Anda di halaman 1dari 4

HIV (human immunodeficiency virus) adalah virus yang merusak sistem kekebalan

tubuh dengan menginfeksi dan menghancurkan sel CD4. Semakin banyak sel CD4 yang

dihancurkan, sistem kekebalan tubuh melemah, sehingga rentan terhadap berbagai penyakit.

HIV yang tidak segera diobati akan berkembang menjadi kondisi serius yang disebut

AIDS (acquired immune deficiency syndrome). AIDS adalah tahap akhir dari infeksi HIV. Pada

tahap ini, kemampuan tubuh untuk melawan infeksi benar-benar hilang. Penularan HIV terjadi

melalui kontak dengan cairan tubuh penderita, seperti darah, air mani, cairan vagina, cairan anus,

dan air susu ibu. Perhatikan bahwa HIV tidak ditularkan melalui udara, air, keringat, air mata, air

liur, gigitan nyamuk, atau kontak fisik..

HIV adalah penyakit seumur hidup. Dengan kata lain, virus HIV tetap berada di dalam

tubuh penderita selama sisa hidupnya. Meskipun tidak ada metode pengobatan untuk mengobati

HIV, ada pengobatan yang dapat memperlambat perkembangan penyakit ini dan meningkatkan

harapan hidup mereka yang terkena.

Menurut laporan WHO, prevalensi HIV pada penasun diketahui sangat tinggi di Jakarta

(48%), Bali (53%) dan Papua (26%). Penyalahgunaan narkoba telah menyebar ke berbagai

kalangan, termasuk kelompok umur, kelas terpelajar dan sosial, serta menjadikan infeksi

HIV/AIDS sebagai masalah sosial yang sangat besar dan serius di Indonesia.

Masalah HIV/AIDS di Indonesia seperti fenomena gunung es karena laporan resmi

jumlah kasus tidak mencerminkan masalah yang sebenarnya. Pada tahun 2004, pemerintah

memperkirakan jumlah kasus penggunaan narkoba sekitar 150.000 orang. Namun, jumlah

sebenarnya di perusahaan diyakini jauh lebih tinggi dari angka yang dilaporkan. Yang lebih

mengejutkan lagi, berdasarkan hasil survei tahun 2002 terhadap sekolah menengah di Jakarta,

laporan USAID tentang penyalahguna narkoba mencapai 34%. Dan berdasarkan jumlah kasus
yang ditemukan dan sebarannya di berbagai wilayah, diperkirakan terdapat antara 145.000

hingga 170.000 pengguna narkoba suntik (Penasun).

Jumlah kasus HIV/AIDS menjadi sorotan. Pasalnya, mengutip data Komisi

Penanggulangan AIDS (KPA), jumlah kasus di ibu kota Jawa Barat itu diperkirakan akan

menembus 12.358 kasus pada 2021.

Jumlah kasus HIV/AIDS juga relatif tinggi di Provinsi Jawa Barat sendiri. Data

tersebut dirilis oleh BPS dan dirilis melalui Catatan Provinsi Jawa Barat berupa angka dari Dinas

Kesehatan (Dinkes) Provinsi Jawa Barat. Rinciannya, pada Januari 2019, kasus HIV/AIDS

secara kumulatif sebanyak 12.033 kasus. Jumlah kasus baru HIV/AIDS tahun ini tercatat

sebanyak 1.077 kasus. Pada tahun 2020, secara kumulatif kasus HIV/AIDS turun menjadi 11.543

kasus. Namun, jumlah kasus baru HIV/AIDS pada tahun 2020 bertambah sebanyak 1.370 kasus.

Apalagi, pada tahun 2021, kumulatif kasus HIV/AIDS akan meningkat drastis. Sebanyak 19.860

kasus HIV/AIDS tercatat tahun ini, mencapai 2.216 kasus baru.

Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinkes Jabar Ryan Bayusantika

Ristandi mengatakan ada tambahan 5.444 orang HIV positif dan 4.165 orang yang saat ini

sedang menjalani pengobatan rutin, menurut data Dinas Kesehatan Jabar tahun 2021.

Kabupaten Indramayu menempati urutan 5 besar di Jawa Barat untuk jumlah tambahan

kasus HIV/AIDS pada semester pertama tahun 2022, dari Januari hingga Juni. Indramayu

menempati urutan keempat jumlah tambahan kasus HIV/AIDS di Jawa Barat, setelah Kota

Bandung, Kabupaten Bogor, dan Kota Bekasi, dengan 252 kasus pada semester pertama tahun

2022.

Banyak faktor yang berperan menyebabkan peningkatan kasus HIV/AIDS, antara lain

penggunaan narkoba suntik, prostitusi, dan status sosial ekonomi. Beberapa faktor terkait.

Prevalensi utama HIV/AIDS di Indonesia paling terlihat pada pengguna narkoba suntik dan
prostitusi. Kelompok masyarakat ini dikenal sangat rentan tertular virus HIV dan AIDS. Mereka

tidak hanya mudah terinfeksi, tetapi juga mudah menularkan penyakit ke kelompok rentan

lainnya. Menurut laporan WHO8, diketahui bahwa prevalensi seropositif pada penasun sangat

tinggi di Jakarta (48%), Bali (53%) dan Papua (26%).

Banyak faktor yang berperan penting dalam perkembangan HIV/AIDS dan sangat

mudah menular melalui prostitusi karena mereka tidak mengetahui atau bahkan tidak menyadari

bahwa penyebaran HIV/AIDS dapat terjadi. Selain itu, pekerja seks tidak peduli dengan risiko

tertular HIV/AIDS. Hal ini karena sebagian besar pekerja seks berasal dari masyarakat miskin

dan melakukan pekerjaan ini untuk memenuhi kebutuhan hidup. Rantai penularan HIV/AIDS

semakin panjang karena banyak pekerja seks di Indonesia yang berpengalaman dalam prostitusi,

berpindah ke lebih dari satu daerah.

Kejadian tersebut menunjukkan bahwa memang banyak ODHA yang tidak menyadari

dirinya mengidap HIV/AIDS karena tidak pernah dites. hal ini tentunya disebabkan oleh

berbagai faktor mulai dari rasa malu hingga rasa takut akan hasil yang didapatkan.

Juga, banyak orang tidak tahu di mana dan bagaimana mengikuti tes.

Dengan ini kita bisa mengurangi fenomena gunung es. Selain itu, orang yang benar-benar

terinfeksi HIV/AIDS dapat mengetahui kondisinya. Dengan cara ini mereka menerima

perawatan dan bimbingan medis yang tepat sehingga mereka tidak lagi menularkan virus kepada

orang lain.

Kejadian-kejadian tersebut menunjukkan bahwa memang banyak ODHA yang tidak

menyadari dirinya mengidap HIV/AIDS karena tidak pernah dites. Hal ini tentunya dipicu oleh

berbagai faktor mulai dari rasa malu hingga rasa takut akan hasil yang didapat. Juga, banyak

orang tidak tahu di mana dan bagaimana mengikuti tes.


Dengan ini kita bisa mengurangi fenomena gunung es. Selain itu, orang yang benar-

benar terinfeksi HIV/AIDS dapat mengetahui kondisinya. Dengan cara ini mereka menerima

perawatan dan saran medis yang tepat sehingga mereka berhenti menularkan virus ke orang lain.

Anda mungkin juga menyukai