Anda di halaman 1dari 27

BAB I

LUKA (VULNUS)

A. PENDAHULUAN

Hampir semua orang pernah mengalami luka, misalnya teriris pisau ketika
memasak di dapur, terjatuh, kecelakaan lalu lintas atau mengalami luka
bakarakibat kontak dengan benda panas.
Ada luka yang dapat sembuh sendiri, misalnya pada luka baru yang kecil,
superfisial (hanya mengenai lapisan kulit paling atas) serta tidak terkontaminasi,
dan ada luka yang memerlukan intervensi untuk penyembuhannya, misalnya
dengan penjahitan luka, penggunaan wound dressing, atau dengan pemberian
obat.
Penyembuhan luka adalah proses regenerasi jaringan yang mengalami
luka. Penyembuhan luka merupakan suatu proses kompleks yang terdiri dari
beberapa tahap atau fase dan melibatkan banyak faktor seperti jenis luka,
penyebab luka, ada tidaknya infeksi, nutrisi dan sebagainya.
Proses penyembuhan luka akan lebih cepat dalam lingkungan luka yang
lembab (moist environment). Untuk mendapatkan atau mempertahankan
lingkungan yang lembab, dapat dilakukan antara lain dengan mengaplikasikan
wound dressing di atas permukaan luka. Terdapat beberapa jenis wound dressing
yang tersedia saat ini, misalnya kasa, tule, film, dll.

B. STRUKTUR DAN FUNGSI KULIT1,2

Kulit tersusun atas beberapa lapisan, yaitu:


1. Epidermis (lapisan paling luar)

Terdiri atas:
a. Stratum korneum (lapisan tanduk)
Merupakan bagian epidermis yang paling atas yang terdiri dari beberapa
lapisan sel mati. Lapisan ini terus-menerus mengelupas secara teratur

1
(deskuamasi) dan digantikan dengan lapisan baru yang berasal dari lapisan
di bawahnya
b. Stratum lusidum
Terdapat langsung di bawah stratum korneum dan hanya terdiri tas 2-3 lapis
sel.
c. Stratum granulosum
Terdapat di bawah stratum lusidum dan terdiri atas 2-3 lapis sel.
d. Stratum spinosum
Terdapat di bawah stratum granulosum dan sel-selnya mengandung banyak
glikogen.
e. Stratum basale
Merupakan lapisan epidermis yang paling bawah. Terdiri atas 2 jenis sel
yaitu:
a. Sel-sel kolumnar
b. Sel-sel pembentuk melanin (melanosit) yang mengandung
butirbutir pigmen (melanosome).

2. Dermis
Merupakan lapisan yang terdapat di bawah lapisan epidermis di mana
dalam lapisan ini terdapat kelenjar sebasea (kelenjar minyak), kelenjar keringat,
ujung saraf, pembuluh darah, akar rambut, serabut kolagen, serabut elastin,
bahan proteoglikan serta glikosaminoglikan. Kelenjar sebasea menghasilkan
sebum/lemak kulit yang berperan dalam fungsi barier kulit.
Secara garis besar dermis dibagi menjadi 2 bagian, yaitu:
a. Pars papilare
Yaitu bagian yang menonjol ke epidermis, berisi ujung serabut saraf dan
pembuluh darah.
b. Pars retikulare
Yaitu bagian di bawahnya yang menonjol ke arah subkutan, terdiri atas
serabut kolagen, elastin, dan retikulin.
2
3. Subkutis
Merupakan kelanjutan dari lapisan dermis, terdiri atas jaringan ikat
longgar berisi sel-sel lemak yang berfungsi sebagai cadangan makanan. Pada
lapisan ini terdapat ujung-ujung saraf tepi, akar rambut, pembuluh darah dan
pembuluh getah bening.

Gambar 1. Penampang Kulit

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

3
II. 1 DEFINISI
Luka adalah keadaan hilang atau terputusnya kontinuitas jaringan tubuh.
Luka antara lain dapat mengakibatkan perdarahan, infeksi, kematian sel dan
gangguan sebagian atau seluruh fungsi organ.1,2,4

II. 2. JENIS-JENIS LUKA3,4,6


Secara garis besar luka dapat digolongkan menjadi:
1. Luka terbuka
Yaitu luka yang terpapar oleh udara karena adanya kerusakan pada kulit
tanpa atau disertai kerusakan jaringan di bawahnya. Luka terbuka
merupakan jenis luka yang banyak dijumpai.
Jenis-jenis luka terbuka antara lain:
a. Luka lecet (abrasi atau ekskoriasis)
Yaitu luka yang mengenai lapisan kulit paling atas (epidermis) yang
disebabkan oleh gesekan kulit dengan permukaan yang kasar.

