Anda di halaman 1dari 18

BAGIAN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN LAPORAN KASUS

FAKULTAS KEDOKTERAN JUNI 2017


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

KERATOSIS SEBOROIK

OLEH:

Larasaty Berkian, S.Ked


(105420 389 12)

PEMBIMBING:

Dr. dr. Hj. St. Musafirah Arief, M.Si, Sp.KK

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


PADA BAGIAN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
MAKASSAR
2017
HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa:

Nama : Larasaty Berkian, S. Ked

Judul Laporan Kasus : Keratosis Seboroik

Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian Kesehatan
Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Makassar.

Makassar, Juni 2017

Mengetahui,

Pembimbing

Dr. dr. Hj. St. Musafirah Arief, M.Si, Sp.KK


BAB I

PENDAHULUAN

Tumor jinak kulit merupakan manifestasi dari kekacauan pertumbuhan kulit

yang bersifat kongenital atau akuisita, tanpa tendensi invasif dan metastasis, dapat

berasal dari vaskuler dan non-vaskuler. Tumor jinak sering dikatakan tidak berbahaya

karena tidak sampai berkembang menjadi keganasan namun tumor kulit perlu

dipahami karena selain merusak penampilan juga pada stadium lanjut dapat berakibat

fatal. Tumor kulit dibagi tumor jinak, tumor pra-kanker dan tumor ganas. Tumor jinak

ialah tumor yang berdifferensiasi normal (matang), pertumbuhannya lambat dan

ekspansif serta kadang-kadang berkapsul. Pra-kanker artinya mempunyai

kecenderungan berkembang menjadi kanker, sedangkan tumor ganas ialah tumor

yang bersifat infiltrative sampai merusak jaringan disekitarnya serta bermetastasis

melalui pembulu darah dan atau kelenjar getah bening.1

Penyakit tumor pada kulit cenderung mengalami peningkatan jumlah terutama

di Amerika, Australia dan Inggris. Berdasarkan penelitian, orang kulit putih lebih

banyak menderita tumor kulit. Hal tersebut diprediksikan sebagai akibat seringnya

terpapar sinar matahari. Di Indonesia penderita tumor kulit masih dikatakan sedikit

ketimbang ketiga negara tersebut, namun demikian tumor kulit perlu dipahami karena

dapat merusak penampilan dan dapat berkembang ke stadium lanjut yang berakibat

fatal. Beberapa tumor jinak kulit yang sering dijumpai adalah keratosis seboroik,

veruka vulgaris dan keloid. Keratosis seboroik (seborrheic verucca) merupakan

sebuah lesi atau tumor kulit jinak yang terjadi karena proliferasi keratinosit
epidermis, umumnya terjadi pada orang usia paruh baya atau lanjut usia. Dan

memiliki predisposisi bawaan dengan etiologi yang belum diketahui.1,2

Lesi pada awalnya berbentuk makula datar berwarna coklat dengan batas tegas,

kemudian perlahan-lahan menjadi papula berminyak dengan permukaan mirip veruka

dan tampak seperti menempel pada kulit. Warnanya berkisar antara coklat terang

dengan bagian-bagian berwarna pink, coklat gelap atau hitam, sampai warna putih

seperti yang terlihat pada keratosis stucco. Lokasi keratosis seboroik pada umumnya

terdapat pada wajah dan trunkus meski bisa juga terjadi pada punggung, abdomen,

kulit kepala dan ekstremitas atas. Lokasi yang tidak lazim meliputi konjungtiva,

nipple dan areola serta vulva.2,3


BAB II

LAPORAN KASUS

Resume

Seorang perempuan berusia 16 tahun dibawa oleh ibunya, datang ke Balai

Penyakit Kulit dan Kelamin dengan keluhan tahi lalat di bawah mata kiri yang

mengganggu penglihatan ketika menoleh ke bawah, keluhan ini sejak ± 2 bulan yang

lalu. Awalnya timbul 2 tahun lalu seperti tahi lalat biasa, berwarna coklat, namun

