Anda di halaman 1dari 2

Stigma, Dalang Eskalasi Kasus HIV/AIDS

Orang dengan Human Immunodeficiency Virus (HIV)/ Acquired Immuno Deficiency


Syndrome (AIDS) (ODHA) merupakan salah satu istilah yang digunakan dalam dunia medis. HIV
sendiri ialah virus yang dapat menyebabkan lemahnya sistem kekebalan tubuh. Pada tahap akhir,
HIV dapat mengakibatkan AIDS, kondisi di mana tubuh tidak lagi memiliki kemampuan untuk
melawan infeksi dan penyakit. Karakteristik dari penyakit HIV/AIDS serta adanya stigma maupun
diskriminasi memberikan perjuangan tambahan bagi ODHA dan pemerintah dalam memutus
rantai penyebarannya.

Pada dasarnya, Indonesia adalah negara yang setiap peraturannya telah tertera dalam
Undang-Undang (UU), salah satunya tentang Hak Asasi Manusia (HAM). Diskriminasi dan stigma
sendiri sudah dilindungi oleh UU Nomor 39 Tahun 1999. Di dalamnya, dijelaskan bahwa HAM
merupakan hak dasar yang secara kodrati melekat pada diri manusia serta bersifat universal dan
langgeng. UU tersebut pun menjelaskan jika selain hak asasi, manusia juga mempunyai kewajiban
dasar antar satu sama lain dan terhadap masyarakat secara keseluruhan. Perlindungan lainnya
terhadap stigma dan diskriminasi juga tertuang dalam Bab 1 Pasal 1 Ayat 3, Bab 2 Pasal 3 Ayat 2,
serta Bab 2 Pasal 3 Ayat 3.

Masalahnya, Catatan Tahunan Komisi Nasional Perempuan 2023 menemukan adanya


kondisi yang berbeda di Indonesia. Di dalamnya, Ikatan Perempuan Positif Indonesia (IPPI)
mendapati adanya 55 kasus kekerasan terhadap perempuan dengan HIV. Adapun rinciannya
menunjukkan jika 42 kasus menjerat perempuan yang sudah memiliki pasangan, 8 belum
menikah, serta 5 orang bercerai. Tak usai di situ, Ketua IPPI, Ayu Oktariani, menemukan cerita
tentang remaja in-going yang memeriksakan diri ke pelayanan kesehatan dan banyak mendapat
tolakan. Kasus tersebut terjadi sebagai imbas dari adanya stigma terhadap remaja yang belum
cukup umur sehingga diremehkan oleh tenaga kesehatan. Padahal, kesadaran untuk memeriksakan
diri itu patut diapresiasi.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Muchlis Achan dan Agung Sujatmoko,
stigma dapat disebabkan oleh kurangnya pengetahuan terhadap HIV dan AIDS. Ayu
menambahkan jika selama ini masyarakat masih berpikir apabila HIV/AIDS pasti diidap dan
menular pada komunitas Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender. Padahal, penularan tertinggi
justru di lingkungan keluarga, terlebih pada suami atau ayah yang sering bekerja ke lain kota
hingga luar negeri. Adanya tanggapan tentang cara penularan HIV pada masyarakat yang salah ini
juga menjadi penyebab terjadinya stigma. Selain itu, stigma muncul karena adanya kesalahan
mencari tindakan dan pengobatan, pelopor epidemi yang kurang benar, serta anggapan bahwa
penyakit HIV/AIDS tidak dapat disembuhkan.

Adanya stigma terhadap ODHA menuai dampak seperti susah ditanganinya kasus
HIV/AIDS. Pernyataan ini didukung oleh perkataan dari Wakil Gubernur Riau yang juga selaku
Ketua Pelaksana Komisi Penanggulangan AIDS Provinsi Riau, Edy Natar Nasution. Ia
mengungkapkan adanya dilema dalam pemecahan kasus HIV/AIDS karena ODHA yang tidak
jarang tertutup mengingat masyarakat masih memandang penyakit ini sebagai aib. Dalam beberapa
kasus, masih banyak suami yang tidak memperbolehkan istrinya untuk melakukan pemeriksaan
HIV. Juru Bicara Kementerian Kesehatan, Dr. Mohammad Syahril, pun turut bersuara dalam
konferensi pers Melindungi Anak dari Penyakit Menular Seksual. Beliau menjelaskan jika hanya
55 persen ibu hamil yang dites HIV karena sebagian besar tidak mendapatkan izin dari suaminya
dengan berbagai alasan.
Oleh karena itu, Edy menyerukan jika penanggulangan HIV/AIDS harus dilakukan oleh
masyarakat sipil dan pemerintah secara bersama-sama berdasarkan prinsip kemitraan. Pemerintah
Provinsi Riau juga pada dasarnya sudah berupaya melakukan penanggulangan HIV/AIDS. Usaha
tersebut dapat dilihat dengan ditetapkannya Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2006 dan
kelembagaan Komisi Penanggulangan HIV/AIDS Provinsi Riau. Ketua IPPI juga menyarankan
jika edukasi tentang HIV dan AIDS perlu diberikan di sekolah agar kesetaraan pelayanannya dapat
tercipta.

Anda mungkin juga menyukai