Anda di halaman 1dari 48

LAPORAN KASUS

ASUHAN KEBIDANAN KELUARGA BERENCANA


NY. E USIA 35 TAHUN P3A0 AKSEPTOR KB INTRA UTERINE DEVICE
DI PUSKESMAS TOROH 1
I PUSKESMAS NGESREP

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Prakti


Stage Asuhan Kebidanan Holistik Keluarga Berencana

Oleh:
SALSABILA NUR FARIDAH
P1337424822238

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI BIDAN


JURUSAN KEBIDANAN SEMARANG
POLTEKKES KEMENKES SEMARANG
TAHUN 2023
HALAMAN PENGESAHAN

Laporan Kasus Keluarga Berencana di Puskesmas Toroh 1, telah disahkan oleh


pembimbing pada:

Hari :
Tanggal :

Dalam Rangka Praktik Klinik Kebidanan Keluarga Berencana yang telah


diperiksa dan disetujui oleh pembimbing klinik dan pembimbing institusi Prodi
Profesi Kebidanan Jurusan Kebidanan Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan
Semarang Tahun 2023.

Grobogan, 2023

Pembimbing Klinik Mahasiswa

Sri Siswati, S.Tr.Keb, Bdn Salsabila Nur Faridah


NIP. 19740218 200212 2 004 NIM. P1337424822238

Mengetahui,
Pembimbing Institusi

Suparmi, S.Pd, S.SiT, S.Tr.Keb, M.Kes


NIP. 196403231986032004
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pertumbuhan penduduk adalah suatu masalah yang sedang dihadapi
diberbagai negara diseluruh dunia, baik di negara maju maupun di negara
berkembang termasuk Indonesia. Indonesia sendiri merupakan salah satu negara
dengan populasi penduduk terbesar nomor 4 didunia, dengan jumlah
272.229.372 jiwa, yang artinya meningkat dibanding tahun-tahun sebelumnya.
Pada tahun 2017 jumlah penduduk Indonesia adalah 261.890.872 jiwa, tahun
2018 adalah 265.015.313 jiwa, tahun 2019 mencapai 268.074.565 jiwa, dan tahun
2020 sebanyak 272.229.372 jiwa (Dukcapil, 2021).
Meningkatnya angka kelahiran di Indonesia, pemerintah memerlukan
penanganan khusus dalam menyelesaikan masalah tersebut. Salah satu bentuk
penanganan khusus pemerintah dalam menangani tingginya angka kelahiran di
Indonesia dengan membentuk suatu program Keluarga Berencana (KB). Pada
program Keluarga Berencana (KB) ini pemerintah membentuk badan yang
bernama Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana (BKKBN) sebagai
pengurus progam KB. Program Keluarga Berencana (KB) ini berperan penting
dalam menekan tingginya angka kelahiran di Indonesia.
Metode alat kontrasepsi atau KB dibagi menjadi berbagai macam yang
bisa digunakan, diantaranya yaitu pil, Suntik, implant, Kondom, Alat Kontrasepsi
Dalam Rahim (AKDR), Medis Operasi Wanita (MOW), dan Metode Operasi Pria
(MOP) (Ni Nyoman, 2018). Alat kontrsepsi yang memiliki efektiftivitas yang
tinggi dalam mencegah kehamilan adalah alat kontrasepsi jangka panjang atau
yang disebut Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP). MKJP termasuk
dalam MKET, Metode Kontasepsi Efektif Terpilih (MKET) tersebut diantaranya
IUD, Implant, MOW, dan MOP.
Sama seperti alat kontrasepsi lain, IUD memiliki kelebihan dan
kekurangan. Kelebihan alat kontrasepsi IUD diantaranya yaitu, dapat dipakai
semua perempuan dalam usia reproduksi, sangat efektif dan tidak mungkin lupa,
dapat digunakan jangka panjang dan dapat digunakan sampai menopause, tidak
ada efek samping hormonal, jika ingin hamil lagi kesuburan akan kembali secara
cepat. Bagi ibu menyusui, IUD juga tidak akan mempengaruhi produksi ASI.
Sedangkan kekurangan IUD adalah terjadinya perubahan siklus haid yang
umumnya terjadi pada 3 bulan pertama dan setelah 3 bulan lagi akan berkurang,
haid lebih lama dan lebih banyak, haid lebih sakit, tidak dapat mencegah IMS
termasuk HIV/AIDS (Utami et al., 2019).
Berdasarkan data Kementrian Kesehatan RI di Indonesia pada tahun 2019
jumlah PUS pengguna KB aktif yaitu sebesar 62,5 %. PUS dengan KB aktif
tertinggi terdapat di provinsi Bengkulu sebesar 71.4% dan yang KB aktif
terendah di provinsi Papua Barat sebesar 25.4%. Data jenis alat kontrasepsi yang
digunakan yaitu suntik sebesar 63.7%, Pil sebesar 17%, IUD sebesar 7.4%,
Implan sebesar 7.4%, MOW sebesar 2.7%, Kondom sebesar 1.2%, dan MOP
sebesar 0.5% (Kemenkes, 2019).
Berdasarkan data riskesdas Provinsi Jawa Tengah tahun 2019 jumlah PUS
dengan cakupan KB Aktif mencapai 73.5%. Kabupaten/kota dengan cakupan
tertinggi terdapat di Batang sebesar 81.1% dan yang terendah di Kota Pekalongan
sebesar 65.1%. Presentase alat kontrasepsi yang digunakan yaitu suntik sebesar
(58.4%), Implan (13.5%), Pil (11%), IUD (9.1%), MOW (4.9%), Kondom
(2.5%), dan MOP sebesar (0.6%).
KB Intra Uterine Device (IUD) merupakan metode kontrasepsi jangka
panjang yang paling banyak digunakan dalam Program KB di Indonesia.
Pengguna KB Intra Uterine Device (IUD) di Indonesia mencapai 22,6% dari
semua pengguna metode kontrasepsi. Di Indonesia KB Intra Uterine Device
(IUD) menempati posisi ketiga alat kontrasepsi yang digunakan yaitu sebesar
6,2%, sedangkan di kota Bandung KB Intra Uterine Device (IUD) menempati
posisi kedua setelah metode suntik dengan persentase 28,58%. KB Intra Uterine
Device (IUD) merupakan kontrasepsi jangka panjang yang dimasukkan kedalam
rahim yang terbuat dari plastik elastis yang dililit tembaga atau campuran
tembaga dengan perak. Lilitan logam menyebabkan reaksi anti fertilitas dengan
jangka waktu penggunaan antara dua hingga sepuluh tahun dengan metode
kerjanya mencegah masuknya spermatozoa kedalam saluran tuba (Rani Pratama
Putri & Oktaria, 2016). (KB Intra Uterine Device (IUD) atau disebut juga dengan
alat kontrasepsi dalam rahim Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR)
merupakan pilihan kontrasepsi yang terbaik bagi sebagian besar wanita jika
dibandingkan dengan metode lain. KB Intra Uterine Device (IUD) hanya
memiliki angka kegagalan 0,6– 0,8 kehamilan per 100 perempuan selama satu
tahun pertama penggunaan dan sangat efektif sampai 10 tahun serta
membutuhkan biaya (Maryati et al., 2021).
Berdasarkan data pemakaian alat kontrasepsi tersebut, dapat diketahui
bahwa pemakai alat kontrasepsi IUD masih rendah dibandingkan dengan
pemakaian alat kontrasepsi KB hormonal seperti suntik dan pil. Kurang
diminatinya alat kontrasepsi IUD dapat disebabkan karena ketidaktahuan peserta
tentang kelebihan alat kontrasepsi IUD (BKKBN, 2014).
IUD memiliki efektifitas yang tinggi yaitu sebesar 0,6-0, 8 kehamilan per
100 perempuan yan g menggunakan IUD ( 1 kegagalan dalam 125-17 0
kehamilan ) sehingga IUD sangat efektif untuk menurunkan angka kelahiran
(Anggraini , 2012) . Akan tetapi penggunaan alat kontrasepsi IUD oleh wanita
usia subur masih kurang maksimal , banyaknya faktor yang mempengaruhi salah
satunya adalah masih rendahnya pengetahuan akseptor KB tentang alat
kontrasepsi terutama IUD (Zulfitriani et al., 2021)
Menurut (Septalia & Puspitasari, 2017) faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi penggunaan alat kontrasepsi diantaranya yaitu, faktor individu,
faktor kesehatan, dan faktor metode kontrasepsi. Pernyataan tersebut sesuai
dengan penelitian yang dilakukan oleh (Sikumbang, 2018) dan kawan kawan
tentang Analisis Faktor yang Mempengaruhi Akseptor KB dalam Memilih Alat
Kontrasepsi IUD di Puskesmas Pelabuhan Sambas pada tahun 2018 yang
menyatakan bahwa terdapat hubungan pengetahuan, sikap dan dukungan suami
dengan penggunaan alat kontrasepsi Intra Uterine Device (IUD), dan yang paling
berpengaruh adalah pengetahuan.
Penelitian yang dilakukan oleh (Irawati, 2017) tentang Faktor-faktor yang
mempengaruhi Pemilihan Kontrasepsi Intra Uterine Device (IUD) di Desa
Karangjeruk Jatirejo Mojokerto. Hasil penelitiannya adalah terdapat hubungan
antara variabel pengetahuan, paritas, pekerjaan dan penghasilan terhadap
pemilihan alat kontrasepsi IUD di desa Karangjeruk Jatirejo Mojokerto.
Sedangkan umur dan pendidikan tidak berhubungan, dan yang paling berperan
yaitu pengetahuan.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut maka rumusan masalah yang di dapat
adalah “Bagaimana Asuhan Kebidanan Keluarga Berencana pada Ny. E Usia
35 Tahun P3A0 Akseptor KB IUD di Puskesmas oroh 1 Tahun 2023?”
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Penulis mampu melakukan asuhan kebidanan keluarga berencana pada Ny. E
usia 35 tahun P3A0 akseptor KB IUD di Puskesmas Toroh 1 Tahun 2023
2. Tujuan Khusus
a. Mampu melakukan pengkajian data subjektif secara lengkap pada Ny. E
usia 35 tahun P3A0 akseptor KB IUD di Puskesmas Toroh 1 Tahun 2023
b. Mampu melakukan pengkajian data objektif secara lengkap pada Ny. E
usia 35 tahun P3A0 akseptor KB IUD di Puskesmas Toroh 1 Tahun 2023
c. Mampu menganalisa masalah dan diagnosa kebidanan pada Ny. E usia 35
tahun P3A0 akseptor KB IUD di Puskesmas Toroh 1 Tahun 2023
d. Mampu melaksanakan implementasi asuhan kebidanan pada Ny. E usia
35 tahun P3A0 akseptor KB IUD di Puskesmas Toroh 1 Tahun 2023
e. Mampu membandingkan kesenjangan antara teori dan praktik pada Ny. E
usia 35 tahun P3A0 akseptor KB IUD di Puskesmas Toroh 1 Tahun 2023
D. Manfaat
1. Bagi tenaga kesehatan
Sebagai ilmu dalam memberikan asuhan kebidanan keluarga berencana IUD
yang diberikan bagi ibu
2. Bagi tenaga pendidik kesehatan
Sebagai ilmu dan referensi dalam memberikan materi kebidanan pada
mahasiswa, khususnya mengenai keluarga berencana IUD
3. Bagi mahasiswa kesehatan dan penulis
Sebagai tambahan ilmu dan referensi dan pandangan mengenai asuhan
kebidanan di lahan pada ibu KB IUD
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Tinjauan Teori Medis


