Anda di halaman 1dari 82

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kehamilan merupakan suatu proses dari kehidupan seorang wanita.

Dengan adanya proses kehamilan terjadi pada diri seorang wanita akan

menyebabkan beberapa perubahan. Ada tiga faktor yang mempengaruhi

kehamilan yaitu faktor fisik, faktor psikologis dan faktor sosial, budaya dan

ekonomi.Kehamilan yang diharapkan oleh seorang wanita dalam keadaan

normal, sehat dan tidak menyulitkan baik bagi calon ibu maupun bayi.

Penyakit yang dialami selama kehamilan akan berdampak kurang

menguntungkan bagi bayi. Salah satu penyakit yang saat ini sangat ditakuti

adalah Human Immunodeficiency Virus (HIV), Sifilis dan Hepatitis B

(Mandang dkk, 2016 ).

Kehamilan dengan HIV (Human Immunodefisiensy Virus), Sifilis dan

Hepatitis B merupakan penyakit menular yang memiliki kesamaan dalam cara

penularan. HIV (Human Immunodeficiency Virus) merupakan penyakit yang

disebabkan oleh virus yang menyerang sel darah putih sehingga menyebabkan

turunnya sistem kekebalan tubuh (Kumalasari, 2013). Sedangan penyakit

Sifilis merupakan IMS yang disebabkan oleh kuman Treponema pallidum

yang dapat ditularkan ke bayi melalui plasenta atau pada saat bersalin. Untuk

Hepatitis itu sendiri adalah peradangan hati yang bisa berkembang menjadi

fibrosis (jaringan parut), sirosis atau kanker hati (Kemenkes, 2015).

1
2

HIV, Sifilis dan Hepatitis B dikenal sebagai penyakit yang ditularkan

melalui darah atau cairan tubuh lainnya. Kejadian HIV pada ibu hamil

semakin meningkat dan umumnya ditemukan pada usia 20-29 tahun. Selain

itu, HIV pada ibu hamil menyebabkan masalah yang lebih berat karena dapat

membahayakan keselamatan jiwa ibu dan menular kepada bayi melalui masa

kehamilan, saat melahirkan dan menyusui. Diperkirakan sebanyak 8.604

bayi dengan HIV lahir setiap tahun (Kemenkes, 2015).

Infeksi HIV, Sifilis, dan Hepatitis B pada anak lebih dari 90% tertular

dari ibunya. Prevalensi pada ibu hamil untuk HIV sebesar 0,39 %, untuk sifiis

1,7% dan untuk Hepatitis B 2,5%. Resiko penularan dari ibu kebayi untuk

HIV 25-45%, sedangkan sifilis 60-80%, dan hepatitis B sekitar 90%. Dampak

pada bayi yang terinfeksi HIV menghambat perkembangan sistem kekebalan

bayi sejak saat lahir, sedangkan bayi terinfeksi sifilis saat lahir telah

mengalami sifilis congenital . Pada bayi terinfeksi hepatitis B akan mengalami

fulminasi (kondisi sakit berat) yang mengarah pada sirosis atau hepatoma

pada decade kedua kehidupannya (Kemenkes, 2017).

Berdasarkan hasil wawancara dengan pemegang Program Kesehatan

Masyarakat Bidang Kesehatan Keluarga dan Gizi didapatkan bahwa data

tentang HIV, Sifilis dan Hepatitis B pada ibu hamil tidak dapat diberikan

karena pengambilan data harus sesuai dengan penerbitan buku saku yang ada

di Dinas Kesehatan Kabupaten Semarang. Data yang dapat diberikan hanya

data ibu hamil yang melakukan tes HIV.


3

Data dari Dinas Kesehatan Kabupaten Semarang jumlah ibu hamil

yang melakukan tes HIV Tahun 2017 sebanyak 3.420 ibu hamil dan pada

Tahun 2018 sebanyak 7.299 ibu hamil dimana tes HIV terendah terdapat pada

Puskesmas Kalongan. Ibu hamil yang melakukan tes HIV terdapat 20 ibu

hamil, untuk IMS/Sifilis terdapat 52 ibu hamil dan Hepatitis B terdapat 135

ibu hamil dari 627 ibu hamil pada Tahun 2018. Data tersebut menunjukkan

bahwa cakupan tes HIV, Sifilis dan Hepatitis B di Puskesmas Kalongan belum

mencapai target sasaran 100 %. Dampaknya jika ibu hamil yang melakukan

pemeriksaan HIV, Sifilis dan Hepatitis B rendah, maka menyebabkan kasus

HIV, Sifilis dan Hepatitis B tidak diketahui secara awal, sehingga akan

menambah angka kelahiran bayi dengan HIV, Sifilis dan Hepatitis B (Dinkes

Kabupaten Semarang, 2018).

Menurut Data Puskesmas Kalongan tahun 2019, jumlah ibu hamil di

Puskesmas Kalongan pada bulan Januari-Maret 2019 yaitu 203 ibu hamil.

Puskesmas Kalongan mempunyai 5 Desa binaan. Dari rekam medis

didapatkan ibu hamil yang melakukan tes HIV ada 44, Sifilis 37 dan Hepatitis

B 59 ibu hamil. Terendah ibu hamil yang melakukan tes HIV, Sifilis dan

Hepatitis B terdapat di Desa Kawengan (Rekam Medis Puskesmas Kalongan,

2019).

Untuk mencegah penularan HIV, sifilis, dan Hepatitis B dari ibu ke

anak dapat dilakukan dengan deteksi dini melalui skrining pada ibu hamil.

Deteksi dini penularan infeksi hanya dapat diketahui dengan pemeriksaan

laboratorium yang dilakukan secara inklusif bersama pemeriksaan rutin sesuai


4

dengan T8 pada pelayanan antenatal terpadu lengkap yang dilaksanakan

dengan tes cepat (rapid diagnostic test) (Kemenkes, 2017).

Dalam mempercepat penurunan morbiditas dan mortalitas, pemerintah

mengeluarkan Permenkes Nomor 52 Tahun 2017 tentang Pedoman Eliminasi

Penularan HIV, Sifilis dan Hepatitis B dari ibu ke anak. Pedoman ini

memberikan acuan untuk mengurangi penularan HIV, Sifilis dan Hepatitis B

dari ibu ke anak, serta menurunkan angka kesakitan, kecacatan, dan kematian

akibat HIV, Sifilis dan Hepatitis B pada ibu ke anak. Sebelum diterbitkannya

Pedoman Eliminasi Penularan HIV, Sifilis dan Hepatitis B dari ibu ke anak di

Indonesia, telah didahului dengan Surat Edaran Nomor HK.02.01/Menkes

/37/2017 tentang Pelaksanaan Eliminasi Penularan HIV, Sifilis dan Hepatitis

B dari ibu ke anak (Kemenkes, 2017).

Eliminasi adalah upaya pengurangan terhadap penyakit secara

berkesinambungan diwilayah tertentu sehingga angka kesakitan penyakit

tersebut dapat ditekan serendah mungkin agar tidak menjadi masalah

kesehatan diwilayah yang bersangkutan. Pada HIV, Sifilis dan Hepatitis B di

Indonesia ditetapkan target eliminasi adalah < 50 kasus per 100.000 kelahiran

hidup dalam periode satu tahun (Kemenkes, 2017).

Dalam meningkatan pengetahuan tentang pencegahan penularan HIV,

Sifilis dan Hepatitis B melalui ibu kepada anaknya sangat penting untuk

mengurangi resiko penularan.Ibu yang mengetahui tentang penularan HIV

kepada anaknya selama kehamilan, melahirkan dan menyusui yaitu

59%.Pengetahuan tentang HIV dari ibu keanaknya berbeda menurut daerah


5

tempat tinggal. Persentase diperkotaan lebih tinggi yaitu 67% sedangkan di

pedesaan yaitu 50%. Pengetahuan ini dapat dilihat dari tingkat pendidikannya

yaitu 11% pada ibu yang tidak sekolah sedangkan pada ibu yang

berpendidikan tinggi yaitu 78% (SDKI, 2017).

Upaya pemerintah dalam menyelenggarakan Eliminasi Penularan HIV,

Sifilis dan Hepatitis B dilakukan melalui kegiatan promosi kesehatan dengan

strategi advokasi, pemberdayaan masyarakat, dan kemitraan yang ditujukan un

tuk meningkatkan pengetahuan ibu hamil tentang manfaat deteksi dini

penularan HIV, Sifilis dan Hepatitis B secara inklusif terpadu dalam pelayanan

antenatal sejak awal kunjungan pemeriksaan trimester pertama (Kemenkes,

2017). Kegiatan dalam promosi kesehatan dapat dilakukan melalui

penyuluhan kesehatan yaitu kegiatan pendidikan yang dilakukan dengan cara

menyebarkan pesan, menanamkan keyakinan, sehingga ibu hamil tidak saja

sadar, tahu dan mengerti, tetapi juga mau dan bisa melakukan suatu anjuran

yang ada hubungannya dengan kesehatan (Notoatmodjo, 2010).

Oleh karena itu ibu hamil perlu diberikan informasi mengenai HIV,

Sifilis dan Hepatitis B yang bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan ibu

hamil tentang penularan HIV, Sifilis dan Hepatitis B dari ibu ke anak,

diharapkan ibu hamil paham akan pentingnya pemeriksaan HIV, Sifilis dan

Hepatitis B. Dalam menyampaikan informasi dapat dilakukan melalui media

cetak dan media elektronik (Hamdani, 2013).

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Sukmawati (2017) tentang

Efektifitas Pendidikan Kesehatan dengan Media Leafleat dan Flipchart


6

terhadap peningkatan pengetahuan tentang HIV-AIDS pada ibu hamil di

Puskesmas Tawangsari bahwa tingkat pengetahuan ibu hamil sebelum

pendidikan kesehatan dengan media leaflet dan flipchart dalam kategori baik

(18,4%) sesudah pendidikan kesehatan ada peningkatan yaitu (23,7%) dengan

kategori baik. Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan

Ma’rifah dan Ika (2015) tentang Pendidikan Kesehatan, Media Flipchart

Terhadap Perilaku Pemberian ASI Pekerja Wanita bahwa sebelum diberikan

pendidikan kesehatan diperoleh ibu yang memiliki perilaku kurang sebanyak

21 orang (60%), setelah 1 minggu dilakukan observasi terdapat peningkatan

baik sebanyak 22 orang (63%) dan cukup sebanyak 12 orang (34%).

Menurut Eva (2016), bahwa media cetak seperti flipchart dapat

meningkatkan pengetahuan ibu hamil tentang Inisiasi Menyusui Dini (IMD)

dan ASI Eksklusif. Artinya media flipchart sangat efektif untuk meningkatkan

pengetahuan seseorang, baik pengetahuan HIV, Sifilis dan Hepatitis B

ataupun pengetahuan lain yang dapat dipelajari melalui media tersebut. Media

flipchart yaitu media penyampaian pesan atau informasi kesehatan dalam

bentuk lembar balik. Biasanya didalam setiap lembaran buku berisi gambar

peragaan dan dibaliknya terdapat kalimat yang berisi pesan-pesan dan

informasi yang berkaitan dengan gambar tersebut Sehingga mampu

memotivasi, mendorong, membangkitkan kesadaran, meningkatkan

kesehatannya dan dapat menjelaskan persepsi masyarakat yang masih belum

tepat mengenai Penularan HIV, Sifilis dan Hepatitis B dari ibu ke anak agar

ibu hamil lebih paham dan dapat mengetahui bahaya dari penularan HIV,
7

Sifilis dan Hepatitis B dari ibu ke anaknya untuk dilakukan pemeriksaan

(Fitriani, 2011).

Dari hasil wawancara dengan Bidan Koordinator KIA di Puskesmas

Kalongan mengenai Program Eliminasi Penularan HIV, Sifilis dan Hepatitis B

dari ibu ke anak bahwa program tersebut baru berjalan selama 3 bulan karena

keterbatasan reagen dari pemerintahsehingga pemeriksaan tersebut belum

berjalan dengan baik dikarenakan beberapa faktor seperti kurangnya SDM

(sumber daya manusia), ibu hamil di wilayah kerja puskesmas kalongan

mayoritas bekerja pabrik sehingga sulit untuk melakukan pemeriksaan.

Banyak Ibu hamil yang ditawarkan tes HIV, Sifilis dan Hepatitis B, tidak

mengambil keputusan untuk melakukan tes karena ketidaktahuan bahaya dari

penularan HIV, Sifilis dan Hepatitis B dari ibu ke anak, Sehingga pihak

puskesmas menyarankan untuk melakukan tes saat ibu hamil periksa kembali.

Dalam memberikan sosialisasi kepada ibu hamil tentang pentingnya

pemeriksaan HIV, Sifilis dan Hepatitis B hanya dilakukan ketika ibu hamil

datang ke klinik KIA. Dalam pemberian informasi jenis media yang

digunakan oleh puskesmas kepada ibu hamil masih terbatas yaitu

menggunakan buku KIA dan leaflet.

Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti dengan

melakukan wawancara kepada 10 ibu hamil di Desa Kawengen Wilayah Kerja

Puskesmas Kalongan dengan memberikan pertanyaan tentang pengetahuan tes

laboratorium seperti HIV, Sifilis dan Hepatitis B. Dari hasil wawancara ada 8

ibu hamil yang belum melakukan tes laboratrium seperti HIV, Sifilis dan
8

Hepatitis B karena kurangnya pengetahuan tentang pentingnya pemeriksaan

laboratorium, ibu hamil juga tidak siap atau takut dengan hasilnya dan masih

dianggap tabu oleh masyarakat. Hasil wawancara menyebutkan bahwa 6 orang

belum pernah mendapatkan konseling tentang Penularan HIV, Sifilis dan

Hepatitis B dari ibu ke anak didaerah tempat tinggalnya.

