Anda di halaman 1dari 25

TUGAS MAKALAH KEPERAWATAN JIWA

“RENTANG RESPON RESIKO BUNUH DIRI”

OLEH KELOMPOK 7

NURDIYANTI R. SALI

LISNAWATI LASALE

SEPTIANI FAJRIA KALUKU

TASSYA ANGGRIANI DEHIMELI

PROGRAM STUDI – ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH GORONTALO
2021
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatu

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT, Yang telah memberikan Rahmat dan Karunia-Nya
kepadah kita semua sehingga saya bisa menyelesaikan makalah ini guna memenuhi salah satu
tugas kelompok untuk mata kuliah Keperawatan Jiwa 1,dengan judul “RESIKO BUNUH DIRI”.
sholawat serta salam selalu tercurahkan kepadah nabi Muhammad SAW, beserta keluarga-nya,
sahabat-nya dan kita selaku umatnya hingga akhir zaman.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih banyak terdapat kekurangan dan keterbatasan
baik dari segi penulisan maupun isi di dalamnya. Untuk itu kami sangat mengharapkan saran
ataupun kritik yang bersifat membangun dari berbagai pihak terutama dari Dosen Pengampuh
mata kuliah yang bersangkutan,demi pembelajaran untuk pembuatan makalah-makalah
selanjutnya agar lebih baik.

Akhir kata kami ucapkan banyak terima kasih. Semoga ALLAH SWT meridhoi segala
usaha kita,dan kami berharap makalah ini dapat memberikan manfaat untuk kita semua Aamiin.

Gorontalo,29 April 2021

Kelompok 7
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..................................................................................................................1

DAFTAR ISI.................................................................................................................................2

BAB I PENDAHULUAN.............................................................................................................3

1.1 Latar belakang......................................................................................................................3


1.2 Rumusan Masalah................................................................................................................4
1.3 Tujuan Penulisan..................................................................................................................4
1.4 Manfaat Penulisan................................................................................................................4

BAB II PEMBAHASAN..............................................................................................................5

2.1 Pengertian bunuh diri.....................................................................................................

2.2 Etiologi bunuh diri......................................................................................................

2.3 Faktor predisposisi dan faktor presipitasi bunuh diri.................................................

2.4 Manifestasi klinis klien resiko bunuh diri..................................................................

2.5 Asuhan keperawatan klien resiko bunuh diri..............................................................

BAB III PENUTUP...........................................................................................................7

3.1 Kesimpulan.................................................................................................................7

3.2 Saran...........................................................................................................................11

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................32
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


WHO menyimpulkan Bunuh diri telah menjadi masalah besar bagi kesehatan masyarakat
di negara maju dan menjadi masalah yang terus meningkat di negara berpenghasilan rendah
dan sedang. Hampir satu juta orang meninggal setiap tahun dalam kejadian bunuh diri. Ini
berarti kurang lebih setiap 40 detik jatuh korban bunuh diri.

Menurut WHO Global Health Estimates, angka kematian akibat bunuh diri di Indonesia
tahun 2016 sebesar 3,4 /100.000 penduduk, laki laki (4,8/100.000 penduduk) lebih tinggi
dibandingkan perempuan 92,0/100.000 penduduk. Secara umum, angka kejadian semakin
pada kelompok umur yang lebih tua, kecuali kelompok umur 20-29 tahun sebesar 5,1 per
100.000 penduduk yang lebih tinggi dibandingkan pada kelompok umur 30-39, 40-49, dan
50-59 tahun. WHO meramalkan pada 2020 angka bunuh diri di Indonesia secara global
menjadi 2,4 per 100.000 jiwa dan diperkirakan jumlah kematian akibat bunuh diri di
Indonesia sekitar 1,800 kasus per tahun.

Cara bunuh diri terbanyak adalah dengan gantung diri sebesar 60,9%, dan sebesar 23,2%
kematian akibat bunuh diri terjadi pada orang dengan penyakit jiwa dan 5,8% pada orang
dengan penyakit kronis.

Berdasarkan Global School- Based Student Health Survey ( GSHS) yang diselenggarakan
oleh Kementrian Kesehatan Republik Indonesia di dapatkan data keinginan untuk bunuh diri
pada masa SLTP dan SLTA sebesar 4,3% pada laki- laki dan 5,9% pada perempuan.

Di kabupaten gorontalo utara data dari dinas kesehatan kabupaten gorontalo utara bidang
pemberantasan penyakit pada seksi penyakit tidak menular dan kesehatan jiwa yaitu terdapat
dua kasus pada tahun 2020.

Atas dasar itulah penulis berkeinginan untuk mengangkat materi tentang rentang respon
resiko bunuh diri.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Apakah pengertian bunuh diri?
1.2.2 Bagaimana etiologi bunuh diri?
1.2.3 Apa saja jenis-jenis perilaku bunuh diri?
1.2.4 Bagaimana rentang respon resiko bunuh diri?
1.2.5 Apa saja tanda dan gejala resiko bunuh diri?
1.2.6 Bagaimana sumber dan mekanisme koping perilaku bunuh diri?
1.2.7 Bagaimana penatalaksanaan medis dan keperawatan bunuh diri?
1.2.8 Bagaimana manifestasi klinis klien resiko bunuh diri?

