ginjal:


dicurigai bila ditemukan gejala gangguan pada organ-organ tersebut tanpa sebab
yang jelas dan disertai kecurigaan adanya infeksi TB(Kemenkes RI, 2016).

2.1.5 Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan Bakteriologis

Beberapa pemeriksaan bakteriologis untuk TB(Kemenkes RI, 2016):


a. Pemeriksaan mikroskopis BTA sputum atau spesimen lain (cairan tubuh atau
jaringan biopsi)
Pemeriksaan BTA sputum sebaiknya dilakukan minimal 2 kali yaitu sewaktu dan
pagi hari.

7
b. Tes cepat molekuler (TCM) TB
1) Saat ini beberapa teknologi baru telah dikembangkan untuk dapat
mengidentifikasi kuman Mycobacterium tuberculosis dalam waktu yang cepat
(kurang lebih 2 jam), antara lain pemeriksaan Line Probe Assay (misalnya Hain
GenoType) dan NAAT-Nucleic Acid Amplification Test) (misalnya Xpert
MTB/RIF).

2) Pemeriksaan TCM dapat digunakan untuk mendeteksi kuman Mycobacterium


menentukan ada tidaknya resistensi terhadap Rifampicin. Pemeriksaan TCM
mempunyai nilai diagnostik yang lebih baik dari pada pemeriksaan mikroskopis
sputum, tetapi masih di bawah uji biakan. Hasil negatif TCM tidak menyingkirkan
tuberculosis secara molecular sekaligus diagnosis TB.

c. Pemeriksaan biakan
Baku emas dingnosis TB adalah dengan menemukan kuman penyebab TB yaitu
kuman Mycobacterium tuberculosis pada pemeriksaan sputum, bilas lambung,
cairan serebrospinal, Pemeriksaan biakan sputum dan uji obat dilakukan jika
fasilitas tersedlia, Jenis media untuk pemeriksaan biakan yaitu:
1) Media padat hasil biakan dapat diketahui 4-8 minggu
2) Media cair: hasil biakan bisa diketahui lebih cepat (1-2 minggu), tetapi lebih
mahal.
2. Pemeriksaan Lanjutan
Beberapa pemeriksaan lain yang dapat dilakukan untuk membantu memastikan
diagnosis TB pada anak:
a. Uji tuberkulin
Tuberkulin adalah komponen protein kuman TB yang mempunyai sifat
antigenik yang kuat. Pemeriksaan ini masih banyak dipakai untuk membantu
menegakkan diagnosis TB terutama pada anak-anak. Satu satunya uji tuberkulin
yang sebaiknya digunakan pada praktek sehari-hari adalah uji 5-TU (uji
mantoux).
Uji intradermal dengan injeksi 0,1 ml PPD secara intradermal di bagian
volar/permukaan belakang pada lengan bawah. Injeksi tuberculin menggunakan

8
jarum gauge 27 dan spuid tuberculin, dan saat melakukan injeksi tuberculin ini
harus membentuk sudut 30° antara kulit dan jarum. Penyuntikan ini dianggap
berhasil apabila didapatkan adanya indurasi berdiameter 6-10 mm. Uji ini didapat
atau sudah dapat di lihat pada waktu 48-72 jam setelah dilakukan penyuntikan.
Hasil uji tuberculin dicatat sebagai diameter dari indurasi tersebut dengan cara di
palpasi bukan dari adanya kemerahan.
Hasil tes Mauntox ini dibagi dalam:

1. Indurasi 0-5 mm : Mantoux positif = golongan no sensititivity

2. Indurasi 6-9 mm : hasil meragukan = golongan low grade sensitivity

3. Indurasi 10-15 mm : Mantoux positif = golongan normal sensitivity

4. Indurasi lebih dari 15 mm : Mantoux positif kuat = golongan


hypersensitivity(Nasution, 2019).

