Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
PENDAHULUAN
1.2 TUJUAN
Paper ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk mengikuti aktivitas
Kepaniteraan Klinik Senior di Departemen Ilmu Kedokteran Forensik dan
Medikolegal di RSU DR.Pirngadi Medan. Paper ini diharapkan dapat menambah
pengetahuan saudara mengenai Peran Forensik Klinis Dalam Pelayanan
Kesehatan sehingga pembaca dapat lebih mengenal tentang kasus.
BAB II
PEMBAHASAN
adanya korban. Untuk dapat membuktikan telah terjadi tindak pidana, penyidik,
penyidik memerlukan bukti atau kebenaran material. Karena kekerasan terjadi pada
manusia, maka diperlukan bantuan ahli ( dokter ) untuk memeriksa korban.
Hasil pemeriksaan ini yang di Indonesia disebut Visum et Repertum (VeR)
diserahkan oleh dokter kepada penyidik yang akan menggunakannya sebagai
petunjuk atau pedoman dalam mengusut dan menyidik perkara tersebut. Bila
penyidik yakin telah terjadi tindak pidana, maka berkas disampaikan kepada jaksa,
diantaranya VeR yang akan berperan sebagai alat bukti yang sah oleh jaksa, pembela
dan hakim.
Secara skematis dapat digambarkan sebagai berikut :
Keterangan gambar :
1
1
2
3
4
c. Visum lanjutan, visum ini diberikan setelah korban sembuh atau meninggal
dan merupakan lanjutan dari visum sementara yang telah diberikan
sebelumnya. Visum lanjutan tidak perlu dibuat oleh dokter yang membuat
visum sementara, tetapi oleh dokter yang terakhir merawat penderita.
2. Visum jenazah
Dibedakan atas :
a. Visum dengan pemeriksaan luar
b. Visum dengan pemeriksaan luar dan dalam.
2.3
TRAUMA MEKANIK
2.3.1 Pengertian
Trauma (injury) dari aspek medikolegal sedikit berbeda dengan pengertian
medis. Pengertian medis menyatakan trauma atau perlukaan adalah hilangnya
kontinuitas dari jaringan. Dalam pengertian medikolegal trauma adalah
pengetahuan tentang alat atau benda yang dapat menimbulkan gangguan
kesehatan seseorang. Artinya orang yang sehat, tiba-tiba terganggu kesehatannya
akibat efek dari alat atau benda yang dapat menimbulkan kecederaan. Aplikasinya
dalam pelayanan kedokteran forensic adalah untuk membuat terang suatu tindakan
kekerasan yang terjadi pada seseorang.
2.3.2 Klasifikasi trauma (luka)
Ditinjau dari berbagai sudut dan kepentingan, luka dapat diklasifikasikan
berdasarkan:
A. Etiologi
I. Trauma mekanik
1. Kekerasan Tumpul
a. Luka memar (bruise, contusion)
b. Luka lecet (abrasion)
c. Luka robek (laceration)
d. Patah tulang, pergeseran sendi (fracture, dislocation)
2. Kekerasan tajam
1. Kekerasan tumpul
Benda tumpul yang sering mengakibatkan luka antara lain: batu, besi,
sepatu, tinju, lantai, jalan, dan lain-lain. Kekerasan tumpul dapat terjadi karena 2
sebab: alat atau senjata yang mengenai atau melukai orang yang relatif tidak
bergerak dan yang lain bergerak ke arah objek atau alat yang tidak bergerak.
Dalam bidang medikolegal kadang-kadang hal ini perlu dijelaskan, walaupun
terkadang sulit dipastikan.
