Anda di halaman 1dari 8

SKENARIO 1.

Seorang wanita 58 tahun dibawa ke puskesmas dan diantar oleh polisi. Dia ditemukan tidak
sadarkan diri di taman dengan luka pada kepala bagian depan. Tidak ada fraktur dtemukan
pada tengkorak kepala, dan tidak ada luka di bagian tubuh yang lain. Barang pribadinya
masih ditempat.

PERTANYAAN

1. Jelaskan patomekanisme luka / trauma berdasarkan ilmu histologi, anatomi, fisiologi


dari tubuh manusia ?
2. Deskripsikan karakteristik luka !
3. Jelaskan kemungkinan karakteristik agen penyebab luka !
4. Jelaskan derajat yang berhubungan dengan hukum ?
5. Sebutkan kemungkinan penyebab kematian (COD) menggunakan Pendekatan
Proximus Morbus dalam kejadian luka / trauma !
6. Bagaimana penatalaksanaan dari kasus diatas ?
PEMBAHASAN

1. Patomekanisme

s
Patomekanisme berdasarkan kasus diatas adalah terdapat benturan benda tumpul yang
mengenai permukaan kulit. Kulit memiliki elastisitas yang berbeda-beda sesuai
lokasinya di tubuh. Elastisitas kulit mengikuti struktur apa yang ada di dasarnya.
Dibandingkan dengan tulang yang memiliki densitas tinggi, kulit memiliki densitas
yang lebih rendah. Sehingga jika mendapat gaya dari benda tumpul, akan
memperlihatkan sifat yang berbeda. Jika gaya yang diberikan tidak melewati batas
elastisitas kulit, maka tidak akan terjadi luka robek. Pada kulit yang dasarnya
memiliki densitas lebih tinggi, misalnya tulang tengkorak, maka gaya benda tumpul
akan ditahan oleh elastisitas kulit dan tulang tengkorak. Jika pada trauma tumpul yang
memiliki gaya yang besar, maka tulang tengkorak akan memberi tahanan dengan
konsekuensi jaringan dengan densitas yang lebih rendah akan rusak, dalam hal ini
adalah kulit. Kerusakan yang terjadi sesuai dengan seberapa besar gaya yang
diberikan, tidak menutup kemungkinan bisa menyebabkan fraktur pada tulang
tengkorak. Lapisan kulit pada luka robek akibat benda tumpul akan menyebabkan
kerusakan di lseluruh lapisan kulit. Secara histologi, pada lapisan kulit dermis sudah
terdapat plexus yang jika terjadi kerusakan akan pecah dan menimbulkan perdarahan.
Perdarahan yang terjadi sesuai dengan berapa luas kulit yang terkena dengan
permukaan benda tumpul dan seberapa besar gaya yng ditimbulkan. Umumnya, luka
robek akibat benda tumpul merusak seluruh lapisan kulit tapi tidak menutup
kemungkinan bisa merusak lebih dalam sehingga perdarahan yang mugkin terjadi bisa
lebih banyak.

2. Karakteristik luka meliputi :


a. Jumlah : Satu buah luka
b. Tipe luka : Luka terbuka
c. Lokasi : Di dahi
d. Ukuran : Panjang 6 cm lebar 2 cm ( 1 : 1,5 )
e. Lokasi : Absis 6 cm di atas garis mendatar alis
f. Karakteristik :
- Bentuk luka : Tidak beraturan
- Tepi luka : Tidak rata
- Batas luka : Tidak tegas
- Warna luka : hitam kemerahan
- Dalam luka : Ada jembatan jaringan dan bekuan darah
- Dasar luka : Otot
- Sekitar luka : Memar berwana merah-keunguan
3. Agen penyebab terjadinya luka adalah adanya trauma benda tumpul yang mengakibat
luka pada jaringan kulit.