Berdasarkan uraian latar belakang diatas bahwa ibu hamil belum

mengetahui pentingnya melakukan tes labotratorium dan belum pernah

mendapatkan konseling Eliminasi penularan HIV, Sifilis dan Hepatitis B dari

ibu ke anak, dari hasil wawancara diatas masih kurangnya pengetahuan ibu

tentangpenularan HIV, Sifilis dan Hepatitis B, maka penulis tertarik untuk

meneliti “Perbedaan Pengetahuan Ibu Hamil tentang Eliminasi Penularan

HIV, Sifilis dan Hepatitis B Dari Ibu Ke Anak Sebelum Dan Sesudah

Diberikan Penyuluhan Menggunakan Media Flipchart Di Desa Kawengan

Wilayah Kerja Puskesmas Kalongan Kabupaten Semarang”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas maka

dirumuskan “ Bagaimana Perbedaan Pengetahuan Ibu Hamil tentang Eliminasi

Penularan HIV, Sifilis dan Hepatitis B Dari Ibu ke Anak Sebelum Dan

Sesudah Diberikan Penyuluhan Menggunakan Media Flipchart Di Desa

Kawengen Wilayah Kerja Puskesmas Kalongan Kabupaten Semarang ?”


9

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui Perbedaan Pengetahuan Ibu Hamil tentang

Eliminasi Penularan HIV, Sifilis dan Hepatitis B Dari Ibu ke Anak

Sebelum Dan Sesudah Diberikan Penyuluhan Menggunakan Media

Flipchart di Desa Kawengen Wilayah Kerja Puskesmas Kalongan

Kabupaten Semarang.

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui gambaran pengetahuan ibu hamil tentang Eliminasi

Penularan HIV, Sifilis dan Hepatitis B dari Ibu Ke Anak sebelum

diberikan penyuluhan menggunakan media flipchart di Desa

Kawengen Wilayah Kerja Puskesmas Kalongan Kabupaten Semarang.

b. Mengetahui gambaran pengetahuan ibu hamil tentang Eliminasi

Penularan HIV, Sifilis dan Hepatitis B Dari Ibu ke Anak sesudah

diberikan penyuluhan menggunakan media flipchart di Desa

Kawengen Wilayah Kerja Puskesmas Kalongan Kabupaten Semarang.

c. Menganalisis perbedaan pengetahuan ibu hamil tentang Eliminasi

Penularan HIV, Sifilis dan Hepatitis B Dari Ibu ke Anak sebelum dan

sesudah diberikan penyuluhan menggunakan media flipchart di Desa

Kawengen Wilayah Kerja Puskesmas Kalongan Kabupaten Semarang.


10

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Institusi Pelayanan Kesehatan

Sebagai bahan masukkan bagi tempat pelayanan kesehatan untuk

meningkatkan kualitas pelayanan pada program yang ada.

2. Bagi instansi pendidikan

Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan bacaan di bidang

kesehatan yang diharapkan bisa membantu proses pembelajaran.

3. Bagi ibu hamil

Penelitian ini sebagai bahan masukan dan menambah informasi pada ibu

hamil tentang penyakit HIV, Sifilis dan Hepatitis B dan cara

pencegahannya melalui pemeriksaan Eliminasi Penularan HIV, Sifilis dan

Hepatitis B dari ibu ke anak.


BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Tinjauan Teori

a. Pengetahuan

a. Pengertian

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah

orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu.

Pengindraan terjadi melalui pancaindra manusia, yakni indra

penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar

pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Wawan dan

Dewi, 2011).

b. Tingkat Pengetahuan

1) Tahu (Know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah

dipelajari sebelumnya. Oleh sebab itu, tahu ini merupakan tingkat

pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur

bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain dapat

menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan, dan

sebagainya.

2) Memahami (comprhension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk

menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat

11
12

menginterpretasi materi tersebut secara benar. Orang yang telah

paham terhadap objek atau materi harus dapat menyimpulkan,

meramalkan, dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari.

3) Aplikasi (Aplication)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan

materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real

(sebenarnya). Aplikasi di sini dapat diartikan sebagai aplikasi atau

penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip, dan

sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.

4) Analisis (Anaysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan

materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi

masih di dalam satu struktur organisasi, dan masih ada kaitannya

satu sama lain.

5) Sintesis (synthesis)

Sintesis menunjukan kepada suatu kemampuan untuk

meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu

bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah

suatu kemampuan yang menyusun formulasi baru dari formulasi-

formulasi yang ada.

6) Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk

melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau


13

objek. Penilaian-penilaian itu didasarkan pada suatu kriteria yang

ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kritria yang telah

ada (Wawan dan Dewi, 2011).

c. Proses Terjadinya Pengetahuan

1) Awareness (kesadaran) dimana orang tersebut menyadari dalam

arti mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus (objek).

2) Interest (merasa tertarik) dimana individu mulai menaruh perhatian

dan tertarik pada stimulus

3) Evaluation (menimbang-nimbang) individu akan

mempertimbangkan baik buruknya tindakan terhadap stimulus

tersebut bagi dirinya, hal ini berarti sikap responden sudah lebih

baik lagi.

4) Trial yaitu dimana individu mulai mencoba perilaku baru.

5) Adaption, dan sikapnya terhadap stimulus.

(Wawan dan Dewi, 2011).

d. Cara Memperoleh Pengetahuan

1) Cara Kuno Untuk Memperoleh Pengetahuan

a) Cara Coba Salah ( Trial and Error)

Cara ini telah dipakai orang sebelum kebudayaan

bahkan mungkin sebelum adanya peradaban. Cara coba salah

dilakukan dengan menggunakan kemungkinan dalam

memecahkan masalah dan apabila kemungkinan itu tidak


14

berhasil maka dicoba kemungkinan yang lain sampai masalah

tersebut dapat dipecahkan.

b) Cara Kekuasaan Atau Otoritas

Sumber pengetahuan cara ini dapat berupa pemimpin-

pemimpin masyarakat baik formal maupun informal, ahli

agama, pemegang pemerintah dan berbagai prinsip orang lain

yang menerima mempunyain yang dikemukakan oleh orang

yang mempunyai otoritas tanpa menguji terlebih dahulu atau

membuktikan kebenarannya baik berdasarkan fakta empiris

maupun penalaran sendiri.

c) Berdasarkan Pengalaman Pribadi

Pengalaman pribadipun dapat digunakan sebagai upaya

memperoleh pengetahuan dengan cara mengulang kembali

pengalaman yang pernah diperoleh dalam memecahkan

permasalahan yang dihadapi dimasa lalu.

2) Cara Modern Dalam Memperoleh Pengetahuan

Cara ini disebut metode penelitian ilmiah atau lebih popular

atau disebut dengan metodologi penelitian. Cara ini mula-mula

dikembangkan oleh Francis Bacon (1561-1626) kemudian

dikembangkan oleh Deobold Van Daven. Akhirnya lahir suatu cara

untuk melakukan penelitian yang dewasa ini kita kenal dengan

penelitian ilmiah.
15

e. Criteria Tingkat Pengetahuan

Menurut Budiman & Riyanto (2013), bahwa pengukuran

pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang

menanyakan isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau

responden. Pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat

kita sesuaikan dengan tingkit-tingkat tersebut diatas, sedangkan

kualitas pengetahuan pada masing-masing tingkat pengetahuan dapat

dilakukan dengan kategori skor.

f. Faktor yang mempengaruhi Pengetahuan

1) Faktor Internal

a) Faktor Pendidikan

Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan seseorang

terhadap perkembangan orang lain menuju kearah cita-cita

tertentu yang menentukan manusia untuk berbuat dan mengisi

kehidupan untuk mencapai keselamatan dan kebahagiaan.

Pendidikan diperlukan untuk mendapat informasi misalnya hal-

hal yang menunjang kesehatan sehingga dapat meningkatkan

kualitas hidup.

Semakin tinggi pendidikan, maka seseorang akan lebih

mudah menerima dan menyesuaikan dengan perubahan baru

(Notoatmodjo, 2007). Akan tetapi, bukan berarti seseorang

yang berpendidikan rendah mutlak berpengetahuan rendah


16

pula, karena peningkatan pengetahuan tidak mutlak diperoleh

melalui pendidikan formal (Notoatmodjo, 2012).

b) Pekerjaan

Pekerjaan adalah keburukan yang harus dilakukan

terutama untuk menunjang kehidupannya dan kehidupan

keluarga. Pekerjaan bukanlah sumber kesenangan, tetapi lebih

banyak merupakan cara mencari nafkah yang membosankan,

berulang dan banyak tantangan. Sedangkan bekerja umumnya

merupakan kegiatan yang menyita waktu. Bekerja bagi ibu-ibu

akan mempunyai pengaruh terhadap kehidupan keluarga.

c) Umur

Umur adalah individu yang terhitung mulai saat

dilahirkan sampai berulang tahun. Semakin cukup umur,

tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang

dalam berfikir dan bekerja. Dari segi kepercayaan masyarakat

seseorang yang lebih dewasa dipercaya dari orang yang beli

tinggi kedewasaannya. Hal ini akan sebagai dari pengalaman

dan kematangan jiwa (Wawan dan Dewi, 2011).

Umur mempengaruhi daya tangkap dan pola pikir.

Semakin bertambah usia, maka akan semakin berkembang pula

daya tangkap dan pola pikirnya, sehingga pengetahuan yang

diperolehnya semakin baik (Notoatmodjo, 2007).


17

2) Faktor Eksternal

a) Faktor Lingkungan

Lingkungan merupakan seluruh kondisi yang ada

disekitar manusia dan pengaruhnya yang dapat mempengaruhi

perkembangan dan perilaku orang atau kelompok.

b) Informasi

RUU teknologi informasi mengartikan informasi

sebagai suatu teknik untuk mengumpulkan, menyiapkan, dan

menyimpan, manipulasi, mengumumkan, menganalisa, dan

menyebarkan informasi dengan maksud dan tujuan tertentu

yang bisa didapatkan melalui media elektronik maupun cetak.

c) Sosial Budaya

Sistem sosial budaya yang ada pada masyarakat dapat

mempengaruhi dari sikap dalam menerima informasi (Wawan

dan Dewi, 2011).

3. Penyuluhan

a. Pengertian

Penyuluhan menurut Notoatmodjo (2010) adalah kegiatan

pendidikan yang dilakukan dengan cara menyebarkan pesan,

menanamkan keyakinan, sehingga masyarakat tidak saja sadar, tahu

dan mengerti, tetapi juga mau dan bisa melakukan suatu anjuran yang

ada hubungannya dengan kesehatan.


18

Penyuluhan dalam bidang kesehatan biasanya dilakukan

dengan cara promosi kesehatan atau pendidikan kesehatan. Menurut

WHO, promosi kesehatan adalah proses untuk membuat seseorang

mampu meningkatkan kontrol dan memperbaiki kesehatan mereka.

Termasuk didalam upaya memperbaiki, memajukan, mendorong, dan

menempatkan kesehatan lebih tinggi pada kebutuhan perorangan atau

masyarakat pada umumnya. Selanjutnya aspek promosi kesehatan ini

bertujuan untuk melakukan pemberdayaan sehingga orang mempunyai

kepedulian terhadap pola perilaku atau pola hidup mereka yang

mempengaruhi kesehatan.

Menurut Notoatmodjo (2010) pendidikan kesehatan timbul dari

kebutuhan untuk menyampaikan informasi kepada masyarakat tentang

masalah kesehatan. Dalam perkembangan selanjutnya untuk mengatasi

masalah kesehatan dan penyakit dikenal tahap pencegahan :

1) Pencegahan primer meliputi, promosi kesehatan (Health

Promotion) dan perlindungan khusus (Spesific Protection).

2) Pencegahan sekunder meliputi, diagnosis dini dan pengobatan

segera (Early Diagnosys and Prompt Treatment)

3) Pencegahan tersier meliputi rehabilitasi

b. Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan penyuluhan

Menurut Notoatmodjo (2010) faktor-faktor yang perlu

diperhatikan terhadap sasaran dan keberhasilan penyuluhan kesehatan

adalah :
19

1) Tingkat Pendidikan

Pendidikan dapat mempengaruhi cara pandang seseorang

terhadap informasi baru yang diterimanya. Maka dapat dikatakan

bahwa semakin tinggi pendidikannya, semakin mudah seseorang

menerima informasi yang didapatnya.

2) Tingkat Sosial Ekonomi

Semakin tinggi tingkat sosial ekonomi seseorang, semakin

mudah pula dalam menerima informasi baru.

3) Adat Istiadat

Pengaruh dari adat istiadat dalam menerima informasi baru

merupakan hal yang tidak dapat diabaikan, karena masyarakat kita

masih sangat menghargai dan menganggapan sesuatu yang tidak

boleh diabaikan.

4) Kepercayaan Masyarakat

Masyarakat lebih memperhatikan informasi yang

disampaikan oleh orang-orang yang sudah mereka kenal, karena

sudah timbul kepercayaan masyarakat dengan penyampaian

informasi.

5) Ketersediaan Waktu di Masyarakat

Waktu penyampaian informasi harus memperhatikan

tingkat aktifitas masyarakat untuk menjamin tingkat kehadiran

masyarakat dalam penyuluhan.