Luka karena kekerasa tumpul dapat berbentuk salah satu atau kombinasi
dari luka memar, luka lecet, luka robek, patah tulang atau luka tekan.
a. Luka memar
Perdarahan jaringan di bawah kulit atau di bawah permukaan organ akibat
pecahnya pembuluh darah kecil atau kapiler tanpa menyebabkan luka di
permukaan kulit atau membrane mukosa. Perdarahan atau ekimosis ini
berwarna biru kehitaman dan kadang-kadang disertai pembengkakan. Pada
orang kulit gelap warna biru kehitaman akibat memar kadang-kadang sulit
terlihat, sehingga pembengkakan bias dipakai sebagai petunjuk.Bentuk dan
luas luka dipengaruhi oleh kuat benturan, alat atau benda penyebab, keadaan
jaringan, umur, kelamin, dan keadaan tubuh seseorang. Akibat trauma pada
orag sehat dan berotot kuat tentu berbeda dengan orang biasa, apalagi pada
orang tidak sehat.luka memar di jaringan longgar seperti di daerah mata, leher,
dan lain-lain cendrung menjadi luas. Luka memar ini bias berpindah tempat
(ectopic bruises) akibat gravitasi seperti luka dikening seperti kacamata
hematom di daerah mata. Luka ini dapat memberikan gambaran alat yang
digunakan seperti tali pinggang, cambuk, roda ban, dan lain-lain. Luka memar
dipunggung tangan dan jari, memberi petunjuk seperti luka tangkis (defensif,
bertahan) pada perkelahian. Luka memar dileher bisa menjadi sebagai
petunjuk pencekikan.
Bersamaan dengan perjalanan waktu, luka memar menyembuh dan terjadi
perombakan zat warna hemoglobin. Dalam 4-5 hari menjadi hijau, lalu
kekuningan dalam beberapa hari kemudian dang menghilang dalam 10-14
hari.perubahan warna ini tidak dapat dipakai secara tepat untuk menentukan
lamanya perlukaan, karena dipengaruhi banyak faktor. Perubahan warna
dalam penyembuhan bergerak dari tepi ke tengah, artinya perlukaan tampak
makin mengecil.
Kadang-kadang bisa diragukan dengan lebam mayat, apalagi bila terletak
dibagian bawah setentang dengan lebam mayat. Untuk itu perhatikan pinggir
memar tidak rata (lebam mayat berbatas tegas di tempat tertekan), ada
pembengkakan (tidak ada pembengkakan pada lebam mayat), pada insisi
daerah luka warna hematom tidak hilang pada penyiram dengan air (lebam
mayat hilang dengan penyiram air), dan bila perlu dilakukan pemeriksaan
dengan mikroskopis dimana didapati infiltrasi sel darah merah dan putih
sebgai reaksi jaringan tubuh (reaksi vital) pada perlukaan.
Luka memar jarang fatal, kecuali kerusakan organ interna atau
mengakibatkan neurogenic syok dan emboli lemak pada pukulan atau
benturan berat.
b. Luka lecet (abrasi)
Luka pada kulit yang superfisial dimana epidermis berbenturan dengan
benda yang kasar permukaannya. Arah luka dapat ditentukan dari permukaan
epidermis yang terseret ke satu posisi. Bentuk luka lecet kadang-kadang bias
menunjukkan ventuk alat yang dipakai. Nilai medikolegal dari luka lecet ini
menunjukkan adanya kekerasan, bentuk alat yang digunakan, bekas cakaran,
bekas gigitan. Untuk kepentigan VeR walaupun kecil luka lecet harus diamati
dan direkam karena mempunyai nilai medikolegal.
c. Luka robek (laserasi)
Luka robek adalah luka terbuka akibat trauma tumpul yang kuat. Mudah
terbentuk bila dekat ke dasar bagian yang bertulang. Luka ini umumnya tidak
menggambarkan bentuk dan ukuran alat yang digunakan. Ciri-cirinya bentuk
tidak teratur, pinggir tidak rata, bengkak, sering kotor (sesuai benda
penyebab), perdarahan tidak banyak dibanding luka sayat, terdapat jembatan
diantara tepi luka (otot pembuluh darah, serabut saraf), rambut terbenam
dalam luka, sering disertai memar dan luka lecet. Akibat pukulan keras ini
sering terjadi perdarahan di bagian dalam tubuh akibat robeknya organ seperti
hati, limpa, jantung dan aorta.