1.3 Tujuan Penulisan


1.3.1 Mengetahui pengertian bunuh diri
1.3.2 Mengetahui etiologi bunuh diri
1.3.3 Mengetahui jenis-jenis bunuh diri
1.3.4 Mengetahui rentang resiko bunuh diri
1.3.5 Mengetahui tanda dan gejala bunuh diri
1.3.6 Mengetahui sumber dan mekanisme koping bunuh diri
1.3.7 Mengetahui penatalaksanaan medis dan keperawatan bunuh diri
1.3.8 Mengetahui manifestasi klinis klien bunuh diri

1.4 Manfaat penulisan


1.4.1 Bagi mahasiswa
Mahasiswa dapat mengetahui rentang resiko bunuh diri dan faktor-faktor yang menjadi
penyebab bunuh diri.
1.4.2 Bagi Masyarakat
Masyarakat dapat menggunakan makalah ini sebagai bahan bacan atau referensi untuk
dapat mengetahui segala resiko bunuh diri.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi Bunuh Diri

Bunuh diri adalah suatu upaya yang disadari dan bertujuan untuk mengakhiri kehidupan
individu secara sadar berhasrat dan berupaya melaksanakan hasratnya untuk mati. Perilaku-
perilaku bunuh diri dapat berupa isyarat-isyarat,percobaan atau ancaman verba yang
mengakibatkan kematian,luka atau menyakiti diri sendiri. Bunuh diri dalam Bahasa Inggris
adalah Suicide,dalam budaya Jepang dikenal dengan istilah Harakiri. Alasan motif bunuh diri
bermacam-macam namun biasanya didasari oleh rasa bersalah karena merasa gagal untuk
mencapai suatu harapan.

Stuart (2007) mengemukakan bahwa bunuh diri adalah setiap aktivitas yang jika tidak
dicegah dapat mengarah pada kematian. Isaacs (2004),menyatakan bahwa bunuh diri adalah
pikiran untuk menghilangkan nyawa sendiri. Sedangkan menurut Kaplan (1997), bunuh diri
adalah ide,isyarat dan usaha bunuh diri yang sering menyertai depresi dan sering terjadi pada
remaja.

Terdapat beberapa istilah dalam bunuh diri seperti, 1.) Suicide idea yaitu pikiran/ide
untuk menghabisi nyawanya sendiri. 2.) tentaman suicide yaitu upaya untuk mrnghabisi nyawa
sendiri tetapi tidak mengakibatkan kematian. 3.) Suicidal Behavioral yaitu perilaku yang
membahayakan diri sendiri,contoh mutilasi diri. 4.) Mascedsuice yaitu bunuh diri tidak
langsung/terselubung.

Menurut Beck (1994) dalam Keliat (1991 hal 3) mengemukakan rentang harapan – putus
harapan merupakan rentang adaptif – maladaptif.

Respon adaptif merupakan respon yang dapat diterima oleh norma-norma sosial dan
kebudayaan yang secara umum berlaku, sedangkan respon maladaptif merupakan respon yang
dilakukan individu dalam menyelesaikan masalah yang kurang dapat diterima oleh norma-norma
sosial dan budaya setempat.
Perilaku destruktif diri yaitu setiap aktivitas yang jika tidak di cegah dapat mengarah
kepada kematian. Rentang respon protektif diri mempunyai peningkatan diri sebagai respon
paling adaptif, sementara perilaku destruktif diri, pencederaan diri, dan bunuh diri merupakan
respon maladaptif (Wiscarz dan Sundeen, 1998).

RENTANG RESPONS PROTEKTIF-DIRI

Respon Adaptif Respon Maladaptif

Peningkatan Pertumbuhan Perilaku Pencederaan Bunuh diri


Diri peningkatan beresiko destruktif-diri diri
Gambar 1. Rentang respon protektif-diri (Wiscarz dan Sundeen, 1998 : 282)

Rentang sehat sakit juga dapat dipakai untuk menggambarkan respons adaptif
sampai respon maladaptif pada bunuh diri.

Respon Adaptif Respon Maladaptif

Menghargai diri Berani ambil resiko Merusak diri sendiri Bunuh diri
dalam mengembangkan diri secara tidak langsung
Gambar 2. Rentang menghargai-merusak diri (Stuart dan Sundeen, 1987)

Dalam kehidupan, individu selalu mengadapi masalah atau stressor. Respon


individu terhadap stressor tergantung pada kemampuan masalah yang dimiliki serta
tingkat stress yang dialami. Individu yang sehat senantiasa berespons secara adaptif dan
jika gagal ia berespons secara maladaptif dengan menggunakan koping bunuh diri.
Beck, Rawlins, dan Williams (1984) mengemukakan bahwa individu berharapan.
Rentang harapan-putus harapan merupakan rentang adaptif-maladaptif.
Respon Adaptif Respon Maladaptif
Harapan Putus Harapan
- Yakin - Tidak berdaya
- Percaya - Putus asa
- Inspirasi - Apatis
- Tetap hati - Gagal & kehilangan
- - Ragu-ragu
- - Sedih
- - Depresi
- - Bunuh diri
Gambar 3. Rentang harapan-putus harapan (Beck, dkk.,1984)

