Anda di halaman 1dari 26

1

GANGGUAN MENTAL DAN


PERILAKU AKIBAT PENGGUNAAN
ALKOHOL

Paper ini dibuat untuk melengkapi persyaratan mengikuti


kepaniteraan klinik senior di bagian Ilmu Kesehatan Jiwa
atau Psikiatri RSU dr. Pirngadi Medan.

DI SUSUN OLEH :
ANDHYKA SYAHPUTRA
71210891011

PEMBIMBING:
Dr.Mawar Gloria Tarigan, Sp.kj

SMF ILMU KEDOKTERAN JIWA


RSUD Dr. PIRNGADI
MEDAN
2021
2

KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji syukur kehadiran Tuhan Yang Maha Esa, yang
telah melimpahkan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah
ini guna memenuhi persyaratan Kepaniteraan Klinik Senior di bagian SMF
Psikiatri Rumah Sakit Umum dr. Pirngadi Medan dengan judul “Gangguan
Mental dan Perilaku Akibat Penggunaan Alkohol”.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar –
besarnya kepada, yang telah memberikan bimbingan dan arahannya selama
mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior di bagian SMF Psikiatri Rumah Sakit
Umum dr. Pirngadi Medan dalam membantu menyusun makalah ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini memiliki banyak
kekurangan baik dari kelengkapan teori maupun penuturan bahasa, karena itu
penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk kesempurnaan
makalah ini.
Harapan penulis semoga makalah ini dapat memberi manfaat dan menambah
pengetahuan serta dapat menjadi arahan dalam mengimplementasikan ilmu
kedokteran dalam praktek di masyarakat.

Medan, 13 September 2021

Andhyka Syahputra
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .............................................................................................


i

DAFTAR ISI.............................................................................................................
ii

BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................
1

1.1 Latar Belakang .....................................................................................


1

1.2 Tujuan...................................................................................................
1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................


2

2.1 Definisi ...................................................................................................


2

2.2 Epidemiologi............................................................................................
2

2.3 Etiologi ...................................................................................................


2

2.4 Manifestasi yang Muncul Akibat Penggunaan Alkohol...........................


4

3
2.5 Gangguan Akibat Penggunaan Alkohol...................................................
6

2.6 Penatalaksanaan........................................................................................
17
BAB III PENUTUP..................................................................................................
19
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................
20

4
5

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyalahgunaan dan ketergantungan alkohol sejauh ini adalah termasuk


gangguan berhubungan dengan zat yang paling sering dijumpai. Biaya langsung
dan tidak langsung bagi masyarakat Amerika Serikat untuk gangguan yang
berhubungan dengan alkohol (alkohol-related disorder) diperkirakan lebih dari
150 milyar dolar, kira-kira 600 dolar perkapita.1,2

Penyalahgunaan dan ketergantungan alkohol sering disebut sebagai


alkoholisme, tetapi karena alkoholisme tidak mempunyai definisi yang persis,
maka istilah ini tidak digunakan dalam Diagnostic and Statistical Manual of
Mental Disorders edisi keempat (DSN-IV) atau pada sistem diagnostik lain yang
dikenal secara resmi.1,2,3

Setelah penyakit jantung dan kanker, gangguan berhubungan dengan alkohol


merupakan masalah kesehatan nomor 3 terbesar di Amerika Serikat sekarang ini.
Kira-kira 35-45% dari semua orang dewasa di Amerika Serikat sekurang-
kurangnya pernah mengalami episode masalah yang berhubungan dengan alkohol
yang bersifat sementara, biasanya berupa suatu episode amnestik akibat alkohol
( misalnya tidak sadar), mengendarai kendaraan bermotor saat terintoksikasi, atau
bolos kerja atau kurang belajar karena minum yang berlebihan.1,3
1.2 Tujuan

Paper ini ditulis sebagai salah satu persyaratan untuk mengikuti


kepanitraan klinik senior di Departemen Psikiatri. Paper ini diharapkan dapat
menambah pengetahuan penulis dan pembaca mengenai gangguan mental dan
perilaku akibat pemakaian alkohol sehingga dapat lebih mengetahui tentang
gangguan ini serta mendiagnosisnya. Pemahaman yang lebih baik tentang
gangguan mental ini diharapkan dapat memudahkan dalam diagnosis sehingga
jika diketahui lebih dini, pasien dapat memiliki prognosis yang lebih baik,
sehingga mencegah terjadi kesalahan pengobatan dan mencegah gangguan ini
terjadi berlarut-larut.

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi1,2,4
Alkohol adalah salah satu dari sekelompok senyawa organik yang dibentuk dari
hidrokarbon-hidrokarbon oleh pertukaran satu atau lebih gugus hidroksil dengan atom-atom
hidrogen dalam jumlah yang sama; istilah ini meluas untuk berbagai hasil pertukaran yang
bereaksi netral dan mengandung satu atau lebih gugus alkohol.

2.2 Epidemiologi2,3,4
Kira-kira 85% dari semua penduduk Amerika Serikat pernah menggunakan
minuman yang mengandung alkohol sekurang-kurangnya satu kali dalam hidupnya. Dan
kira-kira 51% dari semua orang dewasa di Amerika Serikat merupakan pengguna alkohol
saat ini.