Proses penyembuhan terlihat mulai dari penggumpalan darah di permukaan
luka. Permbentukan jaringan ikat dimulai dari dalam luka dan terakhir
pembentukan jaringan kulit. Dalam jaringan kulit baru tidak ditemukan
kelenjar keringat dan lain-lain apendiks kulit.
Perkiraan umur luka tidak bisa ditentukan dengan tepat. Seperti juga pada
luka memar dan luka lecet, umur luka hanya dapat dikategori sangat baru,
baru, beberapa hari dan lebih dari beberapa hari.
Luka robek bisa sangat hebat, sehingga terjadi perdarahan yang fatal. Luka
di daerah jaringan berlemak dpat menyebabkan emboli lemak pulmonal atau
sistemik.
Perdarahan organ dalam bisa terjadi segera, tetapi dpaat juga tertunda
beberapa hari kemudian (pada luka robek yang tidak komplit)yang akan
memperlemah daya jaringan tersebut, sehingga suatu saat jembol dan
menimbulkan perdarahan yang fatal. Dari segi medikolegal hal ini sangat
penting ditentukan dokter, apakah perdarahan tersebut berkaitan dengan
trauma awal.
d. Patah tulang
Pada trauma tumpul yang kuat dapat terjadi patah tulang. Pada anak-anak
dan orang muda, tulang masih lentur dan dapat menyerap tekanan yang kuat.
Tekanan berat (misalnya dilindas mobil) pada anak-anak dapat menyebabkan
hancurnya orgn dalam tanpa patah iga pecahan tulang dapat menunjukkan
arah trauma. Patah tulang dapat menunjukkan perdarahan luar dan perdarahan
dalam.
Yang paling bahaya adalah trauma tumpul di kepala, karena dapat terjadi
perdarahan epidural, subdural, subarachnoid dan intra serebral.
Patah tulang dapat menimbulkan rasa nyeri dang gangguan fungsi. Rongga
dalam tulang panjang dapat mengganggu sel-sel lemak, yang bila patah dapat
memasuki sirkulasi darah dan menyebabkan emboli pulmonal dan atau emboli
otak. Gejala emboli otak dapat muncul 2-4 hari kemudian. Emboli paru-paru
dapat terlihat dari gejala gangguan pernafasan (respiratory distress) sesudah
10
waktu menarik pisau. Demikian juga bila pisau masuk ke jaringan dengan
posisi miring.
Begitu pula
dalamnya
luka
tidak
menggambarkan
panjangnya
PEMERIKSAAN LUKA
Dalam pemeriksaan, interpretasi luka harus berdasarkan penemuan dan
tidak boleh dipengaruhi oleh keterangan pasien atau keluarga, sebab pada banyak
kasus ad kecenderungan korban akan memperbesar keluhannya dengan maksud
mendramatisir perlukaan untuk kepentingannya.
Pemeriksaan ditujukan untuk menentukan :
-
Jumlah luka
Lokasi luka
Arah luka
Ukuran luka (panjang lebar dan dalam)
Jenis kekerasan
Bentuk alat
Kualifikasi atau derajat keparahan luka
Medikolegal luka
Luka ante-mortem atau post-mortem
11
permukaan kulit, jaringan dibawahnya dan bila perlu organ dalam (visera).Luka
diukur secara tepat (dalam millimeter atau sentimeter), tidak boleh dalam ukuran
kira-kira saja. Bila ada keraguan apakah luka terjadi ante atau post mortem maka
jaringan luka diambil untuk pemeriksaan mikroskopik.
