Anda di halaman 1dari 29

PROPOSAL SKRIPSI

EFEKTIFITAS PEER EDUKATOR DALAM


MENANGGULANGI STRES PSIKOLOGIS PEMBELAJARAN
DARING PADA REMAJA DI SMA 3 KOTA BIMA

NURHASANAH FEBRIYANTI
NIM. P00620417028

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MATARAM
PROGRAM STUDI D.IV KEPERAWATAN BIMA
2

TAHUN AJARAN 2020/2021

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Masa remaja merupakan masa peralihan antara masa anak-


anak ke masa dewasa. Pada masa ini, remaja mengalami
perkembangan mencapai kematangan fisik, mental, social, dan
emosional. Umumnya, masa ini berlangsung sekitar umur 15 tahun
sampai umur 18 tahun, yaitu masa anak-anak duduk di bangku
sekolah menengah atas. Stress merupakan bagian yang tidak
terhindarkan dari kehidupan. Stress mempengaruhi setiap orang,
bahkan anak-anak. Menurut organisasi kesehatan dunia ( WHO,
2017) menyatakan bahwa depresi dan kecemasan merupakan
gangguan jiwa umum yang prevalensinya tinggi. Menurut catatan
riset ksehatan dasar ( Riskedsas) dari kementerian kesehatan
Republik Indonesia (2018), prevalansi gangguan emosional pada
penduduk berusia 15 tahun ke atas.
Pada studi pendahuluan di SMA 3 Kota Bima didapatkan
jumlah siswa kelas 1, 2 dan 3 sebanyak 448 orang, dengan jumlah
siswa laki – laki sebanyak 241 dan siswa perempuan sebanyak
207. (Data SMA 3 Kota Bima, 2020)

Pada akhir tahun 2019, dunia dikejutkan dengan


munculnya virus baru, yakni SARSCoV-2 yang menyebabkan
COVID-19, yaitu penyakit pernapasan akut dengan masa inkubasi
singkat dan juga memiliki penularan yang cepat. Berbagai upaya
dilakukan untuk mencegah dan menekan angka kesakitan serta
3

kematian yang disebabkan COVID-19. Di Indonesia, pemerintah


menetapkan kebijakan pembatasan sosial berskala besar (PSBB)
dan juga anjuran untuk melakukan physical distancing, yaitu
memberi jarak dengan orang lain minimal satu meter selama
kurang dari 15 menit untuk melindungi diri dari penyakit COVID-19
yang ditularkan melalui droplet.

Peer educator atau pendidik teman sebaya merupaka


konsep yang mengacu pada pendekatan, menggali suatu
komunitas, dan metode dikembangkan dalam satu kelompok yang
memiliki kedudukan sama antara anggota terutama berdasarkan
umur, status atau nilai/kelas. Berdasarkan hasil penerapan strategi
metode pendidik sebaya. Di simpukan bahwa siswa remaja lebih
sering berbicara tentang pembelajarang daring.

Di saat seperti itu remaja banyak bergantung pada reman


sebaya dalam mendapatkan masukan serta saran tentang
bagaimana mengambil tindakan. Hal tersebut yang menjadi dasar
pembentukan program sebaya (peer educator) diterapkan di
sekolah mulai dari SD sampai SMA juga pada perguruan tingi.
Program peer educator menempatkan remaja sebagai insan yang
terampil secara sosial dalam menyampaikan pesan kepada
temannya tertutama menyangkut peningkatan kesehatan remaja
(Nurmala, 2020)

Program peer educator di sekolah SMA pada saat ini sudah


tidak aktif sejak tahun 2014, jika masih ada program peer
educator di SMA terbatas pada kegiatan yang dilakukan oleh
berbagai instansi diluar sekolah. Jadi peran sekolah hanyalah
mengirimkan siswanya untuk berpartisipasi dalam pelatihan
tersebut. Padahal, sekolah diharapkan dapat secara aktif
menjalankan program peer educator ini terutama dengan tingginya
ancaman terhadap munculnya virus baru, yakni SARSCoV-2 yang
menyebabkan COVID-19. (Nurmala, 2020)
4

Penelitian ini dapat dijadikan bahan pertimbangan bagi


SMA terkait untuk menghidupkan kembali program peer
educator secara terpadu bagi siswa SMA/SMK. Hal ini akan dapat
membantu remaja untuk secara mandiri mengatasi masalahnya
sendiri secara tepat dan pada saat yang bersamaan menjadi
sumber informasi bagi teman mereka yang membutuhkan

Berdasarkan latar belakang tersebut peneliti ingin


mengetahui efektifitas peer edukator dalam menanggulangi stres
psikologis pembelajaran daring pada remaja di SMA 3 Kota Bima.

