Anda di halaman 1dari 39

UJIAN AKHIR SEMESTER

KAJIAN ASUHAN KEBIDANAN

DISUSUN OLEH

Fitri suryani hadi


NIM 1820332017

Dosen Mata Kuliah :

Bd.Lisma Evareny, S.Kep.MPH

PROGRAM STUDI MAGISTER KEBIDANAN

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS

TAHUN 2020
JAWABAN UJIAN AKHIR SEMESTER
2020/2021 PROGRAM S2 KEBIDANAN

MATA AJAR : Manajemen Pelayanan Kebidanan


Koordinator : Bd.Lisma Evareny, S.Kep.MPH
Nama Mahasiswa : Fitri Suryani Hadi
Nim : 1820332017
Metode : Take home

A. Soal
1. Buatlah resume artikel dibawah ini
2. Bagaimana menurut saudara kajian keadaan di Indonesia sendiri dalam
kesehatan maternal dan perinatal serta KB dalam mencapai SDGs
3. Buatlah salah satu asuhan kebidanan : ibu hamil normal , ibu bersalin normal,
nifas normal dan bermasalah, BBL normal dan bermasalah, neonates dan anak
balita. Kaitkan asuhan kebidanan dengan asuhan the best practice in midwifery
(kasus di buat sendiri)
4. Jelaskan peran bidan dalam masa pandemic, buatlah kajiannya berdasarkan jurnal.
Bagaimana kebijakan program pada masa kehamilan, persalinan dan nifas serta BBL
dan neonatus yang saudara temui dilingkungan tempat tinggal saudara
B. Jawaban
1. Resume artikel ini adalah
Judul “ The challenges of supporting pregnant women during Covid-19, from a midwife
May 1, 2020 By Alexandra Ossola

“Tantangan Bidan Sebagai Petugas di Garis Depan Dalam Mendukung Wanita Hamil
Selama Covid – 19

Karena Covid-19 telah menyebar di seluruh dunia membuat orang membutuhkan


perhatian medis .
Wanita hamil ditempatkan pada posisi yang sangat sulit sehingga banyak yang khawatir
bahwa melahirkan di rumah sakit dapat membuat mereka atau bayi mereka terkena virus dan
semakin banyak calon orang tua yang ingin melahirkan di rumah
Kelahiran di rumah bisa sama berhasilnya dengan kelahiran di rumah sakit, tetapi
beberapa pendukung kesehatan masyarakat khawatir tentang tren keselamatan ketika banyak
wanita didorong untuk menghindari perawatan institusional.
Mereka berpedoman kepada kasus Selama wabah Ebola 2014-2015 di Liberia, Guinea,
dan Sierra Leone lebih dari 10 kali jumlah orang yang meninggal akibat Ebola karena kurangnya
perawatan ibu.
Kelahiran di rumah yang sukses bergantung pada panduan yang dapat diketahui seperti
bidan dan doula yang mahal dan tidak dapat diakses oleh setiap orang tua. komplikasi
kelahiran tertentu akan memaksa kunjungan ke rumah sakit .

Para ahli kesehatan masyarakat mungkin menempatkan wanita dalam risiko jika
sistem medis yang berlebihan mendorong mereka menuju kelahiran di rumah yang tidak
aman.

Dalam artikel ini ada percakapan / wawancara oleh Jurnalis Rose Reid dengan Kate Dirks seorang bidan
di fasilitas kesehatan di Atlanta, Georgia yang merupakan salah satu pusat persalinan tersibuk yang
disiarkan di The Women, sebuah podcast tentang wanita di garis depan pandemi Covid-19 .

Yang dapat disimpulkan bahwa adanya sebuah perubahan wawasan atau filosofi kususnya dalam
lingkup asuhan pelayanan kebidanan yang luar biasa tentang bagaimana virus telah mengubah
keadaan sekitar melahirkan ibu baru dan petugas kesehatan kususnya seorang bidan dan
bagaimana hal-hal bisa berbeda di masa depan.
Dimana pelayanan kebidanan yang di berikan selama pandemi covid -19 ini tergantung kepada
pada ekspresi mata dan suara. Serta berusaha memastikan bahwa dapat melakukan kontak mata
dengan wanita jika memungkinkan, tergantung pada posisi mereka saat bekerja atau di mana
mereka berada.

Dengan keadaan ini hendaknya tidak membuat beberapa perubahan mendasar pada
sistem kita.

Virus dan pandemi telah menggambarkan beberapa masalah nyata dengan sistem
perawatan kesehatan yang sangat patriarkal, dari atas ke bawah yang tidak selalu memiliki
kesejahteraan wanita yang utama dan terutama.

Serta keberadaan seorang bidan di rumah sakit di rumah sakit lebih di percayai dibanding
dengan yang melayani di rumah dan itu adalah sebuah kenyataan yang sampai sekarang.

2. kajian keadaan di Indonesia sendiri dalam kesehatan maternal dan


perinatal serta KB dalam mencapai SDGs adalah

SDGs atau Sustainable Development Goals yang artinya adalah agenda


pembangunan berkelanjutan 2030 yang didalamnya terdapat 17 tujuan pokok untuk
masa depan yang lebih baik SDGs ini dicanangkan oleh PBB tanggal 25 September
2015 yang merupakan kelanjutan dari MDGs yang telah dilaksanakan selama periode
2015 – 2005 yang telah membawa kemajuan tapi masih menyisakan sejumlah pekerjaan
yang harus diselesaikan pada periode SDGs sampai tahun 2030.
Dari 17 Tujuan SDGs terdapat 109 indikator utama dan 111 indikator tambahan
Dari indikator usulan SDSN tersebut terdapat 73 indikator utama dan 62 indikator
tambahan yang tersedia di Indonesia
Di Indonesia target di bidang kesehatan masih rendah dan harus mendapatkan
perhatian kusus dari pemerintah diantaranya adalah tingkat kemiskinan nasional yang
masih tinggi kematian bayi dan angka kematian ibu, prevalensi gizi buruk dan HIV/
AIDS serta beberapa yang berkaitan dengan kesehatan lingkungan

Penurunan Angka kematian ibu (AKI) dan AKB yang belum bermakna serta
jumlah penderita HIV/AIDS diduga mengalami peningkatan menjadikan fenoma AIDS / HIV
melebihi fenomena gunung es dengan kata lain penyebaran penyakit ini semakin meluas dan
didapatkan data bahwa penderita terbanyak kini adalah ibu rumah tangga anak dan remaja.

Data ini menjadi gambaran nyata jika penekanan penularan HIV/AIDS serta upaya
penurunan AKI dan AKB berhenti hingga MDGs berakhir (2015) tanpa dilanjutkan dengan
target lain (dalam hal ini pelaksanaan SDGs) sangat mungkin upaya penurunan AKI-AKB serta
penularan HIV/AIDS akan stagnan bahkan meningkat kembali.

Hal ini didukung dengan perhitungan data PBB dalam laporan MDGs Asia-Pasifik tahun
2011 didapatkan bahwa upaya menurunkan AKI dan AKB di Indonesia terbilang lambat
dibandingkan dengan target yang harus dipenuhi, serta angka kejadian HIV yang tidak
mengalami perubahan bahkan didapatkan data semakin meningkat.

  Penyebab kematian ibu dan anak di Indonesia, merupakan faktor klasik. Kematian ibu di
Indonesia masih didominasi oleh 3 faktor utama yaitu perdarahan, hipertensi (preeklamsia-
eklamsia) serta infeksi. Sedangkan pada bayi disebabkan oleh bayi berat lahir rendah (BBLR),
asfiksia dan cacat bawaan serta infeksi. Faktor-faktor tersebut merupakan faktor yang sama
dengan penyebab kematian ibu saat MDGs ditetapkan pada seluruh Negara berkembang
(termasuk Indonesia). Sehingga peningkatan fokus pada target 3 SDGs tersebut .

Kesehatan yang baik dan kesejahteraan menjadi salah satu tanggungjawab pada bidang
kesehatan. Tantangan yang semakin beragam bagi kesehatan ibu dan anak serta ancaman
HIV/AIDS yang kini mulai menginfeksi ibu rumah tangga serta menularkannya pada anak
menjadi hal rumit. namun perlu dilakukan pemutusan mata rantai sehingga tidak terjadi
penularan secara meluas dan cepat serta menimbulkan dampak pada derajat kesehatan ibu dan
anak di Indonesia.
Target SDGs ke-3 menjamin kehidupan yang sehat dan meningkatkan kesejahteraan
penduduk dengan berbagai golongan usia. Strategi yang dilakukan untuk mencapai target yaitu
dengan meningkatkan dan mendekatkan akses pelayanan kesehatan baik kesehatan ibu, anak
remaja daan lanjut usia secara berkualitas, sehingga mampu melakukan upaya promotif dan
preventif serta deteksi dini terhadap permasalahan yang dialami.
Berdasarkan data pencapaian MDGs, didapatkan bahwa kunjungan K1 dan K4 pada
kehamilan telah mendekati target MDGs. Tingginya cakupan K1 dan K4 seharusnya mampu
menjadi titik awal deteksi dini permasalahan pada kehamilan serta meningkatkan cakupan
persalinan dengan tenaga kesehatan.
Semakin dini dan seringnya ibu melakukan kontak dengan tenaga kesehatan, maka upaya
pencegahan permasalahan pada kehamilan, persalinan dan nifas dapat dideteksi namun hingga
saat ini cakupan K1 dan K4 yang tinggi belum dapat menjadi jaminan menurunnya AKI dan
AKB di Indonesia.