1. Rentang adaptif          : Harapan, Yakin, Percaya, Inspirasi, Tetap hati, Respon
2. maladaptif antara lain :
a. Ketidakberdayaan, keputusasaan, apatis.
Individu yang tidak berhasil memecahkan masalah akan meninggalkan masalah,
karena merasa tidak mampu mengembangkan koping yang  bermanfaat sudah
tidak berguna lagi, tidak mampu mengembangkan koping yang baru serta yakin
tidak ada yang membantu.
b. Kehilangan, ragu-ragu
Individu yang mempunyai cita-cita terlalu tinggi dan tidak realistis akan merasa
gagal dan kecewa jika cita-citanya tidak tercapai. Misalnya : kehilangan pekerjaan
dan kesehatan, perceraian, perpisahan individu akan merasa gagal dan kecewa,
rendah diri yang semua dapat berakhir dengan bunuh diri.
c. Depresi
Dapat dicetuskan oleh rasa bersalah atau kehilangan yang ditandai dengan
kesedihan dan rendah diri. Biasanya bunuh diri terjadi pada saat individu ke luar
dari keadaan depresi berat.
d. Bunuh diri
Adalah tindakan agresif yang langsung terhadap diri sendiri  untuk mengkahiri
kehidupan. Bunuh diri merupakan koping terakhir individu untuk memecahkan
masalah yang dihadapi.

2.2 Etiologi Resiko Bunuh Diri


Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya resiko bunuh diri ada dua faktor,
yaitu factor predisposisi (factor risiko) dan factor presipitasi (factor pencetus).

a. Faktor predisposisi Stuart (2006) menyebutkan bahwa faktor predisposisi yang


menunjang perilaku resiko bunuh diri meliputi:
1. Diagnostik
Lebih dari 90% orang dewasa yang mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri,
mempunyai hubungan dengan penyakit jiwa. Tiga gangguan jiwa yang dapat
membuat individu beresiko untuk bunuh diri yaitu gangguan apektif,
penyalahgunaan zat, dan skizofrenia.
1. Sifat kepribadian
Tiga aspek kepribadian yang berkaitan erat dengan besarnya resiko bunuh diri
adalah rasa bermusuhan, implisif dan depresi.
2. Lingkungan psikososial
Seseorang yang baru mengalami kehilangan, perpisahan/perceraian,
kehilangan yang dini dan berkurangnya dukungan sosial merupakan faktor
penting yang berhubungan dengan bunuh diri.
3. Riwayat keluarga
Riwayat keluarga yang pernah melakukan bunuh diri merupakan faktor resiko
penting untuk prilaku destruktif.
5. Faktor biokimia
Data menunjukkan bahwa secara serotogenik, apatengik, dan depominersik menjadi
media proses yang dapat menimbulkan prilaku destrukif diri.
Selain itu terdapat pula beberapa motif terjadinya bunuh diri, Motif bunuh diri ada
banyak macamnya. Disini penyusun menggolongkan dalam kategori sebab,
misalkan :
a.      Dilanda keputusasaan dan depresi
b.      Cobaan hidup dan tekanan lingkungan.
c.      Gangguan kejiwaan / tidak waras (gila).
d.     Himpitan Ekonomi atau Kemiskinan (Harta / Iman / Ilmu)
e.      Penderitaan karena penyakit yang berkepanjangan.

Sebagai perawat perlu mempertimbangkan pasien memiliki resiko apabila


menunjukkan perilaku sebagai berikut :
1. Menyatakan pikiran, harapan dan perencanaan tentang bunuh diri
2. Memiliki riwayat satu kali atau lebih melakukan percobaan bunuh diri.
3. Memilki keluarga yang memiliki riwayat bunuh diri.
4. Mengalami depresi, cemas dan perasaan putus asa.
5. Memiliki ganguan jiwa kronik atau riwayat penyakit mental
6. Mengalami penyalahunaan NAPZA terutama alkohol
7. Menderita penyakit fisik yang prognosisnya kurang baik
8. Menunjukkan impulsivitas dan agressif
9. Sedang mengalami kehilangan yang cukup significant atau kehilangan yang bertubi-
tubi dan secara bersamaan
10. Mempunyai akses terkait metode untuk melakukan bunuh diri missal pistol, obat,
racun.
11. Merasa ambivalen tentang pengobatan dan tidak kooperatif dengan pengobatan
12. Merasa kesepian dan kurangnya dukungan sosial.