B. Rumusan masalah
Apakah pendampingan peer educator efektif dalam
menanggulangi stres psikologis pembelajaran daring pada remaja
di SMA 3 Kota Bima.

C. Tujuan penelitian

1.
2. Tujuan umum:

Mengetahui Efektifitas pendampingan peer educator dalam


menanggulangi stres psikologis pembelajaran daring pada
remaja di SMA 3 Kota Bima.

3. Tujuan khusus:

a. Mengidentifikasi stress psikologis remaja terhadap


pembelajaran daring sebelum pendampingan peer educator
di SMA 3 Kota Bima.
b. Mengidentifikasi stress psikologis remaja terhadap
pembelajaran daring sesudah pendampingan peer educator
di SMA 3 Kota Bima.
5

c. Menganalisis stres psikologis pembelajaran daring pada


remaja sebelum dan sesudah pendampingan peer educator
di SMA 3 Kota Bima.

D. Manfaat penelitian
1. Manfaat teoritis
Penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan referensi

untuk penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan efektifitas

peer educator dalam menanggulangi stres psikologis

pembelajaran daring pada remaja di SMA.

2. Manfaat praktis

a. Manfaat bagi institusi pendidik

Penelitian ini dapat memberikan sumber informasi dan

dokumentasi bagi institusi dalam meningkatkan pendidikan

selanjutnya.

b. Manfaat bagi jurusan

Mewujudkan tridarma perguruan tinggi, yaitu pendidikan,

pengabdian kepada masyarakat, dan penelitian.


6

BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Konsep peer educator

1. Pengertian

Peer education adalah suatu prinsip yang bekerja dari


remaja, untuk remaja, dan oleh remaja sehingga program peer
education dengan peer educator sebagai aktornya sangat efektif
untuk mendorong keterlibatan remaja dalam kerja-kerja untuk
remaja sendiri. Disebutkan diatas bahwa dorongan sesama remaja
sangat dominan dalam pola-pola perilaku diantara remaja sendiri,
disamping itu sampai saat hanya teman sebayalah yang dianggap
oleh remaja yang mampu menjadi tempat berlabuh dari berbagai
macam persoalan. Pada awalnya Peer Educator dibentuk dan
dilatih untuk kerja-kerja pemberian informasi dan bantuan konseling
bagi remaja sebayanya. Maka untuk kepentingan itu dibutuhkan
potensi remaja yang memiliki latar dan kemampuan komunikasi,
ketertarikan, pengetahuan tentang kesehatan reproduksi.

2. Tujuan

Program yang dikembangkan peer educator tersebut


merupakan bentuk konsekuensi dari pelatihan yang cenderung
penguatan kepada remaja ke sesama remaja saja. Pelatihan peer
educator dimasa itu lebih meningkatkan kapasitas diri remaja yang
7

