Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

LUKA AKUT DAN LUKA KRONIS

Di ajukan untuk memenuhi salah satu tugas


Mata kuliah : Manajemen Keperawatan LukaI
Dosen Pengampu:Risma Dumiri Manurung,S.Kep,Ns,M.Biomed

KELOMPOK 2

DI SUSUN OLEH :
-AHMAD HUSEIN
-EKA CHRISMAS WARUWU
-MASRIATI SIANTURI
-NISARAH ANANDA
-PUTRI SIMBOLON
-VERA TAMARA SIMANJUNTAK
KELAS:II-A

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MEDAN


JURUSAN D-IVKEPERAWATAN
TAHUN 2020
1.1 Pengertian Luka
Luka adalah rusaknya struktur dan fungsi anatomis kulit normal
akibat proses patalogis yang berasal dari internal dan eksternal dan
mengenai organ tertentu (Lazarus,et al., 1994 dalam Potter & Perry,
2006). Luka adalah kerusakan kontinyuitas kulit, mukosa membran dan
tulang atau organ tubuh yang lain. Ketika luka timbul, beberapa efek akan
muncul seperti hilangnya seluruh atau sebagian fungsi organ, respon
stress simpatis, perdarahan dan pembekuan darah, kontaminasi bakteri,
dan kematian sel (Kozier, 1995).
Luka adalah terputusnya kontinuitas suatu jaringan oleh karena
adanya cedera atau pembedahan. Luka ini bisa diklasifikasikan
berdasarkan struktur anatomis, sifat, proses penyembuhan dan lama
penyembuhan. Adapun berdasarkan sifat yaitu : abrasi, kontusio, insisi,
laserasi, terbuka, penetrasi, puncture, sepsis, dll.
Luka adalah salah satu jenis cedera pada kulit yang mengalami
robek, teriris, tertusuk, atau ketika terkena benda tumpul sehingga
menyebabkan memar. Selain itu, pengertian luka lainnya adalah kondisi
terputusnya jaringan lunak, baik saraf, otot, kulit, hingga pembuluh darah.
Luka (vulnus) adalah hilang atau rusaknya sebagian jaringan kulit atau
tubuh, yang disebabkan tusukan/goresan benda tajam, benturan benda
tumpul, perubahan suhu, zat kimia, kecelakaan, tembakan, sengatan
listrik atau gigitan hewan.

Luka merupakan kejadian yang sering ditemui di kehidupan sehari-hari yang


menyebabkan hilangnya seluruh atau sebagian fungsi organ. Luka merupakan
kerusakan secara seluler maupun anatomis pada fungsi kontinuitas jaringan hidup.
Luka dapat menyebabkan reaksi pendarahan dan pembekuan darah akibat respon
imun di dalam tubuh. Lesi kulit dapat terjadi karena gangguan pembuluh darah arteri
dan vena. Semua luka traumatik cenderung terkontaminasi bakteri serta mikro
organisme lainnya. Bakteri adalah organisme bersel tunggal yang berpotensi
menyebabkan infeksi.
Berikut definisi dan pengertian luka dari beberapa sumber buku :
 Menurut Murtutik dan Marjiyanto (2013), luka adalah hilang atau
rusaknya sebagian jaringan tubuh.
 Menurut Jong dan Syamsuhidayat (2011), luka adalah hilang atau
rusaknya sebagian jaringan tubuh.
 Menurut ryan (2014), luka adalah kerusakan pada fungsi
perlindungan kulit disertai hilang nya kontinuitas jaringan epitel
dengan atau tanpa adanya kerusakan pada jaringan lainnya seperti
otot, tulang dan nervus.
 Menurut perry dan potter (2006), luka adalah rusaknya fungsi
anatomis normal akibat proses patologis yang berasal dari internal
dan eksternal dan mengenai organ tertentu.

1.2 Jenis-jenis Luka 

Luka dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa kelompok, yaitu:

a. Luka berdasarkan kondisi 


Menurut Dorland (2006), berdasarkan kondisinya luka dibagi menjadi dua jenis,
yaitu:

1. Luka tertutup. Luka tertutup merupakan luka dimana kulit korban tetap utuh
dan tidak ada kontak antara jaringan yang ada di bawah dengan dunia luar,
kerusakannya diakibatkan oleh trauma benda tumpul. Luka tertutup umumnya
dikenal sebagai luka memar yang dapat digolongkan menjadi dua jenis, yaitu:
1) Kontusio, kerusakan jaringan di bawah kulit yang mana dari luar hanya
tampak sebagai benjolan.
2) Hematoma, kerusakan jaringan di bawah kulit disertai pendarahan
sehingga dari luar tampak kebiruan. 

2. Luka terbuka. Luka terbuka adalah luka dimana kulit atau jaringan di
bawahnya mengalami kerusakan. Penyebab luka ini adalah benda tajam,
tembakan, benturan benda keras dan lain-lain. Macam-macam luka terbuka
antara lain yaitu luka lecet (ekskoriasi), luka gigitan (vulnus marsum), luka
iris/sayat (vulnus scisum), luka bacok (vulnus caesum), luka robek (vulnus
traumaticum), luka tembak (vulnus sclopetinum), luka hancur (vulnus
lacerum) dan luka bakar.

b. Luka berdasarkan kedalaman dan luas 


Menurut Taylor (1997), berdasarkan kedalaman dan luasnya luka, luka dapat
dibagi menjadi beberapa tingkat, yaitu:

1. Luka stadium I (luka superfisial/Non-Blanching Erithema), yaitu luka yang


terjadi pada lapisan epidermis kulit. Contohnya, luka bakar yang disebabkan oleh
sinar matahari. 