2.3 Etiologi,4,5
2.3.1 Riwayat Masa Kanak-kanak

Beberapa faktor telah teridentifikasi dalam riwayat masa kanak-kanak dari seseorang
yang memiliki gangguan berhubungan dengan alkohol. Anak-anak beresiko yang memiliki
gangguan berhubungan dengan alkohol yaitu jika satu atau lebih orang tuanya adalah
pengguna alkohol.
Pada riwayat masa kanak-kanak terdapat gangguan defisit-atensi / hiperaktivitas
atau gangguan konduksi atau keduanya yang meningkatkan resiko anak untuk memiliki
gangguan berhubungan dengan alkohol pada masa dewasanya. Gangguan kepribadian
khususnya gangguan kepribadian antisosial juga merupakan predisposisi seseorang kepada
suatu gangguan berhubungan dengan alkohol.

2.3.2 Faktor Psikoanalisis

Teori psikoanalisis tentang gangguan berhubungan dengan alkohol telah dipusatkan


pada hipotesis superego yang sangat bersifat menghukum dan fiksasi pada stadium oral dari
perkembangan psikoseksual.

2
Menurut teori psikoanalisis, orang dengan superego yang keras yang bersifat
menghukum diri sendiri berpaling ke alkohol sebagai cara menghilangkan stres bawah sadar
mereka. Kecemasan pada orang yang terfiksasi pada stadium oral mungkin diturunkan
dengan menggunakan zat seperti alkohol melalui mulutnya. Beberapa dokter psikiatrik
psikodinamika menggambarkan kepribadian umum dari seseorang dengan gangguan
berhubungan dengan alkohol adalah pemalu, terisolasi, tidak sabar, iritabel, penuh
kecemasan, hipersensitif, dan terrepresi secara seksual.
Aforisme psikoanalisis yang umum adalah bahwa superego dapat larut dalam
alkohol. Pada tingkat yang kurang teoritis, alkohol dapat disalahgunakan oleh beberapa
orang sebagai cara untuk menurunkan ketegangan, kecemasan, dan berbagai jenis penyakit
psikis. Konsumsi alkohol pada beberapa orang juga menyebabkan rasa kekuatan dan
meningkatnya harga diri.

2.3.3 Faktor Sosial dan Kultural

Beberapa lingkungan sosial menyebabkan minum yang berlebihan. Asrama


perguruan tinggi dan basis militer adalah dua contoh lingkungan dimana minum berlebihan
dipandang normal dan prilaku yang diharapkan secara sosial. Sekarang ini, perguruan tinggi
dan universitas mencoba mendidik mahasiswanya tentang resiko kesehatan dari minum
alkohol yang berlebihan.

2.3.4 Faktor Perilaku dan Pelajaran

Sama seperti faktor kultural, faktor prilaku dan pelajaran juga dapat mempengaruhi
kebiasaan minum, demikian juga kebiasaan didalam keluarga, khususnya kebiasaan minum
pada orang tua dapat mempengaruhi kebiasaan minum. Tetapi beberapa bukti menunjukkan
bahwa, walaupun kebiasaan minum pada keluarga memang mempengaruhi kebiasaan
minum pada anak-anaknya, kebiasaan minum pada keluarga kurang langsung berhubungan
dengan perkembangan gangguan berhubungan dengan alkohol seperti yang dianggap
sebelumnya, walaupun hal tersebut memang memiliki peranan penting.
Dari sudut pandang prilaku, ditekankan pada aspek pendorong positif dari alkohol,
alkohol yang dapat menimbulkan perasaan sehat dan euforia pada seseorang. Selain itu,
konsumsi alkohol dapat menurunkan rasa takut dan kecemasan yang dapat mendorong
seseorang untuk minum lebih lanjut.

3
2.3.5 Faktor Genetika dan Biologi Lainnya

Data yang kuat menyatakan adanya suatu komponen genetika pada sekurangnya
suatu bentuk gangguan berhubungan dengan alkohol. Laki-laki lebih banyak menggunakan
alkohol daripada wanita. Banyak penelitian telah menunjukkan bahwa orang dengan sanak
saudara tingkat pertama yang terpengaruh oleh gangguan berhubungan dengan alkohol
adalah 3-4 kali lebih mungkin memiliki gangguan berhubungan dengan alkohol daripada
orang yang tidak memiliki sanak saudara tingkat pertama yang terpengaruh dengan alkohol.
Pada suatu penelitian ditemukan bahwa gangguan terkait alkohol lebih tinggi
resikonya pada kembar monizygot daripada dizygot.

2.4 Manifestasi yang Muncul Akibat Penggunaan Alkohol3,4,6,7


a. Manifestasi sosial
Mungkin merupakan manifestasi yang paling sering, meliputi;
- Permintaan surat keterangan medis
- Masalah perkawinan, perceraian, dan kekerasan domestik
- Masalah keuangan, terkucilkan, kecelakaan kerja
- Penyerangan publik atau mabuk dimuka publik
- Penuntutan untuk prilaku kekerasan atau pelanggaran mengemudi, pelecehan dan
penganiayaan seksual atau pengangguran

b. Manifestasi klinis
Sekitar 80% pasien yang dirujuk akibat ketergantungan alkohol memiliki masalah
medis yang serius. Gejala putus obat umumnya timbul saat pasien sadar. Gambaran
komplikasi spesifik sangat bervariasi;
- Gastrointestinal : hepatitis, sirosis, gastritis, perdarahan gastrointestinal,
pankreatitis
- Kardiovaskuler : hipertensi ( menyebabkan meningkatkan kejadian penyakit
kanker mulut, esophagus, hati bahkan payudara)
- Obstetri :sindrom alkohol fetus
- Neurologis : sinkope, kejang, neuropati, status konfusional akut, perdarahan
subdural, ensefalopati
- Muskuloskeletal : gout
4
c. Manifestasi psikiatrik
- Depresi : semua bentuk depresi dapat dicetuskan oleh alkohol. Depresi sendiri
dapat menyebabkan alkoholisme dengan memacu orang untuk minum sebagai
usaha untuk mengurangi gejala-gejala depresi.
- Ansietas : gejala sering muncul pada saat putus obat parsial. Seperti halnya
depresi, ansietas atau gangguan panik merupakan predisposisi konsumsi alkohol
secara berlebihan sebagai usaha mengurangi gejala
- Perubahan kepribadian : penurunan standar kepekaan sosial dan perawatan diri
sendiri
- Disfungsi seksual : impotensi, ejakulasi lama
- Halusinasi : baik auditorik maupun visual biasanya selama putus obat tetapi
dapat pula terjadi tanpa gambaran delirium lainnya
- Halusinasi alkoholik : halusinasi auditorik yang mengganggu tapi jarang dan
terjadi saat sadar.2