20

c. Ruang Lingkup

Ruang Lingkup promosi kesehatan antara lain :

1) Sasaran penyuluhan menurut Notoadmodjo (2010) meliputi :

a) Penyuluhan masa yaitu penyuluhan ditujukan pada semua

orang

b) Penyuluhan kelompok yaitu penyuluhan ditujukan pada

kelompok melalui ceramah, demonstrasi. Dalam penyuluhan

kelompok komunikasi terjadi secara timbal balik, sehingga

kemungkinan adanya salah tafsir yang disampaikan penyuluhan

kecil.

c) Penyuluhan perorangan yaitu penyuluhan dilakukan dengan

berhadapan langsung.

2) Strategi Promosi Kesehatan

Menurut Notoatmodjo (2010), berarti rencana kegiatan

yang memperhitungkan hambatan dan sumber daya untuk

mencapai tujuan tertentu. Belakangan ini ada dua strategi utama

yang banyak mempengaruhi praktisi promosi kesehatan yaitu :

a) Pertama, strategi yang menekan pada masyarakat lingkungan

dibanding individual

b) Kedua, strategi yang menekan individu beresiko tinggi

dibanding seluruh populasi. Strategi promosi kesehatan dapat

memberikan efek yang berbeda tergantung pada :

(1) Sasaran utama


21

(2) Faktor waktu (apakah siap berubah?)

(3) Faktor penyampaian program

(4) Tingkat penerimaan dan partisipasi komunitas

d. Metode Penyuluhan

Metode penyuluhan kesehatan menurut Notoatmodjo (2012)

dibagi menjadi 3 macam yaitu :

1) Metode pendidikan individual (Perorangan) Bentuk dari metode

individual ada dua yaitu:

a) Bimbingan dan penyuluhan (Guidance and Counceling)

Cara ini memungkinkan kontak antara petugas dan klien lebih

intensif sehingga petugas dapat membantu penyelesaian

masalah klien.

b) Wawancara (Interview)

Metode ini bertujuan untuk menggali informasi dari klien

mengenai perilaku klien.

c) Konseling

Konseling adalah sebuah interaksi antara seorang

konselor dan konseli. Konseling individual biasanya didahului

dengan kedatangan konseli kepada konselor untuk mndapatkan

bantuan dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi. Akan

tetapi, dalam proses konseling yang berbeda dapat saja

konselor mendatangi konselinya. Konseling memberi perhatian

dalam proses mempengaruhi perubahan tingkah laku konseli


22

secara sukarela. Dalam arti, konseli sendiri ingin merubah dan

konselor hanya membantunya (Hartini & Arina, 2016).

Menurut Burks dan Stefflre dalam Yulifah & Yuswanto

(2012), konseling merupakan suatu hubungan professional

antara seorang konselor terlatih dengan seorang klien.

Hubungan ini biasanya dilakukan orang per orang. Hubungan

dirancang untuk membantu klien memahami dan memperjelas

pandangan hidupnya, belajar mencapai tujuan yang ditentukan

sendiri melalui pilihan-pilihan yang bermakna dan

penyelesaian masalah emosional atau antar pribadi.

Menurut (Lubis, 2011) konseling diartikan sebagaai

hubungan membantu dimana salah satu pihak (konselor)

bertujuan meningkatkan kemampuan dan fungsi mental pihak

lain (klien), agar dapat menghadapi persoalan/konflik yang

dihadapi dengan lebih baik.

Menurut (Pamungkasari, 2012) Dalam pelaksanaan

praktik pharmaceutical care, dibutuhkan keterampilan seorang

farmasis untuk memberikan konseling dengan baik kepada

pasien. Konseling adalah suatu hubungan professional antara

konselor dengan klien untuk membantu klien memahami dan

memperjelas pandangan hidupnya, belajar mencapai tujuan

yang ditentukan sendiri melalui pilihan-pilihan yang bermakna.

Konseling merupakan cara pendekatan yang bisa digunakan


23

dalam pendidikan kesehatan untuk menolng individu dan

keluarga.

Konseling memiliki tujuan untuk memberikan

pengertian yang lebih baik terhadap penyebab masalah dank

lien dapat memikirkan masalahnya sendiri. Peran konselor

dapat menjadi pengaruh dalam pengambilan keputusan klien.

Dengan konseling, seseorng dengan sendirinya akan

memutuskan apa yang akan dilakukannya sehingga pemecahan

masalah yang diambil diharap lebih tepat dan mendapatkan

hasil yang diinginkan (Pamungkasari, 2012).

Menurut Hartini & Arina (2016) tujuan Konseling ialah

menyiapkan kondisi yang memungkinkan terjadinya perubahan

tingkah laku positif secara sukarela. Kondisi yang diharapkan

terjadi pada diri konseli diantaranya perhatian yang wajar

terhadap hak individu, kebiasaan dan otonomi pribadi dalam

menentukan pilihan.

Menurut Yulifah & Yuswanto (2012) tujuan konseling

dimaksudkan sebagai pemberian layanan untuk membantu

masalah klien, karena masalah klien yang benar-benar terjadi

akan merugikan diri sendiri dan orang lain, sehingga harus

segera dicegah dan jangan sampai timbul masalah baru.

Konseling berusaha membantu potensi yang dimilikinya,

sehingga dapat digunakan secara efektif.


24

2) Metode pendidikan kelompok

Efektifitas metode ini akan bergantung pada besarnya sasaran

pendidikan. Didalam metode pendidikan kelompok terdapat:

a) Kelompok besar

Kelompok besar terdiri dari metode ceramah dan

seminar. Metode ceramah yaitu metode yang cocok untuk

sasaran yang berpendidikan tinggi maupun rendah. Sedangkan

metode seminar hanya cocok untuk sasaran kelompok besar

dengan pendidikan menengah ke atas.

Menurut Notoatmodjo (2007), Tahapan dalam

menggunakan metode ceramah adalah :

(1) Persiapan Ceramah yang berhasil apabila penceramah itu

sendiri menguasai materi apa yang akan disampaikan,

untuk itu penceramah harus mempersiapkan diri.

Mempelajari materi dengan sistematika yang baik, lebih

baik lagi jika disusun dalam diagram atau skema dan

mempersiapkan alat-alat bantu pengajaran.

(2) Pelaksanaan kunci keberhasilan pelaksanaan ceramah

adalah apabila penceramah dapat menguasai sasaran

penceramah dapat menunjukkan sikap dan penampilan

yang meyakinkan. Tidak boleh bersikap ragu-ragu dan

gelisah, suara hendaknya cukup keras dan jelas.

b) Kelompok kecil
25

Metode dalam kelompok kecil terdiri dari:

(1) Diskusi kelompok

Diskusi ini dilkukan apabila peserta kegiatan kurang dari 15

orang dan termasuk ke dalam metode kelompok kecil.

(2) Curah pendapat (Brain Storming)

Metode ini adalah modifikasi dari diskusi kelompok dan

mempunyai prinsip yang sama dengan diskusi kelompok.

(3) Bola salju

Kelompok di bagi menjadi pasang-pasangan kemudian

dilontarkan suatu pertanyaan atau masalah. Kemudian tiap

2 pasang bergabung, mendiskusikan masalah yang sama

dan menarik kesimpulan. Begitupun seterusnya sampai

terjadi suatu diskusi seluruh peserta.

(4) Kelompok kecil-kecil (Buzz Group)

Jenis diskusi kelompok beranggotakan 3-6 orang yang

bersama-sama membicarakan suatu topik yang sebelumnya

telah dibicarakan sebelumnya.

(5) Memainkan Peran (Role Play)

Beberapa anggota kelompok memainkan suatu peran

kemudian mereka memperagakan misalnya bagaimana

berinteraksi/komunikasi sehari-hari dalam menjalankan

tugas.

c) Permainan simulasi (simulation game)


26

Metode ini merupakan gabungan dari diskusi kelompok dan

role playing.

3) Metode pendidikan massa

Metode pendidikan ini pada umumnya bentuk

pendekatannya secara tidak langsung, biasanya menggunakan atau

melalui media massa. Contoh:

a) Media Cetak

Menurut Hamdani (2013) Media cetak sebagai alat untuk

menyampaikan pesan-pesan kesehatan sangat bervariasi, antara

lain :

(1) Booklet adalah suatu media untuk menyampaikan pesan-

pesan kesehatan dan bentuk buku, baik tulisan maupun

gambar

(2) Leaflet ialah bentuk penyampaian informasi atau pesan-

pesan kesehatan melalui lembaran yang dilipat. Isi

informasi dapat dalam bentuk maupun gambar, atau

kombinasi

(3) Flyer (selebaran) ialah seperti leaflleat tetapi, tidak dalam

bentuk lipatan.

(4) Flip Chart (lembar balik) media penyampain pesan atau

informasi-informasi kesehatan dalam bentuk lembar balik.


27

(5) Rubrik atau tulisan-tulisan pada surat kabar atau majalah,

mengenai bahasan suatu masalah kesehatan, atau hal-hal

yang berkaitan dengan kesehatan.

(6) Poster ialah bentuk media cetak berisi pesan-pesan atau

informasi kesehatan, yang biasanya ditempel ditembok-

tembok, ditempat-tempat umum atau dikendaraan umum.

(7) Foto yang mengungkapkan informasi-informasi kesehatan.

b) Media Elektronik

Media elektronik sebagai sasaran untuk menyampaikan

pesan-pesan atau informasi-informasi kesehatan yaitu televisi,

radio, video, slide.

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Sari & Sudarmiati (2017)

tentang Pengaruh Pendidikan Kesehatan Terhadap Tingkat Pengetahuan

Ibu Hamil Tentang Tanda Bahaya Kehamilan Dipuskesmas Karangdoro

bahwa tingkat pengetahuan ibu hamil sebelum diberikan pendidikan

kesehatan dengan metode ceramah tentang tanda bahaya kehamilan adalah

26 (59,1%) dengan tingkat pengetahuan cukup, 2 (4,5%) dengan tingkat

pengetahuan kurang, dan 16 responden (36,4%) memiliki tingkat

pengetahuan baik. Setelah pemberian pendidikan kesehatan selama 7 hari

didapatkan perubahan semua menjadi baik (100%).


28

4. Media Flipchart

a. Pengertian

Flipchart (lembar balik) adalah media penyampaian pesan atau

informasi kesehatan dalam bentuk lembar balik. Biasanya didalam

setiap lembaran buku berisi gambar peragaan dan dibaliknya terdapat

kalimat yang berisi pesan-pesan dan informasi yang berkaitan dengan

gambar tersebut (Fitriani, 2011).

Menurut Hikmawati (2011) Flipchart adalah beberapa chart

yang telah disusun secara berurutan dan berisi tulisan dengan gambar

yang disatukan dengan ikatan atau ring spiral pada bagian pinggir sisi

atas. Biasanya jumlah kartu tersebut sekitar 12 lembar, berukuran

poster atau ukuran lebih kecil, memakai kertas tebal dan bisa

ditegakkan.

Lembar balik (Flipchart) adalah alat peraga yang menyerupai

kalender balik bergambar. Flipchart besar terdiri atas lembaran-

lembaran yang berukuran kurang lebih 50 x 75 cm, sedangkan yang

kecil berukuran kurang lebih 38 x 50 cm. Lembaran-lembaran ini

disusun dalam urutan tertentu dan dibundel pada salah satu sisinya.

Dibawah gambar dituliskan pesan-pesan yang dapat dibaca oleh

komunikan. Flipchart digunakan dengan cara membalik lembaran-

lembaran bergambar tersebut satu persatu dan digunakan untuk

pertemuan dengan kelompok yang berjumlah maksimal pesertanya 30

orang (Nursalam & Efendi, 2008).


29

b. Cara Penggunaan Flipchart

Menurut Hikmawati (2011) cara penggunaaan flipchart yaitu :

1) Tempatkan pada posisi yang cocok dan halaman informasi gambar

atau tulisan hadapkan pada kelompok sasaran.

2) Kemukakan dulu subyek dari informasi yang akan disampaikan

3) Sajikan tiap gambar dan beri keterangan secara jelas.

4) Pesan-pesan singkat tetapi mantap.

c. KelebihanMenggunakan Media Flipchart

Kelebihan dalam menggunakan flipchart yaitu sebagai berikut

(Hikmawati, 2011) :

1) Isi pokok pembicaraan yang akan disampaikan dapat dipersiapkan

sebelumnya.

2) Penyajian yang akan disampaikan sudah tersusun secara sistematis

3) Dapat disiapkan setiap saat diperlukan.

4) Penggunaannya dapat diatur sesuai dengan situasi, kondisi sasaran,

tempat, waktu dan juga disesuaikan dengan tujuan kegiatan

penyuluhan yang akan dicapai.

Menurut Pratiwi (2013) Keuntungan dari media flipchart antara

lain tidak memerlukam listri, ekonomis, memberikan info ringkas dan

praktis, media yang cocok untuk kebutuhan didalam ruangan atau luar

ruangan, bahan dan pembuatannya murah, mudah dibawa kemana-

mana.

d. Kekurangan menggunakan Flipchart


30

Adapun kekurangan yang dimiliki media flipchart sebagai

media pembelajaran yakni: (Hikmawati, 2011)

1) Sukar dibaca karena keterbatasan tulisan

2) Pengajar atau pembicara cenderung memunggungi peserta

3) Biasanya kertas flipchart hanya dapat digunakan untuk satu kali

saja

4) Tidak cocok untuk pembelajaran di kelompok besar.