2. Stadium II (luka partial thickness), yaitu hilangnya lapisan kulit pada lapisan
epidermis dan bagian atas dari dermis. Merupakan luka superficial dan
adanya tanda klinis seperti abrasi, blister atau lubang yang dangkal. Contoh
nya luka bakar.

 
3. Stadium III (luka full thickness), yaitu hilangnya kulit keseluruhan meliputi
kerusakan atau nekrosis jaringan subkutan yang dapat meluas sampai bawah
tetapi tidak melewati jaringan yang mendasarinya. Lukanya sampai pada
lapisan epidermis, dermis dan fasia tetapi tidak mengenai otot. Luka timbul
secara klinis sebagai suatu lubang yang dalam dengan atau tanpa merusak
jaringan sekitarnya. Contoh luka bakar yang melepuh

4. Stadium IV, yaitu jenis luka full thickness yang telah mencapai lapisan otot,
tendon dan tulang dengan adanya destruksi/kerusakan yang luas.

c. Luka berdasarkan penyebab luka 


Menurut Bare & Smeltzer (2002), berdasarkan penyebabnya, luka dapat
dibagi menjadi empat jenis, yaitu:

1. Luka insisi. Luka yang dibuat dngan potongan bersih menggunakan


instrumen tajam sebagai contoh, luka yang dibuat oleh ahli bedah dalam
setiap prosedur operasi. Luka bersih (luka yang dibuat secara aseptik)
biasanya ditutup dengan jahitan setelah semua pembuluh yang berdarah
diligasi dengan cermat. 
2. Luka kontusi. Luka yang terjadi dengan dorongan tumpul dan ditandai cidera
berat bagian yang lunak, hemorhagi dan pembengkakan. 
3. Luka laserasi. Luka dengan bagian tepi jaringan bergerigi, tidak teratur,
seperti luka yang dibuat oleh kaca atau goresan kawat. 
4. Luka tusuk. Luka dengan bukaan kecil pada kulit, sebagai contoh; luka yang
dibuat oleh peluru atau tusukan pisau.
d. Luka berdasarkan tingkat kontaminasi 
Menurut Abdurrahmat (2014), berdasarkan tingkat kontaminasi, luka dapat
dikelompokkan menjadi empat jenis, yaitu:

1. Luka bersih (clean wounds), yaitu luka bedah tak terinfeksi, tidak terjadi
proses peradangan (inflamasi). Luka bersih biasanya menghasilkan luka yang
tertutup. Kemungkinan terjadinya infeksi luka sekitar 1-5%. 
2. Luka bersih terkontaminasi (clean-contamined wounds), merupakan luka
pembedahan dimana saluran respirasi, pencernaan, genital atau perkemihan
dalam kondisi terkontrol, kontaminasi tidak selalu terjadi. Kemungkinan
timbulnya infeksi luka adalah 3-11%.
3. Luka terkontaminasi (contamined wounds), termasuk jenis luka terbuka,
segar, luka akibat kecelakaan dan operasi dengan kerusakan besar dengan
teknik aseptik atau terkontaminasi dari saluran cerna, pada kategori ini
termasuk insisi akut, inflamasi non-purulen. Kemungkinan infeksi luka 10-
17%. 
4. Luka kotor atau infeksi (dirty wound), yaitu jenis luka yang terjadi pada
lingkungan yang sudah terkontaminasi oleh bakteri, termasuk juga luka akibat
pelaksanaan operasi di tempat yang tidak steril, misalnya operasi darurat di
lapangan. Kemungkinan terjadi infeksi lebih dari 27%.

d. Luka berdasarkan lama waktu penyembuhan


Berdasarkan lama waktu penyembuhannya, luka dibagi menjadi 2
jenis, yaitu:
a. Luka Akut
Luka akut adalah luka trauma yang biasanya segera mendapat
penanganan dan biasanya dapat sembuh dengan baik bila tidak terjadi
komplikasi. Kriteria luka akut adalah luka baru, mendadak dan
penyembuhannya sesuai dengan waktu yang diperkirakan. Contohnya adalah
luka sayat, luka bakar
b. Luka Kronik
Luka akut adalah luka yang berlangsung lama atau
sering timbul kembali (rekuren) atau terjadi gangguan pada proses
penyembuhan yang biasanya disebabkan oleh masalah multi faktor
dari penderita. Pada luka kronik luka gagal sembuh pada waktu yang
diperkirakan, tidak berespon baik terhadap terapi dan punya tendensi
untuk timbul kembali. Contohnya adalah ulkus tungkai, ulkus vena,
ulkus arteri (iskemi), penyakit vaskular perifer ulkus dekubitus,
neuropati perifer ulkus dekubitus (Briant, 2007)

1.3 Karakteristik Luka

karakteristik luka meliputi penyebab luka, durasi luka, faktor


penghambat, penyembuhan luka, lokasi anatomi luka, dimensi
luka, stadium luka, warna dasar luka, eksudat, odor, pinggiran luka,
kulit sekitar luka, infeksi, dan nyeri luka