1. Konsep Dasar Keluarga Berencana
a. Pengertian
World Health Organization (2018) mendefinisikan keluarga
berencana sebagai usaha individu atau pasangan suami isteri untuk
mengatur jumlah anak dan jarak kehamilan. Undang – undang
Republik Indonesia Nomor 52 Tahun 2009 tentang Perkembangan
Kependudukan dan Pembangunan Keluarga mendefinisikan Keluarga
Berencana sebagai kehamilan, dan usia kehamilanyang ideal untuk
mewujudkan keluarga yang berkualitas. Berdasarkan penjabaran dari
beberapa definisi tersebut dapat di simpulkan bahwa keluarga
berencana merupakan upaya perencanaan terkait kehamilan yang
bertujuan meningkatkan kesejahteraan keluarga. Perencanaan
kehamilan yang di maksud adalah pengaturan jarak kehamilan, usia
kehamilan, dan jumlah anak (BKKBN, 2017).
Keluarga Berencana (KB) merupakan program pertama
pemerintah Indonesia yang didirikan pada tahun 1970 sebagai salah
satu cara untuk mencegah pertumbuhan penduduk di Indonesia.
Program berkelanjutan yang dibentuk Badan Kependudukan dan
Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) yaitu Keluarga Berencana
dan Pembangunan Keluarga (KBKBN) sejalan melalui Sustainable
Development Goals (SDGs) (Susanti et al., 2020).
Keluarga Berencana (KB) ini adalah upaya untuk memoderasi
jumlah kejadian kehamilan yang memiliki efek positif pada ibu, anak,
ayah dan keluarga yang terlibat dan tidak membahayakan hasil
kehamilan yang tiba-tiba (Suratun, 2015).
Keluarga Berencana (KB) merupakan upaya untuk mengatur
jumlah anak dan selisih anak yang diinginkan. Guna sampai pada hal
yang diinginkan dilakukan berbagai cara guna mencegah dan menunda
kehamilan. Cara-cara yang dpat digunakan antara lain penggunaan alat
kontrasepsi atau pencegahan kehamilan (Sulistyawati, 2014)
KB adalah upaya mengatur kelahiran anak, jarak, dan usia ideal
melahirkan, mengatur kehamilan, melalui promosi, perlindungan, dan
bantuan sesuai dengan hak reproduksi untuk mewujudkan keluarga
yang berkualitas.15 Program KB adalah suatu langkah-langkah atau
suatu usaha kegiatan yang disusun oleh organisasi-organisasi KB dan
merupakan program pemerintah untuk mencapai rakyat yang sejahtera
berdasarkan peraturan dan perundang-undangan kesehatan. KB adalah
suatu usaha untuk menjarangkan atau merencanakan jumlah dan
kehamilan dengan memakai alat kontrasepsi untuk mewujudkan
keluarga kecil, bahagia, dan sejahtera (Lusiana, 2019)
b. Tujuan
Tujuan program KB secara filosofis adalah untuk meningkatkan
kesejahteraan ibu dan anak serta mewujudkan keluarga kecil yang
bahagia dan sejahtera mealui pengendalian kelahiran dan pengendalian
pertumbuhan penduduk Indonesia, untuk menciptakan penduduk yang
berkualitas, sumber daya manusia yang bermutu dan meningkatkan
kesejahteraan keluarga.
1) Tujuan umum adalah membentuk keluarga kecil sesuai dengan
kekuatan social ekonomi suatu keluarga dengan cara pengaturan
kelahiran anak, agar diperoleh suatu keluarga bahagia dan sejahtera
yang dapat memenuhi kebutuhan hidupnya.
2) Pengaturan kelahiran, pendewasaan usia perkawinan, peningkatan
ketahanan dan kesejahteraan keluarga.
3) Memperbaiki kesehatan dan kesejahteraan ibu, anak, keluarga dan
bangsa, mengurangi angka kelahiran untuk menaikan taraf hidup
rakyat dan bangsa, memenuhi permintaan masyarakat akan
pelayanan KB yang berkualitas, termasuk upaya-upaya
menurunkan angka kematian ibu, bayi dan anak serta
penanggulangan masalah kesehatan reproduksi.
Tujuan KB menurut BKKBN berdasarkan Rencana Strategis (Restra)
Tahun 2020-2024 yaitu :
1) Mewujudkan keluarga berkualitas, yaitu keluarga yang tentram,
mandiri dan bahagia.
2) Mengendalikan struktur penduduk menuju Penduduk Tumbuh
Seimbang (PTS) dengan sumber daya manusia yang berkualitas
sehingga terwujud bonus demograi yang bermanfaat bagi
pembangunan.
c. Sasaran Keluarga Berencana
1) Pasangan Usia Subur
Pasangan Usia Subur (PUS) merupakan sasaran utama dari gerakan
KB Nasional. PUS adalah pasangan suami dan istri dengan umur
istrinya antara 15-49 tahun. Untuk mendapatkan dampak pada
penurunan fertilitas yang tinggi, sasaran sasaran PUS ini
ditekankan pada PUS dengan paritas rendah, khususnya PUS yang
berusia muda dan paritas rendah sebagai sasaran prioritas. Sasaran
ini diarahkan untuk menggunakan kontrasepsi efektif terpilih
sehingga jumlah anak yang dilahirkan dapat mendukung
pelembagaan norma keluarga kecil, bahagia dan sejahtera (García
Reyes, 2019).
2) Akseptor KB
Akseptor KB adalah Pasangan Usia Subur (PUS) dan Wanita Usia
Subur (WUS) yang mana salah seorang menggunakan salah satu
alat kontrasepsi untuk pencegahan kehamilan, baik melalui
program maupun non program
Berdasarkan Rencana Strategus (Renstra) BKKBN Tahun 2020-
2024 ditetapkan Sasaran Strategis Program Keluarga Berencana yang
harus dicapai meliputi menurunnya Angka Kelahiran Total atau Total
Fertility Rate (TFR) yaitu sebesar 2,26% pada tahun 2020 dan
menargetkan menjadi 2,1% pada 2024, meningkatnya Angka
Prevalensi Pemakaian Kontrasepsi Modern atau Modern
Contraceptive Prevalence Rate (mCPR) 61,78% pada tahun 2020 dan
ditargetkan menjadi 63,41 persen pada tahun 2024, menurunnya
kebutuhan ber-KB yang tidak terpenuhi/UnmetNeed 8,6% persen pada
tahun 2020 dan ditargetkan menjadi 7,4% pada 2024, menurunnya
Angka Kelahiran Menurut Kelompok Umur 15-19 tahun/Age Speciic
Fertility Ratio (ASFR) 15-19 tahun, dengan target 25 per 1.000
kelahiran pada tahun 2020 dan ditagetkan menjadi 18 per 1.000
kelahiran pada 2024, meningkatnya Indeks Pembangunan Keluarga
(iBangga) sebesar 53,57% pada tahun 2020 serta ditargetkan menjadi
61% pada tahun 2024, meningkatnya Median Usia Kawin Pertama
(MUKP) dari 21,9 tahun pada 2020 dan menjadi 22,1 tahun pada 2024
(Renstra BKBN, 2020).
d. Manfaat
1) Manfaat bagi Ibu
Untuk mengatur jumlah dan jarak kelahiran sehingga dapat
memperbaiki kesehatan tubuh karena mencegah kehamilan yang
berulang kali dengan jarak yang dekat. Peningkatan kesehatan
mental dan sosial karena adanya waktu yang cukup untuk
mengasuh anak, beristirahat dan menikmati waktu luang serta
melakukan kegiatan lainnya
2) Manfaat bagi anak yang dilahirkan
Anak dapat tumbuh secara wajar karena ibu yang hamil dalam
keadaan sehat. Setelah lahir, anak akan mendapatkan perhatian,
pemeliharaan dan makanan yang cukup karena kehadiran anak
tersebut memang diinginkan dan direncanakan.
3) Manfaat bagi anak-anak yang lain
Dapat memberikan kesempatan kepada anak agar perkembangan
fisiknya lebih baik karena setiap anak memperoleh makanan yang
cukup. Perkembangan mental dan sosialnya lebih sempurna karena
pemeliharaan yang baik dan lebih banyak waktu yang dapat
diberikan ibu untuk anak.
4) Bagi suami
Program KB bermanfaat untuk memperbaiki kesehatan fisik,
mental, dan sosial karena kecemasan berkurang serta memiliki
lebih banyak waktu luang untuk keluarganya
5) Manfaat program KB bagi seluruh keluarga
Dapat meningkatkan kesehatan fisik, mental, dan sosial setiap
anggota keluarga. Di mana kesehatan anggota keluarga tergantung
dari kesehatan seluruh keluarga. Setiap anggota keluarga akan
mempunyai kesempatan yang lebih besar untuk memperoleh
pendidikan.1
e. Ruang Lingkup Keluarga Berencana
Ruang lingkup keluarga berencana diantaranya yaitu Keluarga
Berencana, Kesehatan Reproduksi Remaja, Ketahanan dan Penguatan
Keluarga, Penguatan Kelembagaan Keluarga Kecil Berkualitas,
Penyelarasan Kebijakan Kependudukan, Alat Manajemen Sumber
Daya Manusia.

