Anda di halaman 1dari 33

Makalah

SEJARAH SINGKAT PERKEMBANGAN KESEHATAN JIWA


DI INDONESIA
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah
“Keperawatan Jiwa I”
Dosen Pengajar : Ns. Wiwi Susanti Piola M.Kep

Disusun Oleh:
TASSYA ANGGRIANI DEHIMELI
C01419124
A KEPERAWATAN 2019
SEMESTER 4

PROGRAM STUDI – ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH GORONTALO
2021
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatu

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT, Yang telah memberikan Rahmat dan Karunia-Nya
kepadah kita semua sehingga saya bisa menyelesaikan makalah “SEJARAH SINGKAT
PERKEMBANGAN KESEHATAN JIWA DI INDONESIA” ini. Sholawat serta salam selalu
tercurahkan kepadah nabi Muhammad SAW, beserta keluarga-nya, sahabat-nya dan kita selaku
umatnya hingga akhir zaman.

Saya menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna,hal ini karena
kemampuan dan pengalaman saya yang masih ada dalam keterbatasan.untuk itu saya
mengharapkan saran dan kritik yang sifatnya membangun,demi perbaikan dalam makalah yang
akan datang.

Akhir kata saya sampaikan terimah kasih semoga Allah SWT senantiasa meridohi segala
usaha kita amin.

Gorontalo,8 April 2021

Penyusun

1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..................................................................................................................1
DAFTAR ISI.................................................................................................................................2
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................................................3

1.1 Latar belakang......................................................................................................................3


1.2 Rumusan Masalah................................................................................................................4
1.3 Tujuan Penulisan..................................................................................................................4
1.4 Manfaat Penulisan................................................................................................................4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA..................................................................................................5


2.1 Sejarah perkembangan kesehatan jiwa zaman penjajaha Belanda.........................................5
2.2 Sejarah perkembangan kesehatan jiwa zaman penjajahan Inggris.............................5
2.3 Sejarah perkembangan kessehatan jiwa zaman penjajahan Jepang............................6
2.4 sejarah perkembangan kesehatan jiwa zaman kemerdekaan......................................6

BAB III PEMBAHASAN..................................................................................................7


3.1 Model pendekatan keperawatan jiwa..........................................................................7
3.2 Trend Issue kecenderungan keperawatan jiwa...........................................................11

BAB IV PENUTUP............................................................................................................31
4.1 Kesimpulan.................................................................................................................31
4.2 Saran...........................................................................................................................31

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................32

\
2
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sejarah adalah setiap peristiwa atau kejadian di masa lampau yang menyenangkan
maupun memilukan. Keperawatan merupakan suatu bentuk layanan kesehatan
professional,yang merupakan nagian integral dari layanan kesehatan yang berdasarkan
pada ilmu dan etika keperawatan. Keperawatan lahir bersamaan dengan diciptakannya
manusia oleh Tuhan,sehingga tidak dapat dipungkiri bahwa setiap orang memerlukan
asuha keperawatan di dalam hidupnya. Pada awalnya perawat dianggap sebagai
pemberian asuhan,dimana pelaksanaannya dilakukan secara tradisional oleh
kelompok,masyarakat,atau badan social.

Perkembangan keperawatan yang kita ketahui saat ini tidak dapat dipisahkan dan
sangat dipengaruhi oleh perkembangan struktur dan kemajuan peradaban manusia.
Kepercayaan terhadap animism,penyebaran agama-agama besar dunia,serta kondisi
social ekonomi masyarakat,terjadinya perang,renaissance serta gerakan reformasi turut
serta mewarnai perkembangan keperawatan. Dari sejarah kita dapat mengetahui
pengalaman tersebut untuk itu kita gunakan pada masa kini dan masa yang akan datang.

Kecepatan informasi dan mobilitas manusia di era modernisasi saat ini begitu
tinggi sehingga terjadi hubungan social budaya. Hubungan social antar manusia
dirasakan menurun akhir-akhir ini,bahkan kadang-kadang hanya sebatas imitasi saja.
Padahal bangsa Indonesia yang mempunyai/menjunjung tinggi adat ketimuran sangat
memperhatikan hubungan social ini. Dengan demikian kita patut waspada dari
kehilangan identitas diri tersebut. Perubahan yang terjadi tadi dapat membuat rasa
bingung karena muncul rasa tidak pasti antara moral,norma,nilai-nilai dan etika bahkan
juga hokum. Menurut Dadang Hawari (1996) hal-hal tersebut dapat menyebabkan
perubahan psikososial,antara lain : pola hidup social religious menjadi materialistis dan
sekuler. Nilai agama dan tradisional diera modern menjadi serba boleh dan seterusnya.

3
Perubahan-perubahan yang dirasakan dapat memperngaruhi tidak hanya fisik tapi
juga mental,seperti yang menjadi standar WHO (1984) yang dikatakan sehat tidak hanya
fisik tetapi juga mental,social,dan spiritual. Standar sehat yang disampaikan oleh WHO
tersebut dapat menjadi peluang besar bagi perawat untuk berbuat banyak,karena perawat
mempunyai kesempatan kontak dengan klien 24 jam sehari.

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Perkembangan kesehatan jiwa di Indonesia zaman penjajahan Belanda
1.2.2 Perkembangan kesehatan jiwa di Indonesia zaman penjajahan Inggris,Portugis
1.2.3 Perkembangan kesehatan jiwa di Indonesia zaman penjajahan Jepang
1.2.4 Perkembangan kesehatan jiwa di Indonesia zaman Kemerdekaan
1.2.5 Model pendekatan keperawatan jiwa
1.2.6 Trend issue kecenderungan keperawatan jiwa.

1.3 Tujuan penulisan


1.3.1 mengetahui sejarah perkembangan kesehatan jiwa di indonesia zaman penjajahan
Belanda.
1.3.2 mengetahui sejarah perkembangan kesehatan jiwa di Indonesia zaman penjajahan
Inggris,Portugis.
1.3.3 mengetahui sejarah perkembangan kesehatan jiwa di Indonesia zaman penjajahan
Jepang.
1.3.4 mengetahui sejarah perkembangan kesehatan jiwa di Indonesia zaman
Kemerdekaan.
1.3.5 Mengetahui bagaimana model pendekatan keperawatan jiwa.
1.3.6 Mengetahui issue kecenderungan keperawatan jiwa
1.4 Manfaat penulisan
1.4.1 Bagi Mahasiswa
Mahasiswa dapat mengetahui sejarah perkembangan kesehatan jiwa di Indonesia
pada zaman penjajahan Belanda,Inggris,Portugis,Jepang dan zaman kemerdekaan.
1.4.2 Bagi Masyarakat

4
Masyarakat dapat menggunakan makalah ini sebagai bahan bacan atau referensi
untuk dapat mengetahui sejarah perkembangan kesehatan jiwa di Indonesia pada
zaman penjajahan Belanda,Inggris,Portugis,Jepang,dan zaman kemerdekaan,serta
model pendekan keperawatan jiwa.

5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sejarah perkembangan kesehatan jiwa zaman penjajahan Belanda

Perkembangan keperawatan di Indonesia dipengaruhi oleh kondisi social ekonomi yaitu


pada saat penjajahan colonial Belanda,Inggris,dan Jepang. Pada masa pemerintahan colonial
belanda,perawat berasal dari penduduk pribumi yang disebut Velpeger dengan dibantu
Zieken Oppaser sebagai penjaga orang sakit.

Tahun 1799 didirikan rumah sakit Binen Hospital di Jakarta untuk memelihara kesehatan
staf dan tentara Belanda. Usaha pemerintah colonial Belanda pada masa ini adalah
membentuk Dinas Kesehatan Tentara dan Dinas Kesehatan Rakyat. Daendels mendirikan
rumah sakit di Jakarta,Surabaya,dan Semarang,tetapi tidak diikuti perkembangan profesi
keperawatan,karena tujuannya hanya untuk kepentingan tentara Belanda.