1.4 Proses Fisiologis Penyembuhan Luka


Proses fisiologis Penyembuhan Luka dapat dibagi ke dalam 4 fase
utama, yaitu:
a. Hemostasis
Hemostatis : Pada fase ini terjadi peningkatan perlekatan platelet. Platelet
akan bekerja untuk menutup kerusakan pembuluh darah. Jaringan yang
rusak akan merangsang adenosin diphosphat (ADP) membentuk platelet.
Platelet yang dibentuk berfungsi untuk merekatkan kolagen dan
mensekresi faktor yang merangsang pembekuan darah. Pembekuan
darah diawali dengan produksi trombin yang akan membentuk fibrin dari
fibrinogen. Hubungan fibrin diperkuat oleh agregasi platelet menjadi
hemostatik yang stabil. Platelet juga mensekresi platelet yang terkait
dengan faktor pertumbuhan jaringan (platelet-associated growth factor).
Hemostatis terjadi dalam waktu beberapa menit setelah injuri kecuali ada
gangguan faktor pembekuan.
b. Inflamasi
Pada proses penyembuhan ini biasanya terjadi proses pembersihan
debris. Respon jaringan yang rusak : jaringan yang rusak dan sel mast
melepaskan plasma dan polimorfonuklear ke sekitar jaringan. Neutropil
memfagositosis mikroorganisme dan berperan sebagai pertahanan awal
terhadap infeksi. Jaringan yang rusak juga akan menyebabkan
vasodilatasi dari pembuluh darah sekeliling yang masih utuh serta
meningkatkan penyediaan darah ke daerah tersebut, sehingga menjadi
merah dan hangat. Permeabilitas kapiler-kapiler darah meningkat dan
cairan yang kaya akan protein mengalir kedalam spasium intertisial,
menyebabkan edema lokal dan mungkin hilangnya fungsi di atas sendi
tersebut. Makrofag mengadakan migrasi ke luar dari kapiler dan masuk ke
dalam darah yang rusak sebagai reaksi terhadap agens kemotaktik yang
dipacu oleh adanya cedera. Makrofag mampu memfagosit bakteri.
Makrofag juga mensekresi faktor pertumbuhan seperti faktor pertumbuhan
fibrobalas (FGF), faktor pertumbuhan epidermal (EGF), faktor
pertumbuhan beta trasformasi (tgf) dan interleukin-1 (IL-1).
c. Fase Proliferasi
Fibroblas meletakkan subtansi dasar dan serabut-serabut kolagen
serta pembuluh darah baru mulai menginfiltrasi luka. Begitu kolagen
diletakkan, maka terjadi peningkatan yang cepat pada kekuatan regangan
luka. Kapiler-kapiler dibentuk oleh tunas endothelial, suatu proses yang
disebut angiogenesis. Bekuan fibrin yang dihasilkan pada fase I
dikeluarkan begitu kapiler baru menyediakan enzim yang diperlukan.
Tanda-tanda inflamasi mulai berkurang. Jaringan yang dibentuk dari
gelung kapiler baru, yang menopang kolagen dan subtansi dasar, disebut
jaringan granulasi karena penampakannya yang granuler dan warnanya
merah terang. Fase ini berlangsung selama 3-24 hari.
d. Maturasi (Remodelling)
Pada tahap maturasi terjadi proses epitelisasi, kontraksi dan
reorganisasi jaringan ikat. Setiap cedera yang mengakibatkan hilangnya
kulit, sel epitel pada pinggir luka dan sisa-sisa folikel rambut, serta
glandula sebasea dan glandula sudorivera membelah dan mulai
bermigrasi diatas jaringan glandula baru. Karena jaringan tersebut hanya
dapat bergerak diatas jaringan yang hidup, maka mereka hidup dibawah
eskar atau dermis yang mengering. Apabila jaringan tersebut bertemu
dengan sel-sel epitel lain, yang juga mengalami migrasi, maka mitosis
berhenti, akibat inhibisi kontak. Kontraksi luka disebabkan karena
miofibroblas kontraktil membantu menyatukan tepi-tepi luka. Terdapat
suatu penurunan progresif alam vaskularitas jaringan parut, yang berubah
dalam penampilannya dari merah kehitaman menjadi putih. Serabut-
serabut kolagen mengadakan reorganisasi dan kekuatan regangan
meningkat (O’Leary, 2007).
1.5 Proses Penyembuhan Luka
Proses penyembuhan luka membutuhkan beberapa tahap, yaitu:
 Tahap inflamasi atau peradangan
Pada tahap awal proses penyembuhan luka, pembuluh darah akan
menyempit untuk menghentikan pendarahan. Trombosit (sel yang berperan
dalam pembekuan darah) menggumpal di area luka. Setelah pembekuan
selesai, pembuluh darah akan melebar untuk mengalirkan darah ke area luka.
Inilah alasan mengapa luka terasa hangat, membengkak, dan kemerahan.
Kemudian, sel darah putih (salah satunya basofil) membanjiri daerah tersebut
untuk mencegah infeksi, dengan cara menghancurkan bakteri dan mikroba
lainnya. Sel darah putih juga memproduksi senyawa kimia yang membantu
memperbaiki jaringan yang rusak. Selanjutnya sel-sel kulit yang baru tumbuh
sehingga menutup area luka.
 Tahap fibroblastik
Tahap ini merupakan tahap pembentukan jaringan parut setelah luka. Pada
tahap penyembuhan luka ini, kolagen mulai tumbuh di dalam
luka. Kolagen merupakan serat protein yang memberi kulit kekuatan.
Keberadaan kolagen mendorong tepi luka untuk menyusut dan menutup.
Selanjutnya, pembuluh darah kecil (kapiler) terbentuk di luka untuk memberi
asupan darah pada kulit yang baru terbentuk. Pada tahap ini, biasanya akan
terbentuk koreng atau bekas luka.
 Tahap pematangan
Produksi kolagen terus bertambah sehingga jaringan yang rusak pulih
perlahan-lahan. Proses pematangan bisa mktu berbulan-bulan bahkan
bertahun-tahun. Inilah mengapa semakin lama bekas luka semakin memudar .