Bila timbul pertanyaan dari hakim apakah suatu alat yang ditujukkan
dalam siding pengadilan yang menyebabkan luka pada korban, maka jangan
sekali-kali menjawab dengan pasti, sebab mungkin saja ada alat lain yang dapat
menyebabkan luka yang sama sifanya, walaupun memang terdapat hubungan
antara bentuk alat dan luka yang terjadi.
2.3.4
KUALIFIKASI LUKA
Dalam membuat kesimpulan luka sebaiknya dokter menentukan juga
derajat keparahan luka yang dialami korban atau disebut juga derajat kualifikasi
luka. Ini sebagai usaha untuk membantu yudex facti dalam menegakkan
keadilan.Perlu diingat bahwa pengertian kualifikasi luka disini semata-mata
menurut pengertian medis yang dihubungkan dengan beberapa ketentuan hokum
yang telah dijelaskan sebelumnya.
Penganiayaan merupakan istilah hukum dan tidak dipakai dalam laporan
tertulis dalam visum oleh dokter.Dengan hanya melihat keadaan luka korba,
dokter tidak mungkin menentukan apakah itu penganiaan ringan atau berat.Ini
adalah istilah hukum. Artinya, yang dapat menentukan itu penganiaan atau bukan
adalah hakim dengan menghubungkannya dengan alat bukti yang lain.
Yang diharapkan dari dokter adalah dari sudut pandang ilmu
kedokteran.Dokter dapat membantu kalangan hukum dalam menilai berat ringan
luka yang dialami korba pada waktu atau selama perwatan yang dilakukannya.
Kualifikasi luka yang dapat dibuat dokter adalah menyatakan pasien
menggalami luka ringan, sedang atau berat.
Yang dimaksud dengan luka ringan adalah luka yang tidak menimbulkan
halangan dalam menjalankan mata pencaharian, tidak menggangu kegiatan sehari-
12
hari.Sedangkan luka berat harus disesuaikna dengan ketentuan dalam undangundang yaitu yang diatur dalam KUHP pasal 90.Lika sedang adalah keadaan luka
diantara luka ringan dan luka berat.
KUHP pasal 90.
Luka berat berarti :
1.
Jatuh sakit atau mendapat luka yang tidak memberi harapan akan sembuh
2.
3.
4.
5.
6.
7.
pekerjaan pencaharian.
Kehilangan salah satu panca indera
Mendapat cacat berat
Menderita sakit lumpuh
Terganggunya daya piker selama 4 minggu lebih
Gugur atau matinya kandungan seorang prempuan
Ketentuan hukum ini perlu dipahami dengan baik oleh dokter karena ini
Demikian juga
13
Suatu hal yang penting diingat didalam menentukan ada tidaknya luka
akibat kekerasan, adalah bahwa pada kenyataan tidak selamanya kekerasan itu
akan menimbulkan bekas atau luka. Oleh karena itu didalam kesimpulan VeR
Sebaiknya
ditulis
tidak
ditemuakan
tanda-tanda
kekerasan.
Usaha
Ketentuan hukum
Seperti dikemukan sebelumnya, agar bantuan dokter dapat menyentuh
2.
3.
4.
tahun.
Dengan penganiayaan disamakan sengaja merusak kesehatan.
Menurut yurisprudensi yang tergolong dalam penganiayaan adalah
14
1. Kecuali yang tersebut dalam pasal 353 dan 356, maka penganiaayan yang tidak
menimbulkan penyakit atau halangan utuk menjalankan pekerjaan jabatan atau
pencaharian, diancam sebagai penganiayaan ringan dengan pidana penjara
paling lama3 bulan atau pidana denda empat ribu lima ratus rupiah.
Penganiayaan sedang diatur dalam pasal 351 ayat 1, juga pada :
KUHP pasal 353
(1) Penganiayaan yang dilakukan dengan direncanakan terlebih dahulu dihukum
penjara selama lamanya 4 tahun.
