Anda di halaman 1dari 8

Faizia Maulida : Perilaku Menyusui pada Ibu dengan HIV-AIDS di Kota Yogyakarta

Perilaku Menyusui pada Ibu dengan HIV-AIDS di Kota Yogyakarta

Breastfeeding Behavior in Mothers with HIV-AIDS in Yogyakarta

Faizia Maulida, Pariawan Lutfi Ghazali*


Fakultas Kedokteran Universitas Islam Indonesia Yogyakarta
(*elghazali@uii.ac.id)

ABSTRAK
World Health Organization (WHO) merekomendasikan pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan untuk anak
yang lahir dari ibu terinfeksi HIV yang telah mendapatkan terapi ARV. Penelitian ini bertujuan mengetahui persepsi,
perilaku, dan faktor yang mempengaruhi perilaku menyusui pada ibu dengan HIV-AIDS di Yogyakarta. Penelitian
ini menggunakan metode kualitatif dengan wawancara mendalam dan observasi sebagai metode pengambilan data.
Subjek penelitian adalah ibu menyusui dengan HIV-AIDS, keluarga, dan pendamping. Validitas data diuji dengan
metode triangulasi sumber. Data penelitian diolah dengan metode perbandingan tetap. Penelitian ini menunjukkan
bahwa ibu menyusui dengan HIV-AIDS di Yogyakarta berpendapat proses memberikan asupan gizi kepada bayi
merupakan kodrat seorang perempuan yang tidak dapat digantikan oleh siapapun. Perilaku menyusui ibu dengan
HIV-AIDS di Yogyakarta terbagi menjadi ibu yang memberikan susu formula, ASI, dan donor ASI. Faktor yang
memengaruhi perilaku menyusui ibu dengan HIV-AIDS di Yogyakarta, yaitu faktor internal dan dukungan dari
keluarga, pendamping, tenaga kesehatan, serta teman sebaya. Penelitian ini menyimpulkan bahwa ibu menyusui
dengan HIV-AIDS memiliki alasan terkait risiko penularan HIV dalam memutuskan perilaku menyusui.
Kata kunci: Perilaku, menyusui, HIV-AIDS

ABSTRACT
The World Health Organization (WHO) recommends exclusive breastfeeding for 6 months for children born
to HIV infected mothers who have received ARV therapy. This study aims to determine perceptions, behaviors, and
factors that influence breastfeeding behavior in mothers with HIV-AIDS in Yogyakarta. This study use qualitative
research method, with in-depth interviews and observation as data collection methods. Research subjects were
breastfeeding mothers with HIV-AIDS, family, and chaperones. Data validity was tested by source triangulation
method. Research data were processed using the fixed comparison method. This research shows that breastfeeding
mothers with HIV-AIDS in Yogyakarta believes that the process of providing nutrition to infants is the nature of a
woman that can not be replaced by anyone. The behavior of breastfeeding mothers with HIV-AIDS in Yogyakarta
is divided into mothers who provide formula milk, breast milk, and donor breast milk. Factors that influence
breastfeeding behavior of mothers with HIV-AIDS in Yogyakarta, namely internal factors and support from family,
chaperones., health workers, and peers. This research concludes that breastfeeding mothers with HIV-AIDS have
reasons related to the risk of HIV transmission in deciding breastfeeding behavior.
Keywords: Behavior, breastfeeding, HIV-AIDS

Copyright © 2019 by author. This is an open access article under the CC BY-NC-SA license
(https://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0/).
DOI : http://dx.doi.org/10.30597/mkmi.v15i4.7931