5. ANC Terpadu

Setiap ibu yang hamil akan mendapatkan pelayanan antenatal masa

hamil terpadu lengkap yang dikenal dengan 10 T yaitu timbang berat

badan, ukur tekanan darah, nilai status gizi, ukur tinggi fundus uteri,

tentukan presentasi janin dan Denyut Jantung Janin (DJJ), skrinning satus

imunisasi tetanus dan berikan difteri (Td), beri tablet tambah darah (tablet

besi), tes laboratorium yang meliputi (golongan darah, kadar hemoglobin

darah (Hb), gula darah, HIV, Sifilis, Hepatitis B, malaria (untuk daerah

endmis), protein urin, dan Basil Tahan Asma (BTA) bagi yang dicurigai

tuberculosis), tatalaksana/penanganan kasus, dan temu wicara (Konseling)

(Kemenkes, 2017).

6. Program Eliminasi HIV, Sifilis dan Hepatitis B dari IBu Ke Anak

Dalam menjamin kelangsungan hidup anak maka pelu dilakukan upaya

untuk memutus rantai penularan HIV, Sifilis dan Hepatitis B melalui

Eliminasi Penularan :

a. Eliminasi
31

Eliminasi adalah upaya pengurangan terhadap penyakit secara

berkesinambungan diwilayah tertentu sehingga angka kesakitan

penyakit tersebut dapat ditekan serendah mungkin agar tidak menjadi

masalah kesehatan diwilayah yang bersangkutan (Kemenkes, 2017).

b. Tujuan

Pedoman Eliminasi Penularan HIV, Sifilis dan Hepatitis B dari

ibu ke Anak ini bertujuan untuk memberikan acuan bagi Pemerintah

Pusat, Pemerintah Daerah, Tenaga Kesehatan, masyarakat dan

pemangku terkait untuk mengurangi penularan HIV, Sifilis dan

Hepatitis B dari Ibu ke Anak, serta menurunkan angka kesakitan,

kecacatan, dan kematian akibat HIV, Sifilis dan Hepatitis B pada ibu

dan Anak (Kemenkes, 2017).

c. Sasaran

1) Pengelola dan pelaksana penyelenggaraan Eliminasi Penularan

2) Tenaga kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan

3) Masyarakat

4) Pemangku kepentingan lain

d. Target

Pada HIV, Sifilis dan Hepatitis B di Indonesia ditetapkan target

eliminasi adalah < 50 kasus per 100.000 kelahiran hidup dalam periode

satu tahun.Cakupan pelayanan eliminaasi pada tahun 2019 yaitu 70%,

Cakupan 2020 (80%), Cakupan 2021 (90%), Cakupan 2022 (100%)


32

dari ibu hamil diperiksa HIV, Sifilis, dan Hepatitis B (Kemenkes,

2017).

Pemeriksaan ada atau tidaknya penularan HIV, Sifilis dan

Hepatitis B dari Ibu ke Anak dilakukan sesuai waktunya masing-

masing sebagai berikut :

1) Infeksi HIV dilakukan dengan pemeriksaan PCR DNA kualitatif

menggunakan sediaan darah (serum) atau Dried Blood Spot (DBS)

pada bayi usia 6 minggu atau lebih dan dinyatakan terinfeksi HIV

jika hasil pemeriksaan positif.

2) Infeksi Sifilis dengan pemeriksaan titer Reagen Plasma Reagin

(RPR) bayi pada usia 3 bulan dan ibu dan dinyatakan terinfeksi

Sifilis jika :

a) Titer bayi lebih dari 4 kali lipat titer ibunya, missal jika titer ibu

1:4 maka titer bayi 1:16 atau lebih atau

b) Titer bayi lebih dari 1:32.

3) Infeksi Hepatitis B dengan pemeriksaan HBsAg pada saat bayi

berusia 9 bulan ke atas dan dinyatakan terinfeksi Hepatitis B jika

HBsAg positif.

e. Strategi

Strategi dalam mewujudkan target Program Eliminasi

Penularan meliputi:

1) Meningkatkan akses dan kualitas layanan bagi ibu hamil, ibu

menyusui, dan bayi/anak sesuai standar


33

2) Meningkatkan peran fasilitas pelayanan kesehatan dalam

penatalaksanaan yang diperlukan untuk Eliminasi Penularan

3) Meningkatkan penyediaan sumber daya dibidang kesehatan

4) Meningkatkan jejaring kerja dan kemitraan, serta kerja sama lintas

program dan lintas sector dan

5) Meningkatkan peran serta masyarakat.

Dalam pencapaian target program Eliminasi Penularan dilaksanakan

pentahapan kegiatan sesuai dengan peta jalan sebagai berikut:

1) Akses Terbuka

Tahap akses terbuka dilakukan dalam kurun waktu 2018-

2019.Dalam tahap akses terbuka setiap ibu hamil untuk

mendapatkan pelayanan antenatal terpadu lengkap. Dalam

pelaksanaan Eliminasi Penularan, tes laboratorium yang

merupakan bagian dalam pelayanan antenatal terpadu dilakukan

secara inklusif bersama-sama meliputi pemeriksaan tes kehamilan

(HCG), golongan darah, kadar hemoglobin darah (HB), HIV,

Sifilis, Hepatitis B, Malaria (untuk daerah endemis) glukoprotein

urin, dan Basil Tahan Asam (BTA) bagi yang dicurigai

tuberculosis. Tahap akses terbuka dilakukan pada Fasilitas

Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) dan Fasilitas Kesehatan

Rujukan Tingkat Lanjutan (FKRTL) yang memiliki kemampuan

optimal dalam melakukan deteksi dini.


34

Kegiatan pada tahap akses terbuka dalam pelaksanaan

Eliminasi Penularan meliputi:

a) Peningkatan kualitas pelayanan antenatal terpadu termasuk

pemeriksaan HIV, Sifilis, dan Hepatitis B, melalui :

(1) Sinkronisasi terhadap kebijakan terkait pelayanan antenatal.

(2) Penyusunan standar operasional prosedur pelayanan

antenatal terpadu.

(3) Penyusunan sistem kendali mutu pelayanan antenatal

terpadu, antara lain melalui kegiatan supervisi fasilitatif

yang menjadi bagian dari penilaian akreditasi pelayanan.

(4) Pengkajian ulang berbagai kebijakan kesehatan dan

keselamatan pelayanan antenatal terpadu.

b) Peningkatan kualitas dan kuantitas sumber daya pelayanan

kesehatan yang handal, melalui:

(1) Pengkajian ulang kebutuhan, Penyusunan standar kualitas,

Penyusunan standar kuantitas sumber daya pelayanan

kesehatan.

(2) Perencanaan dan pelaksanaaan pelatihan dan diseminasi

pelayanan kesehatan

c) Peningkatan cakupan pemeriksaan darah bagi ibu hamil,

melalui:

(1) Penyediaan layanan tes HIV, Sifilis, dan Hepatitis B,

termasuk kebutuhan logistik (reagen dan bahan habis


35

pakai).

(2) Perluasan layanan tes HIV, Sifilis, dan Hepatitis B pada

jaringan dan jejaring Puskesmas.

(3) Sosialisasi upaya Eliminasi Penularan.

d) Peningkatan mutu fasilitas pelayanan kesehatan, melalui:

(1) Pemenuhan standar fasilitas pelayanan kesehatan.

(2) Pemenuhan akreditasi fasilitas pelayanan kesehatan.

(3) Pendampingan internal fasilitas pelayanan kesehatan.

(4) Koordinasi dengan pengampu kebijakan.

e) Pencatatan, pelaporan, dan surveilans terpadu dalam sistem

informasi menggunakan indentitas nasional (NIK/KTP),

melalui:

(1) Integrasi Nomor Induk Kependudukan/Kartu Tanda

Penduduk dan Kartu Keluarga dalam pencatatan dan rekam

medik.

(2) Penghitungan sasaran kerja internal wilayah kesehatan.

(3) Analisis sederhana laporan dan kohort pelayanan dalam

sistem informasi kesehatan.

(4) Surveilans pasif dan aktif pada sasaran ibu hamil.

(5) Penghitungan dan pengujian lokasi yang telah

melaksanakan kegiatan Eliminasi Penularan.

2) Tahap Pra Eliminasi

Pada Tahap Pra Eliminasi dicapai pada kurun waktu 2020-2021.


36

Memastikan kesetaraan pelayanan kesehatan bagi setiap ibu hamil

dan bayi baru lahir, yaitu 95% FKTP disetiap Kabupaten/Kota

mampu melakukan deteksi dini, rujukan dan terapi dini (Kemenkes

2017).

3) Tahap Eliminasi

Tahap Eliminasi Penularan dicapai pada tahun 2020.Memastikan

bahwa 100% ibu hamil dengan HIV, Sifilis dan Hepatitis B tercatat

dalam kohort individual yang akurat secara berjenjang dan

terlaporkan hingga ke pusat (Kemenkes, 2017).

4) Tahap Pemeliharaan

Tahap pemeliharaan dilakukan pada kurun waktu tahun 2023-

2025.Memastikan hanya 0.05% ibu hamil yang tertinggal dalam

pelayanan antenatal terpadu berkualitas (Kemenkes, 2017).

f. Kegiatan Eliminasi Penularan

1) HIV, Sifilis dan Hepatitis B dari Ibu ke Anak

a) Pengertian

Penyakit menular seksual yang menyerang sistem

kekebalan tubuh manusia (Kumalasari, 2013).Penyakit ini

dapat ditularkan oleh ibu hamil kepada bayi yang

dikandungnya sehingga menyebabkan kelainan bawaan pada

bayi tersebut (Purwoastuti dan Walyani, 2015).

Menurut Elisanti (2018) Kejadian HIV pada ibu hamil

semakin meningkat yang rata-rata ditemukan pada usia 20-29


37

tahun . Pada wanita hamil dengan infeksi HIV terdapat masalah

ginekologis yang khas, seperti kelainan haid, kebutuhan

kontrasepsi, dan neoplasma genital serta penyakit menular

seksual lain yang dapat menetap hingga kehamilan (Pratiwi dan

Fatimah, 2019).

b) Tanda dan Gejala

Gejala yang timbul pada seseorang yang terkena virus

HIV pada awal permulaan mengalami demam selama 3-6

minggu tergantung daya tahan tubuh, namun dalam beberapa

tahun dan perlahan menurun hingga jatuh sakit karena serangan

yang berulang (Purwoastuti & Walyani, 2015).

Menurut Kemenkes (2016) Gejala yang ditimbulkan

pada penyakit sifilis yaitu penderita mengalami demam, terjadi

ruam pada kulit, muka abnormal, pucat, bengkak pada sendi,

terjadi perdarahan saat hamil, dan melahirkan bayi dengan

berat badan lahir rendah.

Pada virus hepatitis B gejala yang muncul sama seperti

gejala yang ditimbulakan pada penyakit HIV dan sifilis yaitu

mengalami demam dan nyeri otot, mual muntah, nyeri perut

yang diikuti mata atau kulit berwarna kuning dan buang air

kecil berwarna kecoklatan (Chomaria, 2012).

c) Penyebab

HIV singkatan dari Human Immunodeficiency Virus

disebabkan oleh virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh


38

manusia (Kumalasari, 2013).

Sifilis disebabkan oleh kuman Treponema pallidum.

Penyakit sifilis pada ibu hamil dihubungkan dengan

penyalagunaan narkotika khususnya crack cocaine, kurangnya

perawatan prenatal, dan kurangnya penapisan (Pratiwi dan

Fatimah, 2019).

Hepatitis B merupakan infeksi menular serius pada hati

yang disebabkan oleh virus hepatitis B. Infeksi akut dapat

terjadi pada saat tubuh terinfeksi untuk pertama kalinya.Infeksi

akut ini dapat berubah menjadi kronis setelah beberapa bulan

sejak infeksi pertama kali (Kemenkes RI, 2013).

Ketiga penyakit tersebut disebabkan karena melakukan

hubungan seksual tidak hanya dengan satu pasangan,

menggunakan zat beracun seperti alcohol dan obat-obatan

tertentu (Kemenkes RI, 2017).

d) Dampak HIV, Sifilis dan Hepatitis B

Beberapa dampak yang terjadi pada masa kehamilan,

persalinan dan nifas yaitu :

(1) Pada Kehamilan

Saat hamil ibu dengan HIV dapat menyebabkan

terjadi infeksi pada janin setelah kehamilan 16 minggu,

abortus, dapat menyebabkan partus prematurus dan janin

lahir mati, terjadi kelainan mulut dan gigi pada bayi dan

sampai kematian (Nugraheny, 2010).


39

(2) Pada Persalinan dan Nifas

Bila tidak ada indikasi dapat dilakukan dengan

persalinan pervaginam namun diawasi dengan baik, Pada

Kala II dapat diperpendek dengan menggunakan

vakum/forsep, setelah persalinan biasanya sering terjadi

perdarahan yang hebat dan sulit dikontrol atau hipofibrino-

genimia (Nugraheny, 2010)

Menurut Elisanti (2018) dampak infeksi HIV kepada

bayi/anak dan ibu yaitu sebagai berikut :

(1) Dampak pada Ibu : Stigma sosial, kematian

(2) Dampak pada anak : Gangguan tumbuh kembang, lahir

prematur, kematian, penyakit seumur hidup, stigma social,

yatim piatu.

e) Cara Penularan dari Ibu Ke Anak

Cara penularan HIV, Sifilis dan Hepatitis B dari ibu ke anak

saat hamil, bersalin dan ASI yaitu :

(1) Pada Kehamilan

Penularan HIV, Sifilis dan Hepatitis B dari ibu ke

bayi berasal dari infeksi yang meliputi darah ibu, plasenta,

cairan amnion, sekresi servikovaginal dan ASI. Penularan

dari ibu ke bayi dapat terjadi pada usia kehamilan 9


40

minggu, namun biasanya penularan terjadi pada usia

kehamilan 16 dan 28 minggu (Elisanti, 2018).