Penganiyaan berat terdapat dalam KUHP pasal 353 ayat 2 pasal 354 ayat 1 pasal
355 ayat 1.
KUHP pasal 353
(2) Jika perbuatan itu menjadi luka berat, sitersalah dihukum selama-lamnya 7
tahun.
KUHP pasal 354
(1) Barang siapa dengan sengaja melukai berat orang lain, diancam karena
penganiayaan berat dengan pidana penjara paling lama 8 tahun.
KUHP pasal 355
(1) Penganiayaan berat yang dilakukan dengan direncanakan terlebih dahulu
diancam dengan pidana penjara paling lama 12 tahun.
Selain berkaitan dengan hukum pidana, dalam hal korban masih hidup
dapat timbul persoalan berupa tuntutan ganti
15
2.3.6
ASPEK MEDIKOLEGAL
Penentuan luka secara medikolegal seperti tindakan bunuh diri, kecelakaan
7.
kejadian
Ada tidaknya robekan pada pakaian dan hubungannya dengan luka
8.
2.4
2.4.1
Ciri Khas
Ada beberapa jenis visum yang diperlukan para penegak hukum dari
dokter, antara lain visum perlukaan, visum perkosaan dan visum jenazah dan
visum psikiatrik. Dalam pemeriksaan pada korban, setiap jenis visum ini
mempunyai ciri khas masing-masing. Untuk visum perkosaan ciri khasnya adalah
pemeriksaan pada tubuh perempuan, terutama mengenai alat kelaminnya. Oleh
karena itu pengetahuan yang baik tentang alat kelamin perempuan sangat
diperlukan. Itu sebabnya pemeriksaan ini umumnya dilakukan oleh spesialis
Obstetric dan Ginekologi (Sp.OG), bila tidak ada spesialis ini, maka pemeriksaan
boleh dilakukan oleh dokter umum. Bagaimana dengan dokter spesialis
Kedokteran Forensik (Sp.F) ?
Pada dasarnya spesialis Kedokteran Forensik adalah dokter yang
dijuruskan pengetahuan dan keterampilannya dalam membantu penegak hukum
16
dalam pelayanan visum et repertum, tetapi sampai saat ini belum lazim mengenai
pemeriksaan visum et repertum perkosaan di Indonesia, karena pemeriksaan ini
masih dilakukan oleh Sp.OG. Dengan adanya perkembangan pengetahuan
forensik klinis yang diharapkan pada masa mendatang pemeriksaan dan pelayanan
visum et repertum korban pelanggaran kesusilaan dan perkosaan dapat dilakukan
oleh Sp.F.
Selama bagian Kedokteran Forensik belim melakukan pemeriksaan korban
pelanggaran seksual dan perkosaan, maka dalam pendidikan dokter dan dokter
spesialis, pengetahuan tentang pelanggaran kesusilaan dan perkosaan diperoleh
dibagian Kedokteran Forensik, sedangkan pendidikan keterampilan diperoleh
dibagian Obstetri dan Ginekologi. Sngat diperlukan pengetahuan yang baik
mengenai alat kelamin perempuan serta aspek hukum yang berhubungan dengan
pelanggaran kesusilaan dan perkosaan, tanpa pengetahuan yang baik, visum yang
dibuat sulit dipertanggung-jawabkan. Itu akan merugikan masyarakat.
Perkosaan dalam arti umum adalah merampas milik seseorang secara paksa. Ini
bisa terjadi dalam semua hal seperti hak asasi, ketentraman, waktu dan lain-lain.
Tetapi bila membicarakan perkosaan, orang selalu menghubungkannya dengan
hubungan seksual, oleh karena itu lebih tepat disebut perkosaan seksual.
Perkosaan adalah persetubuhan yang melanggar hukum, merupakan tindak
pidana kriminal yang dapat diancam hukum pidana. Perkosaan dalam KUHAP
diatur dalam Bab XIV kejahatan terhadap kesopanan. Dalam konteks yang lebih
jelas ini adalah pelanggaran kesusilaan.