2. Kontrasepsi
a. Pengertian
Kontrasepsi berasal dari kata “kontra” yang artinya mencegah
atau menghambat dan “konsepsi” yang artinya fertilisasi atau
pembuahan sel telur dan sperma. Alat kontrasepsi adalah usaha untuk
mencegah terjadinya kehamilan karena telah terjadi pembuahan antara
sel telur dan sperma dengan berbagai cara baik dengan menggunakan
hormone, alat sementara maupun permanen (Benson, 2008). Jadi yang
dimaksud dengan kontrasepsi adalah upaya pencegahan pembuahan
antara sel telur dan sperma agar tidak terjadi kehamilan.
Berdasarkan cara pelaksanaannya dapat dibagi menjadi 2 yaitu :
1) Cara temporer (spacing), adalah menunda kehamilan serta
mengatur jarak kehamilan.
2) Cara permanen (kontrasepsi mantap), adalah mengakhiri kesuburan
dan mengatasi kehamilan secara permanen.
b. Tujuan Kontrasepsi
Keluarga dalam menggunakan metode kontrasepsi pasti
mempunyai tujuan atau keinginan yang ingin dicapai. Tujuan tersebut
diantaranya adalah menunda atau mencegah terjadinya kehamilan,
mengatur jarak kehamilan, serta menghentikan kehamilan atau
kesuburan secara permanen.
c. Jenis-jenis Metode Kontrasepsi
Metode kontrasepsi menurut Brian (2013) adalah sebagai berikut :
1) Metode Kotrasepsi Sederhana
a) Metode Amenorea Laktasi (MAL)
MAL adalah kontrasepsi yang dilakukan dengan cara ibu
memberikan ASI eksklusif kepada bayinya yang artinya bayi
hanya diberi ASI tanpa makanan tambahan, minuman, dan
lainnya. MAL bisa digunakan jika ibu masih menyusui secara
penuh (full breast feeding) degan memberikan asi sebanyak
≥8x dalam sehari, ibu belum haid, dan usia bayi kurang dari 6
bulan (BKKBN, 2013). Dengan memberikan ASI eksklusif
selama 6 bulan pertama akan menghambat produksi hormon
kesuburan sehingga tidak terjadi kehamilan. Selain itu dengan
menyusui dapat mengurangi resiko anemia pada ibu dan dapat
meningkatkan kekebalan tubuh pada bayi sehingga kehatan ibu
dan anak lebih terjamin (BKKBN, 2013).
b) Senggama Terputus
Metode senggama terputus merupakan metode tradisional
dimana pada saat ejakulasi pria akan mengeluarkan alat
kelaminnya dari dalam vagina. Tingkat kegagalan cara ini
cukup tinggi, dan membutuhkan pengendalian diri serta
pengaturan waktu yang tepat karena sperma bias keluar
sebelum terjadinya ejakulasi .
2) Metode Keluarga Berencana Alamiah
a) Metode Kalender
Metode Kalender atau pantang berkala adalah cara
pencegahan kehamilan dengan melihat kalender yang bertujuan
untuk melihat siklus menstruasi. Namun cara ini hanya dapat
digunakan pada wanita yang memiliki siklus menstruasi teratur.
Prinsip kerja metode kalender adalah tidak melakukan
hubungan badan pada saat masa subur istri.
b) Metode Lendir Serviks
Metode lender serviks adalah cara mencegah kehamilan
dengan memeriksa lendir dalam vagina. Cara memeriksa lendir
dengan memasukan jari kedalam vagina kemudian keluarkan
jari secara perlahan-lahan. Apabila lendir yang ada di jari
berwarna jernih, kental, dan lembab artinya dalam waktu dekat
anda akan mengalami ovulasi. Sehingga tidak dianjurkan untuk
melakukan hubungan seksual dalam kurun waktu 24-72 jam
berikutnya (Nirmala et al., 2018)
c) Metode Suhu Basal
Metode suhu basal adalah cara mencegah kehamilan
dengan mengetahui suhu tubuh basak guna menentukan waktu
ovulasi. Suhu basal tubuh yaitu suhu tubuh saat tidur mencapai
suhu terendahnya. Pengukuran ini dapat dilaksanakan sebelum
melakukan aktivitas atau pagi hari pada saat bangun tidur. Alat
yang digunakan dalam mengukur suhu tubuh basal yaitu
thermometer basar yang dapat digunakan secara per oral, per
vagina, atau melalui anus (Irianto, 2014).
d) Metode Symtothermal
Metode symtothermal adalah metode untuk menentukan
masa subur atau ovilasi, yang merupakan kombinasi dari
beberapa metode KB secara alami (Dewi & Holidi, 2015).
Metodi ini menggunakan tanda dan gejala sejak muncul
ovulasi. Sehingga metodi ini dilakukan dengan cara mengamati
perubahan-perubahan pada tubuh seperti suhu basal tubuh,
lendir serviks dan indicator ovulasi yang lainnya (Irianto,
2014).
3) Metode Kontrasepsi Barier
a) Kondom
Kondom adalah alat kontrasepsi yang berbentuk silindris
yang terbuat dari berbagai bahan seperti bahan alami (ptoduksi
hewan), lateks (karet), atau plastik (vinil) dengan standar
ketebalan 0,02 mm dengan tujuan untuk menampung sperma
agar tidak masuk kedalam vagina sehingga tidak terjadi
kehamilan. Selain itu kondom juga dapat mengurangi resiko
penyakit menular seksual (PMS) (Irianto, 2014).
Kondom dapat digunakan pada alat kelamin laki-laki
(penis) sebelum melakukan hubungan seksual (BKKBN, 2013).
Jangan membuka kondom mengunakan benda tajam atau gigi
karena dapat merusak atau merobek kondom. Pakai kondom
pada saat ereksi dan jika kondom tidak ada tempat untuk
menampung sperma, maka longgarkan sedikit pada ujung
kondom agar tidak robek. Penggunaan kondom hanya sekali
pakai, dan jangan mengggunakan konodm yang rusak atau
robek, serta tidak menggunakan pelumas pada kondom karena
akan merusa kondom (Dewi & Holidi, 2015).
b) Spermisida
Spermisida adalah alat kontrasepsi dengan bahan kimia
yang digunakan untuk membunuh sperma. Spermisida
menyebabkan sel membran pada sperma pecah, memperlambat
gerak sperma, serta menurunkan kemampuan sel telur dalam
pembuahan (BKKBN, 2013). Spermisida biasanya dilakukan
sebelum melakukan hubungan seksual dengan memasukkan
alat kedalam vagian selama kurang lebih 5-10 menit. Banyak
orang yang tidak mengerti bagaimana cara menggunakan
spermisida karena harus digabung dengan alat kontrasepsi lain
seperti diafragma sehingga lebih efektif (Irianto, 2014).
c) Diafragma
Diafragma adalah alat kontrasepsi yang terbuat dari karet
yang dipakai untuk menutupi serviks guna mencegah
masuknya sperma ke dalam vagina. Diafragma dipasang
menggunan jel atau krim (spermisida). Pemasangan diafragma
harus dilakukan oleh tenaga kesahatan dan dikeluarkan 8 jam
setelah melaukan hubungan seksual. Alat ini tidak disediakan
oleh program KB nasional karena efektivitas dari alat ini sangat
rendah dan harganya yang relative mahal (Irianto, 2014).
4) Metode Kontrasepsi Efektif
a) Pil KB
Pil KB adalah alat kontrasepsi untuk mencegah
kehamilan yang digunakan dengan cara per-oral. Pil KB
mengandung sintesis dua hormone yang diproduksi secara
alami di dalam tubuh perempuan yaitu hormone estrogen dan
hormon progesterone, kedua hormon ini berfungsi untuk
mengatur siklus mentruasi perempuan. Pil KB ada 2 jenis yaitu
pil mini dan pil kombinasi.
Pil mini adalah pil KB yang hanya mengandung progestin
saja. Jenis pil mini menurut BKKBN (2015) ada 2 yaitu
kemasan dengan pil sebanyak 35 (300 µg levonogestrel) dan
kemasan dengan pil sebanyak 28 ( 75 µg levonogestrel).
Efektivitas dari mini pil dapat sampai 98,5 % dan efek samping
mini pil lebih sedikit disbanding pil kombinasi. Namun
efektifitas pil mini ini dapat berkurang jika dikonsumsi secara
bersamaan dengan obat obatan mukolitik asetilsistein karena
obat jenis mukolitik dapat meningkatkan penetrasi sperma
sehingga kemampuan kontrasepti pada pil mini terganggu.
Pada penggunaan minipil harus dikonsumsi setiap hari jangan
sampai lupa satu atau dua tablet karena mengakibatkan resiko
terjadinya kehamilan sangat besar. Keuntungan menggunakan
mini pil menurut Biran (2013) adalah jika mini pil digunakan
secara teratur dan benar maka akan sangat efektif, tidak dapat
mengganggu hubungan seksual, tidak mempengaruhi asi,
kesuburan dapat kembali dengan cepat, mudah dan nyaman
digunakan, efek samping rendah, bisa berhenti setiap waktu.
Selain mempunyai kelebihan pil mini juga mempunyai
kekurangan yaitu dapat menyebabkan perdarahan yang tidak
teratur (Irianto, 2014).
Pil Kombinasi adalah alat kontrasepsi yang berisi 2
hormon yaitu hormon estrogen dan hormon progesterone yang
bekerja dengan cara menekan ovulasi. Progesteron sebagai
hormone yang mencegah kehamilan dan estrogen yang bekerja
mengontrol menstruasi (Lawuningtyas Hariadini, 2017). Jenis
pil kombinasi ada 3 yaitu monofasik (1 dosis), bifasik (2 dosis),
dan trifasik (3 dosis). Pil oral kombinasi ini sebaiknya diminum
setiap hari dalam waktu yang sama dan apabila lupa maka
segera minum pil tersebut. Apanila lupa minum 1-2 pil akan
mengakibatkan terjadinya peningkatan hormone secara alamiah
yang dapat meningkatkan terjadinya pelepasan sel telur. Jika
pil tidak diminum pada waktu yang sama maka efektivitas pil
akan berkurang (Rompas & Karundeng, 2019).
b) Suntik
Suntik adalah alat kontrasepsi yang menggunakan obat
medroksiprogesteron (sejenis progrestin) yang disuntikkan
dalam kurun waktu satu atau tiga bulan ke dalam otot pantat.
KB suntik terdapat 2 jenis yaitu suntik 1 bulan (suntik
Kombinasi) dan suntik 3 bulan (suntik progrstin). KB suntik 1
bulan berisi estrogen dan progesteron sedangkan KB suntik 3
bulan hanya berisi progesterone (Irianto, 2014).
Cara kerja dari KB suntik ini dengan mengentalkan lendir
pada mulut rahim sehingga dapat menuurnkan kemampuan
penetrasi pada sperma. Selain itu selaput lendir akan menipis
dan mengecil sehingga dapat menghambat jalannya ovum yang
akan mencegah terjadinya ovulasi (BKKBN, 2017).
KB suntik memiliki beberapa kelebihan diantaranya
cocok digunakan pada ibu menyusui karena tidak mengganggu
produksi ASI, menekas resiko terjadinya kanker payudara,
dapat menurunkan kasus anemia, serta mencegah beberapa
penyakit radang panggul . Meski demikian KB suntik juga
memiliki efek samping yang perlu diperhatikan, dan yang
sering terjadi seperti bertambahnya berat badan, perdarahan
yang tidak teratur (spotting), perdarahan yang sedikit atau
banyak, haid terganggu seperti siklus berubah memendek atau
memanjang, tidak haid sama sekali, dan kesuburan yang
kembalinya lama setelah penghentian (BKKBN, 2013).
c) Implant
Implant adalah alat kontrasepsi yang menggunakan
kapsul levonorgestrel fleksibel dan mengandung progrestin
yang dipasang pada bagian lapisan bawah kulit (subdermal)
pada lengan atas bagian dalam dengan prosedur operasi kecil
(Endarwati & Saputri, 2019). Cara kerja implant yaitu dengan
mengentalkan lendir pada mulut rahim serta sulit terjadinya
penanaman sel telur yang sudah dibuahi oleh sperma yang
mengakibatkan pencegahan pebentukan lapisan pada
permukaan rahim (BKKBN, 2017).
Implant terdiri dari beberapa jenis yaitu Norplant,
Implanon, jedena, serta jedella (norplant II). Norplant adalah
alat implant yang terdiri atas enam kapsul silastik dimana
padamasng-masing kapsulnya berisi levonorgestel sebesar 36
mg. Implanon adalah alat implant yang terdiri dari satu kapsul
silastik yang berisi 68 mg, 3 ketodesogestrel, dan 66 kopolimer
EVA. Jedena adalah alat implant yang terdiri dari 2 kapsul
silastik yang berisi levonorgestrel sebanyak 75 mg (Irianto,
2014). Dan yang terakhir jedella (norplant II) atau bias disebut
juga implant 2 ini terdiri dari 2 kapsul dengan levonorgrestel
150 mg (BKKBN, 2013).