2.2 Sejarah perkembangan kesehatan jiwa zaman penjajahan Inggris (1812-1816)

Gubernur Jenderal Inggris ketika VOC berkuasa yaitu Raffles sangat memperhatikan
kesehatan rakyat. Berangkat dari semboyannya yaitu kesehatan adalah milik manusia,ia
melakukan berbagai upaya untuk memperbaiki derajat kesehatan penduduk pribumi antara
lain:

- Pencacaran umum
- Cara perawatan pasien dengan gangguan jiwa
- Kesehatan para tahanan

Setelah pemerintahan colonial kembali ke tangan Belanda,kesehatan penduduk


lebih maju. Pada tahun 1819 didirikan RS. Stadverband di Glodok Jakarta dan pada tahun
1919 dipindahkan ke Salemba yaitu RS. Cipto Mangunkusumo (RSCM). Tahun 1816-
1942 berdiri rumah sakit-rumah sakit hamper bersamaan yaitu RS. PGI Cikini Jakarta,

6
RS. Carrolus Jakarta, RS. Boromeus di Bandung, RS Elizabeth di Semarang. Bersamaan
dengan itu berdiri pula sekolah-sekolah perawat.

2.3 Sejarah perkembangan kesehatan jiwa zaman penjajahan Jepang (1942-1945)

Pada masa ini perkembangan keperawatan mengalami kemunduran.,dan dunia


keperawatan di Indonesia mengalami zaman kegelapan. Tugas keperawatan dilakukan oleh
orang-orang tidak terdidik,pimpinan rumah sakit diambil alih oleh Jepang,akhirnya terjadi
kekurangan obat sehingga timbul wabah.

2.4 Sejarah perkembangan kesehatan jiwa zaman kemerdekaan

Tahun 1949 mulai adanya pembangunan dibidang kesehatan yaitu rumah sakit dan balai
pengobatan. Tahun 1952 didirikan Sekolah Guru Perawat dan sekolah perawat setingkat
SMP. Pendidikan keperawatan professional mulai didirikan tahun 1962 yaitu Akper milik
Departemen Kesehatan di Jakarta untuk menghasilkan perawat professional pemula.
Pendirian Fakultas Ilmu Keperawatan (FIK) mulai bermunculan,tahun 1985 didirikan PSIK
(Program Studi Ilmu Keperawatan) yang merupakan momentum kebangkitan keperawatan di
Indonesia. Tahun 1995 PSIK FK UI berubah status menjadi FIK UI. Kemudian muncul
PSIK-PSIK baru seperti di Undip,UGM,UNHAS,dll.

7
BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Model pendekatan Keperawatan Jiwa

Berdasarkan konseptual model keperawatan diatas,maka dapat dikelompokkan ke dalam 6 model


yaitu :

1. Psychoanalytical (Freud,Erickson)

Model ini menjelaskan bahwa gangguan jiwa dapat terjadi pada seseorang apabila
ego (akal) tidak berfungsi dalam mengontrol id (kehendak nafsu atau insting).
Ketidakmampuan seseorang dalam menggunakan akalnya (ego) untuk mematuhi tata
tertib,peraturan,norma,agama (super ego/das uber ich),akan mendorong terjadinya
penyimpangan perilaku (devation of Behavioral).

Faktor penyebab lain gangguan jiwa dalam teori ini adalah adanya konflik
intrapsikis terutama pada masa anak-anak. Misalnya ketidakpastian pada masa oral
dimana anak tidak mendapatkan air susu secara sempurna.,tidak adanya stimulus untuk
belajar berkata-kata,dilarang dengan kekerasan untuk memasukkan benda pada mulutnya
pada fase oral dan sebagainya. Hal ini akan menyebabkan traumatic yang membekas
pada masa dewasa.

Proses terapi pada model terapi ini adalah menggunakan metode asosiasi bebas
dan analisa mimpi,transferan untuk memperbaiki traumatic masa lalu. Misalnya klien
dibuat dalam keadaan ngantuk yang sangat. Dalam keadaan yang tidak berdaya
pengalaman alam bawah sadarnya digali dengan pertanyaan-pertanyaan untuk menggali
traumatic masa lalu. Hal ini lebih dikenal dengan metode hypnotic yang memerlukan
keahlian dan latihan yang khusus.

Dengan cara demikian,klien akan mengungkapkan semua pikiran dan


mimpinya,sedangkan therapist berupaya untuk menginterpretasi pikiran dan mimpi
pasien.

8
Peran perawat adalah berupaya melakukan assessment atau pengkajian mengenai
keadaan-keadaan traumatic atau stressor yang dianggap bermakna pada masa lalu
misalnya (perna disiksa orang tua,perna disodomi,diperlakukan ssecara
kasar,diterlantarkan,diasuh dengan kekerasan,diperkosa pada masa anak-anak),dengan
menggunakan pendekatan komunikasi terapeutik setelah terjalin trust (saling percaya).

2. Interpersonal (Sullivan,peplau)

Menurut konsep model ini,kelainan jiwa seseorang bisa muncul akibat adanya
ancaman. Ancaman tersebut menimbulkan kecemasan (Anxiety). Ansietas timbul dan
dialami seseorang akibat adanya konflik saat berhubungan dengan orang lain
(interpersonal). Menurut konsep ini perasaan takut seseorang didasari adanya ketakutan
ditolak atau tidak diterima oleh orang sekitar.

Proses terapi menurut konsep ini adalah Build Feeling Security (berupaya
membangun rasa aman pada klien), Trusting Relationship and interpersonal Satisfaction
(menjalin hubungan saling percaya) dan membina kepuasan dalam bergaul dengan orang
lain sehingga klien merasa berharga dan dihormati.

Peran perawat dalam terapi adalah share anxietas (berupaya melakukan sharing
mengenai apa-apa yang dirasakan klien,apa yang biasa dicemaskan oleh klien saat
berhubungan dengan orang lain), therapist use empathy and relationship (perawat
berupaya bersikap empati dan turut merasakan apa-apa yang dirasakan oleh klien).
Perawatat memberikan respon verbal yang mendorong rasa aman klien dalam
berhubungan dengan orang lain.

3. Social (Caplan, Szasz)

Menurut konsep ini seseorang akan mengalami gangguan jiwa atau


penyimpangan perilaku apabila banyaknya faktor social dan faktor lingkungan yang akan
memicu munculnya stress pada seseorang (social and environmental factors create
stress,which cause anxiety and symptom).

9
Prinsip proses terapi yang sangat penting dalam konsep model ini adalah
environment manipulation and social support pentingnya modifikasi lingkungan dan
adanya dukungan social).

Peran perawat dalam memberikan terapi menurut model ini adalah pasien harus
menyampaikan masalah menggunakan sumber yang ada di masyarakat melibatkan teman
sejawat,atasan,keluarga atau suami-istri. Sedangkan therapist berupaya: menggali system
social klien seperti suasana di rumah,di kantor,di sekolah, di masyarakat atau tempat
kerja.

4. Existensial (Ellis, Rogers)

Menurut teori model eksistensial gangguan perilaku atau gangguan jiwa terjadi
bila individu gagal menemukan jati dirinya dan tujuan hidupnya. Individu tidak memiliki
kebanggan akan dirinya. Membenci diri sendiri dan mengalami gangguan dalam Bodi-
imagenya.

Prinsip dalam proses terapinya adalah: mengupayakan individu agar


berpengalaman bergaul dengan orang lain,memahami riwayat hidup orang lain yang
dianggap sukses atau dapat dianggap sebagai panutan (experience in relationship),
memperluas kesadaran diri dengan cara intropeksi (self assessment), bergaul dengan
kelompok social dan kemanusiaan (conducted in group), mendorong untuk menerima jati
dirinya sendiri dan menerima kritik atau feedback tentang perilakunya dari orang lain
(encouraged to accept self and control behavior).

Prinsip keperawatannya adalah: klien dianjurkan untuk berperan serta dalam


memperoleh pengalaman yang berarti untuk mempelajari dirinya dalam mendapatkan
feed back dari orang lain,misalnya melalui terapi aktivitas kelompok. Therapist berupaya
untuk memperluas kesadaran diri klien melalui feed back,kritik,saran atau reward &
punishment.

10
5. Supportive Therapy (Wermon, Rockland)

Penyebab gangguan jiwa dalam konsep ini adalah: faktor biopsikososial dan
respon maladaptive saat ini. Aspek biologisnya menjadi masalah seperti: sering sakit
mag,migraine,batuk-batuk. Aspek psikologisnya mengalami banyak keluhan seperti:
mudah cemas,kurang percaya diri,perasaan bersalah,ragu-ragu,pemarah. Aspek sosialnya
memiliki masalah seperti: susah bergaul,menarik diri,tidak disukai,bermusuhan,tidak
mampu mendapatkan pekerjaan,dan sebagainya. Semua hal tersebut terkakumulasi
menjadi penyebab gangguan jiwa. Fenomena tersebut muncul akibat ketidakmampuan
dalam beradaptasi pada masalah-masalah yang muncul saat bini tidak ada kaitannya
dengan masa lalu.