17
Ad. 1. Perkosaan
Pengertian perkosaan tidak sama untuk setiap negara atau ahli ang
membahasnya, ada yang mendefinisikan sebagai persetubuhan tanpa seizin
perempuan atau diluar kemauan korban, yang lain menyebut perkosaan adalah
suatu tindakan kriminal apabila si pemerkosa memakain kekerasan dan korban
memberi perlawanan sampai saat-saat terakhir. Penulis lain menyebutkan
perkosaan adalaha hubungan kelamin yang melanggar hukum, dilakukan dengan
kekerasan, ancaman pada wanita yang tidak mengehndaki persetubuhan tersebut.
Nerayan Reddy (India) menghubungkan dengan ketentuan hukum yang berlaku di
India menyatakan laki-laki dapat dituduh melakukan perkosaan bila dilakukan :
1. Diluar kehendak perempuan
2. Tanpa persetujuannya
3. Dengan persetujuan perempuan bila dilaukan dengan ancaman kekerasan
atau kematian terhadap perempuan atau orang yang disayanginya
4. Menipu perempuan bahwa ia suaminya
5. Bila perempuan dalam keadaan tidak sadar atas apa yang terjadi pada
dirinya seperti dibawah pengaruh obat-obatan
6. Dengan atau tanpa persetujuan bila perempuan berumur dibawah 16 tahun
Di Indonesia pengertian perkosaan harus disesuaikan dengan ketentuan hukum
yang terdapat dalam KUHAP pasal 285, 286 dan 287.
Perkosaan adalah istilah hukum bukan istilah medis. Dokter tidak dapat
menggunakan istilah perkosaan dalam visum, karena ia tidak dapat menentukan
apakah persetubuhan dilakukan tanpa persetujuan perempuan atau dilakukan
secara paksa. Ada tidaknya tanda-tanda perlawanan atau kekerasan tidak
menentukan suatu perkosaan. Walaupun peranan visum penting dalam tindak
18
pidana perkosaan, Hakim masih memerlukan alat bukti yang lain sebagai alat
bukti yang sah (lihat KUHAP pasal 183 dan 184).
Pertanyaan sering timbul apakah tidak mungkin perempuan memerkosa
laki-laki?, walaupun ini dapat terjadi tetapi KUHP menganggap tidak perlu
menentukan hukuman pada perempuan dimaksud. Hal ini mungkin karena
perbuatan tersebut bagi laki-laki tidak menimbulkan sesuatu yang buruk atau
merugikan. Bagi seorang perempuan bisa tercemar namanya karena perkosaan,
luka-luka pada alat kelamin dan tubuhnya serta kemungkinan hamil. Namun
memang pernah terjadi seorang laki-laki mengadu kepada penyidik karena
diperkosa beberapa orang perempuan. Salah satu alasan pengaduan yang
diampaikan adalah karena takut ditulari penyakit AIDS oleh salah seorang
perempuan.
2.4.2
Ketentuan Hukum
Seperti dibahas dalam Bab II, dokter perlu mengetahui ketentuan hukum
yang berkaitan dengan tindak pedana kekerasan pada manusia, agar memahami
bantuan apa yang diperlukan penegak hukum dari dokter.
KUHP pasal 285
Barang siapa yang dengan kekerasan atau dengan ancaman kekerasan memaksa
perempuan yang bukan istrinya bersetubuh dengan dia karena perkosaa, dihukum
dengan hukuman penjara selama-lamanya 12 tahun.
Yang diancam hukuman pasal ini adalah dengan kekerasan atau ancaman
kekersan memaksa perempuan yang buka istrinya untuk bersetubuh dengan dia.