Pada saat hamil, sirkulasi darah janin dan sirkulasi

darah ibu dipisahkan oleh beberapa lapis sel yang terdapat

diplasenta. Plasenta melindungi janin dari infeksi HIV,

Sifilis dan Hepatitis B, tetapi jika terjadi peradangan,

infeksi ataupun kerusakan pada plasenta, maka HIV, Sifilis

dan Hepatitis B bisa menembus plasenta, sehingga terjadi

penularan HIV, Sifilis dan Hepatitis B dari ibu ke anak.

Penularan dari ibu keanak pada umumnya terjadi pada saat

persalinan dan pada saat menyusui. Risiko penularan HIV,

Sifilis ataupun Hepatitis B pada ibu yang tidak

mendapatkan penanganan PPIA saat hamil diperkirakan

sekitar 15-45%.Risiko penularan 15-30% terjadi pada saat

hamil dan bersalin, sedangkan peningkatan risiko transmisi

HIV sebesar 10-20% dapat terjadi pada masa nifas dan

menyusui (Kemenkes RI, 2013).

(2) Penularan HIV melalui ASI

Menurut Elisanti (2018), Bayi yang mendapat ASI

eksklusif cenderung lebih tinggi positif HIV dari pada bayi

yang mendapat susu formula. Bayi yang mendapat ASI

eksklusif mengalami kemungkinan tes HIV (+) lebih tinggi


41

setelah usia 200 hari lahir dibandingkan dengan bayi yang

tidak pernah mendapat ASI.

Penularan HIV melalui ASI sering terjadi,

dipengaruhi oleh:

(a) Viral Load ibu yang tinggi

(b) Penyakit tingkat lanjut

(c) Defisiensi Imun

(d) Lama Pemberian ASI

(e) Adanya infeksi payudara

(f) Adanya fissure pada putting susu

Penularan HIV melalui ASI jarang terjadi jika :

(a) Ibu yang mal nutrisi

(b) Asi dicampur dengan susu formula

(c) Luka pada mulut bayi, tetapi tidak luka pada putting

susu ibu.

Asi meningkatkan risiko trasmisi HIV dengan risiko

sebagai berikut :

(a) Usia 0-5 bulan beresiko 0,7% per bulan

(b) Usia 6-11 bulan beresiko 0,6% per bulan

(c) Usia 12-17 bulan beresiko 0,3% perbulan, Leroy

menyatakan resiko melalui ASI mencapai 3,2 per 100

anak pertahun.
42

f) Faktor Resiko Penularan HIV dari Ibu ke anak

Ada tiga faktor resiko penularan HIV dari ibu ke anak, yaitu

sebagai berikut (Kemenkes, 2015)

(1) Faktor Ibu

(a) Kadar HIV dalam darah ibu (viral load)

Merupakan faktor yang paling utama terjadinya

penularan HIV dari ibu ke anak, semakin tinggi

kadarnya, semakin besar kemungkinan penularannya,

khususnya pada saat/menjelang persalinan dan masa

menyusui bayi

(b) Kadar CD4

Ibu dengan kadar CD4 yang rendah, khususnya bila

jumlah sel CD4 di bawah 350 sel/mm3, menunjukkan

daya tahan tubuh yang rendah karena banyak sel

limfosit yang pecah/rusak. Kadar CD4 tidak selalu

berbanding terbalik dengan viral load.Pada fase awal

keduanya bisa tinggi, sedangkan pada fase lanjut

keduanya bisa rendah kalau penderitanya mendapat

terapi.

(c) Status gizi selama kehamilan

Berat badan yang rendah serta kekurangan zat gizi

terutama protein, vitamin dan mineral selama

kehamilan meningkatkan risiko ibu untuk mengalami


43

penyakit infeksi yang dapat meningkatkan kadar HIV

dalam darah ibu, sehingga menambah risiko penularan

ke bayi.

(d) Penyakit infeksi selama kehamilan

IMS, misalnya sifilis ; infeksi organ reproduksi, malaria

dan tuberkulosis berisiko meningkatkan kadar HIV

pada darah ibu, sehingga risiko penularan HIV kepada

bayi semakin besar.

(e) Masalah pada payudara

Misalnya puting lecet, mastitis dan abses pada payudara

akan meningkatkan risiko penularan HIV melalui

pemberian ASI.

(2) Faktor bayi

(a) Usia kehamilan dan berat badan bayi saat lahir

Bayi prematur atau bayi dengan berat lahir rendah lebih

rentan tertular HIV karena sistem organ dan kekebalan

tubuh belum berkembang baik.

(b) Periode pemberian ASI

Risiko penularan melalui pemberian ASI bila tanpa

pengobatan berkisar antara 5-20%

(c) Adanya luka di mulut bayi: risiko penularan lebih besar

ketika bayi diberi ASI.

(3) Faktor tindakan obstetric


44

Risiko terbesar penularan HIV dari ibu ke anak

terjadi pada saat persalinan, karena tekanan pada plasenta

meningkat sehingga bisa menyebabkan terjadinya

hubungan antara darah ibu dan darah bayi.Selain itu, bayi

terpapar darah dan lendir ibu di jalan lahir. Faktor-faktor

yang dapat meningkatkan risiko penularan HIV dari ibu ke

anak selama persalinan adalah sebagai berikut:

(a) Jenis persalinan

Risiko penularan pada persalinan per vaginam lebih

besar dari pada persalinan seksio sesaria.Namun, seksio

sesaria memberikan banyak risiko lainnya untuk ibu.

(b) Lama persalinan

Semakin lama proses persalinan, risiko penularan HIV

dari ibu ke anak juga semakin tinggi, karena kontak

antara bayi dengan darah/ lendir ibu semakin lama.

(c) Ketuban pecah lebih dari empat jam sebelum persalinan

(d) Meningkatkan risiko penularan hingga dua kali

dibandingkan jika ketuban pecah kurang dari empat jam

(e) Tindakan episiotomi, ekstraksi vakum dan forsep

meningkatkan risiko penularan HIV (Kemenkes, 2015).

g) Pencegahan

Menurut Kemenkes (2015), upaya pencegahan untuk

penyakit menular seksual meliputi :


45

(1) Abstinence, artinya absen seks atau tidak melakukan

hubungan seks bagi orang yang belum menikah.

(2) Be Faithful, artinya Bersikap saling setia kepada satu

pasangan seks (tidak berganti-ganti pasangan )

(3) Condom, artinya Cegah penularan HIV melalui hubungan

seksual dengan menggunakan kondom.

(4) Drug No, artiya dilarang menggunakan narkoba.

Menurut Cahyono (2010), Cara mencegah infeksi

perinatal dan manajemen ibu hamil dengan Pemeriksaan

HBsAg pada ibu hamil (prenatal HBsAg testing)

(1) Semua ibu hamil secara rutin harus menjalani pemeriksaan

HBsAg pada kunjungan awal (trimester I) dalam setip

kehamilan, sekalipun sudah menjalni pemeriksaan

vaksinasi dan pemeriksaan serologi HBsAg sebelumnya.

(2) Ibu hamil dengan hasil uji HBsAg negative pada kehamilan

awal (lebih dari 6 bulan sebelum melahirkan) pada saat

datang untuk melahirkan perlu menjalani pemeriksaan

HBsAg ulang, khususnya apabila ibu tersebut mempunyai

kebiasaanyang beresiko menularkan virus hepatitis B

(pasangannya yang yang berstatus HBsAg positif,

pengguna narkotika injeksi).

h) Pemeriksaan HIV, Sifilis dan Hepatitis B


46

Pemeriksaan HIV, Sifilis dan Hepatitis B bagi ibu hamil

secara khusus dilakukan pada pelayanan antenatal terpadu 10 T

yang bermanfaat bagi kesehatan ibu hamil dan bayi yang

dikandungnya (Kemenkes, 2017).

(1) Tujuan Pemeriksaan

Menurut Kemenkes (2017) Tujuan dilakukannya

pemeriksaan HIV, Sifilis dan Hepatitis B yaitu:

(a) Meningkatkan pengetahuan ibu hamil tentang manfaat

deteksi dini penularan HIV, Sifilis dan Hepatitis B

secara inklusif terpadu dalam pelayanan antenatal sejak

awal kunjungan pemeriksaan trimester (Pertama) K1

(b) Meningkatkan pengetahuan dan tanggung jawab ibu

hamil sampai menyusui, pasangan seksual, keluarga,

dan masyarakat perihal kesehatan dan keselamatan

anak, termasuk perilaku hidup bersih dan sehat serta

pemberian makanan pada bayi.

(c) Mengetahui secara dini ada tidaknya penyakit HIV,

Sifilis dan Hepatitis B pada ibu hamil.Karena jika ibu

terinfeksi penyakit tersebut dapat dilakukan penanganan

segera dengan pemberian obat secara rutin dan pada

bayi yang dilahirkannya.

(2) Manfaat Pemeriksaan


47

Pemeriksaan HIV, Sifilis dan Hepatitis B

bermanfaat bagi ibu hamil untuk mengenali secepat

mungkin gejala, tanda, atau ciri dari resiko, ancaman atau

kondisi yang membahayakan. Deteksi dini, Skrining atau

penapisan kesehatan pada ibu hamil dilaksanakan pada saat

pelayanan antenatal terpadu 10 T agar seorang ibu hamil

mampu menjalani kehamilan dengan sehat, bersalin dengan

selamat, serta melahirkan bayi yang sehat dan berkualitas

(Kemenkes 2017).

i) Tahapan pemeriksaan

Tahapan dalam pameriksaan laboratorium yang dilakukan pada

ibu hamil yaitu:

(1) Sebelum Deteksi (Pra-Konseling)

Dua hal yang penting dalam konseling ini, yaitu

aplikasi perilaku klien yang menyebabkan klien beresiko

tinggi terinfeksi HIV, Sifilis dan Hepatitis B dan apakah

klien mengetahui tentang HIV, Sifilis dan Heptitis B

dengan benar.

Apabila perilaku klien tidak beresiko, biasanya

setelah mengetahui dengan benar bagaimana cara HIV,

Sifilis dan Hepatitis B menular, maka klien akan

membatalkan pemeriksaan. Konselor harus lebih berhati-

hati pada klien dengan perilaku beresiko karena harus


48

diteruskan dengan rinci tentang akibat yang akan timbul

apabila hasil tes sudah keluar.

Terdapat beberapa tujuan dilakukannya konseling

pra tes pada klien yang akan melakukan tes HIV, Sifilis dan

Hepatitis B. Tujuan tersebut adalah agar :

(a) Klien memahami benar kegunaan tes HIV, Sifilis dan

Hepatitis B

(b) Klien dapat menilai risiko dan mengerti persoalan

dirinya.

(c) Klien dapat menurunkan rasa kecemasannya

(d) Klien dapat membuat rencana penyelesaian diri dalam

kehidupannya.

(e) Klien memilih dan memahami apakah ia akan

melakukan tes darah HIV, Sifilis dan Hepatitis B atau

tidak.

Ada 5 prinsip praktis yang biasa dilakukan saat konseling

pra test yaitu :

(a) Motif klien HIV, Sifilis dan Hepatitis B

Klien yang secara sukarela (Voluntary) dan secara

paksa(compulsory) perasaan yang berbeda dalam

menghadapi segala kemungkinan, baik pra tes atau

pasca tes.

(a) Interpretasi hasil pemeriksaan


49

Uji saring atau skrining dan tes konfirmasi, Asimtomatik

atau gejala nyata (Full Blown Symptom), Tidak dapat

disembuhkan (HIV) tetapi masih dapat diobati (infeksi

sekunder).

(b) Estimasi hasil

Pengkajian risiko bukan hasil yang diharapkan

(c) Rencana ketika hasil diperoleh

Apa yang akan dilakukan oleh klien ketika telah

mengetahui hasil pemeriksaan, baik positif maupun

negative.

(d) Pembuatan keputusan

Klien dapat memutusan untuk mau dan tidak mau

diambil darahnya guna dilakukan pemeriksaan HIV,

Sifilis dan Hepatitis B.

(2) Deteksi HIV, Sifilis dan Hepatitis B (Sesuai keinginan

klien dan setelah klien menandatangani lembar persetujuan-

informed consent)

Tes HIV, Sifilis dan Hepatitis B harus bersifat :

(a) Sukarela : Orang yang melakukan tes HIV, Sifilis dan

Hepatitis B haruslah atas kesadarannya sendiri, bukan

atas paksaan/ tekanan orang lain.


50

(b) Rahasia : Apapun hasil tes ini, baik positif atau

negative, hanya boleh diberitahu langsung kepada orang

yang bersangkutan.

(c) Tidak boleh diwakilkan kepada orang lain, baik orang

tua/ pasangan, atasan atau siapapun.

(3) Pasca Konseling

Pasca konseling adalah kegiatan konseling yang

harus diberikan setelah hasil tes diketahui, baik hasilnya

positif maupun negative, konseling pasca test sangat

penting untuk membantu mereka yang hasilnya HIV, Sifilis

dan Hepatitis B positif agar dapat mengetahui cara

menghindarkan penularan HIV, Sifilis dan Hepatitis B

kepada orang lain. Cara untuk bisa mengatasinya dan

menjalani hidup secara positif. Bagi mereka yang hasil

tesnya negative, maka konseling pasca tes bermanfaat

untuk membantu tentang berbagai cara mencegah infeksi

HIV, Sifilis dan Hepatitis B dimasa mendatang.

Tujuan Konseling Pasca test

(a) Hasil Negatif

Klien dapat memahami arti periode jendela, Klien

dapat membuat keputusan akan di tes ualang atau tidak,

kapan waktu yang tepat untuk mengulang, Klien dapat


51

mengembangkan pedoman praktis bagi dirinya untuk

mengurangi risiko melalui perilakunya.