1.6 Faktor-Faktor yang dapat Penghambat Penyembuhan Luka


Meskipun proses penyembuhan luka sama bagi setiap penderita,
ada banyak faktor yang mempengaruhi proses penyembuhan luka, yaitu
(Morrison, 2004):
a. Faktor intrinsik
Faktor intrinstik meliputi faktor- faktor patofisiologi umum (misalnya,
gangguan kardiovaskuler, malnutrisi, gangguan metabolik dan endokrin,
penurunan daya tahan terhadap infeksi) dan faktor fisiologi normal yang
berkaitan dengan usia dan kondisi lokal yang merugikan pada tempat luka
(misalnya, eksudat yang berlebihan, dehidrasi, infeksi luka, trauma
kambuhan, penurunan suhu luka, pasokan darah yang buruk, edema,
hipoksia lokal, jaringan nekrotik, pengelupasan jaringan yang luas, produk
metabolik yang berlebihan, dan benda asing).
b. Faktor ekstrinsik
Faktor ekstrinsik meliputi penatalaksanaan luka yang tidak tepat
(misalnya, pengkajian luka yang tidak tepat, penggunaan bahan
perawatan luka primer yang tidak sesuai, dan teknik penggantian balutan
yang ceroboh).
 7 hal yang bisa menghambat penyembuhan luka

1.Infeksi

Kulit adalah dinding pertahanan pertama yang dimiliki tubuh untuk


melindungi diri dari serangan bakteri. Ketika kulit rusak karena luka maka
bakteri dari luar dapat masuk ke dalam tubuh menyebabkan infeksi
sehingga menghambat penyembuhan.

Luka yang terinfeksi punya ciri khas kulit sekitarnya merah, bengkak,
nyeri, dan muncul nanah dengan bau busuk.

2.KurangNutrisi

"Apakah kamu cukup makan buah dan sayur? Vitamin di dalamnya dapat
membantu tubuh untuk memperbaiki luka lebih cepat terutama vitamin A
dan C," tulis dr Manny.

Selain vitamin, tubuh juga memerlukan asupan protein yang cukup


sebagai bahan baku untuk memperbaiki luka. Hal ini bisa tercapai karena
protein asam amino bisa memiliki peran meregenerasi sel-sel yang rusak.

3.Diabetes

Karena kandungan gula dalam darah yang tinggi, orang dengan diabetes
lukanya dapat lebih lama sembuh. Ini karena gula tinggi punya dampak
negatif terhadap sirkulasi darah dan kerja sistem imun.

Selain itu orang dengan diabetes juga bisa mengalami kerusakan saraf
membuat diri jadi sulit untuk merasakan sakit. Karena tidak merasa sakit
seseorang bisa jadi tidak tahu kalau ada sesuatu yang menyakiti tubuhnya
hingga berujung pada lebih banyak luka.

4.Pengaruhobat

Kadang kala efek samping dari obat-obatan bisa jadi penyebab mengapa
luka di tubuh jadi lebih lama sembuh.

Sebagai contoh obat kemoterapi dan radioterapi dapat mengganggu kerja


sistem imun yang berdampak pada proses penyembuhan luka. Obat
antibiotik dapat membunuh bakteri baik sehingga risiko infeksi pada luka
dapat meningkat. Terakhir obat antiradang juga bisa mengganggu
peradangan yang diperlukan dalam proses penyembuhan luka.
5.Sirkulasidarahburuk

Bagaimana luka bisa sembuh pada dasarnya karena peran darah merah
membawa apa yang dibutuhkan untuk sel-sel baru tumbuh. Oleh sebab itu
bila seseorang memiliki sirkulasi darah yang buruk di area luka maka
proses penyembuhan juga jadi akan lebih lama.

Kondisi seperti diabetes, penyumbatan arteri, penggumpalan darah,


hingga obesitas dapat jadi penyebab buruknya sirkulasi darah.

6.Ulkuskulit

Ulkus kulit atau oleh orang awam disebut eksim basah merupakan luka
yang disebabkan oleh tekanan berlebih. Bila seseorang misalnya tidak
bisa bangun dari tempat tidur untuk waktu yang lama maka akan ada
tekanan pada bagian tubuh yang bersentuhan langsung dengan kasur.

Tekanan tersebut dapat menyebabkan munculnya luka dengan tingkat


keparahan tertentu. Bila luka masih ringan maka bisa sembuh dengan
sendirinya, namun bila sudah berat dibutuhkan pengobatan medis.

7.Minumalkohol

Satu studi tahun 2014 yang dipublikasi di jurnal Alcoholism: Clinical and
Experimental Research menyebut bahwa konsumsi alkohol juga bisa
memperlambat penyembuhan luka. Alasannya karena orang yang sering
minum-minum dapat pengurangan sel darah putih yang berperan melawan
infeksi.
1.7 Komplikasi Penyembuhan Luka
Menurut Potter & Perry (2006) komplikasi penyembuhan luka meliputi :
a. Infeksi
Invasi bakteri pada luka dapat terjadi pada saat trauma, selama
pembedahan atau setelah pembedahan. Gejala dari infeksi sering muncul
dalam 2-7 hari setelah pembedahan. Gejalanya berupa infeksi termasuk
adanya purulen, peningkatan drainase, nyeri, kemerahan, bengkak
disekeliling luka, peningkatan suhu, dan peningkatan jumlah sel darah
putih.
b. Dehisen
Dehisen adalah terpisahnya lapisan luka secara parsial atau total.
Dehisen sering terjadi pada luka pembedahan abdomen dan terjadi
setelah regangan mendadak, misalnya batuk, muntah atau duduk tegak di
tempat tidur.
c. Eviserasi
Terpisahnya lapisan luka secara total dapat menimbulkan eviserasi
(keluarnya organ viseral melalui luka yang terbuka). Bila terjadi evisersasi,
perawat meletakkan handuk steril yang dibasahi dengan salin normal steril
di atas jaringan yang keluar untuk mencegah masuknya bakteri dan
kekeringan pada jaringan tersebut.
d. Fistul
Fistul adalah saluran abnormal yang berada diantara dua buah organ
atau diantara organ dan bagian luar tubuh.
1.8 Pengkajian Luka
Pengkajian luka yang dilakukan perawat dapat menghasilkan data
yang actual. Pengkajian dilakukan untuk :
1. Memperoleh informasi tentang keadaan kesehatan pasien
2. Menentukan masalah keperawatan dan kesehatan pasien
3. Menilai keadaan kesehatan pasien
4. Membuat keputusan yang tepat dalam menentukan langkah – langkah
berikutnya.

a. pengkajian dasar luka

Contoh Pengkajian luka

Luka pada bagian abdomen.


