Anda di halaman 1dari 27

Departemen Keperawatan Medikal Bedah (KMB)

LAPORAN PENDAHUALUAN NON HEMORAGIK STROKE


(NHS) DI RUANGAN BRAIN CENTER

RSUP DR WAHIDIN SUDIROHUSODO MAKASSAR

OLEH

SARINA WARDANIA, S.Kep

17.04.087

CI LAHAN CI INSTITUSI

( ) ( )
A. DEFENISI
Stroke atau cedera serebrovaskuler adalah kehilangan fungsi otak
yang diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak (Smeltzer,
2002).
Menurut WHO,Stroke adalah manifestasi klinik dari gangguan
fungsi cerebral, baik fokal maupun global, yang berlangsung dengan cepat,
berlangsung lebih dari 24 jam atau berakhir dengan maut, tanpa
ditemukannya penyebab selain daripada gangguan vaskuler.
Serangan otak merupakan istilah kontemporer untuk stroke atau
cedera serebrovaskuler yang mengacu kepada gangguan suplai darah otak
secara mendadak sebagai akibat dari oklusi pembuluh darah parsial atau
total, atau akibat pecahnya pembuluh darah otak (Chang, 2010). Stroke
merupakan gangguan mendadak pada sirkulasi serebral di satu pembuluh
darah atau lebih yang mensuplai otak. Stroke menginterupsi atau
mengurangi suplai oksigen dan umumnya menyebabkan kerusakan serius
atau nekrosis di jaringan otak (Williams, 2008).
Stroke diklasifikasikan menjadi dua, yaitu stroke hemoragik
(primary hemorrhagic strokes) dan stroke non hemoragik (ischemic
strokes) . Menurut Price, (2006) stroke non hemoragik (SNH) merupakan
gangguan sirkulasi cerebri yang dapat timbul sekunder dari proses
patologis pada pembuluh misalnya trombus, embolus atau penyakit
vaskuler dasar seperti artero sklerosis dan arteritis yang mengganggu
aliran darah cerebral sehingga suplai nutrisi dan oksigen ke otal menurun
yang menyebabkan terjadinya infark. Sedangkan menurut Padila, (2012)
Stroke Non Haemoragik adalah cedera otak yang berkaitan dengan
obstruksi aliran darah otak terjadi akibat pembentukan trombus di arteri
cerebrum atau embolis yang mengalir ke otak dan tempat lain di tubuh.
Dari beberapa pengertian stroke diatas, disimpulkan stroke non hemoragik
adalah adalah gangguan cerebrovaskular yang disebabakan oleh
sumbatnya pembuluh darah akibat penyakit tertentu seperti aterosklerosis,
arteritis, trombus dan embolus
B. ANATOMI FISIOLOGI

Arteri karotis interna, setelah memisahkan diri dari arteri karotis


komunis, naik dan masuk ke rongga tengkorak melalui kanalis karotikus,
berjalan dalam sinus kavernosus, mempercabangkan arteri untuk nervus
optikus dan retina, akhirnya bercabang dua: arteri serebri anterior dan
arteri serebri media. Arteri karotis interna memberikan vaskularisasi pada
regio sentral dan lateral hemisfer. Arteri serebri anterior memberikan
vaskularisasi pada korteks frontalis, parietalis bagian tengah, korpus
kalosum dan nukleus kaudatus. Arteri serebri media memberikan
vaskularisasi pada korteks lobus frontalis, parietalis dan temporalis.
Darah mengalir ke otak melalui dua arteri karotis dan dua arteri vertebralis

Sistem vertebral dibentuk oleh arteri vertebralis kanan dan kiri


yang berpangkal di arteri subklavia, menuju dasar tengkorak melalui
kanalis transversalis di kolumna vertebralis servikalis, masuk rongga
kranium melalui foramen magnum, lalu mempercabangkan masing-masing
sepasang arteri serebeli inferior. Pada batas medula oblongata dan pons,
keduanya bersatu menjadi arteri basilaris dan setelah mengeluarkan 3
kelompok cabang arteri, pada tingkat mesensefalon, arteri basilaris
berakhir sebagai sepasang cabang arteri serebri posterior. Arteri vertebralis
memberikan vaskularisasi pada batang otak dan medula spinalis atas.
Arteri basilaris memberikan vaskularisasi pada pons. Arteri

Serebri posterior memberikan vaskularisasi pada lobus temporalis,


oksipitalis, sebagian kapsula interna, talamus, hipokampus, korpus
genikulatum dan mamilaria, pleksus koroid dan batang otak bagian atas.