tergabung program peer education, warna pelatihanpun cenderung


ke arah skill remaja untuk berkomunikasi dengan remaja lain,
menguatkan pengetahuan tentang kesehatan reproduksi, infeksi
menular seksual, HIV-AIDS, yang menjadi topik baru munculnya
wabah covid-19 dan pengetahuan sejenisnya. Pada posisi
dorongan pasca pelatihan masih pada bagaimana remaja yang lain
tahu tentang informasi kesehatan reproduksi dengan beban dan
tanggung jawab pada peer educator. Untuk lintas sekolah antar
peer educator diorganisir sebagai bentuk wadah forum komunikasi,
yang bertujuan untuk memberikan ruang diskusi saling tukar
pengalaman antar sekolah yang memiliki program peer educator
untuk berbagi pengalaman dan solusi.
Sudah barang tentu sekolah yang merasa pendidikan
kesehatan reproduksi bermakna maka dukunganpun akan
mengalir, tetapi bila sekolah merasa tidak membutuhkan
pentingnya pendidikan kesehatan reproduksi maka peran
sekolahpun menjadi nihil atau bahkan sampai bahkan merasa
terganggu.
Demikian program diselenggarakan di sekolah dengan
fasilitasi Peer Educator lingkup kerja yang dilakukan seputar
memberikan informasi kepada teman-teman sebaya dan
memberikan solusi ketika teman remaja yang mempunyai masalah.
Dalam menjalankan program ini, banyak hasil yang dicapai terlebih
pada sekolah-sekolah yang pendampingapnya bertahan cukup
lama. Dari sekolah itu akan muncul kepedulian antar remaja untuk
menyusun kegiatan-kegiatan di intern sekolah masing-masing.
Mading dan buletin menjadi dominan kegiatan yang diminati oleh
remaja, karena sederhananya kegiatan tersebut serta banyak
diminati remaja dengan secara bebas bereksperimentasi kreatifitas
baik tata letak, tata tulis ataupun ide isinya. Kegiatan lain juga
menjadi wilayah ketertarikan peer educator adalah diskusi kecil
dengan beberapa orang di waktu istirahat ataupun waktu luang
8

lainnya bahkan ada beberapa sekolah yang terprogram masuk


kelas untuk berceramah. Sekali waktu peer educator melakukan
kegiatan diluar sekolah dengan memanfaatkan hari libur

B. Konsep stres psikologis

1. Definisi stres

Ada berbagai pandangan dan definisi mengenai stres. Menurut


Lazarus stres akan dialami oleh setiap manusia, tanpa ada
pengecualian. Hardjana (2004) mengungkapkan stres merupakan
hal yang melekat pada kehidupan, siapa saja akan mengalami dan
stres merupakan hal yang tidak terhindarkan dalam kehidupan
manusia.
Secara psikologis stres dapat dikonseptualisasikan dalam tiga
cara (Baum; Coyne & Holroyddalam Sarafino 2008), yaitu :

a. Pendekatan pertama menekankan pada lingkungan dan


menggam
b. barkan stres sebagai stimulus. Setiap kejadian atau situasi yang
c. dipersepsikan sebagai ancaman atau berbahaya sehingga
menghasilkan perasaan tertekan disebut dengan stresor.
d. Pendekatan kedua memperlakukan stres sebagai suatu respon
yang menekankan pada reaksi seseorang terhadap stresor.
Respon ini memiliki dua komponen yaitu psikologis dan
fisiologis. Komponen psikologis menyangkut perilaku, pola pikir,
dan emosi. Sementara komponen fisiologis menyangkut
tingginya arousal tubuh, misalnya jantung berdetak kencang,
mulut terasa kering, perut terasa mual dan keluarnya keringat.
Respon psikologis dan fisiologis ini dapat juga disebut strain
atau ketegangan
9

e. Pendekatan ketiga adalah stres sebagai proses yang


melibatkan stressor dan strain serta menambahkan dimensi lain
yang penting, yaitu hubungan individu dengan lingkunganya,
dimana individu dan lingkungannya saling mempengaruhi satu
sama lain. Menurut pandangan. ini stres tidak hanya sekedar
stimulus dan respon melainkan sebuah proses individu sebagai
agen aktif yang dapat mempengaruhi dampak stresor melalui
strategi perilaku, kognitif dan emosional

Berdasarkan ketiga pandangan di atas Sarafino (1998)


mendefinisikan stres merupakan suatu kondisi yang disebabkan
transaksi individu dengan lingkungan sehingga membuat individu
mempersepsikan kesenjangan baik nyata ataupun tidak antara
tuntutan-tuntutan yang berasal dari situasi dengan sumber daya
sistem biologis, psikologis dan sosial seseorang. Stres merupakan
suatu pengalaman emosional negatif yang disertai dengan perubahan
biokimia, fisiologi, kognitif dan perilaku yang dapat diramalkan di mana
diarahkan baik terhadap usaha untuk mengubah kejadian stres
ataupun mengakomodasikan efek dari stres tersebut (Taylor, 1991)