Prinsip proses terapinya adalah menguatkan respon koping,adaptif,individu


diupayakan mengenal terlebih dahulu,kekuatan-kekuatan apa yang ada pada
dirinya,kekuatan mana yang dapat dipakai alternative pemecahan masalahnya.

Perawat harus membantu individu dalam melakukan identifikasi koping yang


dimiliki dan yang biasa digunakan klien. Therapist berupaya menjalin hubungan yang
hangat dan empatik dengan klien untuk menyiapkan koping klien yang adaptif.

6. Medica (Meyer, Kraeplin)

Menurut konsep ini gangguan jiwa cenderung muncul akibat multifactor yang
kompleks meliputi: aspek fisik,genetic,lingkungan dan factor social. Sehingga focus
penatalaksanaannya harus lengkap melalui prosedur pemeriksaan diagnostic,terapi
somatic,farmakologik dan teknik interpersonal. Perawat berperan dalam berkolaborasi
dengan tim medis dalam melakukan prosedur diagnostic dan terapi jangka
panjang,therapist berperan dalam pemberian terapi,laporan mengenai dampak
terapi,menentukan jenis pendekatan terapi yang digunakan.

3.2 Issue Kecenderungan Pada Empat Area/Setting Praktik Keperawatan Komunitas Jiwa

A. Trend curent issue dan kecenderungan dalam keperawatan jiwa

11
Trend atau current issue dalam keperawatan jiwa adalah masalah-masalah yang sedang
hangat dibicarakan dan dianggap penting. Masalah-masalah tersebut dapat dianggap
ancaman atau tantangan yang akan berdampak besar pada keperawatan jiwa baik dalam
tatanan regional maupun global.
Ada beberapa trend penting yang menjadi perhatian dalam keperawatan jiwa di antaranya
adalah sebagai berikut:
1. Kesehatan jiwa dimulai masa konsepsi
Dahulu bila berbicara masalah kesehatan jiwa biasanya dimulai pada saat onset
terjadinya sampai klien mengalami gejala-gejala. Di Indonesia banyak gangguan jiwa
terjadi mulai pada usia 19 tahun dan kita jarang sekali melihat fenomena masalah
sebelum anak lahir. Perkembangan terkini menyimpulkan bahwa berbicara masalah
kesehatan jiwa harus dimulai dari masa konsepsi atau bahkan harus dimulai dari masa
pranikah. Banyak penelitian yang menunjukkan adanya keterkaitan masa dalam
kandungan dengan kesehatan fisik dan mental seseorang di masa yang akan datang.
Penelitian-penelitian berikut membuktikan bahwa kesehatan mental seseorang dimulai
pada masa konsepsi.
Mednick membuktikan bahwa mereka yang pada saat epidemi sedang berada pada
trimester dua dalam kandungan mempunyai resiko yang leih tinggi untuk menderita
skizofrenia di kemudian hari. Penemuan penting ini menunjukkan bahwa lingkungan luar
yang terjadi pada waktu yang tertentu dalam kandungan dapat meningkatkan risiko
menderita skizofrenia.
Mednick menghidupkan kembali teori perkembangan neurokognitif, yang
menyebutkan bahwa pada penderita skizofrenia terjadi kelainan perkembangan
neurokognitif sejak dalam kandungan. Beberapa kelainan neurokognitif seperti
berkurangnya kemampuan dalam mempertahankan perhatian, membedakan suara
rangsang yang berurutan, working memory, dan fungsi-fungsi eksekusi sering dijumpai
pada penderita skizofrenia.
Dipercaya kelainan neurokognitif di atas didapat sejak dalam kandungan dan dalam
kehidupan selanjutnya diperberat oleh lingkungan, misalnya, tekanan berat dalam
kehidupan, infeksi otak, trauma otak, atau terpengaruh zat-zat yang mempengaruhi fungsi
otak seperti narkoba. Kelainan neurokognitif yang telah berkembang ini menjadi dasar

12
dari gejala-gejala skizofrenia seperti halusinasi, kekacauan proses pikir, waham/delusi,
perilaku yang aneh dan gangguan emosi.

2. Trend peningkatan masalah kesehatan jiwa


Masalah jiwa akan meningkat di era globalisasi. Sebagai contoh jumlah penderita
sakit jiwa di provinsi lain dan Daerah Istimewa Yogyakarta terus meningkat. Penderita
tidak lagi didominasi masyarakat kelas bawah, kalangan pejabat dan masyarakat lapisan
menengah ke atas juga tersentuh gangguan psikotik dan depresif.
Kasus-kasus gangguan kejiwaan yang ditangani oleh para psikiater dan dokter di
RSJ menunjukkan bahwa penyakit jiwa tidak mengenal baik strata sosial maupun usia.
Ada orang kaya yang mengalami tekanan hebat, setelah kehilangan semua harta
bendanya akibat kebakaran. Selain itu kasus neurosis pada anak dan remaja, juga
menunjukkan kecenderungan meningkat. Neurosis adalah bentuk gangguan kejiwaan
yang mengakibatkan penderitanya mengalami stress, kecemasan yang berlebihan,
gangguan tidur, dan keluhan penyakit fisik yang tidak jelas penyebabnya. Neurosis
menyebabkan merosotnya kinerja individu. Mereka yang sebelumnya rajin bekerja, rajin
belajar menjadi lesu, dan sifatnya menjadi emosional. Melihat kecenderungan penyakit
jiwa pada anak dan remaja kebanyakan adalah kasus trauma fisik dan nonfisik. Trauma
nonfisik bisa berbentuk musibah, kehilangan orang tua, atau masalah keluarga.
Tipe gangguan jiwa yang lebih berat, disebut gangguan psikotik. Klien yang
menunjukkan gejala perilaku yang abnormal secara kasat mata. Inilah orang yang kerap
mengoceh tidak karuan, dan melakukan hal-hal yang bisa membahayakan dirinya dan
orang lain, seperti mengamuk.

3. Kecenderungan faktor penyebab gangguan jiwa


Terjadinya perang, konflik, lilitan krisis ekonomi berkepanjangan merupakan
salah satu pemicu yang memunculkan stress, depresi, dan berbagai gangguan kesehatan
jiwa pada manusia. Menurut data World Health Organization (WHO), masalah gangguan
kesehatan jiwa di seluruh dunia memang sudah menjadi masalah yang sangat serius.
WHO (2001) menyataan, paling tidak ada satu dari empat orang di dunia mengalami

13
masalah mental. WHO memperkirakan ada sekitar 450 juta orang di dunia yang
mengalami gangguan kesehatan jiwa.
Bukti lainnya, berdasarkan data statistik, angka penderita gangguan kesehatan
jiwa memang mengkhawatirkan. Secara global, dari sekitar 450 juta orang yang
mengalami gangguan mental, sekitar satu juta orang diantaranya meninggal karena bunuh
diri setiap tahunnya. Angka ini lumayan kecil jika dibandingkan dengan upaya bunuh diri
dari para penderita kejiwaan yang mencapai 20 juta jiwa setiap tahunnya.
Adanya gangguan kesehatan jiwa ini sebenarnya disebabkan banyak hal. Namun,
menurut Aris Sudiyanto, (Guru Besar Ilmu Kedokteran Jiwa (psikiatri) Fakultas
Kedokteran Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo, ada tiga golongan penyebab
gangguan jiwa ini. Pertama, gangguan fisik, biologis atau organic. Penyebabnya antara
lain berasal dari faktor keturunan, kelainan pada otak, penyakit infeksi (tifus, hepatitis,
malaria dan lain-lain), kecanduan obat dan alkohol dan lain-lain. Kedua, gangguan
mental, emosional atau kejiwaan. Penyebabnya, karena salah dalam pola pengasuhan
(pattern of parenting) hubungan yang patologis di antara anggota keluarga disebabkan
frustasi, konflik, dan tekanan krisis. Ketiga, gangguan sosial aau lingkungan.
Penyebabnya dapat berupa stressor psikososial (perkawinan, problem orangtua, hubungan
antarpersonal dalam pekerjaan atau sekolah, di lingkungan hidup, dalam masalah
keuangan, hukum, perkembangan diri, faktor keluarga, penyakit fisik, dan lain-lain).