Menurut Jellinek membagi progresifitas alkoholisme dalam 3 fase;

1. Fase pertama atau fase dini ditandai dengan bertambahnya toleransi terhadap
alkohol, amnesia, secara diam-diam menggak sekaligus meminum alkohol, merasa
bersalah karena meminum minuman beralkohol dan terhadap prilaku yang
diakibatkannya.
2. Fase kedua atau fase krusial ditandai dengan hilangnya kendali terhadap kebiasaan
minum-minuman keras, perubahan kepribadian, kehilangan teman dan pekerjaan,
dan preokupasi untuk menjamin tersedianya minuman beralkohol.
3. Fase ketiga atau fase kronis ditandai dengan minum minuman beralkohol pada pagi
hari, pelanggaran terhadap standar etika, tremor atau gemetar dan halusinasi.5

Progresifitas penyakit ini bergantung kepada banyak faktor diantaranya usia, zat
psikoaktif pilihannya, gender, dan predisposisi faali (Royce, 1989). Progresifitas adiksi lebih
cepat pada remaja daripada orang dewasa. Progresifitas pada perempuan lebih cepat
daripada pada laki-laki. Kemungkinan anak seorang alkoholik untuk menjadi alkoholik
adalah sekitar 3-5 kali dari pada anak seorang nonalkoholik (Sher, 1991)5

5
2.5 Gangguan Akibat Penggunaan Alkohol3,4,8,9
DSN-IV menuliskan gangguan berhubungan dengan alkohol dan menyebutkan
kriteria diagnostik untuk intoksikasi alkohol dan putus alkohol.

Gangguan berhubungan alkohol

Gangguan penggunaan alkohol

Ketergantungan alkohol

Penyalahgunaan alkohol

Gangguan akibat alkohol

Intoksikasi alkohol

Putus alkohol

Sebutkan jika

dengan gangguan persepsi

Delirium intoksikasi alkohol

Delirium putus alkohol

Demensia menetap akibat alkohol

Gangguan psikotik akibat alkohol, dengan waham

Sebutkan jika:

Dengan onset selama intoksikasi

Dengan onset selama putus

Gangguan psikotik akibat alkohol, dengan halusinasi

Sebutkan jika:

Dengan onset selama intoksikasi

Dengan onset selama putus

6
Gangguan mood akibat alkohol

Sebutkan jika:

Dengan onset selama intoksikasi

Dengan onset selama putus

Gangguan kecemasan akibat alkohol

Sebutkan jika:

Dengan onset selama intoksikasi

Dengan onset selama putus

Disfungsi seksual akibat alkohol

Sebutkan jika:

Dengan onset selama intoksikasi

Gangguan tidur akibat alkohol

Sebutkan jika:

Dengan onset selama intoksikasi

2.5.1 Ketergantungan Alkohol dan Penyalahgunaan Alkohol

Diagnosis dan gambaran klinis:

Pola penggunaan alkohol sering kali disertai dengan prilaku berikut ini:

a. Ketidakmampuan memutuskan atau berhenti minum


b. Usaha berulang untuk mengontrol atau menurunkan minum yang berlebihan dengan
tidak minum minuman keras (periode abstinensia temporer) atau membatasi minum
pada waktu tertentu
c. Pesta minuman keras (tetap terintoksikasi sepanjang hari untuk sekurangnya dua
hari)
d. Mengkonsumsi kadang-kadang 5 takaran minuman keras (atau ekuivalennya pada
bir atau anggur)
7
e. Periode amnestik untuk peristiwa yang terjadi selama terintoksikasi (blackout)
f. Terus minum walaupun adanya suatu gangguan fisik serius yang telah diketahuinya
dieksaserbasi oleh penggunaan alkohol
g. Minum alkohol yang bukan minuman, seperti bahan bakar atau produk komersial
yang mengandung alkohol

Disamping itu orang dengan ketergantungan alkohol dan penyalahgunaan alkohol


menunjukkan gangguan fungsi sosial dan pekerjaan karena penggunaan alkohol, seperti
kekerasan saat terintoksikasi, tidak hadir kerja, kehilangan pekerjaan, masalah hukum
(contoh: ditahan karena prilaku terintoksikasi atau kecelakaan lalu lintas saat terintoksikasi),
dan perdebatan atau kesulitan dengan keluarga atau teman karena penggunaan alkohol yang
berlebihan.

2.5.2 Intoksikasi Alkohol

Diagnosis dan gambaran klinis:

DSM-IV mempunyai kriteria resmi tentang diagnosis intoksikasi alkohol. Kriteria


menekakan sejumlah cukup konsumsi alkohol, perubahan prilaku maladaptif spesifik, tanda
gangguan neurologis, dan tidak adanya diagnosis atau kondisi lain yang membaur.