(b) Hasil Positif

Klien dapat memahami dan menerima hasil tes

secara tepat, Klien dapat menurunkan masalah

psikologis dan emosi karena hasil tes, Klien dapat

menyesuaikan kondisi dirinya dengan infeksi dan

menyusun pemecahan masalah serta dapat menikmati

hidup, Klien dapat mengembangkan pedoman praktis

bagi dirinya untuk mengurangi resiko melalui

perilaunya.

j) Prosedur pemeriksaan

Menurut Kemenkes (2017), Pemeriksaan Laboratorium

dilakukan sesuai dengan beberapa hal :

(1) Persiapan

(a) Melengkapi seluruh informasi yang diperlukan pada

formulir pemeriksaan laboratorium yang diminta.

(b) Menerapkan SOP dan kewaspadaan standar

(menggunakan sarung tangan, jas laboratorium)

(c) Membaca manual kit insert

(2) Persiapan alat dan bahan

(a) Sarung tangan

(b) Tabung Vakum EDTA atau tabung serologi


52

(c) Jarum dan holder

(d) Sentrifus (bila tersedia )

(e) Wadah jarum (tahan tusuk)

(f) Kapas alkohol

(g) Plester

(h) Label

(i) Mikropipet 5 – 50 ul tip kuning

(j) Tourniquet

(3) Lokasi pengambilan

vena fossa cubiti tangan non dominan atau jari tangan

(4) Pelaksanaan

Prosedur kerja dalam pemeriksaan laboratorium

(a) Siapkan tabung vakum atau tabung mikrotainer dan beri

kode sesuai nomor ID.

(b) Siapkan jarum dan beri tahu pasien yang akan diambil

darah sebelum membuka jarum bahwa jarum baru dan

steril. Bila menggunakan tabung mikrotainer siapkan

larutan EDTA 0,1 - 0,2% per ml darah.

(c) Pasang jarum pada holder, taruh tutup diatas meja

pengambilan darah.

(d) Letakan lengan pasien lurus diatas meja dengan telapak

tangan menghadap ke atas.


53

(e) Torniquet dipasang ± 10 cm diatas lipat siku pada

bagian atas dari vena yang akan diambil (jangan terlalu

kencang).

(f) Pasien disuruh mengepal untuk mengisi pembuluh

darah. Dengan tangan pasien masih mengepal, ujung

telunjuk kiri memeriksa/mencari lokasi pembuluh darah

yang akan ditusuk.

(g) Bersihkan lokasi dengan kapas alkohol 70% dengan

usapan lingkaran dari dalam keluar dan biarkan sampai

kering, kulit yang telah dibersihkan jangan dipegang

lagi.

(h) Pegang holder dengan tangan kanan dan ujung telunjuk

pada pangkal jarum.

(i) Vena ditusuk dengan sudut 30-45º.

(j) Bila jarum berhasil masuk vena, tekan tabung sehingga

vakumnya bekerja dan darah terhisap kedalam tabung.

Bila terlalu dalam, tarik sedikit atau sebaliknya.

(k) Bila darah sudah masuk buka kepalan tangan. Setelah

cukup darah yang diambil, torniquet dilepas. Lepas

tabung dan lepas jarum perlahan-lahan sambil ditutup

kapas alkohol.

(l) Homogenkan darah dengan cara membolak – balikan

secara perlahan.sebanyak minimal 8 kali.


54

(m) Pasien diminta untuk menekan bekas tusukan dengan

kapas alkohol selama 1-2 menit (siku jangan dilipat).

(n) Tutup bekas tusukan dengan plester.

(o) Buang bekas jarum kedalam wadah tahan tusukan.

(p) Bila ada Sentrifus, biarkan 30 menit kemudian sentrifus

pada RPM 3000 selama 15 menit sehingga diperoleh

serum, pindahkan supernatahn (lapisan atas yang

bening kedalam tabung eppendrof.

(q) Bila tidak mempunyai sentrifus, diamkan tabung dalam

rak selama lebih kurang 1-2 jam.

(r) Supernatan (lapisan atas yang bening) diambil

menggunakan pipet dan diteteskan ke dalam reagen Kit

HIV, Sifilis, dan Hepatitis B sesuai instruksi kerja kit

(insert kit) masing masing.

(s) Pemeriksaan dilakukan sesuai permintaan

dokter/pengirim.

(t) Hasil pemeriksaan diserahkan pada pasien dalam

amplop tertutup ditujukan pada dokter/pengirim yang

meminta.

(u) Jangan lupa mencatat pemeriksaan dalam buku besar

pemeriksaan di laboratorium.

(v) Hal yang perlu diperhatikan mengenai Stabilitas sampel

darah vena: Pada suhu ruangan (25° C), darah whole


55

blood, serum atau plasma, dapat di periksa maksimal 24

jam sejak pengambilan darah. Bila disimpan dalam

lemari pendingin pada suhu 2-8°C, sampel masih dapat

diperiksa maksimal sampai 7 hari, sejak pengambilan

darah.

(5) Cara membaca validitas hasil pemeriksaan

(a) Hasil valid apabila garis control keluar garis/dot

(b) Hasil invalid apabila garis control tidak keluar, maka

pemeriksaan harus diulang.

(c) Hasil dinyatakan reaktif atau positif jika terdapat dua

garis yaitu garis control dan garis hasil.

(6) Interpretasi hasil pemeriksaan

Interpretasi hasil pemeriksaan laboratorium dilakukan

untuk menentukan kemungkinan infeksi, sebagai berikut :

(a) Pada HIV, adanya antibody HIV secara kualitatif pada

penggunaan RDT HIV pertama disebut reaktif (bukan

positif). Untuk mendiagnosis harus dilanjutkan dengan

RDT HIV kedua dan jika reaktif dilanjutkan dengan

RDT ketiga.jika ketiganya reaktif disebut positif HIV

(Kemenkes, 2017).

(b) Pada Sifilis, adanya antibody Treponema secara

kualitatif pada penggunaan RDT Treponema (TP

Rapid) disebut darah positif sifilis (Kemenkes, 2017).


56

(c) Pada Hepatitis B adanya HBsAg secara kualitatif pada

penggunaan RDT HBsAg (Heptitis B Surface Antigen)

disebut darah reatif Hepatitis B (Kemenkes, 2017).

k) Penanganan Kasus

Penanganan kasus terbagi atas penanganan pada ibu

hamil terinfeksi HIV, Sifilis, dan/atau Hepatitis B dan

penanganan bayi dari ibu yang terinfeksi HIV, Sifilis, dan/atau

Hepatitis B. Bentuk penanganan tersebut sebagai berikut:

(1) Penanganan Pada Ibu Hamil Terinfeksi HIV, Sifilis, dan

Hepatitis B.

Tabel 2.1 Penanganan Ibu Hamil dan BBL Terinfeksi HIV,


Sifilis dan Hepatiti B
Deteksi Dini Tes HIV Tes Sifilis Tes Hep B
Hasil R1(+), R2(+), R3(+) TP Rapid Sifilis Rapid Hep B
+ + +

IBU Segera ARV Segera Benzatin Pengawasan


KDT 1 tab/24 jam Penisilin G 2,4 Kasus hepatitis
seumur hidup juta IU boka- dirujuk, lainnya
boki puskesmas

BBL ARV Profilaksis PCR Obati 50.000 Vit K


EID usia 6 minggu + IU/kgBB IM, HB0 < 24 Jam
kotrimoksasol sebelum pulang. HBIg <24 Jam
profilaksis, ASI atau Tanda-tanda :
PASI Eksklusif (tidak lesi kulit,
boleh mixed feeding) snuffles, trias
Hutchinson
(Kemenkes, 2017)

Asuhan kebidanan, pada ibu hamil baik yang negatif

maupun positif terinfeksi HIV, Sifilis, dan Hepatitis B

dilakukan konseling yaitu pemberitahuan hasil pemeriksaan

yang dilakukan oleh yang meminta pemeriksaan, dan


57

penjelasan atas hasil pemeriksaan disertai dengan rencana

tindak lanjut disebut konseling kesehatan pasca tes.

Penyampaian hasil tes dan konseling kesehatan diberikan

secara individual sesuai ketentuan. Apabila pasien masih

memerlukan konseling tambahan dapat dirujuk kepada

psikolog klinis atau dokter spesialis kedokteran jiwa, atau pada

kasus HIV dapat dirujuk ke konselor apabila stigma dan

diskrimasi tenaga pelaksana Eliminasi Penularan masih tinggi

(Kemenkes, 2017).

Konseling pada ibu hamil yang negatif maupun positif

terinfeksi HIV, Sifilis, dan Hepatitis B dilaksanakan dengan

ketentuan sebagai berikut:

(a) Konseling Kesehatan Untuk Ibu Hamil Negatif HIV,

Sifilis dan/atau Hepatitis B.

Mempertahankan hasil tetap negatif,

pencegahan agar tidak terinfeksi di kemudian hari,

Anjuran masuk kelas ibu hamil, Ajakan agar pasangan

juga diperiksa HIV, Sifilis dan Hepatitis B, Jadwalkan

untuk tes ulang bila ada IMS, atau termasuk populasi

kunci dari anamnesis, Hindari perilaku beresiko

(b) Konseling untuk ibu hamil positif HIV, Sifilis, dan/atau

hepatitis B
58

Apabila ditemukan hasil positif HIV, Sifilis,

dan/atau Hepatitis B, maka konseling yang diberikan

yaitu pengobatan rutin, pemilihan cara persalinan ,

pemilihan dalam pemberian makanan pada bayi,

penanganan pada bayi, penurunan factor resiko

penularan HIV, Sifilis dan Hepatitis B, penanganan

bagi pasangan seksualnya.

(2) Penanganan Pada Bayi dari Ibu Terinfeksi HIV, Sifilis,

dan/atau Hepatitis B.

Menurut Kemenkes (2017), Penanganan Pada Bayi

dari Ibu Terinfeksi HIV, Sifilis, dan/atau Hepatitis B yaitu :

(a) Tata Laksana Medis

Tata laksana medis pada bayi dari ibu terinfeksi HIV,

Sifilis, dan hepatitis B dilaksanakan sesuai dengan tata

laksana keprofesian berdasarkan ketentuan peraturan

perundang-undangan .

(b) Pemberian makanan

Pemberian makanan pada bayi dari ibu

terinfeksi HIV, Sifilis, dan Hepatitis B seharusya

dilakukan edukasi dan konseling selama kehamilan.

Secara umum air susu ibu (ASI) adalah makanan

terbaik bayi dan pilihan pertama, adapun pemberian

ASI yaitu Pada bayi dari ibu dengan sifilis dan hepatitis
59

B, ASI Eksklusif dapat diberikan pada bayi dari ibu

terinfeksi Sifilis dan Hepatitis B.

Pada bayi dari ibu dengan HIV, pemberian

makanan pada bayi dilaksanakan sesuai dengan

ketentuan perundang-undangan.

(3) Pemberian Imunisasi Bagi Bayi dari Ibu Terinfeksi HIV,

Sifilis dan/atau Hepatitis B

Imunisasi pada bayi dari ibu terinfeksi HIV, Sifilis

dan Hepatitis B dilaksanakan sesuai dengan ketentuan :

(a) Anak dengan HIV tetap diberikan imunisasi sesuai

ketentuan, kecuali jenis vaksin yang mengandung

mikroorganisme hidup seperti BCG dan Polio oral.

Pemberian imunisasi BCG dan Polio oral pada ibu

dengan HIV positif harus menunggu hasil pemeriksaan

bayi yang dilahirkan. Dalam hal hasil pemeriksaan

positif maka imunisasi BCG dan Polio oral tidak boleh

diberikan. Imunisasi campak/MR yang juga

mengandung mikroorganisme hidup dapat diberikan

kepada bayi dengan HIV apabila secara klinis kondisi

bayi baik (asimtomatik). Dianjurkan pemberian

imunisasi pada bayi dengan HIV dilakukan dengan

berkonsultasi dengan dokter spesialis anak.

(b) Immunisasi pada bayi dari Ibu Sifilis


60

Setiap bayi dari ibu Sifilis wajib dilakukan imunisasi

sesuai dengan jadwal imunisasi rutin

nasional.Dianjurkan pemberian imunisasi pada bayi

lahir dari ibu sifilis dilakukan dengan berkonsultasi

dengan dokter spesialis anak.

(c) Imunisasi pada bayi dari Ibu Hepatitis B

Setiap bayi dari ibu Hepatitis B wajib dilakukan

imunisasi dengan jadwal imunisasi seperti telah

ditetapkan, terutama untuk jadwal Imunisasi Hepatitis

yaitu HB0,1,2,3. Keberhasilan Eliminasi Penularan

Hepatitis B dari ibu ke anak bukan semata-mata

terlindungi dengan pemberian HBIg saat lahir tetapi

lebih merupakan kombinasi dengan imunisasi.

g. Jarak Pretest dan Posttest

Menurut Notoatmodjo (2007) yang menyatakan bahwa idealnya

jarak antara pretest dan posttest adalah 15-30 hari.Apabila selang waktu

terlalu pendek, kemungkinan responden masih ingat pertanyaan-

pertanyaan test yang pertama. Sedangkan jika selang waktu terlalu lama,

kemungkinan pada responden sudah terjadi perubahan dalam variabel

yang akan diukur.