Implant mempunyai beberapa kelebihan diantaranya daya
guna yang tinggi, perlindungan jangka panjang (3-5 tahun),
kesuburan dapat cepat kembali, bebas dari pengaruh estrogen,
tidak mengganggu pada saat berhubungan badan, pada ibu
menyusui tidak menganggu produksi ASI, dapat dicabut setiap
saat, serta mengurangi resiko terjadinya anemia.
Meski demikian implant memiliki efek samping dan efek
samping yang paling sering terjadi yaitu perubahan pada siklus
menstruasi, menstruasi menjadi tidak teratur atau bahkan tidak
mengalami menstruasi sama sekali, perdarahan menjadi lebih
banyak atau sedikit, timbulnya flek atau bercak darah pada saat
menstruasi atau tidak, bertambahnya berat badan, sakit kepala,
jerawat, perubahan perasaan (mood) .
d) Intra Uterine Device (IUD)
Intra Uterine Device (IUD) adalah alat kontrasepsi yang
cara penggunaanya dimasukkan kedalam rongga rahim dan
terbuat dari plastic fleksibel (BKKBN, 2017). IUD memiliki
tingkat kegagalan rendah mencapai 0,6 sampai 0,8 kehamilan
per 100 perempuan yang menggunakan IUD dengan 1 tahun
pertama yang artinya efektivitas IUD sanat tinggi. IUD dapat
digunakan dalam jangka waktu panjang yakni 3-5 tahun untuk
IUD hormonal dan 5-10 tahun untuk IUD non hormonal
(Anggraeni et al., 2020).
5) Metode Kontrasepsi Mantap
a) MOP ( Metode Operasi Pria)
MOP merupakan proses klinis dalam menghentikan
kemampuan reproduksi pria dengan melakukan pengikatan atau
pemotongan pada saluran pengeluaran sperma (vas deferens)
agar sperma tidak dapat keluar. Setelah dilakukan prosedur ini,
sperma masih diproduksi di testis tetapi tidak dapat diejakulasi
atau keluar dari penis. Sperma akan dipecah dan diserap oleh
tubuh, kandungan cairan pada sperma akan diserap oleh
membrane pada epididimis dan kandungan padat akan dipecah
oleh makrofag di dalam alirah darah (Irianto, 2014).
b) MOW ( Metode Operasi Wanita )
MOW adalah metode kontrasepsi yang efektif dan
permanen untuk perempuan yang tidak ingin mempunyai anak
lagi (BKKBN, 2017). Prosedur yang dilakukan pada MOW ini
yaitu dengan prosedur bedah mini untuk memotong atau
mengikat tuba falopi agar tidak terjadi fertililasi (Irianto, 2014).
Metode kontrasepsi MOW dapat menimbulkan komlikasi
yaitu terjadinya perdarahan di daerah tuba falopi, perdarahn ini
terjadi karena adanya luka pada pembuluh darah besar. Selain
itu dapat terjadi perporasi pada usus, emboli udara, dan
perforasi rahim.
3. Intra Uterine Device (IUD)
a. Definisi
Intra Uterine Device (IUD) merupakan alat kontrasepsi yang
dipasang kedalam rongga rahim dan terbuat dari plastic fleksibel
(BKKBN, 2017).
IUD merupakan alat kontrasepsi yang pemasangannya
dimasukkan ke dalam rongga rahim, tingkat efektivitasnya tinggi,
reversible, dan berjangka panjang yang bisa digunakan oleh semua
wanita pada umur reproduksi (A. B. Saifuddin, 2006).
Intra Uterine Device (IUD) adalah alat yang dimasukkan ke
dalam rahim dalam berbagai bentuk dan terbuat dari plastik (polietilen)
dan tembaga (Cu) dan dicampur dengan tembaga perak (Ag). Ada juga
IUD yang mengandung hormon progesteron (Pitriani, 2015).
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa Intra
Uterine Device (IUD) merupakan salah satu alat kontrasepsi yang cara
penggunaanya dimasukkan ke dalam ronggs rahim yang memiliki
efektivitas yang tinggi, reversible, dapat digunakan dalam waktu
jangka panjang, serta dapat digunakan oleh semua wanita pada usia
reproduksi.
b. Jenis-Jenis IUD
IUD memiliki beberapa jenis diantaranya yaitu :
1) Copper-T
Copper-T merupakan alat kontrasepsi IUD yang berbentuk T dan
terbuat dari tembaga polietilen dan pada bagian vertikalnya
terdapat lilitan-lilitan kawat tembaga halus. Alat kontrasepsi IUD
jenis ini mengandung lenovorgestrel dengan konsentrasi yang
rendah selama minimal pemakaian 5 tahun.
2) Copper-7
Copper-7 merupakan alat kontrasepsi IUD yang berbentuk angka
“7”, alat ini mudah dipasang dan memiliki ukuran diabeter batang
vertical 32 mm yang dililit kawat tembaga dengan luas permukaan
200 mm2.
3) Multi load
Multi load adalah alat yang terbuat dari polietilen yang berbentuk
seperti sayap dan fleksibel. Alat jenis ini memilikiukuran panjang
3,6 cm dari atas hingga bawah dan lilitan kawat tembaga memiliki
luas permukaan 256 mm2 atau 375 mm2 . Multi Load memiliki
tiga ukuran diantaranya mini, small, dan standar.
4) Lippes load
Lippes load adalah alat yang terbuat dari polietilen yang berbentuk
spiral atau seperti huruf “S” bersambung. Ada empat jenis lippes
load berdasarkan ukuran panjang bagian atas, yaitu tipe A yang
berukuran 25 mm dengan benang warna biru, tipe B berukuran
27,5 mm dengan warna benang hitam, tipe C yang berukuran 30
mm dengan benang berwana kuning, dan tipe D yang berukuran 30
mm dengan warna benang putih dan tebal (R P Putri & Oktaria,
2016).
5) IUD yang mengandung hormone
1 Progestasert-T = Alza T.
a) Panjang 36 mm, lebar 32 mm, dengan 2 lembar benang dengan
ekor warna hitam
b) Mengandung 38 mg progesterone, barium sulfat, dan
melepaskan 65 mcg progesterone/hari.
c) Tabung inserter nya berbentuk lengkung ( meniru lekuk
lengkung cavum uteri) yang memiliki daya kerja : 18 bulan.
Teknik insersi : plunging (modified with drawal).
c. Efktivitas IUD
Intra Uterine Device (IUD) merupakan suatu alat kontrasepsi
jangka waktu panjang yang memilikitingkat efektifitas yang tinggi dan
merupakan alat kontrasepsi yang paling aman dibandingkan dengan
alat kontrasepsi hormonal lain-lainnya contohnya pil dan suntik. Alat
kontrasepsi IUD sangat efektif untuk menekan angka kematian ibu dan
dapat menekan atau mengendalikan laju pertumbuhan penduduk. Hal
ini disebabkan tingkat efektifitas alat kontrasepsi IUD yang tinggi
mencapai 99,4%. Selain itu IUD dapat digunakan dalam jangka waktu
yang panjang yaitu 3 sampai 5 tahun pada jenis IUD hormonal dan 5
sampai10 tahun pada jenis IUD non hormonal (Kadir & Sembiring,
2020). Alat kontrasepsi IUD adalah alat kontrasepsi yang memiliki
tingkat kegagalan yang rendah yakni 0.6-0.8 kehamilan/100 wanita
dalam 1 tahun pertama (BKKBN, 2017).
Efektivitas dari IUD antara lain :
1) Efektivitas dari alat kontrasepsi dalam rahim dinyatakan sebagai
kecepatan terus-menerus (continuation rate), yaitu waktu AKDR
tetap berada di dalam rahim tanpa ekspulsi spontan, kehamilan dan
pelepasan/pemulihan karena alasan medis atau pribadi..
2) Efektifitas dari IUD sesuai pada :
a) Ukuran, bentuk, dan kandungan didalam IUD yaitu tembaga
(Cu) atau progesterone.
b) Akseptor, terdiri dari :
(1) Umur : Jika usia semakin tua maka kemungkinan
kehamilan semakin rendah ekspulasi dan pengakatan atau
pengeluaran alat kontrasepsi dalam rahim.
(2) Paritas : Jika usia semakin muda terutama pada
nulligravida, maka semakin tinggi angka ekspulasi dan
pengakatan atau pengeluaran alat kontrasepsi dalam rahim.
(3) Frekuensi senggama.
d. Mekanisme Kerja IUD
Mekanisme kerja IUD menurut BKKBN (2015) adalah sebagai
berikut:
1) Mencegah terjadinya pembuahan
2) Reaksi inflamasi steril yang disebabkan oleh kawat tembaga pada
IUD 
3) Tidak terjadi pembuahan akaibat toksik 
Mekanisme kerja IUD adalah sebagai beikut:
1) Menghambat sperma ketika masuk ke tuba fallopi
2) Mempengaruhi pembuahan sebelum sel telur mencapai kavum
uteri
3) IUD bekerja mencegah bertemunya sel telur dengan sperma, serta
IUD mengurangi kemampuan sperma dalam pembuahan dengan
membuat sperma sulit masuk kedalam alat reproduksi perempuan
4) Mencegah implantasi sel telur dalam uterus (Saifuddin, 2010).
e. Waktu Pemasangan IUD
Waktu pemasangan IUD dapat dilakukan pada setiap waktu pada
siklus menstruasi yang dipastikan pasien tidak dalam kondisi hamil,
pada hari pertama samapai hari ke tujuh dalam siklus menstruasi, 10
menit pasca persalinan, 48 jam sampai 4 minggu pasca persalinan,
setelah 6 bulan pasca persalinan apabila menggunakan metode
amenorea laktasi (MAL).
Namun pemasangan IUD pada 48 jam pertama kemungkinan
terjadinya ekspulsi masih tinggi. Pemasangan IUD selama masa
menstruasi secara konvensional dianjurkan karena kemungkinan
terjadinya kehamilan kecil, serviks lebih lunak dan os iternus
membuka sedikit, sehingga pemasangan lebih mudah dan perdarahan
pada saat setelah pemasangan tersamarkan oleh darah menstruasi
(Kemenkes RI, 2013).
f. Kelebihan dan Kekurangan IUD
1) Kelebihan IUD
Menurut saifuddin (2010) IUD memliki berbagai keuntungan
diantaranya sebagai berikut :
a) Sebagai kontrasepsi, efektifitasnya tinggi Sangat efektif → 0,6
- 0,8 kehamilan / 100 perempuan dalam 1 tahun pertama (1
kegagalan dalam 125 – 170 kehamilan).
b) IUD dapat efektif segera setelah pemasangan
c) IUD dapat digunakan dalam kurun waktu yang panjang yanki
10 tahun proteksi dari CuT – 380A tanpa perlu diganti
d) Tidak mengingat-ngingat kaan waktunya pakai
e) Tidak menganggu pada saat hubungan seksual
f) Meningkatkan kenyamanan pada saat hubungan seksual
g) Efek samping hormonal tidak ad ajika dengan IUD non
hormonal ( CuT -380A)
h) Kualitas dan volume ASI tidak dapat dipengaruhi oleh IUD
i) Apabila tidak terjadi infeksi pasca melahirkan dan abortus IUD
dapat dipasang segera
j) IUD dapat digunakan hingga menopause
k) IUD tidak berinteraksi dengan obat-obatan
l) IUD dapat membantu mencegah terjadinya kehamilan ektopik.
2) Kerugian IUD
Berdasarkan pendapat Saifuddin (2010) kerugian-kerugian dalam
menggunakan IUD adalah sebagai berikut :
a) Efek samping dalam menggunakan IUD:
(1) Terjadinya perubahan siklus haid pada 3 bulan pertama dan
berhenti 3 bulan berikutnya
(2) Pada saat haid lebih laam dan darah lebih banyak
(3) Terjadinya spotting
(4) Terjadi dismenorhea pada saat menstruasi
b) Komplikasi :
(1) Terjadi sakit dan kejang selama 3-5 hari setelah
pemasangan IUD
(2) Terjadinya perdarahan berat pada saat menstruasi dan dapat
memungkinkan penyebab terjadinya anemia
c) Teradinya perforasi pada dinding uterus (jarang terjadi apabila
pemasangan IUD benar dan tepat)
d) Tidak bisa mencegah terjadinya IMS termasuk HIV/AIDS
e) Pada perempuan yang memiliki IMS dan sering berganti
pasangan tidak baik untuk digunakan
f) Menyebabkan terjadinya penyakit radang panggul apabila
perempuan dengan IMS menggunakan IUD serta PRP dapat
memicu terjadinya infertilitas
g) IUD tidak dapat mencegah terjadinya kehamilan ektopik
terganggu
g. Kontraindikasi IUD
Kontraindikasi pemasangan kontrasepsi IUD adalah sebagai berikut :
1) Kehamilan
2) Gangguan perdarahan
3) Peradangan alat kelamin
4) Kecurigaan tumor ganas pada alat kelamin
5) Tumor jinak rahim, kelainan bawaan rahim
6) Peradangan pada panggul
7) Perdarahan ubnormal pada uterus
8) Adanya karsinoma pada organ panggul
9) Terjadinya malformasi panggul
10) Adanya mioma uteri terutama pada submucosa
11) Memiliki riwayat dismenorhea berat
12) Adanya Stenosis kanalis servikalis
13) Mmepunyai riwayat anemia berat dan gangguan koagulasi darah
14) Mempunyai riwayat penyakit jantung reumatik (Anggraeni et al.,
2020).