Gambar 2. Luka lecet

b. Luka insisi atau luka iris (vulnus scissum)

4
Yaitu luka yang terjadi karena teriris oleh benda yang tajam dan rata
seperti silet atau pisau. Tepi luka tampak teratur. Misalnya luka operasi.

Gambar 3. Luka insisi

c. Luka robek (laserasi atau vulnus laceratum)


Yaitu luka yang disebabkan oleh benturan keras dengan benda tumpul.
Tepi luka biasanya tidak teratur.

Gambar 4. Luka robek

d. Luka tusuk (vulnus punctum)


Yaitu luka yang disebabkan oleh benda runcing yang menusuk
kulit,misalnya jarum atau paku.

5
Gambar 5. Luka tusuk

e. Luka karena gigitan (vulnus morsum)


Yaitu luka yang terjadi akibat gigitan hewan atau manusia. Bentuk luka
tergantung dari bentuk dan susunan gigi yang menggigit.

f. Luka tembak
Yaitu luka karena peluru dari tembakan senjata api.

Gambar 6. Luka tembak

g. Luka bakar (combustio)


Yaitu luka yang terjadi karena kontak dengan api atau benda panas
lainnya, zat kimia, terkena radiasi, aliran listrik atau petir. Berdasarkan
kedalaman luka, luka bakar digolongkan menjadi:

6
Gambar 7. Luka bakar

1) Luka bakar derajat 1 (luka superfisial)


Yaitu luka bakar yang mengenai lapisan epidermis kulit. Biasanya
hanya ditandai dengan kemerahan pada kulit dan rasa nyeri.
2) Luka derajat 2 (partial thickness burn)
Yaitu luka yang mengenai lapisan epidermis hingga dermis. dibagi
menjadi :
- Luka derajat 2 superfisial (superficial partial thickness wound)
Yaitu luka bakar yang mengenai lapisan epidermis hingga dermis
bagian atas. Dapat ditandai dengan adanya kemerahan pada kulit,
adanya lepuhan berisi cairan (blister atau bula) dan terasa sangat nyeri.
- Luka derajat 2 dalam (deep partial thickness wound)
Yaitu luka bakar yang mengenai lapisan epidermis hingga dermis
bagian bawah.
Biasanya tidak ditemukan adanya bula, namun luka biasanya basah
atau lembab.
3) Luka derajat 3 (full thickness burn)
Yaitu luka bakar yang mengenai lapisan epidermis hingga subkutan.
Biasanya luka terlihat pucat dan luka tidak terasa nyeri karena ujung
saraf pada luka telah rusak.

7
4) Luka derajat 4
Yaitu luka bakar yang mengenai lapisan epidermis, dermis, subkutan,
hingga otot, tendon atau tulang.

Gambar 8. Kedalaman luka bakar

Sedangkan untuk menentukan luas luka bakar dapat digunakan metode


rule of nine (cara mengukur luas luka bakar pada orang dewasa dimana tubuh
dibagi ke dalam daerah-daerah yang sama dengan kelipatan 9% luas
permukaan tubuh total).

Telapak tangan pasien : 1% luas permukaan tubuh pasien.


Kepala : 9% luas permukaan tubuh.
Lengan : 9% luas permukaan tubuh.
Dada :18% luas permukaan tubuh.
Punggung : 18% luas permukaan tubuh.
Tungkai : 18% luas permukaan tubuh.
8
2. Luka tertutup
Yaitu cedera pada jaringan di mana kulit masih utuh atau tidak mengalami
luka. Misalnya :
a. Luka memar (kontusio)
Merupakan cedera pada jaringan dan menyebabkan kerusakan kapiler
sehingga darah merembes ke jaringan sekitarnya. Biasanya disebabkan
oleh benturan dengan benda tumpul.

Gambar 10. Luka memar

b. Hematoma
Adalah pengumpulan darah setempat (biasanya menggumpal) di dalam organ atau
jaringan akibat pecahnya dinding pembuluh darah.