4. Kecenderungan situasi di era globalisasi


Perkembangan IPTEK yang begitu cepat dan perdagangan bebas sebagai ciri
globalisasi, akan berdampak pada semua faktor termasuk kesehatan. Perawat dituntut
mampu memberikan askep yang profesional dan dapat mempertanggung jawabkan secara
ilmiah. Perawat dituntut senantiasa mengembangkan ilmu dan teknologi di bidang
keperawatan khususnya keperawatan jiwa. Perawat jiwa dalam era global harus
membekali diri dengan bahasa internasional, kemampuan komunikasi dan pemanfaatan
teknologi komunikasi, skill yang tinggi dan jiwa entrepreneurship.

5. Perubahan Orientasi Sehat

14
Pengaruh globalisasi terhadap perkembangan pelayanan kesehatan termasuk
keperawatan adalah tersedianya alternatif pelayanan dan persaingan penyelenggaraan
pelayanan. (persaingan kualitas). Tenaga kesehatan (perawat “jiwa” ) harus mempunyai
standar global dalam memberikan pelayanan kesehatan, jika tidak ingin ketinggalan.
Fenomena masalah kesehatan jiwa, indicator kesehatan jiwa di masa mendatang bukan
lagi masalah klinis seperti prevalensi gangguan jiwa, melainkan berorientasi pada
konteks kehidupan sosial. Fokus kesehatan jiwa bukan hanya menangani orang sakit,
melainkan pada peningkatan kualitas hidup. Jadi konsep kesehatan jiwa buka lagi sehat
atau sakit, tetapi kondisi optimal yang ideal dalam perilaku dan kemampuan fungsi social
Paradigma sehat Depkes, lebih menekankan upaya proaktif untuk pencegahan daripada
menunggu di RS, orientasi upaya kesehatan jiwa lebih pada pencegahan (preventif) dan
promotif. Penangan kesehatan jiwa bergeser dari hospital base menjad community base.
Empat Ciri Pembentuk Struktur Masyarakat Yang Sehat :
a. Suatu masyarakat yang di dalamnya tak ada seorang manusia pun yg diperalat oleh
orang lain. Oleh karena itu seharusnya tidak ada yang diperalat/ memperalat diri
sendiri, dimana manusia itu menjadi pusat dari semua aktivitas ekonomi maupun
politik diturunkan pada tujuan perkembangan diri manusia.
b. Mendorong aktivitas produktif setiap warganya dalam pekerjaannya, merangsang
perkembangan akal budi dan lebih jauh lagi, mampu membuat manusia untuk
mengungkapkan kebutuhan batinnya berupa seni dan perilaku normatif kolektif.
c. Masyarakat terhindar dari sifat-sifat rakus, eksploitatif, pemilikan berlebihan,
narsisme, tidak mendapatkan kesempatan meraup keuntungan material tanpa batas.
d. Kondisi masyarakat yang memungkinkan orang bertindak dalam dimensi-dimensi
yang dapat dipimpin dan diobservasi. Partisipasi aktif dan bertanggung jawab dalam
kehidupan masyarakat. Untuk mewujudkan struktur masyarakat sehat, kuncinya :
Setiap orang harus meningkatkan kualitas hidup yang dapat menjamin terciptanya
kondisi sehat yang sesungguhnya. Mandiri dan tidak bergantung pada orang lain
merupakan orientasi paradigma kesehatan jiwa

6. Kecenderungan Penyakit

15
Masalah kesehatan jiwa akan menjadi “The global burdan of disease“ (Michard &
Chaterina, 1999). Hal ini akan menjadi tantangan bagi ”Public Health Policy” yang
secara tradisional memberi perhatian yang lebih pada penyakit infeksi. Standar
pengukuran untuk kebutuhan kesehatan global secara tradisional adalah angka kematian
akibat penyakit. Ini telah menyebabkan gangguan jiwa seolah-olah bukan masalah.
Dengan adanya indikator baru, yaitu DALY (Disabilitty Adjusted Lfe Year) diketahuilah
bahwa gangguan jiwa merupakan masalah kesehatan utama secara internasional.
Perubahan sosial ekonomi yang amat cepat dan situasi sosial politik yang tidak
menentu menyebabkan semakin tigginya angka pengangguran, kemiskinan, dan
kejahatan, situasi ini dapat meningkatkan angka kejadian krisis dan gangguan jiwa dalam
kehidupan manusia ( Antai Otong, 1994).
Untuk menjawab tantangan ini diperlukan tenaga-tenaga- kesehatan seperti
psikiater, psilolog, social Worker, dan perawat psikiatri yang memadai baik dari segi
kuantitas.
Saat terjadinya tsunami di Aceh, banyak orang yang terpapar dengan kejadian
Traumatis, yang mengalami, menyaksikan kejadian-kejadian yang berupa ancaman
kematian atau kematian yang sebenarnya dan mereka yang cedera serta yang dalam
ancaman terhadap integritas fisik diri sendiri atau orang lain. Respons yang terjadi berupa
rasa takut yang kuat serta tidak berdaya, sedangkan bagi anak-anak apa yang
menghadapinya akan dieksperikan dengan perilaku yang kacau.
Trauma itu merupakan sesuatu yang katastropik, yaitu trauma diluar rentang.
Pengalaman trauma yang umum dialami manusia dalam kejadian sehari-hari. Pengalaman
katastropik dalam berbagai bentuk, baik peperangan (memang sedang terjadi),
pemerkosaan (banyak dialami sebagian wanita di Aceh), maupun bencana alam, (gempa
dan bencana tsunami), sungguh mengerikan.
Ini akan membuat mereka dalam keadaan stress berkepanjangan dan berusaha
untuk tidak mengalami stress yang sedemikian. Dalam kriteria klinik seperti yang disusun
dalam Diagnostic and Statical Manual Of Mental Disorder lll dan Lv serta Pedoman
Pengggolongan dan Diagnosis gangguan jiwa lll di Indonesia menyatakan, gejala yang
ditemukan pada mereka itu menggambarkan suatu yang stress yang terjadi berbulan-
bulan, bahkan bertahun-tahun. Dengan demikian mereka menjadi manusia yang invalid

16
dalam kondisi kejiwaan dengan akibat dan resultante akhir penderita ini akan menjadi
tidak produktif. Padahal seperti diketahui ada diantara mereka yang berkali-kali telah
mengalami pengalaman katastropik yaitu saat daerah tersebut ada dalam kondisi
berlangsungnya Daerah Operasi Militer dan peristiwa-peristiwa sesudahnya. Kondisi itu
memang amat melumpuhkan tidak hanya ragawi, tetapi juga kondisi kejadian masyarakat
di daerah NAD. Di kemudian hari, mereka menjadi manusia yang tanpa alasan selalu
berusaha menghindar terhadap kejadian yang mirip, terutama terhadap kekerasan yang
sebernarnya tidak akan terjadi. Mereka juga menjadi manusia yang selalu bermimpi
menakutkan terjadi secara berulang-ulang. Akibatnya, tidur yang seharusnya kan
membuat restorasi terhadap kondisi tubuh, namun yang terjadi adalah sebaliknya. Mereka
berada dalam keadaan lelah dan seakan berada dalam kondisi depresi. Mungkin saja
mereka kan berperilaku atau merasa seakan-akan kejadian traumatis itu terjadi kmbaki,
termasuk pengalaman, ilusi, halusinasi, dan episode kilas balik dalam bentuk disosiatif.
Penelitian mutakhir tentang kajian trauma (trauma studies) mulai memahami bahwa
trauma bukan semata-mata gejala kejiwaan yang bersifat individual. Trauma muncul
sebagai akibat dari saling keterkaitan antara ingatan sosial dan ingatan pribadi tentang
peristiwa yang mengguncang eksistensi kejiwaan. Dalam konteks tsunami Aceh dan
bencana-bencana besar lainnya di Indonesia, kompleksitas sosial dan kultural sangat
penting mengingat bahwa masyarakat telah mengalami dan menjadi saksi berbagai
macam kekerasan sejak berlangsungnya operasi keamanan di daerah ini. Oleh karena itu,
pemahaman tentang trauma sebagai proses sosial dan sekaligus proses kejiwaan yang
bersifat personal mutlak diperlukan untuk mencari jalan keluar dari lingkaran ingatan
traumatis yang dialami oleh klien-klien yang mengalami yang mengalami bencana di
seluruh penjuru Indonesia. Menariknya, Sigmund Freud sendiri pernah mengemukakan
bahwa trauma adalah suatu ingatan yang direpresi. Dan, karena direpresi itulah maka
trauma sering berlangsung secara tidak sadar dalam periode yang cukup lama.
Guncangan psikologis yang disebabkan oleh ingatan mengerikan tentang gelombang
tsunami, tentang mayat-mayat yang berserakan, dan tentang kehilangan banyak anggota
keluarga sekaligus berpotensi untuk membentuk ingatan yang traumatis.
Perawat jiwa pada masa akan datang penting untuk menekuni kajian trauma, juga
menggarisbawahi proses yang dalam studi psikologi sering disebut sebagai transference.