h. Syarat-syarat Pemasangan IUD


Syarat-syarat seseorang dapat memakai alat kontrasepsi IUD adalah :
1) Umur Reproduksi
2) Nullipara
3) Ingin menggunakan kontrasepsi IUD
4) Ibu menyusui yang ingin menggunakan IUD
5) Pasca persalinan
6) Pasca abortus dan tanpa adanay infeksi pasca abortus
7) Tidak menderita IMS
8) Kurang suka dengan KB yang harus mengingat-ngingat
9) Tidak ingin menggunakan alat kontrasepsi darurat
i. Kunjungan Ulang IUD
Kunjungan ulang IUD dapat dilakukan pada :
1) 1 minggu pasca pemasangan
2) 2 bulan pasca pemasang
3) 6 bulan berikutnya pasca pemasangan IUD
4) 1 kali dalam 1 tahun
5) Jika haid terlambat 1 minggu
6) Pada saat haid terjadi perdarahan yang banyak dan haid tidak
teratur (Wulandari, 2015).
j. Efek Samping IUD
1) Spotting
Spotting adalah keluarnya bercak darah di antara siklus menstruasi.
Spotting akan muncul jika sedang kelelahan atau stress. Wanita
yang aktif akan sering mengalami spotting jika menggunakan
kontrasepsi IUD ini (R P Putri & Oktaria, 2016).
2) Perubahan siklus menstruasi
Perubahan siklus menstruasi biasanya terjadi setelah pemasangan
IUD yang akan menyebabkan menstruasi menjadi lebih pendek.
Biasanya setelah pemasangan IUD siklus menstruasi akan muncul
lebih cepat dari siklus normal rata-rata pada 28 hari dengan lama
haid tiga sampai tujuh hari, dan jika setelah pemasangan IUD
biasanya siklus haid akan berubah menjadi 21 hari (R P Putri &
Oktaria, 2016).
3) Amenorhea
Amenorhea adalah keadaan dimana tidak munculnya tanda-tanda
haid selama tiga bulan atau lebih setelah pemasangan IUD.
Penanganan efek samping pada amenorhea adalah sebagai berikut :
a) Memeriksa apakah sedang hamil atau tidak
b) Jika tidak hamil maka berikan konseling dan menyelidiki
penyebab terjadinya amenorrhea. Apabila dikehendaki dengan
posisi IUD tidak dilepas.
c) Jika hamil, maka jelaskan dan berikan saran untuk melepas
IUD apabila benangnya terlihat dan kehamilan < 13 minggu.
Jika benang tidak terlihat atau kehamilan > 13 minggu maka
IUD tidak dapat dilepas. Pasien yang dalam kondisi hamil dan
ingin mempertahankan kehamilannya tanpa melepaskan IUD,
maka dapat diberikan konseling mengenai faktor-faktor resiko
yang mungkin terjadi akibat kegagalan kehamilan dan infeksi.
Serta perkembangan kehamilan harus lebih dicermati dan
diperhatikan (R P Putri & Oktaria, 2016).
4) Dismenorhea
Dismenorhea adalah munculnya rasa sakit pada saat menstruasi
tanpa penyebab organik. Penanganan dismenorhea adalah sebagai
berikut :
a) Pastikan dan Tegaskan bahwa terdapat penyakit radang
panggul (PRP) dan penyebab lain dari kram otot perut, serta
menangani penyebabnya jika ditemukan
b) Berikan obat analgesik jika tidak ditemukan penyebabnya agar
meringankan rasa sakit.
c) Pasien yang sedang menderita kram otot perut yang berat,
sebaiknya melepas IUD dan pasien dapat menggunakan alat
kontrasepsi yang lain (R P Putri & Oktaria, 2016).
5) Menorrhagia
Menorrhagia adalah perdarahan berat secara berlebihan selama
menstruasi dan waktu haid lebih panjang yaitu >8
hari .Penanganan menorrhagia dengan cara sebagai berikut :
a) Memastikan dan menegaskan terdapat infeksi pelviks dan
kehamilan ektopik terganggu. Jika tidak ada kelainan patologis
dan perdarahan masih terus berlangsung dan disertai
perdarahan hebat maka dilakukan konseling dan peninjauan
pada pasien.
b) Terapi farmakologis untuk menorrhagia dapat menggunakan
obat-obatan yang mengandung Ibuprofen yang digunakan
untuk mengurangi perdarahan dan memberikan tablet besi.
c) Jika pasien telah memakai IUD selama >3 bulan dan diketahui
menderita anemia dengan Hb < 7 g/dl, maka dianjurkan untuk
melepas IUD dan membantu memilih alat kontrasepsi lain yang
sesuai (R P Putri & Oktaria, 2016).
6) Fluor Albus
Pemakaian IUD akan memicu rekurensi vaginosis bacterial.
Rekurensi vaginosis bacterial adalah suatu keadaan abnormal pada
vagina yang disebabkan oleh bertambahnya pertumbuhan flora
vagina bakteri anaerob menggantikan Lactobacillus yang
mempunyai konsentrasi yang tinggi sebagai flora normal vagina (R
P Putri & Oktaria, 2016).
7) Pendarahan post seksual
Pendarahan setelah berhubungan seksual disebabkan oleh
pendarahan akibat gesekan IUD yang melilit dinding serviks atau
vagina. Namun, jumlah pendarahannya sangat kecil. Tetapi dalam
beberapa kasus, efek samping ini menjadi alasan mengapa
seseorang menolak, terutama jika dikombinasikan dengan stimulasi
berlebihan dari pasangan. (R P Putri & Oktaria, 2016).

B. Tinjauan Asuhan Kebidanan


1. Definisi Manajemen Kebidanan
Manajemen asuhan kebidanan adalah pendekatan yang digunakan
oleh bidan dalam menerapkan metode pemecahan masalah secara
sistematis mulai dari data subjektif dan objektif), analisis data,
diagnosa kebidanan aktual dan potensial, masalah dan kebutuhan,
perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi (Varney, 2004 dalam Insani et
al., 2017).
2. Langkah-langkah Manajemen Kebidanan
Metode dokumentasi merupakan pendekatan SOAP disarikan
sebagai proses pemikiran dalam penatalaksanaan manajemen
kebidanan, SOAP digunakan untuk mendokumentasikan asuhan pasien
dalam rekam medis pasien sebagai catatan kemajuan. SOAP
meruapakan bentuk catatan yang bersifat sederhana, tertulis, jelas, dan
logis. Metode SOAP juga dikenal dengan metode 4 langkah yang
terdiri dari:
a. S: Data Subjektif
Catatan ini berhubungan dengan masalah sudut pandang
pasien. Mimik pasien mengenai keluhan dan kekhawatirannya
dicatat sebagai kutipan langsung atau ringkasan yang berhubungan
dengan diagnosa. Pada orang yang bisu, di bagian data di belakang
“S” diberi tanda “O” atau “X” ini berarti sebuah kode yang
menandakan orang itu bisu. Data subyektif menguatkan diagnosa
yang akan dibuat.
b. O: Data Objektif
Data tersebut menunjukkan bahwa bukti gejala klinis pasien
dan fakta yang berhubungan dengan diagnosa. Data fisiologis, hasil
observasi yang jujur, informasi kajian teknologi (hasil
laboratorium, sinar X, USG, dan lain-lain) dan informasi dari
keluarga atau orang lain dapat dimasukkan dalam kategori ini.
Telah dapat diobservasi oleh bidan akan menjadi komponen yang
berarti dari diagnosa yang akan ditegakkan.
c. A: Analisa/Assessment
Dalam SOAP notes untuk tahap assessment mencakup 3
langkah manajemen kebidanan, yaitu: interpretasi data dasar,
identifikasi diagnosa/masalah potensial, dan menetapkan
kebutuhan tindakan/penanganan segera. Masalah atau diagnosa
yang ditegakkan berdasarkan data atau informasi subjektif maupun
objektif yang dikumpulkan atau disimpulkan. Karena keadaan
pasien terus berubah dan selalu muncul informasi baru baik
objektif dan subjektif, dan sering diungkap secara terpisah, maka
proses kajian ini adalah sesuatu proses yang dinamik. Sering
menganalisa adalah sesuatu yang penting dalam mengikuti
perkembangan pasien dan menjamin sesuatu perubahan baru cepat
diketahui dan dapat diikuti sehingga dapat diambil tindakan yang
tepat. Pada tahap ini identifikasi masalah atau diagnosa potensial
lain berdasarkan rangkaian masalah dan diagnosa yang sudah
diidentifikasi. Pilihan ini di butuh antisipasi, mungkin perlunya
dilakukan tindakan pencegahan oleh bidan, sambil mengamati
pasien/ klien tersebut, bidan/ petugas kesehatan diharapkan dapat
bersiap-siap bila diagnosa masalah potensial ini benar-benar
terjadi.
Pada langkah 3 ini petugas kesehatan/ bidan dituntut untuk
mampu mengantisipasi jika masalah potensial tidak hanya
merumuskan masalah potensial yang akan terjadi tetapi juga
merumuskan tindakan antisipasi agar masalah atau diagnosa
potensial tidak terjadi. Sehingga langkah ini benar merupakan
langkah yang bersifat antisipasi yang rasional/logis.
Mengidentifikasi perlunya tindakan segera oleh bidan atau dokter
dan atau untuk dikonsultasikan atau ditangani bersama dengan
anggota tim kesehatan yang lain sesuai dengan kondisi klien.
d. P: Plan/Planning = perencanaan
Tindakan atau usaha waktu itu atau yang akan indak, untuk
mengusahakan tercapainya keadaan klien yang sebaik mungkin
atau mempertahankan/menjaga kesejahteraannya. Langka ini
termasuk dalam kriteria tujuan tertentu dari kebutuhan klien yang
harus dicapai dalam batas waktu tertentu, tindakan yang diambil
harus membantu pasien mencapai kemajuan dalam kesehatan dan
harus mendukung rencana dokter jika melakukan kolaborasi.
Strategi asuhan yang menyeluruh tak hanya meliputi yang sudah
teridentifikasi dari kondisi pasien/ klien atau dari setiap kendala
atau permasalahan yang terkaitan akan tetapi juga dari kerangka
pedoman antisipasi terhadap wanita tersebut seperti apa yang
diperkirakan akan terjadi berikutnya (Argaheni et al., 2021).