376
JURNAL MKMI, Vol. 15 No. 4, Desember 2019

PENDAHULUAN bagi penularan HIV dari ibu ke bayi.6,7 Maka bagi


Human Immunodeficiency Virus (HIV) ibu dengan HIV, pemberian ASI harus didahului
Acquired Immuno-Deficiency Sindrome (AIDS) dengan konseling oleh petugas kesehatan dan kon-
merupakan salah satu masalah besar yang dihadapi selor laktasi tentang risiko penularan HIV melalui
oleh dunia hingga saat ini. Jumlah penderita HIV ASI.5 Konseling diberikan sejak perawatan ante-
di seluruh dunia pada tahun 2016 adalah 36,7 juta natal, dan ibu harus mendapatkan informasi secara
orang dan jumlah kematian akibat AIDS sebanyak lengkap tentang HIV-AIDS. WHO merekomen-
1,5 juta jiwa.1 Jumlah penderita HIV-AIDS di Asia dasikan pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan
Selatan dan Tenggara sekitar 4 juta orang dengan untuk anak yang lahir dari ibu yang terinfeksi HIV
1,3 juta (37%) di antaranya adalah perempuan.1 dan telah mendapatkan terapi ARV.8 Hal ini ber-
Data statistik menunjukkan, jumlah penderita HIV tujuan untuk kelangsungan hidup anak (HIV-free
di Indonesia sebanyak 150.296 orang dan AIDS and child survival).9 WHO juga menganjurkan
sebanyak 55.799 orang, dengan angka kematian kepada ibu dengan HIV untuk tetap menyusui se-
sebesar 9.796.2 Jumlah kumulatif infeksi HIV di lama 12 bulan dan tetap dibarengi dengan terapi
DIY pada tahun 2015 sebanyak 1875 dan AIDS se- ARV yang adekuat.8 Penelitian ini bertujuan un-
banyak 1231, dengan kota Yogyakarta menempati tuk mengetahui persepsi, perilaku, dan faktor yang
urutan tertinggi di DIY sebanyak 580 HIV dan 251 mempengaruhi perilaku menyusui pada ibu de-
AIDS.3 ngan HIV-AIDS di Yogyakarta.
Transmisi terbanyak dalam HIV-AIDS ada-
lah melalui hubungan seksual, sehinggga perem- BAHAN DAN METODE
puan termasuk ibu rumah tangga semakin rentan Penelitian ini menggunakan metode kuali-
mengalami penularan, seiring dengan meningkat- tatif. Data diambil dengan wawancara mendalam
nya jumlah laki-laki yang melakukan hubungan dan observasi. Penelitian ini dilakukan pada bu-
seksual tidak aman.4 Hal ini sangat berbahaya lan April sampai dengan Desember 2016 di Kota
karena perempuan mempunyai risiko tinggi (20- Yogyakarta. Populasi dalam penelitian ini adalah
50%) menularkan HIV ke anaknya dalam masa seluruh ibu menyusui dengan HIV-AIDS di Kota
kehamilan (5-10%), persalinan (10-20%), maupun Yogyakarta. Sampel penelitian (informan) dipilih
menyusui (5-20%).1,5 Penularan HIV-AIDS dari secara purposive, sesuai kebutuhan penelitian, yai-
ibu ke anak untuk wilayah Yogyakarta hingga tri- tu ibu menyusui dengan HIV-AIDS, pendamping
wulan 1 tahun 2015 sebanyak 70 orang.3 dari ibu menyusui dengan HIV-AIDS, dan keluar-
Program Pencegahan Penularan HIV dari ga dari ibu menyusui dengan HIV-AIDS.
Ibu ke Anak (PPIA) telah terbukti sebagai inter- Validitas data diuji dengan metode trian-
vensi yang sangat efektif untuk mencegah penu- gulasi sumber.10 Data kemudian dianalisis dengan
laran HIV dari ibu ke anak.5 Risiko anak tertular metode perbandingan tetap, yaitu reduksi data,
HIV dari ibu dapat ditekan hingga kurang dari koding, kategorisasi, labeling, sintesisasi dan hi-
2% di negara maju, karena tersedianya intervensi potesis kerja.10 Izin etika penelitian dikeluarkan
PPIA dengan layanan optimal.5 Namun, di negara oleh Komite Etik Fakultas Kedokteran Univer-
miskin dengan minimnya akses intervensi maka sitas Islam Indonesia berdasarkan Surat Ketera-
risiko penularan masih tinggi (20-50%). Program ngan Lolos Kaji Etik Nomor 35/Ka.Kom.Et/70/
pencegahan penularan dari ibu ke anak terdiri dari KE/V/2016.
4 program yang merujuk pada rekomendasi WHO
2010, yaitu penawaran tes HIV pada semua ibu HASIL
hamil, pemilihan kontrasepsi untuk ibu dengan Informan penelitian ini berjumlah 6 orang,
HIV positif, pemilihan persalinan aman untuk ibu terdiri dari 4 ibu menyusui dengan HIV-AIDS
hamil yang HIV positif, dan pemberian makanan (kode: A1, A2, A3, A4), 1 keluarga dari ibu menyu-
terbaik bagi bayi baru lahir dengan ibu HIV posi- sui dengan HIV-AIDS (kode: B), dan 1 pendam-
tif.5 ping dari ibu menyusui dengan HIV-AIDS (kode:
Makanan terbaik bagi bayi baru lahir adalah C). Informan yang memberikan ASI eksklusif se-
Air Susu Ibu (ASI), tetapi ASI juga salah satu jalan banyak 1 orang (A3), sedangkan 3 orang lainnya

