Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Dalam pelayanan kesehatan kepada masyarakat, sang penyembuh ( the
healer, sekarang dokter ) mendapati kenyataan bahwa bantuan mereka diperlukan
oleh kalangan pengak hukum dalam memeriksa korban maupun memberi keterangan
untuk memastikan sebab, cara dan waktu kematian pada peristiwa kematian tidak
wajar karena pembunuhan,bunuh diri, kecelakaan atau kematian yang mencurigakan.
Begitu pula pada korban luka penganiayaan, pemerkosaan, pengguguran kandungan
dan peracunan diperlukan pemeriksaan oleh dokter untuk menjelaskan peristiwa
yang terjadi secara medis, disitulah dibutuhkannya ilmu forensik klinik.
Forensik klinik adalah bagian dari ilmu kedokteran forensik yang mencakup
pemeriksaan forensik terhadap korban hidup dan investigasinya, kemudian aspek
medikolegal, juga psikopatologinya, dengan kata lain forensik klinis merupakan area
medis yang mengintegrasikan antara peranan medis dan hukum.
Interaksi antara bidang medis dan hukum pada saat ini tidak dapat
diragukan lagi, yang mana semakin meluas dan berkembang dari waktu ke waktu.
Disinilah peran forensik klinis yang merupakan suatu ruang lingkup keilmuan yang
berintegerasi antara bidang medis dan bidang hukum diperlukan. Berbeda dengan
forensik patologi, seorang dokter di forensik klinis lebih banyak menghabiskan
waktunya menangani korban hidup. Kasus-kasus yang ada di forensik klnis meliputi
perkosaan, pencabulan, kekerasan dalam rumah tangga, dan kekerasan pada anak..

1.2 TUJUAN
Paper ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk mengikuti aktivitas
Kepaniteraan Klinik Senior di Departemen Ilmu Kedokteran Forensik dan
Medikolegal di RSU DR.Pirngadi Medan. Paper ini diharapkan dapat menambah
pengetahuan saudara mengenai Peran Forensik Klinis Dalam Pelayanan
Kesehatan sehingga pembaca dapat lebih mengenal tentang kasus.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1. LINTAS DISIPLIN


Ilmu kedokteran forensik adalah ilmu lintas disiplin. Pada dasarnya ilmu ini
hadir untuk membantu proses hukum dan keadilan. Proses hukum ini dimulai dari

adanya korban. Untuk dapat membuktikan telah terjadi tindak pidana, penyidik,
penyidik memerlukan bukti atau kebenaran material. Karena kekerasan terjadi pada
manusia, maka diperlukan bantuan ahli ( dokter ) untuk memeriksa korban.
Hasil pemeriksaan ini yang di Indonesia disebut Visum et Repertum (VeR)
diserahkan oleh dokter kepada penyidik yang akan menggunakannya sebagai
petunjuk atau pedoman dalam mengusut dan menyidik perkara tersebut. Bila
penyidik yakin telah terjadi tindak pidana, maka berkas disampaikan kepada jaksa,
diantaranya VeR yang akan berperan sebagai alat bukti yang sah oleh jaksa, pembela
dan hakim.
Secara skematis dapat digambarkan sebagai berikut :

Keterangan gambar :
1

= penyidik menemukan/ mendapat laporan ada korban

1
2
3
4

= penyidik mengirim permintaan VeR kepada dokter


= dokter memeriksa korban
= VeR disampaikan kepada penyidik
= penyidik mengirim berkas pemeriksaan termasuk VeR kepada jaksa sebagai
penuntut umum.
5+ = jaksa mengembalikan berkas kepada penyidik untuk diperbaiki

5 = jaksa menuntut tersangka di siding pengadilan


6+ = hakim meminta jaksa untuk melengkapi berkas perkara ( termasuk VeR)
6 = dokter dimita hadir di siding pengadilan.

2.2. Visum et Repertum


Bantuan dokter kepada kalangan hukum yang paling sering dan sangat
diperlukan adalah pemeriksaan korban. Pada seminar/lokakarya VeR di Medan tahun
1981 pengertian visum dirumuskan lebih jelas, yaitu laporan tertulis untuk
peradilan yang dibuat oleh dokter berdasarkan sumpah/ janji yang diucapkan pada
waktu menerimajabatan dokter, memuat pemberitaan tentang segala hal (fakta) yang
dilihat dan ditemukan pada benda bukti berupa tubuh manusia ( hidup atau mati)
atau benda yang berasal dari tubuh manusia yang diperiksa dengan pengetahuan dan
keterampilan yang sebaik-baiknya dan pendapat mengenai apa yang ditemukan
sepanjang pemeriksaan tersebut.

2.2.1 JENIS VeR


1. Untuk orang hidup
Yang termasuk visum untuk orang hidup adalah visum yang diberikan untuk
korban luka-luka karena kekerasan, keracunan, perkosaan, psikiatri, dan lain-lain.
Berdasarkan waktu pemberiannyavisum untuk orang hidup dapat dibedakan atas :
a. Visum seketika , adalah visum yang langsung diberikan setelah korban
selesai diperiksa. Visum inilah yang paling banyak dibuat oleh dokter.
b. Visum sementara , adalah visum yang diberikan pada korban yang masih
dalam perawatan. Biasanya visum sementara ini diperlukan penyidik untuk
menentukan jenis kekerasan, sehingga dapat menahan tersangka atau sebagai
petunjuk dalam menginterogasi tersangka. Dalam visum ini belum ditulis
kesimpulan.

c. Visum lanjutan, visum ini diberikan setelah korban sembuh atau meninggal
dan merupakan lanjutan dari visum sementara yang telah diberikan
sebelumnya. Visum lanjutan tidak perlu dibuat oleh dokter yang membuat
visum sementara, tetapi oleh dokter yang terakhir merawat penderita.
2. Visum jenazah
Dibedakan atas :
a. Visum dengan pemeriksaan luar
b. Visum dengan pemeriksaan luar dan dalam.