17
Istilah ini merujuk pada ‚“transfer“ pengalaman traumatis yang terjadi dari orang yang
secara fisik langsung mengalami peristiwa yang mengerikan kepada orang lain yang tak
secara langsung mengalaminya. Freud memberi contoh bahwa psikoanalis juga dapat
mengalami proses transference saat ia secara tak sadar melakukan identifikasi dengan
korban trauma tersebut. Dori Laub, psikiater yang terlibat dalam pembuatan Shoah,
mengatakan bahwa transference itu bisa terjadi saat psikoanalis, atau siapapun juga yang
melakukan wawancara dengan korban.

7. Meningkatknya Post Traumatic Syndrome Disorder


Trauma yang katastropik, yaitu trauma di luar rentang pengalaman trauma yang
umum di alami manusia dlm kejadian sehari-hari. Mengakibatkan keadaan stress
berkepanjangan dan berusaha untuk tidak mengalami stress yang demikian. Mereka
menjdi manusia yang invalid dlam kondisi kejiwaan dengan akibat akhir menjadi tidak
produktif. Trauma bukan semata2 gejala kejiwaan yang bersifat individual, trauma
muncul sebagai akibat saling keterkaitan antara ingatan sosial dan ingatan pribadi tentang
peristiwa yang mengguncang eksistensi kejiwaan.

8. Meningkatnya Masalah Psikososial


Lingkup masalah kesehatan jiwa, sangat luas dan kompeks juga saling berhubungan
dengan segala aspek kehidupan manusia. Mengacu pada undang-undang Nomor 23
Tahun 1992 tentang Kesehatan dan Ilmu Kedokteran Jiwa (psychitri), secara garis besar
masalah kesehatan jiwa digolongkan menjadi :
a. Masalah perkembangan manusia yang harmonis dan peningkatan kualitas, hidup
yaitu masalah kejiwaan yang berkait dengan makna dan nilai-nilai kehidupan
manusia, misalnya:
 Masalah kesehatan jiwa yang berkaitan dengan lifecycle kehidupan manusia,
mulai dari persiapan pranikah, anak dalam kandungan, balita, anak, remaja,
dewasa, usia lanjut.
 Dampak dari menderita penyakit menahun yang menimbulkan disabilitas.
 Pemukiman yang sehat.
 Pemindahan tempat tinggal.

18
b. Masalah Psikososial yaitu masalah psikis atau kejiwaan yang timbul sebagai aikbat
terjadinya perubahan sosial, misalnya :
 Psikotik gelandangan (seseorang yang berkeliaran di tempat umum dan
diperkirakan menderita gangguan jiwa psikotik dan dianggap mengganggu
ketertiban/keamanan lingkungan).
 Pemasungan penderita gangguan jiwa.
 Masalah anak jalanan.
 Masalah anak remaja (tawuran, kenakalan).
 Penyalahgunaan Narkotika dan psikotropika.
c. Masalah seksual (penyimpangan seksual, pelecehan seksual, dan lain-lain).
 Tindak kekerasaan sosial (kemiskinan, penelataran tidak diberi nafkah, korban
kekerasaan pada anak dan lain-lain).
 Stress pascatrauma (ansietas, gangguan emosional, berulangkali merasakan
kembali suatu pengalaman traumatik, bencana alam, ledakan, kekerasaan,
penyerangan/penganiyaan secara fisik atau seksual, termasuk pemerkosaan,
terorisme dan lain-lain).
 Pengungsi/imigrasi (masalah psikis atau kejiwaan yang timbul sebagai akibat
terjadinya suatu perubahan sosial, seperti cemas, depresi, stress pascatrauma,
dan lain-lain.
d. Masalah usia lanjut yang terisolasi (penelataran, penyalahgunaan fisik, gangguan
psikologis, gangguan penyesuaian diri terhadap perubahan, perubahan minat,
gangguan tidur, kecemasan, depresi, gangguan pada daya ingat, dll).
e. Masalah kesehatan tenaga kerja ditempat kerja (kesehatan jiwa tenaga kerja,
penurunan produktivitas, stress di tempat kerja, dan lain-lain).

9. Trend Bunuh Diri pada Anak dan Remaja


Bunuh diri merupakan masalah psikologis dunia yang sangat mengancam Sejak
tahun 1958, dari 100.000 penduduk Jepang 25 orang diantaranya meninggal akibat bunuh
diri. Sedangkan untuk negara Austria, Denmark, dan Inggris, rata-rata 25 orang. Urutan
pertama diduduki Jerman dengan angka 37 orang per 100.000 penduduk. Di Amerika tiap
24 menit seorang meninggal akibat bunuh diri. Jumlah usaha bunuh diri yang sebenarnya

19
10 kali lebih besar dari angka tersebut, tetapi cepat tertolong. Kini yang
mengkhawatirkan trend bunuh diri mulai tampak meningkat terjadi pada anak-anak dan
remaja.
Di Benua Asia, Jepang dan Korea termasuk Negara yang sering diberitakan
bahwa warganya melakukan bunuh diri. Di Jepang, harakiri (menikam atau merobek
perut sendiri) sering dilakukan bawahan untuk melindungi nama baik atasannya. Sebagai
contoh, sekretaris pribadi mantan Perdana Menteri Takeshita melakukan bunuh diri,
ketika skandal suap perusahaan Recruits Cosmos terbongkar pada tahun 1984 atau yang
paling terkenal kasus bunuh dirinya sopir pribadi mantan Perdana menteri Tanaka, ketika
skandal suap Lockheed terbongkar. Sang sopir menusuk perutnya, demi menjaga
kehormatan pimpinannya.
Data dari Badan Kesehatan Dunia (WHO) pada tahun 2003 mengungkapkan
bahwa satu juta orang bunuh diri dalam setiap tahunnya atau terjadi dalam seiap 40
detiknya. Bunuh diri juga termasuk satu dari tiga penyebab utama kematian pada usia 15-
34 tahun, selain faktor kecelakaan.

10. Masalah Napza dan HIV/AIDS


Gangguan penggunaan zat adiktif ini sangat berkaitan dan merupakan dampak
dari pembangunan serta teknologi dari suatu negara yang semakin maju. Hal terpenting
yang mendukung merebaknya NAPZA di negara kita adalah perangkat hukum yang
lemah bahkan terkadang oknum aparat hukum seringkali menjadi backing, ditambah
dengan keragu-raguan penentuan hukuman bagi pengedar dan pemakai, sehingga
dampaknya SDM Indonesia kalah dengan Malaysia yang lebih bertindak tegas terhadap
pengedar dan pemakai NAPZA. Kondisi ini akan semakin menigkat untuk masa yang
akan datang khususnya dalam era globalisasi. Dalam era globalisasi tersebut terdapat
gerakan yang sangat besar yang disebut dengan istilah “Gerakan Kafirisasi“. Bila
beberapa dekade yang lalu kita mengenal istilah zionisme, maka dengan ini sejalan
dengan globalisasi kita berhadapan dengan dengan ideologi kafirisasi yang disebut
dengan Neozionisme, sebuah ideologi yang ingin menciptakan tatanan dunia global yang
sekuler dan terlepas sama sekali dari ajaran agama yang mereka anggap sebagai
kepalsuan, racun, dan dogmatis fundamentalis.