377
Faizia Maulida : Perilaku Menyusui pada Ibu dengan HIV-AIDS di Kota Yogyakarta

memberikan susu formula. pisang (A1, A2, A4). Ibu menyusui dengan HIV-
Hasil wawancara mendalam dengan ibu AIDS juga mengaku terkadang air putih diberikan
menyusui dengan HIV-AIDS diperoleh informasi 1-2 tetes saat bayi sudah lapar, tetapi belum saat-
bahwa ibu menyusui dengan HIV-AIDS mempu- nya pemberian susu (A2). Pemberian susu formula
nyai persepsi yang positif mengenai perilaku ibu ada yang menggunakan botol dot (A1), meskipun
menyusui bayi. ASI merupakan asupan gizi ter- tenaga kesehatan mengajarkan bahwa cara pem-
baik untuk bayi, dengan menyusui dapat terjadi berian susu formula yang baik adalah dengan
komunikasi antara ibu dan bayinya. menggunakan sendok dan gelas, dengan disen-
“Proses memberikan susu ke anak merupa- dokkan perlahan-lahan (B, C). Penggunaan botol
kan kodrat perempuan yang tidak dapat dot dilakukan karena berpendapat cara pemberian
diwakilkan dan sebagai ikatan kasih sa- menggunakan sendok terlalu lama dan anak se-
yang ibu ke anak. Menyusui tidak dapat di- ring rewel (A1). Ibu sebenarnya menyadari bahwa
gantikan oleh susu formula semahal apa-pun, botol dot berisiko, seperti gangguan pertumbuhan
karena ASI sudah terbukti makanan terbaik gigi dan infeksi, tetapi telah dikonsultasikan ke
yang dibuat alami di tubuh” (Informan A3) dokter anak, dan diperbolehkan dengan ketentuan
dijaga kebersihannya (A1). Ibu yang lain memi-
“Menyusui merupakan bentuk komuni- numkan susu formula langsung dari gelas (A4, C)
kasi antara ibu dan anak” (Informan A4) dan menggunakan sendok alumunium dan gelas
kaca untuk memberikan susu formula pada bayi-
“Menyusui memberikan gizi ter- nya (A2). Semua narasumber ibu-ibu menyusui
baik bagi anak” (Informan A2) dengan HIV-AIDS mengetahui bahwa penggu-
naan sendok dapat mengurangi risiko kuman, mu-
Meskipun persepsi tentang menyusui posi- dah mencucinya dan agar tidak tersedak.
tif, ibu menyusui dengan HIV-AIDS lebih ba- Proses pembersihan dan sterilisasi alat-alat
nyak menggunakan susu formula, dan hanya ada yang digunakan untuk memberikan susu formula
beberapa yang memberikan ASI eksklusif kepada dilakukan dengan air panas, sabun dan lap kering.
anaknya (B). Donor ASI kadang digunakan tetapi Kebiasaan cuci tangan dengan sabun juga dilaku-
sering menemui kesulitan sehingga tidak berlanjut kan sebelum memegang atau memberi susu bayi.
(B). Keputusan memberikan ASI eksklusif mau- Hal itu sesuai dengan yang diajarkan oleh tenaga
pun susu formula dilakukan setelah mendapatkan kesehatan dari puskesmas.
pengarahan dan konsultasi dengan tenaga keseha- Pemilihan susu formula disesuaikan de-
tan dari puskesmas (A1, A2, A3). Tenaga keseha- ngan kondisi anak (A1, A2, A4). Jenis atau merek
tan dari puskesmas memberikan pengetahuan dan susu diganti ketika anak tidak cocok yang ditandai
keterampilan tentang cara menyusui yang benar, misalnya bayi mengalami muntah, badan kurus,
sehingga ibu menyusui dengan HIV-AIDS dapat merasa bosan, dan alergi (A1, A2, A4). Penamba-
menerapkannya dalam rutinitas menyusui. Ibu han takaran air dilakukan oleh ibu di susu formula
menyusui dengan HIV-AIDS yang tidak membe- agar lebih encer, sehingga tinja anak tidak keras
rikan ASI eksklusif merasa khawatir dengan per- (A2, A4).
tanyaan lingkungan sekitar mengenai alasan tidak Ibu menyusui dengan HIV-AIDS harus disip-
memberikan ASI (A1). Hal tersebut disebabkan lin dalam konsumsi obat Anti Retroviral (ARV)
oleh norma masyarakat yang mengharuskan ibu untuk dirinya dan untuk anaknya sebagai profilak-
untuk menyusui bayinya, meskipun masyarakat sis. Berdoa kepada Tuhan juga merupakan hal
sendiri tidak terlalu memahami makna ASI eks- penting, karena rasa khawatir dan stres yang diha-
klusif, bagi mereka yang penting ibu menyusui dapi sangat besar (A3). Namun, ada ibu menyusui
(B). dengan HIV-AIDS yang tidak memberikan pro-
Bayi yang diberikan susu formula pada 6 filaksis kepada anaknya, karena merasa tidak per-
bulan pertama hanya diberikan susu formula saja. lu dan merasa berat bila harus memberikan obat
Selanjutnya setelah berusia 6 bulan diberikan setiap hari kepada anak (A4).
makanan pendamping berupa vitamin C dan buah Ibu yang memberikan susu formula cende-