Oleh karena itu dalam pemeriksaan kasus perkosaan yang diperlukan dari dokter
adalah pembuktian telah terjadi persetubuhan dan adanya tanda-tanda kekerasan
serta jenis kekerasan. Melakukan kekerasan artinya mempergunakan tenaga atau
kekuatan jasmani tidak kecil misalnya memukul dengan tangan atau senjata,
menendang.
19
20
urin, darah atau bahan yang dimuntahkan korban. Harus diperhatikan apakah
korban tidak berdaya karena dirinya sendiri akibat alkohol atau pengaruh obat
karena perbuatannya sendiri, misalnya korban memang kehilangan kontrol dirinya
akibat alkohol atau pengaruh obat karena perbuatan korban sendiri. Bila
berlangsung alam (jam atau hari) maka sulit dibuktikan. Begitu pula sulit untuk
membuktikan korban tidak sadar waktu disetubuhi karena adanya serangan
penyakit sawan (epilepsi) yang bisa datang sewaktu-waktu dan menyebabkan
korban pingsan atau tidak berdaya.
Pingsan artinya korban tidak ingat atau tidak sadar akan dirinya. Tidak
berdaya artinya tidak mempunyai kekuatan atau tenaga sama sekali, sehingga ia
tidak dapat memberikasn perlawanan, baik karena kehilangan tenaga atau
dibawah pengaruh obat atau korban diikat. Bila dalam pemerisaan dokter dapat
menjelaskan keadaan ini, maka para penegak hukum mendapat pegangan dalam
menerapkan ketentuan hukum dalam KUHP pasal 286. Hal lain yang perlu
diperhatiakn dokter dalam pemeriksaan perkosaan adlah mengenai umur
perempuan yang disetubuhi, karena ini berkaitan dengan masa kesuburan atau
pantas dikawini, seperti diatur dalam KUHP pasal 287.
KUHP pasal 287
1. Barang siapa bersetubuh dengan perempuan yang bukan istrinya dalam hal
diketahuinya atau patut disangkanya bahwa perempuan ini belum cukup
15 tahun atau tidak terang berapa umurnya bahwa perempuan itu belum
pantas buat dikawini dihukum dengan hukuman penaja selama-lamanya
sembilan tahun.
2. Penuntutan dilakukan bila ada pengaduan, kecuali perempuan itu belum
sampai 12 tahun jika ada salah satu hal tersebut pada pasal 291 dan pasal
294.
Bantuan yang diharapkan dari dokter dalam pasal ini adalah mengenai umur
korban. Bila perempuan tidak mempunyai akte kelahiran, KTP atau ijazah dan
bukti lain yang diperlukan menunjukkan umurnya belum 15 tahun, maka
diperlukan bantuan dokter untuk menentukan umurnya secara medis. Demikian
21
pula penentuan untuk umur 12 tahun. Dalam ketentuan hukum ini jelas disebut
bila umur belum 15 tahun tetapi sudah lebih dari 12 tahun maka penuntutan baru
dilakukan bila perempuan dan keluarganya mengadu kepada penyidik yang
dikenal sebagai delik aduan. Teta[i bila umur perempuan belum 12 tahun maka
tidak diperluakan pengaduan.
Ada beberapa pedoman yang dapat dipakai untuk menetukan perkiraan umur
korban yaitu :
1.
2.
3.
4.
5.
22
Pemeriksaan dan laporan hasil pemeriksaan yang mengandung kelima unsur ini
akan sangat membantu para penegak hukum.
1. Persetubuhan
Persetubuhan adalah masuknya alat kelamin laki-laki ke dalam alat
kelamin perempuan sebagian atau seluruhnya dengan atau tanpa
mengeluarkan air mani yang mengandung sperma atau tidak. Batasan ini
diperlukan sebagai pegangan untuk menentukan adanya persetubuhan.
Persetubuhan pada hakekatnya dilakukan untuk mendapatkan keturunan.