C. ETIOLOGI
Menurut Smeltzer, 2002 penyebab stroke non hemoragik yaitu:
1. Trombosis (bekuan darah di dalam pembuluh darah otak atau leher)
Stroke terjadi saat trombus menutup pembuluh darah, menghentikan
aliran darah ke jaringan otak yang disediakan oleh pembuluh dan
menyebabkan kongesti dan radang. Trombosis ini terjadi pada
pembuluh darah yang mengalami oklusi sehingga menyebabkan
iskemia jaringan otak yang dapat menimbulkan oedema dan kongesti
di sekitarnya. Trombosis biasanya terjadi pada orang tua yang sedang
tidur atau bangun tidur. Hal ini dapat terjadi karena penurunan
aktivitas simpatis dan penurunan tekanan darah yang dapat
menyebabkan iskemia serebral. Tanda dan gejala neurologis seringkali
memburuk pada 48 jam setelah thrombosis
2. Embolisme cerebral
Emboli serebral (bekuan darah atau material lain yang dibawa ke otak
dari bagian tubuh yang lain) merupakan penyumbatan pembuluh darah
otak oleh bekuan darah, lemak dan udara. Pada umumnya emboli
berasal dari thrombus di jantung yang terlepas dan menyumbat sistem
arteri serebral. Emboli tersebut berlangsung cepat dan gejala timbul
kurang dari 10-30 detik
3. Iskemia
Suplai darah ke jaringan tubuh berkurang karena penyempitan atau
penyumbatan pembuluh darah
D. KLASIFIKASI
Klasifikasi Stroke Non Haemoragik menurut Padila, (2012) adalah :
1. Transient Ischemic Attack (TIA) TIA adalah defisit neurologik fokal
akut yang timbul karena iskemia otak sepintas dan menghilang lagi
tanpa sisa dengan cepat dalam waktu tidak lebih dari 24 jam.
2. Reversible Iscemic Neurological Deficit (RIND) RIND adalah defisit
neurologik fokal akut yang timbul karena iskemia otak berlangsung
lebih dari 24 jam dan menghilang tanpa sisa dalam waktu 1-3 minggu
3. Stroke in Evolution (Progressing Stroke) Stroke in evolution adalah
deficit neurologik fokal akut karena gangguan peredaran darah otak
yang berlangsung progresif dan mencapai maksimal dalam beberapa
jam sampe bbrpa hari
4. Stroke in Resolution adalah deficit neurologik fokal akut karena
gangguan peredaran darah otak yang memperlihatkan perbaikan dan
mencapai maksimal dalam beberapa jam sampai bebrapa hari
5. Completed stroke adalah defisit neurologi fokal akut karena oklusi
atau gangguan peredaran darah otak yang secara cepat menjadi stabil
tanpa memburuk lagi
Sedangkan secara patogenitas menurut Tarwoto dkk, (2007) Stroke
iskemik (Stroke Non Hemoragik) dapat dibagi menjadi :
1. Stroke trombotik, yaitu stroke iskemik yang disebabkan oleh karena
trombosis di arteri karotis interna secara langsung masuk ke arteri
serebri media. Permulaan gejala sering terjadi pada waktu tidur,atau
sedang istrirahat kemudian berkembang dengan cepat,lambat laun
atau secara bertahap sampai mencapai gejala maksimal dalam
beberapa jam, kadang-kadang dalam beberapa hari (2-3 hari),
kesadaran biasanya tidak terganggu dan ada kecendrungan untuk
membaik dalam beberapa hari,minggu atau bulan.
2. Stroke embolik, yaitu stroke iskemik yang disebabkan oleh karena
emboli yang pada umunya berasal dari jantung. Permulaan gejala
terlihat sangat mendadak berkembang sangat cepat, kesadaran
biasanya tidak terganggu, kemungkinan juga disertai emboli pada
organ dan ada kecenderungan untuk membaik dalam beberapa hari,
minggu atau bulan
E. PATOFISOLOGI
Stroke non haemorhagic dapat berupa iskemia atau emboli dan
thrombosis serebral, biasanya terjadi saat setelah lama beristirahat, baru
bangun tidur atau di pagi hari. Tidak terjadi perdarahan namun terjadi
iskemia yang menimbulkan hipoksia dan selanjutnya dapat timbul edema
sekunder .
Iskemia disebabkan oleh adanya penyumbatan aliran darah otak
oleh thrombus atau embolus. Trombus umumnya terjadi karena
berkembangnya aterosklerosis pada dinding pembuluh darah, sehingga
arteri menjadi tersumbat, aliran darah ke area thrombus menjadi
berkurang, menyebabkan iskemia kemudian menjadi kompleks iskemia
akhirnya terjadi infark pada jaringan otak.
Emboli disebabkan oleh embolus yang berjalan menuju arteri
serebral melalui arteri karotis. Terjadinya blok pada arteri tersebut
menyebabkan iskemia yang tiba-tiba berkembang cepat dan terjadi
gangguan neurologist fokal. Perdarahan otak dapat ddisebabkan oleh
pecahnya dinding pembuluh darah oleh emboli.
Infark serebral adalah berkurangnya suplai darah ke area tertentu di
otak. Luasnya infark hergantung pada faktor-faktor seperti lokasi dan
besarnya pembuluh daralidan adekdatnya sirkulasi kolateral terhadap area
yang disuplai oleh pembuluh darah yang tersumbat. Suplai darah ke otak
dapat berubah (makin lambat atau cepat) pada gangguan lokal (trombus,
emboli, perdarahan, dan spasme vaskular) atau karena gangguan umum
(hipoksia karena gangguan pant dan jantung). Aterosklerosis sering
sebagai faktor penyebab infark pad-a otak. Trombus dapat berasal dari
plak arterosklerotik, atau darah dapat beku pada area yang stenosis, tempat
aliran darah mengalami pelambatan atau terjadi turbulensi
Trombus dapat pecah dari dinding pembuluh darah terbawa
sebagai emboli dalam aliran darah. Trombus mengakihatkan iskemia
jaringan otak yang disuplai oleh pembuluh darah yang bersangkutan dan
edema dan kongesti di sekitar area. Area edema ini menyebabkan
disfungsi yang lebih besar daripada area infark itu sendiri. Edema dapat
berkurang dalam beberapa jam atau kadang-kadang sesudah beberapa