1.9 warna luka dan gambarnya
a. Warna Merah
 Luka bersih
 Banyak vaskularisasi
 Tujuan perawatan luka : Mempertahankan lingkungan yang
lembab, mencegah terjadinya trauma atau perdarahan dan infeksi.
b. Warna kuning
 Kuning,kuning kecoklatan,pucat.
 Merupakan luka terkontaminasi atau terinfeksi
 Avaskularasi
c. Hijau
 Merupakan luka infeksi biasanya oleh pseudomonas
 Tujuan perawatan luka infeksi managemen eksudat
dabdomen.
d. Pink
 Luka mengalami epitelisasi, lindungi luka dari trauma
e. Hitam
 Merupakan jaringan nekrosis
 Avaskularisasi

2.1 SOP PERAWATAN LUKA KRONIK


A. PENGERTIAN
Merawat luka untuk mempercepat proses penyembuhan luka

B. TUJUAN
1. meningkatkan penyembuhan luka
2. merangsang pertumbuhan jaringan
3. melindungi luka dari kontaminasi
4. mencegah terjadinya infeksi lanjutan

C. INDIKASI
luka kronik ( Luka dekubitus, venous, arteri, diabetik )
D. PERSIAPAN ALAT
1. Alat-alat steril
a. Pinset anatomois 1 buah
b. Pinset cirugis 1 buah
c. Gunting bedah/jaringan 1 buah
d. Kassa steril dalam kom tertutp secukupnya
e. Sarung tangan steri 1 pasang
f. Infus set yang sudah dimodifikasi ( bila diperlukan)
g. Korentang/forcep
2. Alat-alat tidak steril
a. Perlak dan pengalas
b. Plester
c. Gunting perban
d. Sarung tangan tidak steril pasang
e. Masker
f. Air hangat
g. Sabun cair anti septik
h. Lampu sollux (bila diperlukan)
i. Nierbeken 2 buah
j. Normal saline / NaCl 9%
k. Obat/ zalf sesuai instruksi dokter
l. Madu
m. Bantalan kapas
n. Talk/ lation

E. PELAKSANAAN
1. Jelaskan pada pasien tentang tindakan yang akan dilakukan
2. Pasang sampiran
3. Perawat cuci tangan
4. Pasang masker dan sarung tangan yang tidak steril
5. Baringkan pasien dengan nyaman dengan area dekubitus dan kulit sekitar mudah
diskses
6. Letakkan perlak dan pengalasnya dibawah area luka
7. Letakkan neirbeken didekat pasien
8. Buka balutan lama (hati-hati jangan sampai menyentuh luka), letakkan balutan
kotor ke neirbeken lalu buang kekantong plastic, hindari kontaminasi dengan
permukaan luar wadah
9. Kaji luka dekubitus dan kulit sekitar untuk menentukan derajat luka
- perhatikan warna, kelembapan dan penampilan kulit sekitar luka
- ukur diameter yang dapat diperkirakan
- ukur kedalaman luka
10. Cuci kulit sekitar luka dengan lembut dengan air hangat dan sabun, dengan
kassa cuci secara menyeluruh dan menggosok sekeliling luka secara bergantian
selama 1 – 2 menit
11. Dengan perlahan keringkan kulit secara menyeluruh dengan kassa steril yang
kering
12. Buka sarung tangan dan ganti dengan yang steril
13. Bersihkan luka dengan normal saline dengan cara bathing or shower, bila
terdapat pocket dan pus lakukan irigasi dengan menggunakan infus set steril yang
sudah dimodifikasi.
14. Bagian luka yang basah dapat dikeringkan menggunakan kassa steril
15. Bila ada instruksi dari dokter dapat dilakukan nekrotomy/ debridement pada luka
yang nekrosis. (Debridement dat juga dilaksanakan dikiamar operasi)
16. bersihkan luka kembali dengan normal saline dengan cara bathing or shower
17. keringkan luka dengan kassa steril
18. Bagian yang luka diberi obat yang telah ditentukan. Ratakan obat/ zalf dengan
menggosok telapak tangan kuat – kuat, oleskan zalf dengan tipis secara merata
diatas luka dan daerah yang nekrotik. Jangan mengoleskan pada kulit sekitar luka
atau dengan mengunakan terapi kompres madu
19. Tutup luka dengan kassa steril yang telah dibasahi dengan menggunakan
normal saline dan madu
20. Kemudian diberi lapisan lagi menggunakan kassa steril tebal dan diplester
dengan baik. (Pada luka venous/ arteri, lanjutkan balut luka dengan menggunakan
elastis verban)
21. Bagian kulit yang baik/ belum terkena dekubitus atau terdapat luka dekubitus
derajat I dapat digosok dengan menggunakan lation dan dimassage dengan teknik
back rub secara melingkar lalu diberi talk tipis – tipis
22. Angkat perlak
23. Ubah posisi pasien, usahakan bagian yang luka tidak terjadi penekanan
24. Anjurkan kepada pasien dan keluarga untuk melakukan perubahan posisi
minimal setiap 1 jam sekali
25. Buka sarung tangan dan letakan kedalam neirbeken
26. Buka masker
27. Rapikan alat – alat
28. Buka sampiran
29. Perawat mencuci tangan
30. Catat hasil tindakan, respon pasien, laporkan bila adanya penyimpangan pada
luka atau bila terjadi infeksi