20
Gerakan konspirasi mereka telah membuat carut marut dan tercabiknya wajah kaum
beragama, utamanya umat muslim, mereka menuduh umat islam sebagai fundamentalis,
ekstrimis, dan tiran. Bahkan Hungtington (Misionaris Yahudi) pernah mengatakan :
“Musuh Barat terbesar setelah Rusia hancur adalah Islam“. Salah satu program mereka
adalah menghancurkan islam melalui penghancuran generasi mudanya dengan cara
menebarkan narkotik dan zat adiktif lainnya (NAPZA).
Sekarang para imperalis dan konspirasi Yahudi telah memanfaatkan energi yang
tersimpan dalam generasi negeri ini (1,3 juta orang pemuda) yang berusia 15-25 tahun
melalui NAPZA (Narkotik dan Zat Adikif lainnya) dan telah membunuh 30 orang
perbulannya. Masalah lainnya muncul seiring dengan merebaknya pemakaian NAPZA.
Menjelang tahun 2008 pertumbuhan HIV AIDS di dunia dapat mencapai 4 orang
permenit. Ini merupakan ancaman hilangnya kehidupan dan runtuhnya peradaban.
Kita semua, khususnya tim kesehatan harus merasa terpanggil menyelamatkan
generasi penerus bangsa dari cangkraman NAPZA (Narkotika, Alkohol, psikotropika,
dan Zat Adiktif lainnya). Perawat merupakan komponen terbesar dari seluruh tim
kesehatan, maka upaya-upaya pengcegahan dan penatalaksanaan keperawatan menjadi
hal yang sangat penting karena perawat senantiasa berada di sisi klien dalam rentang
waktu yang lama di banding tim kesehatan lainnya. Melalui forum presentasi orientasi
keperawatan jiwa kami berusaha memaparkan suatu topic dengan tema Asuhan
Keperawatan pada Pengguna NAPZA.

11. Pattern Of Parenting dalam Keperawata Jiwa


Dengan banyaknya bunuh diri dan depresi pada anak, maka saat ini pola asuh
keluarga menjadi sorotan. Pola aush yang baik adalah pola asuh dimana orang tua
menerapkan kehangatan tinggi yang disertai dengan kontrol yang tinggi. Kehangatan
adalah bagaimana orang tua menjadi teman curhat, teman bermain, teman yang
menyenangkan bagi anak terutama saat rekreasi, belajar, dan berkomunikasi. Adakalanya
kehangatan diwujudkan dengan mendekap, mencium, menggendong atau mengajak anak
menjalajahi alam sambil belajar. Kehangatan adalah upaya-upaya yang dilakukan orang
tua agar anak dekat dan berani bicara pada orang tuanya pada saat anak mendapatkan

21
masalah. Orang tua menjadi teman dalam express feeling anak sehingga anak menjadi
sehat jiwanya.
Kontrol yang tinggi adalah bagaimana anak dilatih mandiri dan mengenal disiplin
di rumahnya. Kemandirian ini menjadi hal yang sangat penting dalam kesehatan jiwa.
Anak mandiri terbiasa menyelesaikan masalahnya, ia akan memiliki self confidence yang
cukup. Contoh kontrol yang diterapkan orang tua adalah kapan anak harus bangun pagi,
kapan belajar, kapan anak berlatih memakai kaos kaki sendiri, makan sendiri dan
berpakaian secara mandiri. Orang tua juga melatih anak bertanggung jawab mengerjakan
tugas-tugas di rumah seperi mencuci, menyiram bunga, dan sebagainya.
Tipe pola asuh :
 Autoriatif : Bila orang tua menerapkan pola asuh dengan kontrol yang tinggi dan
kehangatan tinggi.
 Otoriter : Bila orang tua menerapkan pola asuh dengan kontrol tinggi kehangatan
rendah.
 Permisif : Bila orang tua menerapkan pola asuh dengan kontrol rendah
kehangatan tinggi.
 Neglected : Bila orang tua menerapkan pola asuh dengan kontrol rendah
kehangatan rendah.

12. Masalah Ekonomi dan Kemiskinan


Pengangguran lebih dari 40 juta orang telah menyebabkan rakyat Indonesia
semakin terpuruk. Daya beli lemah, pendidikan rendah, lingkungan buruk, kurang gizi,
mudah terigitasi, kekebalan menurun dan infrastruktur yang masih rendahmenyebabkan
banyaknya rakyat Indonesia yang mengalami gangguan jiwa. Masalah ekonomi
merupaka masalah yang paling dominant menjadi pencetus gangguan jiwa di Indonesia.
Hal ini bisa dibuktikan bahwa saat terjadi kenaikan BBM selalu dsertai dengan
peningkatan dua kali lipat angka gangguan jiwa. Hal ini diperparah dengan biaya sekolah
yang mahal, biaya pengobatan tak terjangkau dan penggusuran yang kerap terjadi.

22
A.Trend dalam Pelayanan Keperawatan Mental Psikiatri
Sejarah Keperawatan mental psikiatri muncul sebagai sebuah profesi pada awal abad ke-
19. Kemudian sejak tahun 1940 keperawatan mental psikiatri mulai berkembang pesat,
tetapi pelayanan masih terpusat di Rumah Sakit (Antai Otong, 1994). Hal ini terjadi sejalan
dengan program deinstitusionalisasi. Deinstitusionalisasi adalah suatu program pembebasan
klien gangguan jiwa kronik dari institusi rumah sakit dan mengembalikan mereka ke
lingkungan rehabilitas di masyarakat (Lefley, 1996). Angka kejadian gangguan jiwa dapat
diminimalkan dengan menggunakan cara-cara preventif seperti menemukan kasus-kasus
secara dini, diagnosa dini da intervensi krisis (Gerald Kaplan dikutip oleh Antai Otong,
1994).

B. Trend Pelayanan Keperawatan Mental Psikiatri Globalisasi


Leininger (1973) mengemukakan 3 kunci utama dalam proses tersebut : pengalaman dan
pendidikan perawat, peran, dan fungsi perawat serta hubungan perawat dengan profesi lain
di komunitas. Reformasi dalam pekayanan kesehatan ini te;ah menuntut perawat untuk
merendefenisi perannya. Intervensi keperawatan yang menekankan pada aspek pencegahan
dan promosi kesehatan sudah saatnya mengembangkan “community based care” (Lefley,
1996).
Kurangnya dukungan tenaga, biaya, dan fasilitas yang tersedia menantang perawat
mental psikiatri dan profesi lain untuk memaksimalkan sumber-sumber yang tersedia dan
mengembangkan inovasi-inovasi baru dalam memenuhi kebuuhan masyarakat (Antai Otong,
1994). Sehubungan dengan hal itu, adalah penting untuk mengembangkan pendidikan
keperawatan (Suhaemi, 1997), terutama keperawatan mental psikiatri yang bekerja di rumah
sakit jiwa maupun di komunitas paling rendah pada level universitas (Jintana, 2002).

C. Issue Pelayanan Keperawatan Mental Psikiatri


1. Stuart Sundeen (1998) mengemukakan bahwa hasil riset Keperawatan Jiwa
masih sangat kurang.
2. Perawat psikiatri yang ada kurang siap menghadapi pasar bebas karena pendidikan yang
rendah dan belum adanya licence untuk praktek yang bisa diakui secara Internasional.

23
3. Perbedaan peran perawat jiwa berdasarkan pendidikan dan pengalaman sering kali tidak
jelas dalam “Position Description,” job responsibility dan system reward di dakam
pelayanan keperawatan dimana mereka bekerja (Stuart Sudeen, 1998).
4. Di negara lain pun mempunyai kecenderungan yang sama, hasil penelitian di Ireland
menunjukkan bahwa mahasiswa mempunyai persepsi yang salah tentang peran perawat
psikiatri (Wells, 2000).