378
JURNAL MKMI, Vol. 15 No. 4, Desember 2019

rung merasakan sedih, karena tidak dapat mem- Ibu menyusui dengan HIV-AIDS lebih memilih
berikan yang terbaik bagi anaknya, yaitu ASI susu formula dibandingkan donor ASI (A1, A4).
(A1). Mereka juga merasa khawatir kondisi kese- Pertimbangan lain untuk tidak donor ASI adalah
hatan anaknya, akan tertular dan bernasib sama secara hukum agama akan memunculkan saudara
seperti ibunya (A2). Terdapat juga perasaan kece- sepersusuan (A3).
wa karena tidak dapat memberikan yang terbaik Hambatan dalam pengambilan keputusan
bagi anak dan keluarga dan merasa kurang sem- untuk menyusui atau tidak adalah edukasi kurang
purna (A2). Sisi lain mereka juga merasa bahagia adekuat, sehingga para ibu dengan HIV-AIDS
ketika melihat perkembangan anaknya yang bagus merasa khawatir dan takut dapat menularkan virus
dan badannya sehat (A1). Ibu yang memberikan ke bayinya (A3, B) dan juga kurangnya edukasi
ASI eksklusif selama menyusui merasa sangat mengenai ASI eksklusif, terutama edukasi dari
tertekan sehingga membutuhkan seseorang yang tenaga medis (B). Edukasi belum menyeluruh dan
mampu memberikan informasi yang tepat dan me- kurang memfasilitasi keinginan dari ibu dengan
nenangkan dan juga merasa bersalah ketika asupan HIV-AIDS (A4).
anaknya kurang (A3). Hambatan dalam pelaksanaan yang paling
Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku sering muncul dalam memberikan susu formula
menyusui ibu dengan HIV-AIDS dapat disimpul- adalah masalah biaya. Penggunaan susu formula
kan adalah (1) Keyakinan akan keputusan yang membuat pengeluaran sehari-hari bertambah (A1,
diambil, menggunakan ASI eksklusif atau susu A2, A4). Hambatan lain adalah persiapan maupun
formula; (2) Keberanian mengambil risiko dan proses pemberian susu formula dirasakan rumit,
manajemen stres; (3) Keyakinan dan kepercayaan memerlukan waktu dan membutuhkan tenaga,
akan kehendak Tuhan bahwa anak adalah amanah misalnya menyiapkan air panas saat berpergian
dan anugerah; (4) Dukungan dan perhatian dari (A1, A3).
keluarga, terutama suami, termasuk bantuan teknis Tenaga kesehatan dan pemerintah diharap-
pemberian ASI atau susu formula dan tugas lain; kan dapat memberikan edukasi yang membuat
(5) Bantuan finansial dari keluarga atau pihak lain; ibu dengan HIV-AIDS merasa aman dan nyaman
(6) Dukungan tenaga kesehatan, khususnya yang dan juga kampanye bahwa ibu dengan HIV-AIDS
terkait edukasi, terutama saat terjadi masalah saat bisa menyusui (A4, B), sebaiknya terdapat standar
pemberian ASI dan susu formula, (7) Dukungan yang benar, jelas, dan dapat dipertanggung jawab-
dari kelompok pendamping, berupa edukasi, pe- kan, sehingga informasi yang diterima oleh ibu
ngarahan, akses kesehatan dan finansial. dengan HIV-AIDS di manapun sama (B).
Teman sebaya (ibu menyusui dengan HIV-
AIDS) cenderung tertutup (B1), sehingga sangat PEMBAHASAN
sulit mendapatkan dukungan dari orang yang ber- Ibu dengan HIV-AIDS mempunyai persep-
nasib sama (A1, B). Masyarakat di lingkungan si positif tentang menyusui. Persepsi tersebut
tempat tinggal juga cenderung untuk memberikan merupakan tanggapan atau penerimaan langsung
tekanan psikologis kepada ibu menyusui dengan dari suatu hal, dan terdapat beberapa faktor yang
HIV-AIDS. Misalnya, sering menanyakan menga- mempengaruhinya, antara lain pengalaman di
pa tidak diberi ASI (A1), dan pertanyaan itu mem- masa lalu, orang di sekitarnya, situasi, motiva-
buat ibu menyusui dengan HIV-AIDS menjadi si dan kepribadian.11 Penelitian lain juga me-
tertekan dan khawatir jika penyakitnya diketahui nyatakan perempuan dengan HIV-AIDS mempu-
atau dicurigai oleh lingkungan sekitar (B). nyai persepsi positif tentang menyusui.12,13 Peneri-
Selain pemberian ASI eksklusif dan susu maan informasi dari petugas kesehatan juga men-
formula, terdapat juga pilihan lain yaitu donor jadi hal yang mempengaruhi persepsi dan perilaku
ASI. Donor ASI belum terlalu dikenal di masya- menyusui.14 Dukungan dari dari kelompok sebaya
rakat. Informan mengaku bahwa belum pernah sangat penting bagi orang dengan HIV-AIDS,
mendapat edukasi mengenai donor ASI, hanya se- yang cenderung tertutup secara sosial. Dukungan
batas mendengar (A1, A2), dan menemui kesulitan ini akan mempermudah penyampaian informasi
ketika harus menghubungi pihak donor (A4, B). dengan asumsi bahwa seseorang akan lebih berse-