Berdasarkan hasil studi yang dilakukan oleh kementrian kesehatan, bahwa masih
tingginya AKI dan AKB tidak hanya disebakan oleh 3 faktor di atas namun ketidakpuasan
terhadap pemberi layanan kesehatan, kompetensi pemberi layanan yang kurang serta belum
mumpuni memenuh kebutuhan masyarakat menjadi faktor penyebab lain. sehingga
diperlukannya upaya peningkatan kompetensi layanan, penambahan sarana prasarana kesehatan
yang memadai serta peningkatan pengetahuan ibu akan pentingnya pemeriksaan selama hamil,
melahirkan di tenaga kesehatan serta pemeriksaan pada masa nifas dan bayi selain AKI dan
AKB.

Kesehatan reproduksi Indonesia memiliki permasalahan sekaligus kekuatan, yaitu remaja


Jumlah remaja di Indonesia yang menguasai piramida penduduk menjadi asset bagi Indonesia
untuk menjadi negara maju lebih cepat namun permasalahan pada masa remaja pun banyak
terjadi.

Kurangnya pengetahuan mengenai seksualitas, serta kurangnya penanaman karakter


menjadikan remaja Indonesia rentan terbawa arus globalisasi, seks bebas dan penggunaan napza
yang dapat menjadi pintu penyebaran HIV/AIDS. HIV/AIDS sebagai bagian dari target SDGs,
diperlukan suatu strategi khusus untuk membangun remaja Indonesia yang memilki ketahanan
kesehatan baikjasmani dan rohani, sehingga mampu menjadi generasi emas bagi Indonesia dan
memotong rantai penyebaran HIV/AIDS.

Sebagai bagian dari tenaga kesehatan yang khusus bergerak pada kesehatan ibu dan
anak, serta kesehatan reproduksi remaja, target 3 menjadi fokus studi utama. Menggali
permasalahan aktual  yang ada serta melakukan analisis solusi permasalahan, menjadi hal yang
harus dilakukan. Hal tersebut bukan hanya untuk mendukung SDGs, namun lebih karena merasa
memiliki, bertanggungjawab dan menjadi bagian dari remaja, ibu dan anak, sehingga mampu
menjadi bagian dari solusi dalam meningkatkan kesehatan hingga mampu menjadikan Indonesia
Negara tingkat kesejahteraan ibu anak baik, sesuai target SDGs 2030, karena ini merupakan titik
lanjut membangun Indonesia sehat.
Adapun perincian kajian keadaan di Indonesia sendiri dalam kesehatan maternal
dan perinatal serta KB dalam mencapai SDGs adalah sebagai berikut

Tujuan 3

Menjamin Kehidupan yang Sehat dan Meningkatkan Kesejahteraan


Penduduk di Segala Usia Target

3A. Mengakhiri kematian yang dapat dicegah dengan kematian anak setidaknya
20 kematian per 1000 kelahiran.

mengurangi kematian ibu menjadi setidaknya 40 kematian per 100.000 kelahiran hidup
dan mengurangi angka kematian akibat penyakit penduduk berumur kurang dari 70
tahun setidaknya 30 persen dari angka pada tahun 2015

17. Angka kematian neonatal, bayi, dan balita

Konsep dan Definisi Angka kematian balita adalah probabilitas bagi seorang anak
untuk meninggal sebelum mencapai usia lima tahun, jika merujuk pada angka kematian
spesifik usia saat ini.

Indikator ini mengukur kesehatan dan kelangsungan hidup anak dan dinyatakan
sebagai jumlah kematian per 1.000 kelahiran hidup.

Indikator ini menggambarkan lebih dari 90 persen kematian global di antara anak-anak
di bawah usia 18 tahun.

Data kejadian penyakit seringkali tidak tersedia, sehingga yang digunakan adalah data
angka kematian.

Disagregasi

Data harus sangat terpilah berdasarkan kelompok umur sehingga dapat


mengidentifikasi populasi rentan tertentu.
Komentar dan keterbatasan Angka kematian neonatal (Ketersediaan di Indonesia
Indikator ini diperoleh dari SDKI, SP, dan Supas.

Data bisa disajikan berdasarkan usia kematian bayi yaitu neonatal (0-1 bulan), bayi (0-
1 tahun), dan balita (0-4 tahun), dan wilayah kota-desa.

Indikator ini dapat disajikan sampai wilayah provinsi dan dapat diproyeksi setiap
tahunnya.

18. Rasio dan Angka Kematian Ibu

Konsep dan Definisi Rasio kematian ibu adalah jumlah kematian ibu per tahun
dari penyebab yang berkaitan dengan atau diperburuk oleh kehamilan atau
penanganannya (tidak termasuk sebab-sebab karena kecelakaan atau alasan insidental)
yang terjadi selama kehamilan dan persalinan atau dalam 42 hari dari terminasi
kehamilan, per 100.000 kelahiran per tahun.

Indikator ini mencerminkan kapasitas sistem kesehatan untuk mencegah dan


mengatasi komplikasi yang terjadi selama kehamilan dan persalinan secara efektif.
Indikator ini juga menyoroti kurangnya asupan gizi.dan kesehatan perempuan secara
umum dan mencerminkan kurangnya pemenuhan hak reproduksi mereka sehingga
menyebabkan kehamilan yang buruk dan berulang.

Tingkat kematian ibu adalah jumlah kematian ibu di suatu populasi dibagi dengan
jumlah wanita usia reproduksi.

Hal ini menangkap kemungkinan hamil dan meninggal selama kehamilan


(termasuk kematian sampai enam minggu setelah melahirkan).

Disagregasi

Seiring membaiknya sistem pendataan, akan sangat penting untuk memilah menurut
usia, lokasi geografis (pedesaan dan perkotaan), dan tingkat pendapatan.

Komentar dan keterbatasan Sulit untuk mengukur registrasi dan sistem


informasi kesehatan dari kedua ukuran di atas karena di negara berkembang informasi
yang demikian seringkali lemah.

Ketersediaan di Indonesia Indikator kematian ibu yang ada di Indonesia dan


yang terkenal adalah rasio kematian ibu yang dinamakan Angka Kematian Ibu (AKI)
per 100.000 kelahiran hidup. Data AKI dapat diproyeksi setiap tahunnya sampai
dengan level provinsi.

Disagregasi data AKI dapat dilakukan berdasarkan umur, wilayah (perkotaan


dan perdesaan), dan tingkat pendapatan.

Target 3B.

Memastikan cakupan universal pada kesehatan yang berkualitas, termasuk


pencegahan dan pengobatan penyakit menular dan tidak menular, kesehatan seksual dan
reproduksi, keluarga berencana, imunisasi rutin, dan kesehatan mental, menurut
prioritas tertinggi untuk pelayanan kesehatan dasar .

26. Konsultasi dengan provider kesehatan yang berlisensi di fasilitas kesehatan atau
dalam atau masyarakat per orang, per tahun.

Konsep dan Definisi Akses ke pelayanan perawatan kesehatan dasar, termasuk fasilitas
perawatan kebidanan darurat (Emergency Obstetric Care/ EmOC) diperlukan untuk mencapai
target-target bidang kesehatan.

Pelayanan kesehatan dasar didefinisikan secara luas untuk mencakup pencegahan,


pengobatan, dan perawatan paliatif dari penyakit menular dan tidak menular, pelayanan
kesehatan seksual dan reproduksi, keluarga berencana, imunisasi rutin, dan kesehatan mental.
Semua elemen ini sama-sama penting untuk memastikan kesehatan dan kesejahteraan yang
baik. Indikator yang diusulkan mengukur jumlah rata-rata konsultasi - termasuk jasa preventif
dan kuratif - dengan penyedia berlisensi.

Penyedia berlisensi di fasilitas kesehatan termasuk semua personil terlatih terdaftar dan
terintegrasi dalam suatu sistem kesehatan nasional. Diantaranya juga termasuk konsultasi
dengan petugas kesehatan masyarakat (kader kesehatan masyarakat) tetapi tidak termasuk
apoteker.

Disagregasi

Berdasarkan jenis kelamin dan wilayah. Disagregasi lain perlu ditinjau lebih lanjut.
Komentar dan keterbatasan Ketersediaan data mungkin menjadi faktor penghambat untuk
menerapkan indikator ini di daerah pedesaan dan beberapa negara berpenghasilan rendah.
Namun, teknologi informasi dan komunikasi modern memungkinkan untuk mengumpulkan
data tersebut secara efektif dan dengan biaya rendah.

Karena data yang sama dapat digunakan untuk menilai kinerja sistem kesehatan dan
berbagai fasilitas, pengumpulan data tersebut harus dilakukan. Keterbatasan lain dari indikator
ini yaitu mengukur jumlah rata-rata konsultasi di seluruh populasi.

Rata-rata tersebut tidak memberikan informasi tentang berapa banyak orang yang
tidak tercakup oleh sistem kesehatan untuk beberapa atau semua jenis konsultasi.