Sesuai penelitian yang dilakukan oleh Purba & Gambir (2018)

yang berjudul Pemanfaatan Flipchat Remind Terhadap Pengetahuan Dan

Pola Konsumsi Buah Dan Sayur Pada Penderita Hipertensi Di Puskesmas


61

Perumnasi 1 Pontianak menunjukkan bahwa ada perbedaan antara rata-rata

skor pengetahuan sebelum dilakukan intervensi dan setelah dilakukan

intervensi (p<0,05). Selisih rata-rata skor pengetahuan sebelum dan setelah

dilakukan intervensi sebesar 25,33. Rata-rata skor pengetahuan setelah

intervensi lebih besar dari sebelum intervensi selama 2 minggu .

Penelitian ini sejalan dengan penelitian Hardiningsih dkk (2017)

tentang Pengaruh Penyuluhan Terhadap Tingkat Pengetahuan Wanita Usia

Subur Tentang Alat Kontrasepsi Diwilayah Kerja Puskesmas Sangrah

Kota Surakata bahwa sebelum diberikan penyuluhan sebagian besar

berpengetahuan sedang (50%) sesudah diberikan penyuluhan meningkat

baik (92,3%) setelah 14 minggu pemberian penyuluhan dengan (p= 0,000)

artinya ada pengaruh terhadap pengetahuan Wanita Usia Subur tentang

Alat Kontrasepsi.
62

B. Kerangka Teori

Faktor Yang
Mempengaruhi
Pengetahuan

1. Faktor Internal
- Pendidikan Penyuluhan
- Umur
- Pekerjaan
2. Faktor Eksternal
- Lingkungan
- Informasi Individu Kelompok Massa

- Sosial Budaya
1. Media Cetak
- Booklet
- Leaflet
- Flyer
- Rubrik
Meningkatkan pengetahuan Ibu hamil
tentang Eliminasi penularan HIV, Sifilis - Flipchart
dan Hepatitis B dari Ibu Ke Anak
- poster
2. Media Elektronik
- Televisi
- Radio
Keterangan
- Video
: Variabel Yang diteliti - Slide

: Variabel Yang tidak diteliti

Bagan 2.1Kerangka Teori

(Wawan dan Dewi, 2014), (Notoatmodjo, 2010), (Notoatmodjo, 2012),


(Kemenkes, 2013)
63

C. Kerangka Konsep

Kerangka Konsep penelitian adalah formulasi atau simplikasi dari

kerangka teori atau teori-teori yang mendukung penelitian tersebut

(Notoatmodjo, 2012).

Variabel Independent (bebas) Variabel Dependent (terikat)

Penyuluhan Eliminasi HIV, Pengetahuan Ibu hamil tentang


Sifilis dan Hepatitis B pada Ibu Eliminasi HIV, Sifilis dan Hepatitis
Hamil B dari Ibu Ke Anak

Bagan 2.2 Kerangka Konsep


(Notoatmodjo, 2010), (Wawan dan Dewi, 2014)

D. Hipotesis Penelitian

Hipotesis dalam suatu penelitian berarti jawaban sementara penelitian

patokan duga, atau dalil sementara, yang kebenarannya akan dibuktikan dalam

penelitian tersebut (Notoatmodjo, 2012). Hipotesis dalam penelitian ini ini,

yaitu Ada perbedaan pengetahuan ibu hamil tentang eliminasi penularan HIV,

Sifilis dan Hepatitis B Dari Ibu ke Anak sebelum dan sesudah diberikan

penyuluhan menggunakan media Flipchart di Desa Kawengen Wilayah Kerja

Puskesmas Kalongan Kabupaten Semarang.


BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah pre experiment

design dengan menggunakan rancangan one group pretest dan posttest design.

One group pretest posttest design ini tidak ada kelompok pembanding

(kontrol), tetapi paling tidak sudah dilakukan observasi pertama (pretest) yang

memungkinkan menguji perubahan-perubahan yang terjadi setelah adanya

eksperimen (program) (Notoatmodjo, 2010).

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui perbedaan pengetahuan ibu

hamil tentang eliminasi penularan HIV, Sifilis dan Hepatitis B dari Ibu ke

Anak sebelum dan sesudah diberikan konseling, oleh karena itu pengukuran

data yang dilakukan adalah sebelum intervensi konseling (pretest) dan setelah

intervensi konseling (posttest). Bentuk desain ini adalah sebagai berikut :

Pre test Perlakuan Post test

O1 X O2

Metode Pre experiment Design Dengan Rancangan One Group Pretest


Posttest (Notoatmodjo, 2010)

Keterangan :
O1 (pretest) : Pengetahuan sebelum diberikan konseling dengan media
flipchart tentang eliminasi penularan HIV, Sifilis dan
Hepatitis B dari Ibu ke Anak

64
65

X (Perlakuan) : Diberikan konseling dengan media flipchat tentang


eliminasi penularan HIV, Sifilis dan Hepatitis B dari Ibu
ke Anak
O2 (posttest) : Pengetahuan sesudah diberikan konseling dengan media
flipchat tentang eliminasi penularan HIV, Sifilis dan
Hepatitis B dari Ibu ke Anak

B. Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian

1. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian adalah tempat atau lokasi penelitian tersebut akan

dilakukan (Notoatmodjo, 2012).

Penelitian ini dilaksanakan di Desa Kawengen Wilayah Kerja Puskesmas

Kalongan Kabupaten Semarang.

2. Waktu Penelitian

Waktu penelitian adalah waktu penelitian tersebut dilaksanakan.

waktu penelitian dilaksanakan tanggal 27 Juni s/d 28 Juni 2019. Sesuai

dengan teori Notoatmodjo (2007) yang menyatakan bahwa idealnya jarak

antara pretest dan posttest adalah 15-30 hari. Waktu Penelitian ini selama

15 hari. Pertama peneliti mengunjungi setiap rumah responden setelah itu

melakukan pretest dengan memberikan kuesioner kepada responden (5

menit) sebelum konseling, Kemudian peneliti memberikan konseling

tentang Eliminasi penularan HIV, Sifilis dan Hepatitis B dari Ibu ke Anak

dengan media flipchat (30 menit), lalu peneliti melakukan posttest 15 hari

setelah dilakukan konseling dengan memberikan kuesioner dengan

mengunjungi rumah responden pada tanggal 11 Juli 2019.


66

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang

diteliti. Dalam populasi dijelaskan secara spesifik tentang siapa atau

golongan mana yang menjadi sasaran penelitian tersebut (Notoatmodjo,

2010). Populasi pada penelitian ini adalah seluruh ibu hamil Trimester I di

Desa Kawengen Wilayah Kerja Puskesmas Kalongan Kabupaten

Semarang yang berjumlah 15.

2. Sampel

Sampel adalah objek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh

populasi (Notoatmodjo, 2010). Teknik pengambilan sampel dalam

penelitian ini adalah total sampling.

Total sampling adalah teknik pengambilan sampel dimana jumlah

sampel sama dengan populasi (Sugiyono, 2007). Alasan mengambil total

sampling karena menurut Sugiyono (2007) jumlah populasi yang kurang

dari 100 seluruh populasi dijadikan sampel penelitian. Sampel yang

diambil dari penelitian ini adalah 15 responden.

D. Variabel Penelitian

Variabel adalah ukuran atau ciri yang dimiliki oleh anggota-anggota

suatu kelompok yang berbeda dengan yang dimiliki oleh kelompok yang lain

(Notoatmodjo, 2012). Variabel dalam penelitian ini terdiri dari :


67

1. Variabel Bebas (Independent Variable)

Variabel bebas yaitu variabel yang mempengaruhi terhadap variabel yang

lainnya (Notoatmodjo, 2012). Variabel bebas dalam penelitian ini adalah

Penyuluhan tentang Eliminasi Penularan HIV, Sifilis dan Hepatitis B dari

Ibu ke Anak pada Ibu Hamil Menggunakan Media Flipchat.

2. Variabel Terikat (Dependent Variable)

Variabel terikat yaitu variabel yang dipengaruhi oleh variabel lainnya

(Notoatmodjo, 2012). Variabel terikat dalam penelitian adalah

Pengetahuan Ibu Hamil tentang Eliminasi Penularan HIV, Sifilis dan

Hepatitis B dari Ibu ke Anak.

E. Definisi Operasional

Agar variabel dapat diukur dengan menggunakan instrument atau alat

ukur, maka variabel harus diberi batasan atau definisi operasional variabel.

Definisi operasional ini penting dan diperlukan agar pengukuran variabel atau

pengumpulan data (variabel) itu konsisten antara sumber data (responden)

yang satu dengan responden yang lain. Disamping variabel harus didefinisi

operasionalkan juga perlu dijelaskan cara atau metode pengukuran, hasil ukur,

serta skala pengukuran yang digunakan (Notoatmodjo, 2010).

Tabel 3.1 Definisi Operasional

Variabel Definisi Alat Ukur Hasil Ukur Skala


Operasional Ukur
Independen Pemberian informasi SAP dan Flipchat - -
Penyuluhan kesehatan tentang
dengan media Eliminasi Penularan
68

Flipchart HIV, Sifilis dan


tentang Heptitis B dari Ibu
Eliminasi ke Anak
Penularan
HIV, Sifilis dan
Hepatitis B dari
Ibu Ke Anak

Dependen Hasil tahu atau Kuesioner terdiri Nilai tertinggi = Interval


Pengetahuan Ibu kemampuan Ibu dari 18 18
hamil tentang hamil dalam pertanyaan Nilai terendah =
Eliminasi menjawab kuesioner dengan nilai 0
Penularan HIV, tentang 1:Apabila
Sifilis dan pengertian, gejala, jawaban benar,
Hepatitis B dari dampak, cara 0:Apabila
Ibu ke Anak penularan, tujuan jawaban salah
pemeriksaan,
manfaat
pemeriksaan,
tahapan
pemeriksaan,
penanganan HIV,
Sifilis dan Hepatitis
B dari Ibu ke Anak

F. Alat Pengukuran Data

Alat pengukur data yang digunakan adalah kuesioner. Kuesioner

adalah sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh

informasi dari responden dalam arti laporan tentang pribadinya, atau hal-hal

yang diketahui (Arikunto, 2010). Kuesioner tersebut dibuat oleh peneliti dan

sebelum kuesioner tersebut diberikan kepada responden, maka kuesioner akan

dilakukan uji validitas dan uji reliabilitas terlebih dahulu agar instrumen yang

digunakan benar-benar telah memenuhi persyaratan untuk digunakan sebagai

alat ukur data (Notoatmodjo, 2010). Kuesioner pengetahuan tentang Eliminasi

penularan HIV, Sifilis dan Hepatitis B dari Ibu ke Anak dengan skala Guttman

dengan 2 jenis pertanyaan yaitu:

1. Pertanyaan Favourable
69

a. Skor 1 untuk jawaban “Benar”

b. Skor 0 untuk jawaban “Salah”

2. Pertanyaan Unfavorable

a. Skor 0 untuk jawaban “Benar”

b. Skor 1 untuk jawaban “Salah”

G. Prosedur Penelitian

1. Tahapan Penelitian

Proses pengumpulan data yang dilakukan peneliti dengan cara

membagi kuesioner yang digunakan untuk mendapat tanggapan informasi,

jawaban, dan sebagainya (Notoatmodjo, 2010). Prosedur penelitian ini

yaitu :

a. Peneliti membuat permohonan pembuatan surat ijin Penelitian kepada

Universitas Ngudi Waluyo yang ditujukan kepada Kepala Badan

Kesatuan Bangsa Politik Ungaran Kabupaten Semarang.

b. Setelah diberikan ijin oleh Kepala Badan Kesatuan Bangsa Politik

Ungaran Kabupaten Semarang, peneliti mendapatkan surat pengantar

yang ditujukan untuk Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Semarang

pada tanggal 25 juni 2019.

c. Surat pengantar dari Dinas Kesehatan Kabupaten Semarang tersebut

kemudian ditujukan lagi kepada Kepala TU Puskesmas Kalongan pada

tanggal 25 Juni 2019.


70

d. Setelah surat penelitian disetujui oleh Kepala TU Puskesmas Kalongan,

peneliti melakukan wawancara kepada Bidan Koordinator KIA

Puskesmas Kalongan.

e. Setelah wawancara kepada Bikor KIA kemudian peneliti meminta data

untuk menentukan tempat penelitian yaitu di Desa Kawengen.

f. Setelah peneliti menentukan tempat kemudian peneliti meminta izin

kepada Bidan Desa Kawengen untuk melakukan penelitian.

g. Peneliti menentukan responden yang akan dijadikan sampel penelitian

menggunakan total sampling sebanyak 15 responden.

h. Kemudian peneliti mengunjungi setiap rumah responden setelah itu

pertama peneliti memperkenalkan diri dan menjelaskan tujuan

penelitian kepada responden dengan memberikan surat pengantar

penelitian yaitu surat permohonan menjadi responden.

i. Kemudian menjelaskan maksud, tujuan, dan manfaat penelitian yang

akan dilakukan.

j. Setelah responden memahami tujuan penelitian, responden diminta

untuk mengisi dan menandatangani lembar persetujuan untuk menjadi

responden.

k. Melakukan pre-test kepada responden, dengan cara memberikan

kuesioner kepada responden dan peneliti mendampingi responden

sehingga apabila ada pertanyaan langsung dari responden, peneliti bisa

menjelaskan dan mengingatkan responden agar mengisi semua

pertanyaan.
71

l. Setelah semua pertanyaan kuesioner dijawab dengan lengkap,

responden diminta untuk mengembalikan kepada peneliti.

m. Peneliti memberikan konseling kepada Ibu Hamil tentang Eliminasi

Penularan HIV, Sifilis dan Hepatitis B dari Ibu Ke Anak kepada

responden selama ± 30 menit.

n. Setelah selesai memberikan konseling tentang Eliminasi Penularan

HIV, Sifilis dan Hepatitis B dari Ibu Ke Anak kepada responden,

peneliti melakukan post-test kepada responden 15 hari setelah

dilakukan konseling yaitu mengunjungi kembali setiap rumah ibu hamil

yang menjadi responden dengan cara memberikan kuesioner serta

meminta responden untuk mengisinya.

o. Setelah selesai mengisi kuesioner, responden menyerahkan kuesioner

kepada peneliti.

p. Setelah kuesioner terkumpul kemudian akan dilakukan pengolahan

data.