lama-kelamaan tahi lalat tersebut mulai timbul seperti biji keringat dan perlahan-

lahan membesar sampai 2 bulan yang lalu pasien merasa penglihatan terganggu /

terhalang ketika menoleh ke bawah pada mata kiri. Kadang-kadang pasien merasa

tahi lalatnya gatal. Riwayat keluhan yang sama di dalam keluraga tidak ada. Riwayat

peyakit sebelumnya (-). Riwayat alergi (-). Riwayat pengobatan (-).

Status Presens

Keadaan umum : Sakit (ringan/sedang/berat)

Kesadaran (composmentis/uncomposmentis)

Higien (buruk/sedang/baik)

Status gizi (underweight/normal/overweight)

Status Dermatology

Lokasi : Regional pada wajah ( bagian medial palpebra inferior)

Ukuran : Lentikular bentuk bulat


Efloresensi : Papul verukosa & hiperpigmentasi disertai skuama di permukaannya.

Batas antara lesi dan kulit normal jelas.

Pemeriksaan Fisis

Diagnosis Banding

1) Keratosis Aktinik

2) Nevus Pigmentosus

3) Melanoma Maligna

4) Karsinoma Sel Basal

Diagnosis

Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, pasien didiagnosis dengan

Keratosis Seboroik.

Terapi

- Bedah Listrik

- Bedah Beku
- Bedah Kimia

Prognosis

1. Quo ad vitam : bonam

2. Quo ad Sanam : bonam

3. Quo ad Fungsionam : bonam

4. Quo ad Cosmeticum : bonam


BAB III

PEMBAHASAN

Keratosis seboroik merupakan tumor jinak epidermis yang dapat terjadi pada

usia baya dan lanjut usia. Istilah “seboroik” mengacu pada lesi yang keabu-abuan dan

berlokasi pada kulit yang memiliki kelenjar sebasea. Namun, tidak ada hubungan

yang pasti dengan fungsi kelenjar sebasea, seborrhea atau dermatitis seboroik.

Penyebab utama keratosis seboroik masih belum diketahui pasti. Genetik, paparan

sinar matahari dan infeksi merupakan predisposisi yang paling mungkin pada

keratosis seboroik. Keratosis seboroik dimulai dengan lesi papul kemerahan, kuning

atau kecoklatan kemudian tumbuh menjadi lesi verukosa berwana coklat gelap atau

abu-abu kehitaman. Keratosis tampak “menempel” pada kulit.4 Keratosis seboroik

biasanya timbul di dada atau di punggung, bisa juga muncul di kulit kepala, wajah,

leher dan tungkai.5 Hal ini sesuai dengan anamnesis yang telah dilakukan, bahwa

pasien mengeluh ada papul verukosa pada bagian bawah mata kiri berwana coklat

kehitaman sejak usia 14 tahun (± 2 tahun yang lalu). Awalnya timbul seperti tahi

lalat biasa, berwarna coklat, namun lama-kelamaan tahi lalat tersebut mulai timbul

seperti biji keringat dan perlahan-lahan membesar sampai 2 bulan yang lalu pasien

merasa penglihatan terganggu / terhalang ketika menoleh ke bawah pada mata kiri.

Hal ini sesuai dengan kepustakaan yang menjelaskan bahwa lesi awal mula

timbulnya hanya berupa papul kemerahan, kuning atau kecoklatan kemudian tumbuh

menjadi lesi verukosa berwana coklat gelap atau abu-abu kehitaman.4


Berdasarkan kepustakaan Keratosis Seboroik lebih sering terjadi pada orang

yang berusia 15-44 tahun, puncak insiden pada usia antara 45 hingga 65 tahun.