9
Gambar 11. Hematoma
Luka juga dapat digolongkan berdasarkan derajat kontaminasi yaitu:7
1. Luka bersih
Yaitu luka yang bersih tanpa kontaminasi, misalnya luka insisi dengan teknik
yang steril yang tidak mengenai saluran gastrointestinal, saluran
kemih, genital atau pernapasan. Tingkat infeksi : 1,5%
2. Luka bersih terkontaminasi
Yaitu luka bersih yang dapat terkontaminasi, misalnya luka insisi yang
mengenai saluran gastrointestinal, saluran kemih, genital atau pernapasan tetapi
sekresi saluran tersebut tidak mengenai luka operasi.
Tingkat infeksi : 7,7%

3. Luka terkontaminasi
Yaitu luka yang terkontaminasi, misalnya luka insisi pada organ yang
mengalami inflamasi atau luka insisi yang terkena sekresi saluran
gastrointestinal, saluran kemih, genital atau pernapasan atau luka insisi
dengan tindakan asepsis /antisepsis yang kurang. Tingkat infeksi :15,2%
4. Luka kotor
Yaitu luka yang kotor. Tingkat infeksi : 40%

Berdasarkan lamanya penyembuhan, luka dapat digolongkan menjadi:

10
a. Luka akut yaitu luka yang baru terjadi yang dapat sembuh sesuai dengan lama
fase penyembuhan yang normal (waktu penyembuhan luka dapat diperkirakan)
Contoh : luka lecet, luka robek, luka operasi tanpa komplikasi.
b. Luka kronik yaitu luka yang telah berlangsung lama karena mengalami
kegagalan dalam proses penyembuhan yang normal atau luka yang sering
kambuh (waktu penyembuhan luka tidak dapat diperkirakan) Contoh : ulkus pada
penderita diabetes melitus (ulkus diabetik atau kaki diabetik), ulkus akibat tekanan
(pressure ulcer), ulkus akibat gangguan vaskular, dll.
Ulkus adalah hilangnya jaringan epidermis sampai dermis atau jaringan di bawah
kulit.

Gambar 12. Ulkus

II. 3 JENIS PENYEMBUHAN LUKA 2,8


Penyembuhan luka adalah proses regenerasi jaringan yang mengalami luka.
Penyembuhan luka terbuka dibagi menjadi 3 yaitu:
1. Penyembuhan primer
Yaitu penyembuhan luka yang terjadi secara cepat dengan cara menyatukan tepi
luka secara langsung. Misalnya penyembuhan luka insisi pada pembedahan di
mana tepi luka disatukan dengan penjahitan, distaples atau diplester. Biasanya

11
penyembuhan jenis ini akan meninggalkan jaringan parut yang lebih halus dan
kecil disbanding dengan jenis penyembuhan luka lainnya.

Gambar 13. Penyembuhan primer

2. Penyembuhan sekunder (penyembuhan spontan)


Yaitu penyembuhan luka pada luka yang dibiarkan tetap terbuka. Luka akan
menutup spontan dengan kontraksi dan re-epitelisasi luka. Penyembuhan
sekunder memerlukan waktu yang lebih lama dan akan meninggalkan jaringan
parut yang kurang baik dibandingkan dengan penyembuhan primer. Misalnya
pada luka yang lebar.

Gambar 14. Penyembuhan sekunder

3. Penyembuhan tersier (delayed primary healing)

12
Yaitu penyembuhan luka dengan menutup luka beberapa hari pasca trauma.
Pada penyembuhan tersier, setelah debrideman (tindakan menghilangkan
jaringan yang mati dan benda asing pada luka), luka dibiarkan tetap terbuka
dalam waktu tertentu kemudian baru dilakukan penutupan luka dengan
penjahitan atau tandur kulit (skin graft). Misalnya pada luka yang terinfeksi
atau luka yang tidak beraturan yang akan menyebabkan infeksi bila langsung
dijahit.