b. Faktor presipitasi Stuart (2006) menjelaskan bahwa pencetus dapat berupa kejadian
yang memalukan, seperti masalah interpersonal, dipermalukan di depan
umum,kehilangan  pekerjaan, atau ancaman pengurungan. Selain itu, mengetahui
seseorang yang mencoba atau melakukan bunuh diri atau terpengaruh media untuk
bunuh diri, juga membuat individu semakin rentan untukmelakukan perilaku bunuh
diri. Faktor pencetus seseorang melakukan percobaan bunuh diri adalah perasaan
terisolasi karena kehilangan hubungan interpersonal/gagal melakukan hubungan
yang berarti, kegagalan beradaptasi sehingga tidak dapat menghadapi stres, perasaan
marah/bermusuhan dan bunuh diri sebagai hukuman pada diri sendiri, serta cara utuk
mengakhiri keputusasaan.

c. Perilaku Koping
Klien dengan penyakit kronik atau penyakit yang mengancam kehidupan dapat
melakukan perilaku bunuh diri dan sering kali orang ini secara sadar memilih untuk
melakukan tindakan bunuh diri. Perilaku bunuh diri berhubungan dengan banyak faktor,
baik faktor social maupun budaya. Struktur social dan kehidupan bersosial dapat
menolong atau bahkan mendorong klien melakukan perilaku bunuh diri. Isolasi social
dapat menyebabkan kesepian dan meningkatkan keinginan seseorang untuk melakukan
bunuh diri. Seseorang yang aktif dalam kegiatan masyarakat lebih mampu menoleransi
stress dan menurunkan angka bunuh diri. Aktif dalam kegiatan keagamaan juga dapat
mencegah seseorang melakukan tindakan bunuh diri.

d. Respon terhadap stres


1) Kognitif: Klien yang mengalami stress dapat mengganggu proses kognitifnya,
seperti pikiran menjadi kacau, menurunnya daya konsentrasi, pikiran berulang,
dan pikiran tidak wajar.
2) Afektif: Respon ungkapan hati klien yang sudah terlihat jelas dan nyata akibat
adanya stressor dalam dirinya, seperti: cemas, sedih dan marah.
3) Fisiologis: Respons fisiologis terhadap stres dapat diidentifikasi menjadi dua,
yaitu Local Adaptation Syndrome (LAS) yang merupakan respons lokal tubuh
terhadap stresor (misal: kita menginjak paku maka secara refleks kaki akan
diangkat) dan Genital Adaptation Symdrome (GAS) adalah reaksi menyeluruh
terhadap stresor yang ada.
4) Perilaku: Klien dengan penyakit kronik atau penyakit yang mengancam
kehidupan dapat melakukan perilaku bunuh diri dan sering kali orang ini secara
sadar memilih untuk melakukan tindakan bunuh diri. Perilaku bunuh diri
berhubungan dengan banyak faktor, baik faktor social maupun budaya.
5) Sosial: Struktur social dan kehidupan bersosial dapat menolong atau bahkan
mendorong klien melakukan perilaku bunuh diri. Isolasi social dapat
menyebabkan kesepian dan meningkatkan keinginan seseorang untuk melakukan
bunuh diri. Seseorang yang aktif dalam kegiatan masyarakat lebih mampu
menoleransi stress dan menurunkan angka bunuh diri. Aktif dalam kegiatan
keagamaan juga dapat mencegah seseorang melakukan tindakan bunuh diri.

2.3 Jenis-jenis perilaku Bunuh Diri

Perilaku bunuh diri dibagi menjadi 3 kategori yaitu (Stuart, 2006):

1. Ancaman bunuh diri

Yaitu peringatan verbal atau nonverbal bahwa orang tersebut mempertimbangkan


untuk bunuh diri.Ancaman menunjukkan ambevalensi seseorang tentang kematian
kurangnya respon positif dapat ditafsirkan seseorang sebagai dukungan untuk
melakukan tindakan bunuh diri.

2. Upaya bunuh diri

Yaitu semua tindakan yang diarahkan pada diri yang dilakukan oleh individu yang
dapat mengarah pada kematian jika tidak dicegah.

3. Bunuh diri

Mungkin terjadi setelah tanda peningkatan terlewatkan atau terabaikan.Orang yang


melakukan percobaan bunuh diri dan yang tidak langsung ingin mati mungkin pada
mati jika tanda-tanda tersebut tidak diketahui tepat pada waktunya.Percobaan bunuh
diri terlebih dahulu individu tersebut mengalami depresi yang berat akibat suatu
masalah yang menjatuhkan harga dirinya.

Menurut Durkheim, bunuh diri dibagi menjadi tiga jenis, yaitu :

1. Bunuh diri egoistic (faktor dalam diri seseorang)


Individu tidak mampu berinteraksi dengan masyarakat, ini disebabkan oleh
kondisi kebudayaan atau karena masyarakat yang menjadikan individu itu seolah-olah
tidak berkepribadian. Kegagalan integrasi dalam keluarga dapat menerangkan
mengapa mereka tidak menikah lebih rentan untuk melakukan percobaan bunuh diri
dibandingkan mereka yang menikah.
2. Bunuh diri altruistic (terkait kehormatan seseorang)
Individu terkait pada tuntutan tradisi khusus ataupun ia cenderung untuk bunuh
diri karena indentifikasi terlalu kuat dengan suatu kelompok, ia merasa kelompok
tersebut sangat mengharapkannya.
3. Bunuh diri anomik (faktor lingkungan dan tekanan)
Hal ini terjadi bila terdapat gangguan keseimbangan integrasi antara individu dan
masyarakat, sehingga individu tersebut meninggalkan norma-norma kelakuan yang
biasa. Individu kehilangan pegangan dan tujuan. Masyarakat atau kelompoknya tidak
memberikan kepuasan padanya karena tidak ada pengaturan atau pengawasan
terhadap kebutuhan-kebutuhannya.