2. Sumber dan Jenis Data

Data yang diperoleh terbagi atas 2 jenis data :

a. Data Primer

Menurut Notoatmodjo (2010) data primer adalah data atau

materi yang dikumpulkan sendiri oleh peneliti. Data primer dalam

penelitian ini adalah dengan melakukan penyebaran kuesioner yaitu

tingkat pengetahuan sebelum dan sesudah diberikan penyuluhan


72

tentang Eliminasi Penularan HIV, Sifilis dan Hepatitis B dari Ibu ke

Anak kepada Ibu Hamil.

b. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diambil dari hasil catatan yang

sudah ada (Notoatmodjo, 2010). Data sekunder dalam penelitian ini

adalah dari Puskesmas Kalongan yaitu jumlah ibu hamil.

3. Instrumen Penelitian

a. Alat pengumpulan data

Instrument pengumpulan data adalah alat bantu yang dipilih dan

digunakan oleh peneliti dalam kegiatannya mengumpulkan data, agar

kegiatan tersebut menjadi sistematis dan dipermudah olehnya

(Arikunto, 2010). Alat yang digunakan dalam mengumpukan data

dalam penelitian ini adalah:

1) SAP (Satuan Acara Penyuluhan)

SAP digunakan dalam penelitian ini untuk pedoman dalam

melakukan Penyuluhan Tentang Eliminasi Penularan HIV, Sifilis

dan Hepatitis B dari Ibu ke Anak.

2) Kuesioner

Menurut Arikunto (2010) kuesioner adalah sejumlah

pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi

dari responden dalam arti laporan tentang pribadinya, atau hal-hal

yang diketahui. Jenis kuesioner ini adalah kuesioner tertutup.


73

Kuesioner berisi pertanyaan tentang Penularan HIV, Sifilis dan

Hepatitis B

Tabel 3.2 Kisi-kisi kuesioner pengetahuan HIV, Sifilis dan HepB

Variabel Indikator Jumlah Favorable Unfavorable


Pertanyaan
Pengetahuan Pengertian 2 soal 1,2 -
Eliminasi HIV, Gejala 2 soal 4 3
Sifilis dan Penyebab 2 soal 5,6 -
Hepatitis B dari Dampak 2 soal 7,8 -
Ibu Ke Anak Cara Penularan 2 soal 9,10 -
dari Ibu ke
Anak
Tujuan 2 soal 11,12 -
Pemeriksaan
Manfaat 2 soal 13,14 -
Pemeriksaan
Tahapan 1 soal 15 -
Pemeriksaan
Penanganan 3 soal 16,17,18 -
Jumlah soal 18 17 1

4. Uji coba Instrumen

Setelah kuesioner sebagai alat ukur atau alat pengumpul selesai

disusun, belum berarti kuesioner tersebut dapat langsung digunakan untuk

mengumpulkan data. Kuesioner dapat digunakan sebagai alat ukur

penelitian perlu uji validitas dan realibilitas. Responden yang digunakan

untuk uji coba sebaiknya yang memiliki ciri-ciri responden dari tempat

dimana penelitian tersebut harus dilaksanakan (Notoatmodjo, 2010).

a. Uji Validitas

Validitas adalah suatu indeks yang menunjukan alat ukur itu

benar-benar mengukur apa yang diukur (Notoatmodjo, 2010). Uji

validitas dapat menggunakan rumus product moment setelah itu diuji

dengan uji t dan lalu dilihat penafsiran dari indeks korelasinya


74

(Hidayat, 2014). Agar diperoleh distribusi nilai hasil pengukuran

mendekati normal, maka sebaiknya jumlah responden untuk uji coba

paling sedikit 20 orang (Notoatmodjo, 2010). Agar alat ukur

penelitian dapat diterima maka peneliti melakukan uji coba

dilapangan. Uji coba dilakukan di Desa Kalongan dengan 20

responden (R= 0,444) dengan taraf signifikasi 0,05.

Rumus Product Moment Correlation sebagai berikut :

n XY    X  Y 

rxy =
n X 2 2

  X  n Y 2   Y 
2

Keterangan :

rxy = Koefisien korelasi

xy = Skor jawaban di kali skor total

X = Skor butir

Y = Skor total

N = Banyaknya sampel

Dikatakan valid apabila nilai r hitung lebih besar dari (>) dari r

tabel (Riwidikido, 2009). Hasil perhitungan tiap-tiap item akan

dibandingkan dengan tabel r product moment, instrument dikatakan

valid apabila r hitung > r tabel (0,444) dimana untuk n = 20 pada taraf

signifikasi 5 %. Jika pertanyaan tidak valid maka pertanyaan dapat di

revisi atau drop out.


75

Dalam penelitian ini uji validitas dilakukan di Desa Kalongan

yang memiliki karakteristik yang sama yaitu ibu hamil bekerja

sebagai buruh pabrik dan rata-rata pendidikan terakhir ibu SMP-SMA,

terendah kedua yang melakukan tes.

Dari hasil perhitungan, apabila didapatkan nilai r hitung lebih

besar dari r tabel, maka instrument dikatakan valid. Dengan N sebesar

20, maka nilai r tabel pada taraf signifikan 5% adalah 0,444 (Sugiono,

2012).

Hasil Uji Validitas dalam penelitian ini, terdapat 15 pertanyaan

tidak valid yaitu item pertanyaan nomor 3 dimana r hitung (-0,044)

lebih kecil dari r tabel (0,444), nomor 4 (-0,432) lebih kecil dari r

tabel (0,444), nomor 8 (-0,372) lebih kecil dari r tabel (0,444), nomor

10 (-0,265) lebih kecil dari r tabel (0,444), nomor 11 (-0,185) lebih

kecil dari r tabel (0,444), nomor 13 (-0,214) lebih kecil dari r tabel

(0,444), nomor 14 (-0,437) lebih kecil dari r tabel (0,444), nomor 16 (-

0,390) lebih kecil dari r tabel (0,444), nomor 18 (-0,361) lebih kecil

dari r tabel (0,444), nomor 19 (-0,421) lebih kecil dari r tabel (0,444),

nomor 22 (-0,025) lebih kecil dari r tabel (0,444), nomor 26 (-0,408)

lebih kecil dari r table (0,444), nomor 27 (-0,405) lebih kecil dari r

table (0,444), nomor 29 (-0,360) lebih kecil dari r table (0,444), nomor

31 (-0,087) lebih kecil dari r table (0,444).


76

b. Uji Reliabilitas

Uji reliabilitas adalah indeks yang menunjukan sejauh mana

alat ukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan (Notoatmodjo, 2010).

Hal ini berarti menunjukkan sejauh mana hasil pengukuran itu tetap

konsisten bila dilakukan pengukuran dua kali atau lebih terhadap

gejala yang sama (Notoadmodjo, 2012). Bila nilai Croanbach Alpha

dari 0,6 maka pertanyaan reliable Uji reabilitas menggunakan Alpha

Cronbach dengan rumus sebagai berikut :

α=

Keterangan :

K = Jumlah Item

Σσb2 = Jumlah varians skor total

= Varians responden untuk item ke i

Hasil Uji Reabilitas pada penelitian ini adalah semua

pertanyaan telah direabilitas dimana Alpha Cronbach lebih besar dari

pada standar reabilitas yaitu 0,6. Untuk pertanyaan pengetahuan

diperoleh dengan hasil 0, 847, maka dari hasil tersebut dapat diketahui

bahwa instrument telah reliable dimana >0,6.

H. Etika Penelitian

Etika penelitian merupakan etika yang berlaku untuk setiap kegiatan

penelitian yang melibatkan antara pihak peneliti, pihak yang diteliti (subyek
77

penelitian) dan masyarakat yang akan memperoleh dampak dari hasil

penelitian. Etika penelitian ini mencangkup juga peneliti atau perlakuan

peneliti terhadap subyek penelitian serta sesuatu yang dihasilkan oleh peneliti

bagi masyarakat (Notoatmodjo, 2012).

1. Informed consent

Lembar persetujuan diberikan kepada responden yang diteliti.

Peneliti menjelaskan tujuan dari penelitian, judul penelitian dan manfaat

penelitian. Jika responden bersedia, maka responden harus

menandatangani surat persetujuan penelitian. Jika responden menolak

untuk diteliti maka peneliti tidak memaksa dan tetap menghormati hak

responden.

2. Confidentiality

Peneliti menjamin kerahasiaan semua informasi yang diberikan

oleh responden dan dijaga hanya digunakan untuk kepentingan penelitian.

3. Beneficiency

Prinsip beneficiency adalah melakukan yang terbaik.Peneliti dalam

penelitian ini mempertimbangkan keuntungan dan kerugian yang

ditimbulkan bagi responden. Keuntungan yang akan diperoleh bagi

responden bisa meningkatkan pengetahuan ibu hamil tentang penularan

HIV, Sifilis dan Hepatitis B dari Ibu ke Anak.


78

4. Avoid Discomfort

Saat pengambilan data, peneliti berusaha menghindari pertanyaan

yang memungkinkan timbulnya ketidaknyamanan (akibat partisipan

merasa tereksploitasi).

I. Pengolahan Data

Menurut Notoatmodjo (2012), pengolahan data dilakukan dengan

menggunakan computer dengan program Sitem pengolahan data computer.

Pengolahan data dilakukan dengan beberapa tahapan :

1. Editing

Dalam tahapan ini dilakukan pemeriksaan data seperti,

kelengkapan pengisian, kesalahan dan konsistensi dari setiap jawaban.

Editing dilakukan ditempat pengumpulan data sehingga jika terdapat

kekurangan data segera dilengkapi, yaitu apabila ada jawaban yang belum

di isi maka diberikan kepada responden lagi untuk di isi kembali.

2. Scoring

Scoring merupakan tahap member skor atau nilai pada masing-

masing jawaban responden. Scoring dilakukan setelah ditetapkan hasil dari

setiap jawaban responden dan diberikan skor, dengan kriteria sebagai

berikut:

a. Favourable merupakan jawaban positif terjadap objek, Skor yang

diberikan adalah :

a) Bila jawaban BENAR diberi nilai 1


79

b) Bila jawaban SALAH diberi nilai 0

b. Unfavourable merupakan jawaban negatif terhadap objek, Skor yang

diberikan adalah:

a) Bila jawaban BENAR diberi nilai 0

b) Bila jawaban SALAH diberi nilai 1

3. Tabulating

Peneliti melakukan tabulating atau penyusunan data setelah

menyelesaikan pemberian nilai dan pemberian kode dari masing-masing

jawaban responden atas pertanyaan yang diajukan agar dengan mudah

dijumlahkan, disusun dan ditata untuk dianalisis.

4. Transfering

Peneliti melakukan pemindahan kode-kode yang telah di tabulasi

ke dalam komputer suatu program atau sistem tertentu, dalam hal ini

peneliti menggunakan SPSS (Statistical Product Service Solution) versi

16.0 untuk mempercepat proses analisis data.

5. Entering

Peneliti melakukan proses pemasukan data ke dalam computer

setelah tabel tabulasi selesai untuk selanjutnya dilakukan analisis data

dengan menggunakan program Microsoft excel

6. Cleaning

Setelah data di masukan ke dalam program SPSS selesai, peneliti

memastikan bahwa seluruh data yang dimasukan ke dalam pengolah data


80

sudah sesuai dengan sebenarnya atau untuk mencari ada kesalahan atau

tidak pada data yang sudah di masukan.

J. Analisis Data

Data yang sudah diolah kemudian dilakukan analisis secara bertahap

sesuai dengan tujuan penelitian, antara lain :

1. Analisis Univariat

Analisis univariat bertujuan untuk menjelaskan atau

mendiskripsikan setiap variabel penelitian. Bentuk analisis univariat

tergantung dari jenis datanya. Untuk data numerik digunakan nilai mean

atau rata-rata, median dan standar deviasi (Notoatmodjo, 2018).

Data dalam penelitian ini adalah data yang didapatkan untuk

menggambarkan Pengetahuan Ibu Hamil Tentang Eliminasi Penularan

HIV, Sifilis Dan Hepatitis B Dari Ibu Ke Anak Sebelum Dan Sesudah

Diberikan Penyuluhan Menggunakan Media Flipchart.

2. Analisis Bivariat

Analisa bivariat dalam penelitian ini dilakukan untuk menguji

hipotesis perbedaan pengetahuan ibu hamil tentang Eliminasi Penularan

HIV, Sifilis dan Hepatitis B dari Ibu ke Anak sebelum dan sesudah

diberikan penyuluhan menggunakan media flipchart. Untuk menentukan

metode pengujian hipotesis, terlebih dahulu dilakukan uji normalitas.

Metode uji normalitas data dilakukan dalam penelitian ini dengan

menggunakan uji Shapiro Wilk, karena jumlah sampel <50 responden.


81

Dimana data dikatakan normal jika signifikan > 0,05 dan dikatakan tidak

normal jika ≤ 0,05. Uji beda yang dilakukan jika data normal yang

menggunakan uji paried T-Test dan jika tidak normal menggunakan uji

Wilcoxon (Sopiyudin, 2014).

K. Jadwal Penelitian

Terlampir

Anda mungkin juga menyukai