F. HAL – HAL YANG PERLU DIPERHATIKAN


1. Jaringan yang nekrosis lakukan nekrotomy
2. Perhatikan prinsip sterilitas
3. Pada penderita yang alergi terhadap plester, gunakan gurita/ plester khusus
4. Dalam perawatan luka perhatikan sirkulasi udara dalam ruangan
5. lingkungan sekitar pasien harus bersih

2.2 Bahan-bahan pada Perawatan Luka


Perawatan luka menggunakan berbagai bahan perawatan antara lain
balutan, larutan pembersih, larutan antiseptik, balutan sekunder dan
semprotan perekat.
a. Pembalut luka
Pembalutan luka bertujuan untuk mengabsorsi eksudat dan
melindungi luka dari kontaminasi eksogen. Penggunaan balutan juga
harus disesuaikan dengan karakteristik luka.
Jenis-jenis balutan antara lain :
1. Balutan kering
Luka-luka dengan kulit yang masih utuh atau tepi kulit yang
dipertautkan mempunyai permukaan yang kering sehingga balutan tidak
akan melekat, maka pada keadaan seperti ini paling sering digunakan
kasa dengan jala-jala yang lebar, kasa ini akan melindungi luka dan
memungkinkan sirkulasi udara yang baik melalui balutan. Dengan
demikian uap lembab dari kulit dapat menguap dan balutan tetap kering
(Schrock, 1995).

2. Balutan basah kering


Balutan kasa terbuat dari tenunan dan serat non tenunan, rayon,
poliester, atau kombinasi dari serat lainnya. Kasa dari kapas
digunakan sebagai pembalut pertama dan kedua, kasa tersedia
sebagai pembalut luka, spons, pembalut melingkar dan kaus kaki.
Berbagai produk tenunan ada yang kasar dan berlubang, tergantung
pada benangnya. Kasa berlubang yang baik sering digunakan untuk
membungkus, seperti balutan basah lembab normal salin. Kasa
katun kasar, seperti balutan basah lembab normal salin, digunakan
untuk debridemen non selektif (mengangkat debris atau jaringan
yang mati).
3. Balutan modern
Kemajuan ilmu pengetahuan dalam perawatan luka telah mengalami
perkembangan yang sangat pesat. Hal ini tidak terlepas dari dukungan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Perkembangan ilmu
tersebut dapat dilihat dari banyaknya inovasi terbaru dalam perkembangan
produk bahan pembalut luka modern. Bahan pembalut luka modern adalah
produk pembalut hasil teknologi tinggi yang mampu mengontrol kelembapan
disekitar luka. Bahan balutan luka modern ini di disesuaikan dengan jenis
luka dan eksudat yang menyertainya. Jenis-jenis balutan luka yang mampu
mempertahankan kelembaban antara lain (Briant, 2007) :
a. Alginat
Alginat banyak terkandung dalam rumput laut cokelat dan
kualitasnya bervariasi. Polisakarida ini digunakan untuk bahan regenerasi
pembuluh darah, kulit, tulang rawan, ikatan sendi dan sebagainya. Apabila
pembalut luka dari alginat kontak dengan luka, maka akan terjadi infeksi
dengan eksudat, menghasilkan suatu jel natrium alginat. Jel ini bersifat
hidrofilik, dapat ditembus oleh oksigen tapi tidak oleh bakteri dan dapat
mempercepat pertumbuhan jaringan baru. Selain itu bahan yang berasal
dari alginat memiliki daya absorpsi tinggi, dapat menutup luka, menjaga
keseimbangan lembab disekitar luka, mudah digunakan, bersifat elastis.
antibakteri, dan nontoksik.
Alginat adalah balutan primer dan membutuhkan balutan sekunder
seperti film semi-permiabel, foam sebagai penutup. Hal ini disebabkan
karena balutan ini menyerap eksudat, memberi kelembaban, dan
melindungi kulit di sekitarnya agar tidak mudah rusak. Untuk memperoleh
hasil yang optimal balutan ini harus diganti sekali sehari. Balutan ini
dindikasi untuk luka superfisial dengan eksudat sedang sampai banyak
dan untuk luka dalam dengan eksudat sedang sampai banyak sedangkan
kontraindikasinya adalah tidak dinjurkan untuk membalut luka pada luka
bakar derajat III.
b. Hidrogel
Hidrogel tersedia dalam bentuk lembaran (seperti serat kasa, atau
jel) yang tidak berperekat yang mengandung polimer hidrofil berikatan
silang yang dapat menyerap air dalam volume yang cukup besar tanpa
merusak kekompakkan atau struktur bahan. Jel akan memberi rasa sejuk
dan dingin pada luka, yang akan meningkatkan rasa nyaman pasien. Jel
diletakkan langsung diatas permukaan luka, dan biasanya dibalut dengan
balutan sekunder (foam atau kasa) untuk mempertahankan kelembaban
sesuai level yang dibutuhkan untuk mendukung penyembuhan luka.
Indikasi balutan ini adalah digunakan pada jenis luka dengan cairan yang
sedikit sedangkan kontraindikasinya adalah luka yang banyak
mengeluarkan cairn
c. Foam Silikon Lunak
Balutan jenis ini menggunakan bahan silikon yang direkatkan, pada
permukaan yang kontak dengan luka. Silikon membantu mencegah
balutan foam melekat pada permukaan luka atau sekitar kulit pada pinggir
luka.Hasilnya menghindarkan luka dari trauma akibat balutan saat
mengganti balutan, dan membantu proses penyembuhan. Balutan luka
silikon lunak ini dirancang untuk luka dengan drainase dan luas.