b. Foto Thoraks

Foto torak merupakan pemeriksaan penunjang untuk menegakkun diagnosis


TB padn anak. Namun gambaran foto torak pada TB tidak khas kecuali gambaran
TB milier. Secara umum, gambaran radiologis yang mendukung TB adalah
sebagai berikut:

1) Pembesaran kelenjar hilus infiltrat (visualisannya selain foto toraks AP,


harus discrtai foto toraks lateral)

2) Konsolidasi segmental/lobar

3) Efusi pleura

4) Milier

5) Atelektasis

6) Kavitan

7) Klasifikasi dengan infiltrat

9
Alur Diagnosis TB Pada Anak

10
Sistem Skoring TB Anak

Catatan :
 Diagnosis dengan sistem skoring ditegakkan oleh dokter
 Berat badan dinilai saat datang.
 Demam dan batuk tidak ada respon terhadap terapi
 Foto rontgen toraks bukan alat utama pada TB Anak
 Diagnosis TB Anak bila jumlah skor ≥6 (skor maksimal 13)
 Pasien yang mendapat skor 5, dengan usia balita atau dengan kecurigaan TB
yang kuat, rujuk ke RS untuk di evaluasi lebih lanjut
 Profilaksis bila ada anak yang kontak dengan pasien TB dewasa sputum BTA
(+) namum evaluasi dengan sistem skoring nilainya ≤5.(Nasution, 2019)

11
2.1.6 Penatalaksanaan

(Kesehatan et al., 2011)

2.1.7 Prognosis dan komplikasi TB Paru Anak


Prognosis penderita TB umumnya baik. Kecuali penderita yang telah
mengalami relaps (kekambuhan), atau diikuti oleh penyakit penyerta lainnya.
Apabila terbentuk kaverne yang cukup besar, kemungkinan untuk batuk berdarah
hebat sangat mungkin terjadi dan dapat juga menimbulkan kematian secara tidak

12
langsung. Penyakit yang parah dapat menyebabkan sepsis yang hebat, gagal
napas, dan kematian. TB yang resisten terhadap obat dapat saja terjadi (Nasution,
2019).

13
LAPORAN KASUS
I. Anamnesa Pribadi OS
Nama : Adelia Putri Hasian
Jenis kelamin : Perempuan
Tanggal lahir : 14 Juni 2015
Agama : Islam
Suku bangsa : Batak / Indonesia
Alamat : Jalan Rawa Cangkuk, No.19, Medan Denai, Kota Medan,
Sumatera Utara
Nama ayah : Zainuddin
Nama ibu : Diana Hayati Silalahi
Tanggal masuk : 17/12/2021
No. RM : 01.17.50.08
Berat badan : 11 kg
Panjang badan : 125 cm
Lingkar kepala : 49 cm
Status gizi : Buruk

II. Anamnesa Mengenai Orang Tua OS


Identitas Ayah Ibu

Nama Zainuddin Diana Hayati Silalahi

Umur 32 tahun 39 tahun

Suku/Bangsa Jawa / Indonesia Batak / Indonesia

Agama Islam Islam

Pendidikan Tamat SLTA Tamat SLTP

Pekerjaan Wiraswasta IRT

14
III. Riwayat Kelahiran OS
OS lahir pada tanggal 14 Juni 2015 secara normal dan dibantu oleh
bidan dengan berat badan lahir 3500 gram, panjang badan 50 cm, untuk
lingkar kepala sang ibu lupa. Bagi segera menangis keras setelah dilahirkan
dan tidak ada kelainan kongenital. Pasien merupakan anak ke 3 dari 5
bersaudara. Selama kehamilan si ibu tidak memiliki riwayat sakit.