Penetrasi yang amat ringan bisa membuat sesorang perempuan hamil,
namun penetrasi sempurna bisa tidak menghasilkan kehamilan, karena
tidak ada air mani, air mani tidak mengandung sperma, ditumpahkan
diluar vagina atau pakai kondom.
Untuk membuktikan adanya persetubuhan tergantung dari alat kelamin
laki-laki, dan perempuan. Besar dan ketegangan penis, cairan mani dan
sperma akan menentukan derajat trauma dan penilaian tanda persetubuhan.
Keadaan selaput dara (himen) dan besarnya liang senggama akan
memberikan tanda adanya persetubuhan. Ada perempuan yang mempunyai
himen masih utuh, ada yang telah robek, tinggal sis-sisa himen atau sudah
tidak ada sam sekali waktu disetubuhi pelaku. Ketebalan himen pun
berbeda, demikian pula elastisitasnya. Lubang himen bisa berbentuk
anular, bula sabit (semilunaris), labiriformis (celah seperti bibir),
fimbriformis
(bergelambir),
cribiformis
(belubang-lubang
kecil),
Pembuktian Persetubuhan
Untuk membuktikan telah terjadi suatu persetubuhan, dapat dipakai pedoman :
23
24
25
Barang siapa yang dengan kekerasan atau dengan ancaman kekerasan memaksa
seseorang atau membiarkan dilakukan padanya cabul, karena perbuatan yang
merusak kesusilaan, dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya 9 bulan.
KUHP pasal 290
Dihukum dengan hukuman selama-lamanya 7 tahun
1. Barang siapa melakukan perbuatan cabul dengan seseorang sedang diketahuinya
bahwa orang itu pingsan atau tidak berdaya.
2. Barang siapa melakukan perbuatan cabul dengan seseorang sedang diketahuinya
atau patut disangkanya bahwa umur orang itu belum cukup 15 tahun kalau umur
itu tidak terang, bahwa orang itu belum pantas buat dikawini.
3. Barang siapa membujuk seseorang yang diketahuinya atau patut disangkanya,
bahwa umur orang itu tidak cukup 15 tahun atau kalau umur itu tidak terang,
bahwa ia belum pantas buat dikawini untuk melakukan atau membiarkan
diperbuat padanya perbuatan-perbuatan cabul untuk berzinah dengan orang itu.
2.5
FORENSIK PSIKIATRI
26
3. Ketentuan pada ayat diatas ini hanyalah berlaku untuk mahkamah agung,
pengadilan tinggi dan pengadilan indonesia yang setingkat pengadilan
negeri.
Pada umumnya pemeriksaan psikiatri diperlukan dalam kasus-kasus pembunuhan
atau penganiayaan berat, kejahatan seksual, pada kasus dimana didapat kesan atau
diduga pelaku terganggu jiwanya dan pada residiv yang tidak dapat dijelaskan
motifnya.
Kesaksian Ahli Psikiatri seperti yang dimaksudkan didalam peraturan Mentri
Kesehatan tentang perawatan penderita penyakit jiwa tahun 1970 adalah sebagai
berikut :
Kesaksian Ahli Psikiatri dapat berupa visum et repertum psikiatri atau
keterangan dokter dimana visum et repertum adalah suatu kesaksian tertulis pada
perkara pidana atau perdata, dan dibuat atas permintaan hakim ketua pengadilan
dengan mengingat sumpah dokter atas permintaan jaksa, polisi atau pamong praja
dalam pemeriksaan pendahuluan suatu perkara pengadilan.
2.6
NO
1
TINGKAT
KEMAMPUAN
4A
27
Kekerasan tajam
4A
Trauma kimia
3A
Luka tembak
3A
Barotrauma
Trauma suhu
Asfiksia
3A
Tenggelam
3A
10
3A
11
Pengguguran kandungan
3A
12
Kematian mendadak
3B
13
Toksikologi forensik
3A
28