2. Gejala stres

a. Gejala fisiologis, ditandai dengan meningkatnya tekanan darah,


detak jantung, detak nadi, dan sistem pernafasan
b. Gejala kognitif, terlihat lewat terganggunya proses kognitif
individu, seperti pikiran menjadi kacau, menurunnya daya
konsentrasi, pikiran berulang, dan pikiran tidak wajar
c. Gejala emosi, menyangkut emosi yang mungkin dialami
individu, seperti takut, cemas, malu, dan marah
d. Gejala tingkah laku, dapat dibedakan menjadi fight, yaitu
melawan situasi yang menekan, dan flight yaitu menghindari
situasi yang menekan

Stres tidak hanya menyangkut segi lahir, tetapi juga batin. Maka
tidak mengherankan jika gejala stres di temukan dalam segala segi
10

dari seseorang. Gejala itu tentu saja berbeda pada setiap individu
karena pengalaman stres sangat pribadi sifatnya. Menurut
Hardjana (1994) gejala-gejala stres ada empat, yaitu :

a. Gejala Biologis
Gejala biologis dari stres berupa gejala fisik. Gejala fisik dari
stres yang dialami individu antara lain: sakit kepala, sakit
punggung, gangguan tidur, sembelit, mencret, gangguan
pencernaan, gangguan makan, gangguan kulit dan produksi
keringat yang berlebihan
b. Gejala Intelektual
Kondisi stres dapat mengganggu proses berpikir individu.
Individu yang mengalami stres cenderung mengalami
gangguan daya ingat, perhatian dan konsentrasi, sulit membuat
keputusan, produktivitas menurun, kehilangan rasa humor yang
sehat, pikiran dipenuhi dengan satu hal saja, mutu kerja
rendah, pikiran kacau
c. Gejala Emosional
Kondisi stres dapat menganggu kestabilan emosi individu.
Individu yang mengalami stres akan menunjukkan gejala
mudah marah, kecemasan yang berlebihan terhadap segala
sesuatu, gugup, mudah tersinggung, gelisah, harga diri
menurun, gampang menyerang orang lain, merasa sedih dan
depresi
d. Gejala Interpersonal
Kondisi stres dapat mempengaruhi tingkah laku sehari-hari
yang cenderung negatif sehingga menimbulkan masalah dalam
hubungan interpersonal seperti mendiamkan orang lain, senang
mencari kesalahan orang lain, menutup diri secara berlebihan,
kehilangan kepercayaan pada orang lain, mudah membatalkan
11

janji, menyerang dengan kata-kata, dan mengambil sikap


terlalu membentengi atau mempertahankan diri

Hal senada juga di kemukakan oleh Schule; Kahn dan Byosiere


(dalam Robbins dan Judge, 2008) yang menggelompokkan gejala
stres menjadi dua gejala yaitu fisiologis dan psikologis, serta gejala
perilaku menurut Croon dkk (dalam Robbins dan Judge, 2008) .
Rincian gejala tersebut adalah :

a. Gejala fisiologis
Pengaruh awal stres biasanya berupa gejala-gejala fisiologis. Hal
ini dapat dilihat dari fakta penelitian yang dilakukan oleh ahli ilmu
kesehatan dan medis. Penelitian ini menunjukkan bahwa stres
dapat menciptakan perubahan dalam metabolisme,
meningkatkan detak jantung dan tekanan nafas, menaikkan
tekanan darah, menimbulkan sakit kepala dan memicu serangan
jantung
Hasil penelitian yang dilakukan Schaubroek, Jones & Xie (dalam
Robbins dan Judge, 2008) menunjukan bukti bahwa stres
memiliki efek fisiologis yang membahayakan. Sebagai contoh
salah satu studi yang dilakukan menghubungkan tuntutan kerja
yang menimbulkan stres denganmeningkatnya kerentanan
terhadap penyakit penyakit saluran pernafasan atas dan fungsi
sistem kekebalan tubuh yang tidak berjalan dengan baik,
terutama bagi individu-individu yang memiliki tingkat keyakinan
diri rendah
b. Gejala psikologis
Stres muncul dalam beberapa kondisi psikologis seperti
ketegangan, kecemasan, kejengkelan, kejenuhan, dan sikap
menunda-nunda
c. Gejala perilaku
12