C. Evidence Based
1. Manfaat AKDR
Banyak sekali manfaat dari AKDR ini yaitu memcegah
kehamilan, dapat dipakai sampai menopause, dan tidak ada interaksi
dengan obat- obatan. Namun, dari banyaknya manfaat AKDR ini tentu
ada efek sampingnya yaitu perdarahan, gangguan siklus haid, nyeri
perut saat haid (disminore), keputihan, benang hilang, keluhan saat
senggama, menorarghia, dyspareunia, ekspulsi, Pelvic Inflammatory
Diseae (PID) dan menometroragi). Hal ini disebabkan oleh beberapa
faktor yaitu pendidikan, pekerjaan, usia dan lama pemakaian (Iklima,
2021).
2. Efek Samping
Penelitian Purwaningrum (2019) dengan judul “Hubungan Efek
Samping KB IUD (Nyeri Perut) Dengan Kelangsungan Penggunaan
KB IUD”. Hasil Penelitian menunjukan bahwa 58,06% akseptor
mengalami efek samping KB IUD (nyeri perut) kadang- kadang dan
41,94% akseptor yang sering mengalami efek samping. sedangkan dari
48,3% akseptor KB IUD yang tetap memakai dan 51,61% akseptor KB
IUD yang drop out. Saran yang diberikan untuk segera control ulang
ke petugas kesehatan bila mengalami keluhan.
Penelitian Mawarni (2018) dengan judul “Hubungan Umur Dan
Lama Penggunaan IUD Dengan Efek Samping Penggunaan IUD.”
Kesimpulan penelitian ini adalah terdapat hubungan yang bermakna
secara statistika antara umur dengan efek samping IUD berupa nyeri
dan terdapat hubungan antara lama penggunaan dengan perubahan
pola menstruasi.
Nyeri perut / rasa mules / kram perut bagian bawah adalah rasa
nyeri yang disebabkan karena adanya efek samping pemasangan IUD
yang terjadi selama dan sesudah pemasangan dilakukan. Gejala dan
keluhan yang dialami antara lain, (1) rasa mules didaerah perut
sesudah pemasangan dapat timbul rasa nyeri seperti mules-mules
kadang-kadang dapat menjadi rasa nyeri atau kram atau sakit pinggang
terutama pada hari-hari pertama dan sesudah pemasangan, (2) rasa
nyeri/mules pada waktu haid; sewaktu haid mulai terasa nyeri yang
berlebihan, tak tertahankan, (3) nyeri pada senggama ; sewaktu
senggama terasa nyeri dan (4) nyeri dapat timbul sewaktu-waktu
selama masa pemakaian (Yuniarsih, 2018).
PATHWAY KB IUD

 Ingin memberikan jarak pada


kehamilan
 Tidak ingin hamil lagi
 Tidak cocok dengan KB hormonal
 Usia diatas 35 tahun

Adanya sisa Pemasangan IUD Perubahan siklus


Fiksasi pada
benang di haid
porsio
vagina
Proses pemasangan IUD Haid menjadi Resiko
Terputusnya lebih laama
Luka dan
kontinuitis dan panjang Anemia
lecet pada
jaringan Insersi benda asing
glans
serviks ke dalam rahim
Kurang Kehilangan
informasi darah yang
Nyeri saat Respon tubuh terhadap berlebihan
Port de
kitus benda asing
entree
Kebutuhan
belajar Hipovolemia
Resiko Terjadinya kontraksi /hipoksemia
infeksi uterus yang berlebihan

Kecemasan
Ketidakseimbang
Nyeri an suplay O2

Resiko gangguan
perfusi jaringan perifer
BAB III
TINJAUAN KASUS
LAPORAN ASUHAN KEBIDANAN KELUARGA BERENCANA
NY. E USIA 35 TAHUN P3A0 AKSEPTOR KB INTRA UTERINE DEVICE
DI PUSKESMAS TOROH 1

I. PENGKAJIAN
Tanggal : 5 Mei 2023
Jam : 10.00 WIB
Tempat : Puskesmas Toroh 1

II. IDENTITAS PASIEN


Identitas Pasien Identitas Suami
Nama : Ny. E Nama : Tn. A
Umur : 35 tahun Umur : 38 tahun
Agama : Islam Agama : Islam
Pendidikan : SMA Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Swasta Pekerjaan : Swasta
Suku bangsa : Jawa Suku Bangsa : Jawa
Alamat : Depok Timur 6/1 Alamat : Depok Timur 6/1

III.DATA SUBYEKTIF
1. Alasan Datang :
Ibu mengatakan ingin menggunakan KB IUD
2. Keluhan Utama :
Ibu mengatakan tidak ada keluhan
3. Riwayat Kesehatan:
a. Sekarang :
Ibu mengatakan tidak menderita penyakit jantung, ginjal, paru-
paru, DM, Hipertensi, Asma, dan TBC, PMS, Hepatitis B.
Jantung : Ibu mengatakan dada sebelah kirinya tidak
berdebar-debar dan tidak keluar keringat dengan
pola telapak tangannya.
Ginjal : Ibu mengatakan pada pinggangnya, tidak pernah
sakit saat BAK.
Asma : Ibu mengatakan tidak pernah merasa sesak nafas.
TBC : Ibu mengatakan tidak pernah batuk dalam waktu
lama lebih dari 3 bulan, batuk disertai darah.
Hepatitis : Ibu mengatakan tidak pernah mengalami BAK
dengan warna kuning kecokelatan dan BAB pucat.
DM : Ibu mengatakan tidak mudah haus, lapar, dan
sering BAK di malam hari.
Hipertensi : Ibu mengatakan tidak pernah mengalami tekanan
darah tinggi lebih dari 140/90 mmHg dengan
keluhan misalnya pusing, tengkuk terasa kaku dan
tegang.
Lain-lain : Ibu mengatkan tidak memiliki riwayat penyakit
apapun, misalnya HIV/AIDS, malaria, dan lain-lain.
b. Yang lalu : Ibu mengatakan tidak pernah menderita penyakit
nyeri di dada kiri dan memburuk jika untuk beraktivitas berat yang
mengarah ke penyakit jantung, tekanan darah tinggi >180/110
mmHg yang tak kunjung turun yang mengarah ke penyakit
hipertensi, penyakit kuning yang mengarah ke hepatitis, sering
BAK di malam hari, banyak makan dan minum dan BB turun
drastis (>20 tahun) yang mengarah ke penyakit Diabetes Mellitus,
dan tidak pernah ada benjolan di payudara yang mengarah ke
keganasan
c. Keluarga : Ibu mengtakan dalam keluarganya tidak ada yang
menderita penyakit nyeri di dada kiri dan memburuk jika untuk
beraktivitas berat yang mengarah ke penyakit jantung, tekanan
darah tinggi >180/110 mmHg yang tak kunjung turun yang
mengarah ke penyakit hipertensi, penyakit kuning yang mengarah
ke hepatitis, sering BAK di malam hari, banyak makan dan minum
dan BB turun drastis (>20 tahun) yang mengarah ke penyakit
Diabetes Mellitus, dan tidak pernah ada benjolan di payudara yang
mengarah ke keganasan.
4. Riwayat Menstruasi
Menarche : 12 tahun Nyeri Haid : Tidak ada nyeri
Siklus : 28 hari Banyaknya : 3 x ganti pembalut/hari
Lama : 7 hari HPHT : 1 Mei 2023
Warna darah : Merah kecoklatan
Keluhan : Tidak ada keluhan
5. Riwayat Perkawinan : Sah, menurut hukum dan agama
Umur Waktu Nikah : 20 tahun Lama Nikah : 18 tahun
Perkawinan ke :1 Jumlah Anak :3
6. Riwayat KB
JENIS LAMA
KELUHAN ALASAN BERHENTI
KB PENGGUNAAN
BB naik, sering telat
Suntik 4 tahun Program punya anak lagi
kunjungan ulang
IUD 5 tahun Spotting Program punya anak lagi

7. Riwayat Kehamilan , Persalinan dan nifas :

An Umur A Jenis Penol Kompli Nifas B Keadaan Anak


ak Kehami b Partu ong kasi BL Hidup Mati
ke lan s (K Um J Um J
g) ur K ur K
1 Aterm - Spont Bidan Tidak Nor 3.0 17 P - -
an ada mal th
2 Aterm - Spont Bidan Tidak Nor 2,8 14 L - -
an ada mal th
3 Aterm - Spont Bidan Tidak Nor 3,1 10 L - -
an ada mal th