D. Upaya Profesi Keperawatan Mental Psikiatri di Indonesia


Dalam menghadapi trend dan issue yang berkembang, profesi keperawatan mental
psikiatri di Indonesia telah melakukan berbagai upaya seperti membuat standar praktek
keperawatan jiwa di rumah sakit, membuat model prakek keperawatan professional (MPKP)
di rumah sakit jiwa, dan mengadakan berbagai pelatihan seperti pelatihan asuhan
keperawatan jiwa dan pelatihan “clinical instructur” bagi perawat mental psikiatri. Akan
tetapi, mungkin masih banyak yang masih perlu dibenahi dan ditingkatkan agar mampu
menghadapi segala tantangan di masa depan.
Berikut ini adalah beberapa hal yang harus menjadi perhatian profesi keperawatan mental
psikiatri dalam menghadapi trend dan issue pelayanan keperawatan mental psikiatri di era
globalisasi :
1. Fokus pelayanan keperawatan jiwa sudah saatnya berbasis pada komunitas (community
based care) yang memberi penekanan pada preventif dan promotif.
2. Meningkatkan penelitian tentang keperawatan mental psikiatri, terutama keperawatan
jiwa klinik.
3. Seharusnya ada “licence” bagi perawat yang bekerja di pelayanan.
4. Estin (1999), menekankan bahwa untuk membina trust dan hubungan terapeutik dengan
klien dan untuk mencegah penundaan dalam mendiagnosa kebutuhan klien, perawat
perlu memahami budaya, nilai-nilai, kepercayaan, dan sikap klien terhadap penyakitnya.
Tidak Punya Biaya Menyekolahkan Anak, Ibu Rumah Tangga Bunuh Diri
Bekasi, Kompas - Suwarni (34), ibu rumah tangga yang tengah hamil empat bulan,
menenggak racun cair serangga yang menewaskannya di kamar mandi rumah kontrakannya
di Kampung Pinggir Rawa RT 03 RW 03, Bekasi Jaya, Bekasi Timur, Senin (2/8) malam.

24
Ibu dua anak ini ditemukan dalam keadaan tewas oleh suaminya, Supriyono (36), dan warga
yang mendobrak pintu kamar mandi yang terkunci dari dalam. Suwarni sudah tak bernyawa
tatkala ditemukan.
Dari kasus diatas dapat disimpulkan bahwa masalah ekonomi merupakan salah satu
masalah yang paling sering menyebabkan gangguan jiwa di Indonesia. Himpitan ekonomi
yang semakin besar dikarenakan penghasilan yang tidak dapat memenuhi kebutuhan hidup
sehari-hari dapat menjadi salah satu pencetus untuk seseorang bunuh diri. Saat ini masalah
ganguan jiwa semakin meningkat. Beban hidup yang semakin berat, diperkirakan menjadi
salah satu penyebab bertambahnya klien gangguan jiwa. Terutama karena meningkatnya
harga-harga semua bahan pokok, BBM dan adanya era globalisasi.
Pada kasus diatas, klien yang bunuh diri tersebut, penyebabnya adalah karena gangguan
sosial atau lingkungan yang berupa stressor psikososial yaitu masalah keuangan. Gangguan
jiwa saat ini tidak hanya mengenai orang-orang yang merupakan kalangan kelas bawah, tapi
sekarang gangguan jiwa dapat menyerang baik itu orang kalangan bawah, menengah
maupun kelas atas. Jika seseorang tidak dapat beradaptasi dengan baik dalam lingkungan
dan tidak dapat berusaha menghadapi masalah-masalah dalam hidupnya maka seseorang
akan cenderung untuk mengalami gangguan jiwa. Dari berbagai penyebab itulah maka satu
demi satu akan muncul tindakan-tindakan yang dapat dikatakan sebagai suatu
penyelewengan atau pengingkaran diri akan kondisi atau kenyataan yang ada. Pasien
cenderung tidak mampu menerima kondisi yang ada sehingga muncul suatu keinginan untuk
melakukan hal-hal yang tidak bertanggung jawab tersebut. Dan dalam kasus ini pun
cenderung akhir dari segala pengingkaran diri pasien adalah dengan melakukan bunuh diri.
Bunuh diri merupakan salah satu tindakan yang menjadi trend issue dalam keperawatan
jiwa. Tanpa dibatasi umur, status ekonomi, tingkat pendidikan bahkan beban kerja yang
dipikul bunuh diri menjadi suatu alternatif terakhir dalam menyelesaikan masalah yang
dianggap berat untuk dihadapi. Pola pikir inilah yang seharusnya menjadi pusat garapan
perawat-perawat jiwa untuk meluruskan kembali persepsi yang berkembang di masyarakat
mengenai tindakan bunuh diri. Hal ini berguna untuk rehabilitasi pasien yang pernah
mencoba untuk melakukan tindakan tersebut dan juga untuk pencegahan terjadinya tindakan
ini yang semakin marak. Segala tindakan pencegahan dan rehabilitasi ini tentu akan

25
terlaksana dengan dukungan dari segala pihak baik pemerintah maupun bidang kesehatan
lainnya.

Dalam sejarah evolusi keperawatan jiwa, kita mengenal beberapa teori dan model
keperawatan yang menjadi core keperawatan jiwa, yang terbagi dalam beberapa periode.
Pada awalnya perawatan pasien dengan gangguan jiwa tidak dilakukan oleh petugas
kesehatan (Custodial Care) (tidak oleh tenaga kesehatan). Perawatan bersifat isolasi dan
penjagaan. Mereka ditempatkan dalam suatu tempat khusus, yang kemudian berkembang
menjadi Primary Consistend of Custodial Care.

Baru sekitar tahun 1945-an fokus perawatan terletak pada penyakit, yaitu model
kuratif (model Curative Care). Perawatan pasien jiwa difokuskan pada pemberian
pengobatan. Baru tahun 1950 fokus perawatannya mulai befokus pada klien, anggota
keluarga tidak dianggap sebagai bagian dari tim perawatan. Obat-obat psychotropic
menggantikan Restrains dan seklusi (pemisahan). Deinstitutionalization dimulai, mereka
bukan partisipan aktif dalam perawatan dan pengobatan kesehatan mereka sendiri.
Hubungan yang terapetik mulai diterpakan dan ditekankan. Fokus utama pada preventiv
primer. Perawatan kesehatan jiwa diberikan di rumah sakit jiwa yang besar (swasta atau
pemerintah) yang biasanya terletak jauh dari daerah pemukiman padat.

Sekitar dekade berikutnya, pada saat terjadi Pergerakan Hak-Hak Sipil (The Civil
Rights) di 1960-an, penderita gangguan jiwa mulai mendapatkan hak-haknya. The
Community Mental Health Centers Act (1963) secara dramatis mempengaruhi pemberian
pelayanan kesehatan jiwa. Undang-Undang inilah yang menyebabkan fokus dan
pendanaan perawatan beralih dari rumah sakit jiwa yang besar ke pusat-pusat kesehatan
jiwa masyarakat yang mulai banyak didirikan.

Pada tahun 1970-1980, perawatan beralih dari perawatan rumah sakit jangka
panjang ke lama rawat yang lebih singkat. Fokus perawatan bergeser ke arah community
based care / service (Pengobatan berbasis komunitas). Pada tahun-tahun ini banyak
dilakukan riset dan perkembangan teknologi yang pesat. Populasi klien di rumah sakit

26
jiwa yang besar berkurang, sehingga banyak rumah sakit yang ditutup. Pusat-pusat
kesehatan komunitas jiwa sering tidak mampu menyediakan layanan akibat
bertambahnya jumlah klien. Tunawisma menjadi masalah bagi penderita penyakit mental
kronik persisten yang mengalami kekurangan sumber daya keluarga dan dukungan sosial
yang adekuat.

,
Baru pada akhir abad ke-20, biaya perawatan kesehatan yang tinggi dan
kebutuhan pembatasan biaya menjadi focus nasional. Pada saat ini sistem manajemen
perawatan mengatur hubungan antara pembayar, penyedia jasa, dan konsumen layanan
kesehatan. Sistem ini memantau distribusi pelayanan, tindakan penyedia jasa, dan hasil
perawatan. Tujuan dari sistem ini adalah mengurangi biaya sambil tetap meningkatkan
mutu pelayanan. Hubungan antara penyedia jasa dan pengguna layanan tidak lagi bersifat
primer. Manajer dan pihak asuransi kesehatan memantau hubungan antara penyedia jasa
dan konsumen layanan kesehatan.