Gejala-gejala stres yang berkaitan dengan perilaku meliputi


perubahan kebiasaan makan, kegelisahan dan ketidak teraturan
waktu tidur

Dari pendapat tokoh-tokoh di atas mengenai gejala stres dapat


disimpulkan bahwa gejala stres dapat dikelompokkan menjadi tiga
kelompok, yaitu gejala biologis, psikologis dan tingkah laku. Gejala
biologis dapat ditandai dengan meningkatnya detak jantung,
terganggunya saluran pernafasan, sakit kepala, mual dan
gangguan pencernaan. Gejala psikologis meliputi kecemasan,
emosi yang tidak stabil, mudah marah, gugup dan mudah
tersinggung sedangkan gejala tingkah laku meliputi kebiasaan
makan yang tidak teratur, kegelisahan, dan menghindari keadaan
yang menekan

3. Faktor-Faktor Penyebab Stres


Menurut Smet (1994), faktor yang mempengaruhi stres antara lain:

a. Variabel dari dalam diri individu, meliputi: umur, tahap


kehidupan, jenis kelamin, temperamen, faktor genetik,
inteligensi, pendidikan, suku, kebudayaan, status ekonomi.
b. Karakteristik kepribadian, meliputi: introvert-ekstrovert, stabilitas
emosi secara umum, locus of control, kekebalan, ketahanan
c. Variabel sosial-kognitif, meliputi: dukungan sosial yang
dirasakan, jaringan sosial, dan kontrol pribadi yang dirasakan
d. Hubungan dengan lingkungan sosial, adalah dukungan sosial
yang diterima dan integrasi dalam hubungan interpersonal
e. Strategi koping, merupakan rangkaian respon yang melibatkan
unsur-unsur pemikiran untuk mengatasi permasalahan sehari-
hari dan sumber stres yang menyangkut tuntutan dan ancaman
yang berasal dari lingkungan sekitar

Faktor penyebab stres menurut Luthan (2005) terdiri atas empat hal
utama yaitu:
13

a. Extra organizational stressor, yang terdiri atas perubahan sosial


atau teknologi, keluarga, relokasi, keadaan ekonomi dan
keuangan, ras dan kelas, serta keadaan komunitas atau tempat
tinggal
b. Organizational stressor, yang terdiri atas kebijakan organisasi,
struktur organisasi, keadaan fisik dalam organisasi, dan proses
yang terjadi di dalam organisasi
c. Group stressor, yang terdiri atas dukungan sosial, kurangnya
kebersaman dalam grup, konflik intrain individu, interpersonal
dan intergrup
d. Individual stressor, yang terdiri atas pola kepribadian tipe A,
terjadinya konflik dan ketidak jelasan peran, serta disposisi
individu, seperti kontrol personal, rasa tak berdaya, efikasi diri,
dan daya tahan psikologis.

Berdasarkan uraian di atas faktor penyebab stres dapat di bagi


menjadi dua, yaitu penyebab dari dalam diri dan dari luar diri
individu. Faktor dari dalam diri seperti umur, jenis kelamin
tempramen, kepribadian, efikasi diri dan daya tahan tubuh,
sedangkan faktor dari luar diri adalah dukungan sosial, perubahan
lingkungan konflik antar individu dan ekonomi
4. Tahapan stres
Menurut Sarafino (1998), tiga tahapan dalam stres atau lebih
dikenal dengan General Adaption Syndrome (GAS) yaitu:

a. Alarm Reaction
Merupakan respon terhadap kondisi stres yang muncul secara
fisik. Terjadi perubahan pada tubuh atau biokimia seperti tidak
enak badan, sakit kepala, otot tegang, kehilangan nafsu makan,
merasa lelah. Secara psikologi, meningkatnya rasa cemas, sulit
konsentrasi atau tidur tidak nyenyak, bingung atau kacau.
Mekanisme seperti rasionalisasi atau penyangkalan sering
dilakukan
14