Gambar 15. Penyembuhan tersier

II.4 FASE PENYEMBUHAN LUKA4,8-11


Dalam keadaan normal, proses penyembuhan luka mengalami 3 tahap atau 3 fase
yaitu:
1. Fase inflamasi
Fase ini terjadi sejak terjadinya injuri hingga sekitar hari kelima.
Pada fase inflamasi, terjadi proses:
a. Hemostasis (usaha tubuh untuk menghentikan perdarahan), di mana pada
proses ini terjadi:
 Konstriksi pembuluh darah (vasokonstriksi)
 Agregasi platelet dan pembentukan jala-jala fibrin
 Aktivasi serangkaian reaksi pembekuan darah
b. Inflamasi, di mana pada proses ini terjadi:
 Peningkatan permeabilitas kapiler dan vasodilatasi yang disertai dengan
migrasi sel-sel inflamasi ke lokasi luka.
 Proses penghancuran bakteri dan benda asing dari luka oleh neutrofil dan
makrofag

13
2. Fase proliferasi
Fase ini berlangsung sejak akhir fase inflamasi sampai sekitar 3 minggu. Fase
proliferasi disebut juga fase fibroplasia, dan terdiri dari proses:
a. Angiogenesis
Adalah proses pembentukan kapiler baru yang distimulasi oleh TNF- 2
untuk menghantarkan nutrisi dan oksigen ke daerah luka.
b. Granulasi
Yaitu pembentukan jaringan kemerahan yang mengandung kapiler pada
dasar luka (jaringan granulasi). Fibroblas pada bagian dalam luka
berproliferasi dan membentuk kolagen.

Gambar 16. Jaringan granulasi

c. Kontraksi
Pada fase ini, tepi-tepi luka akan tertarik ke arah tengah luka yang disebabkan
oleh kerja miofibroblas sehingga mengurangi luas luka. Proses ini
kemungkinan dimediasi oleh TGF-β.
d. Re-epitelisasi
Proses re-epitelisasi merupakan proses pembentukan epitel baru pada
permukaan luka. Sel-sel epitel bermigrasi dari tepi luka melintasi permukaan
luka. EGF berperan utama dalam proses ini.

14
3. Fase maturasi atau remodelling
Fase ini terjadi sejak akhir fase proliferasi dan dapat berlangsung berbulan-bulan.
Pada fase ini terjadi pembentukan kolagen lebih lanjut, penyerapan kembali sel-sel
radang, penutupan dan penyerapan kembali kapiler baru serta pemecahan kolagen
yang berlebih. Selama proses ini jaringan parut yang semula kemerahan dan tebal
akan berubah menjadi jaringan parut yang pucat dan tipis. Pada fase ini juga
terjadi pengerutan maksimal pada luka. Jaringan parut pada luka yang sembuh
tidak akan mencapai kekuatan regang kulit normal, tetapi hanya mencapai 80%
kekuatan regang kulit normal. Untuk mencapai penyembuhan yang optimal
diperlukan keseimbangan antara kolagen yang diproduksi dengan yang dipecah.
Kolagen yang berlebihan akan menyebabkan terjadinya penebalan jaringan parut
atau hypertrophic scar, sebaliknya produksi kolagen yang berkurang akan
menurunkan kekuatan jaringan parut dan luka tidak akan menutup dengan
sempurna.

15
Gambar 17. Fase penyembuhan luka

II.5 FAKTOR PENYEMBUHAN LUKA6,12


Meskipun proses penyembuhan luka sama bagi setiap penderita, namun hasil
penyembuhan yang dicapai sangat tergantung dari beberapa faktor.

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi penyembuhan luka antara lain


adalah :
1. Kebersihan Luka
Adanya benda asing, kotoran atau jaringan nekrotik (jaringan mati) pada luka
dapat menghambat penyembuhan luka, sehingga luka harus dibersihkan atau

16
dicuci dengan air bersih atau NaCl 0,9% dan jaringan nekrotik (jaringan yang
mati) dihilangkan (debrideman/debridement).

Debrideman adalah tindakan menghilangkan benda asing dan jaringan


mati/nekrotik, jaringan yang rusak atau terinfeksi dari luka.
Jenis-jenis debrideman adalah :
a. Debrideman bedah (surgical debridement)
Yaitu debrideman yang dilakukan dengan menggunakan pisau bedah,
gunting atau alat lain untuk memotong jaringan nekrotik dari luka.
Merupakan metode debrideman yang cepat, selektif dan efektif tetapi dapat
menyebabkan rasa nyeri sehingga memerlukan anestesia lokal. Cocok
dilakukan pada luka dengan jaringan nekrotik yang banyak dan atau yang
disertai dengan infeksi.

