untuk melakukan hubungan seksual untuk uang. Pekerjaan ini selain meresahkan
juga mematikan, karena merekalah yang ditengarai menyebarkan penyakit AIDS
akibat perilaku seks bebas tanpa pengaman bernama kondom. Pelacur adalah
profesi yang menjual jasa untuk memuaskan kebutuhan seksual pelanggan.
Biasanya pelayanan ini dalam bentuk menyewakan badannya (Hariadhi, 2010).
Kita sering menyebut wanita penjual jasa pelayanan seksual dengan istilah PSK
(Pekerja Seks Komersial), menurut arti pada setiap katanya, istilah PSK berarti
orang yang mempunyai pekerjaan untuk melayani kebutuhan seksual bagi orang-
orang yang membutuhkannya, dengan tujuan komersial atau mencari keuntungan
(Ragil, 2009).
Pekerja seks komersial adalah seseorang yang menjual jasanya untuk melakukan
hubungan seksual untuk uang. Di Indonesia pelacur (pekerja seks komersial)
sebagai pelaku pelacuran sering disebut sebagai sundal atau sundel. Ini
menunjukkan bahwa prilaku perempuan sundal itu sangat begitu buruk hina dan
menjadi musuh masyarakat, mereka kerap digunduli bila tertangkap aparat penegak
ketertiban, Mereka juga digusur karena dianggap melecehkan kesucian agama dan
mereka juga diseret ke pengadilan karena melanggar hukum.
Pekerja seks komersial adalah seseorang yang menjual dirinya dengan melakukan
hubungan seks untuk tujuan ekonomi (Subadara, 2007). Pelacuran atau prostitusi
adalah penjualan jasa seksual. Pelacuran adalah profesi yang menjual jasa untuk
memuaskan kebutuhan seksual pelanggan, biasanya pelayanan ini dalam bentuk
penyerahan tubuhnya (Wikipedia, 2007).
Sebelum adanya istilah pekerja seks komersial, istilah lain yang juga mengacu
kepada pelayanan seks komersial adalah pelacur, prostitusi, wanita tuna susila
(WTS).
Pekerjaan melacur atau nyundal sudah dikenal di masyarakat sejak berabad lampau
ini terbukti dengan banyaknya catatan tercecer seputar mereka darimasa kemasa.
Sundal selain meresahkan juga mematikan, karena merekalah yang ditengarai
menyebarkan penyakit AIDS akibat perilaku sex bebas tanpa pengaman bernama
kondom.
Pelacur adalah profesi yang menjual jasa untuk memuaskan kebutuhan seksual
pelanggan. Biasanya pelayanan ini dalam bentuk menyewakan tubuhnya. Di
kalangan masyarakat Indonesia, pelacuran dipandang negatif, dan mereka yang
menyewakan atau menjual tubuhnya sering dianggap sebagai sampah masyarakat.
Ada pula pihak yang menganggap pelacuran sebagai sesuatu yang buruk, malah
jahat, namun toh dibutuhkan(evil necessity).
https://www.psychologymania.com/2012/09/pengertian-pekerja-seks-
komersial.html
Jumlah orang dengan AIDS sampai September 2012 mencapai 3.541 orang, turun
dari tahun sebelumnya yang mencapai 6.187 orang.
Sementara jumlah pengidap HIV turun dari 21.031 orang menjadi Menteri
Kesehatan menyebutkan sekitar 10 persen pekerja seks perempuan sudah terinfeksi,
dan karena mereka tak bisa memaksa pelanggan untuk menggunakan kondom.
secara utuh, tetapi uang itu harus dibagi-bagi kepada semua pihak yang terlibat di
dalam
pekerjaannya, seperti uang untuk mucikari, uang keamanan, uang kamar, uang
pelayanan dan sebagainya. Oleh karena itu, sangat wajar jika dikatakan bahwa
mereka adalah juga kelompok yang paling tidak beruntung dari pertukaran seksual-
kontraktual di antara pekerja seks dan pelanggannya (Syam, 2010). Di negeri-
negeri Barat seperti Benua Amerika yang menganut asas kebebasan berekspresi,
dunia seksualitas telah
keperluan seks akan dengan mudah ditemui, baik untuk laki-laki maupun
perempuan.
Orang bisa berkunjung ke tempat-tempat seperti ini tanpa beban. Tarian telanjang
juga
ada dimana-mana dan hal ini dianggap sebagai bagian dari dunia entertainment
Ada penelitian yang dilakukan oleh Halawa (2013) kepada 124 responden
mengenai faktor yang menyebabkan wanita menjadi pekerja seks komersial yaitu
faktor
76,6%, faktor penipuan sebanyak 54,8%, faktor status sosial sebanyak 63,7% dan
faktor media sebanyak 52,4% Menurut Kartono (2011), dampak akibat kegiatan
pekerja seks komersial ini yaitu menimbulkan dan menyebarluaskan
penyakit kelamin dan kulit. Penyakit yang paling banyak terjadi ialah syphillis dan
gonorrhoe (kencing nanah), yang mana jika tidak mendapatkan pengobatan yang
sempurna, bisa menimbulkan cacat jasmani dan rohani pada diri sendiri dan anak
keturunan. Akibat lainnya yaitu rusaknya sendi-sendi kehidupan keluarga. Suami-
suamiyang tergoda oleh PSK biasanya melupakan fungsinya sebagai kepala
keluarga, sehingga keluarga menjadi berantakan. Keberadaan PSK ini juga
mengakibatkan rusaknya sendi-sendi moral,
menyimpang dari adat kebiasaan, norma hukum dan agama. Berdasarkan data dari
Dinas Sosial
Pemerintah pusat melalui Kemensos saat itu juga memulangkan para PSK ke
tempat yang baru dan bukan merupakan daerah asal mereka.