b. Resistance
Kondisi dimana tubuh berhasil melakukan adaptasi terhadap
stres. Gejala menghilang, tubuh dapat bertahan dan kembali
pada kondisi normal
c. Exhaustion
Kondisi yang muncul jika stres berkelanjutan sehingga individu
menjadi rapuh/ kehabisan tenaga. Secara fisik, tubuh menjadi
breakdown, energi untuk beradaptasi habis, reaksi atau gejala
fisik muncul kembali, yang akhirnya dapat mengakibatkan
individu meninggal. Secara fisiologis, mungkin terjadi halusinasi,
delusi, perilaku apatis bahkan psikosis

Sementara Seyle (dalam Nurs dan Kurniawati, 2008) menyebutkan


ada tiga tahapan stres, yaitu :

a. Tahap peringatan, tahap ini merupakan tahap reaksi awal tubuh


dalam menghadapi berbagai stressor
b. Tahap adaptasi, tahap ini merupakan tahap dimana tubuh mulai
beradaptasi dengan adanya stress dan berusaha mengatasi
serta membatasi stressor. Ketidakmampuan beradaptasi akan
menyebabkan tubuh menjadi lebih rentan terhadap penyakit
c. Tahap kelelahan, tahap ini merupakan tahap dimana adaptasi
tidak dapat dipertahankan karena stres yang berulang sehingga
berdampak pada seluruh tubuh.

Berdasarkan tahapan stres di atas dapat disimpulkan bahwa stres


memiliki beberapa tahapan, yang meliputi tahap peringatan atas
suatu ancaman stres kemudian melakukan penilaian terhadap
ancaman yang datang dan jika dianggap mengganggu individu
akan beradaptasi, ketika individu tidak mampu beradaptasi dengan
baik maka akan terkena stres
C. Konsep Pembelajaran daring
15

1. Definisi

Sistem pembelajaran daring (dalam jaringan) merupakan sistem


pembelajaran tanpa tatap muka secara langsung antara guru dan
siswa tetapi dilakukan melalui online yang menggunakan jaringan
internet. Guru harus memastikan kegiatan belajar mengajar tetap
berjalan, meskipun siswa berada di rumah.
16

2. Ciri – ciri pembelajaran daring

Pembelajaran daring merupakan pembelajaran yang dilakukan


tanpa melakukan tatap muka, tetapi melalui platform yang telah
tersediaSegala bentuk materi pelajaran didistribusikan secara
online, komunikasi juga dilakukan secara online, dan tes juga
dilaksanakan secara online.

Daring juga menyatakan kondisi pada suatu alat perlengkapan atau


suatu unit fungsional. Sebuah kondisi dikatakan daring apabila
memenuhi beberapa persyaratan sebagai berikut.

a. Di bawah pengendalian langsung dari alat yang lainnya.


b. Di bawah pengendalian langsung dari sebuah system
c. Tersedia untuk penggunaan segera atau real time
d. Tersambung pada suatu sistem dalam pengoperasiannya
e. Bersifat fungsional dan siap melayani
17

D. Kerangka Konsep

Kerangka konsep penelitian adalah kerangka hubungan antara

konsep-konsep yang ingin diamati atau diukur melalui penelitian-

penelitian yang akan

dilakukan (Notoatmodjo, 2001).

Kerangka konsep dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

Pendampingan peer Stress psikologis


Remaja
pembelajaran
SMA educator
daring

Keterangan :

: Variabel dependen dan variabel independen

: Penghubung variabel yang diteliti

: Intervensi

Gambar: 2.6 Kerangka Konsep Penelitian

E. Hipotesis

Hipotesis adalah suatu pernyataan sementara yang harus

dibuktikan kebenarannya dengan menggunakan uji statistic yang

sesuai. Hipotesis adalah suatu asumsi pernyataan hubungan antar 2

variabel atau lebih yang disusun berdasarkan kerangka konsep

penelitian. Hipotesis diperlukan untuk penelitian eksperimen dan

analitik (Sudibyo Supardi dan Rustika, 2013).