Gambar 18. Debrideman bedah

b. Debrideman mekanik (mechanical debridement)


Yaitu debrideman yang dilakukan dengan menggunakan kasa yang dibasahi
dengan larutan NaCl 0,9% yang ditempelkan pada luka yang kemudian
dibiarkan mengering dan melekat pada luka. Jika kasa tersebut dilepas dari
luka, maka jaringan nekrotik akan ikut terangkat dari luka. Dengan metode
ini, jaringan normal pada luka dapat ikut terangkat (tidak selektif) dan dapat

17
menimbulkan rasa nyeri saat kasa dilepas dari luka. Dapat dilakukan pada
luka dengan jaringan nekrotik yang tidak terlalu banyak (sedang).

Gambar 19. Debrideman enzimatik

c. Debrideman kimiawi atau enzimatik (chemical atau enzymatic


debridement)
Yaitu debrideman yang dilakukan dengan menggunakan bahan kimia atau
enzim yang dapat menghancurkan jaringan nekrotik. Merupakan metode
debrideman yang cepat, cukup selektif dan tidak menimbulkan rasa nyeri.
Cocok dilakukan pada luka dengan jaringan nekrotik yang banyak atau luka
dengan eskar (jaringan nekrotik yang keras). Contoh : papain, kolagenase.

Gambar 20. Debrideman enzimatik

d. Debrideman autolitik (autolytic debridement)

18
Yaitu debrideman yang dilakukan oleh enzim proteolitik dari tubuh pasien
sendiri. Metode ini memerlukan lingkungan luka yang lembab yang dapat
diperoleh dengan penggunaan wound dressing. Merupakan debrideman yang
sangat selektif, aman dan tidak menimbulkan rasa nyeri. Cocok dilakukan pada
luka derajat 3 atau 4 dengan eksudat ringan hingga sedang.

Gambar 21. Debrideman enzimatik

2. Infeksi
Luka yang terinfeksi akan membutuhkan waktu lebih lama untuk sembuh. Tubuh
selain harus bekerja dalam menyembuhkan luka, juga harus bekerja dalam
melawan infeksi yang ada, sehingga fase inflamasi akan berlangsung lebih lama.
Infeksi tidak hanya menghambat penyembuhan luka tetapi dapat menambah
ukuran luka (besar dan/atau dalamnya luka). Luka yang sembuh juga tidak sebaik
jika luka tanpa infeksi.
3. Usia
Semakin lanjut usia, luka akan semakin lama sembuh karena respon sel dalam
proses penyembuhan luka akan lebih lambat.

4. Gangguan Suplai Nutrisi dan Oksigen pada Luka

19
Gangguan suplai nutrisi dan oksigen (misal akibat gangguan aliran darah atau
kekurangan volume darah) dapat menghambat penyembuhan luka.
5. Status Gizi
Gizi buruk akan memperlambat penyembuhan luka karena kekurangan vitamin,
mineral, protein dan zat-zat lain yang diperlukan dalam proses penyembuhan luka.
6. Penyakit yang mendasari
Luka pada penderita diabetes dengan kadar gula darah yang tidak terkontrol
biasanya akan sulit sembuh atau bahkan dapat memburuk.
7. Merokok
Suatu studi menunjukkan bahwa asap rokok memperlambat penyembuhan karena
asap rokok akan merusak fibroblas yang penting dalam proses penyembuhan luka.
8. Stres
Stres yang berlangsung lama juga akan menghambat penyembuhan luka.
9. Obat-obatan
Penggunaan steroid atau imunosupresan jangka panjang dapat menurunkan daya
tahan tubuh yang dapat menghambat penyembuhan luka.

II. 6 PENATALAKSANAAN LUKA4,13,14


A. PENILAIAN LUKA
Pada penatalaksanaan luka, perlu dilakukan penilaian luka, yaitu dalam
hal:
1. Perkiraan waktu penyembuhan (luka akut atau kronik)
2. Penyebab luka (trauma, operasi, gangguan pembuluh darah, dll)
3. Kedalaman luka (superfisial atau dalam)
4. Kondisi luka (bersih, kotor, eksudat, jaringan nekrotik, infeksi, dll)