Menurut Keliat (2009) terdapat 3 macam perilaku bunuh diri yaitu:

1. Isyarat bunuh diri

Ditunjukkan dengan perilaku secara tidak langsung ingin bunuh diri.Dalam kondisi
ini klien mungkin sudah mempunyai ide untuk mengakhiri hidupnya tetapi tidak
disertai dengan ancaman bunuh diri.Klien umunya mengungkapkan rasa bersalah,
bersedih, marah, putus asa, klien juga mengungkapkan hal-hal negative tentang
dirinya yang menggambarkan harga diri rendah.

2. Ancaman bunuh diri

Klien secara aktif telah memiliki rencana bunuh diri, tetapi tidak diserta dengan
rencana bunuh diri.Klien memerlukan pengawasan yang ketat karena dapat setiap
saat memanfaatkan kesempatan yang ada untuk melaksanakan rencana bunuh diri.
3. Percobaan bunuh diri

Adalah tindakan klien mencederai atau melukai diri untuk mengakhiri kehidupannya.
Pada kondisi ini, klien aktif mencoba bunuh diri dengan berbagai cara.

2.4 Rentang respon resiko bunuh diri

Self enhancement Growth promoting Indirect self- Self injury. Suicide risk taking
destruktive behaviour . Pada umumnya tindakan bunuh diri merupakan cara ekspresi orang
yang penuh stress Perilaku bunuh diri berkembang dalam beberapa rentang diantaranya :
Respon adaptif merupakan respon yang dapat diterima oleh norma-norma sosial dan
kebudayaan yang secara umum berlaku, sedangkan respon maladaptif merupakan respon
yang dilakukan individu dalam menyelesaikan masalah yang kurang dapat diterima oleh
norma-norma sosial dan budaya setempat. Respon maladaptif antara lain :
a.    Ketidakberdayaan, keputusasaan,apatis.: Individu yang tidak berhasil memecahkan
masalah akan meninggalkan masalah, karena merasa tidak mampu mengembangkan
koping yang bermanfaat sudah tidak berguna lagi, tidak mampu mengembangkan
koping yang baru serta yakin tidak ada yang membantu.
b.    Kehilangan, ragu-ragu :Individu yang mempunyai cita-cita terlalu tinggi dan tidak
realistis akan merasa gagal dan kecewa jika cita-citanya tidak tercapai. Misalnya :
kehilangan pekerjaan dan kesehatan, perceraian, perpisahan individu akan merasa
gagal dan kecewa, rendah diri yang semua dapat berakhir dengan bunuh diri.
c.    Depresi : Dapat dicetuskan oleh rasa bersalah atau kehilangan yang ditandai dengan
kesedihan dan rendah diri. Biasanya bunuh diri terjadi pada saat individu ke luar dari
keadaan depresi berat.
d.    Bunuh diri Adalah tindakan agresif yang langsung terhadap diri sendiri untuk
e.    Mengkahiri kehidupan. Bunuh diri merupakan koping terakhir individu untuk
memecahkan masalah yang dihadapi
Rentang
Respons, YoseP, Iyus (2009

a. Peningkatan diri.
Seseorang dapat meningkatkan proteksi atau pertahanan diri secara wajar terhadap
situasional yang membutuhkan pertahanan diri. Sebagai contoh seseorang
mempertahankan diri dari pendapatnya yang berbeda mengenai  loyalitas terhadap
pimpinan ditempat kerjanya.
b. Beresiko destruktif.
Seseorang memiliki kecenderungan atau beresiko mengalami perilaku destruktif atau
menyalahkan diri sendiri terhadap situasi yang seharusnya dapat mempertahankan diri,
seperti seseorang merasa patah semangat bekerja ketika dirinya dianggap tidak loyal
terhadap pimpinan padahal sudah melakukan pekerjaan secara optimal.
c. Destruktif diri tidak langsung.
Seseorang telah mengambil sikap yang kurang tepat (maladaptif) terhadap situasi yang
membutuhkan dirinya untuk mempertahankan diri. Misalnya, karena pandangan
pimpinan terhadap kerjanya yang tidak loyal, maka seorang karyawan menjadi tidak
masuk kantor atau bekerja seenaknya dan tidak optimal.
d. Pencederaan diri.
Seseorang melakukan percobaan bunuh diri atau pencederaan diri akibat hilangnya
harapan terhadap situasi yang ada.
e. Bunuh diri.
Seseorang telah melakukan kegiatan bunuh diri sampai dengan nyawanya hilang.