379
Faizia Maulida : Perilaku Menyusui pada Ibu dengan HIV-AIDS di Kota Yogyakarta

dia mendengarkan jika pesan-pesan disampaikan World Health Organization (WHO) menganjur-
oleh orang yang berasal dari lingkungan mereka kan kepada ibu dengan HIV untuk tetap menyu-
sendiri, atau memiliki latar belakang sosial yang sui selama 12 bulan, namun tetap harus dibarengi
lebih kurang sama.15 dengan terapi ARV yang adekuat.8 Terapi ARV
Penelitian ini menunjukkan bahwa ada tersebut harus diberikan setiap hari baik untuk
keinginan yang kuat dari ibu dengan HIV-AIDS ibu maupun bayinya. Minum ARV dan memberi-
untuk menyusui anaknya karena ikatan kasih sa- kan ARV kepada bayi justru menjadi beban berat
yang yang kuat.16 Secara fisiologis, setelah mela- bagi ibu menyusui dengan HIV-AIDS. Hal terse-
hirkan hormon oksitosin pada perempuan akan but merupakan faktor lain yang menyebabkan ibu
meningkat dan memicu timbulnya perasaan sa- menyusui dengan HIV-AIDS lebih memilih susu
yang kepada bayinya, dan terbentuknya bonding. formula sebagai pengganti ASI.21
Bonding yang terbentuk membuat ibu menjadi le- Pemberian susu formula kepada bayi baru
bih sensitif dan responsif terhadap kebutuhan bayi- lahir berisiko terjangkit diare. Risiko diare pada
nya.17 Bonding juga berhubungan dengan kontak bayi baru lahir yang mengonsumsi susu formula
kulit atau skin-to-skin contact, yang membantu sangat mungkin terjadi pada bayi dari ibu dengan
bayi menjadi mudah ditenangkan bila menangis, HIV-AIDS. Pemahaman risiko pemberian susu
mempercepat perkembangan lingual, sosial, mo- formula perlu disampaikan kepada ibu menyusui
torik kasar, motorik halus pada usia 1 tahun, dan dengan HIV-AIDS agar mereka memahami bahwa
memiliki kontrol emosial yang lebih baik.18 Kondi- setiap pilihan yang dipilih mempunyai risiko yang
si inilah yang harus terjadi, meskipun ibu mende- harus ditanggung. Konsekuensi lain dari pembe-
rita HIV-AIDS, anak tetap berhak mendapatkan rian susu formula adalah biaya yang lebih ma-
bonding dengan ibunya, selain karena ASI me- hal pemberian susu formula dibandingkan ASI.7
ngandung gizi yang diperlukan oleh bayi dan se- Pemberian ASI maupun susu formula pada bayi
suai dengan saluran percernaan bayi kekentalan- dari ibu dengan HIV-AIDS dibenarkan, selama
nya.19 Hal ini sesuai dengan beberapa penelitian memenuhi syarat yang telah ditentukan dan ber-
yang menyatakan bahwa perempuan dengan HIV- sedia menerima konsekuensinya.5 Penelitian lain
AIDS mempunyai kecenderungan untuk tetap menunjukkan hasil yang sama dengan penelitian
menyusui anak yang dilahirkannya. 12,20 ini, yaitu adanya variasi pemberian makanan pada
Ibu menyusui dengan HIV-AIDS dalam bayi dari ibu dengan HIV-AIDS. 12,13,20
penelitian ini menyadari bahwa ASI merupakan Penggunaan botol dot untuk memberikan
nutrisi terbaik bagi bayinya. Mereka merasa sedih ASI dan susu formula masih dilakukan, meskipun
dan kecewa terhadap dirinya ketika tidak memberi- ibu mengetahui risiko bagi kesehatan bayinya.
kan ASI kepada bayinya. Sisi lain, kekhawatiran Penggunaan botol dot dapat menimbulkan infek-
yang dirasakan ibu terkait menularkan penyakit- si, seperti otitis media akut.24 Hal tersebut dapat
nya pada bayinya menyebabkan ibu menyusui de- terjadi karena tekanan rongga telinga tengah dan
ngan HIV-AIDS berada dalam kebimbangan untuk nasofaring tidak seimbang, sehingga dapat me-
memberikan ASI kepada bayinya.21 Kekhawatiran rusak fungsi tuba eustachius, ketika bayi menye-
penyakit ibu menular kepada bayinya tersebut ter- dot melalui dot dapat menarik cairan dari kerong-
jadi sejak ibu dengan HIV-AIDS hamil dan terus kongan ke saluran telinga tengah.24 Penggunaan
berlanjut hingga ibu menyusui.22 Ibu dengan HIV botol dot plastik pada temperatur tinggi akan
positif dihadapkan pada berbagai tantangan saat menyebabkan terjadinya migrasi monomer-mono-
mereka berusaha untuk praktik pemberian ASI ek- mer bahan dasar plastik yang dapat bercampur
sklusif.21 Oleh karenanya, konseling diberikan se- dengan makanan.25 Hygiene dan sanitasi dalam
jak perawatan antenatal, dan ibu harus mendapat- pemberian susu formula diatur dalam Permenkes
kan informasi secara lengkap tentang HIV-AIDS.5 Nomor 39 tahun 2013, yaitu (1) Mencuci tangan
Ibu menyusui dengan HIV-AIDS memilih dengan sabun dan dibilas pada air mengalir sebe-
tidak memberikan ASI kepada bayinya karena lum menyajikan susu formula bayi; (2) Mencair-
pemberian ASI kepada bayinya dianggap berisiko kan susu dengan air mendidih kemudian ditunggu
tinggi menularkan penyakitnya kepada bayinya.23 10 menit, melihat petunjuk takaran pada kemasan