Direktur Rehabilitasi Sosial Tuna Sosial dan Korban Perdagangan Orang Kemensos
Sonny Manalu mengatakan sejak tahun 2013, telah berdiri 168 lokalisasi di 24
provinsi dan 76 kabupaten/kota. Data tersebut dihimpun dari dinas sosial seluruh
provinsi dan berbagai sumber.
Sejak 2013 hingga saat ini, pemerintah telah menutup 122 dari 168 lokalisasi yang
antara lain tersebar di Kalimantan Barat, Gorontalo, Sulawesi Barat, Nusa Tenggara
Timur, Maluku, dan Maluku Utara.
Dalam data tersebut yang dikutip detikcom, Jumat (20/6/2014), ada 19 provinsi di
Indonesia yang memiliki lokalisasi. Di setiap provinsi, jumlahnya bervariasi, ada
satu lokalisasi saja, namun ada juga yang jumlahnya puluhan.
Jawa Timur menempati ranking pertama dalam jumlah lokalisasi dengan 53 tempat
yang tersebar di 16 kabupaten/kota. Namun seiring dengan waktu, ada 20 lokalisasi
yang ditutup. Hingga kini, hanya 33 tempat pelacuran saja.
Khusus di kota Surabaya, dari 6 tempat lokalisasi yang terdaftar, semuanya sudah
ditutup. Terakhir adalah Dolly dan Jarak. Kabupaten Banyuwangi yang pernah
memiliki 8 lokalisasi, kini juga sudah habis.
Di Jawa Barat, dari 13 lokalisasi, hingga tahun 2012 baru 2 yang ditutup, yakni
Saritem dan Gardujati. Namun ternyata, setelah penutupan tujuh tahun lalu,
aktivitas prostitusi masih terlihat di lokalisasi yang berada di Bandung tersebut.
Bagaimana dengan provinsi lain? Jumlahnya bervariasi, mulai dari satu tempat
hingga belasan. Sumatera Selatan misalnya, hanya memiliki satu lokalisasi, namun
sudah ditutup. Sementara di Kalimantan Timur ada 32 lokalisasi dan Kalimantan
Tengah 12 tempat.
Berikut persebaran lokalisasi dan jumlah yang sudah ditutup berdasarkan data
Kemensos tahun 2012 ditambah penutupan Jarak dan Dolly:
Faktor-faktor penentu penyebaran HIV/AIDS beraneka ragam diantaranya : sosial
ekonomi/ kemiskinan, kemiskinan menuntut wanita mencari tambahan pemasukan
keuangan untuk membantu suami dan keluarga ataupun untuk dirinya sendiri.
Biasanya mereka mencari tambahan pemasukan keuangan ini dengan bekerja di
luar rumah. Dengan tingginya angka pengangguran di Indonesia, sangat sulit bagi
wanita untuk mencari pekerjaan yang layak dan baik seperti pekerja kantoran.
Diperkirakan jumlah pengangguran di Indonesia adalah 5.1% dari total jumlah
penduduk. Oleh karena itu, jalan yang paling mudah adalah dengan menjadi PSK
(pekerja seks komersial). Indonesia merupakan negara terbesar lokalisasi prostitusi
di dunia. Dari data Kementerian Sosial di tahun 2012, terdapat 168 lokalisasi
prostitusi yang tersebar di seluruh Indonesia. Berdasarkan data itu juga, dari jumlah
lokalisasi tersebut, terdapat 272.000 PSK. Sementara data dari Kementerian
Kesehatan di tahun 2013, jumlah PSK di Indonesia tercatat sebanyak 230.000. Dan
yang paling mengejutkan dari data Kementerian Kesehatan, sebanyak 6,7 juta pria,
merupakan pelanggan PSK.(7) Keberadaan WPS berarti adanya peluang hubungan
seksual berganti-ganti pasangan, baik bagi WPS itu sendiri maupun pemakai
jasanya. Hubungan seks berganti-ganti pasangan tanpa memakai kondom
menimbulkan risko penyebaran HIV/AIDS. Dari satu WPS pengidap HIV dapat
menular ke pelangganpelanggannya. Selanjutnya pelangan-pelanggan WPS
tersebut dapat menularkannya kepada istri atau pasangannya. Pekerjaan mereka
yang sebelumnya sebagai PSK menyebabkan wanita penghuni panti sosial Karya
Wanita Andam Dewi berisiko terhadap penyakit HIV/AIDS. Panti sosial ini
merupakan tempat pembinaan bagi para pekerja seks komersial (PSK) dan wanita
rentan masalah sosial yang terjaring pada operasi 5 penertiban yang dilakukan oleh
satuan polisi pamong praja dan aparat terkait di Sumatra Barat.