18

H0 : Ditolak hipotesa alternatif diterima yang berarti ada Pengaruh

pendampingan peer educator dalam menanggulangi stres psikologis

pembelajaran daring pada remaja di SMA 3 Kota Bima


19

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Waktu dan tempat penelitian

Penelitian ini telah di laksanakan di SMS 3 Kota Bima pada

bulan Januari 2021

B. Desain Penelitian

Desain penelitian yang digunakan Berdasarkan tujuan penelitian

ini, adalah quasy experiment , dengan rancangan pre dan post test.

Selisih hasil pengukuran pre dan post intervensi dilakukan uji statistik

T test yang merupakan uji statistik untuk mengetahui hipotesis

komperhensif lebih dua sampel yang berhubungan atau untuk

mengetahui dua data berpasangan atau satu data diteliti dua kali.

Dengan maksud untuk mengidentifikasi Efektifitas pendampingan

peer educator dalam menanggulangi stres psikologis pembelajaran

daring pada remaja di SMA 3 Kota Bima

Subyek Pra Perlakuan Pasca test

K O I OI
Time 1 Time 2 Time 3

Keterangan
K = Subyek
O = Observasi 1
I = Intervensi
O1 = Observasi 2
20

C. Kerangka Kerja

Populasi

Jumlah populasi sebanyak 11 orang

Sampel

Jumlah sampel dalam penelitian ini sebanyak


11orang

Observasi 1

Pendampingan peer
educator

Observasi 2

Analisis data:
Dengan Uji Statistik T test

Pembahasan

Kesimpulan
21

D. Variabel Penelitian

1. Variabel Independen

Variabel independen adalah suatu stimulus aktivitas yang

dimanipulasi oleh peneliti untuk menciptakan suatu dampak pada

dependen variabel. Dalam ilmu keperawatan, variabel bebas

biasanya merupakan stimulus atau intervensi keperawatan yang

diberikan kepada klien untuk mempengaruhi tingkah laku.

(Nursalam, 2009). Yang menjadi variabel independen dalam

penelitian ini adalah pendampingan peer educator

2. Variabel Dependen

Variabel dependen adalah variabel respon atau output.

Variabel ini akan muncul sebagai akibat dari manipulasi suatu

variabel-variabel independen. (Nursalam & Pariani, 2009).Yang

menjadi variabel dependen dalam penelitian ini adalah stres

psikologis pembelajaran daring


22

E. Definisi Oprasional

Tabel : 3.1 Definisi Operasional

Alat
Variabel Definisi Operasional Parameter Skala Skor
Ukur

Independen Pendampingan yang 1. Mendapat Ordinal


dilakukan oleh teman pendampingan Peer
sebaya dalam Educator (PE)
Pendampinga menanggulangi stres terhadap pembelajaran
n peer psikologis pembelajaran daring
educator daring yang telah dipilih 2. Mendapat
dan dilatih oleh guru pengelompokan Peer
atau pelatih meliputi Educator (PE)
terhadap pembelajaran
daring
Dependen Stress  merupakan Dengan 3 tahapan stres: Lembar Ordinal stres : 1
cara tubuh remaja
menanggapi jenis a. Tahap Keringatan ceklist
Stress tuntutan, atau tekanan b. Tahap adaptasi Tidak stres : 2
psikologis yang bersal dari c. Tahap kelelahan
pembelajaran kegiatan pembelajaran
daring daring
23
24

F. Populasi, Sampel, Sampling

1. Populasi

Populasi adalah keseluruhan dari obyek penelitian atau

obyek yang akan diteliti. (Nursalam 2009). Populasi dari penelitian

ini adalah semua siswa SMA 3 Kota Bima Jumlah sampel dalam

penelitian ini adalah sebanyak 448 orang

2. Sampel

Sampel adalah sebagian dari keseluruhan obyek yang diteliti

dan dianggap mewakili seluruh populasi. Dan jumlah sampel dalam

penelitian ini sebanyak 448 orang.