Intoksikasi alkohol bukan merupakan kondisi yang ringan. Intoksikasi alkohol yang
parah dapat menyebabkan koma, depresi pernapasan dan kematian, baik karena henti
pernapasan atau karena aspirasi muntah.pengobatan untuk intoksikasi berat berupa bantuan
pernapasan mekanik diunit perawatan intensif, dengan perhatian pada keseimbangan asam
basa pasien, elektrolit, dan temperatur. Beberapa penelitian aliran darah serebral selama
intoksikasi alkohol mengalami peningkatan tetapi akan menurun pada minum alkohol
selanjutnya.

Beratnya gejala intoksikasi alkohol berhubungan secara kasar dengan konsentrasi


alkohol dalam darah, yang mencerminkan intoksikasi alkohol didalam otak. Pada onset
intoksikasi, beberapa orang menjadi suka bicara dan suka berkelompok, beberapa menjadi
menarik diri dan cemberut, yang lainnya menjadi suka berkelahi. Beberapa pasien
menunjukkan labilitas mood, dengan episode tertawa dan menangis yang saling bergantian
(intermiten). Toleransi jangka pendek terhadap alkohol dapat terjadi, orang tersebut tampak
kurang terintoksikasi setelah berjam-jam minum daripada setelah hanya beberapa jam.
8
Komplikasi medis intoksikasi alkohol sering disebabkan karena terjatuh yang dapat
menimbulkan hematoma subdural dan fraktur. Tanda yang menggambarkan intoksikasi
akibat sering bertanding minum adalah hematoma wajah, khususnya disekitar mata, yang
disebabkan terjatuh atau berkelahi saat mabuk.

Kriteria Diagnostik untuk Intoksikasi Alkohol

A. Baru saja menggunakan alkohol


B. Prilaku maladaptif atau perubahan psikologis yang bermakna secara klinis
(misalnya, prilaku seksual atau agresif yang tidak tepat, labilitas mood, gangguan
pertimbangan, gangguan fungsi sosial atau pekerjaan) yang berkembang selama atau
segera setelah ingesti alkohol
C. Satu (atau lebih) tanda berikut ini, yang berkembang selama atau segera setelah
pemakaian alkohol
1) Bicara cadel
2) Inkoordinasi
3) Gaya berjalan tidak mantap
4) Nistagmus
5) Gangguan atensi atau daya ingat
6) Stupor atau koma
D. Gejala tidak disebabkan oleh kondisi medis umum dan tidak lebih baik diterangkan
oleh gangguan mental lain

2.5.3 Putus Alkohol

Diagnosis dan gambaran klinis:

Diagnosis putus alkohol disebut putus alkohol tanpa komplikasi di dalam DSM-III-R
untuk membedakannya dengan delirium putus alkohol. Kata “tanpa komplikasi”
(uncomplicated) dikeluarkan dari DSM-IV karena putus alkohol, walaupun tanpa delirium,
dapat bersifat serius dan dapat termasuk kejang dan hiperaktifitas otonomik. Keadaan yang
dapat mempredisposisikan atau memperberat gejala putus alkohol adalah kelelahan,
malnutrisi, penyakit fisik, dan depresi.1

9
Kriteria DSM-IV untuk putus alkohol memerlukan dihentikannya atau penurunan
penggunaan alkohol yang sebelumnya berat dan lama, dan juga adanya gejala fisik atau
neuropsikiatrik spesifik.

Diagnosis DSM-IV juga memungkinkan menentukan “dengan gangguan persepsi”.


Suatu penelitian dengan Tomografi Emisi Positron (PET; positron emission tomographic)
terhadap aliran darah selama putus alkohol pada seseorang dengan ketergantungan alkohol
dengan keadaan lain yang sehat, menemukan kecepatan aktivitas metabolik yang rendah
secara menyeluruh. Dengan penelitian dan pengamatan selanjutnya aktivitas tersebut
menurun pada daerah parietal kiri dan frontalis kanan.

Tanda klasik dari putus alkohol adalah gemetar,kejang, dan gejala delirium tremens
(DTs), sekarang disebut delirium putus alkohol dalam DSM-IV. Gemetar muncul 6-8 jam
setelah dihentikannya minum, gejala psikotik dan persepsi muncul dalam 8-12 jam, kejang
dalam 12-24 jam, DTs dalam 72 jam. Tremor pada putus alkohol dapat mirip dengan tremor
fisiologis, dengan suatu tremor kontinyu dan amplitudo yang besar dan lebih dari 8 Hz, atau
dengan tremor familisl, dengan ledakan aktivitas tremor yang lebih lambat dari 8 Hz. 1

Gejala lain putus alkohol adalah iritabilitas umum, gejala gastrointestinal (mual dan
muntah) dan hiperaktivitas otonomik simpatik, termasuk kecemasan, kesiagaan, berkeringat,
kemerahan pada wajah, midriasis, takikardia, dan hipertensi ringan. Pasien dengan putus
alkohol biasanya sadar tetapi mudah dikagetkan.

Kejang putus alkohol

Kejang yang berhubungan dengan putus alkohol adalah kejang strereotipik,


menyeluruh, dan tonik klonik. Pasien sering kali mengalami lebih dari satu kejang dalam 3-
6 jam setelah kejang pertama. Status epileptikus relatif jarang pada pasien putus alkohol,
terjadi pada kurang dari 3% dari seluruh pasien. Walaupun medikasi antikonvulsan tidak
diperlukan dalam penatalaksanaan kejang putus alkohol, penyebab kejang masih sulit untuk
ditentukan jika pasien pertama kali diperiksa diruang gawat darurat; jadi banyak pasien
dengan kejang putus alkohol mendapatkan terapi antikonvulsan, yang selanjutnya
dihentikan jika penyebab kejang telah diketahui. Penyalahgunaan alkohol jangka panjang
dapat menyebabkan hipoglikemia, hiponatremia, dan hipomagnesemia yang semuanya dapat
juga menyebabkan terjadinya kejang.