4. Laserasi atau luka robek merupakan luka akibat benda tumpul dimana seluruh lapisan
kulit terpenetrasi. Sebagian besar kasus luka robek terjadi pada kulit dengan tulang
pada bagian bawahnya. Proses terjadinya laserasi yaitu gesekan dan tarikan yang
berlebihan sehingga akan menyebabkan daerah disekitar luka akan membentuk
memar dan bisa didapatkan jembatan jaringan didalamnya.
Derajat luka yang berdasarkan hukum harus disesuaikan dengan salah satu dari ketiga
jenis tindak pidana (yaitu tindak pidana ke-4, yaitu penganiayaan yang
mengakibatkan kematian, dibahas secara terpisah), yaitu :
1. Penganiayaan ringan
2. Penganiayaan
3. Penganiayaan yang mengakibatkan luka berat

Penganiayaan ringan, yaitu penganiayaan yang tidak menimbulkan penyakit atau


halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau pencaharian; di dalam ilmu
kedokteran forensik pengertiannya menjadi luka yang tidak berakibat penyakit atau
halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau pencaharian. Luka ini
dinamakan luka derajat pertama.

Bila sebagai akibat penganiayaan seseorang mendapat luka atau menimbulkan


penyakit atau halangan di dalam melakukan pekerjaan jabatan atau pencaharian, akan
tetapi hanya untuk sementara waktu, luka ini dinamakan luka derajat kedua.

Apabila penganiayaan tersebut mengakibatkan luka berat seperti yang dimaksud


dalam pasal 90 KUHP, luka tersebut dinamakan luka derajat ketiga.

Dengan demikian, didalam penulisan kesimpulan Visum et Repertum kasus


perlukaan, penulisan kualifikasi luka adalah sebagai berikut:

a. Luka yang tidak mengakibatkan penyakit atau halangan dalam menjalankan


pekerjaan atau jabatan
b. Luka yang mengakibatkan penyakit atau halangan dalam menjalankan
pekerjaan atau jabatan untuk sementara.
c. Luka yang termasuk dalam pengertian hukum luka berat ( pasal 90 KUHP)

Satu hal penting yang harus diingatkan dalam menentukan ada tidaknya luka
akibat kekerasan adalah adanya kenyataan bahwa tidak selamanya kekerasan itu akan
meninggalkan bekas atau luka. Kenyataan tersebut antara lain disebabkan adanya
faktor yang menentukan terbentuknya luka akibat kekerasan suatu benda, yaitu luas
permukaan benda yang bersentuhan dengan tubuh. Bila luas permukaan benda yang
bersentuhan dengan tubuh itu cukup besar, yang berarti kekuatan untuk dapat merusak
atau menimbulkan luka lebih kecil bila dibandingkan dengan benda yang mempunyai
luas permukaan yang mengenai tubuh lebih kecil.

Dengan perkataan lain tidak selamanya kekerasan itu akan menimbulkan


kelainan/luka, sedangkan adanya luka berarti sudah dapat dipastikan ada
kekerasan.
Dengan demikian, pada kasus perlukaan akan tetapi didalam pemeriksaan
tidak ditemukan luka, didalam: kesimpulan Visum et Repertum yang dibuat
haruslah ditulis tidak ditemukan tanda-tanda kekerasan: dan jangan dinyatakan
secara pasti bahwa pada pemeriksaan tidak ada kekerasan !
Faktor lain yang juga harus diingat adalah faktor waktu karena dengan
berjalannya waktu suatu luka dapat menyembuh dan tidak ditemukan pada saat
dilakukan pemeriksaan. Dalam hal yang demikian penulisan didalam kesimpulan
Visum et Repertum juga berbunyi: tidak ditemukan tanda-tanda kekerasan.
Kekerasan yang menyebabkan luka dapat dibagi menjadi tiga golongan, yaitu :
luka karena kekerasan mekanik(benda tajam, tumpul, dan senjata api), luka karena
kekerasan fisik (luka karena arus listrik, petir, suhu tinggi, dan suhu rendah), serta
luka karena kekerasan kimiawi (asam organik, asam anorganik, kaustik alkali, dan
logam berat).
Selain dari kekerasan yang telah disebutkan tadi, terdapat pula kekerasan
terhadap rohani, yang lazimnya disebut trauma psikis, di mana untuk dapat
melakukan penilaian perihal luka ini diperlukan bantuan ilmu kedokteran jiwa.
Berdasarkan skenario 1.5 termasuk kedalam luka derajat ketigat yang
tercantun dalam pasal 90 KUHP.
Pasal 90 KUHP
Luka berat berarti :
- Jatuh sakit atau mendapat luka yang tidak memberi harapan akan sembuh
sama sekali, atau yang menimbulkan bahaya maut.
- Tidak mampu terus menerus untuk menjalankan tugas dan jabatan atau
pekerjaan pencaharian.
- Kehilangan salah satu pancaindra.
- Mendapat cacat berat (verminking)
- Menderita sakit lumpuh
- Terganggunya daya pikir selama empat minggu lebih.
- Gugurnya atau matinya kandungan seorang perempuan.
5. Multiple Cause of Damage (McoDamage) pada kasus diatas adalah