8. Pola Pemenuhan Kebutuhan Sehari-Hari:


a. Pola Nutrisi : Ibu makan 3x sehari, porsi 1 piring sedang, menu
nasi, dengan lauk nabati (tahu, tempe) dan hewani (telur, daging,
ikan), sayur dan buah bervariasi. Minum ±6-7 gelas sehari
b. Pola Eliminasi: Ibu BAK 4-5 x/hari warna kuning jernih dan Ibu
BAB 1x/hari konsistensi lunak, warna kuning kecoklatan
c. Pola aktivitas : Ibu mengatakan melakukan aktivitas sehari-
harinya mengerjakan pekerjaan rumah tangga seperti memasak,
mencuci, dan mengurus anak serta suami
d. Pola istirahat : Ibu tidur siang 1 jam sehari dan tidur malam 7
jam
e. Pola sexual : Ibu mengatakan melakukan hubungan seksual 2
kali dalam seminggu dan tidak ada keluhan
f. Pola higiene : Ibu mandi 2x sehari, keramas 3x/minggu, gosok
gigi 2x/hari, ibu rajin membersihkan alat genetalia saat mandi dan
sehabis BAK/BAB
g. Psiko, social, spiritual, cultural : Ibu mengatakan ber-KB sesuai
keinginan sendiri, suami dan keluarga mendukung keputusan ibu
ber-KB, hubungan ibu dengan suami, keluarga dan masyarakat
baik, ibu rajin menjalankan ibadah sesuai agama yang dianut, ibu
tidak menganut pantangan yang merugikan kesehatan dan
lingkungan tempat tinggal ibu tidak melarang untuk ber-KB
h. Data Psikologis : Ibu merasa yakin untuk menggunakan alat
kontrasepsi IUD sebagai alat kontrasepsi jangka panjang dan
tidak ada paksaan dalam menggunakan KB IUD ini.
i. Pola Kebiasaan Hidup sehat : Ibu mengatakan tidak merokok,
tidak mengkonsumsi minuman beralkohol dan narkoba.
j. Data Psikososial : Hubungan dengan suami/ keluarga/ masyarakat
baik
9. Tingkat pengetahuan
Pengetahuan ibu tentang KB (jenis, manfaat dan efek samping):
1) Ibu tahu tentang kontrasepsi sebagai alat untuk mencegah
kehamilan
2) Ibu mengetahui macam-macam alat kontrasepsi seperti KB
pil, KB suntik,. IUD, Implant
3) Ibu belum mengetahui efek samping penggunaan KB IUD

III. DATA OBYEKTIF


1. Pemeriksaan Umum:
Keadaan umum : Baik Kesadaran :
composmentis
Tensi : 128/ 76 mmHg Nadi : 82 x/mnt
Suhu /T : 36,5oC RR : 24 x/mnt
BB / TB : 59 kg / 157 cm IMT : 23,9 kg/m2
2. Pemeriksaan Fisik
Kepala            : Mesocephal, kulit kepala bersih, rambut hitam
Muka : Tidak ada oedema, konjungtiva merah muda , sklera
putih
Leher              : Tidak ada pembesaran kelenjar thyroid
Dada : Simetris, tidak ada retraksi dinding dada
Perut : Tidak ada pembesaran hepar dan limpa, tidak ada
nyeri tekan
Ekstremitas    : Simetris , Tidak ada oedema pada tangan dan kaki,
tidak ada varices, ujung kuku tidak pucat.
Genetalia : Tidak ada tanda-tanda IMS
Anus               : Tidak dilakukan pemeriksaan.
3. Pemeriksaan penunjang:
HCG Urine : Negatif
Hb : Tidak dilakukan

IV. ANALISA
Ny. E Usia 35 tahun P3A0 Akseptor KB IUD

V. PENATALAKSANAAN
Tanggal : 5 Mei 2023 Jam : 10.15 WIB
1. Memberitahu ibu hasil pemeriksaan bahwa kondisi ibu baik serta pada
pemeriksaan obstetri tidak ada masalah, portio antefleksi, panjang
rahim 7,5 cm dan tidak ada kelainan dalam rahim. Ibu dapat
menggunakan alat kontrasepsi KB IUD/AKDR (Coper Tcu 380 A).
Hasil : ibu merasa senang karena tidak ada kontraindikasi untuk
melakukan KB IUD
2. Menjelaskan kepada ibu apa yang akan dilakukan dan memberi
kesempatan untuk ibu bertanya.
Hasil : Ibu mengerti dan sudah merasa cukup jelas dengan informasi
yang diberikan.
3. Mempersiapkan alat alat dan Bahan Habis pakai untuk Pemasangan
IUD (Copper TCu 380 A )
Hasil : Alat dan bahan telah dipersiapkan
4. Memastikan ibu telah mengosongkan kandung kemih dan melakukan
pencucian vagina ibu.
Hasil : Ibu telah melakukan pencucian vagina dan kandung kemih
dalam keadaan kosong
5. Mempersilahkan Ibu untuk naik ke tempat tidur Ginekologi dan
mengatur posisi tidur ibu dengan posisi Ginekologi
Hasil : Ibu telah naik ke tempat tidur dan telah diatur pada posisi
ginekologi.
6. Menggunakan sarung tangan untuk melakukan pemeriksaan genetalia
eksterna untuk melihat adanya ulkus, pembengkakan kelenjar bartolini
dan kelenjar skene.
Hasil : tidak ditemukan adanya ulkus, pembekakan kelenjar bartolini
dan kelenjar skene, ibu mengucap syukur
7. Melakukan pemeriksaan panggul untuk menentukan besar, posisi,
konsistensi dan mobilitas uterus, adanya nyeri goyang servik dan tumor
pada adneksa atau kavum doublasi.
Hasil : Pemeriksaan telah dilakukan dan tidak ditemukan masalah
8. Memasukkan lengan IUD dalam kemasan steril IUD siap untuk
digunakan.
Hasil : IUD sudah siap dipasang
9. Memasukkan speculum dan mengusap vagina dan servik dengan
larutan antiseptic sebanyak 2 kali/lebih. Vagina dan servik telah diusap
dengan larutan antiseptic.
Hasil : tidak ada bercak putih pada mulut serviks
10. Memasang tenakulum untuk menjepit servik secara hati-hati pada posisi
vertical jam 10 atau jam 2, jepit dengan pelan hanya pada satu tempat
untuk mengurangi sakit. Servik telah dijepit dengan tenakulum dengan
posisi vertikal jam 10
Hasil : tenakulum terpasang
11. Memasukkan sonde uterus sekali masuk untuk mengurangi risiko
infeksi dan untuk mengukur posisi uterus serta panjang uterus (tidak
menyentuh dinding vagina)
Hasil : Uterus telah diukur dengan menggunakan sonde uterus,
panjangnya 7 cm.
12. Memasukkan IUD kekanalis servikalis dengan mempertahankan posisi
leher biru dalam arah horizontal, menarik tenakulum sehingga kavum
uteri, kanalis serviks dan vagina berada dalam satu garis lurus,
kemudian mendorong tabung inserter sampai terasa ada tahanan dari
fundus uteri. Mengeluarkan sebagian tabung inserter dari kanalis
servikalis, pada waktu benang tampak tersembul keluar dari lubang
kanalis servikalis sepanjang 3-4 cm, potong benang tersebut dengan
menggunakan gunting untuk mengurangi risiko IUD tercabut keluar.
Kemudian, tarik tabung pendorong dengan hati-hati. Melepas
tenakulum, bila ada perdarahan banyak dari tempat bekas jepitan
tenakulum, tekan dengan kasa sampai pendarahan berhenti. IUD Coper
Tcu 380 A telah terpasang dengan baik.
Hasil : IUD telah terpasang
13. Merendam alat-alat pemasangan IUD dengan cara merendam di larutan
klorin 0,9%. Alat
Hasil : Alat-alat pemasangan sudah terendam
14. Memberitahu ibu cara melakukan pengecekan benang IUD. Caranya
memasukkan 1 jari yang bersih ke daerah vagina, apabila teraba IUD
masih ada, akan tetapi bila benang tidak teraba dianjurkan ibu untuk
segera ke puskesmas
Hasil : ibu paham dengan pejelasan yang diberikan
15. Memberikan terapi obat amoksilin 2x1 dan asam mefemanat 2x1 dan
menganjurkan ibu meminumnya
Hasil : ibu bersedia meminum obat sesuai dosis
16. Menganjurkan ibu untuk kunjungan ulang 1 minggu lagi atau jika ada
keluhan
Hasil : Ibu bersedia untuk kunjungan ulang