IV. Riwayat Nutrisi


ASI : 1 bulan
Susu formula : 6 bulan
Bubur susu : 7 bulan
Bubur nasi : 9 bulan
Makanan dewasa : Sejak umur 9 bulan, dikonsumsi 2x sehari

V. Riwayat Imunisasi
Hepatitis B : 3 kali
Polio : 3 kali
BCG : 1 kali
DPT : 3 kali
Campak : 3 kali

VI. Riwayat Tumbuh Kembang


Menegakkan kepala : 2 bulan
Membalik badan : 3 bulan
Merangkak : 8 bulan
Duduk : 7 bulan
Berdiri : 11 bulan
Berjalan : 14 bulan
Berbicara : 17 bulan
VII. Anamnesa Mengenai Penyakit OS

15
(Keterangan didapat dari keluarga pasien/alloanamnesa)
Keluhan Utama : Batuk
Telaah :
OS datang ke RSUD Dr. Pirngadi Medan diantar oleh orangtuanya
dengan keluhan batuk sejak 7 hari SMRS. Ibu mengatakan batuk yang
dialami anaknya disertai dengan dahak berwarna hijau kekuningan. Ibu
pasien juga mengatakan bahwa anaknya mengalami demam. Demam
dirasakan lebih tinggi pada malam hari dibandingkan siang hari. Pada
malam hari pasien sering rewel dan berkeringat dingin. Pasien juga
mengalami penurunan nafsu makan yang sangat drastis.

VIII. Pemeriksaan Jasmani


Pemeriksaan Umum
Kesan Umum
KU/KP/KG : Sedang / Sakit Sedang/ Buruk
SKG : E4 V5 M6
Frekuensi nadi : 90 x/menit
Frekuensi nafas : 32 x/menit
Suhu : 38,3 oC
Berat badan : 11 kg
Panjang badan : 125 cm
Lingkar kepala : 49 cm
Lingkar lengan atas :-

Status Lokalisata
a. Kepala : Normocephali, bentuk simetris
Mata : Sekret (-/-), refleks cahaya langsung dan tidak
langsung tidak dilakukan pemeriksaan
Hidung : Pernapasan cuping hidung (-), sekret (-)
Telinga : Sekret (-), hiperemis (-)
Mulut : Bibir kering

16
Leher : Pembesaran KGB (-)
b. Thorax
Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis tidak teraba
Perkusi : Pekak
Auskultasi : S1 dan S2 normal, reguler, murmur (-), gallop (-)
Paru-paru
Inspeksi : Simetris, Retraksi dada (-)
Palpasi : Stem fremitus sama kanan dan kiri
Perkusi : Sonor di kedua lapang paru
Auskultasi : Suara pernapasan vesikuler, suara tambahan (-)
c. Abdomen
Inspeksi : Permukaan dinding abdomen cembung, asites (-),
shifting dullness (-)
Auskultasi : Bising usus normal
Palpasi : nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba
Perkusi : Timpani
d. Extremitas
Atas : Akral hangat (+/+), sianosis (-/-), CRT ≤ 2 detik,
turgor kulit cepat, otot atrofi (-/-).
Bawah : Akral hangat (+/+), sianosis (-/-), CRT ≤ 2 detik,
turgor kulit cepat, otot atrofi (-/-)
e. Genitalis : Tidak dilakukan pemeriksaan

IX. Status Neurologi


Sistem Motorik
a. Pertumbuhan otot : Dalam Batas Normal
b. Kekuatan otot : Lemah, Hipotonus
c. Involuntary Movement : Tidak Dijumpai