A-1 : Luka robek

A-2 : Kerusakan jaringan kulit

6. Penatalaksanaan kasus diatas adalah sebagai berikut :


- Untuk mengurangi terjadinya luka, bersihkan luka tersebut dan jangan ditutup.
Lalu lakukan pemeriksaan penunjang misalnya CT-Scan untuk memastikan
tidak ada pendarahan intrakranial dan lesi sekitar otak.
- Untuk proses penyembuhan luka
Jaringan yang luka diperbaiki dengan regenerasi sel-sel parenkim atau dengan
perbaikan jaringan ikat di mana jaringan parut terdiri atas untuk sel-sel
parenkim jaringan luka. Hal utama pada proses proses penyembuhan adalah
untuk mengisi kekosogan yang dibentuk oleh kerusakan jaringan kulit dan
untuk mengembalikan kembali kontinuitas struktur jaringan pada bagian yang
mengalami kerusakan. Ketika proses regenerasi tidak terjadi, penyembuhan
dengan penggantian ke jaringan parut oleh jaringan ikat akan terjadi untuk
menjaga kontinuitas jaringan. Meskipun jaringan ikat mengisi kekosongan
yang terbentuk dari jaringan rusak, ini tidak memperbaiki struktur dengan sel
parenkim yang fungsional. Karena kemampuan regenerasi sebagian besar
jaringan ikat terbatas, proses penyembuhan luka biasanya mengandung
perbaikan jaringan ikat. Terdapat tiga fase pada proses penyembuhan luka,
yaitu:
(1) fase inflamasi
Fase inflamsi dimulai saat terjadinya luka dengan terbentuknya bekuan
darah dan migrasi sel-sel darah putih yang bersifat fagosit ke daerah luka. Sel
pertama yang sampai, neutrofil, memakan dan memindahkan bakteri dan sel
yang rusak. Setelah 24 jam, makrofag bergabung dengan neutrofil, yang
selanjutnya memakan sel yang rusak dan memainkan peran penting dalam
memproduksi faktor pertembuhan untuk fase ploriferasi.
(2) fase proliferasi
Proses utama selama fase ini pada pembentukan jaringan baru untuk
mengisi kekosongan jaringan yang rusak. Sel utama pada proses ini adalah sel
fibroblas, sel jaringan ikat yang mensintesis dan mensekresi kolagen,
proteoglikans, dan glikoprotein yang dibutuhkan untuk penyembuhan luka.
Fibroblas juga memproduksi faktor pertumbuhan lainnya yang merangsang
angiogenesis dan pertumbuhan dan perpindahan sel endotel. Komponen akhir
dari fase ploriferasi adalah proses pembentukan epitel yang dimana sel epitel
pada dinding luka berploriferasi untuk membentuk lapisan permukaan baru
yang sama dengan yang mengalami kerusakan pada luka.
(3) fase remodeling dan kontraksi luka
Fase ini dimulai kira-kira 3 minggu setelah terjadi luka dengan
perkembangan jaringan parut fibrous dan dapat berlanjut hingga 6 bulan atau
lebih bergantung pada seberapa besar lukanya. Selama fase ini terjadi
penurunan vaskularisasi dan pembentukan jaringan parut kembali berlanjut
oleh sintesis kolagen yang simultan oleh fibroblas dan lisis oleh enzim
kolagenase. Sebagai hasil dari dua proses ini gambaran dari bekas luka mampu
menaikkan daya rentang dan bekas luka menyusut sehingga bisa tidak terlihat.
DAFTAR PUSTAKA

1. Idries, Am. Pedoman ilmu Kedokteran Forensik, Tangerang; Bina Rupa Aksara, 2013

2. Knight, Bernard. Sauko.2004.Knights Forensic Pathology 3rd Edition London; Hodder


Arnold

3. ATLAS SOBOTTA

4. ATLAS NETTER

Anda mungkin juga menyukai