10
Kriteria Diagnostik untuk Putus Alkohol

A. Penghentian (atau penurunan) pemakaian alkohol yang telah lama dan berat
B. Dua (atau lebih) tanda berikut ini yang berkembang dalam beberapa jam sampai
beberapa hari setelah kriteria A
1) Hiperaktivitas otonomik (misalnya, berkeringat atau kecepatan denyut nadi
lebih dari 100)
2) Peningkatan tremor tangan
3) Insomnia
4) Mual dan muntah
5) Halusinasi atau ilusi penglihatan, raba atau dengar yang transien
6) Agitasi psikomotor
7) Kecemasan
8) Kejang grand mal
C. Gejala dalam kriteria B menyebabkan penderitaan yang serius secara klinis atau
gangguan dalam fungsi sosial, pekerjaan atau fungsi penting lainnya.
D. Gejala tidak disebabkan suatu kondisi medis umum dan tidak lebih baik diterangkan
oelh gangguan mental lain.

Pengobatan

Medikasi utama untuk mengendalikan gejala putus alkohol adalah benzodiazepin.


Penelitian menunjukkan bahwa benzodiazepin membantu mengontrol aktivitas kejang,
delirium, kecemasan, dan tremor yang berhubungan dengan putus alkohol. Benzodiazepin
dapat diberikan peroral maupun parenteral. Diazepam (Valium) ataupun chlordiazepoxide
(Librium) tidak boleh diberikan IM karena adanya absorbsi yang menentu dari obat jika
diberikan dengan cara tersebut. Benzodiazepin dititrasi mulai dosis tinggi dan menurunkan
dosis saat pasien pulih. Benzodiazepin dalam jumlah yang cukup harus digunakan untuk
menjaga pasien tetap tenang dan tersedasi.

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa carbamazepine (Tegretol) dalam dosis 800


mg sehari sama efektifnya dengan benzodiazepin dan mempunyai manfaat tambahan
kemungkinan penyalahgunaan yang minimal.

Terapi obat untuk intoksikasi dan putus alkohol

11
Masalah klinis Obat Jalur Dosis Keterangan
Gemetaran dan chlordiazepoxid Oral 25-100 mg tiap 4-6 Dosis awal dapat
agitasi ringan e jam diulangi tiap 2 jam
sampai sedang sampai pasien tenang;
dosis selanjutnya
harus ditentukan
secara individual dan
dititrasi
Halusinosis Diazepam Oral 5-20 mg tiap 4-6 jam Berikan sampai pasien
Agitasi parah Lorazepam Oral 2-10 mg tiap 4-6 jam tenang; dosis
chlordiazepoxid Intravena 0,5 mg/kg pada 12,5 selanjutnya harus
e mg/mnt
ditentukan secara
indivisual dan dititrasi
Kejang putus Diazepam Intravena 0,15 mg/kg pada 2,5
mg/mnt
Delirium Lorazepam Intravena 0,1 mg/kg pada 2,0
tremens mg/mnt

2.5.4 Delirium

DSM-IV memiliki kriteria doagnostik untuk delirium intoksikasi alkohol dalam


kategori delirium intoksikasi zat dan kriteria diagnostik untuk delirium putus alkohol dalam
kategori delirium putus zat. Pasien dengan gejala putus alkohol harus dikenali dengan
cermat untuk mencegah perkembangan ke delirium putus alkohol yang merupakan sindrom
putus alkohol yang paling berat, disebut juga delirium tremens (DTs).

Delirium putus alkohol merupakan suatu kegawatdaruratan medis yang dapat


meningkatkan mortalitas dan morbiditas yang bermakna. Pasien delirium sangat berbahaya
bagi dirinya sendiri dan orang lain karena prilaku yang tidak dapat diperkirakan. Pasien
mungkin akan menyerang atau bunuh diri. Delirium tremens yang tidak diobati, dapat
meningkatkan mortalitas sekitar 20%, biasanya bersamaan dengan penyakit medis lainnya
seperti pneumonia, penyakit ginjal, insufisiensi hati atau gagal jantung.

12
Ciri penting dari sindroma delirium adalah terjadi dalam 1 minggu setelah seseorang
menghentikan minum alkohol. Disamping itu terdapat ciri-ciri berupa :

1. Hiperaktifitas otonomik, seperti takikardia, diaforesis, demam, kecemasan,


insomnia, dan hipertensi
2. Distorsi perseptual, yang paling sering adalah halusinasi visual atau taktil
3. Fluktuasi tingkat aktivitas psikomotor, rentangnya dari hipereksitabilitas sampai
letargi.

Kira-kira 5% dari semua pasien yang dirawat di rumah sakit karena alkoholik
mengalami DTs. Episode DTs biasanya mulai pada usia 30-40an setelah minum berat
selama 5-15 tahun.

Pengobatan

Pengobatan terbaik untuk DTs adalah pencegahan. Pasien yang putus dari alkohol
yang menunjukkan salah satu fenomena putus alkohol harus mendapatkan terapi
benzodiazepin, seperti chlordiazepoxide 25-50 mg tiap 2-4 jam hingga pasien lepas dari
bahaya. Tetapi jika tanda delirium terlihat, berikan chlordiazepoxide 50-100 mg tiap 4 jam
peroral atau lorazepam intravena jika medikasi oral tidak memungkinkan.