Ukuran alternatif untuk akses ke layanan kesehatan dinyatakan dengan persentase


penduduk yang memiliki jarak tempat tinggal ke tempat pelayanan dalam [x] kilometer. Tempat
pelayanan biasanya didefinisikan sebagai setiap lokasi yang terdapat penyedia berlisensi
(termasuk kader kesehatan masyarakat tetapi tidak termasuk apoteker) yang menyediakan
pelayanan kesehatan.

Pada fasilitas EmOC, WHO mendefinisikan tingkat akses yang dapat diterima adalah
berjumlah lima fasilitas (termasuk setidaknya satu fasilitas lengkap) untuk setiap 500.000
penduduk.

Kesulitan dari indikator geospasial tersebut adalah indikatortidak cukup memberikan


gambaran pemanfaatan dan akses layanan, yang dapat dikondisikan oleh faktor di luar
kedekatan dan keterjangkauan dengan fasilitas layanan kesehatan.

Ketersediaan di Indonesia Pengumpulan data untuk indikator ini dapat dilakukan oleh
Kemenkes untuk mendapatkan gambaran mengenai ketersediaan fasilitas kesehatan sebagai
rekomendasi kebijakan. Indikator ini, misalnya, dapat ditambahkan pada Risfaskes dan
Riskesdas.

29. Tingkat prevalensi kontrasepsi/CPR (Indikator MDG)

Konsep dan Definisi Tingkat prevalensi kontrasepsi didefinisikan sebagai persentase


wanita usia subur (atau pasangannya) yang menggunakan kontrasepsi pada titik waktu tertentu.
Perempuan usia reproduksi biasanya didefinisikan sebagai wanita berusia 15 hingga 49, namun
remaja yang aktif secara seksual di bawah 15 juga harus disertakan.

Peningkatan prevalensi kontrasepsi juga merupakan determinan penting untuk


mengetahui perbedaan antar negara dalam kesuburan dan penurunan kesuburan yang sedang
berlangsung di negara-negara berkembang.

Prevalensi kontrasepsi dipengaruhi oleh keinginan kesuburan seseorang, ketersediaan


produk dan layanan berkualitas tinggi, norma-norma sosial dan nilai-nilai, tingkat pendidikan,
dan faktor-faktor lain, seperti pola perkawinan dan praktek jarak-kelahiran.

Indikator ini merupakan sebuah indikator kependudukan dan kesehatan, khususnya


akses perempuan terhadap pelayanan kesehatan reproduksi. Tingkat penggunaan kontrasepsi
memiliki efek langsung yang kuat pada tingkat fertilitas total (TFR) dan TFR terhadap tingkat
pertumbuhan penduduk.

Indikator ini juga berfungsi sebagai ukuran pendekatan terhadap akses layanan
kesehatan reproduksi yang penting untuk memenuhi banyak target kesehatan, terutama yang
berkaitan dengan target kematian anak, kesehatan ibu, HIV/AIDS, dan kesetaraan gender.

Disagregasi Berdasarkan usia dan status perkawinan.

Komentar dan keterbatasan Keterbatasan indikator ini diantaranya yaitu penggunaan


keseluruhan yang under-reporting dan under-estimate, referensi waktu yang samar-samar, dan
kurang akurat .

Ketersediaan di Indonesia CPR diperoleh dari Susenas dan SDKI. Data dapat
didisagregasi berdasarkan umur dan status perkawinan (kawin, cerai hidup, atau cerai mati).

Data yang dikumpullkan melalui Susenas belum mencakup remaja belum menikah
yang aktif secara seksual, hanya pada wanita berstatus kawin, cerai hidup, dan cerai mati saja,
sedangkan SDKI dapat menggambarkan pemakaian kontrasepsi pada wanita belum kawin.

Indikator tambahan:

1. Cakupan pelayanan Antenatal (sedikitnya satu kali kunjungan dan setidaknya empat kali
kunjungan)

Merupakan persentase wanita usia 15-49 tahun dengan kelahiran hidup pada periode
waktu tertentu yang menerima perawatan antenatal, yang disediakan oleh tenaga
kesehatan terampil, setidaknya sekali selama kehamilan mereka dan setiap empat kali
atau lebih selama kehamilan mereka.

Indonesia menganjurkan agar ibu hamil melakukan paling sedikit empat kali kunjungan
untuk pemeriksaan selama kehamilan menurut jadwal 1-1-2 yaitu: paling sedikit sekali
kunjungan dalam trimester pertama, paling sedikit sekali kunjungan pada trimester
kedua, dan paling sedikit dua kali kunjungan dalam trimester ketiga.

Sumber data indikator ini adalah SDKI dan dapat dirinci berdasarkan jumlah kunjungan
pemeriksaan, daerah (kotadesa), dan umur kandungan saat kunjungan.

2. Cakupan pelayanan Pasca Persalinan (satu kunjungan)

Mirip dengan cakupan perawatan antenatal, persentase wanita usia 15-49 dengan
kelahiran hidup pada periode waktu tertentu yang menerima perawatan pasca-persalinan
oleh tenaga kesehatan terlatih setidaknya sekali setelah kelahiran anak mereka dan
penyedia lain, empat kali atau lebih setelah melahirkan.

Pelayanan pasca persalinan atau perawatan nifas memberikan kesempatan untuk


mengobati komplikasi yang timbul dalam persalinan dan untuk memberikan informasi
penting kepada ibu tentang cara merawat dirinya dan bayinya.

Masa nifas didefinisikan sebagai waktu antara keluarnya ari-ari (plasenta) sampai 42
hari (6 minggu) setelah persalinan.

Data bersumber dari SDKI dan dapat dirinci berdasarkan karakteristik latar belakang,
daerah (kota-desa), dan waktu pemeriksaan nifas pertama.

3. Cakupan suplemen asam folat-besi untuk ibu hamil.

Merupakan persentase ibu hamil yang secara teratur meminum dosis suplemen asam
folatbesi yang dianjurkan.

Indikator ini tersedia di Indonesia berupa persentase pemberian Fe3 kepada ibu hamil.
Data dikumpulkan Kemenkes tiap tahun dan sampai level kabupaten/kota.

4. Persentase pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan pertama kelahiran Merupakan


persentase ibu menyusui yang bayi dengan ASI eksklusif (bukan susu formula atau
makanan padat) selama 6 bulan pertama kehidupan bayi.

Indikator ini dapat diperoleh melalui Susenas, Riskesdas, maupun SDKI.

5. Persentase ibu hamil yang positif HIV + yang menerima PMTCT (Pencegahan
penularan dari ibu-ke-bayi) Indikator ini melacak persentase ibu hamil yang mengidap
HIV pada suatu resimen untuk pencegahan penularan HIV dari ibu ke anak (PMTCT).
Dengan tidak adanya intervensi, 15-45% ibu hamil yang mengidap HIV menularkan
virus kepada anak-anak mereka. Angka ini dapat dikurangi sampai di bawah 5% dengan
adanya intervensi. Data dikumpulkan Kemenkes tiap tahun.

6. Persentase wanita hamil yang menerima malaria IPT (In Pregnant Treatment) di daerah
endemik Merupakan malaria pada kehamilan mempengaruhi ibu dan janin. Pengobatan
pencegahan intermiten pada kehamilan (IPT) secara efektif dapat mencegah malaria
pada ibu hamil; semua wanita hamil di daerah dengan transmisi malaria yang rendah
sampai tinggi harus menerima IPT. Indikator ini tidak tersedia di Indonesia.

7. Persentase wanita yang melakukan screening /pemeriksaan kanker serviks Persentase


perempuan yang menerima skrining untuk kanker serviks. Kerangka Monitoring Global
di WHO untuk PTM merekomendasikan indikator ini. Namun, ketersediaan data untuk
indikator ini belum dicakup oleh Kemenkes secara lengkap

Target 5C.

Mencapai kesehatan seksual dan reproduksi dengan semua hak-haknya, dan


mensosialisasikan program penurunan kelahiran dengan cara yang efisien dan
sukarela.

48. Tingkat kebutuhan pelayanan KB yang terpenuhi

Konsep dan Definisi Indikator ini menggambarkan proporsi terpenuhinya kebutuhan


keluarga berencana, yaitu persentase perempuan yang tidak ingin memiliki anak lagi
atau menunda anak berikutnya dan sedang menggunakan metode kontrasepsi modern.
Indikator ini dapat diterima secara luas karena merefleksikan sejauh mana pasangan,
masyarakat dan sistem kesehatan dalam mendukung perempuan untuk bertindak atas
pilihan mereka dan memantau apakah keinginan perempuan untuk menggunakan
kontrasepsi telah terpenuhi.

Indikator ini mendapat perhatian lebih terhadap ketidakadilan dalam akses layanan dan
digunakan untuk mendukung HAM dalam kesehatan reproduksi. Perempuan memiliki
hak untuk menentukan untuk memiliki anak atau tidak, begitupun dengan pilihan berapa
jumlah anak atau memberi jarak kehamilan, dan keluarga berencana merupakan dimensi
utama kesehatan reproduksi.
Di negara kurang berkembang, terdapat seperempat hingga seperlima kehamilan yang
tidak diinginkan.

Disagregasi Menurut umur, kuantil pendapatan, status perkawinan, perkotaan/pedesaan,


etnis, dan lainlain.

Komentar dan keeterbatasan Indikator ini merupakan perbaikan indikator MDG yaitu
belum terpenuhinya prevalensi kontrasepsi yang mudah dipahami.