hari. Dengan berkurangnya edema klien mulai menunjukkan perbaikan.
Oleh karena trombosis biasanya tidak fatal„ jika tidak terjadi perdarahan
masif. Oklusi pada pembuluh darah serebral oleh embolus menyebabkan
edema dan nekrosis diikuti trombosis. Jika terjadi septik infeksi akan
meluas pada dinding pembuluh darah maka akan terjadi abses atau
ensefalitis, atau jika sisa infeksi berada pada pembuluh darah yang
tersumbat menyebabkan dilatasi aneurisma pembuluh darah. Hal ini akan
menyebabkan perdarahan serebral, jika aneurisma pecah atau ruptur
Perdarahan pada otak disebabkan oleh ruptur arteriosklerotik clan
hipertensi pembuluh darah. Perdarahan intraserebral yang sangat luas
akan lebih sering menyebabkan kematian di bandingkan keseluruhan
penyakit serebro vaskulai; karena perdarahan yang luas terjadi destruksi
massa otak, peningkatan tekanan intrakranial dan yang lebih berat dapat
menyebabkan herniasi otak pada falk serebri atau lewat foramen magnum
Kematian dapat disebabkan oleh kompresi batang otak, hernisfer
otak, dan perdarahan batang otak sekunder atau ekstensi perdarahan ke
batang otak. Perembesan darah ke ventrikel otak terjadi pada sepertiga
kasus perdarahan otak di nukleus kaudatus, talamus, dan pons (Muttaqin,
2008). Jika sirkulasi serebral terhambat, dapat berkembang anoksia
serebral: Perubahan yang disebabkan oleh anoksia serebral dapat
reversibel untuk waktu 4-6 menit. Perubahan ireversibel jika anoksia lebih
dari 10 menit. Anoksia serebral dapat terjadi oleh karena gangguan yang
bervariasi salah satunya henti jantung
Selain kerusakan parenkim otak, akibat volume perdarahan yang
relatif banyak akan mengakihatkan peningkatan tekanan intrakranial dan
penurunan tekanan perfusi otak serta gangguan drainase otak. Elernen-
elemen vasoaktif darah yang keluar dan kaskade iskemik akibat
menurunnya tekanan perfusi, menyebabkan saraf di area yang terkena
darah dan sekitarnya tertekan lagi
Jumlah darah yang keluar menentukan prognosis. Jika volume
darah lebih dari 60 cc maka risiko kematian sebesar 93% pada perdarahan
dalam dan 71% pada perdarahan lobar. Sedangkan jika terjadi perdarahan
serebelar dengan volume antara 30-60 cc diperkirakan kemungkinan
kematian sebesar 75%, namun volume darah 5 cc dan terdapat di pons
sudah berakibat fatal
F. FAKTOR RESIKO
Menurut Smeltzer, 2002 faktor resiko yang dapat menyebabkan stroke non
hemoragik yaitu:
1. Faktor resiko terkendali
a. Hipertensi
b. Penyakit kardiovaskuler, embolisme serebral yang berasal dari
jantung, penyakit arteri koronaria, gagal jantung kongestif,
hipertrofi ventrikel kiri, abnormalitas irama (khususnya fibrasi
atrium), penyakit jantung kongestif.
c. Berbagai penyakit jantung berpotensi untuk menimbulkan stroke.
d. Kolesterol tinggi
e. Infeksi
f. Obesitas
g. Peningkatan hemotokrit meningkatkan resiko infark serebral
h. Diabetes
i. Kontrasepsi oral (khusunya dengan disertai hipertensi, merokok,
dan estrogen tinggi
j. Penyalahgunaan obat (kokain)
k. Konsumsi alkohol
2. Factor resiko tak terkendali
a. Usia, merupakan foktor resiko independen terjadinya strok, dimana
refleks sirkulasi sudah tidak baik lagi.
b. keturunan / genetic
G. MANIFESTASI KLINIS
Menurut Smeltzer dan Bare, (2002) Stroke menyebabkan berbagai
deficit neurologik, gejala muncul akibat daerah otak tertentu tidak
berfungsi akibat terganggunya aliran darah ke tempat tersebut, bergantung
pada lokasi lesi (pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area yang
perfusinya tidak adekuat, dan jumlah aliran darah kolateral (sekunder atau
aksesori). Gejala tersebut antara lain :
1. Umumnya terjadi mendadak, ada nyeri kepala
2. Parasthesia, paresis, Plegia sebagian badan
3. Stroke adalah penyakit motor neuron atas dan mengakibatkan
kehilangan control volunter terhadap gerakan motorik. Di awal
tahapan stroke, gambaran klinis yang muncul biasanya adalah
paralysis dan hilang atau menurunnya refleks tendon dalam
4. Dysphagia
5. Kehilangan komunikasi
6. Gangguan persepsi
7. Perubahan kemampuan kognitif dan efek psikologis
8. Disfungsi Kandung Kemih
Defisit neurologik stroke manifestasi klinisnya adalah sebagai berikut:
NO DEFISIT NEUROLOGI MANIFESTASI
1 Defisit lapang penglihatan Tidak menyadari orang atau
objek, mengabaikan salah satu
sisi tubuh, kesulitan menilai
jarak
Homonimus Hemlanopsia Kesulitan melihat pada malam
Kehilangan penglihatan perifer hari, tidak menyadari objek
atau batas objek.
Diplopia Penglihatan ganda
2 Defisit Motorik Hemiparesis Kelemahan wajah, lengan, dan
kaki pada sisi yang sama.
Hemiplegia Paralisis wajah, lengan, dan
kaki pada sisi yang sama.
Ataksia Berjalan tidak mantap, tidak
mampu menyatukan kaki.
Disatria Kesulitan dalam membentuk
Disfagia kata Kesulitan dalam menelan
3 Defisit Sensori : Parastesia Kesemutan
4 Defisit verbal Tidak mampu membentuk kata
yang dapat dipahami
Fasia ekspresif Tidak mampu memahami kata
Fasia reseptif yang dibicarakan, mampu
berbicara tapi tidak masuk akal
Afasia global Kombinasi afasia reseptif dan
ekspresif
5 Defisit Kognitif Kehilangan memori jangka
pendek dan panjang penurunan
lapang perhatian, tidak mampu
berkonsentrasi, dan perubahan
penilaian.
6 Deficit Emosional Kehilangan kontrol diri,
labilitas emosional, depresi,
menarik diri, takut,
bermusuhan, dan perasaan
isolasi.