2.5 Tanda dan gejala resiko bunuh diri

a. Mempunyai ide untuk bunuh diri.


b. Mengungkapkan keinginan untuk mati.
c. Mengungkapkan rasa bersalah dan keputusasaan.
d. Impulsif.
e. Menunjukkan perilaku yang mencurigakan (biasanya menjadi sangat patuh).
f. Memiliki riwayat percobaan bunuh diri.
g. Verbal terselubung (berbicara tentang kematian, menanyakan tentang obat dosis
mematikan).
h. Status emosional (harapan, penolakan, cemas meningkat, panic, marah dan
mengasingkan diri).
i. Kesehatan mental (secara klinis, klien terlihat sebagai orang yang depresi, psikosis
dan menyalahgunakan alcohol).
j. Kesehatan fisik (biasanya pada klien dengan penyakit kronis atau terminal).
k. Pengangguaran (tidak bekerja, kehilangan pekerjaan, atau mengalami kegagalan
dalam karier).
l. Umur 15-19 tahun atau di atas 45 tahun.
m. Status perkawinan (mengalami kegagalan dalam perkawinan).
n. Pekerjaan.
o. Konflik interpersonal.
p. Latar belakang keluarga.
q. Orientasi seksual.
r. Sumber-sumber personal.
s. Sumber-sumber social.
t. Menjadi korban perilaku kekerasan saat kecil.

2.6 Sumber dan Mekanisme Koping

Menurut Stuart dan Sundeen (1998) terdapat sumber dan mekanisme koping pada
perilaku bunuh diri yaitu:
1. Sumber Koping
Pasien dengan penyakit kronik, nyeri, atau penyakit yang mengancam kehidupan dapat
melakukan perilaku destruktif-diri. Sering kali orang ini secara sadar memilih untuk
bunuh diri. Kulaitas hidup menjadi isu yang mengesampingkan kuantitas hidup. Dilema
etik mungkin timbul bagi perawat yang menyadari pilihan pasien untuk berperilaku
merusak diri. Tidak ada jawaban yang mudah mengenai bagaimana mengatasi konflik
ini. Perawat harus melakukannya sesuai dengan sistem keyakinannya sendiri.
2. Mekanisme Koping
Mekanisme pertahanan ego yang berhubungan dengan perilaku destruktif-diri tak
langsung adalah :
a. Denial, mekanisme koping yang paling menonjol
b. Rasionalisme
c. Intelektualisasi
d. Regresi
Mekanisme pertahanan diri tidak seharusnya ditantang tanpa memberikan cara
koping alternatif. Mekanisme pertahanan ini mungkin berada diantara individu
dan bunuh diri.
Perilaku bunuh diri menunjukkan mendesaknya kegagalan mekanisme koping.
Ancaman bunuh diri mungkin menunjukkan upaya terakhir untuk mendapatkan
pertolongan agar dapat mengatasi masalah. Bunuh diri yang terjadi merupakan
kegagalan koping dan mekanisme adaptif
Perilaku bunuh diri menunjukkan terjadinya kegagalan mekanisme koping. Ancaman
bunuh diri menunjukkan upaya terakhir untuk mendapatkan pertolongan agar untuk
mengatasi masalah. Resiko yang mungkin terjadi pada klien yang mengalami krisis
bunuh diri adalah mencederai diri dengan tujuan mengakhiri hidup. Perilaku yang
muncul meliputi isyarat, percobaan atau ancaman verbal untuk melakukan tindakan
yang mengakibatkan kematian perlukaan atau nyeri pada diri sendiri.

2.7 Penatalaksanaan Medis dan Keperawatan Bunuh Diri

1. Penatalaksanaan Medis

Penatalaksanaan Medis Penatalaksanaan medis yang dapat dilakukan pada


klien resiko bunuh diri salah satunya adalah dengan terapi farmakologi. Menurut
(videbeck, 2008), obat-obat yang biasanya digunakan pada klien resiko bunuh diri
adalah SSRI (selective  serotonine reuptake inhibitor) (fluoksetin 20 mg/hari per oral),
venlafaksin (75-225 mg/hari per oral), nefazodon (300-600 mg/hari per oral), trazodon
(200-300 mg/hari per oral), dan bupropion (200-300 mg/hari per oral). Obat-obat
tersebut sering dipilih karena tidak berisiko letal akibat overdosis. Mekanisme kerja
obat tersebut akan bereaksi dengan sistem neurotransmiter monoamin di otak
khususnya norapenefrin dan serotonin. Kedua neurotransmiter ini dilepas di seluruh
otak dan membantu mengatur keinginan, kewaspadaan,  perhataian, mood, proses
sensori, dan nafsu makan

2. Penatalaksanaan Keperawatan Setelah dilakukan pengkajian pada klien dengan


resiko bunuh diri selanjutnya  perawat dapat merumuskan diagnosa dan intervensi
yang tepat bagi klien. Tujuan dilakukannya intervensi pada klien dengan resiko bunuh
diri adalah (Keliat, 2009)
1) Klien tetap aman dan selamat
2) Klien mendapat perlindungan diri dari lingkungannya
3) Klien mampu mengungkapkan perasaannya
4) Klien mampu meningkatkan harga dirinya
5) Klien mampu menggunakan cara penyelesaian yang baik