3. Sampling

Metode sampling yang digunakan adalah menggunakan

tekhnik total sampling atau dimana seluruh populasi dijadikan

sampel dan memenuhi kriteria inklusi.

G. Teknik pengumpulan, pengolahan dan analisis Data

1. Instrumen pengumpulan data

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah

observasi dan ceklis. Pada pengukuran instrumen ini

menggunakan skala ordinal untuk mengukur Efektifitas

pendampingan peer educator dalam menanggulangi stres

psikologis pembelajaran daring pada remaja di SMA 3 Kota Bima.

2. Pengolahan Data

a. Editing
25

Editing dilakukan dengan cara mengoreksi data yang telah di

proses yang meliputi kebenaran pengisian, kelengkapan

jawaban dan relevansi jawaban.

b. Coding

Peneliti melakukan pemberian kode pada data untuk

mempermudah mengolah data, semua variabel diberi kode

dengan kata laon coding adalah kegiatan merubah bentuk data

yang lebih ringkas mengunakan kode – kode tertentu.

c. Tabulating

Data sebelum diklasifikasikan data terlebih dahulu

dikelompokkan menurut kategori yang telah ditentukan,

selanjutnya data ditabulasi sehingga memeperoleh frekuensi dari

masing - masing variabel

d. Clening

Memeriksa kembali apakah data yang dimasukan ada kesalahan

atau tidak.

3. Analisis Data

Berdasarkan pada observasi yang telah dilakukan oleh peneliti,

selanjutnya dilakukan tabulasi data dan analisa data dengan

menggunakan uji statistik T test


26

Data yang diperoleh dimasukkan dalam lembar observasi. Data

yang terkumpul selanjutnya diolah, kemudian Analisa statistik hasil

jawaban atas observasi diskoring dan kemudian dilakukan

perbandingan nilai antara pre prelakuan dan post perlakuan dengan

uji statistik T Test yang merupakan uji statistikuntuk mengetahui

hipotesis komperatif lebih dua sampel yang berhubungan atau

untuk mengetahui dua data berpasanagn atau satu data diteliti

dua kali. dengan tingkat kemaknaan p < 0,05.

H. Etik Penelitian

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan subyek penelitian pada

siswa di SMA 3 Kota Bima. Untuk itu perlu mengajukan permohonan

izin kepada Kepala sekolah di SMA 3 Kota Bima . Setelah itu peneliti

menemui subyek yang akan dijadikan responden untuk menekankan

masalah etik yang meliputi :

1. Lembar persetujuan menjadi responden (Informed Consent)


27

Lembar persetujuan akan diberikan kepada setiap

responden yang menjadi subyek penelitian dan memberikan

penjelasan tentang maksud dan tujuan dari penelitian serta

menjelaskan akibat-akibat yang akan terjadi bila pasien bersedia

menjadi subyek penelitian. Jika pasien bersedia maka haru

s menandatangani lembar persetujuan sebagai tanda bersedia.

Apabila responden tidak bersedia menjadi responden maka peneliti

akan tetap menghormati hak-hak responden.

2. Tanpa nama (Anonimity)

Nama subyek tidak dicantumkan pada lembar pengumpulan

data, dan untuk mengetahui keikutsertaannya peneliti hanya

menggunakan kode dalam bentuk nomor pada masing-masing

lembar pengumpulan data.

3. Kerahasiaan (Confidentiality)

Kerahasiaan informasi yang telah didapat oleh peneliti dari

responden akan dijamin kerahasiaannya. Hanya pada kelompok

tertentu saja yang akan peneliti sajikan utamanya dilaporkan pada

hasil riset.
28

DAFTAR PUSTAKA

Nurmala, I., Rachmayanti, R.D., Muthmainnah, Pertiwi, E.D., Harris, N..


(2020). Attitudes of High School Students towards Reactivation of Peer
Counselor program to Prevent Substance Use in Surabaya. Utopia y
praxis Latinoamericana, 25(6), 134-143.
https://produccioncientificaluz.org/index.php/utopia/article/view/33516
/35369
29

Anda mungkin juga menyukai