17
X. Status Gizi
a. BB/U : 52 % (Gizi Sangat Kurang)
b. TB/U : 105,9 % (Tinggi Baik)
c. BB/TB : 45 % (Gizi Buruk)

Pemeriksaan Darah Rutin


Tanggal : 17/12/2021
PARAMETER NILAI RUJUKAN

WBC 9.42 [10^3/uL] 4.0 – 11.0

HGB 10.0 [g/dL] 12 – 16

RBC 4.10 [10^6/uL] 4.0 – 5.40

HCT 32.2 [%] 36.0 – 48.0

MCV 78.5 [fL] 80.0 – 97.0

MCH 24.4 [pg] 27.0 – 33.7

MCHC 31.1 [g/dL] 31.5 – 35.0

PLT 543 [10^3/uL] 150 – 400

RDW-CV 20.2 [%] 10.0 – 15.0

RDW-SD 56.2 [fL] 35 – 47

PDW 7.4 [fL] 10.0 – 18.0

MPV 7.8 [fL] 6.5 – 11.0

P-LCR 9.5 [%] 15.0 – 25.0

PCT 0.43 [%] 0.2 – 0.5

18
Diferential

NEUT 5.60 [10^3/uL] 5.0 – 7.0

LYMP 2.48 [10^3/uL] 1.0 – 4.0

MONO 1.26 [10^3/uL] 0.10 – 0.80

EO 0.06 [10^3/uL] 0.00 – 0,50

BASO 0.02 [10^3/uL] 0.0 – 0.10

NEUT% 59.5 [%] 50 – 70

LYMP% 26.3 [%] 20.0 – 40.0

MONO% 13.4 [%] 2.0 – 8.0

EO% 0.6 [%] 0.0 – 5.0

BASO% 0.2 [%] 0.0 – 1.0

Pemeriksaan Kimia Klinik dan Analisa Gas Darah


Tanggal : 17/12/2021
PEMERIKSAAN HASIL NILAI RUJUKAN

KIMIA KLINIK

Glukosa Adranom 71.00 mo/Dl <140 mo/dL

Kesan : Normal

Pemeriksaan Radiologi
Tanggal : 17/12/2021
THORAX (AP/PA)

Jantung bentuk dan ukurannya normal, sinus costofrenicus kanan-kiri


lancip, diaphragma kanan/kiri baik, tampak konsolidasi di lapangan atas paru
kanan.

19
Kesan :Susp. TB Dextra

Pemeriksaan Elektrolit
Tanggal : 17/12/2021
PEMERIKSAAN HASIL NILAI RUJUKAN

KIMIA KLINIK

NATRIUM, KALIUM, CHLORIDA

Natrium 140.00 136.00 – 155.00


mmol/L

Kalium 4.30 mmol/L 3.50 – 5.50

Chlorida 104.00 95.00 – 103.00


mmol/L

XI. Differential Diagnosis


 Tuberkulosis Paru
 Pneumonia
 Asma Bronkhial

XII. Diagnosis Kerja


Tuberkulosis Paru

XIII. Prognosa
Quo ad vitam : Dubia ad bonam
Quo functionam : Dubia ad bonam
Quo sanationam : Dubia ad bonam

Follow Up Pasien

20
18/12/21 S : Batuk, Demam, Menggigil,  IVFD RL 20 gtt/i (mikro)
nyeri perut  Inj. Ranitidine 10 mg/12

O : Sens: Compos mentis jam


 Paracetamol syrup 3x1 cth
HR : 114x/i
 Rifampicin 1x110 mg
RR : 28x/i  INH 1x110 mg

T : 38,40C  PZA 2x110 mg


 Antasida syrup 3x3 cc
BB 11 Kg TB: 125 cm
 Ketorolac ½ amp /8 jam
A : TB Paru

19/12/21 S : Batuk, demam pada malam hari,  IVFD RL 20 gtt/i


nyeri perut (mikro)
 Inj. Ranitidine 10
O : Sens : Compos Mentis
mg/12 jam
HR : 110 x/i
 Paracetamol syrup 3x1
RR : 28 x/i cth
 Rifampicin 1x110 mg
T : 37,80C
 INH 1x110 mg
BB 11 kg, TB : 125 cm
 PZA 2x110 mg
A : TB Paru  Antasida syrup 3x3 cc
 Ketorolac ½ amp /8
jam

20/12/21 S : Batuk, demam, nyeri perut  IVFD RL 20 gtt/i


(mikro)
O : Sens : Compos Mentis
 Inj. Ranitidine 10
HR : 116 x/menit
mg/12 jam
T: 37,9 oC  Paracetamol syrup 3x1
cth