Indikator ini dihitung menggunakan persentase semua wanita yang berada pada usia
reproduksi yang telah menikah. Hal ini menjadi kelalaian penting karena norma adat
dan/atau kurangnya pendidikan seks dapat mencegah remaja aktif secara seksual untuk
menggunakan hak mereka dalam memperoleh pelayanan kesehatan reproduksi.
Ketersediaan di Indonesia Informasi mengenai kebutuhan pelayanan keluarga berencana
dapat diperoleh melalui SDKI.

Menurut SDKI, persentase kebutuhan KB yang terpenuhi dengan metode modern adalah
pemakaian alat/cara kontrasepsi modern dibagi total dari unmet need dan jumlah
pemakaian kontrasepsi modern.

Kebutuhan ber-KB yang terpenuhi dapat dirinci menurut fungsinya (untuk


menjarangkan kelahiran dan membatasi kelahiran).

Data dapat dirinci menurut kelompok umur, daerah kota-desa, pendidikan, jumlah anak
yang masih hidup, dan kuintil kekayaan.
3. Buatlah salah satu asuhan kebidanan : ibu hamil normal / ibu
bersalin normal / nifas normal dan bermasalah /BBL normal dan
bermasalah / neonates dan anak balita. Kaitkan asuhan kebidanan
dengan asuhan the best practice in midwifery

(kasus di buat sendiri)

JAWAB

STUDI KASUS

MANAJEMEN ASUHAN KEBIDANAN ANTENATAL PADA NY “ K”


DENGAN EMESIS GRAVIDARUM
TANGGAL 08 JUNI
TAHUN 2020

Tanggal Kunjungan : 08 JUNI 2020


Tanggal pengkajian : 08 JUNI 2020

I. IDENTIFIKASI DATA DASAR


DATA SUBYEKTIF
A. Identitas
Nama : Ny “K” Nama suami : Tn “Z”
Umur : 25 Th Umur : 30 Th
Suku/Bangsa : Minang / Indonesia Suku/Bangsa : Minang / Indonesia
Agama : Islam Agama : Islam
Pendidikan : SMP Pendidikan : SMP
Pekerjaan : RT Pekerjaan : swasta
Alamat : Padang Alamat : Padang

B. Riwayat Keluhan
a. AlasanKunjungan
Untuk periksa kehamilan

b. Keluhan Utama
Ibu mengatakan mual dan muntah sering di kala pagi hari setelah bangun dari
tidur frekwensi 4 -5 x / hari.
C. Riwayatkebidanan
a.       Riwayatmenstruasi
         Menarchea : 14 th
         Siklus : 28 hari
         Banyaknya : 1 Softek penuh hari 1-3, 4 - 7 biasa
         warna darah : hari 1 -3 merahkental, 4 – 7 kecoklatan
         Disminorhoe : haripertama
         Lamanya : 6- 7 hari
         HPHT : 01 Maret 2020

b.      Riwayatkehamilan, persalinan dan nifas yang lalu


Tgl Kompli
Bayi Nifas
lahir Tempa kasi
Usia Jenis
N t Penol PB/
Keham Persali
o Persali Ib Ba ong BB Kead Kead Lact
Umur ilan nan
nan u yi Jeni aan aan asi
s
INI
1

D. Riwayatkehamilansekarang
         HPHT : 01 Maret 2020
         TP : 08 Desember 2020
         UK : 8 – 9 minggu

         Keluhan– keluhan


TM I : Mual dan muntah di pagi hari
TM II :-
TM III :-
E. Riwayat kesehatan/ penyakit yang lalu dan sekarang
1. Riwayatkesehatan yang lalu
Ibu mengatakan tidak pernah mempunyai penyakit
         Menular : HIV/ TBC tidak ada
         Keturunan : Hipertensi / DM tidak ada
         Menahun : Jantung tidak ada
2. Riwayatkesehatansekarang
Ibu mengatakan tidak mempunyai penyakit
         Menular : HIV/ TBC
         Menurun : Hipertensi / DM
         Menahun : Jantung.
F. Riwayat KB
Ibumengatakanbahwaselamainiibuhanyatidak pernah mengikuti Program KB karena
ingin mempunyai anak
G. Riwayat Reproduksi
 Menarche umur :13 tahun
 Siklus haid : 28-30 hari
 Lamanya haid : 5-7 hari
 Tidak ada rasa nyeri ketika haid
H. Riwayat sosial / ekonomi dan budaya
Ibu mengatakan hubungan dengan keluarganya baik keluarga mendukung sepenuhnya atas
kehamilan ini .
Kebiasaan ibu baik sebelum hamil / tdk hamil ibu tidak pernah mengkonsumsi jamu-jamuan
tidak merokok minum-minuman keras dll
Ibu tidak memiliki jaminan kesehatan sehingga agak cemas akan biaya persalinan jika pergi
bersalin kerumah sakit / rujukan

I.  Riwayat psikologis


Ibu mengatakan kehamilan ini direncanakan dan sangat bahagia dengan adanya kehamilan ini
namun sedikit dengan tidak adanya jaminan kesehatan yang dimiliki ibu.

J.Pola kebiasaan sehari-hari


a. Pola Nutrisi
Sebelum Hamil
Makan : 3x/hari dengan porsi sedang (nasi, lauk-pauk, sayur)
Minum : 7 gelas/hari
Keterangan : Porsi makanan ada di habiskan
Setelah hamil
Makan : 2 x/hari dengan porsi sedang (nasi, lauk-pauk, sayur) kadang-kadang ditambah buah.
Minum : 6 gelas/hari
Keterangan : terkadang porsi makanan tidak habis karena merasa mual dan mau muntah

b.      Pola Eliminasi


Sebelum Hamil
BAB : 1x/hari, warna kuning, lembek tidak ada keluhan
BAK : 4-5 x/hari warna kuning jernih, bau khas, tidak ada keluhan
Setelah hamil
BAB : 1x /2hari warna kuning sedikit keras
BAK : 7-8 x/hari, warna kuning, jernih, bau khas, tidak ada keluhan.
c.       Pola Aktifitas
Sebelum hamil : Melakukan aktifitas sendiri dirumah seperti biasanya, yaitu menyapu, mencuci,
memasak, dll.
Satelah Hamil : Sama seperti waktu keadaan sebelum hamil.
d.      Pola Istirahat
Sebelum hamil :Tidur siang tidak pernah
Tidur malam jam 22.00-04.00 (±6-7 jam)
Setelah hamil :Tidur siang : tidak pernah ( karena tidak kebiasaan )
Tidur malam jam 23.00-04.00 (±5-6 jam)

K. Pemeriksaan umum
 Keadaanumum : baik
 Kesadaran : composmentis
 TTV : TD :100/70 mmh
Nadi : 80x/ menit
RR : 20 x/ menit
Suhu :360c
 BB sebelumhamil : 50 kg
 BB saat ini : 51 kg
 TB : 160 cm    
 LILA : 25 cm
 Hb : 11 gr/dl

L. Pemeriksaan fisik
a.       Inspeksi
 Kepala : Kepala bersih, tidak ada benjolan/ bekas luka dan tidak
berketombe
 Muka : Simetris, Tidak odema, pucat, tidak ada cloasma gravidarum.
 Mata : Simetris, Sclera putih, conjungtiva agak pucat.
   Hidung : Simetris, tidak ada secret danpolip.
 Mulut dan gigi : mukosa Bibir ragak kering , tidak ada stomatitis, tidak ada
karies
gigi.
 Telinga : Simetris, tidak ada serumen.
 Leher : Tidak terliha tpembengkakan vena jugularisdankelenjartiroid.
 Dada : Simetris, puting susu menonjol, colostrums belum keluar,
hiperpigmentasi areola mamae.
 Abdomen : Tidakadalukabekasjahitan, perutterlihatmembesarsesuai
Dengan usia kehamilan dan lineanigraada.
 Genetalia : Vulva tidak oedem, tidak ada varices.
 Anus : Tidak ada hemaroid.
 EkstremitasAtas : Simetris, tidakoedem, tidak ada poli daktili dan sindaktili
 Ekstrimitas Bawah : Simetris , tidakoedem, tidak ada poli daktili dan sindaktili.

b.      Palpasi
         Leher : Tidak teraba pembengkakan vena jugularis dan kelenjar tiroid.
         Dada : Tidakterababenjolanmamaekenyal colostrum belum
keluar abdomen
        Leopold I : balotement +
        Leopold II :-
        Leopold III :-
        Leopold IV :-
c.       Auskultasi
Pernafasan :Normal
DJJ : belum terdengar
d.      Perkusi
Reflek patella : ka/ki (+)/(+)
3.      Pemeriksaanpenunjang
Goldarah :B
Hb : 11 gr/dl