2.3

TRAUMA MEKANIK

2.3.1 Pengertian
Trauma (injury) dari aspek medikolegal sedikit berbeda dengan pengertian
medis. Pengertian medis menyatakan trauma atau perlukaan adalah hilangnya
kontinuitas dari jaringan. Dalam pengertian medikolegal trauma adalah
pengetahuan tentang alat atau benda yang dapat menimbulkan gangguan
kesehatan seseorang. Artinya orang yang sehat, tiba-tiba terganggu kesehatannya
akibat efek dari alat atau benda yang dapat menimbulkan kecederaan. Aplikasinya
dalam pelayanan kedokteran forensic adalah untuk membuat terang suatu tindakan
kekerasan yang terjadi pada seseorang.
2.3.2 Klasifikasi trauma (luka)
Ditinjau dari berbagai sudut dan kepentingan, luka dapat diklasifikasikan
berdasarkan:
A. Etiologi
I. Trauma mekanik
1. Kekerasan Tumpul
a. Luka memar (bruise, contusion)
b. Luka lecet (abrasion)
c. Luka robek (laceration)
d. Patah tulang, pergeseran sendi (fracture, dislocation)
2. Kekerasan tajam

a. Luka sayat (inciside wound)


b. Luka tusuk, tikam (punctured, wound)
c. Luka bacok (choped wound)
3. Luka tembak (firearm wound)
II. Luka termis (suhu)
1. Temperatur panas
a. Terpapar suhu panas (heat stroke, heat exhaustion, heat
cramps).
b. Benda panas (luka bakar dan scald
2. Temperatur dingin
a. Terpapar dingin (hipotermia)
b. Efek local (frost bite)
III. Luka kimiawi
1. Zat korosif
2. Zat iritasi
IV. Luka listrik, iritasi, ledakan dan petir
B. Derajat kualifikasi luka
1. Luka ringan
2. Luka sedang
3. Luka berat
C. Medikolegal
1. Perbuatan sendiri (bunuh diri)
2. Perbuatan orang lain (pembunuhan)
3. Kecelakaan
4. Dibuat sendiri (fabricated)
D. Waktu kematian
1. Ante-motem
2. Post-motem
I. Trauma mekanik
Trauma atau luka mekanik terjadi karena alat atau senjata dalam berbagai
bentuk, alami atau dibuat manusia. Senjata atau alat yang dibuat manusia seperti
kampak, pisau , panah, martil, dan lain-lain. Bila telusuri, benda-benda ini telah
ada sejak zaman pra sejarah dalam usaha mempertahankan hidup sampai dengan
pembuatan senjata-senjata masa kini seperti senjata api, bom dan senjata
penghancur lainnya. Akibatnya pada tubuh dapat dibedakan dari pnyebabnya.

1. Kekerasan tumpul
Benda tumpul yang sering mengakibatkan luka antara lain: batu, besi,
sepatu, tinju, lantai, jalan, dan lain-lain. Kekerasan tumpul dapat terjadi karena 2
sebab: alat atau senjata yang mengenai atau melukai orang yang relatif tidak
bergerak dan yang lain bergerak ke arah objek atau alat yang tidak bergerak.
Dalam bidang medikolegal kadang-kadang hal ini perlu dijelaskan, walaupun
terkadang sulit dipastikan.
Luka karena kekerasa tumpul dapat berbentuk salah satu atau kombinasi
dari luka memar, luka lecet, luka robek, patah tulang atau luka tekan.
a. Luka memar
Perdarahan jaringan di bawah kulit atau di bawah permukaan organ akibat
pecahnya pembuluh darah kecil atau kapiler tanpa menyebabkan luka di
permukaan kulit atau membrane mukosa. Perdarahan atau ekimosis ini
berwarna biru kehitaman dan kadang-kadang disertai pembengkakan. Pada
orang kulit gelap warna biru kehitaman akibat memar kadang-kadang sulit
terlihat, sehingga pembengkakan bias dipakai sebagai petunjuk.Bentuk dan
luas luka dipengaruhi oleh kuat benturan, alat atau benda penyebab, keadaan
jaringan, umur, kelamin, dan keadaan tubuh seseorang. Akibat trauma pada
orag sehat dan berotot kuat tentu berbeda dengan orang biasa, apalagi pada
orang tidak sehat.luka memar di jaringan longgar seperti di daerah mata, leher,
dan lain-lain cendrung menjadi luas. Luka memar ini bias berpindah tempat
(ectopic bruises) akibat gravitasi seperti luka dikening seperti kacamata
hematom di daerah mata. Luka ini dapat memberikan gambaran alat yang
digunakan seperti tali pinggang, cambuk, roda ban, dan lain-lain. Luka memar
dipunggung tangan dan jari, memberi petunjuk seperti luka tangkis (defensif,
bertahan) pada perkelahian. Luka memar dileher bisa menjadi sebagai
petunjuk pencekikan.
Bersamaan dengan perjalanan waktu, luka memar menyembuh dan terjadi
perombakan zat warna hemoglobin. Dalam 4-5 hari menjadi hijau, lalu
kekuningan dalam beberapa hari kemudian dang menghilang dalam 10-14

hari.perubahan warna ini tidak dapat dipakai secara tepat untuk menentukan
lamanya perlukaan, karena dipengaruhi banyak faktor. Perubahan warna
dalam penyembuhan bergerak dari tepi ke tengah, artinya perlukaan tampak
makin mengecil.
Kadang-kadang bisa diragukan dengan lebam mayat, apalagi bila terletak
dibagian bawah setentang dengan lebam mayat. Untuk itu perhatikan pinggir
memar tidak rata (lebam mayat berbatas tegas di tempat tertekan), ada
pembengkakan (tidak ada pembengkakan pada lebam mayat), pada insisi
daerah luka warna hematom tidak hilang pada penyiram dengan air (lebam
mayat hilang dengan penyiram air), dan bila perlu dilakukan pemeriksaan
dengan mikroskopis dimana didapati infiltrasi sel darah merah dan putih
sebgai reaksi jaringan tubuh (reaksi vital) pada perlukaan.
Luka memar jarang fatal, kecuali kerusakan organ interna atau
mengakibatkan neurogenic syok dan emboli lemak pada pukulan atau
benturan berat.
b. Luka lecet (abrasi)
Luka pada kulit yang superfisial dimana epidermis berbenturan dengan
benda yang kasar permukaannya. Arah luka dapat ditentukan dari permukaan
epidermis yang terseret ke satu posisi. Bentuk luka lecet kadang-kadang bias
menunjukkan ventuk alat yang dipakai. Nilai medikolegal dari luka lecet ini
menunjukkan adanya kekerasan, bentuk alat yang digunakan, bekas cakaran,
bekas gigitan. Untuk kepentigan VeR walaupun kecil luka lecet harus diamati
dan direkam karena mempunyai nilai medikolegal.
c. Luka robek (laserasi)
Luka robek adalah luka terbuka akibat trauma tumpul yang kuat. Mudah
terbentuk bila dekat ke dasar bagian yang bertulang. Luka ini umumnya tidak
menggambarkan bentuk dan ukuran alat yang digunakan. Ciri-cirinya bentuk
tidak teratur, pinggir tidak rata, bengkak, sering kotor (sesuai benda
penyebab), perdarahan tidak banyak dibanding luka sayat, terdapat jembatan
diantara tepi luka (otot pembuluh darah, serabut saraf), rambut terbenam
dalam luka, sering disertai memar dan luka lecet. Akibat pukulan keras ini

sering terjadi perdarahan di bagian dalam tubuh akibat robeknya organ seperti
hati, limpa, jantung dan aorta.
Proses penyembuhan terlihat mulai dari penggumpalan darah di permukaan
luka. Permbentukan jaringan ikat dimulai dari dalam luka dan terakhir
pembentukan jaringan kulit. Dalam jaringan kulit baru tidak ditemukan
kelenjar keringat dan lain-lain apendiks kulit.
Perkiraan umur luka tidak bisa ditentukan dengan tepat. Seperti juga pada
luka memar dan luka lecet, umur luka hanya dapat dikategori sangat baru,
baru, beberapa hari dan lebih dari beberapa hari.
Luka robek bisa sangat hebat, sehingga terjadi perdarahan yang fatal. Luka
di daerah jaringan berlemak dpat menyebabkan emboli lemak pulmonal atau
sistemik.
Perdarahan organ dalam bisa terjadi segera, tetapi dpaat juga tertunda
beberapa hari kemudian (pada luka robek yang tidak komplit)yang akan
memperlemah daya jaringan tersebut, sehingga suatu saat jembol dan
menimbulkan perdarahan yang fatal. Dari segi medikolegal hal ini sangat
penting ditentukan dokter, apakah perdarahan tersebut berkaitan dengan
trauma awal.
d. Patah tulang
Pada trauma tumpul yang kuat dapat terjadi patah tulang. Pada anak-anak
dan orang muda, tulang masih lentur dan dapat menyerap tekanan yang kuat.
Tekanan berat (misalnya dilindas mobil) pada anak-anak dapat menyebabkan
hancurnya orgn dalam tanpa patah iga pecahan tulang dapat menunjukkan
arah trauma. Patah tulang dapat menunjukkan perdarahan luar dan perdarahan
dalam.
Yang paling bahaya adalah trauma tumpul di kepala, karena dapat terjadi
perdarahan epidural, subdural, subarachnoid dan intra serebral.
Patah tulang dapat menimbulkan rasa nyeri dang gangguan fungsi. Rongga
dalam tulang panjang dapat mengganggu sel-sel lemak, yang bila patah dapat
memasuki sirkulasi darah dan menyebabkan emboli pulmonal dan atau emboli
otak. Gejala emboli otak dapat muncul 2-4 hari kemudian. Emboli paru-paru
dapat terlihat dari gejala gangguan pernafasan (respiratory distress) sesudah

14-16 jam. Perdarahan ekstradural terjadi karena robeknya arteri meningea


media yang berada pada bagian dalam tempurung kepala.
e. Tekanan atau kompresi
Tekanan yang lama pada jaringan dapat menyebabkan gangguan jaringan
sirkulasi darah sehingga menimbulkan matinya jaringan (gangren). Bila
terjadi pada tangan dan kaki dapat menyebabkan tindakan amputasi. Nila
tekanan di dada dapat menyebabkan asfiksia (traumatic asphyxia).
2. Kekerasan tajam
Kekerasan tajam disebabkan pisau, pedang, silet, gunting, kampak, bayonet
dan lain-lain. Senjata di dapat menyebabkan luka sayat, luka tikam dan luka
bacok.
a. Luka sayat
Luka karena irisan senjata tajam yang menyebabkan luka terbuka dengan
pinggir rata, menimbulkan perdarahan banyak, jarang disertai memar di
pinggir luka, semua jaringan otot, pembuluh darah, saraf dalam luka tertutup,
juga rambut. Dalam pemeriksaan luka ini dibedakan dengan luka robek, sebab
pada luka robek jaringan ini masih ada yang utuh dan disebut dengan
jembatan jaringan. Ukuran lebar luka sayat lebih dari pada ukuran dalamnya
luka.
b. Luka tikam
Luka yang mengenai tubuh melalui ujung pisau dan benda tajam lainnya,
dimana ukuran dalamnya luka melebihi lebar luka. Pinggir luka dapat
menunjukkan bagian yang tajam (sudut lancip) dan tumpul (sudut tumpul) dari
pisau berpinggir tajam satu sisi. Tetapi jenis pisau ini bisa juga membuat
kedua sisi luka tajam karena ujung pisau waktu menembus kulit membuat
pinggir luka di sisi tumpul menjadi hitam. Pisau dengan kedua sisi tajam
seperti bayonet akan menhasilkan luka dengan dua pinggir tajam. Lebar luka
tampak lebih kecil dari lebar pisau , apalagi bila luka melintang terhadap otot.
lebar luka penting diukur dengan merapatkan lebar kedua tepi luka, sebab itu
akan mewakili lebar alat. Bila luka masuk dan keluar melalui alur yang sama
maka lebar luka sama dengan lebar alat. Tetapi yang sering terjadi lebar luka
lebih besardari lebar pisau karena tarikan ke samping Wktu menusukkan dan

10

waktu menarik pisau. Demikian juga bila pisau masuk ke jaringan dengan
posisi miring.
Begitu pula

dalamnya

luka

tidak

menggambarkan

panjangnya

senjata,karena jarang ditusuk sampai ke pangkal senjata. tetapi dalamnya luka


bisa melebihi panjang dari senjata karena elastisitas jaringan, misalnya luka
tusuk pada perut.
c. Luka bacok
Senjata tajam dan berat yang diayunkan dengan tenaga akan menimbulkan
luka menganga yang lebar disebut luka bacok. Luka ini sering sampai ke
tulang. Bentuknya hampir sama dengan luka sayat tetapi dengan derajat luka
yang lebih berat dan dalam. Luka terlihat terbuka lebar atau ternganga.
Perdarahan sangat banyak dan sering mematikan..
2.3.3

PEMERIKSAAN LUKA
Dalam pemeriksaan, interpretasi luka harus berdasarkan penemuan dan

tidak boleh dipengaruhi oleh keterangan pasien atau keluarga, sebab pada banyak
kasus ad kecenderungan korban akan memperbesar keluhannya dengan maksud
mendramatisir perlukaan untuk kepentingannya.
Pemeriksaan ditujukan untuk menentukan :
-

Jumlah luka
Lokasi luka
Arah luka
Ukuran luka (panjang lebar dan dalam)
Jenis kekerasan
Bentuk alat
Kualifikasi atau derajat keparahan luka
Medikolegal luka
Luka ante-mortem atau post-mortem

Lokasi luka dijelaskan dengan menghubungkan daerah-daerah yang


berdekatan dengan garis anatomi tubuh dan posisi jaringan tertentu, misalnya
garis tengah tubuh,ketiak,puting susu, pusat, persendian dan lain-lain. Bentuk luka
sebaiknya dibuat dalam bentuk sketsa untuk menggambarkan kerusakan

11

permukaan kulit, jaringan dibawahnya dan bila perlu organ dalam (visera).Luka
diukur secara tepat (dalam millimeter atau sentimeter), tidak boleh dalam ukuran
kira-kira saja. Bila ada keraguan apakah luka terjadi ante atau post mortem maka
jaringan luka diambil untuk pemeriksaan mikroskopik.
Bila timbul pertanyaan dari hakim apakah suatu alat yang ditujukkan
dalam siding pengadilan yang menyebabkan luka pada korban, maka jangan
sekali-kali menjawab dengan pasti, sebab mungkin saja ada alat lain yang dapat
menyebabkan luka yang sama sifanya, walaupun memang terdapat hubungan
antara bentuk alat dan luka yang terjadi.
2.3.4

KUALIFIKASI LUKA
Dalam membuat kesimpulan luka sebaiknya dokter menentukan juga

derajat keparahan luka yang dialami korban atau disebut juga derajat kualifikasi
luka. Ini sebagai usaha untuk membantu yudex facti dalam menegakkan
keadilan.Perlu diingat bahwa pengertian kualifikasi luka disini semata-mata
menurut pengertian medis yang dihubungkan dengan beberapa ketentuan hokum
yang telah dijelaskan sebelumnya.
Penganiayaan merupakan istilah hukum dan tidak dipakai dalam laporan
tertulis dalam visum oleh dokter.Dengan hanya melihat keadaan luka korba,
dokter tidak mungkin menentukan apakah itu penganiaan ringan atau berat.Ini
adalah istilah hukum. Artinya, yang dapat menentukan itu penganiaan atau bukan
adalah hakim dengan menghubungkannya dengan alat bukti yang lain.
Yang diharapkan dari dokter adalah dari sudut pandang ilmu
kedokteran.Dokter dapat membantu kalangan hukum dalam menilai berat ringan
luka yang dialami korba pada waktu atau selama perwatan yang dilakukannya.
Kualifikasi luka yang dapat dibuat dokter adalah menyatakan pasien
menggalami luka ringan, sedang atau berat.
Yang dimaksud dengan luka ringan adalah luka yang tidak menimbulkan
halangan dalam menjalankan mata pencaharian, tidak menggangu kegiatan sehari-

12

hari.Sedangkan luka berat harus disesuaikna dengan ketentuan dalam undangundang yaitu yang diatur dalam KUHP pasal 90.Lika sedang adalah keadaan luka
diantara luka ringan dan luka berat.
KUHP pasal 90.
Luka berat berarti :
1.

Jatuh sakit atau mendapat luka yang tidak memberi harapan akan sembuh

2.

sama sekali, atau menimbulkan bahaya maut.


Tidak mampu terus menerus untuk menjalankan tugas jabatan atau

3.
4.
5.
6.
7.

pekerjaan pencaharian.
Kehilangan salah satu panca indera
Mendapat cacat berat
Menderita sakit lumpuh
Terganggunya daya piker selama 4 minggu lebih
Gugur atau matinya kandungan seorang prempuan
Ketentuan hukum ini perlu dipahami dengan baik oleh dokter karena ini

merupakan jembatan untuk menyampaikan derajat kualifikasi luka dari sudut


pandang medic untuk penegak hukum.
Penerapan penyampaian pendapat dokter dalam VeR tentang lika yang
menimbulkan bahaya maut, misalnya bila seseorang korban mendapat luka seperti
tikaman diperut yang mengenai hati yang menyebabkan perdarahan hebat sehinga
dapat mengancan jiwanya. Walaupun pasien akhirnya sembuh tetapi didalam VeR
dokter dapat mengambarkan keadaan ini dalam kata-kata: korban mengalami
luka tikam diperut mengenai jaringan hati yang menyebabkan perdarahan banyak
yang dapat mengancam jiwa pasien. Ungkapan ini akan mengigatkan para
penegak hukum bahwa korban telah mengalami luka berat.

Demikian juga

penerapannya dengan cacat berat gugur atau matinya kandungan seorang


perempuan, gangguan ingatan, tidak dapat lagi melihat dan lain-lain.Seorang
penyanyi yang rusak kerongkongannya sehingga tidak dapat menyanyi selamalamnya itu termasuk luka berat.

13

Suatu hal yang penting diingat didalam menentukan ada tidaknya luka
akibat kekerasan, adalah bahwa pada kenyataan tidak selamanya kekerasan itu
akan menimbulkan bekas atau luka. Oleh karena itu didalam kesimpulan VeR
Sebaiknya

ditulis

tidak

ditemuakan

tanda-tanda

kekerasan.

Usaha

menjembatani dua aspek inilah yang dapat dilakukan dokter.


2.3.5

Ketentuan hukum
Seperti dikemukan sebelumnya, agar bantuan dokter dapat menyentuh

pengertian hukum, kalangan dokter harus memahami beberapa ketentuan hukum


yang berkaitan dengan perlukaan.Dalam KUHP lebih banyak dipergunakan istilah
penganiayaan.Ini harus dibedakan dengan pengertian perlukaan.
KUHP pasal 351
1.

Penganiayaan dihukum dengan hukuman penjara selama lamanya 2 tahun

2.

8 bulan atau denda paling banyak 4 ribu lima ratus rupiah.


Jika perbuatan itu menjadikan luka berat, yang bersalah diancam dengan

3.

pidana penjara palung lama 5 tahun.


Jika mengakibatkan mati, diancam dengan pidana penjara paling lama 7

4.

tahun.
Dengan penganiayaan disamakan sengaja merusak kesehatan.
Menurut yurisprudensi yang tergolong dalam penganiayaan adalah

menyebabkan perasaan tidak enak (penderitaan), rasa sakit atau luka.Dokter


dalam pembedahan, menyuntik dan lain-lain juga menyebabkan penderitaan rasa
sakit atau luka tetapi tidak digolongkan dalam penganiayaan karena ada maksud
baik.

Yang dimaksud dengan penganiayaan ringan diatur dalam:


KUHP pasal 352

14

1. Kecuali yang tersebut dalam pasal 353 dan 356, maka penganiaayan yang tidak
menimbulkan penyakit atau halangan utuk menjalankan pekerjaan jabatan atau
pencaharian, diancam sebagai penganiayaan ringan dengan pidana penjara
paling lama3 bulan atau pidana denda empat ribu lima ratus rupiah.
Penganiayaan sedang diatur dalam pasal 351 ayat 1, juga pada :
KUHP pasal 353
(1) Penganiayaan yang dilakukan dengan direncanakan terlebih dahulu dihukum
penjara selama lamanya 4 tahun.
Penganiyaan berat terdapat dalam KUHP pasal 353 ayat 2 pasal 354 ayat 1 pasal
355 ayat 1.
KUHP pasal 353
(2) Jika perbuatan itu menjadi luka berat, sitersalah dihukum selama-lamnya 7
tahun.
KUHP pasal 354
(1) Barang siapa dengan sengaja melukai berat orang lain, diancam karena
penganiayaan berat dengan pidana penjara paling lama 8 tahun.
KUHP pasal 355
(1) Penganiayaan berat yang dilakukan dengan direncanakan terlebih dahulu
diancam dengan pidana penjara paling lama 12 tahun.
Selain berkaitan dengan hukum pidana, dalam hal korban masih hidup
dapat timbul persoalan berupa tuntutan ganti

rugi (kompensasi). Dalam hal

demikian biasanya pendapat seorang dokter sangat diperlukan untuk dapat


menjelaskan keadaan si korban yaitu keadaan sekarang dan kemungkinan
terjadinya cacat (disability)

15

2.3.6

ASPEK MEDIKOLEGAL
Penentuan luka secara medikolegal seperti tindakan bunuh diri, kecelakaan

atau pembunuhan dapat ditentukan dengan mengumpulkan semua data


pemeriksaan korban.
Beberapa faktor yang dapat menunjang adalah:
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Tempat dan jumlah luka


Jenis luka
Luas daerah luka
Arah luka
Letak dan posisi senjata
Letak dan sifat darah pada korban dan pakaian serta situasi sekitar

7.

kejadian
Ada tidaknya robekan pada pakaian dan hubungannya dengan luka

8.

dan tubuh korban.


Tanda perlawanan yang dapat dilihat dari pakaian ataupun tubuh
dan situasi tempat kejadian.

2.4

PELANGGARAN KESUSILAAN DAN PERKOSAAN.

2.4.1

Ciri Khas
Ada beberapa jenis visum yang diperlukan para penegak hukum dari

dokter, antara lain visum perlukaan, visum perkosaan dan visum jenazah dan
visum psikiatrik. Dalam pemeriksaan pada korban, setiap jenis visum ini
mempunyai ciri khas masing-masing. Untuk visum perkosaan ciri khasnya adalah
pemeriksaan pada tubuh perempuan, terutama mengenai alat kelaminnya. Oleh
karena itu pengetahuan yang baik tentang alat kelamin perempuan sangat
diperlukan. Itu sebabnya pemeriksaan ini umumnya dilakukan oleh spesialis
Obstetric dan Ginekologi (Sp.OG), bila tidak ada spesialis ini, maka pemeriksaan
boleh dilakukan oleh dokter umum. Bagaimana dengan dokter spesialis
Kedokteran Forensik (Sp.F) ?
Pada dasarnya spesialis Kedokteran Forensik adalah dokter yang
dijuruskan pengetahuan dan keterampilannya dalam membantu penegak hukum

16

dalam pelayanan visum et repertum, tetapi sampai saat ini belum lazim mengenai
pemeriksaan visum et repertum perkosaan di Indonesia, karena pemeriksaan ini
masih dilakukan oleh Sp.OG. Dengan adanya perkembangan pengetahuan
forensik klinis yang diharapkan pada masa mendatang pemeriksaan dan pelayanan
visum et repertum korban pelanggaran kesusilaan dan perkosaan dapat dilakukan
oleh Sp.F.
Selama bagian Kedokteran Forensik belim melakukan pemeriksaan korban
pelanggaran seksual dan perkosaan, maka dalam pendidikan dokter dan dokter
spesialis, pengetahuan tentang pelanggaran kesusilaan dan perkosaan diperoleh
dibagian Kedokteran Forensik, sedangkan pendidikan keterampilan diperoleh
dibagian Obstetri dan Ginekologi. Sngat diperlukan pengetahuan yang baik
mengenai alat kelamin perempuan serta aspek hukum yang berhubungan dengan
pelanggaran kesusilaan dan perkosaan, tanpa pengetahuan yang baik, visum yang
dibuat sulit dipertanggung-jawabkan. Itu akan merugikan masyarakat.
Perkosaan dalam arti umum adalah merampas milik seseorang secara paksa. Ini
bisa terjadi dalam semua hal seperti hak asasi, ketentraman, waktu dan lain-lain.
Tetapi bila membicarakan perkosaan, orang selalu menghubungkannya dengan
hubungan seksual, oleh karena itu lebih tepat disebut perkosaan seksual.
Perkosaan adalah persetubuhan yang melanggar hukum, merupakan tindak
pidana kriminal yang dapat diancam hukum pidana. Perkosaan dalam KUHAP
diatur dalam Bab XIV kejahatan terhadap kesopanan. Dalam konteks yang lebih
jelas ini adalah pelanggaran kesusilaan.

Pelanggaran kesusilaan dapat dibagi menjadi :


1. Perkosaan
Perkosaan adalah pelanggaran kesusilaan (natural sexual offences) sebagai
manifestasi birahi yang tidak terkendalikan dan tertuju kepada objek yang
wajar yaitu kelamin yang berlawanan jenis (heterosexual)
2. Penyimpangan seksual

17

Ini adalah pelanggaran kesusilaan yang tidak wajar (unnatural sexual


offences) seperti : insest, sodomi, bestiliati, exhibitionisme, nekrotisme,
pedofilia dan lain-lain. Disini objek atau cara yang digunakan untuk
mencapai kepuasan seksual tidak wajar.

Ad. 1. Perkosaan
Pengertian perkosaan tidak sama untuk setiap negara atau ahli ang
membahasnya, ada yang mendefinisikan sebagai persetubuhan tanpa seizin
perempuan atau diluar kemauan korban, yang lain menyebut perkosaan adalah
suatu tindakan kriminal apabila si pemerkosa memakain kekerasan dan korban
memberi perlawanan sampai saat-saat terakhir. Penulis lain menyebutkan
perkosaan adalaha hubungan kelamin yang melanggar hukum, dilakukan dengan
kekerasan, ancaman pada wanita yang tidak mengehndaki persetubuhan tersebut.
Nerayan Reddy (India) menghubungkan dengan ketentuan hukum yang berlaku di
India menyatakan laki-laki dapat dituduh melakukan perkosaan bila dilakukan :
1. Diluar kehendak perempuan
2. Tanpa persetujuannya
3. Dengan persetujuan perempuan bila dilaukan dengan ancaman kekerasan
atau kematian terhadap perempuan atau orang yang disayanginya
4. Menipu perempuan bahwa ia suaminya
5. Bila perempuan dalam keadaan tidak sadar atas apa yang terjadi pada
dirinya seperti dibawah pengaruh obat-obatan
6. Dengan atau tanpa persetujuan bila perempuan berumur dibawah 16 tahun
Di Indonesia pengertian perkosaan harus disesuaikan dengan ketentuan hukum
yang terdapat dalam KUHAP pasal 285, 286 dan 287.
Perkosaan adalah istilah hukum bukan istilah medis. Dokter tidak dapat
menggunakan istilah perkosaan dalam visum, karena ia tidak dapat menentukan
apakah persetubuhan dilakukan tanpa persetujuan perempuan atau dilakukan
secara paksa. Ada tidaknya tanda-tanda perlawanan atau kekerasan tidak
menentukan suatu perkosaan. Walaupun peranan visum penting dalam tindak

18

pidana perkosaan, Hakim masih memerlukan alat bukti yang lain sebagai alat
bukti yang sah (lihat KUHAP pasal 183 dan 184).
Pertanyaan sering timbul apakah tidak mungkin perempuan memerkosa
laki-laki?, walaupun ini dapat terjadi tetapi KUHP menganggap tidak perlu
menentukan hukuman pada perempuan dimaksud. Hal ini mungkin karena
perbuatan tersebut bagi laki-laki tidak menimbulkan sesuatu yang buruk atau
merugikan. Bagi seorang perempuan bisa tercemar namanya karena perkosaan,
luka-luka pada alat kelamin dan tubuhnya serta kemungkinan hamil. Namun
memang pernah terjadi seorang laki-laki mengadu kepada penyidik karena
diperkosa beberapa orang perempuan. Salah satu alasan pengaduan yang
diampaikan adalah karena takut ditulari penyakit AIDS oleh salah seorang
perempuan.

2.4.2

Ketentuan Hukum
Seperti dibahas dalam Bab II, dokter perlu mengetahui ketentuan hukum

yang berkaitan dengan tindak pedana kekerasan pada manusia, agar memahami
bantuan apa yang diperlukan penegak hukum dari dokter.
KUHP pasal 285
Barang siapa yang dengan kekerasan atau dengan ancaman kekerasan memaksa
perempuan yang bukan istrinya bersetubuh dengan dia karena perkosaa, dihukum
dengan hukuman penjara selama-lamanya 12 tahun.
Yang diancam hukuman pasal ini adalah dengan kekerasan atau ancaman
kekersan memaksa perempuan yang buka istrinya untuk bersetubuh dengan dia.
Oleh karena itu dalam pemeriksaan kasus perkosaan yang diperlukan dari dokter
adalah pembuktian telah terjadi persetubuhan dan adanya tanda-tanda kekerasan
serta jenis kekerasan. Melakukan kekerasan artinya mempergunakan tenaga atau
kekuatan jasmani tidak kecil misalnya memukul dengan tangan atau senjata,
menendang.

19

Pengerian kekerasan tidak saja mencederai korban, tetapi membuat korban


pingsan atau tidak berdaya dengan mempergunakan alkohol atau obat-obatan juga
termasuk tindak kekerasan seperti yang diatur dalam KUHP pasal 89.
KUHP pasal 89
Yang disamakan melakukan kekerasan itu, membuat orang jadi pingsan atau tidak
berdaya lagi (lemah).
Mengenai ancaman kekerasan sulit ditentukan karena ancaman fisik
maupun psikis tidak meninggalkan tanda- tanda. Adanya tanda-tanda kekerasan
tidak selamanya menunjukan itu karena paksaan, bisa juga oleh sebab yang lain
misalnya karena perbuatan korban sendiri untuk mendramatisir perbuatan
terdakwa.

KUHP pasal 286


Barang siapa bersetubuh dengan perempuan yang bukan isterinya padahal
diketahuinya perempuan itu dalam keadaan pingsan atau tidaj berdaya, dihukum
dengan hukuman selama-lamanya sembilan tahun.
Dalam pasal ini dikatakan bahwa persetubuhan yang dilakukan pada
perempuan dalam keadaan pingsan taua tidak berdaya juga perbuatan yang
melanggar hukam yang dapat dipidana. Ketentuan hukum ini mengingatkan para
dokter untuk memperhatikan kesadaran korban pada waktu disetubuhi waktu agar
ketentuan hukum ini dapat diterapkan, yaitu adanya bukti medis yang menyatakan
korban disetubuhi dalam keadaan atau tidak berdaya.
Anamnese pada korban dapat dipakai sebagai petunujuk untuk melakukan
pemeriksaan kearah ini. Bila dokter masih mendapatkan tanda-tanda yang
emndukung keadaan pingsan atau tidak berdaya, apakah korba sedang atau baru
sadar dari pengaruh obat hipnotika, narkotika, ekstasi atau alkohol. Untuk itu
perlu dilakukan pemeriksaan fisik diagnostik dan pemeriksaan laboratorium dari

20

urin, darah atau bahan yang dimuntahkan korban. Harus diperhatikan apakah
korban tidak berdaya karena dirinya sendiri akibat alkohol atau pengaruh obat
karena perbuatannya sendiri, misalnya korban memang kehilangan kontrol dirinya
akibat alkohol atau pengaruh obat karena perbuatan korban sendiri. Bila
berlangsung alam (jam atau hari) maka sulit dibuktikan. Begitu pula sulit untuk
membuktikan korban tidak sadar waktu disetubuhi karena adanya serangan
penyakit sawan (epilepsi) yang bisa datang sewaktu-waktu dan menyebabkan
korban pingsan atau tidak berdaya.
Pingsan artinya korban tidak ingat atau tidak sadar akan dirinya. Tidak
berdaya artinya tidak mempunyai kekuatan atau tenaga sama sekali, sehingga ia
tidak dapat memberikasn perlawanan, baik karena kehilangan tenaga atau
dibawah pengaruh obat atau korban diikat. Bila dalam pemerisaan dokter dapat
menjelaskan keadaan ini, maka para penegak hukum mendapat pegangan dalam
menerapkan ketentuan hukum dalam KUHP pasal 286. Hal lain yang perlu
diperhatiakn dokter dalam pemeriksaan perkosaan adlah mengenai umur
perempuan yang disetubuhi, karena ini berkaitan dengan masa kesuburan atau
pantas dikawini, seperti diatur dalam KUHP pasal 287.
KUHP pasal 287
1. Barang siapa bersetubuh dengan perempuan yang bukan istrinya dalam hal
diketahuinya atau patut disangkanya bahwa perempuan ini belum cukup
15 tahun atau tidak terang berapa umurnya bahwa perempuan itu belum
pantas buat dikawini dihukum dengan hukuman penaja selama-lamanya
sembilan tahun.
2. Penuntutan dilakukan bila ada pengaduan, kecuali perempuan itu belum
sampai 12 tahun jika ada salah satu hal tersebut pada pasal 291 dan pasal
294.
Bantuan yang diharapkan dari dokter dalam pasal ini adalah mengenai umur
korban. Bila perempuan tidak mempunyai akte kelahiran, KTP atau ijazah dan
bukti lain yang diperlukan menunjukkan umurnya belum 15 tahun, maka
diperlukan bantuan dokter untuk menentukan umurnya secara medis. Demikian

21

pula penentuan untuk umur 12 tahun. Dalam ketentuan hukum ini jelas disebut
bila umur belum 15 tahun tetapi sudah lebih dari 12 tahun maka penuntutan baru
dilakukan bila perempuan dan keluarganya mengadu kepada penyidik yang
dikenal sebagai delik aduan. Teta[i bila umur perempuan belum 12 tahun maka
tidak diperluakan pengaduan.

Ada beberapa pedoman yang dapat dipakai untuk menetukan perkiraan umur
korban yaitu :
1.
2.
3.
4.
5.

Gigi molar dua permanen tumbuh umur 12 tahun


Gigi molar tiga permanen tumbuh umur 17-25 tahun
Haid mulai terjadi pada umur 12 tahun
Penutupan garis epifise tulang panjang, dilihat dengan foto rontgen
Tanda-tanda seks sekunder mulai tampak pada umur 12-15 tahun seperti
pertumbuhan payudara, perkembangan bentuk tubuh, rambut ketiak,
rambut pubis dan sebagainya

Oleh karena itu untuk memahami pengertian persetubuhan yang dipakai di


Indonesia haruslah berdasarkan ketiga pasal ini. Dalam pasal-pasal diatas dapat
ditarik kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan persetubuhan yang emlanggar
hukum dalam pengertian perkosaan adalah persetubuhan dengan perempuan yang
bukan istrinya dengan kekerasan atau ancaman kekerasan, perempuan tersebut
dakam keadaan pingsan atau tidak berdaya, perempuan tersebut belum cukup
umur atau belum pantas dikawini.
Secara keseluruhan terlihat bahwa bantuan yang diharapakan dari dokter
dalam kasus-kasus perkosaan adalah :
1. Menentukan adanya persetubuhan
2. Menetukan adanya tanda-tanda kekerasan
3. Menentukan perempuan disetubuhi dalam keadaan pingsan atau tidak
berdaya
4. Memperkirakan umur korban
5. Menentukan pantas tidaknya perempuan dikawini.

22

Pemeriksaan dan laporan hasil pemeriksaan yang mengandung kelima unsur ini
akan sangat membantu para penegak hukum.
1. Persetubuhan
Persetubuhan adalah masuknya alat kelamin laki-laki ke dalam alat
kelamin perempuan sebagian atau seluruhnya dengan atau tanpa
mengeluarkan air mani yang mengandung sperma atau tidak. Batasan ini
diperlukan sebagai pegangan untuk menentukan adanya persetubuhan.
Persetubuhan pada hakekatnya dilakukan untuk mendapatkan keturunan.
Penetrasi yang amat ringan bisa membuat sesorang perempuan hamil,
namun penetrasi sempurna bisa tidak menghasilkan kehamilan, karena
tidak ada air mani, air mani tidak mengandung sperma, ditumpahkan
diluar vagina atau pakai kondom.
Untuk membuktikan adanya persetubuhan tergantung dari alat kelamin
laki-laki, dan perempuan. Besar dan ketegangan penis, cairan mani dan
sperma akan menentukan derajat trauma dan penilaian tanda persetubuhan.
Keadaan selaput dara (himen) dan besarnya liang senggama akan
memberikan tanda adanya persetubuhan. Ada perempuan yang mempunyai
himen masih utuh, ada yang telah robek, tinggal sis-sisa himen atau sudah
tidak ada sam sekali waktu disetubuhi pelaku. Ketebalan himen pun
berbeda, demikian pula elastisitasnya. Lubang himen bisa berbentuk
anular, bula sabit (semilunaris), labiriformis (celah seperti bibir),
fimbriformis

(bergelambir),

cribiformis

(belubang-lubang

kecil),

corolliformis, biseptus, imperforatus (tidak berlubang), myrtiformis dan


telah robek.

Pembuktian Persetubuhan
Untuk membuktikan telah terjadi suatu persetubuhan, dapat dipakai pedoman :

23

1. Penetrasi penis ke dalam vagina.


Ini sesuai dengan gambaran masuknya benda tumpul ke dalam vagina. Pada
perempuan yang himennya masih utuh bisa terjadi robekan satu atau
beberapa tempat. Robekan baru bisa terlihat masih berdarah, nyeri bila
disentuh. Robekan biasanya sampai ke dasar vagina, bedakan dengan hymen
fimbriformis yang mempunyai gambaran seolah robek.
Bila telah terjadi beberapa jam atau hari sebelumnya terlihat tanda
peradangan. Lokasi robekan ditulis dokter dalam arah jarum jam.

Gambar. Jenis-jenis himen


Umumnya lokasi luka dibagian posterior. Bisa di dapati adanya tanda-tanda
kekerasan di vulva maupun vagina. Pada anak-anak sering luka sampai
perineum. Tanda penetrasi ini dapat ditemui pada penis pelaku yaitu adanya
epitel vagina di penis pelaku.
2. Adanya ejakulasi laki-laki dalam liang senggama perempuan yang diambil
dengan sedotan maupun kapas lidi, merupakan tanda pasti adanya
persetubuhan, tetapi ini belum tentu dari pelaku
Sperma masih tampak bergerak 5 jam sesudah persetubuhan dan masih bisa
didapat 3 hari post coitus.

24

3. Menentukan adanya kekerasan


Adanya tanda-tanda kekerasan sangat penting ditelusuri dalam pemeriksaan.
Pemeriksaan pakaian korban, adanya robekan, kancing baju lepas, adanya
darah atau cairan manis perlu diteliti.
4. Menentukan pingsan atau tidak berdaya. Initelah dikemukakan dalam
pembahasan KUHP pasal 286 Barang siapa bersetubuh dengan seorang
wanita di luar perkawinan, padahal diketahui bahwa wanita itu dalam
keadaan pingsan atau tidak berdaya, diancam dengan pidana penjara paling
lama sembilan tahun .
5. Menentukan umur
berkaitan dengan umur ada beberapa patokan yang perlu dipahami, yaitu
mengenai kedewasaan, belum cukup umur dan belum mampu untuk
dikawini.
Dewasa dalam pengertian hukum adalah di atas 21 tahun atau belum 21
tahun tetapi sudah atau pernah kawin. Perempuan yang belum cukup umur
adalah perempuan dibawah 15 tahun. Perempuanyang belum mampu untuk
dikawini adalah perempuan yang tidak akan menjadi hamil walaupun
disetubuhi karena belum terjadi ovulasi. Menurut undang-undang perkawinan
No. 9/1975 batas umur perempuan yang boleh menikah adalah 16 tahun.
KETENTUAN HUKUM DALAM PELANGGARAN KESUSILAAN YANG
LAIN.
KUHP pasal 288
1. Barang siapa yang bersetubuh dengan perempuan yang diketahuinya atau patut
disangkanya bahwa perempuan itu belum pantas buat dikawini, dihukum
dengan hukuman penjara selama-lamanya 4 tahun.
2. Jika perbuatan itu berakibat badan perempuan itu mendapat luka, dijatuhi
hukuman penjara selama-lamanya 8 tahun.
3. Jika perbuatan itu berakibat matinya perempuan itu, dijatuhi hukuman penjara
selama-lamanya 12 tahun penjara.

KUHP pasal 289

25

Barang siapa yang dengan kekerasan atau dengan ancaman kekerasan memaksa
seseorang atau membiarkan dilakukan padanya cabul, karena perbuatan yang
merusak kesusilaan, dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya 9 bulan.
KUHP pasal 290
Dihukum dengan hukuman selama-lamanya 7 tahun
1. Barang siapa melakukan perbuatan cabul dengan seseorang sedang diketahuinya
bahwa orang itu pingsan atau tidak berdaya.
2. Barang siapa melakukan perbuatan cabul dengan seseorang sedang diketahuinya
atau patut disangkanya bahwa umur orang itu belum cukup 15 tahun kalau umur
itu tidak terang, bahwa orang itu belum pantas buat dikawini.
3. Barang siapa membujuk seseorang yang diketahuinya atau patut disangkanya,
bahwa umur orang itu tidak cukup 15 tahun atau kalau umur itu tidak terang,
bahwa ia belum pantas buat dikawini untuk melakukan atau membiarkan
diperbuat padanya perbuatan-perbuatan cabul untuk berzinah dengan orang itu.

2.5

FORENSIK PSIKIATRI

Pemeriksaan psikiatri terhadap pelaku kejahatan diperlukan atas dasar KUHP


pasal 44 ayat 1 dan 2, yang menyatakan sebagai berikut :
1. Tiada dapat dipidana barang siapa mengerjakan suatu perbuatan yang tidak
dapat dipertanggung jawabkan kepadanya, sebab kurang sempurna
akalnya atau sakit berubah akal.
2. Jika nyata perbuatan itu tidak dapat dipertanggung jawabkan kepadanya
sebab kurang akalnya atau berubah sakit akal, maka dapatlah hakim
memerintahkan memasukkan dia kerumah sakit jiwa selama-lamanya satu
tahun untuk diperiksa.

Perlu tidaknya pemeriksaan psikiatri terhadap pelaku kejahatan didalam kaitannya


untuk mengetahui samapi sejauh mana dia dapat dimintanya pertanggung jawaban
atas perbuatan yang telah dilakukan tergantungdari hakim, sebagaimana tercantum
didalam KUHP pasal 44 ayat 3, yang menyatakan sebagai berikut

26

3. Ketentuan pada ayat diatas ini hanyalah berlaku untuk mahkamah agung,
pengadilan tinggi dan pengadilan indonesia yang setingkat pengadilan
negeri.
Pada umumnya pemeriksaan psikiatri diperlukan dalam kasus-kasus pembunuhan
atau penganiayaan berat, kejahatan seksual, pada kasus dimana didapat kesan atau
diduga pelaku terganggu jiwanya dan pada residiv yang tidak dapat dijelaskan
motifnya.
Kesaksian Ahli Psikiatri seperti yang dimaksudkan didalam peraturan Mentri
Kesehatan tentang perawatan penderita penyakit jiwa tahun 1970 adalah sebagai
berikut :
Kesaksian Ahli Psikiatri dapat berupa visum et repertum psikiatri atau
keterangan dokter dimana visum et repertum adalah suatu kesaksian tertulis pada
perkara pidana atau perdata, dan dibuat atas permintaan hakim ketua pengadilan
dengan mengingat sumpah dokter atas permintaan jaksa, polisi atau pamong praja
dalam pemeriksaan pendahuluan suatu perkara pengadilan.

2.6
NO
1

Standar Kompetensi Dokter Indonesia


DAFTAR PENYAKIT
Kekerasan tumpul

TINGKAT
KEMAMPUAN
4A

27

Kekerasan tajam

4A

Trauma kimia

3A

Luka tembak

3A

Luka listrik dan petir

Barotrauma

Trauma suhu

Asfiksia

3A

Tenggelam

3A

10

Pembunuhan anak sendiri

3A

11

Pengguguran kandungan

3A

12

Kematian mendadak

3B

13

Toksikologi forensik

3A

28

Anda mungkin juga menyukai