Pada pengobatan berikan diet tinggi kalori, tinggi karbohidrat, dan multivitamin.
Pasien dengan DTs jika diikat fisiknya akan berbahaya karena pasien dapat berontak
terhadap pengikatan sampai mengalami kelelahan yang berbahaya. Jika pasien tidak dapat
dikendalikan maka pasien harus ditempatkan diruangan isolasi. Pasien dapat mengalami
dehidrasi yang disebabkan diaforesis dan demam, hal ini dapat dikoreksi dengan pemberian
cairan oral maupun intravena. Diare, muntah dan anoreksia sering terjadi selama putus
alkohol.

2.5.5 Demensia Menetap akibat Alkohol

Keabsahan demensia akibat alkohol (alcohol-induced persisting dementia) masih


kontroversial, karena beberapa klinisi dan peneliti masih sulit untuk membedakan antara
efek toksik dari penyalahgunaan alkohol dengan kerusakan sistem saraf pusat akibat nutrisi
yang buruk, trauma multipel, dan kerusakan sistem saraf pusat yang terjadi setelah
malfungsi organ tubuh lainnya (hati, pankreas dan ginjal). Walaupun beberapa penelitian

13
telah menemukan adanya pembesaran ventrikel dan atrofi kortikal pada seseorang dengan
demensia dan riwayat ketergantungan alkohol, namun penelitian tersebut belum bisa
menjelaskan apa sebenarnya penyebab demensia.

2.5.6 Gangguan Amnestik Menetap Akibat Alkohol

Diagnosis dan gambaran klinis

Kriteria diagnostik untuk gangguan amnestik menetap akibat alkohol (alcohol-


induced persisting amnestic disorder) berada dalam kategori DSM-IV untuk gangguan
amnestik menetap akibat zat.ciri penting gangguan amnestik menetap akibat alkohol adalah
gangguan daya ingat jangka pendek yang diakibatkan penggunaan alkohol berat dalam
jangka waktu yang lama. Gangguan ini jarang terjadi pada usia dibawah 35 tahun.

Sindrom wernicke dan korsakoff

Merupakan nama lain dari gangguan amnestik menetap akibat alkohol. Wernicke
(suatu kumpulan gejala akut) dan korsakoff (suatu keadaan kronis). Apabila sindrom
wernicke adalah reversibel dengan pengobatan, hanya 20 persen pasien dengan sindrom
korsakoff yang pulih. Patofisiologi antara kedua sindrom tersebut adalah defisiensi tiamin,
yang disebabkan oleh kebiasaan nutrisional yang buruk atau masalah malabsorbsi. Tiamin
adalah kofaktor bagi beberapa enzim yang penting, dan juga terlibat dalam konduksi
potensial akson disepanjang akson dan didalam transmisi sinaptik. Lesi neuropatologis
adalah simetris dan para ventrikuler, menganai korpus mamilaris, talamus, hipotalamus,
otak tengah, pons, medula, forniks, dan serebelum.

Sindrom wernicke, juga disebut ensefalopati alkoholik, adalah suatu gangguan


neurologis akut yang ditandai oleh ataksia (yang mengenai terutama gaya berjalan),
disfungsi vestibuler, konfusi, dan berbagai kelainan pergerakan bola mata, termasuk
nistagmus horizontal, palsi rektus lateralis, dan palsi pamdandangan mata. Biasaya
pandangan okuler tersebut adalah bilateral, walaupun tidak selalu simetris. Tanda okuler
okuler lainnya adalah reaksi terhadapa cahaya yang lambat dan anisokoria. Sindrom
wernicke juga dapat menghilang secara sepontan dalam beberapa hari atau beberapa
minggu, atau dapat berkembang menjadisindrom korsakoff.

14
Sindrom korsakoff adalah hilangnya kemampuan untuk mengingat ingatan yang
baru yaitu hilangnya ingatan jangka pendek. Pasien berdiskusi untuk mengisi kekosongan
tersebut. Ensefalopati wernick merupakan awitan akut (berjam-jam hingga berhari-hari)
yang menyebabkan kebingungan global (apati, disorientasi dan ingatan terganggu),
gangguan mata (nistagmus dan oftalmoplegia) dan ataksia.

Pengobatan

Stadium dini sindrom wernicke berespons dengan cepat terhadap dosis tinggi tiamin
parentral, yang dianggap efektif dalam mencegah perkembangan menjadi sindrom
korsakoff. Dosis tiamin biasanya dimulai dengan 100 mg peroral dua sampai tiga kali sehari
dan dilanjutkan selama satu sampai dau minggu. Pada pasien dengan gangguan
berhubungan dengan alkohol yang sedang diberikan larutan glukosa intravena, adalah baik
untuk memasukkan 100 mg tiamin dalam setiap liter larutan glukosa.

Sindrom korasakoff adalah sindrom amnestik kronis yang dapat mengikuti sindrom
wernicke, dan kedua sindrom tersebut dianggap berhubungan secara patofisiologi. Ciri
utama dari sindrom korsakoff adalah sindrom gangguan mental (khususnya daya ingat
belum lama) dan amnesia anterograd pada seorang pasien yang sadar dan responsif. Pasien
mungkin memiliki atau tidak memiliki gejala konfabulasi. Pengobatan sindrom korsakoff
juga tiamin yang diberikan 100 mg peroral dua sampai tiga kali sehari; pengobatan harus
dilanjutkan selama 3 sampai 12 bulan. sedikit pasien yang berkembang menjadi sindrom
korsakoff dapat pulih secara lengkap, walaupun cukup banyak yang mengalami suatu
perbaikan dalam kemampuan kognitifnya dengan pemberian tiamin dan dukungan nutrisi.