II. MERUMUSKAN DIAGNOSA / MASALAH AKTUAL


Ibu G1 P0 A0 H0 usia kehamilan 8-9 minggu dengan Emesis gravidarum dan tidak ada gejala
gejala dehidrasi
Dasar
a. Data Subjektif
 Ibu mengatakan sekarang kehamilan yang pertama
 HPHT 01 maret 2020
 Ibu mengatakan perasaan mual dan muntah di pagi hari dengan frekwensi 4 -5 kali / hari
 Ibu sedikit cemas karena tidak memiliki asuransi jaminan sosial

b. Data objektif
 Terlihat adanya tanda tanda mungkin hamil
Secara inspeksi adanya cloasma gravidarum pada wajah
Palpasi balotement +
Pemeriksaan labor Planotest +
c. Analisa dan interpretasi data
Mual dan Muntah Mual terjadi pada sebanyak 85% wanita hamil normal
Prevalensi puncak adalah pada usia kehamilan 11 minggu dengan waktu rata-rata mulai
antara 5 dan 6 minggu.
Kemungkinan penyebabnya mencakup interaksi antara perubahan hormon kehamilan
( Human chorionic gonadotropin, estrogen, progesteron, prostaglandin E2 plasenta)
Serta ada sedikit dukungan untuk teori lama bahwa NVP mencerminkan transformasi
tekanan psikologis menjadi gejala fisik.
Bagi sebagian besar wanita, mual dan muntah dalam kehamilan/ NVP akan sembuh pada
usia kehamilan 14 hingga 16 minggu meskipun sebagian kecil wanita akan mengalami NVP
yang bertahan di atas usia kehamilan 20 minggu.
( varney sixty edition )

III. MERUMUSKAN DIAGNOSA/ MASALAH POTENSIAL


Masalah potensial emesisi gravidarum dimasa kehamilan muda dapat mengakibatkan
keadaan yang lebih parah yang disebut dengan Hyperemesis Gravidarum apabila tidak
ditangani dengan baik
Hiperemesis Gravidarum adalah bentuk NVP parah terjadi pada sekitar 3% wanita
selama kehamilan.dan wanita dengan kehamilan multifetal dan mereka yang memiliki mola
hidatidosa dapat mengalami NVP yang lebih parah. Mual, dengan atau tanpa muntah, secara
keliru disebut "morning sickness" karena tidak terbatas pada jam-jam pagi, tetapi bisa terjadi
kapan saja sepanjang hari.
Mual lebih parah ketika perut kosong, yang mungkin menjelaskan mengapa beberapa
wanita lebih memperhatikannya di pagi hari. Wanita dengan NVP parah atau hiperemesis sering
memerlukan rawat inap untuk memutus siklus muntah dan membangun rehidrasi yang memadai.
( varney sixty edition )

IV. IDENTIFIKASI PERLUNYA TINDAKAN SEGERA DAN KOLABORASI


Pada kasus emesis gravidarum tampa dehidrasi ini tidak diperlukan tindakan segera
kepada ibu selama keadaan tanda tanda vital atau kondisi pada ibu baik yang mengalami emesis
ini tidak dehidrasi atau telah menggangu aktifitas sehari hari ibu

V. RENCANA TINDAKAN
Tanggal 08 Juni 2020
1. Tujuan
Adapun tujuan dilakukannya rencana asuhan atau tindakan kepada ibu yaitu agar
kehamilan dapat berlangsung normal keadaan ibu dan janin baik serta gejala emesis yang
dialami ibu dapat teratasi / dapat berkurang .
Dan ibu tidak cemas lagi sehubungan dengan tidak ada nya jaminan sosila kesehatan
untuk persalinanya nanti jika di rujuk ke rumah sakit.
2. Kriteria keberhasilan
a.Tanda-tanda vital dalam batas normal
1) Tekanan darah : sistole 100- 130 mmHg
Diastole 70- 90 mmHg
2) Nadi : 80- 90x/ menit
3) Suhu : 36- 37 C
4) Pernapasan : 16- 20x/ menit
c. Keadaan janin sehat dengan kriteria
1). DJJ dalam batas normal antara 120-160x/ menit
2). TBJ > 2500 gram
d. Hb > 11 gram%
e. Konjungtiva tidak pucat
f.Gejala mual dan muntah ibu bisa berhenti /berkurang yang biasanya 4-5x hari
g. Tidak ada gejala dehidrasi pada ibu
h. Aktifitas ibu sehari hari tidak terganggu karena gejala ini
i. Nafsu makan ibu meningkat

3.Kebutuhan
Kebutuhan adalah hal-hal yang dibutuhkan pasien dan belum tercatat dalam diagnosa dan
masalah yang didapatkan dengan melakukan analisa data
Pada kasus emesis gravidarum ini kebutuhan ibu adalah pemberian konseling dan
motivasi dukungan pada ibu (Mansjoer, 2009)
Ada sedikit dukungan untuk teori lama bahwha kasus emesis mencerminkan
transformasi tekanan psikologis menjadi gejala fisik namun demikian pengalaman seorang
wanita NVP memang memiliki komponen biologis, psikologis, dan sosial budaya.
NVP parah dapat dikaitkan dengan tekanan psikologis yang parah, seperti yang
diharapkan. Dengan demikian, depresi dapat menjadi hasil NVP tetapi bukan penyebab
gangguan tersebut.( Varney sixty Edition )

VI. PELAKSANAAN TINDAKAN ASUHAN KEBIDANAN


( The Best Practise in Midwifery )

1. Menjelaskan kepada ibu tentang hasil pemeriksaan yang telah dilakukan dan kondisi
kesehatan ibu sesuai dengan hasil pemeriksaan .
Serta menjelaskan kepada ibu tentang emesis Gravidarum serta penyebab dan gejala emesis
dalam kehamilan muda diantara penyebab karena reaksi dari peningkatan hormon serta adanya
kemungkinan adanya gangguan psikologis terhadap ibu.

Rasional
Dengan menjelaskan mengenai keadaan yang dialaminya maka ibu akan mengerti
sehingga ibu akan bersifat kooperatif terhadap tindakan dan anjuran petugas kesehatan.
Sedangkan Emesis Gravidarum / NVP adalah Mual dan muntah pada kehamilan disebut
dengan emesis gravidarum. Mual biasanya terjadi pada pagi hari, tetapi ada yang timbul setiap
saat dan malam hari (Winkjosastro, 2007).
Mual dan Muntah Mual terjadi pada sebanyak 85% wanita hamil.Prevalensi puncak
adalah pada usia kehamilan 11 minggu, dengan waktu rata-rata mulai antara 5 dan 6 minggu
.( varney sixty Edition )
Setiap wanita hamil akan memiliki derajat mual yang berbeda-beda, ada yang tidak
terlalu merasakan apa-apa, tetapi ada juga yang merasa mual dan ada yang merasa sangat mual
dan ingin muntah setiap saat (Maulana, 2008).
Angka kejadian emesis gravidarum pada Word Health Organisation / WHO
memperkirakan bahwa sedikitnya 14% dari semua wanita hamil yang terkena emesis gravidarum
(WHO, 2010).
Menurut (Depkes) 2010 juga memperkirakan 10% wanita hamil yang terkena emesis
gravidarum. Angka kejadian emesis gravidarum di Indonesia yang di dapatkan dari 2.203
kehamilan yang dapat di observasi secara lengkap adalah 543 orang ibu hamil yang terkena
emesis gravidarum
Emesis gravidarum disebabkan oleh beberapa faktor antara lain:
 Faktor hormon
 faktor predisposisi seperti primigravida, hidramnion, kehamilan ganda, mola
hidatidosa.
 Faktor organik, yaitu karena masuknya vili khoriales dalam sirkulasi maternal dan
perubahan metabollik akibat kehamilan serta resitensi yang menurun dari pihak ibu
terhadap perubahan – perubahan ini serta adanya alergi yaitu merupakan salah satu
respon dari jaringan ibu terhadap janin.
 faktor psikologis seperti rumah tangga yang retak, hamil yang tidak diinginkan, takut
terhadap kehamilan dan persalinan, takut terhadap tanggung jawab sebagai ibu,
kehilangan pekerjaan (Suparyanto, 2011)

DASAR .
a. Ini sesuai dengan jurnal yang berjudul” Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu Hamil
Tentang Emesis Gravidarum dengan Upaya Pencegahan Hyperemesis ‘
Penelitian ini menggunakan desain penelitian survey analitik dengan pendekatan cross
sectional sedangkan respondenya adalah semua ibu hamil trimester I yang memenuhi kriteria
inklusi dan eklusi ( kehamilan yang diinginkan, tidak ada riwayat penyakit) sampel sebanyak 30
orang ibu hamil yang memenuhi kriteria.
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan adanya hubungan yang signifikan antara tingkat
pengetahuan ibu hamil tentang emesis gravidarum dengan upaya pencegahan Hyperemesis
Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa sebagai seorang tenaga kesehatan / Bidan dapat
meningkatakan peran nya untuk memberikan imformasi lebih lengkap dan terfokus kepada ibu
hamil kususnya terhadap kasus emesis gravidarum ini agar tidak berubah menjadi hyperemesis
gravidarum sehingga ibu hamil mempunyai pengetahuan yang cukup terhadap ketidak nyamanan
pada kehamilan trimester I kususnya terhadap kasus emesis gravidarum ini.

b. Ini sesuai dengan jurnal yang berjudul “ Nausea and Vomiting of Pregnancy”
oleh Gastroenterology Fellow and Sumona Saha, M.D. Assistant Professor of Medicine
Penelitian ini menyebutkan Mual dan muntah adalah pengalaman umum dalam
kehamilan, mempengaruhi 70-80% dari semua wanita hamil. Meskipun sebagian besar wanita
dengan mual dan muntah kehamilan (NVP) memiliki gejala terbatas pada trimester pertama,
sebagian kecil wanita mengalami perjalanan yang berkepanjangan dengan gejala memanjang
hingga melahirkan.
Data dari hasil penelitian ini di dapatkan kejadian mual dan muntah / NVP lebih umum
pada wanita yang lebih muda, primigravida, wanita dengan pendidikan kurang dari 12 tahun,
non-perokok, dan wanita obesitas . Peningkatan risiko NVP pada trimester pertama juga telah
dilaporkan pada wanita dengan kehamilan ganda dibandingkan dengan wanita dengan kehamilan
tunggal (87% vs 73%) dengan nilai p <0,01)

2. Menjelaskan kepada ibu tentang pentingnya pemenuhan terhadap intake nutrisi pada masa
kehamilan trimester I dengan mengatur pola makan yaitu dengan menganjurkan pada ibu
untuk diet yaitu makan dengan porsi sedikit tapi sering dan menghindari makanan yang
merangsang timbulnya mual dan muntah, menganjurkan pada ibu untuk tidak mengkonsumsi
makanan yang digoreng / mentega / margarin / minyak dan tidak berbau menyengat dan
menganjurkan mengkosumsi roti biskuit kering.