dengan insidensi lebih banyak pada kelompok kawasan asia.1,2 Berdasarkan juga pada

hasil penelitian yang dilakukan di RSUP Prof. Dr. R. D Kandou, Manado periode

2009-2011 bahwa insidensi kelompok usia terbanyak 15-44 tahun (46,16%) dan

insiden Keratosis Seboroik hampir sama antara laki-laki dan perempuan yaitu laki-

laki 69 orang (51,49%) dan perempuan 49 orang (45,51%). Namun ada juga

kepustakaan lain yang menyebutkan insiden KS lebih banyak terjadi pada wanita

disbanding laki-laki.1 Hal ini sesuai dengan anamnesis bahwa pasien adalah

perempuan yang berumur 16 tahun dan terkena pertama kali pada umur 14 tahun.

Berdasarkan status dermatologi pasien didapatkan adanya papul verukosa &

hiperpigmentasi disertai skuama di permukaannya pada regional pada wajah yaitu di

medial palpebral inferior, batas dengan kulit normal jelas, berukuran lentikuler

bentuk reguler. Ini sesuai dengan kepustakaan yang mengatakan bahwa, lesi

Keratosis seboroik dimulai dengan lesi papul kemerahan, kuning atau kecoklatan

kemudian tumbuh menjadi lesi verukosa berwana coklat gelap atau abu-abu

kehitaman. Keratosis tampak “menempel” pada kulit. Tempat predileksinya biasanya

timbul di dada atau di punggung, bisa juga muncul di kulit kepala, wajah, leher dan

tungkai.4,5

Sampai saat ini penyebabnya belum diketahui secara pasti. Diduga melibatkan

predisposisi genetik, keterpaparan sinar matahari, virus HPV dan hyperplasia

melanosit.3 Namun disebutkan bahwa penyakit ini berhubungan dengan paparan sinar

matahari (sinar UV) secara kronis yang menjadi penyebabnya, karena Keratosis
Seboroik biasanya terdapat pada bagian kulit yang paling sering terpajan sinar

matahari dan sebagian tipe keratosis seboroik dapat terbentuk akibat radiasi sinar

matahari pada kulit.6 Pada pasien ini di curigai faktor penyebab adalah sinar UV

dari pajanan matahari karena dari anamnesis pasien merupakan anak SMP kelas 3

dan aktif dalam berbagai organisasi di sekolahnya.

Pasien dengan diagnosis Keratosis Seboroik ini didiagnosis banding dengan

Keratosis Aktinik, Nevus Pigmentosus, Melanoma Maligna dan Karsinoma Sel Basal.

Keratosis aktinik adalah lesi kulit yang superfisial, diskret, eritem dan bersisk.

Dapat juga disebut dengan keratosis matahari atau “sunspot”. Keratosis Aktinik

ditemukan pada daerah yang terpapar matahari seperti kulit kepala, wajah dan lengan

bawah. Secara global, orang Australia memiliki tingkat perkembangan Keratosis

aktinik tertinggi dengan prevalensi 40 – 60% diantara populasi Kaukasia dengan usia

40 tahun keatas. Penyebab KA adalah paparan kronik sinar UV yang merusak

keratinosit epithelial sel yang memproduksi keratin. Dimana keratin berespon pada

paparan sinar UV sehingga terjadi proses patologi seluler yang mengarah ke

mutagenesis dan akhirnya terjadi karsinogenesis keratinosit.7 Pasien KA umumnya

datang dengan keluhan perubahan warna kulit, biasa asimptomatik dengan keluhan

gatal, rasa terbakar atau menyengat. Menurut Olsen 1991 KA dibagi menjadi 4 grade

dengan manifestasi klinik berbeda-beda.8

Lesi rata, makula pink tanpa tanda-


GRADE I tanda hyperkeratosis dan eritema
lebih mudah diraba daripada
terlihat. Makula eritema datar
dengan atau tanpa batas
Hyperkeratosis tebal moderat di
GRADE II balik eritema yang dapat diraba dan
dilihat.