d. Hidrokoloid
Balutan hidrokoloid bersifat ”water-loving” dirancang elastis dan
merekat yang mengandung jell seperti pektin atau gelatin dan bahan-
bahan absorben atau penyerap lainnya. Balutan hidrokoloid bersifat
semipermiabel, semipoliuretan padat mengandung partikel hidroaktif yang
akan mengembang atau membentuk jel karena menyerap cairan luka. Bila
dikenakan pada luka, drainase dari luka berinteraksi dengan komponen-
komponen dari balutan untuk membentuk seperti jel yang menciptakan
lingkungan yang lembab yang dapat merangsang pertumbuhan jaringan
sel untuk penyembuhan luka. Balutan hidrokoloid ada dalam bermacam
bentuk, ukuran, dan ketebalan. Balutan hidrokoloid digunakan pada luka
dengan jumlah drainase sedikit atau sedang. Balutan jenis ini biasanya
diganti satu kali selama 5-7 hari, tergantung pada metode aplikasinya,
lokasi luka, derajat paparan kerutan-kerutan dan potongan-potongan, dan
inkontinensia. Balutan ini diindikasi kan pada luka pada kaki, luka
bernanah, sedangkan kontraindikasi balutan ini adalah tidak digunakan
pada luka yang terinfeksi.
e. Hidrofiber
Hidrofiber merupakan balutan yang sangat lunak dan bukan tenunan
atau balutan pita yang terbuat dari serat sodium carboxymethylcellusole,
beberapa bahan penyerap sama dengan yang digunakan pada balutan
hidrokoloid. Komponen-komponen balutan akan berinteraksi dengan
drainase dari luka untuk
2.3 Penggunaan Bahan pada Berbagai Luka

a.Perawatan luka berdasarkan karakteristik luka


1 Perawatan luka yang memiliki jaringan nekrotik
Jaringan nekrotik sering dijumpai pada luka kronis seperti ulkus
iskemi, ulkus neuropatik, ulkus vena, dan ulkus dekubitus. Debridemen
adalah pengangkatan jaringan yang sudah mengalami nekrosis yang
bertujuan untuk menyokong pemulihan luka. Indikasi debridemen
adalah luka akut atau kronik dengan jaringan nekrosis, luka terinfeksi
dengan jaringan nekrotik. Pemilihan metode debridemen harus
berdasarkan karakteristik jaringan nekrotik yang ada pada luka klien.
Menurut Suriadi (2004) ada beberapa cara debridemen diantaranya :
1. Debridemen mekanik, yaitu dengan kompres basah kering (wet to dry),
hidroterapi, dan irigasi luka. Metode debridemen mekanik ini
diindikasikan untuk luka dengan jumlah jaringan nekrotik yang banyak dan
luka infeksi. Dengan demikian pemantauaan untuk daerah yang terkena mudah
untuk dilakukan.

2. Debridemen pembedahan (surgical), yaitu dengan bedah insisi.


Metode ini merupakan cara yang paling cepat untuk membuang jaringan
nekrotik dalam jumlah banyak. Dampak negatif dari debridemen ini adalah
peningkatan resiko pasien terhadap perdarahan, anestesi, dan sepsis. Fakta
yang sering terjadi adalah banyak infeksi yang terjadi setelah operasi terutama
pada orang-orang yang memiliki status kesehatan yang tidak optimal.

3. Debridemen autolisis, yaitu lisisnya jaringan nekrotik dengan


sendirinya oleh enzim badan sel darah putih, yang memasuki daerah
luka selama proses inflamasi. Debridemen autolisis hanya digunakan
pada klien yang tidak terinfeksi dengan jumlah jaringan nekrotik yang
terbatas. Debridemen autolisis ini dapat dilakukan dengan
menggunakan balutan yang dapat mempertahankan kelembaban
seperti hidrokoloid, hidrogel, alginat.

2. Penatalaksanaan luka yang terinfeksi


Kebanyakan luka kronis dikontaminasi oleh mikroorganisme yang sangat
banyak yang tampaknya tidak memperlambat proses penyembuhan.Pada
luka infeksi yang menghasilkan bau dapat menggunakan balutan arang
aktif (Activated charcoal dressing) sebagai penghilang rasa bau
(deodoriser) yang efektif. Jika terdapat eksudat dalam jumlah yang tidak
terlalu banyak, maka balutan busa yang menyerap dan dilapisi arang
(Morrison, 2004).
3. Penatalaksanaan luka dengan banyak eksudat
Sekalipun jaringan nekrotik dan jaringan tampak jelas terinfeksi telah
diangkat dari bidang luka, luka dapat terus menghasilkan eksudat dalam
jumlah banyak yang dapat menembus balutan non-oklusif dan
meningkatkan risiko infeksi luka. Eksudat dapat juga mengikis tepi luka
jika jaringan sekitarnya menjadi terendam air. Volume eksudat berkurang
pada waktunya, tetapi sampai stadium tersebut diperlukan balutan yang
bisa menyerap dan tidak melekat. (Morrison, 2004).
Luka-luka yang bereksudat dibagi ke dalam tiga kategori, tergantung
kedalaman dan tingkat eksudat yang dihasilkan (Morrison, 2004), antara
lain :
a. Untuk luka-luka superfisial dengan eksudat sedikit sampai sedang,
pemilihan balutan meliputi: Lembaran hidrokoloid. Lembar balutan
ini tidak memerlukan balutan sekunder dan cukup mudah untuk
melihat kapan balutan tersebut perlu diganti.

b. Untuk luka superfisial dengan eksudat sedang sampai banyak,


pilihan balutan seperti balutan alginat.
c. Untuk luka dalam dengan eksudat sedang sampai banyak, pilihan
balutan meliputi: granula atau pasta hidrokoloid, hidrogel yang
bergranulasi balutan alginat, balutan alginat dalam bentuk pita atau
tali sangat berguna untuk membungkus luka yang sempit, balutan
busa.