380
JURNAL MKMI, Vol. 15 No. 4, Desember 2019

atau mengikuti saran dokter; (3) Jika dalam 2 jam Ibu seharusnya tidak mempunyai hambatan
susu tidak habis maka harus dibuang; (4) Mem- sosial budaya untuk memilih makanan alternatif
perhatikan tanggal kadaluarsa dan keutuhan kema- atau tidak ada rasa takut akan stigma dan diskrimi-
san,(5) Mencuci setiap bagian alat dan rebus alat nasi.29 Namun, stigma dan diskriminasi masih
dengan air mendidih.26 dirasakan oleh ibu dengan HIV-AIDS, terutama
Alternatif aman untuk memberikan ASI ke- bagi yang memutuskan memberikan susu formu-
pada bayi dari ibu dengan HIV-AIDS adalah ASI la pada bayinya.7 Salah satu faktor yang mempe-
donor, tetapi ASI donor belum populer. ASI donor ngaruhi perilaku menyusui ibu dengan HIV-AIDS
belum menjadi pilihan utama bagi ibu menyusui di Kota Yogyakarta adalah faktor psikis, termasuk
dengan HIV-AIDS berkaitan dengan agama yang di dalamnya meliputi kepercayaan diri dan komit-
dianut. ASI donor dianggap akan menyebabkan men untuk menyusui.30 Keinginan dari dalam diri
saudara sepersusuan.27 Ajaran dalam Agama Islam merupakan hal yang penting. Kepribadian juga
saudara persusuan tidak boleh (haram) menikah. mempengaruhi dalam pengambilan risiko, ada
Masalah ini bisa diatasi dengan perbaikan manaje- yang cenderung menghindar, ada juga merasa sa-
men pemberian ASI donor. Ibu dengan HIV-AIDS ngat yakin sanggup untuk menghadapi.31 Ibu
atau keluarganya dapat menjelaskan kepada anak- menyusui dengan HIV-AIDS merasa takut terha-
nya mengenai siapa saudara persusuannya. Fatwa dap risiko yang akan didapatkan. Ketakutan dapat
Majelis Ulama Indonesia Nomor 28 Tahun 2013 berupa ketidakpastian masa depan, anak tertular,
telah mengatur masalah donor ASI yang secara dan stigma negatif masyarakat mengenai HIV-
garis besar menyatakan bahwa seorang ibu boleh AIDS.32 Pemikiran dan perasaan (thought and
memberikan ASI kepada anak yang bukan anak feelings) ataupun pertimbangan pribadi seseorang
kandungnya, demikian juga sebaliknya sepanjang mengenai sesuatu hal adalah modal awal dalam
memenuhi ketentuan syar’i, yaitu ibu harus sehat, bertindak atau berperilaku.31 Dukungan keluarga
baik fisik dan mental, dan tidak sedang hamil.27 sebagai faktor dominan bagi ibu menyusui, sa-
Rekomendasi WHO untuk ibu menyu- ngat diperlukan terutama dalam kondisi psikis ter-
sui dengan HIV positif adalah (1) Tidak meny- tekan.33
usui sama sekali, bila pengadaan susu formula Berdasarkan teori Green, faktor penguat
dapat diterima, mungkin dilaksanakan, terbeli, (reinforcing factors) berperan dalam pembentu-
berkesinambungan dan aman (Acceptable, Fea- kan perilaku, misalnya upaya petugas kesehatan,
sible, Affordable, Sustainable, Safe/AFASS); (2) tokoh masyarakat, atau tokoh agama, dan yang
Bila ibu dan bayi dapat diberikan obat-obat ARV paling penting dukungan keluarga, dapat beru-
(Anti Retroviral) dianjurkan menyusui eksklus- pa finansial atau tenaga.31 Ibu menyusui dengan
if sampai bayi berumur 6 bulan dan dilanjutkan HIV-AIDS juga akan berusaha untuk mendapat-
menyusui sampai umur bayi 1 tahun bersama den- kan kenyamanan dan bantuan informasi dari
gan tambahan makanan pendamping ASI yang orang lain untuk menyelesaikan masalahnya, teru-
aman, (3) Bila ibu dan bayi tidak mendapat ARV, tama dari petugas pelayanan HIV-AIDS yang han-
maka ASI eksklusif yang harus diperah dan dihan- dal.34,35 Namun, dalam kondisi sulit ibu menyusui
gatkan sampai usia bayi 6 bulan dilanjutkan den- dengan HIV-AIDS akan cenderung menggunakan
gan susu formula dan makanan pendamping ASI strategi emotional focused coping, yang cen-
yang aman.5 Hal tersebut juga dikuatkan oleh re- derung tertutup dan tidak mau berbagi cerita den-
komendasi dari WHO, dalam pedoman HIV and gan orang lain.34
Infant Feeding, bahwa ibu yang telah mendapat
terapi ARV selama 6 bulan dapat memberikan KESIMPULAN DAN SARAN
ASI kepada bayi, setelah pemberian 6 bulan dapat Persepsi menyusui menurut ibu dengan
dilanjutkan hingga 12 bulan beserta makanan pen- HIV-AIDS di kota Yogyakarta adalah positif.
damping.28 Adanya panduan dari WHO, pihak-pi- Pemilihan memberikan ASI eksklusif atau susu
hak yang terkait, khususnya perempuan dengan formula pada bayinya, berdasarkan pertimbangan
HIV-AIDS dapat lebih mudah memutuskan untuk dan saran petugas kesehatan. Perilaku tersebut
memberikan ASI atau tidak pada anaknya. dipengaruhi oleh dukungan dari keluarga, edukasi