2.5.7 Gangguan Psikotik Akibat Alkohol

Diagnostik dan gambaran klinis

Kriteria diagnostik untuk gangguan psikotik akibat alkohol (alcohol-induced


psycotik disorder) (sebagai contoh halusinasi dan waham) ditemukan di dalam kategori
DSM-IV tentang gangguan psikotik akibat zat (subtance-induced psycotic disorder). DSM-
IV memungkinkan lebih jauh untuk menentukan onset (selama intoksikasi atau putus
alkohol) dan apakah halusinasi atau waham ditemukan. Istilah untuk halusinasi yang terjadi
selama putus alkohol yang digunakan didalam DSM-III R tetapi tidak lagi digunakan dalam
DSM-IV adalah halusinasi alkohol. Halusinasi yang paling sering adalah auditorik, biasanya
15
berupa suara-suara, tetapi suara tersebut sering kali tedak terstruktur. Suara-suara
karakteristiknya adalah memfitnah, mencela, atau mengancam. Walaupun beberapa pasien
dilaporkan bahwa suara-suara itu adalah menyenangkan dan tidak menganggu. Halusinasi
biasanya berlangsung selama kurang dari 1 minggu walaupun selama minggu tersebut
gangguan test realitas adalah sering. Setelah episode, sebagian besar pasien menyadari sifat
halusinasi dari gejalanya.

Halusinasi setelah putus alkohol dianggap merupakan gejala yang jarang, dan
sindrom adalah beberapa dari delirium putus alkohol. Halusinasi dapat terjadi pada semua
usia, tetapi biasanya berhubungan dengan orang yang telah melakukan penyalahgunaan
alkohol dalam jangka waktu yang lama. Walaupun biasanya halusinasi menghilang dalam 1
minggu, tapi pada beberapa kasus dapat menetap. Halusinasi berhubungan dengan putus
alkohol harus dibedakan dengan skizofren yang berhubungan dengan temporal dengan putus
alkohol, tidak adanya riwayat klasik skizofrenia dan halusinasinya biasanya singkat.
Halusinasi berhubungan dengan putus alkohol dibedakan dari DTs oleh karena adanya
sensorium yang jernih pada pasien.

Pengobatan

Pengobatan halusinasi berhubungan dengan putus alkohol sama dengan DTs yaitu
dengan benzodiazepin, nutrisi yang adekuat, dan cairan jika diperlukan. Jika regimen gagal
dan pada kasus jangka panjang, antipsikotik dapat digunakan.

2.5.8 Gangguan Berhubungan dengan Alkohol Lainnya

Gangguan mood akibat alkohol (alcohol-induced mood disorder). DSM-IV


memungkinkan diagnosis gangguan mood akibat alkohol dengan ciri manik, depresif atau
campuran.

Gangguan kecemasan akibat alkohol (alcohol-induced anxiety disorder). DSM-IV


memungkinkan diagnosis gangguan kecemasan akibat alkohol. DSM-IV selanjutnya
menganjurkan agar diagnosis menyebutkan apakah gejala merupakan apakah gejala
merupakan kecemasan menyeluruh, serangan panik, gejala obsesif-kompulsif, atau gejala
fobik dan apakah onset selama intoksikasi atau selama putus alkohol.

Kriteria diagnostik untuk gangguan berhubungan Alkohol yang tidak ditentukan

16
Kategori gangguan berhubungan alkohol yang tidak ditentukan adalah gangguan yang
berhubungan dengan pemakaian alkohol yang tidak dapat diklasifikasikan sebagai
ketergantungan alkohol, penyalahgunaan alkohol, intoksikasi alkohol, putus alkohol,
delirium putus alkohol, demensia menetap akibat alkohol, gangguan psikotik akibat alkohol,
gangguan mood akibat alkohol, gangguan kecemasan akibat alkohol, disfungsi seksual
akibat alkohol, atau gangguan tidur akibat alkohol

2.5.9 Sindrom Alkohol Fetal

Data yang jelas menyatakan bahwa wanita hamil atau yang menyusui tidak boleh
minum alkohol. Sindrom alkohol fetal (fetal alcohol syndrome) adalah akibat terpaparnya
janin dengan intoksikasi alkohol in utero saat ibunya minum alkohol. Sindrom alkohol fetal
merupakan penyebab utama retardasi mental di Amerika Serikat. Adanya alkohol
menghambat pertumbuhan intrauterin dan perkembangan setelah kelahiran. Mikrosefali,
malformasi kraniofasial dan defek tungkai dan jantung sering pada bayi yang terkena
intoksikasi alkohol dari ibunya. Perawakan yang pendek saat dewasa dan perkembangan
suatu rentan prilaku maladaptif dewasa juga dihubungkan dengan sindrom alkohol fetal.

Resiko wanita alkoholik mempunyai anak yang cacat sekitar 35%. Walaupun
kerusakan yang pasti pada janin tidak diketahui, kerusakan tampaknya sebagai akibat
pemaparan intoksikasi utero dengan alkohol atau metabolitnya. Alkohol mungkin
menyebabkan ketidakseimbangan hormonal yang meningkatkan resiko abnormalitas.

2.6 Penatalaksanaan8,9,10
2.6.1 Psikoterapi

Psikoterapi memusatkan pada alasan seseorang mengapa minum. Fokus spesifik


adalah dimana pasien minum, dorongan premotivasi dibelakang minum, hasil yang
diharapkan dari minum, dan cara alternatif untuk mengatasi situasi tersebut. Melibatkan
pasangan yang tertarik dan bekerja sama dalam terapi bersama (conjoint therapy) untuk
sekurangnya satu sesion adalah sangat efektif.