4. Perawatan luka dalam yang bersih dengan sedikit eksudat


Bila jumlah eksudat sudah berkurang, maka silastic foam merupakan
suatu cara pembalutan yang sangat bermanfaat khususnya pada luka
dalam yang bersih berbentuk cawan, seperti sinus pilonidal yang sudah
dieksisi, atau dekubitus luas didaerah sakrum. Untuk luka yang lebih kecil,
pasien atau yang memberi perawatan, dapat melakukan desinfeksi dua
kali sehari dengan foam stent atau menutup luka tersebut.
b. Perawatan luka berdasarkan etiologinya (Suriadi, 2004)
1. Luka insisi bedah
Lakukan pengkajian kondisi area operasi yang meliputi kondisi
balutan, adanya perdarahan, drain, insisi atau jahitan. Lakukan
pembersihan luka dimulai pada pusat luka ke arah keluar dan secara
perlahan-lahan karena luka setelah operasi terdapat sedikit edema.
Gunakan normal salin untuk membersihkan luka. Hindari penggunaan
larutan yang bersifat sitotoksik seperti hydrogen perokside dan povidone
iodine karena dapat merusak jaringan dan memperlambat penyembuhan
luka. Pertahankan kondisi luka tetap bersih dan termasuk lingkungan
tempat tidur pasien. Penggantian balutan tergantung pada kondisi balutan
bersih atau kotor. Bila kondisi balutan kering dan bersih balutan diganti 2
atau 3 hari sekali setelah operasi dan juga tergantung jenis balutan yang
digunakan. Jenis balutan yang disarankan adalah balutan yang dapat
mempertahankan kelembaban. Penggunaan kasa dan salin normal, saat
penggantian balutan kering akan menekan permukaan yang
mengakibatkan pertumbuhan jaringan sehat yang terganggu dan
menimbulkan rasa nyeri.
2. Ulkus Arteri
Lakukan pengkajian tanda-tanda infeksi, bila keadaan luka kering
dan eskar keras, jangan lakukan debridemen. Hindari terapi (kompresi)
karena dapat menghambat aliran darah. Lakukan balutan dengan teknik
steril dan pertahankan lingkungan dalam keadaan lembab. Gunakan
balutan hidrokoloid jika ada untuk menjaga kelembaban lingkungan luka.
Pada saat berbaring posisi kepala ditinggikan 5 sampai 7 derajat yang
bertujuan untuk menyokong sirkulasi daerah kulit dan ke bagian
ekstremitas.
3.Ulkus Vena
Lakukan pengkajian kondisi area luka. Ganti balutan dengan teknik
steril. Bersihkan luka dengan salin normal. Bila terdapat jaringan nekrotik
lakukan debridemen. Lakukan terapi kompresi, yang bertujuan untuk
memperlancar aliran limfatik, reduksi tekanan vena superfisial dan
mengurangi aliran balik ke pembuluh vena yang dalam. Pemberian obat
topikal tergantung jumlah eksudat dan ukuran luka, ada tidaknya infeksi dan
karakteristik sekeliling luka. Apabila menggunakan balutan untuk kelembaban
lingkungan dapat menggunakan hidrokoloid, transparan film, dan foam.
Lakukan peninggian posisi pada daerah kaki, hal yang dapat meningkatkan
sensitivitas pada sekeliling luka.; hindari larutan atimikrobial, hindari bahan
yang sifatnya lengket. Prinsip perawatan luka pada ulkus vena adalah
meningkatkan pengisian kembali ke vena, yang akan menyebabkan statis
vena menurun
4. Neuropati perifer ulkus diabetik
Penggunaan balutan pada neoropatik perifer ulkus diabetik dapat
disesuaikan dengan jumlah eksudat yang dihasilkan oleh luka. Balutan
yang sering digunakan adalah hidrogel. Balutan ini digunakan ketika luka
sedang kering dengan tujuan menghasilkan sedikit cairan untuk
melembabkan permukaan luka. Balutan foam digunakan ketika luka
menghasilkan cairan eksudat yang banyak sampai sedang dan balutan
alginat digunakan ketika luka menghasilkan banyak cairan eksudat.
5. Ulkus Dekubitus
Perawatan luka dekubitus mencakup 3 prinsip : debridemen,
pembersihan dan dressing. Debridemen dilakukan untuk mencegah
infeksi yang lebih luas. Debridemen bertujuan untuk mengangkat jaringan
yang sudah mengalami nekrosis. Pada setiap luka yang akan diganti
selalu dibersihkan. Bahan-bahan yang perlu dihindari untuk
membersihkan luka seperti povidone iodine, larutan sodium hypoclorite.
Gunakan normal salin sebagai larutan pembersih luka. Gunakan balutan
hidrokoloid, tetapi jika luka menghasilkan banyak cairan eksudat (lebih
dari 50% balutan primer dalam rentang waktu kurang dari 24 jam dan
balutan sekunder telah basah)gunakanlagi

Anda mungkin juga menyukai