Eksudat

20
Eksudat merupakan cairan yang keluar dari luka yang mengandung berbagai
substansi seperti air, elektrolit, nutrisi, sel mediator inflamasi, leukosit (sel darah
putih), protease (enzim yang menghancurkan protein).
Berdasarkan viskositas atau kekentalannya, eksudat terdiri dari 2 jenis
1. Eksudat yang encer (serous)
Pada luka akut, eksudat biasanya encer, jernih dengan jumlah sedikit.
2. Eksudat yang kental (viscous)
Pada luka kronik, eksudat biasanya kental, kekuningan dengan jumlah
bervariasi.
Dalam jumah sedikit, eksudat bermanfaat untuk proses penyembuhan
luka. Eksudat diperlukan untuk menjaga lingkungan yang optimal
penyembuhan luka dan bermanfaat memberikan efek menenangkan (soothing
effect) ujung saraf yang terpapar pada luka sehingga mengurangi nyeri pada
luka. Tetapi jika jumlah eksudat pada luka berlebihan, maka dapat
menyebabkan peningkatan risiko infeksi pada luka dan maserasi pada kulit
sekitar luka (perlunakan jaringan akibat ”terendam” cairan). Selain itu, dalam
eksudat luka kronik, jumlah sel mediator inflamasi dan protease meningkat.

Jaringan nekrotik
Jaringan nekrotik adalah jaringan yang telah mati, terdiri dari 2 jenis:
1. Slough (basah, kekuningan)
2. Eskar (kering, kehitaman)

Gambar 25. Slough Gambar 26. Eskar

21
B. PRINSIP PENATALAKSANAAN LUKA
Beberapa prinsip umum penatalaksanaan luka adalah:
1. Lingkungan luka yang lembab (moist environment)
2. Oksigenasi yang baik (misalnya dengan pemberian cairan yang optimal dan
menghentikan perdarahan)
3. Menghilangkan faktor-faktor yang menghambat penyembuhan luka seperti
jaringan nekrotik, infeksi, dan sebagainya

Lingkungan luka yang lembab merupakan lingkungan yang optimal untuk


penyembuhan luka.
Manfaat dari lingkungan luka yang lembab (moist wound environment) antara
lain:3,14
1. Mencegah dehidrasi jaringan
2. Mempertahankan suhu yang optimal pada luka
3. Mempercepat pemecahan jaringan nekrotik (autolytic debridement)
4. Mempercepat fase inflamasi
5. Mempercepat kontraksi luka dan re-epitelisasi
6. Mempercepat angiogenesis
7. Mengurangi nyeri dan trauma saat pelepasan dressing dari luka
8. Mengurangi pembentukan jaringan parut
9. Mengurangi risiko infeksi
Sedangkan lingkungan luka yang kering akan memperlambat penyembuhan
luka karena lingkungan luka yang kering akan:
1. Menyebabkan terbentuknya keropeng (scap) pada luka akibat
dehidrasi jaringan luka sehingga menghambat pertumbuhan sel dan migrasi
sel epitel ke permukaan luka

22
Gambar 27. Keropeng (scap)

2. Menurunkan suhu pada luka sehingga juga akan menghambat migrasi


sel epitel ke permukaan luka
3. Mengurangi oksigenasi pada permukaan luka
4. Mengganggu aliran nutrisi ke permukaan luka
5. Meningkatkan risiko infeksi
6. Menyebabkan nyeri dan merusak sel-sel baru pada luka saat dressing
dilepas dari luka

Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penatalaksanaan luka:15


1. Evaluasi Luka
Meliputi pemeriksaan fisik, lokasi, dan eksplorasi luka. Hal ini perludilakukan
untuk menyingkirkan kemungkinan cedera pada struktur jaringan yang lebih
dalam, menemukan jaringan yang telah mati dan benda asing yang mungkin
tertinggal pada luka.
2. Pencucian Luka
Dilakukan dengan cara irigasi dengan menggunakan air bersih.
3. Pemberian Antiseptik
Daerah yang diberi antiseptik harus lebih luas dari ukuran luka. Prinsip saat
memberi antiseptik pada kulit adalah mulai dari tengah ke arah luar dengan
pengusapan secara spiral (memutar). Terdapat data in vitro yang menyebutkan
bahwa antiseptik bersifat sitotoksik terhadap sel yang berperan dalam
penyembuhan luka seperti fibroblas dan leukosit sehingga menghambat
penyembuhan luka, namun ternyata pada konsentrasi yang rendah, antiseptik tidak

23
bersifat sitotoksik dan kebanyakan antiseptik aman untuk mencegah infeksi pada
luka. Contoh antiseptik yang sering digunakan pada luka yaitu : povidone iodine,
hydrogen peroxide, chlorhexidine dan alkohol.
4. Penggunaan Wound Dressing
Prinsip penggunaan wound dressing adalah untuk mendapatkan kondisi
lingkungan yang baik pada luka sehingga proses penyembuhan berlangsung
optimal.
5. Pemberian Antibiotika
Pada prinsipnya, luka yang bersih tidak perlu diberikan antibiotika. Sedangkan
pada luka terkontaminasi atau kotor, perlu diberikan antibiotika untuk mencegah
terjadinya infeksi pada luka. Penggunaan antibiotika topikal dapat berisiko
terjadinya dermatitis kontak alergi dan resistensi bakteri.