2.6.2 Medikasi

17
Disulfiram

Disulfiram (antabuse) menghambat secara kompetitif enzim aldehida dehidrogenase,


sehingga biasanya minuman segelaspun biasanya menyebabkan reaksi toksik karena
akumulasi asetaldehida didalam darah. Pemberian obat tidak boleh dimulai sampai 24 jam
setelah minuman terakhir pasien. Pasien harus dalam kesehatan yang baik, sangat
termotivasi, dan bekerja sama. Dokter harus memberitahukan pasien akibat meminum
alkohol saat menggunakan obat dan selama 2 minggu setelahnya.

Merekan yang menggunakan alkohol sambil meminum disulfiram 250 mg setiap


harinya akan mengalami kemerahan dan perasaan panas pada wajah, sklera, anggota gerak
atas dan dada. Mereka akan menjadi pucat, hipotensif dan mual juga mengalami malaise
yang serius. Pasien juga akan mengalami rasa pusing, pandangan kabur, palpitasi, sesak dan
mati rasa pada anggota gerak. Dengan dosis lebih dari 250 mg maka dapat terjadi gangguan
daya ingat dan konfusi.

Psikotropika

Obat antiansietas dan antidepresan dapat mengobati gejala kecemasan pada pasien
dengan gangguan terkait alkohol.

2.6.3 Terapi Prilaku

Terapi prilaku mengajarkan seseorang dengan gangguan berhubungan alkohol untuk


menurunkan kecemasan. Latihan ditekankan pada latihan relaksasi, latihan ketegasan,
keterampilan mengendalikan diri, dan strategi baru untuk menguasai lingkungan. Sejumlah
program pembiasaan prilaku (operant conditioning) membiasakan orang dengan gangguan
berhubungan alkohol untuk memodifikasi prilaku minum mereka atau untuk berhenti
minum. Dorongan berupa hadiah keuangan, kesempatan untuk tinggal dalam lingkungan
rawat inap yang baik, dan jalur untuk memasuki interaksi sosial yang menyenangkan.1

2.6.4 Halfway House

Pemulangan seorang pasien dari rumah sakit sering kali memiliki masalah
penempatan yang serius. Rumah dan lingkungan keluarga lainnya mungkin menghalangi,
tidak mendukung, atau terlalu tidak berstruktur. Halfway house adalah suatu sarana

18
pengobatan yang penting yang memberikan bantuan emosional, konseling, dan
pengembalian progresif ke dalam masyarakat.

19
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Alkohol adalah salah satu dari sekelompok senyawa organik yang


dibentuk dari hidrokarbon-hidrokarbon oleh pertukaran satu atau lebih gugus
hidroksil dengan atom-atom hidrogen dalam jumlah yang sama. Kira-kira 85%
dari semua penduduk Amerika Serikat pernah menggunakan minuman yang
mengandung alkohol sekurang-kurangnya satu kali dalam hidupnya. Penggunaan
alkohol memiliki efek terhadap prilaku, efek terhadap otak dan efek terhadap
organ tubuh lain seperti hati, gastrointestinal, muskuloskeletal, neurologis, obstetri
dan kardiovaskular.

Menurut Jellinek membagi progresifitas alkoholisme dalam 3 fase;

1. fase dini
2. fase krusial
3. fase kronis

Pengobatan pada gangguan terkait alkohol meliputi pengobatan sikoterapi


Medikasi yaitu dengan disulfiram yang menghambat secara kompetitif enzim
aldehida dehidrogenase, sehingga biasanya minuman segelaspun biasanya
menyebabkan reaksi toksik karena akumulasi asetaldehida didalam darah.
Pengobatan juga diberikan psikotropika yakni obat antiansietas dan antidepresan
dapat mengobati gejala kecemasan pada pasien dengan gangguan terkait alkohol.
Terapi Prilaku dan Halfway House juga dapat membantu dalam pengobatan
gangguan terkait alkohol.
DAFTAR PUSTAKA

1. Sadock, B J. Synopsis Psychiatry : Behavioral Science / Clinical


Psychiatry. New york : Wolters Kluwer. 2015.
2. Steven L. Psychiatry an illustrated colour test. 2 nd edition. New york :
Elsevier. 2016.
3. Mayo, A G. Kaplan : Step 2 CK Lecture Notes, Psychiatry,
Epidemiology, Ethics, Patient Safety. New york : Kaplan Medical.
2017.
4. Maslim, Rusdi. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas
PPDGJ-III. Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika Atma
Jaya: 2013.
5. Tanto, C. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 4. Jilid 2. Jakarta : Salemba.
2014.
6. Substance Abuse and Mental Health Services Administration, Results
from the 2015 National Survey on Drug Use and Health: Summary of
National Findings, NSDUH Series H-44, HHS Publication No. (SMA)
12-4713. Rockville, MD: Substance Abuse and Mental Health Services
Administration, 2016.
7. Brune, M. Textbook of evolutionary psychiatry and psychosomatic
medicine : the origins of psychopathology. London : Oxford University
Press. 2015.
8. George, M. The Neuroscience of Clinical Psychiatry. 2 nd edition. New
york : Lippincott William & Wilkins. 2016.
9. European Medicines Agency. Guideline on the development of
medicinal products for the treatment of alcohol dependence. 2020.
10. World Health Organization. Global status report on alcohol and health.
2016.

Anda mungkin juga menyukai