Awal abad 21, fokus perawatan pada preventif atau pengobatan berbasis
komunitas, yang menggunakan berbagai pendekatan, antara lain melalui pusat kesehatan
mental, praktek, pelayanan di rumah sakit, pelayanan day care, home visite dan hospice
care. Pada saat ini banyak terjadi perubahan yang signifikan dalam perawatan kesehatan
jiwa. Managed care menghubungkan struktur dan layanan baru. Seorang manajer kasus
ditugaskan untuk mengkoordinasikan pelayanan untuk klien individu dan bekerja sama
dengan tim multidisipliner. Alat-alat manajemen klinis yang menunjukkan organisasi,
urutan dan waktu intervensi yang diberikan oleh tim perawatan untuk satu gangguan
yang teridentifikasi pada klien. Pemberian dan pemfokusan layanan pencegahan primer
(bukan hanya perawatan berbasis penyakit); mencakup identifikasi kelompok-kelompok
berisiko tinggi dan penyuluhan untuk mencegah gaya hidup guna mencegah penyakit.

Di Amerika, terdapat organisasi Disabilities Act (1990) yang membantu


memastikan bahwa penderita cacat, termasuk penderita gangguan jiwa, dapat

27
berpatisipasi penuh dalam kegiatan ekonomi dan sosial masyarakat. Organisasi-
organisasi seperti The National Alliance of Mentally III, menghapus stigma gangguan
jiwa dan member dukungan komunitas setempat bagi penderita ganguan jiwa dan
keluarganya. Organisasi tersebut melakukan lobi untuk meningkatkan dana penelitian
dan pengobatan gangguan jiwa. Pengetahuan tentang struktur dan fungsi otak
berkembang pesat. Tahun 1990-an dianggap sebagai “Dekade Otak” karena
pertumbuhan pesat pengetahuan tentang cara kerja otak. Seiring dengan kemajuan
genetika, pengetahuan yang dihasilhan telah membentuk kembali pemahaman tentang
penyebab dan pengobatan gangguan jiwa.

Meski dalam sejarah kesehatan jiwa banyak didominasi oleh dunia barat,
namun sesungguhnya dalam dunia Islam sejarah kesehatan jiwa justru sudah dimulai
sejak jauh sebelum Barat mengenal metode penyembuhan penyakit jiwa berikut
tempat perawatannya. Pada abad ke-8 M di Kota Baghdad. Menurut Syed Ibrahim B
PhD dalam bukunya berjudul "Islamic Medicine: 1000 years ahead of its times",
mengatakan, rumah sakit jiwa atau insane asylums telah didirikan para dokter dan
psikolog Islam beberapa abad sebelum peradaban Barat menemukannya. Hampir
semua kota besar di dunia Islam pada era keemasan telah memiliki rumah sakit jiwa.
Selain di Baghdad ibu kota Kekhalifahan Abbasiyah Insane Asylum juga terdapat di
kota Fes, Maroko. Selain itu, rumah sakit jiwa juga sudah berdiri di Kairo, Mesir pada
tahun 800 M. Pada abad ke-13 M, kota Damaskus dan Aleppo juga telah memiliki
rumah sakit jiwa.

Lalu bagaimana peradaban Islam mulai mengembangkan pengobatan kesehatan


jiwa? Menurut Syed Ibrahim, berbeda dengan para dokter Non Muslim di abad
pertengahan yang mendasarkan sakit jiwa pada penjelasan yang takhayul, dokter
Muslim justru lebih bersifat rasional. Para dokter Muslim mengkaji justru melakukan
kajian klinis terhadap pasien-pasien yang menderita sakit jiwa. Tak heran jika para
dokter Muslim berhasil mencapai kemajuan yang signifikan dalam bidang ini.
Mereka berhasil menemukan psikiatri dan pengobatannya berupa psikoterapi dan

28
pembinaan moral bagi penderita sakit jiwa. Selain itu, para dokter dan psikolog
Muslim juga mampu menemukan bentuk pengobatan modern bagi penderita sakit
jiwa seperti, mandi pengobatan dengan obat, musik terapi dan terapi jabatan.

Konsep kesehatan mental atau al-tibb al-ruhani pertama kali diperkenalkan dunia
kedokteran Islam oleh seorang dokter dari Persia bernama Abu Zayd Ahmed ibnu
Sahl al-Balkhi (850-934). Dalam kitabnya berjudul Masalih al-Abdan wa al-Anfus
(Makanan untuk Tubuh dan Jiwa), al-Balkhi berhasil menghubungkan penyakit antara
tubuh dan jiwa. Ia pun sangat terkenal dengan teori yang dicetuskannya tentang
kesehatan jiwa yang berhubungan dengan tubuh. Menurut dia, gangguan atau
penyakit pikiran sangat berhubungan dengan kesehatan badan. Jika jiwa sakit, maka
tubuh pun tak akan bisa menikmati hidup dan itu bisa menimbulkan penyakit
kejiwaan, tutur al-Balkhi.

Menurut al-Balkhi, badan dan jiwa bisa sehat dan bisa pula sakit. Inilah yang
disebut keseimbangan dan ketidakseimbangan. Dia menulis bahwa
ketidakseimbangan dalam tubuh dapat menyebabkan demam, sakit kepala, dan rasa
sakit di badan. Sedangkan, ketidakseimbangan dalam jiwa dapat mencipatakan
kemarahan, kegelisahan, kesedihan, dan gejala-gejala yang berhubungan dengan
kejiwaan lainnya.

Dia juga mengungkapkan dua macam penyebab depresi. Menurut dia,


depresi bisa disebabkan alasan yang diketahui, seperti mengalami kegagalan atau
kehilangan. Ini bisa disembuhkan secara psikologis. Kedua, depresi bisa terjadi oleh
alasan-alasan yang tak diketahui, kemukinan disebabkan alasan psikologis. Tipe
kedua ini bisa disembuhkan melalui pemeriksaan ilmu kedokteran.

29
Bagaimana perkembangan keperawatan jiwa di Indonesia? Perkembangan
keperawatan jiwa di Indonesia dimulai sejak zaman dulu kala, ketika gangguan
jiwa dianggap kerasukan, sehingga para dukun berusaha mengeluarkan roh jahat.
Seiring perkembangan keperawatan jiwa di dunia, perkembangan di Indonesia pun
turut berkembang. Hal ini dimulai sejak zaman Kolonial. Sebelum ada RSJ di
Indonesia, pasien gangguan jiwa ditampung di RS Sipil atau RS Militer di Jakarta,
Semarang, dan Surabaya, yang ditampung pada umumnya penderita gangguan jiwa
berat. Kemudian, mulailah didirikan beberapa rumah sakit jiwa.

30
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

1. Bahwa perkembangan keperawatan di Indonesia dipengaruhi oleh kondisi sosial ekonomi


yaitu pada saat penjajahan colonial Belanda, Inggris, dan Jepang. Pada masa
pemerintahan colonial Belanda, perawat berasal dari penduduk pribumi yang disebut
Valpeger dengan dibantu Zieken Oppaser sebagai penjaga orang sakit.
2. Dalam pendekatan keperawatan jiwa menggunakan beberapa model konseptual yaitu
Psycoanalitical (Freud, Erickson), Interpersonal (Sullivan, peplau), Social (Caplan,
Szasz), Existensial (Ellis, Rogers)/ Supportive Therapy (Wermon, Rockland), dan
Medica (Meyer, Kraeplin).

4.2 Saran

Kita sebagai perawat tidak boleh lupa akan sejerah perjuangan keperawatan jiwa
yang selalu dipandang sebelah mata terhadap khalayak umum dan harus terkobarkan
semangat juang membantu orang yang mengalami gangguan jiwa untuk sembuh seperti
semula.

Demikian isi makalah ini,saya sangat menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari
kata sempurna dan banyak kekurangan baik dari segi bentuk maupun materi yang saya
uraikan. Oleh karena itu,saya sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun
dari para pembaca untuk memrebaiki makalah selanjutnya.

31
DAFTAR PUSTAKA

http://grhasia.jogjaprov.go.id/berita/41/sejarah-perkembangan-keperawatan-jiwa.html

https://www.academia.edu/33363241/Sejarah_Keperawatan_Jiwa?auto=download

https://www.scribd.com/document/406589772/Makalah-Sejarah-Keperawatan-Jiwa-Di-Dunia-
dan-Di-Indonesia-docx

http://calonsarjanabangsa.blogspot.com/2018/12/makalah-sejarah-keperawatan-di.html

32

Anda mungkin juga menyukai