Penatalaksanaan Klien Dengan Perilaku Bunuh Diri Menurut Stuart dan Sundeen
(1997, dalam Keliat, 2009:13) mengidentifikasi intervensi utama pada klien untuk perilaku
bunuh diri yaitu :
1) Melindungi Merupakan intervensi yang paling penting untuk mencegah klien melukai
dirinya. Intervensi yang dapat dilakukan adalah tempatkan klien di tempat yang aman,
bukan diisolasi dan perlu dilakukan pengawasan, temani klien terus-menerus sampai klien
dapat dipindahkan ke tempat yang aman dan jauhkan klien dari semua benda yang
berbahaya.
2) Meningkatkan harga diri Klien yang ingin bunuh diri mempunyai harga diri yang rendah. Bantu klien
mengekspresikan perasaan positif dan negatif. Berikan pujian pada hal yang  positif.
3) Menguatkan koping yang konstruktif/sehat Perawat perlu mengkaji koping yang sering
dipakai klien. Berikan pujian  penguatan untuk koping yang konstruktif. Untuk koping yang
destruktif perlu dimodifikasi atau dipelajari koping baru.
4) Menggali perasaan Perawat membantu klien mengenal perasaananya. Bersama mencari
faktor  predisposisi dan presipitasi yang mempengaruhi prilaku klien.
5) Menggerakkan dukungan sosial Untuk itu perawat mempunyai peran menggerakkan
sistem sosial klien, yaitu keluarga, teman terdekat, atau lembaga pelayanan di masyarakat
agar dapat mengontrol prilaku klien
Tindakan keperawatan
a. Tindakan keperawatan untuk pasien
1) Tujuan :
a) Klien dapat membina hubungan saling percaya
b) Klien dapat terlindung dari perilaku bunuh diri
c) Klien dapat mengekspresikan perasaannya
d) Klien dapat meningkatkan harga diri
e) Klien dapat menggunakan koping yang adaptif
2) Tindakan keperawatan
a) Membina Hubungan Saling percaya kepada pasien
1. Perkenalkan diri dengan klien
2. Tanggapi pembicaraan klien dengan sabar dan tidak menyangkal.
3. Bicara dengan tegas, jelas, dan jujur.
4. Bersifat hangat dan bersahabat.
5. Temani klien saat keinginan mencederai diri meningkat.
b) Melindungi pasien dari perilaku bunuh diri
1. Jauhkan klien dari benda benda yang dapat membahayakan (pisau,
2. silet, gunting, tali, kaca, dan lain lain).
3. Tempatkan klien di ruangan yang tenang dan selalu terlihat oleh
4. perawat.
5. Awasi klien secara ketat setiap saat.
c) Membantu pasien untuk mengekspresikan perasaannya
1. Dengarkan keluhan yang dirasakan.
2. Bersikap empati untuk meningkatkan ungkapan keraguan,
3. ketakutan dan keputusasaan.
4. Beri dorongan untuk mengungkapkan mengapa dan bagaimana
5. harapannya.
6. Beri waktu dan kesempatan untuk menceritakan arti penderitaan,
7. kematian, dan lain lain.
d) Membantu pasien untuk meningkatkan harga dirinya
1. Bantu untuk memahami bahwa klien dapat mengatasi keputusasaannya
2. Kaji dan kerahkan sumber sumber internal individu.
3. Bantu mengidentifikasi sumber sumber harapan (misal: hubungan
4. antar sesama, keyakinan, hal hal untuk diselesaikan).
e) Membantu pasien untuk menggunakan koping individu yang adaptif
1. Ajarkan untuk mengidentifikasi pengalaman pengalaman yang menyenangkan
setiap hari (misal : berjalan-jalan, membaca buku favorit, menulis surat dll.)
2. Bantu untuk mengenali hal hal yang ia cintai dan yang ia sayang, dan pentingnya
terhadap kehidupan orang lain, mengesampingkan tentang kegagalan dalam
kesehatan.
3. Beri dorongan untuk berbagi keprihatinan pada orang lain yang mempunyai suatu
masalah dan atau penyakit yang sama dan telah mempunyai pengalaman positif
dalam mengatasi masalah tersebut dengan koping yang efektif

. Tindakan keperawatan untuk keluarga


1) Tujuan :
a) Keluarga mampu merawat anggota keluarga yang mengalami masalah
rasa ingin bunuh diri
2) Tindakan keperawatan
Asuhan yang dapat dilakukan keluarga bagi klien yang ingin bunuh diri adalah :
a) Membina hubungan saling percaya
 Panggil klien dengan nama panggilan yang disukai.
 Bicara dengan sikap tenang, rileks dan tidak menantang.
b) Membantu pasien untuk mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang
dimiliki
 Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
 Hindari penilaian negatif detiap pertemuan klien
 Utamakan pemberian pujian yang realitas
c) Membantu pasien dalam menilai kemampuan yang dapat digunakan untuk diri sendiri
dan keluarga
 Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
 Diskusikan pula kemampuan yang dapat dilanjutkan
 setelah pulang ke rumah
d) Melakukan kegiatan sesuai kondisi dan kemampuan
 Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan
 setiap hari sesuai kemampuan.
 Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang klien lakukan.
 Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi klien
e) Memanfaatkan sistem pendukung yang ada
 Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara
 merawat klien
 Bantu keluarga memberi dukungan selama klien dirawat
 Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di rumah
 Beri reinforcement positif atas keterlibatan keluarga

2.8 Manifestasi Klinis Bunuh Diri

Mood/efek depresi yang persisten, merasa hopelessness, hepless, isolation, sedih,


merasa menjauh dari orang lain, efek datar, sering mendengar atau melihat bunyi yang
sedih dan unhappy, membenci diri sendiri, merasa dihina, mengharapkan untuk dihukum.