21
RR : 32 x/menit  Rifampicin 1x110 mg

BB 11 kg, TB 125 cm  INH 1x110 mg


 PZA 2x110 mg
A : TB Paru
 Antasida syrup 3x3 cc
 Ketorolac ½ amp /8
jam

21/12/21 S : Batuk, demam masih ada tapi  IVFD RL 20 gtt/i


sudah mulai berkurang (mikro)
 Inj. Ranitidine 10
O : Sens Compos Mentis
mg/12 jam
HR : 98 x/menit
 Paracetamol syrup 3x1
T : 37,7 oC cth
 Rifampicin 1x110 mg
RR : 30 x/menit
 INH 1x110 mg
BB 11 kg, TB 125 cm
 PZA 2x110 mg
A : TB Paru

22/12/21 S : Batuk  IVFD RL 20 gtt/i


(mikro)
O : Sens Compos Mentis
 Inj. Ranitidine 10
HR : 101 x/menit
mg/12 jam
T : 37.5oC  Rifampicin 1x110 mg
 INH 1x110 mg
RR : 30 x/menit
 PZA 2x110 mg
BB 11 kg, TB 125 cm

A : TB Paru

23/12/21 S : Batuk  IVFD RL 20 gtt/i

22
O : Sens Compos Mentis
 Inj. Ranitidine 10
HR : 99 x/menit
mg/12 jam
T : 37.3 C
o
 Rifampicin 1x110 mg
RR : 32 x/menit  INH 1x110 mg
 PZA 2x110 mg
BB 11 kg, TB 125 cm

A : TB Paru

23
BAB III
PENUTUP
Dari hasil anamnesa, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang, dapat
disimpulkan bahwa pasien atas nama Adelia Putri Hasian, berusia 6 tahun,
berjenis kelamin perempuan didiagnosa TB Paru. Awalnya pasien menderita
demam, batuk dan nyeri perut sebelum di rawat inap ruangan. Pada pasien ini
sudah diberikan terapi medis berupa pemberian terapi cairan dan antibiotik.
Prognosis penyakit ini adalah dubia ad bonam untuk quo advitam quo
functionam, dan quo sanitionam karena pasien ini sudah diberikan perawatan dan
terapi yang adekuat dan memberikan kesan perbaikan kesehatan yang baik.

24
DAFTAR PUSTAKA

Ann M.Arvin (2000) Ilmu Kesehatan Anak Nelson. 15th edn.

Azzahra, Z. (2017) Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kejadian Penyakit


Tuberkulosis Paru Di Wilayah Kerja Puskesmas Mulyorejo Kecamatan
Sunggal Kabupaten Deli Serdang Tahun 2017, Fakultas Kesehatan
Masyarakat, Universitas Sumatera Utara.

Ekasari, N. M. (2016) Faktor-faktor Risiko Yang Berhubungan dengan Kejadian


TB Paru Balita Di BKPM Wilayah Semarang, Kesehatan Masyarakat.
Available at: https://lib.unnes.ac.id/28316/1/6411412045.pdf.

Kemenkes, R. (2019) Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Tatalaksana


Tuberkulosis.

Kemenkes RI (2016) Petunjuk Teknis Manajemen dan Tatalaksana TB Anak.

Nasution, D. A. D. (2019) Gambaran Karakteristik Anak Pnederita TB Paru Usia


0-17 Tahun Di Rumah Sakit Umum Haji Medan.

Rahmani, M. Z. (2020) Karateristik Pasien Tuberkulosis Paru Di Puskesmas


Bara-Barayya Makasar. Available at: http://repositorio.unan.edu.pdf.

S Pudjiadi (2010) Tumbuh Kembang Anak. Jakarta: EGC.

25
26
27
28

Anda mungkin juga menyukai