RASIONAL

Adanya Dismotilitas gastrointestinal atau Perubahan pada tekanan istirahat esofagus


bagian bawah (LES) dan tekanan peristaltik esofagus telah dikaitkan dengan NVP.
Meskipun perubahan ini lebih sering dikaitkan dengan mulas pada kehamilan, penyakit
gastroesophageal reflux / GERD di dapat menghasilkan gejala atipikal seperti mual
danberkontribusi terhadap NVP.
Estrogen dan progesteron adalah mediator kemungkinan dismotilitas esofagus pada
kehamilan di mana estrogen berfungsi sebagai primer dan progesteron menyebabkan relaksasi
LES .Perubahan aktivitas ritmik lambung dapat berkontribusi pada NVP. Aktivitas myoelectric
lambung yang normal menghasilkan perambatan gelombang lambat dari tubuh proksimal ke
antrum distal dengan kecepatan 3 siklus per menit cpm).
Gangguan irama, baik peningkatan atau penurunan propagasi gelombang lambat,
dikaitkan dengan mual Menggunakan elastogastrography / EGG ( Koch et al )
menunjukkan bahwa individu dengan aktivitas gelombang lambat yang normal cenderung
mengeluhkan mual selama kehamilan sebaliknya individu dengan tingkat yang lebih tinggi atau
lebih lambat cenderung mengeluh mual.
Demikian pula, (Riezzo et al.) menemukan bahwa wanita hamil tanpa gejala mual dan
muntah pada saat rekaman EGG memiliki aktivitas mioelektrik normal 3-cpm. Mereka juga
menemukan bahwa wanita hamil dengan NVP memiliki aktivitas EGG yang lebih tidak stabil
dibandingkan dengan wanita setelah aborsi sukarela dan kontrol tidak hamil. Mereka
berspekulasi bahwa ini mungkin karena pemulihan pola gelombang lambat lambung normal
setelah aborsi setelah normalisasi tingkat estradiol dan progesteron .
Perubahan motilitas lambung pada kehamilan dikaitkan dengan tingginya kadar
progesteron. Selain itu, pada akhir kehamilan, kompresi dari rahim yang membesar dapat
berkontribusi pada gejala.
Komposisi makanan juga dapat berperan sebagai patogen dalam NVP.( Jednak et al)
menunjukkan bahwa makanan dominan protein dikaitkan dengan penurunan gejala dan disritmia
gelombang lambat yang diperbaiki makanan dominan karbohidrat atau lemak tidak memiliki
efek pada gejala atau disritmia gelombang lambat akhirnya, waktu transit usus kecil telah
dievaluasi sehubungan dengan patogenesis NVP.
Menggunakan tes napas hidrogen laktulosa, ukuran tidak langsung waktu transit usus
kecil ( Lawson et al) menemukan waktu transit diperpanjang pada trimester kedua dan ketiga
dibandingkan dengan trimester pertama dengan waktu terlama ditemukan ketika kadar
progesteron tertinggi.
( Wald et al.) menggunakan teknik yang sama dan menemukan waktu transit
diperpanjang pada trimester ketiga ketika kadar progesteron dan estrogen tinggi dibandingkan
dengan periode postpartum namun dalam kedua studi ini waktu transit usus yang tertunda tidak
berkorelasi dengan NVP.
DASAR
1. Ini sesuai dengan jurnal yang berjudul “ Nausea and Vomiting of Pregnancy”
By. Gastroenterology Fellow and Sumona Saha, M.D. Assistant Professor of Medicine

Data dari hasil penelitian ini di dapatkan adanya perbedaan dalam motilitas lambung
antara wanita hamil dan tidak hamil dengan Menggunakan skintografi lambung tapi tidak ada
perbedaan signifikan dalam tingkat pengosongan cairan ditemukan pada wanita hamil sebelum
aborsi sukarela 6 minggu setelah aborsi dan pada wanita kontrol yang tidak hamil.
Menggunakan metode pengenceran pewarna dengan fenol merah (Davison et al).
menemukan pengosongan lambung menjadi tertunda selama persalinan tetapi tidak pada
trimester ketiga dibandingkan dengan kontrol tidak hamil.
Demikian pula penelitian menggunakan parasetamol menunjukkan tidak ada
penundaan pengosongan lambung pada trimester pertama/kedua/ atau ketiga.

2.Ini sesuai dengan jurnal yang berjudul


RELATIONSHIP NUTRITIONAL STATUS OF PRIMIGRAVIDA WITH HYPEREMESIS
GRAVIDARUM
ABSTRACT
Nutritional status of pregnant women at the time of conception and during pregnancy can affect
fetal growth were conceived . Nausea ( nausea ) and vomiting ( emesis gravidarum ) is a natural
phenomenon and is often found on the I. trimester of pregnancy Nausea and vomiting occurred
primi gravida 60-80%, and 40-60% multi gravida. The purpose of this study was to analyze the
relationship between the nutritional status of the mother Primigravidadengan hyperemesis
gravidarum health center. The study design was cross sectional analytic. The study population
was all Mrs. Primigravidadi Tuban some 154 people, with a large sample of 113 people were
taken by simple random sampling. The independent variable is the nutritional status of the study.
The dependent variable is the study of hyperemesis gravidarum . Collecting data using the
observation sheet. Data analysis using Chi Square . The results showed the majority (74%) good
nutritional status of pregnant women. And most (75% ) did not have hyperemesis gravidarum.
There is a relationship between the nutritional status of pregnant with hyperemesis gravidarum
(ρ=0.000
Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan Terdapat hubungan antara status gizi hamil
dengan terjadinya hiperemesis gravidarum (ρ=0,000)
Hal ini menunjukkan semakin baik atau normal status gizi Ibu Primigravida maka akan
menurunkan resiko terjadinya hiperemesis gravidarum. Disarankan kepada pasien Ibu
Primigravida untuk memenuhi status gizi yang normal dengan cara pola makan yang baik
sebelum atau selama hamil.

3.Memberikan suport mental kepada ibu dengan melakukan pendekatan psikologi yang baik
dengan menjalin hubungan interpersonal kepada ibu dan keluarga dan menanyakan tentang
keluhan keluhan yang dialami oleh ibu dan keluarga ( kusus nya dalam kasus ini yang membuat
sedikit cemas tentang tidak adanya kartu jaminan kesehatan terhadap ibu )

RASIONAL
Faktor Psikososial

Studi awal menyatakan bahwa NVP mungkin merupakan penyakit psikosomatis di mana
muntah merupakan konflik intrapsikis. Beberapa berspekulasi bahwa NVP adalah manifestasi
dari upaya bawah sadar wanita hamil untuk menolak kehamilan yang tidak diinginkan karena
penelitian telah menemukan bahwa wanita dengan NVP pada trimester pertama lebih mungkin
memiliki kehamilan yang tidak direncanakan atau tidak diinginkan
HG juga telah dikaitkan dengan gangguan psikologis, yaitu kecenderungan neurotik,
histeria, penolakan kewanitaan, penolakan kehamilan serta depresi dan tekanan psikologis terkait
dengan kemiskinan dan konflik perkawinan.
Studi terbaru bagaimanapun, belum menemukan penyebab psikogenik pasti dari HG
oleh karena itu berpendapat bahwa aktor sosiokultural daripada bukti ilmiah telah mengarah pada
pelabelan HG sebagai kondisi psikologis dan bahwa lebih mungkin bahwa gangguan psikologis
seperti depresi lebih merupakan akibat daripada penyebab HG sementara NVP dan HG
kemungkinan bukan merupakan hasil dari kelainan konversi atau kelainan psikologis lainnya
diketahui bahwa perempuan yang terkena dampak memiliki respons psikologis yang terjalin
dengan dan mungkin memperburuk gejala
fisik mereka.
Mual dan muntah selama kehamilan / NVP mencerminkan transformasi tekanan psikologis
menjadi gejala fisik ( varney Sixty Edition )
DASAR
1. Ini sesuai dengan jurnal yang berjudul
Psychological Factors and Hyperemesis Gravidarum

S W Simpson  1 , T M Goodwin, S B Robins, A A Rizzo, R A Howes, D K Buckwalter, J G


Buckwalter

Abstract

Hyperemesis gravidarum (HG) is a condition of severe, intractable nausea and vomiting


during pregnancy. It has long been held that HG is a psychosomatic illness reflective of a long-
term psychological trait, that is, conversion disorder. We investigated this possibility by
conducting a two-phase study: (1) a comparison of women with (n = 9) and without (n = 10) HG
during pregnancy and (2) a comparison of nonpregnant women who did (n = 10) and did not (n =
12) have HG during their most recent pregnancies.