Grobogan, 2023

Pembimbing Klinik Mahasiswa

Sri Siswati, S.Tr.Keb, Bdn Salsabila Nur Faridah


NIP. 19740218 200212 2 004 NIM. P1337424822238

Mengetahui,
Pembimbing Institusi
Suparmi, S.Pd, S.SiT, S.Tr.Keb, M.Kes
NIP. 196403231986032004
BAB IV
PEMBAHASAN
Asuhan kebidanan pada akseptor KB terhadap Ny. E dilakukan pengambilan
data subjektif yaitu anamnesa seperti keluhan utama, riwayat haid, persalinan, nifas
yang lalu, riwayat penyakit sekarang didapatkan hasil Ny. E P 3A0 35 tahun datang
kunjungan pertama untuk mendapatkan KB. Pengambilan data Objektif pada
akseptor KB terhadap Ny. E yaitu pemeriksaan tanda-tanda vital, timbang berat, dan
pemeriksaan fisik. Maka dengan ini, sesuai dengan hasil anamnesa tersebut dapat
disimpulkan bahwa ibu dalam keadaan baik, sehingga dapat dilakukan pemasangan
KB IUD Coper TCU 380A.
Maka dari penjelasan di atas dapat di Analisa bahwa Ny. E 35 tahun tidak
ditemukan masalah umtuk pemasangan alat kontrasepsi IUD Coper TCU 380A dan
sesuai dengan kebutuhan ibu bahwa kontrasepsi tidak memperngaruhi ASI ibu dan
efektif melindungi kehamilan ibu hingga 10 tahun. Implementasi atau pelaksanaan
pada Ny. E dilakukan tindakan pemasangan IUD Coper Tcu 380A di Ruang KB
Puskesmas Toroh 1 pada tanggal 28 Februari 2023 Jam 10.15 WIB dan telah
dilakukan konseling pasca pemasangan IUD. Selanjutnya, ibu dianjurakan untuk
datang kepetugas kesehatan 1 minggu yang akan datang atau jika ada keluhan pada
tanggal 28 Februari 2023 dan apabila ada keluhan yang mengganggu aktivitas atau
kenyamanan ibu, ibu dianjurkan untuk segera memeriksakan diri ke puskesmas.
Seluruh prosedur pemasangan dan penatalaksanaan pemasangan alat kontrasepsi IUD
Coper TCU 380 A pada Ny. E telah selesai dilaksanakan dan telah didokumentasikan
didalam alat instrumen yang tentukan.
Setelah pemaangan IUD ibu kembali menjelaskan efek samping yang akan
muncul dari pengggunaan IUD yaitu rasa mules atau nyeri disekitar daerah perut. Hal
ini didukung oleh penelitian yang dilakuka oleh Yuniasih (2018) yang menjelaskan
bahwa Nyeri perut / rasa mules / kram perut bagian bawah adalah rasa nyeri yang
disebabkan karena adanya efek samping pemasangan IUD yang terjadi selama dan
sesudah pemasangan dilakukan. Gejala dan keluhan yang dialami antara lain, (1) rasa
mules didaerah perut sesudah pemasangan dapat timbul rasa nyeri seperti mules-
mules kadang-kadang dapat menjadi rasa nyeri atau kram atau sakit pinggang
terutama pada hari-hari pertama dan sesudah pemasangan, (2) rasa nyeri/mules pada
waktu haid; sewaktu haid mulai terasa nyeri yang berlebihan, tak tertahankan, (3)
nyeri pada senggama ; sewaktu senggama terasa nyeri dan (4) nyeri dapat timbul
sewaktu-waktu selama masa pemakaian. Mekanisme kerja IUD yaitu melakukan
insersi IUD ke dalam rahim sehingga dapat menghambat kemampuan sperma untuk
masuk ke tuba falopi, mempengaruhi fertilitas sebelum ovum mencapai kavum uteri
dan IUD berkerja terutama mencegah sperma sulit masuk ke dalam alat reproduksi
perempuan dan mengurangi kemampuan sperma untuk fertilitas sehingga mencegah
implantasi sel telur dalam uterus (Yuniasih Purwaningrum, 2017). Tidak terdapat
kesenjangan antara teori dan praktik lapangan yang ada saat melakukan asuhan KB
IUD. Tindakan yang dilakukan sudah disesuaikan dengan teori.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
IUD merupakan alat kontrasepsi yang pemasangannya dimasukkan ke
dalam rongga rahim, tingkat efektivitasnya tinggi, reversible, dan berjangka
panjang yang bisa digunakan oleh semua wanita pada umur reproduksi (Kadir &
Sembiring, 2020)
Intra Uterine Device (IUD) adalah alat yang dimasukkan ke dalam rahim
dalam berbagai bentuk dan terbuat dari plastik (polietilen) dan tembaga (Cu) dan
dicampur dengan tembaga perak (Ag). Ada juga IUD yang mengandung hormon
progesteron (Pitriani, 2015).
Pemilihan alat kontrasepsi dapat dipengaruhi oleh faktor kesehatan dan
metode kontrasepsi, yang meliputi faktor- faktor penyebabnya yaitu : faktor
kesehatanmeliputi: status kesehatan, riwayat menstruasi, riwayat kesehatan
keluarga, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan panggul dan faktor metode
kontrasepsi Tingka pengetahuan yang kurang pada calon akseptor sangat
berpengaruh terhadap pemakaian kontrasepsi IUD. Faktor dukungan suami juga
sangat menentukan tingkat keberhasilan penggunaan IUD, karena suami dapat
memberikan motivasi kepada istri untuk dapat menggunakan kontrasepsi. Faktor-
faktor ini nantinya juga akan mempengaruhi keberhasilan program KB
(Multazam, 2021).
Asuhan kebidanan KB suntik pada Ny. E asuhan yang diberikan telah
sesuai dengan kebutuhan Ny. E Setiap implementasi yang diberikan sudah
didokumentasikan menggunakan metode SOAP.
B. Saran
1. Bagi tenaga kesehatan
Laporan ini diharapkan dapat menjadi ilmu dalam memberikan asuhan
kebidanan keluarga berencana IUD yang diberikan bagi ibu
2. Bagi tenaga pendidik kesehatan
Laporan ini diharapkan mampu menjadi referensi dalam memberikan materi
kebidanan pada mahasiswa, khususnya mengenai keluarga berencana IUD
3. Bagi mahasiswa kesehatan dan penulis
Laporan ini diharapkan mampu menjadi tambahan ilmu dan referensi dan
pandangan mengenai asuhan kebidanan di lahan pada ibu KB IUD
DAFTAR PUSTAKA
Anggraeni, I. E., Hadiningsih Agustina, T., & Wahyuningsih, R. F. (2020).
Pendidikan Kesehatan KB AKDR Wanita Usia Subur (WUS) Masa Pandemi Di
Desa Kalisapu Kecamatan Slawi Kabupaten Tegal. November, 347–353.
BKKBN. (2013). Pemantauan Pasangan Usia Subur Melalui Mini Survei Indonesia
(Jakarta). Jakarta : BKKBN.
BKKBN. (2017). Keluarga Berencana dan Kontrasepsi (5th ed.). Jakarta : Pustaka
Sinar Harapan.
Dewi, A., & Holidi, I. (2015). Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Pemilihan
Alat Kontrasepsi Suntik. Jurnal Keperawatan Volume XI No. 2 Oktober 2015.
Poltekkes Tanjungkarang, XI(2), 233–243.
Dukcapil. (2021). Distribusi Penduduk Indonesia Per-Juni 2021 : Jabar Terbanyak
Kaltara Paling Sedikit.
https://dukcapil.kemendagri.go.id/berita/baca/809/distribusi-penduduk-
indonesia-per-juni-2021-jabar-terbanyak-kaltara-paling-sedikit
Endarwati, S., & Saputri, E. S. (2019). Hubungan Pengetahuan Dan Sikap Akseptor
KB Aktif Tentang Kontrasepsi Implan Di Desa Doko Kecamatan Ngasem
Kabupaten Kediri. Jurnal Kebidanan, 4(2), 41–49.
https://doi.org/10.35890/jkdh.v4i2.88
García Reyes, L. E. (2019). KB Implant pada ibu postpartum. Journal of Chemical
Information and Modeling, 53(9), 1689–1699.
Irawati, D. (2017). Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pemilihan Kontrasepsi IUD
(Intra Uterine Device) di Desa Karangjeruk Jatirejo Mojokerto. Medica
Majapahit, 9(2), 126–141.
Irianto, K. (2014). Pelayanan Keluarga Berencana (1st ed.). Yogyakarta : Pustaka
Rihanna.
Kadir, D., & Sembiring, J. B. (2020). Faktor yang Mempengaruhi Minat Ibu
Menggunakan KB IUD di Puskesmas Binjai Estate. Jurnal IImiah Kebidanan
Indonesia, 10, 2–31. https://doi.org/https://doi.org/10.14710/jpki.11.2.32-46
Kementerian Kesehatan RI. (2013). Buku saku pelayanan kesehatan Ibu di fasilitas
kesehatan dasar dan rujukan.
Lawuningtyas Hariadini, A. A. I. W. H. R. P. R. K. I. (2017). Gambaran Kejadian
Efek Samping dan Angka Kunjungan Ulang Akseptor Kontrasepsi Oral kepada
Tenaga Kesehatan (Studi Pendahuluan guna pembuatan alat bantu konseling
berupa aplikasi komputer “Sukses Ber-KB” di apotek Kota Malang).
Pharmaceutical Journal Of Indonesia, 3(1), 17–23.
Lusiana. (2019). Faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan alat kontrasepsi
implant pada pasangan usia subur di puskesmas mayor umar damanik
tanjungbalai. 123.
Maryati, Amelia, R., & Triana, S. H. (2021). Pengaruh Penyuluhan Media Video
Terhadap Peningkatkan Pengetahuan Dan Sikap Tentang Kontrasepsi Intra
Uterine Devices (Iud) Pada Pasangan Usia Subur. Jurnal Kebidanan, 13(01),
54. https://doi.org/10.35872/jurkeb.v13i01.420
Multazam, A. M. (2021). Pengaruh Edukasi KB IUD Terhadap Pengetahuan , Sikap
dan Minat Akseptor KB pada Masa Pandemi Covid-19 di Rumah Sakit Umum
Daerah Kota Makassar. 2(4), 28–40.
Nirmala, S. A., Judistiani, R. T. D., Astuti, S., & Aprianti, W. T. (2018). Tinjauan
Kasus Kegawatdaruratan Maternal Dan Neonatal. SEAJOM: The Southeast Asia
Journal of Midwifery, 4(2), 63–69. https://doi.org/10.36749/seajom.v4i2.35
Pitriani, R. (2015). Hubungan Pendidikan, Pengetahuan dan Peran Tenaga Kesehatan
dengan Penggunaan Kontrasepsi Intra Uterine Device (IUD) di Wilayah Kerja
Puskesmas Rawat Inap Muara Fajar Pekanbaru. Jurnal Kesehatan Komunitas,
3(1), 25–28. https://doi.org/10.25311/keskom.vol3.iss1.97
Putri, R P, & Oktaria, D. (2016). Efektivitas Intra Uterine Devices (IUD) Sebagai
Alat Kontrasepsi. Jurnal Majority, 5(4), 138–141.
Putri, Rani Pratama, & Oktaria, D. (2016). Efektivitas Intra Uterine Devices (IUD)
Sebagai Alat Kontrasepsi. Fakultas Kedokteran Universitas Lampung, 5(4),
138.
Rompas, S., & Karundeng, M. (2019). Hubungan Penggunaan Kontrasepsi Pil Kb
Kombinasi Dengan Perubahan Siklus Menstruasi Di Puskesmas Sonder
Kecamatan Sonder Kabupaten Minahasa. Jurnal Keperawatan, 7(1), 1.
https://doi.org/10.35790/jkp.v7i1.25198
Saifuddin, A. B. (2006). Buku Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohardjo.
Jakarta :Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Saifuddin, A. bari. (2010). Ilmu Kebidanan (4th ed.). Jakarta : Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo.
Septalia, R., & Puspitasari, N. (2017). Faktor yang Memengaruhi Pemilihan Metode
Kontrasepsi. Jurnal Biometrika Dan Kependudukan, 5(2), 91.
https://doi.org/10.20473/jbk.v5i2.2016.91-98
Sikumbang, S. R. (2018). (keaslian P) Analisis Faktor Yang Mempengaruhi Aseptor
KB Dalam Memilih Alat Kontrasepsi IUD Di Puskesmas Pelabuhan Sambas.
Nursing Arts, 12(2), 44–54. https://doi.org/10.36741/jna.v12i2.80
Sulistyawati. (2014). Pelayanan Keluarga Berencan. Salemba Medika.
Suratun. (2015). Pelayanan Keluarga Berencana & Pelayanan Kontrasepsi. Trans
Info Media.
Susanti, L., Habsi, V. N., Ilmu, D., Masyarakat, K., Kedokteran, F., & Abdurrab, U.
(2020). PENDAHULUAN Berdasarkan sensus penduduk pada tahun 2010
hingga tahun 2016 , jumlah penduduk di Indonesia mengalami peningkatan
[ 9 ]. Dengan semakin meningkatnya jumlah kependudukan Indonesia ,
program Keluarga Berencana ( KB ) ini ditetapkan sebagai sala. 3(2), 110–116.
Wulandari, S. (2015). Hubungan Faktor Sosial Budaya dengan Keikutsertaan KB
IUD di Puskesmas Mergangsan Kota Yogyakarta Tahun 2013. Jurnal Medika
Respati, 10(1), 17–22.
http://medika.respati.ac.id/index.php/Medika/article/view/35
Yuniasih Purwaningrum. (2017). Efek Samping KB IUD (Nyeri Perut) dengan
Kelangsungan Penggunaan KB IUD. Kesehatan, 5(1), 45–51.
Zulfitriani, Z., Nurfatimah, N., Entoh, C., Longgupa, L. W., & Ramadhan, K. (2021).
Penyuluhan Guna Meningkatkan Pengetahuan Wanita Usia Subur (WUS)
tentang KB IUD. Community Empowerment, 6(3), 374–379.
https://doi.org/10.31603/ce.4479

Anda mungkin juga menyukai