2.1. Definisi
Dalam konsep dasar kulit ini termasuk di dalamnya kerusakan integritas
kulit. Kerusakan integritas kulit adalah kondisi dimana individu mengalami atau
beresiko mengalami perubahan atau gangguan epidermis dan atau dermis pada
lapisan kulit (NANDA. 2012).
Dari pengertian tersebut, maka hal itu akan menyebabkan luka.
Sedangkan pengertian luka adalah hilang atau rusaknya sebagian jaringan tubuh.
Keadaan ini dapat disebabkan oleh trauma benda tajam atau tumpul, perubahan suhu,
zat kimia, ledakan, sengatan listrik, atau gigitan hewan (R. Sjamsuhidajat dan Wim
De Jong, 2004).
2. Dermis adalah lapisan kulit yang tersusun atas jaringan fibrus dan jaringan ikat
yang elastik. Lapisan kulit yang lebih tebal berisi ikatan kolagen dan serat elastis
menyokong epidermis. Ujung akhir saraf sensoris, yaitu puting peraba, terletak di
dalam dermis.
Pelengkap Kulit : rambut, kuku, dan kelenjar sebaseus.
Fungsi Kulit
1. Perlindungan
Lapisan epidermis atau lapisan terkematu merupakan lapisan perlindungan
daripada kemasukan bakteria, ini merupakan perlindungan tahap pertama.
Lapisan berkematu yang senantiasa gugur, menyebabkan bakteria sukar
membiak dan bertapak tetap pada kulit.
2. Kulit sebagai organ pengatur panas
Kulit adalah orga utama yang berurusan dengan pelepasan panas dari
tubuh, dengan cara:
Penguapan: jumlah keringat yang dibuat tergantung dari banyaknya
darah yang mengalir melalui pembuluh dalam kulit
Pemancaran: panas dilepas pada udara sekitar
Konduksi: panas dialihkan ke benda yang disentuh.
Konveksi: udara yang telah menyentuh permukaan tubuh diganti
dengan udara yang lebih dingin
3. Kulit sebagai indra peraba
Rasa sentuhan disebabkan rangsangan pada jung saraf di dalam kulit,
berbeda-beda menurut ujung saraf yang dirangsang.
4. Tempat penyimpanan air
Kulit pada bagian bawah bekerja sebagai tempat penyimpanan air, jaringan
adipose di bawah kulit merupakan tempat penyimpanan lemak yang utama
pada tubuh.
5. Sintesis vitamin D
Apabila lapisan kulit ini terdedah kepada sinaran ultraungu, sinaran
ultraungu ini akan diserap oleh kulit dan bertindak ke atas prekursor,
seterusnya menukarkannya kepada vitamin D.
2.3. Etiologi
Menurut Aziz Alimul (2008) berdasarkan penyebabnya, luka dibagai
menjadi dua yaitu :
a. Luka Mekanik yaitu terdiri atas :
1. Vulnus scissum atau luka sayat akibat benda tajam. Pinggir luka
kelihatan rapi.
2. Vulnus contusum, luka memar dikarenakan cedera pada jaringan
bawah kulit akibat benturan benda tumpul.
3. Vulnus kaceratum, luka robek akibat terkena mesin atau benda
lainnya yang menyebabkan robeknya jaringan rusak yang dalam.
4. Vulnus punctum, luka tusuk yang kecil di bagian luar ( bagian
mulut luka), akan tetapi besar di bagian dalamnya.
5. Vulnus seloferadum, luka tembak akibat tembakan peluru. Bagian
tepi luka tampak kehitam-hitaman.
6. Vulnus morcum, luka gigitan yang tidak jelas bentuknya pada
bagian luka.
7. Vulnus abrasion, luka terkikis yang terjadi pada bagian luka dan
tidak sampai ke pembuluh darah.
b. Luka nonmekanik terdiri atas luka akibat zat kimia, termik, radiasi, atau
sengatan listrik.
2.4. Jenis dan Tipe Luka
Menurut Aziz Alimul (2008) luka terbagi menjadi beberapa macam,
yaitu:
a. Berdasarkan Sifat Kejadian
1. Intendonal Traumas (luka disengaja)
Luka terjadi karena proses terapi seperti operasi atau radiasi.
2. Luka terjadi karena kesalahan seperti fraktur karena kecelakaan lalu
lintas( luka tidak disengaja)
Luka tidak disengaja dapat berupa :
Luka tertutup: Jika kulit tidak robek atau disebut juga dengan
luka memar yang terjadi.