The pattern of findings differed between experiments 1 and 2. During pregnancy, women
with HG scored significantly higher on three scales associated with conversion disorder (all p
values <0.01) than did women without HG. There were no significant differences between HG
subjects and controls after pregnancy. We find no support for the theory that HG is a
psychosomatic condition. Rather, it appears to be a complex interaction of biological,
psychological, and sociocultural factors.

Jurnal ini dapat disimpulkan bahwa Telah lama dinyatakan bahwa HG adalah penyakit
psikosomatis yang mencerminkan sifat psikologis jangka panjang yaitu gangguan konversi.
Kami menyelidiki kemungkinan ini dengan melakukan studi dua fase.
Tidak ada perbedaan signifikan antara subyek HG dan kontrol setelah kehamilan.
Kami tidak menemukan dukungan untuk teori bahwa HG adalah kondisi psikosomatik
tampaknya merupakan interaksi yang kompleks dari faktor biologis, psikologis, dan sosial
budaya
3.Ini sesuai dengan jurnal yang berjudul
Efektifitas Self Management Module dalam Mengatasi Morning Sickness
Luthfatul Latifah, Nina Setiawati, Eti Dwi hapsari Jurusan Keperawatan FIKes UNSOED Email:
latifah.lutfatul@gmail.com
Abstrak
Perubahan fisiologis pada kehamilan trimester pertama banyak menimbulkan keluhan,
salah satunya adalah mual muntah. Ibu hamil yang mengalami mual muntah kebanyakan tidak
mengetahui cara mengatasinya, hanya membiarkan saja ketika keluhan itu datang. Ibu baru pergi
ke tempat pelayanan kesehatan ketika keluhan tersebut sudah mengganggu aktifitas. Mual
muntah pada kehamilan seharusnya dapat diatasi dengan perubahan perilaku. Self management
module dapat merubah perilaku dengan informasi untuk mengatasi mual muntah tanpa
penggunaan terapi farmakologi.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh self management module dalam
mengatasi morning sicknes pada ibu hamil. Penelitian ini merupakan penelitian pre experiment
dengan rancangan pre and posttest one group. Data dikumpulkan melalui pengukuran frekuensi
mual muntah menggunakan (PUQE)-24. Responden yang terlibat sebanyak 30 orang.
Data dianalisis menggunakan uji Wilcoxon. Hasil uji normalitas menunjukkan data
terdistribusi tidak normal. Rerata nilai pretest=6,52 (SD=1,947) dan posttest=4,52 (SD=1,895).
Terdapat 27 responden yang mengalami penurunan skor, dua orang mengalami peningkatan
skor, dan satu orang memiliki skor yang sama saat pretest maupun posttest.
Perbedaan nilai pretest dan posttest dianalisis menggunakan uji Wilcoxon, sehingga
diperoleh nilai signifikansi 0,000 (p
Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa
Self management merupakan istilah yang digunakan pada promosi dan pendidikan
kesehatan serta berguna bagi pasien yang mengalami gangguan fisik maupun psikologis melalui
perbaikan perspektif diri dan kesejahteraan pasien (Kate & Halsted, 2003).
Kondisi morning sickness, selain disebabkan oleh hormon kehamilan, juga karena
kondisi psikologis ibu hamil itu sendiri (Littleton & Engebretson, 2002).
Pada hasil penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa self management module morning
sickness dapat digunakan untuk mengatasi morning sickness. Walaupun penurunan skor
PUQE lebih besar pada responden dengan morning sickness katagori sedang, akan tetapi secara
keseluruhan modul ini dapat digunakan pada responden dengan morning sickness katagori ringan
maupun sedang dan hasil penelitian ini dapat berimplikasi terhadap pengembangan ilmu
kususnya kebidananan yaitu self management module mengenai morning sickness dapat
diberikan sebagai acuan pada ibu hamil yang melakukan kunjungan ANC di berbagai pelayanan
kesehatan.

4. Menjelaskan kepada ibu tentang bahaya serta komplikasi dalam kehamilan kususnya terhadap
kasus ini apabila tidak cepat ditangani dengan asuhan kebidanan yang baik terhadap ibu
Rasional
 Dengan memberitahukan atau menjelaskan kepada ibu tentang tanda bahaya
dalam kehamilan maka ibu dapat mengerti dan melaksanakan anjuran bidan
jika mengalami salah satu tanda bahaya kehamilan tersebut, sehingga dapat
terhindar dari 3T (Terlambat dideteksi, Terlambat dirujuk, Terlambat diberikan
pertolongan).
 Mediskusikan dengan ibu tentang komplikasi dalam kehamilan ini
Sehingga ibu lebih berhati hati dalam menghadapi emesis yang sedang dialaminya dan lebih
memperhatikan apa yang dianjurkan dan segera datang ke tempat pelayanan jika mengalami
kelainan yang dirasakan selama hamil / mual dan muntah bertambah hebat serta telah membuat
ibu kehilangan cairan yang berat / dehidrasi serta aktifitas ibu jadi tergangu.
Mual dan muntah terus menerus dapat menyebabkan dehidrasi, hiponatremia, penurunan
klorida urin, selanjutnya terjadi hemokonsentrasi yang mengurangi perfusi darah ke jaringan dan
menyebabkan tertimbunnya toksik.
Pemakaian cadangan karbohidtrat dan lemak menyebabkan oksidasi lemak tidak
sempurna hingga terjadi ketosis.
Hipokalemia akibat muntah dan elserasi yang berlebihan selanjutnya menambah
frekuensi muntah dan merusak hepar. Selaput lendir esofagus dan lambung dapat robek
(Sindrom Mallory-Weiss) sehingga terjadi perdarahan gestasionale (Nenk, 2010)
Pathway emesis Gravidarum
DASAR

Ini sesuai dengan jurnal yang berjudul

PENGETAHUAN TENTANG TANDA-TANDA BAHAYA


KEHAMILAN SEBAGAI EVALUASI HASIL PENDIDIKAN
KESEHATAN
Indri Astuti Purwanti, Nurina Dyah Larasaty

Abstract

Latar Belakang: Angka Kematian Ibu (AKI) di Kota Semarang mengalami


peningkatan pada tahun 2014 sampai 2015. AKI Kota Semarang tahun 2014
menduduki peringkat 7 sedangkan tahun 2015 menduduki peringkat 5 se-Jawa
Tengah. Penyebab utama kematian ibu yang berupa preeclampsia, perdarahan dan
infeksi dapat dicegah jika tanda-tandanya diketahui sejak dini. Tanda-tanda tersebut
dikenal dengan tanda-tanda bahaya kehamilan. Berhubung wilayah kerja Puskesmas
Srondol Semarang yang tidak mempunyai kasus kematian ibu selama dua tahun, maka
penelitian dilakukan di wilayah ini. Tujuan: mendeskripsikan pengetahuan tentang
tanda-tanda bahaya kehamilan pada ibu hamil di wilayah kerja Puskesmas Srondol
Kota Semarang. Metode: Penelitian ini merupakan explanatory research dengan
pendekatan cross-sectional. Populasi adalah ibu hamil di wilayah kerja Puskesmas
Srondol. Teknik sampling menggunakan purposive sampling dan diperoleh sampel
sebanyak 26 orang. Pengumpulan data dilakukan dengan kuesioner terbuka. Hasil:
sebagian besar responden termasuk usia reproduksi sehat (usia 20 35 tahun), tingkat
pendidikan responden dalam kategori menengah lebih banyak daripada kategori
dasar maupun kategori tinggi, sebagian besar responden merupakan ibu rumah
tangga, semua suami responden bekerja dengan jenis pekerjaan terbanyak adalah
sebagai buruh/karyawan, sebagian besar responden merupakan multigravida,
sebagian besar pengetahuan responden tentang tanda-tanda bahaya kehamilan
termasuk kategori cukup, dan tanda bahaya yang diketahui oleh sebagian besar
responden adalah perdarahan.

Dari penelitian tersebut, dapat kita ambil kesimpulan bahwa, ibu hamil yang
diteliti tingkat pengetahuan nya masih tergolong cukup. Artinya KIE yang diberikan
belum maksimal meningkatkan pengetahuan ibu. Meskipun sebagian besar tanda
bahaya perdarahan sudah diketahui.