Perilaku/behavior. Perubahan pada penampilan fisik, kegilaan fungsi, tak berdaya


seperti tidak intrest, kurang mendengarkan, gangguan tidur, sensitive, mengeluh sakit
perut, perilaku anti sosial menolak untuk minum, menggunakan obat-obatan, berkelahi,
lari dari rumah.

Sekolah, lingkungan kerja dan hubungan interpersonal. Menolak untuk ke


sekolah, bolos dari sekolah, withdraw sosial teman-temannya, kegiatan-kegiatan sekolah.
Begitu pula pada orang dewasa dalam lingkungan kerjanya. Hanya interest pada hal-hal
yang menyenangkan, kekurangan system pendukung sosial yang efektif.
Keterampilan koping. Kehilangan batas realita, menarik dan mengisolasikan diri,
tidak menggunakan support sistem, melihat diri sebagai orang yang secara total tidak
berdaya.

Selain itu tanda dan gejala lainnya yaitu kehilangan harapan amarah dan dendam
yang tidak terkontrol mengucilkan diri dari keluarga, teman, panic berlebihan sifat
berubah-ubah dengan drastic penggunaan alkohol dan narkoba yang kronis melakukan
hal atau aktivitas yang beresiko tinggi dan tidak masuk akal secara spontan merasa
terjebak dan pasrah, tidak memiliki tujuan hidupnya khayal bunuh diri depresi/cemas dan
kelelahan tersedia alat bunuh diri ketidakpedulian anggota keluarga dan gagasan bunuh
diri membuat surat wasiat, kasus depresi krisis hidup riwayat bunuh diri dalam keluarga
pesimisme/keputusan yang pervasif.

Psikopatologi

Orang yang siap membunuh diri adalah orang yang merencanakan kematian dengan
tindak kekerasan, mempunyai rencana spesifik dan mempunyai niat untuk melakukannya.

Perilaku bunuh diri biasanya dibagi menjadi 3 kategori. (1) Ancaman bunuh diri.
Peningkatan verbal/nonverbal bahwa orang tersebut mempertimbangkan untuk bunuh
diri. Ancaman menunjukkan ambivalensi seseorang tentang kematian kurangnya respon
positif dapat ditafsirkan seseorang sebagai dukungan untuk melakukan tindakan bunuh
diri, (2) Upaya bunuh diri. Semua tindakan yang diarahkan pada diri yang dilakukan oleh
individu yang dapat mengarah pada kematian jika tidak dicegah. (3) Bunuh diri mungkin
terjadi setelah tanda peningkatan terlewatkan atau terabaikan. Orang yang melakukan
percobaan bunuh diri dan yang tidak langsung ingin mati, mungkin mati jika tanda-tanda
tersebut tidak diketahui tepat pada waktunya.
Perbedaan antara percobaan bunuh diri dan bunuh diri

Percobaan Bunuh Diri Bunuh Diri


Umumnya terjadi pada semua Terjadi pada usia dewasa dan usia
kelompok lanjut

Lebih umum terjadi pada pria muda Lebih umum terjadi pada pria (lebih
yang tidak menikah banyak pada bujangan, bercerai atau
duda)

Bersifat ambivalen (mendua) Bersifat tegas


Menggunakan metode yang tidak Menggunakan metode yang lebih
mematikan

BAB III
PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Bunuh diri adalah tindakan agresif yang merusak diri sendiri dan dapat mengakhiri
kehidupan dan Pada umumnya merupakan cara ekspresi orang yang penuh stress dan
berkembang dalam beberapa rentang. Banyak penyebab/alasan seseorang melakukan bunuh diri
diantaranya kegagalan beradaptasi,perasaan marah dan terisolasi, dan lainnya. Bunuh diri
biasanya didahului oleh isyarat bunuh diri,ancaman bunuh diri serta percobaan bunuh diri.
Pengkajian orang yang bunuh diri juga mencakup apakah orang tersebut tidak membuat rencana
yang spesifik dan apakah tersedia alat untuk melakukan rencana bunuh diri tersebut

4.2 Saran

Dengan adanya pembuatan makalah ini diharapkan rekan-rekan dapat mengerti dan dapat
memahami mengenai rentang resiko bunuh diri. Dan hendaknya perawat memiliki
pengetahuan yang cukup tentang ciri-ciri klien yang ingin mengakhiri hidupnya sehingga
dapat mengantisipasi terjadinya perilaku bunuh diri pasien.

DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai