Anda di halaman 1dari 22

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


WHO (2003) melaporkan bahwa angka epidemik terkini AQUIRED
IMMUNE DEFICIENCY SYNDROME (AIDS) dalam tahun 2003 adalah 5 juta
penduduk dunia terkena infeksi human immunodeficiency virus (HIV) dan 3
juta lainnya meninggal karena AIDS. Pada tahun 2003 ternyata terdapat angka
infeksi baru dan angka kematian tertinggi dalam kurun waktu sejak
ditemukannya penyakit ini tahun 1981. Sebagai perbandingan data tahun 2002
dari sumber yang sama jumlah infeksi baru sebanyak 4,8 juta dan yang
meninggal 2,75 juta serta total penduduk dunia yang hidup dengan HIV/AIDS
sebanyak 42 juta orang yang tersebar diberbagai belahan dunia ( Depkes RI,
2007).
Kasus terbanyak secara statistik berada di benua Afrika terutama Afrika
Selatan, dan untuk regional di Asia selatan dan tenggara sebanyak 6 juta orang
terinfeksi HIV/AIDS dengan 7000 kasus baru tahun 2002. namun data
tersebut cukup untuk menggambarkan pesatnya endemic dibenua Asia
termasuk juga di indonesia karena beberapa kemiripan pergeseran multisektor
yang ada diantara Asia dan Afrika (Nasronudin, 2012).
Di Indonesia sendiri diperkirakan jumlah penduduk yang hidup dengan
HIV/AIDS sebanyak 90.000 sampai 130.000 pada tahun 2002 (DEPKES).
Data dari P2MPLP sampai dengan september 2003 terdapat 3.24 kasus
HIV/AIDS yang dilaporkan . mengutip pertanyaan menteri kesehatan RI
bahwa bila kita tidak melakukan upaya-upaya untuk mencegah dan
mengurangi penularan HIV/AIDS maka diperkirakan 30% penduduk
Indonesia akan tertular HIV dalam 10 tahun mendatang (WHO, 2014).
Untuk mengatasi masalah HIV/AIDS, WHO menetapkan kebjiakan 3 by
5 yaitu 3.000.000 orang dengan HIV/AIDS didunia mendapat pengobatan
pada tahun 2005. Implementasinya di indonesia adalah 5000 orang dengan
HIV/AIDS mendapat pengobatan ARV sampai dengan tahun 2004, 10.000
dengan HIV/AIDS mendapat pengobatan ARV sampai dengan tahun 2005,
dimana 4000 orang HIV/AIDS mendapat subsidi pengobatan dari pemerintah.

1
Pasien HIV/AIDS perlu mendapat perawatan/pelayanan kesehatan pada
sentra-sentra pelayanan kesehatan seperti rumah sakit atau pelayanan
kesehatan yang khusus menangani HIV/AIDS. Permasalahan kesehatan pada
pasien HIV/AIDS yang dirawat dirumah sakit tidak hanya mencakup aspek
fisik tetapi dapat juga mencakup aspek psikologis. Melihat kompleksitas
masalah yang timbul pada pasien HIV/AIDS maka diperlukan pelayanan
klinik dari tim muldisiplin profesi yang ada di rumah sakit termasuk profesi
perawat. Keperawatan dalam memberikan Asuhan keperawatan menjadikan
pasien adalah sebagai fokus intervensi Agar Asuhan keprawatan pasien
HIV/AIDS aman dan efektif maka diperlukan adanya pedoman Asuhan
keperawatan bagi perawat (Irianto, 2014).

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa pengertian dari HIV ?
2. Apa penyebab HIV ?
3. Bagaimana tanda dan gejala HIV ?
4. Bagaimana faktor resiko dan cara penularan HIV?
5. Bagaimana pencegahan HIV dalam Islam ?
6. Bagaimana pengobatan HIV dalam Islam ?
7. Bagaimana terapi dukungan terhadap pasien HIV ?
8. Bagaimana aspek-aspek dalam mendukung pasien HIV ?
9. Bagaimana Asuhan Keperawatan teori HIV ?
1.3 Tujuan
1. Agar mahasiswa mengetahui pengertian HIV
2. Agar mahasiswa mengetahui penyebab HIV
3. Agar mahasiswa mengetahui tanda dan gejala HIV
4. Agar mahasiswa mengetahui faktor resiko dan cara penularan HIV
5. Agar mahasiswa mengetahui pencegahan HIV dalam Islam
6. Agar mahasiswa mengetahui pengobatan HIV dalam Islam
7. Agar mahasiswa mengetahui terapi dukungan terhadap pasien HIV
8. Agar mahasiswa mengetahui aspek yang mendukung pasien HIV
9. Agar mengetahui Asuhan Keperawatan teori HIV.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 HIV
2.1.1. Pengertian HIV
(Human Immunodeficiency Virus) HIV adalah virus yang menyerang sel
darah putih di dalam tubuh (limfosit) yang mengakibatkan turunnya kekebalan
tubuh manusia dan membuatnya lebih rentan terhadap berbagai penyakit, sulit
sembuh dari berbagai penyakit infeksi opportunistik (Dirjen P2PL RI, 2007).
HIV menyerang salah satu jenis dari sel-sel darah putih yang bertugas
menangkal infeksi. Sel darah putih tersebut terutama limfosit yang memiliki
CD4 sebagai sebuah marker atau penanda yang berada di permukaan sel
limfosit. Karena berkurangnya nilai CD4 dalam tubuh manusia menunjukkan
berkurangnya sel-sel darah putih atau limfosit yang seharusnya berperan dalam
mengatasi infeksi yang masuk ke tubuh manusia. Pada orang dengan sistem
kekebalan yang baik, nilai CD4 berkisar antara 1400-1500. Sedangkan pada
orang dengan sistem kekebalan yang terganggu (misal pada orang yang
terinfeksi HIV) nilai CD4 semakin lama akan semakin menurun (bahkan pada
beberapa kasus bisa sampai nol) (Nursalam, 2007).

2.1.2 Penyebab HIV


1. Sex bebas (Zina)
Saat ini kita hidup di era penyakit HIV AIDS penyakit ini lahir akibat
perilaku persetubuhan yang illegal antara laki-laki dan perempuan (dan
hubungan homoseksual). hubungan sex yang terjadi pada pasangan non suami-
istri adalah factor utama sebagai penyebab HIV AIDS, apalagi para wanita
yang profesinya sebagai wanita penghibur/ pekerja sex komersial (PSK).
Mungkin jika dipertanyakan kenapa penyakit ini tidak terjadi pada pasangan
suami-istri, malah terjadi pada pasangan Non suami-istri.
Alasan dari pertanyaan diatas adalah karena dalam rahim para pekerja
sex komersial(PSK) mengandung berbagai sperma laki-laki, yang masing-
masing sperma mempunyai sifat tersendiri, manakala sperma beberapa laki-

3
laki bercampur dalam satu tempat, maka bertarunglah mikroba-mikroba yang
dibawa oleh masing-masing sperma ditempat itu, dan akhirnya timbullah
berbagai macam penyakit. Sedangkan persetubuhan yang dilakukan dalam
ikatan perkawinan, hanya sperma suami sajalah yang masuk kerahim sang istri
sehingga tidak terjadi apapun. Kebiasaan main perempuan (berbuat zina)
merupakan salah satu dari kebiasaan pada sebagaian masyarakat. Hal ini
terbukti dengan masih eksisnya beberapa tempat pelacuran di Negara kita yang
mayoritas penduduknya memeluk agama Islam.
Negara kita yang mayoritas penduduknya muslim ini, merupakan salah
satu negara yang memiliki tempat pelacuran terbesar jika dibandingkan dengan
negara-negara di Asia lainnya. Ini adalah merupakan prestasi yang memalukan
bagi umat Islam.
Islam telah melarang mendekati perbuatan di atas, sebagaimana
firmannya:

ِّ ‫َواَل تَ ْقـ َربُوْ ا‬


‫الزنَا إِنَّهُ َكانَ فَا ِح َشةً َو َسا َء َسبِيْـال‬

“Dan janganlah kamu mendekati zina; Sesungguhnya zina itu adalah suatu
perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk.
Dari ayat di atas, Allah SWT menjelaskan kepada hambanya, bahwa
segala bentuk perbuatan mendekati kepada zina (main perempuan), pelacuran
dan seterusnya itu dilarang. Sebagai akibat dari perbuatan di atas adalah
munculnya penyakit HIV-AIDS yang hingga sekarang belum ditemukan
obatnya.
Seks bebas dalam agama islam dinamakan zina, yaitu hubungan seksual
antara laki-laki dan perempuan yang tidak terikat pernikahan yang sah.
Kemudian zina dalam ilmu fikih digolongkan menjadi dua golongan, yaitu zina
muhshan, dan zina ghairu muhshan. Penggolongan ini berdasarkan dari pelaku
yang sudah menikah dan belum menikah. Zina muhshan ialah zina yang
dilakukan oleh orang yang sudah pernah melakukan pernikahan, sedangkan
zina ghairu muhshan zina yang dilakukan oleh orang yang belum pernah
menikah.

4
Al-qur’an menyatakan pelaku zina diancam jilid 100 kali. Ditegaskan dalam
surat al-Nur, 2:
“Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, Maka deralah tiap-
tiap seorang dari keduanya seratus dali dera, dan janganlah belas kasihan
kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika
kamu beriman kepada Allah, dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan)
hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan orang – orang yang beriman.”
Dari kandungan surat diatas kita bisa memahami bahwa perbuatan zina
adalah perbuatan yang sangat dilaknat, sehingga para pelakunya dihukum
dengan dicambuk 100 kali. Dalam hadis yang diriwayatkan oleh imam muslim
hukuman bagi pezina untuk zina muhshan adalah dicambuk 100x dan
rajam(dilempari batu sampai mati), sedangkan untuk ghairu muhshan cambuk
100x dan diasingkan selama satu tahun.
َ ‫ب ِج ْل ُد ِمائَ ٍة َوالر‬
)‫َّج ِم (رواه مسلم‬ ِ ‫ْالبِ ْك ُر بِ ْالبِ ْك ِر ِج ْل ُد ِمائَ ٍة َونَ ْف ُي َسنَ ٍة َوالثَّيْبُ بِالثَّ ْي‬
“Dan pezina gadis dan jejaka hukumanya jilid 100 kali dan diasingkan,
dan perempuan yang sudah bersuami dan laki-laki yang sudah beristri
hukumanya jilid 100 kali dan rajam.
Demikian juga penyimpangan homo seksual yang dilakukan oleh
kaumnya Nabi Luth yang dikutuk yang masih dilakukan oleh sebagian kaum di
zaman sekarang. Memang tidak dapat dipungkiri bahwa kasus-kasus
penyimpangan seksual dengan segala ragamnya, memang ada dan nyata
(Nursalam,2007).
2. Minuman Keras(MIRAS) dan Narkoba (IDU)
Miras dan Narkoba merupakan salah satu factor penyebab terjangkitnya
HIV AIDS, alasanya Miras dan Narkoba dapat menimbulkan hilangnya akal
pikiran, sehingga orang yang meminumnya kecenderungan melakukan
kriminal. selain itu, Miras dan Narkoba juga dapat menurunkan daya tubuh
manusia, dan mengakibatkan sistem kekebalan tubuh manusia menurun,
sehingga rentan dengan segala macam penyakit.
Hasil survey menunjukkan bahwa tiga perempat penghuni penjara
mengaku melakukan tindak kriminalnya seusai menenggak miras. Menurut
pakar AIDS, karena miras mendorong kearah hubungan seksual bebas, maka

5
miras bisa dikatakan factor utama yang memuluskan penyebaran AIDS.
Disamping itu miras sendiri dapat mengakibatkan system kekebalan tubuh
manusia menurun, sehingga ia lebih mudah terserang infeksi dan virus (HIV).
Miras juga merupakan factor penting dalam merusak aspek kehidupan
khususnya generasi muda, meningkatkan kriminalitas dan kecelakaan, korban
penderita AIDS (sebagaimana diuraikan oleh David martin dalam tulisanya
“Alcohol and AIDS: what is the connection?
Agama islam secara tegas menetapkan status keharaman Miras dalam
Al-Qur’an surat Al-Maidah ayat 90-91; 90. “Hai orang-orang yang beriman,
Sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala,
mengundi nasib dengan panah, adalah Termasuk perbuatan syaitan. Maka
jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan”.
91. “Sesungguhnya syaitan itu bermaksud hendak menimbulkan
permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran (meminum) khamar dan
berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan sembahyang;
Maka berhentilah kamu (dari mengerjakan pekerjaan itu)”.
Oleh karena itu dibeberapa Negara muslim yang memberlakukan
ketetapan syariat minuman yang mengandung alkohol (khamr) dilarang keras
karena dikategorikan dosa besar. berbeda dengan Kristen yang tidak
mengategorikan sebagai larangan, tetapi Kristen tidak menolak anggapan
bahwa miras memiliki dampak negative terhadap peminumnya, kesemuanya
membenarkan bahwa miras mengakibatkan kerugian nilai ekonomi yang besar,
seperti penurunan produktifitas, membengkaknya biaya pengobatan dan juga
perusakan harta benda akibat kecelakaan-kecelakaan-kecelakaan.
Ini semua belum termasuk dampak negative miras terhadap anggota
keluarga, mulai dari bayi yang masih dalam kandungan sampai dengan orang
tua. Termasuk keretakan dalam rumah tangga yang dipicu oleh miras. Kalau
kita amati dari ayat diatas, kandungan ayat al-qur’an diatas menjelaskan
tentang miras (khamr), bagaimana dengan narkoba, apa juga hukumnya sama
dengan miras? Kita berangkat dari sebuah pengertian dari khomr. Dalam hadist
yang diriwayatkan oleh imam muslim
)‫ُكلُّ ُم ْس ِك ٍر خَ ْم ٌر َو ُكلُّ َخ ْم ٍر َح َرا ُم (رواه مسلم‬

6
“semua yang memabukkan adalah khamr, dan setiap khamr adalah
haram”.
Dengan demikian segala jenis atau apa saja yang memabukkan haram.
Apakah itu bentuk cair, atau padat seperti pil dan segala macam bentuknya,
adalah haram. jadi, bisa ditarik kesimpulan bahwa narkoba juga termasuk
khamr yang bisa menimbulkan penyakit HIV AIDS, karena, antara keduanya
baik miras dan narkoba memiliki sifat yang sama yaitu bisa memabukkan dan
bisa membuat daya tahan tubuh menurun, sehingga rentan dengan segala
macam penyakit dan virus termasuk HIV (Nursalam,2007).

2.1.3 Tanda dan gejala HIV


Gejala secara klinis pada seseorang penderita HIV adalah sulit
diidentifikasi karena gejala yang ditunjukkan pada umumnya adalah bermula
dari gejala-gejala umum yang lazim didapati pada berbagai penderita
penyakit lain, namun secara umum dikemukakan sebagai berikut :
Gejala minor :
a. Demam berkepanjangan
b. Diare kronis selama lebih dari satu bulan berulang maupun terus-
menerus.
c. Penurunan berat badan lebih dari 10% dalam tiga bulan
d. TBC

Gejala mayor :

a. Batuk kronis selama lebih dari satu bulan


b. Infeksi pada mulut dan tenggorokan disebabkan jamur candidia
albicans
c. Pembengkakan kelenjar getha bening yang menetap di seluruh tubuh
(Nursalam, 2007).

2.1.4 Faktor risiko dan cara penularan


Menurut Black & Hawks, (2011) Pola penularan virus HIV ini berbeda
semenjak 19 tahun terakhir di Amerika Serikat, terbanyak karena men sex

7
men, saat ini peningkatan secara signifikan terjadi pada kelompok penggunaan
intravenous drug user (IDU), wanita dan heteroseksual. Peningkatan terbanyak
terjadi pada usia 19-29 tahun.
Cara penularan HIV/AIDS dapat terjadi melalui:
1. Kegiatan seksual
Penularan ini terjadi melalui hubungan seksual yang tidak aman antara
orang dengan HIV/AIDS dengan orang lain yang sehat. Terjadi pada
kelompok heteroseksual, homoseksual, pasangan seks yang bergantiganti,
adanya luka pada daerah genitalia akan meningkatkan risiko peningkatan
tertular virus HIV.
2. Terpapar oleh darah dan cairan tubuh klien HIV/AIDS
Melalui kegiatan penggunaan jarum suntik secara bergantian tanpa
disterilkan, transfusi produk darah yang terinfeksi virus HIV serta melalui
transplantasi organ atau jaringan. Penularan HIV juga berisiko terjadi pada
petugas kesehatan, petugas sosial karena sering terpapar dengan cairan
tubuh klien HIV/AIDS baik melalui jarum suntik, dan alat lainnya seperti
kateter, kondom, cairan tubuh klien HIV/AIDS.
3. Secara vertikal dari ibu kepada bayi yang dikandungnya
Penularan ini dapat terjadi selama kehamilan, proses melahirkan per
vaginam dan selama periode post partum melalui proses menyusui. Selama
tahun 2001 di Amerika Serikat bayi yang tertular virus HIV sebanyak 200
kasus karena cara ini, sedang di Africa di Sub sahara sebanyak 700.000
kasus
4. Makan-makanan yang telah dikunyah oleh orang yang terinfeksi HIV.
Kontaminasi terjadi ketika darah yang terinfeksi bercampur dengan
makanan saat menguyah. Hal ini tampaknya menjadi langka dan hanya
telah di laporkan di antara bayi dengan pengasuh yang memberi makan
dengan dikunyah terlebih dahulu.
5. Mendapat gigitan dari orang yang terinfeksi HIV, transmisi hanya bisa
terjadi ketika ada kerusakan kulit, jaringan dan adanya pengeluaran darah.

8
6. Tato atau tindik tubuh merupakan suatu faktor resiko tertular HIV.
Transmisi bisa terjadi ketika peralatan yang dipakai tidak di sterilkan
terlebih dahulu (Irianto, 2014).
2.1.5 Pencegahan Hiv dalam Islam
Solusi tuntas permasalahan HIV/AIDS sebenarnya sudah ada dalam
Islam. Solusi tersebut terbagi menjadi dua penanganan yaitu upaya preventif
dan kuratif. Upaya preventif adalah upaya pencegahan sebelum masalah
semakin besar. Tindakan preventif dilakukan dengan menghilangkan segala
bentuk praktek yang mendukung free seks seperti industri porno, media
perangsang, klub-klub malam, prostitusi, penggunaan narkoba dan tempat
maksiat lainnya. Dari sisi pelaku, Islam telah memiliki aturan yang tegas.
Pintu-pintu perzinaan harus ditutup rapat-rapat. Islam telah mengharamkan
perzinahan dan seks bebas dalam surat Al Isra’ (17): 32. Islam juga melarang
jalan menuju perzinahan yaitu dengan melarang pria dan wanita berkhalwat.
Tidak hanya berduaan, memandang lawan jenis dengan syahwat pun dilarang.
Islam pun melarang pria dan wanita menampakkan auratnya, melarang wanita
berpakaian yang memancing perhatian lawan jenis. Dari sisi objek seksual,
Islam tegas melarang produksi, konsumsi dan distribusi barang dan jasa yang
bisa merusak masyarakat, seperti pornografi dan pornoaksi. Karena semuanya
ini bisa mengantarkan pada perbuatan zina. Sebagaimana kaidah ushul yang
menyatakan, “Sarana yang bisa mengantarkan pada keharaman, maka
hukumnya haram.”
Sedangkan upaya kuratif yang pertama adalah upaya untuk
menyembuhkan penderita penyakit HIV/AIDS yang tertular bukan karena
maksiat. Negara wajib menyediakan layanan kesehatan. Mulai dari perawatan,
obat-obatan hingga layanan pengobatan. Khilafah juga akan melakukan riset
dengan serius untuk menemukan obat yang bisa menanggulangi virus HIV-
AIDS ini. Karena penyakit AIDS menular maka para penderitanya harus
dikarantina agar tidak menyebar kepada orang yang sehat. Tentunya tindakan
ini harus dilakukan dengan cara yang manusiawi.
Upaya kuratif yang kedua adalah dengan memberikan sanksi yang tegas
pada pelaku maksiat. Islam tidak membedakan para pelaku maksiat yang

9
terkena penyakit atau tidak. Sekali berbuat maksiat maka ia adalah pelaku
maksiat. Bagi yang belum menikah dikenai hukuman cambuk. Untuk yang
sudah menikah dikenai hukuman rajam sampai mati. Maslahat dari penerapan
seluruh ketentuan dan hukum ini adalah terbebasnya masyarakat dari perilaku
seks yang tidak sehat. Tidak hanya itu, prilaku seks yang menjadi sumber
penyakit HIV/AIDS pun benar-benar telah ditutup rapat. Jika pelaku zina di-
rajam sampai mati, maka salah satu sumber penyebaran penyakit AIDS ini pun
dengan sendirinya bisa dihilangkan. Oleh karena itu Indonesia yang bebas
adalah HIV/AIDS adalah sangat mungkin. Hanya saja masalahnya, Indonesia
belum bisa menerapkan hukum-hukum Islam secara keseluruhan. Jika
Indonesia mengganti sistem negaranya menjadi Islam maka semua tindakan
preventif dan kuratif akan mudah dilakukan oleh negara. Sudah saatnya
Indonesia menerapkan sistem Islam yang menyejahterakan dan menyelamatkan
rakyatnya dari epidemi HIV/AIDS yang menakutkan (Nasronuddin, 2007).

2.1.6 Pengobatan HIV dalam Islam


1. Islam memberikan tuntunan dalam pengobatan HIV/AIDS yakni secara
fisik, psikis, dan social.
2. Secara fisik melalui medis dan sejenisnya hingga yang terbaru ARV
(AntiRetroviral)
3. Secara psikis melalui kesabaran, taubat, taqarrub ilallah (dzikrullah), dan
berdoa
4. Secara social melalui penerimaan dan dukungan penuh masyarakat
terutama keluarga.
a. Hadits Rasulullah s.a.w. yang diriwayatkan oleh Arba’ah:
5. “berobatlah hai hamba Allah, karena Allah tidak menurunkan suatu
penyakit, kecuali diturunkan pula obatnya, kecuali penyakit yang satu
(pikun).” (Nasronuddin, 2007).

2.2 Aspek – aspek dalam mendukung pasien HIV antara lain berupa :
1. Teridentifikasi motivasi hidup penderita HIV / AIDS

10
a. Motivasi Ekstrinsik
Motivasi hidup dipengaruhi oleh salah satunya yaitu dukungan
sosial. Menurut Schachter motif untuk bergabung dapat diartikan sebagai
kebutuhan untuk berada bersama orang lain. Kesimpulan ini diperoleh
oleh Schachter dari studinya yang mempelajari hubungan antara rasa
takut dengan kebutuhan berafiliansi. Dalam kehidupannya penderita
HIV/AIDS membutuhkan kebersamaan untuk bergabung dengan sesama
terutama dalam memenuhi kebutuhan dan keinginan untuk berbagi
saling memberi dukungan.
Menurut Suhaimin (2009), motivasi minum obat dan percaya
terhadap obat yang menjadi stimulator tersebut merupakan suatu bentuk
dorongan langsung dalam dirinya dan keyakinan hati yang menjadi
penggerak utama seseorang yang mampu memberi kesan niat
kesungguhan dalam diri partisipan dengan mengkonsumsi obat-obatan.
b. Motivasi Intrinsik
Beberapa diungkapkan partisipan bahwa dalam memotivasi dirinya
harus dengan pemikiran yang baik tidak macam-macam dan ini semua
dari diri sendiri. Menurut Cleland (2011) dengan kebutuhannya tersebut
penderita HIV/AIDS akan memiliki tanggung jawab tetap termotivasi
sebagai dampak resiko sebagai PSK dan akan memiliki kesempatan
untuk sejajar dengan yang lain sebagai warga negara dalam berinteraksi
dan menyerukan suaranya. Dan hal ini disikapi dengan rasa tanggung
jawab karena sudah merupakan resiko yang harus dialami
sertavpengendalian pikiran yang positif akan mampu menstimulasi
dirinya agar tetap hidup. Hal tersebut dapat menjadi motivator
pendorong dalam hidup partisipan. Pada penelitian ini seperti ungkapan
partisipan dengan kepasrahan sebagai motivator akan menjadikannya
lebih dekat kepada Tuhannya, sehingga partisipan dapat menerima
kematiannya lebih cepat dengan kepasrahannya. (Menurut Kaldjian
Hawari 2009) disimpulkan bahwa dengan terjadinya infeksi yang
menimpa partisipan akan menjadikannya lebih religius, karena mereka
yakin bahwa tuhan maha pengampun, pengasih dan penyayang,

11
sehingga mereka dapat menerima penyakit yang dideritanya dengan
kematian lebih awal.
2. Teridentifikasi bentuk dukungan sosial yang diterima penderita HIV /
AIDS
a. Dukungan fisik.
Dengan adanya dukungan ini partisipan merasakan tujuan
hidupnya menjadi lebih baik meskipun fisik mereka kemampuan
immunenya berkurang. Dimana AIDS adalah salah satu penyakit yang
termasuk kategori kronis, yang muncul sehubungan dengan adanya
infeksi yang disebabkan oleh masuknya virus yang disebut HIV. HIV
menyerang dan menurunkan fungsi kekebalan tubuh manusia.
Dukungan sosial yang diintervensikan kepada penderita HIV/AIDS
dalam bentuk fisik meliputi aspek–aspek pemberian barang yang aktual
atau tenaga selama proses perawatan klien berlangsung. Manfaat dari
dukungan fisik dapat mendukung pulihnya energi atau stamina dan
semangat yang menurun dengan berbagai failitas yang didapat sebagai
bentuk dukungan dapat membantu mengatasi keterbatasan penderita
HIV/AIDS.
b. Dukungan emosional
Dukungan emosional diintervensikan kepada partisipan sebagai
bentuk dukungan yang diterima oleh partisipan itu sendiri. Dan tema ini
terbentuk dari kategori nasehat minum obat, nasehat semangat dan
nasehat kesehatan fisik yang merupakan ungkapan perasaan dari sumber
kepartisipan yang dicakup dalam bentuk dukungan emosional. Menurut
Smeet (2009), hal ini menyebabkan terjadinya aspek dukungan
emosional meliputi dukungan yang diwujudkan dalam bentuk afeksi,
adanya kepercayaan, perhatian, mendengarkan dan didengarkan, hal ini
juga takkan terlepas dari proses terapi yang dijalani penderita. Pada
peneltitian ini dukungan emosional yang diberikan kepada penderita
HIV/AIDS mencakup dalam pemberian rasa empati, cinta kasih,
kejujuran dan perawatan serta memiliki kekuatan yang hubungannya
konsisten dengan status kesehatan yang dihadapi penderita HIV/AIDS.

12
c. Dukungan keamanan
Menurut Suhaimin (2009), dengan kondisi immune yang semakin
menurun akibat infeksi yang terjadi harus dijaga agar tidak semakin
memburuk dan tidak memberikan penularan kepada orang lain. Dengan
kondisi yang telah positif terinfeksi HIV/AIDS partisipan juga tetap
harus menjaga agar tidak semakin bertambah parah serta mencegah
terjadinya penularan dengan orang lain. Bentuk dukungan ini muncul
dari pernyataan partisipan yang mengungkapkan bahwa harus memakai
pengaman ketika berhubungan seks dan menjaga kondisi fisik agar daya
tahan tubuh tetap baik, mengingat pekerjaan partisipan disini sebagai
PSK yang rentan untuk terjangkit penyakit lainnya.
d. Dukungan keterampilan
Dukungan ketrampilan sebagai tema yang dibentuk dari kategori
pelatihan. Beberapa partisipan mengungkapkan telah mendapatkan
beberapa pelatihan sebagai ketrampilan baru sebagai bentuk kepedulian
orang-orang disekitarnya.Dengan adanya pelatihan ini partisipan merasa
diperhatikan dan dihargai untuk sama dengan yang lain bahwa mereka
memiliki hak yang sama untuk bersaing. Dengan diadakannya pelatihan
ini diharapkan partisipan mampu mengaplikasikannya dan dapat
mengurangi aktivitasnya turun kejalan bekerja sebagai PSK. Menurut
Smeet (2009), menjelaskan tentang hal – hal yang digunakan untuk
mengevaluasi diri dan perbandingan sosial. Meliputi aspek yang
didalamnya diwujudkan dengan ungkapan hormat, penghargaan dan
dorongan untuk maju seperti diadakannya pelatihan-pelatihan. Pelatihan
ini ditujukan sebagai upaya dukungan yang diberikan sumber kepada
partisipan. Sehingga penderita HIV/AIDS dapat termotivasi dan
mendapatkan status yang sama sebagai manusia yang utuh untuk
menjalankan perannya sebagai warga negara.
e. Dukungan sosial
Menurut Keliat (2011), diantara faktor yang mempengaruhi
motivasi adalah karena adanya ketidakmampuan dukungan dari
keluarga, sahabat, saudara maupun orang yang ada di sekitarnya dalam

13
hal ini adalah masyarakat yang diharapkan mampu menangani masalah
penderita HIV/AIDS juga tidak mengetahui apa yang masih diharapkan
klien.dapun masyarakat mampu melibatkan penderita HIV/AIDS dalam
kegiatan bermasyarakat dapat memberikan dampak yang positif kepada
partisipan.
f. Dukungan ekonomi
Partisipan mengungkapkan berjualan nasi uduk sampai menunggu
pesanan katering sebagai bentuk dukungan ekonomi. Dengan harapan
kepedulian pemerintah maupun elemen masyarakat untuk memberikan
peluang dana maupun kesempatan bekerja. Dukungan ekonomi dengan
memberikan pelatihan, magang dan layanan bantuan modal untuk
peningkatan potensi dan ketrampilan sebagai upaya pengembangan
perekonomian pada penderita HIV/AIDS. Dengan status pekerjaan
sebagai PSK juga akan berdampak pada kebutuhan dukungan ekonomi
untuk tidak kembali bekerja sebagai PSK. (Keliat 2011)
3. Teridentifikasi sumber dukungan yang didapat penderita HIV/AIDS
a. Sumber Dukungan Eksternal
Pada penelitian ini dalam penanggulangan, pencegahan, maupun
pendampingan sebagai pemberi dukungan bukan hanya tugas pemerintah
semata. Akan tetapi menjadi tanggung jawab kita semua, hal ini
menimbulkan munculnya berbagai organisasi yang berbasis masyarakat
ikut turun dalam upaya pemerintah ini. Menurut Keliat (2011), dirumah
sakit tenaga kesehatanlah yang bertanggung jawab terhadap penderita
HIV/AIDS yang mendapatkan perawatan baik dalam pemberian atau
pemantauan pemberian obat, dirumah tugas tenaga kesehatan digantikan
oleh keluarga, teman, saudara, kerabat dan masyarakat dimana ia tinggal.
b. Sumber Dukungan Internal
Menurut Keliat (2011), dalam keadaan partisipan yang terinfeksi
HIV/AIDS dengan kondisi lingkungan sekitar meliputi lingkungan yang
mengkritik/bermusuhan dengan mengucilkan penderita HIV/AIDS
membuat suasana menjadi tidak nyaman, adanya penekanan (hilangnya
kemandirian), sulit melakukan hubungan interpersonal, isolasi sosial,

14
tekanan pekerjaan, adany stigma. Keadaan ini menimbulkan dorongan
dari diri partisipan untuk memotivator dirinya dengan meyakinkan dan
membuat penerimaan oleh masyarakat. Dan pada kasus ini mereka
memberikan dukungan yang positif kepada partisipan untuk menghadapi
berbagai masalahnya.
4. Dukungan sosial yang diharapkan penderita HIV/AIDS
a. Fasilitas untuk memenuhi kebutuhan ekonomi
Menurut Ricardo 2012, semakin meningkatnya jumlah ODHA,
semakin meluasnya permasalahan yang kemudian berkembang. Salah
satu masalah sering yang dihadapi ODHA adalah masalah untuk
memenuhi kebutuhan hidup. Sebagian besar ODHA memiliki tingkat
perekonomian yang rendah, diakibatkan oleh dampak epidemi
HIV/AIDS pada individu dan ekonomi. Apabila dikaji dari sudut
pandang individu, HIV/AIDS berarti tidak dapat masuk kerja, jumlah
hari kerja yang berkurang, kesempatan yang terbatas untuk mendapatkan
pekerjaan dengan gaji yang lebih baik dan umur masa produktif yang
lebih pendek.
Fasilitas ini dapat membantu mengoptimalkan proses rehabilitasi
penderita HIV/AIDS, dengan adanya fasilitas dapat mengoptimalkan
kinerja dalam penanggulangan maupun proses rehabilitasi. Hal ini akan
membantu partisipan dalam hal ini penderita HIV/AIDS lebih percaya
diri dan termotivasi dalam menjalani terapi dan meningkatkan motivasi
hidup
b. Fasilitas kesehatan
Menurut Suhaimin (2010), fasilitas kesehatan yang merupakan
bagian vital untuk membantu proses penyembuhan terhadap fisik
maupun psikis penderitaHIV/AIDS. Dengan fasilitas kesehatan yang
didapat dapat membantu menekan permasalahan yang ada seperti halnya
obat-obat antiretroviral yang disediakan pemerintah secara gratis sebagai
bentuk fasilitas yang membantu meningkatkan CD4 sehingga sistem
immune penderita HIV/AIDS lebih baik.

15
c. Dukungan kesehatan
Menurut Kaplan (2012), dukungan sosial juga dapat memberi
pengaruh positif terhadap kesehatan seseorang melalui dua cara yaitu
langsung dan tidak langsung. Secara langsung dukungan sosial
memberikan seseorang untuk berperilaku sehat, sedangkan cara tidak
langsung dukungan sosial yang diterima dari orang lain akan
mengurangi ketegangan atau depresi sehingga tidak menimbulkan
gangguan.
Kondisi penderita HIV/AIDS yang mengalami penurunan sistem
kekebalan tubuh akibat proses perjalanan penyakit yang meliputi kurang
nutrisi, kurang tidur, ketidakseimbangan circadian rhytm ( hubungan
antara aktifitas perilaku dan stimulus lingkungan eksternal ), kelelahan,
infeksi, obat-obatan yang menekan susunan saraf pusat, kurang olahraga
dan hambatan-hambatan perawatan kesehatan. Menurut Ricardo (2008),
dengan kondisi yang seperti itu penderita HIV/AIDS harus diberikan
dukungan secara langsung.
sangat sulit untuk memberikan penjelasan kepada masyarakat tanpa
melibatkan semua elemen. (Amirudin, 2009).

2.3 Terapi dukungan terhadap pasien HIV


Berisi konseling yang diberikan pada klien dengan HIV/Aids meliputi
konseling sebelum dan sesudah tes untuk mendiagnosis HIV, konseling
kepatuhan minum ARV, konseling kelompok sebaya.
Hal penting yang terlibat dalam konseling pada klien HIV adalah
pendidikan tentang penyakit HIV, cara penularan, dan potensi pengobatan.
Informasi yang diberikan kepada klien bisa menjadi hal penting dalam
menangani keputusan sulit menyangkut pengobatan dan terapi ARV, seperti
waktu yang optimal untuk memulai ARV, keefektifan terapi ARV. Edukasi
tentang transmisi HIV dan perubahan dalam perilaku berisiko adalah tujuan
penting lainnya dalam proses konseling. Upaya untuk mendorong perubahan
perilaku yang mengakibatkan penurunan sementara penularan HIV. Semua
klien harus mendapat informasi mengenai seks yang lebih aman pencegahan

16
dan menghindari penularan kepada orang lain. Informasi ini harus disajikan
dalam bahasa yang sesuai dengan budaya klien. Kegiatan konseling harus
dilakukan berulang-ulang.
Konseling dan dukungan sosial dianggap meningkatkan sumber daya
untuk orang-orang yang mempunyai pikiran bunuh diri yang belum
mendapatkan intervensi krisis, dan harus mendapat prioritas dalam pelayanan
keperawatan. Mallinson (2010) mengatakan Kesedihan dan kehilangan
setelah kematian satu klien dicintai hadir dengan tantangan signifikan
terhadap fisik, emosi, dan kesehatan spiritual dan kesejahteraan.
Proses berduka untuk orang dengan infeksi HIV dapat diperparah oleh
rasa malu, stigma, dan kurangnya dukungan sosial. Mengatasi dampak dari
masalah ini pada kesehatan fisik dan emosional klien HIV/Aids adalah
penting untuk merancang intervensi yang tepat dengan memfasilitasi
kesedihan. Orang yang mereka cintai berfungsi untuk meredakan gejala sisa
yang tidak sehat, meningkatkan ketrampilan untuk mengatasi masalah, dan
memberikan kesempatan untuk perubahan pandangan terhadap diri sendiri
(Amirudin, 2009).

2.4 Asuhan Keperawatan HIV


A. Pengkajian keperawatan
Pengkajian terhadap masalah kebutuhan spiritual pada HIV
dimana untuk mengungkapkan masalah spiritual. Misalnya arti
kehidupan, kematian, dan penderitaan selama penyakit HIV. Penolakan
untuk beribadah, perasaan yang kosong dan pengakuan perlunya
bantuan spiritual. Beberapa faktor yang menyebabkan masalah spiritual
adalah kehilangan salah satu bagian tubuh, beberapa penyakit HIV yang
membuat seseorang tidak berarti lagi untuk hidup.
B. Diagnosa Keperawatan
Distress spiritual berhubungan dengan ketidakmampuan untuk
melaksanakan ritual spiritual, konflik antara keyakinan spiritual dan
ketentuan aturan kesehatan dan krisis penyakit, penderitaan atau
kematian.

17
C. Perencanaan atau Tindakan Keperawatan
1. Menguatkan harapan yang realistis kepada pasien terhadap
kesembuhan
2. Memberikan ketenangan atau privasi sesuai penderita HIV yaitu
kebutuhan melalui berdo’a dan beribadah secara rutin
3. Menghadirkan pemimpin spiritual untuk menjelaskan berbagai
konflik keyakinan dan alternatif pemecahannya.
4. Mengurangi atau menghilangkan beberapa tindakan medis yang
bertentangan dengan keyakinan pasien dan mencari alternatif
pemecahannya.
5. Mendorong penderita HIV untuk mengambil keputusan dlam
melakukan ibadahnya
6. Membantu penderita HIV untuk memenuhi kewajibannya.
D. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatan terhadap penderita HIV dalam masalah
spiritual secara umum dapat dilihat dari perubahan untuk melakukan
kegiatan spiritual, adanya ungkapan atau perasaan yang tenang, dan
menerima adanya kondisi atau keberadaannya, wajah yang
menunjukkan raa damai, kerukunan dengan orang lain, memiliki
pedoman hidup dan rasa bersyukur (Hidayat, 2006).

18
BAB III
Aplikasi Teori

Review Jurnal 1

Judul : Dukungan Keluarga Terhadap Kelangsungan Hidup ODHA (orang


dengan HIV/AIDS).

Penulis : Nancy Rahakbauw

Tahun : 2016

Hasil : Pengetahuan yang terbatas mendorong mereka untuk melakukan upaya-


upaya untuk memperoleh informasi sebanyak-banyaknya untuk memahami
tindakan yyang harus dilakukan dalam menangani penyakit yang mereka derita.
Upaya ini dilakukan oleh ODHA karena mereka menyadari bahwa kesakitan yang
dialami merupakan ancaman terbesar bagi eksistensi mereka untuk melanjutkan
kehidupannya. Penilaian akan ancaman resiko yang menyerang kesehatan serta
pertimbangan mengenai keuntungan maupun kerugian yang dialami akibat
penyakit HIV/AIDS, mendorong mereka melakukan upaya pencegahan,serta
membentuk keyakinan untuk berfikit secara rasional dan realistis tentang
kehidupan yang akan dihadapinya apabila tidak segera mengubah perilaku dan
pola hidupnya.

Review Jurnal 2

Judul : Hubungan antara pengetahuan HIV/AIDS dengan sikap penolakan


terhadap orang dengan HIV/AIDS pada masyarakat Indonesia.

Penulis : A. Sri Wahyuni S. , Sudarto Ronoatmodjo

Tahun : 2012

Hasil : Sikap Penolakan terhadap ODHA pada masyarakat Indonesia masih tinggi
dengan seiring rendahnya pengetahuan Hiv/Aids pada masyarakat Indonesia.
Peningkatan pengetahuan mengenai Hiv/Aids menjadi fokus utama untuk

19
mengurangi sikap penolakan, stigma, dan dikskriminasi. Adapula Upaya
peningkatan pendidikan masyarakat adalah langkah awal untuk meningkatkan
pengetahuan dan pemahaman mengenai Hiv/Aids sehingga mengurangi sikap
penolakan terhadap ODHA. Selain itu ada juga cara dengan mengoptimalkan
pemberian informasi mengenai Hiv/Aids menggunakan media-media yang benar-
benar bisa menjangkau semua kalangan seperti televisi, dll. Pengetahuan tentang
HIV/AIDS itu merupakan faktor yang paling dominan dalam menentukan sikap
terhadap ODHA. Apabila semakin tinggi tingkat pendidikan semakin baik pula
tingkat pengetahuannya. Pengetahuan itu berhubungan secara positif dengan sikap
secara umum kepada ODHA dimana pengetahuan HIV akan mengarahkan kepada
sikap positif terhadap ODHA dan penyakit HIV.

20
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang merusak
sistem kekebalan tubuh manusia dan mengakibatkan turunnya atau
hilangnya daya tahan tubuh sehingga mudah terjangkit penyakit infeksi.
Sedangkan Acquired Immune Deficiency Syndroms (AIDS) merupakan
kumpulan berbagai gejala penyakit akibat menurunnya kekebalan tubuh
yang disebabkan oleh virus HIV. Diagnosis HIV mempunyai banyak
implikasi baik fisik, psikologis, sosial, maupun spiritual. Infeksi HIV
merupakan hal serius yang mempunyai dampak kesehatan dan
kesejahteraan masyarakat luas, termasuk kesehatan reproduksi,
kehidupan seksual dan keluarga, kehidupan sosial, dan produktivitas di
masyarakat.

4.2 Saran
a. setiap orang dapat meningkatkan keimanan dan ketakwaan sehingga
bisa terhindar dari pergaulan bebas
b. setiap orang dapat mengerti dan memahami bahaya yang ditimbulkan
dari AIDS

21
DAFTAR PUSTAKA

UNAIDS. (2004). Hidup bersama HIV/AIDS. Jakarta.

Hidayat, Aziz Alimul. (2006). Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia Aplikasi


Konsep dan Proses Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika.

Nursalam dan Kurniawati, N.D. (2007). Asuhan Keperawatan pada Pasien


Terinfeksi HIV AIDS. Jakarta : Salemba Medika.

Nasronudin. (2007). Konseling, Perawatan, Dukungan, dan Pengobatan ODHA.


Surabaya : Airlangga University Press.

Dirjen PPM & PL, Depkes RI. (2007). Pedoman Nasional Perawatan Dukungan
dan Pengobatan Bagi ODHA.

Amirudin, Ikhwan. (2009). Motivasi Hidup dan Dukungan Sosial Penderita


HIV/AIDS di Violet Community. Yogyakarta : Studi Fenomologi.

Collein, Irsanty. 2010. Makna Spiritualitas Pada Pasien HIV/AIDS Dalam


Konteks Asuhan Keperawatan Di RSUPN de. Cipto Mangkusumo Jakarta.
Diakses pada tanggal 18 Oktober 2019.

Irianto Koes. 2014. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Bandung : Alfabet.

Rahakbauw, Nancy. 2016. Dukungan Keluarga Terhadap Kelangsungan Hidup


ODHA (Orang Dengan HIV/AIDS). Diakses pada tanggal 17 Oktober 2019.

Prasojo, Dibyo. 2017. Peran Religiusitas Pada Penderita HIV dan AIDS yang
mengalami depresi. Diakses pada tanggal 17 Oktober 2019.

22

Anda mungkin juga menyukai