381
Faizia Maulida : Perilaku Menyusui pada Ibu dengan HIV-AIDS di Kota Yogyakarta

dan dukungan dari tenaga kesehatan, serta duku- Elias A, Omotowo B, Agunwa C, et al. Per-
ngan kelompok pendamping. Penelitian terkait ception and Practice of Breastfeeding among
faktor yang mempengaruhi perilaku menyusui HIV Positive Mothers Receiving Care for
pada ibu dengan HIV-AIDS masih perlu dilaku- Prevention of Mother to Child Transmission
kan penelitian dengan metode kuantitatif untuk in South-East, Nigeria. International Breast-
mengukur parameter-parameter terkait ibu dengan feeding Journal. 2018;13(50):1–8.
HIV-AIDS. Kementerian kesehatan, melalui di- 13. Gejo NG, Gebrehiwot H, Weldearegay, Tes-
nas kesehatan dan puskesmas sebaiknya membuat fay K, Ermias D, Mekango, et al. Exclusive
program pendampingan khusus bagi ibu dengan Breastfeeding and Associated Factors among
HIV-AIDS dalam proses kehamilan, persalinan, HIV Positive Mothers in Northern Ethiopia.
dan menyusui. PLoS One. 2019;14(1):1-10.
14. Thaha ILM, Razak R, Ansariadi. Determinants
DAFTAR PUSTAKA of Exclusive Breastfeeding among Mulipa-
1. World Health Organization. HIV/AIDS: Data rous in Jeneponto. Media Kesehatan Masya-
and statistics [Online Report]. 2015. Availab- rakat Indonesia. 2015;11(4):247–252.
le at: https://www.who.int/hiv/data/en/ 15. Haerana BT, Salfiantini, Ridwan M. Increased
2. Kemenkes RI. Profil Kesehatan Indonesia Comprehensive Knowledge of HIV and AIDS
Tahun 2013. Jakarta: Kementerian Kesehatan Through the Peer Group. Media Kesehatan
RI; 2014. Masyarakat Indonesia. 2015;11(2):132–138.
3. Komisi Penanggulangan AIDS DIY. Profil 16. Cuinhane CE, Coene G, Roelens K, Vanro-
Data HIV/AIDS. Yogyakarta: Komisi Pe- elen C. Exploring Perceptions and Practic-
nanggulangan AIDS DIY; 2015. es of Biomedical Norms during Exclusive
4. World Health Organization. Indonesia HIV Breastfeeding among HIV-Positive Lactating
Country Profile: 2014 [Online Report]. 2015. Mothers in Mozambique. Journal of AIDS &
Available at: http://cfs.hivci.org/country-fact- Clinical Research. 2017;8(4):1-11.
sheet.html 17. Britton J, Britton H, Gronwaldt V. Breast-
5. Kemenkes RI. Pedoman Manajemen Prog- feeding, Sensitivity, and Attachment. Pediat-
ram Pencegahan Penularan HIV dan Sifilis rics. 2006;118(5):1436–1443.
dari Ibu ke Anak. Jakarta: Kementerian kese- 18. ICEA. Skin-to-Skin Contact. [Position Pa-
hatan RI; 2015. Available at: http://siha.dep- per]. Raleiigh, North Carolina, USA: Inter-
kes.go.id/portal/files_upload/Pedoman_Ma- national Childbirth Education Association;
najemen_PPIApdf.pdf 2015. Available at: https://icea.org/wp-con-
6. IDAI. Indonesia Menyusui. [Edisi 1]. Jakarta: tent/uploads/2016/01/Skin_to_Skin_Con-
Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2010. tact_PP.pdf
7. Suradi R. Tata Laksana Bayi dari Ibu Pengidap 19. Hendarto A, Pringgadini K. Nilai Nutrisi Air
HIV/AIDS. Sari Pediatri. 2003;4(4):180–185. Susu Ibu. In: Hegar B, Suradi R, Hendarto
8. World Health Organization. Guideline on A, Partiwi IG. Bedah ASI. [Edisi 1]. Jakar-
When to Start Antiretroviral Therapy and on ta: Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2008. pp
Pre-Exposure Prophylaxis for HIV [Edisi 1]. 45–97.
World Health Organization; 2015. 20. Hazemba AN, Ncama BP, Sithole SL. Pro-
9. World Health Organization. Mother-to-Child motion of Exclusive Breastfeeding among
Transmission of HIV [Report Online]. 2015. HIV-Positive Mothers : an Exploratory Qual-
Available at: https://www.who.int/hiv/topics/ itative Study. International Breastfeeding
mtct/en/ Journal. 2016;11(9):1–10.
10. Moeloeng LJ. Metodologi Penelitian Kualita- 21. Aishat U, David D, Olufunmilayo F. Exclu-
tif. Bandung: Remaja Rosdakarya; 2017. sive Breastfeeding and HIV/AIDS: a Cross
11. Jalaludin Rakhmat. Psikologi Komunikasi. Sectional Survey of Mothers Attending Pre-
Bandung: Remaja Rosdakarya; 2017. vention of Mother-to-Child Transmission of
12. Umeobieri A, Mbachu C, Uzochukwu BSC, HIV Clinics in Southwestern Nigeria. The Pan