GRADE III Hyperkeratosis sagat tebal atau


keratosis aktinik jelas.

GRADE IV Area lesi lebih luas pada multiple


AK dibalik lesi eritem dan semakin
parah akibat sinar matahari

Tabel 1. Grade Keratosis Aktinik berdasarkan Olsen 1991.8

Nevus Pigmentosus dalam bahasa awam dikenal sebagai tahi lalat. Nevus

Pigmentosus adalah tumor jinak yang berasal dari melanosit, yaitu sel dendritik yang

menghasilkan pigmen, secara normal terdapat diantara keratinosit pada lapisan basal

epidermis. Etiologi berkembangnya NP belum diketahui tetapi diduga diturunkan

pada beberapa keluarga. Pajanan sinar matahari, penekanan kekebalan tubuh dan

pemberian kemoterapi merupakan faktor penentu banyaknya nevus pigmentosus yang

berkembang. NP muncul pada kebanyakan orang Kaukasia dan sedikit pada orang

kulit hitam. NP dapat bersifat kongenital maupun didapat. Lesi nevus dapat berupa

plak atau papul berwarna hitam.9,10


Gambar 1. Nevus Pigmentosus, (a) plak kehitaman pada lengan bawah tangan
kanan dan batas tegas

Melanoma merupakan kanker kulit paling ganas dan mudah terjadi metastasis

ke paru, hepar, susunan saraf pusat dan tulang sehingga berakibat fatal. Melanoma

umumnya berasal dari nevus melanositik akibat berbagai faktor risiko dapat berlanjut

menjadi melanoma maligna. Prevalensi melanoma sangat bervariasi, secara umum

sekitar 1/100.000 per tahun di Jerman, 10-26/100.000 per tahun di Amerika dan

30/100.000 per tahun di Australia, dan terjadi peningkatan insidensi sebesar 4-8% per

tahun. Oleh karena prognosis MM sangat jelek, maka diagnosis dini sangat

diperlukan. Bila MM ditegakkan berdasarkan gambaran klinis dengan akurasi 60%.11

Gejala klinis MM dapat berupa perubahan bentuk, warna, ukuran atau yang

dirasakan pada tahi lalat yang ada. Untuk lebih mudah mengingat digunakan

singkatan ABCDE, Asymmetry, Border that is irregular, Color that is uneven,

Diameter,dan Evolving.12

Gambar 2. Melanoma maligna, tampak lesi Gambar 3. Melanoma maligna, tampak lesi
nevus displastik dengan panah menunjuk ke lesi asimetris dengan batas yang irregular dan tumpang
baru yang belum ada 18 bulan lalu.12 tindih. Warna bervariasi coklat, abu-abu & hitam.12
Karsinoma Sel Basal adalah bentuk paling umum dari kanker kulit non-

melanoma dengan insiden sekitar 124 – 849 / 100.000 orang per tahun, dengan

perbandingan perempuan : laki-laki 2 : 1. Dapat terjadi pada usia 20 tahun ke atas.

Diduga penyebab terjadinya KSB adalah paparan dari sunar UV-B. Ada beberapa

faktor risiko tinggi yang memungkinkan seseorang untuk terkena KSB : sedang

menjalani pengobatan immunosupresan setelah transplantasi organ, ada riwayat

kanker sebelumnya, total nevus ditubuh 100 atau sedikitnya 5 nevus displatik, pernah

mendapat terapi psoralen dan UVA sebanyak 250 kali pada psoriasis dan pernah

mendapat terapi radiasi untuk kanker pada saat kanak-kanak.13

KSB yang paling umum adalah tipe Nodular 60-80% sering ditemukan di

bagian kepala. Tipe KSB lain : KSB Superfisial, Sklerodermiform (morpheiform atau

morpheic), Kistik, Infiltratif, Mikro nodular, Berpigmen dan Fibro epitelioma

Pinkus.14

Gambar 4. Nodular Karsinoma Sel Basal, tampak Gambar 5. Pigmented Karsinoma Sel Basal,
papul seperti mutiara merah muda (pearly pink tampak lesi papul seperti mutiara dan tembus
papule) dengan vascular telangiektasis.13 pandang (translusen).13