Luka terbuka : Jika kulit atau jaringan dibawahnya robek dan
kelihatan seperti luka abrasio (Luka akibat gesekan), Luka
Puncture (Luka akibat tusukan), hautration (Luka akibat alat
perawatan luka).
b. Menurut tingkat kontaminasi terhadap luka.
1. Luka bersih (clean wounds)
Yaitu luka takterinfeksi yang mana tidak terjadi proses peradangan
dan infeksi pada system pernapasan, pencernaan, genital dan urinary
tidak terjadi.
2. Luka bersih terkontaminasi (clean contamined wounds)
Merupakan luka pembedahan dimana saluran respirasi, pencernaan,
genital atau perkemihan dalam kondisi terkontol, kontaminasi tidak
selalu terjad.
3. Luka terkontaminasi (contamined wounds)
Termasuk luka terbuka. fresh, luka akibat kecelakaan dan operasi
dengan kerusakan besar dengan teknik aseptic atau kontaminasi dari
saluran cerna.
4.Luka kotor atau infeksi (dirty or infected wounds)
Yaitu terdapatnya mikor organisme pada luka.
b. Fase proliferasi
Fase proliferasi disebut juga fase fibroplasia karen ayang menonjol
adalah proses prolifirasi fibroblast. Fase ini berlangsung dari akhir fase inflamsi
kira-kira akhir minggu ketiga. Fibroblast berasal dari sel mesenkim yang belum
diferensiasi, menghasilkan ukopolisakarida, asam aminoglisin, dan prolin yang
merupakan bahan dasar kolagen serat yang akan mempertautkan tepi luka.
Pada fase ini, serat-serat dibentuk dan dihancurkan kembali untuk
penyesuain diri dengan tegangan pada luka yang cenderung mebgerut. Sifat ini,
bersama dengan sifat kontraktil miofibroblast, menyebabkan tarikan pada tepi
luka mencapai 25% jaringan normal. Nantinya, dalam proses penyudahan,
kekuatan serat kolagen bertambah karena ikatan intramolekul.
Pada fase fiblroflasi ini, luka dipenuhi sel radang, fibroblast, dan
kolagen., membentuk jaringan berwarna kemerahan dengan permukaan yang
berbenjol halus yang disebut jaringan granulasi. Epitel tepi yang terdiri dari atas
sel basal terlepas dari dasar dan perpindah mengisi parmukaan luaka. Tempatnya
kemudian diisi oleh sel baru yang yang terbentuk dari sel proses mitosis. Proses
migrasi hanya terjadi kearah yang lebih rendah atau datar. Proses ini baru
berhenti setelah epitel saling menyentuhdan menutup semua permukaan luka.
Dengan tertutupnya permukaan luka, proses fibro flasia dengan pembentukan
jaringan granulasi juga akan berhenti dan mulailah proses pamatangan dalam
fase penyudahan.
c. Fase penyudahan
Fase Penyudahan ini terjadi proses pematangan yang terdiri atas
penyerapan kembali jaringan berlebih, pengerutan sesuai dengan gaya gravitasi,
dan akhirnya perumpamaan kembali jaringan yang baru dibentuk. Fase ini dapat
berlangsung berbulan-bulan dan dinyatakan berakhir kalau semua tanda radang
sudah lenyap. Tubuh berusaha menormalkan kembali semua yang abnormal
karena proses penyembuhan. Udem dan sel radang diserap dan sisanya mengerut
sesuai dengan regangan yang ada. Selama ini dihasilkan jaringan parut yang
pucat tipis dan lemas, serta mudah digerakkan dari dasar. Terlihat pengerutan
maksimal pada luka. Pada akhir fase ini permukaan luka kulit mampu menahan
regangan kira-kira 80 % kemampuan kulit normal. Hal ini tercapai kira-kira 3-6
bulan setelah penyembuhan. Permukaan luka tulang (patah tulang) memerlukan
waktu satu tahun atau lebih untuk membentuk jaringa yang normal secara
histologi secara bentuk.
Hidayat, Aziz. Alimul, 2008, Pengantar KDM, Aplikasi Konsep dan Proses
Keperawatan, Jakarta : Salemba Medika
Pearce, Evelin, 1999, Anatomi dan Fisiologi untuk Para Medis, Jakarta : PT
Gramedia
Sjamsuhidajat, R & Wim de Jong, 2004, Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi 2,
Jakarta: EGC