382
JURNAL MKMI, Vol. 15 No. 4, Desember 2019

African Medical Journal. 2015;21(309):1–6. cent/topics/child/nutrition/hivif/en/


22. Elisa, Parwati DM, Iis Sriningsih. Pe- 29. Besar DS, Eveline P. Air Susu Ibu dan Hak
ngalaman Ibu yang Terdeteksi HIV tentang Bayi. In: Hegar B, Suradi R, Hendarto A, Par-
Dukungan Keluarga Selama Persalinan. Jur- tiwi IG. Bedah ASI. [Edisi 1]. Jakarta: Ikatan
nal Kesehatan Masyarakat. 2012;8(1):35–41. Dokter Anak Indonesia; 2008. pp 1–15.
23. Crawley S, Wall S, Serghides L, Dryer M. 30. Arbon S, Byrne J. The Reliability of a Breast-
Feedback-Guided Development for Patient feeding Questionnaire. Breastfeeding Re-
Education Animation : HIV Transmission via view. 2001;9(2):23–32.
Breastfeeding. The Joyrnal of Biocommuni- 31. Notoatmodjo S. Ilmu Perilaku Kesehatan. Ja-
cation. 2018;42(2). karta: Rineka Cipta; 2011.
24. Ari Yunanto. Masalah Penggunaan Dot 32. Conroy DE, Kaye MP, Fifer A. Cognitive
pada Bayi. [Article Online]. Jakarta: Ikatan Links between Fear of Failure and Perfec-
Dokter Anak Indonesia; 2013. Available at: tionism. Jornal of Rational Emotive & Cog-
http://www.idai.or.id/artikel/klinik/asi/mas- nitive Behaviour Therapy. 2007;25:237–253.
alah-penggunaan-dot-pada-bayi 33. Ramadani M. Family’s Support as the Dom-
25. Sulchan M, Nur E. Keamanan Pangan Kema- inant Factor of Exclusive Breastfeeding.
san Plastik dan Styrofoam. Majalah Kedok- Media Kesehatan Masyarakat Indonesia.
teran Indonesia. 2007;57(2):54–59. 2017;13(1):34–41.
26. Permenkes Nomor 39 Tahun 2013. Tentang 34. Nugroho P. Coping Stres pada Orang dengan
Susu Formula Bayi dan Produk Bayi Lain- HIV dan AIDS. [Tesis]. Malang: Universitas
nya. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI. Muhammadiyah Malang; 2009.
27. MUI. Seputar Masalah Donor Air Susu Ibu 35. Sutriani. The Relationship between HIV/
(Istirdla’). Jakarta: Majelis Ulama Indonesia; AIDS Care Service Quality and Patient Satis-
2013. faction in Labuang Baji Public Hospital,
28. World Health Organization. HIV and Infant Makassar. Media Kesehatan Masyarakat Indo-
Feeding. [Report Online]. 2015. Available at: nesia. 2013;9(4):212–220.
https://www.who.int/maternal_child_adoles-

383

Anda mungkin juga menyukai