Terapi yang diberikan pada pasien ini adalah bedah listrik. Pada Keratosis

seboroik dapat dibiarkan tidak diterapi jika tidak meimbulkan masalah. Jika terjadi

kasus seperti terhalang untuk mencukur, secara kosmetik tidak diinginkan, gatal atau
berdarah berlebihan, atau terganggu saat memakai pakaian pengobatan dapat

dilakukan oleh dokter.5 Terapi bedah listrik pada pasien dilakukan karena alasan

penglihatan pasien terhalang saat menoleh ke bawah. Adapun fungsi dari terapi bedah

listrik untuk Keratosis Seboroik untuk menghancurkan jaringan menggunakan

konduksi panas dari probe logam yang dipanaskan dengan arus listrik. Sejauh ini

panas dari bedah listrik tidak berpenetrasi jauh ke dalam hingga ke papilla dermis,

sehingga sangat dianjurkan untuk digunakan pada lesi-lesi superfisial seperti

Keratosis seboroik.15

Terapi non-medikamentosa yang diberikan kepada pasien yaitu edukasi

menjelaskan tentang penyakitnya, bahwa penyakitnya ini merupakan tumor jinak.

Setelah pengangkatan Keratosis seboroik sebaiknya tetap dilakukan follow-up

terhadap lesi, jika terjadi perubahan misalnya lesi berdarah atau tumbuh lesi baru di

tempat lesi sebelumnya sebaiknya segera dikontrol kembali di Rumah Sakit.16

Prognosis baik karena Keratosis Seboroik merupakan tumor jinak. Tetapi jika

berembang menjadi tumor sekunder seperti Bowen Diseases (karsinoma sel

squamous) atau melanoma maligna maka dapat berkembang dengan lesi Keratosis

Seboroik maka prognosis kurang baik.16


BAB IV

KESIMPULAN

Keratosis seboroik merupakan tumor jinak epidermis yang dapat terjadi pada

usia baya dan lanjut usia.

Istilah “seboroik” mengacu pada lesi yang keabu-abuan dan berlokasi pada kulit

yang memiliki kelenjar sebasea. Lesi Keratosis seboroik dimulai dengan lesi papul

kemerahan, kuning atau kecoklatan kemudian tumbuh menjadi lesi verukosa berwana

coklat gelap atau abu-abu kehitaman. Keratosis tampak “menempel” pada kulit.

Tempat predileksinya biasanya timbul di dada atau di punggung, bisa juga muncul di

kulit kepala, wajah, leher dan tungkai.

Pada Keratosis seboroik dapat dibiarkan tidak diterapi jika tidak menimbulkan

masalah. Jika terjadi kasus seperti terhalang untuk mencukur, secara kosmetik tidak

diinginkan, gatal atau berdarah berlebihan, atau terganggu saat memakai pakaian

pengobatan dapat dilakukan oleh dokter.

Terapi yang diberikan adalah tindakan bedah, dapat berupa bedah listrik, bedah

beku, bedah kimia.