6. Menganjurkan ibu untuk istirahat yang cukup dan tidak melaksanakan aktifitas
yang dapat membuat ibu kelelahan. Ibu mengerti dan mau melaksanakan anjuran
yang disampaikan.
Rasional
Dengan menganjurkan ibu untuk istirahat yang cukup minimal 7-8 jam/ hari serta
menyarankan kepada ibu untuk istirahat pada waktu siang hari / tidur sekitar 30
sampai 60 menit dapat memulihkan tenaga dan kondisi ibu sehingga kondisi
kesehatan dapat terjaga denagn baik dan ibu mengerti dan mau melakukan
nasihat dari petugas.
Dasar
Ini sesuai dengan jurnal
“ Bed Rest in Pregnancy “

Abstract

The use of bed rest in medicine dates back to Hippocrates, who first
recommended bed rest as a restorative measure for pain. With the formalization of
prenatal care in the early 1900s, maternal bed rest became a standard of care,
especially toward the end of pregnancy. Antepartum bed rest is a common
obstetric management tool, with up to 95% of obstetricians utilizing maternal
activity restriction in some way in their practice. Bed rest is prescribed for a
variety of complications of pregnancy, from threatened abortion and multiple
gestations to preeclampsia and preterm labor. Although the use of bed rest is
pervasive, there is a paucity of data to support its use. Additionally, many well
documented adverse physical, psychological, familial, societal, and financial
effects have been discussed in the literature. There have been no complications of
pregnancy for which the literature consistently demonstrates a benefit to
antepartum bed rest. Given the well documented adverse effects of bed rest,
disruption of social relationships, and financial implications of this intervention,
there is a real need for scientific investigation to establish whether this is an
appropriate therapeutic modality. Well designed randomized, controlled trials of
bed rest versus normal activity for various complications of pregnancy are
required to lay this debate to rest once and for all. Mt Sinai J Med 78:291–302,
2011. © 2011 Mount Sinai School of Medicine

Dari jurnal tersebut dapat disimpulkan bahwa pentingnya istirahat yang cukup
bagi ibu hamil yang bermanfaat untuk mencegah dari komplikasi kehamilan

7. Kalaborasi dengan dokter tentang pemberian obat anti mual dan muntah
Advis
a. Omedon 3x1 untuk meredakan rasa mual
b. Triosid 3x1 untuk mengurangi peningkatan asam lambung
c. Caviplex 2x1 multivitamin untuk kusus ibu hamil
Ibu mengerti dan akan mengkomsmsi obat-obat yang tela diberikan sesuai dengan
dosis dan aturan minum yang telah dianjurkan.

RASIONAL
Tujuan pengobatan adalah memperbaiki gejala sambil meminimalkan risiko pada
ibu dan janin. Untuk mencapai hal ini diperlukan pendekatan multimodal yang disesuaikan
dengan masing-masing individu.
Modalitas pengobatan berkisar dari modifikasi diet sederhana hingga terapi obat dan total nutrisi
orangtua. Keparahan gejala dan penurunan berat badan ibu berguna dalam menentukan
agresivitas pengobatan.
Dalam penelitian ini oleh Lacasse et al, hanya 27% wanita yang ditawarkan anti-emetik
dan tambahan 14% direkomendasikan pendekatan nonfarmakologis .
DASAR
c. Sesuai dengan jurnal yang berjudul “Nausea and Vomiting of Pregnancy”
oleh Gastroenterology Fellow and Sumona Saha, M.D. Assistant Professor of Medicine

dapat disimpulkan bahwa pengobatanya / Pharmacologic treatment

1. Pyridoxine-doxylamine ( kombinasi )
2. Antiemetics (The phenothiazines, chlorpromazine (Thorazine) and prochlorperazine
(Compazine), are central and peripheral dopamine antagonists which have been shown to
reduce symptoms in NVP and HG
3. Promotility agents (Metoclopramide (Reglan)
4. Antihistamines and Anticholinergics
5. Other Agents (Ondansetron (Zofran) (pregnancy category B)

uji coba terkontrol secara acak terhadap 40 wanita dengan HG yang diobati dengan
metilprednisolon 16 mg per oral 3 kali sehari selama 3 hari diikuti oleh rejimen tapering 2
minggu versus promethazine 25 mg oral 3 kali sehari selama 2 minggu, tingkat rawat inap yang
lebih rendah adalah ditemukan pada kelompok yang diberi steroid [162].
Studi lain belum menunjukkan manfaat kortikosteroid yang signifikan secara statistik.
Percobaan acak oleh Yost et al. tidak menemukan penurunan yang signifikan dalam jumlah
kunjungan ER atau rawat inap dengan penambahan methylprednisolone parenteral dan oral ke
rejimen promethazine dan metoclopramide .
Tidak ada pedoman yang ditetapkan untuk penggunaan kortikosteroid untuk HG.
Namun, rejimen yang mungkin telah disarankan adalah 48 mg metilprednisolon yang diberikan
secara oral atau intravena dalam tiga dosis terbagi selama dua hingga tiga hari. Jika tidak ada
respons yang terlihat dalam tiga hari, disarankan agar pengobatan dihentikan, karena respons di
atas 72 jam tidak mungkin

2. Sesuai dengan jurnal yang berjudul


“MINUMAN JAHE HANGAT UNTUK MENGURANGI EMESIS GRAVIDARUM
PADA IBU HAMIL DI PUSKESMAS NALUMSARI JEPARA
ABSTRAK
Emesis gravidarum merupakan mual muntah yang terjadi selama kehamilan. Mual terjadi pada
pagi hari, tetapi ada yang timbul malam hari. Data di Jawa Tengah keluhan mual muntah pada
ibu hamil mencapai 40-60% dari total kehamilan. Rasa mual pada awal kehamilan dapat
dikurangi dengan menggunakan terapi komplementer antara lain dengan memberikan minuman
jahe hangat. Pemberian minuman jahe efektif dalam mengatasi mual muntah ibu hamil trimester
I. Keunggulan jahe adalah kandungan minyak atsiri yang mempunyai efek menyegarkan dan
memblokir reflek muntah, sedang gingerol dapat melancarkan darah dan saraf bekerja dengan
baik.. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian minuman jahe hangat
terhadap emesis gravidarum pada ibu hamil trimester I di Puskesmas Nalumsari Jepara. Metode :
Quasy Eksperiment dengan pendekatan Control Group Pre-Posttest Design. Populasi penelitian
ini adalah ibu hamil di Puskesmas Nalumsari Jepara. Teknik pengambilan sampel menggunakan
teknik Purposive Sampling sehingga besar sampel adalah 50 responden. Uji analisis data
menggunakan uji Wilcoxon dan Mann Whitney. Hasil : Uji Mann Whitney mendapatkan nilai p
0.000.

Kesimpulan : Terdapat pengaruh pemberian minuman jahe hangat terhadap emesis gravidarum
pada ibu hamil trimester I di Puskesmas Nalumsari Jepara.

8. Menganjurkan ibu untuk kembali memeriksakan kehamilannya tanggal 08 Juli


2020 tetapi bila ada keluahan ibu boleh datang kapan saja.
Ibu bersedia dengan apa yang telah disampaikan.
DASAR
Dengan Menganjurkan ibu untuk kunjungan ulang 1 bulan lagi atau kapan saja
apabila timbul peningkatan gejala yang hebat ( kegawat daruratan yang perlu
proses rujukan ) dan ibu mengerti dan berjanji akan datang lagi untuk periksa

Dasar :
Ini sesuai dengan jurnal

Lost to follow-up among pregnant women in a multi-site community based maternal


and newborn health registry: a prospective study.

Background

It is important when conducting epidemiologic studies to closely monitor lost to follow


up (LTFU) rates. A high LTFU rate may lead to incomplete study results which in turn
can introduce bias to the trial or study, threatening the validity of the findings. There is
scarce information on LTFU in prospective community-based perinatal epidemiological
studies. This paper reports the rates of LTFU, describes socio-demographic
characteristics, and pregnancy/delivery outcomes of mothers LTFU in a large
community-based pregnancy registry study.

Methods
Data were from a prospective, population-based observational study of the Global
Network for Women's and Children's Health Research Maternal Newborn Health
Registry (MNHR). This is a multi-centre, international study in which pregnant women
were enrolled in mid-pregnancy, followed through parturition and 42 days post-delivery.
Risk for LTFU was calculated within a 95%CI.

Results

A total of 282,626 subjects were enrolled in this study, of which 4,893 were lost to
follow-up. Overall, there was a 1.7% LTFU to follow up rate. Factors associated with a
higher LTFU included mothers who did not know their last menstrual period (RR 2.2,
95% CI 1.1, 4.4), maternal age of < 20 years (RR 1.2, 95% CI 1.1, 1.3), women with no
formal education (RR 1.2, 95% CI 1.1, 1.4), and attending a government clinic for
antenatal care (RR 2.0, 95% CI 1.4, 2.8). Post-natal factors associated with a higher
LTFU rate included a newborn with feeding problems (RR 1.6, 94% CI 1.2, 2.2).

Conclusions

The LTFU rate in this community-based registry was low (1.7%). Maternal age, maternal
level of education, pregnancy status at enrollment and using a government facility for
ANC are factors associated with being LTFU. Strategies to ensure representation and
high retention in community studies are important to informing progress toward public
health goals.

Dari penelitian tersebut didapatkan bahwa:

Angka ibu hamil yang tidak melakukan kunjungan ulang ANC nya cukup rendah. Hal ini
berhubungan dengan usia ibu, tingkat pendidikan, status kehamilan dan fasilitas
kesehatan yang disediakan pemerintah.

Ibu hamil sudah menyadari bahwa pentingnya kunjungan ulang ibu hamil / ANC pada
masa kehamilanya bermanfaat untuk meningkatkan kesehatanya.
4. Jelaskan peran bidan dalam masa pandemic, buatlah
kajiannyaberdasarkan jurnal. Bagaimana kebijakan program pada
masa kehamilan, persalinan dan nifas serta BBL dan neonatus yang
saudara temui dilingkungan tempat tinggal saudara
JAWAB
Peran bidan dalam masa pandemi adalah

Anda mungkin juga menyukai