II. 7 KOMPLIKASI LUKA12,13

Beberapa komplikasi yang dapat terjadi pada proses penyembuhan luka


adalah:
1. Hematoma
2. Infeksi
3. Dehiscence (terbukanya kembali luka yang sudah dijahit)

Gambar 22. Dehiscence

24
4. Jaringan parut (skar) hipertrofik
Merupakan jaringan parut yang tumbuh berlebihan, menonjol di atas bekas luka
tetapi tidak melebihi luas luka asal.
5. Keloid
Merupakan jaringan parut yang tumbuh secara berlebihan, menonjol di atas bekas
luka, dapat melebihi luas luka asal, berwarna merah muda hingga coklat tua, dan
biasanya disertai rasa gatal.

Gambar 23. Jaringan parut hipertrofik Gambar 24. Keloid

`BAB III

KESIMPULAN

Luka adalah keadaan hilang atau terputusnya kontinuitas jaringan tubuh.


Tubuh memiliki respon fisiologis yang kompleks terhadap luka yang terditi dari tiga
fase yaitu hemostasis & inflamasi, proliferasi, dan remodeling. Proses ini dipengaruhi
oleh banyak faktor baik internal maupun eksternal. Penanganan luka dimulai dari

25
anamnesis, pemeriksaan fisik, dan penutupan (penyembuhan) luka. Penutupan luka
dibagi menjadi tiga yaitu penutupan primer, sekunder, dan tersier. Abnormalitas dari
proses penyembuhan dapat menyebabkan komplikasi yaitu jaringan parut hipertropik,
keloid, dan luka kronis.

DAFTAR PUSTAKA

1. Rihatmadja R. ANATOMI DAN FAAL KULIT. Dalam : Ilmu


Penyakit Kulit dan Kelamin, edisi Ketujuh, Jakarta : Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia 2016:3-7.

26
2. Kristiana F. Referat Kedokteran: Luka Bakar. Fakultas Kedokteran
Universitas Tarumanagara. 2015.
3. Keast D, Orsted H. The Basic Principles of Wound Healing.
www.pilonidal.
org/pdfs/Principles- of-Wound-Healing.pdf.19/01/2018.
4. Wound. www.wikipedia.com . 19/01/2018
5. Classification of wounds. www.accessmedicine.com. 19/01/2018.
6. Wound Care guide. www.mckinley.uiuc
.edu/Handouts/pdfs/wound_care.pdf.
7. Gottrup F, Melling A, Hollander D.A. An overview of surgical site
infections:
aetiology, incidence and risk factors. EWMA Journal 2005; 5(2): 11-5
8. Sjamsuhidajat R. Luka, trauma, syok dan bencana. Dalam :
Sjamsuhidajat R,
Jong W, ed. Buku Ajar ilmu Bedah. Edisi 1. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC 2015.
9. Diegelmann R.F, Evans M.C. Wound Healing : An Overview of Acute,
Fibrotic and Delayed Healing. Frontiers in Bioscience 2004;9:283-9.
10. Mercandetti M, Cohen A.J. Wound Healing, Healing and Repair.
http://www.emedicine.com 20/01/2018.
11. Falanga V. Wound Healing.
http://www.aad.org/professionals/Residents/ MedStudCoreCurr/
DCWoundHealing.htm/20/01/2018.
12. Treatment of Wounds. http://www.accessmedicine.com 20/01/2018.
13. My doc/ BMK Penyembuhan luka/EKM01, 2009.
http://fkuwks2012c.files.wordpress.com 20/01/2018
14. Pei Ho, J. Role of Revascularization in management of diabetic foot
problem. Singapore: World Scientific. 2013
15. Poerwantoro, D.P. Dasar-dasar perawatan luka modern & pemilihan
dressing untuk berbagai jenis luka. Jakarta: Pancar Gradia. 2013.

27

Anda mungkin juga menyukai