Lampiran Kasus
Identitas Pasien

Nama : Nur Afnianti

Umur : 16 tahun

Jenis kelamin : perempuan

Pekerjaan : pelajar

Status perkawinan : belum menikah

Tanggal masuk RS : 20 Mei 2017

Anamnesis

1. Keluhan utama

Papul verukosa & hiperpigmentasi

2. Anamnesis terpimpin

Papul verukosa dan hiperpigmentasi di bawah mata kiri yang

mengganggu penglihatan ketika menoleh ke bawah, keluhan ini sejak ± 2 bulan

yang lalu. Awalnya timbul seperti tahi lalat biasa, berwarna, namun lama-

kelamaan tahi lalat tersebut mulai timbul seperti biji keringat dan perlahan-

lahan membesar sampai 2 bulan yang lalu pasien merasa penglihatan terganggu

/ terhalang ketika menoleh ke bawah pada mata kiri. Kadang-kadang pasien

merasa tahi lalatnya gatal. Riwayat keluhan yang sama di dalam keluraga tidak

ada. Riwayat peyakit sebelumnya (-). Riwayat alergi (-). Riwayat pengobatan

(-).
DAFTAR PUSTAKA

1. Agustin Grace, Levinus Pieter, Grace Marlyn. Profil Tumor Jinak Kulit di
Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUP Prof. DR. R. D. Kandou. Manado: Fakultas
Kedokteran Univ. Sam Ratulangi Manado2009 - 2011. h. 2-3.

2. Narasimha Aparna, Kumar ML Harendra, MN Divyarani, dkk. Case Report:


Pigmented Seborrheic Keratosis (Melanoacanthoma) of Nipple. India: Dept. of
Pathology and Dept. of Surgery; 2013. P. 96.

3. Nadjar Ma’arifah. I. Anwar Anis, Wahab Siswanto. Hubungan Keratosis


Seboroik dengan Penyakit Kulit Lainnya. Makassar: Fakultas Kedokteran UH;
2015.h 38.

4. Silvia Soohyun Kim, Brian Jiang, Shang I. Manual of Dermatologic Therapeutics.


Seoul; 2013. P. 299 – 302.

5. The Article of American Academy of Dermatology: Patient Diagnosis Resource


for Seborrheic Keratosis. USA; 2006. Downloaded May 25th 2017, source
www.aad.org

6. Bedir Recep, Yurdakul Cuneyt, dkk. A case report; Basal Cell Carcionoma
arising within Seborrheic Keratosis. Turkey; 2014. P. 7.

7. Fong Gloria, Lowe Patricia. A GP’s guide to Actinic Keratosis. Australia:


Dermatologist, Royal Prince Alfred Hospital; 2016. P.43.

8. Keogane Steve, Kownacki Stephen, Moncrieff George, dkk. Actinic (Solar


Keratosis) Primary Care Treatment Pathway. British; 2012. P. 1-2.
9. Tsaniyah R. A. Delila, Aspitriani, Fatmawati. Prevalensi dan Gambaran Nevus
Pigmentosus di Bagian Patologi Anatomi RS Dr. Moh. Hoesin. Palembang ;
2009-2013. h. 111.

10. Fujita Miyuki, Oiso Naoki, Kawada Akira. Journal of Cosmetics, Dermatology
Sciences & Aplication; Nevus (Pigmented Spindle Cell Nevus) in an 11 Months
Old Japanese Infant. Japan; Kinki University, Osaka; 2012. P. 240.

11. Wardhana Made. Dermoskopi: Cara Non-invasif Diagnostik esi Berpigmen. Bali;
FK Univ. Udayana, Denpasar; 1990. h. 167.

12. National Cancer Institute. What you need to know about; Melanoma and other
Skin Cancer. US Department of Health and Human Service; 2010. P. 12-13, 14-
15.

13. Firnhaber Jonathon. Diagnosis and Treatment of Basal Cell and Squamous Cell
Carsinoma. Greenville; East Carolina University; 2012. P. 161,163.

14. Rezakovic Saida, Zuzul Kristina, Kostovic Kresimir. Journal of Dermatology and
Clinical Research; Basal Cell Carcinoma – review of treatment modalities.

15. Munjai Yash Pal. Textbook of Medicine, volume 1, 9th edition. India; Association
of Physicians India; 2012. P. 553.

16. Wolff K, Stephen G, Goldsmith LA, Katz SI. Fitzpatrick’s Dermatology in


General Medicine Ed. 7 Vol. 1&2. New York: McGraw-Hill; 2003.p.160-2.

Anda mungkin juga menyukai