H. PENATALAKSANAAN
1. Fase Akut :
a. Pertahankan fungsi vital seperti :
jalan nafas, pernafasan, oksigenisasi dan sirkulasi.Reperfusi dengan
trombolityk atau vasodilation : Nimotop. Pemberian ini diharapkan
mencegah peristiwa trombolitik / emobolik.
b. Pencegahan peningkatan TI
Dengan meninggikan kepala 15-30 menghindari flexi dan rotasi
kepala yang berlebihan, pemberian dexamethason.
c. Mengurangi edema cerebral dengan diuretik
d. Pasien di tempatkan pada posisi lateral atau semi telungkup dengan
kepala tempat tidur agak ditinggikan sampai tekanan vena serebral
berkurang
2. Post Fase akut :
a. Pencegahan spatik paralisis dengan antispasmodic
b. Program fisiotherapi
c. Penanganan masalah psikososia
I. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Angiografi serebral: Membantu menentukan penyebab dari stroke
secara spesifik seperti perdarahan arteriovena atau adanya ruptur dan
untuk mencari sumber perdarahan seperti aneurisma atau malformasi
vaskular.
2. Lumbal pungsi: Tekanan yang meningkat dan disertai bercak darah
pada carran lumbal menunjukkan adanya hernoragi pada subaraknoid
atau perdarahan pada intrakranial. Peningkatan jumlah protein
menunjukkan adanya proses inflamasi. Hasil pemeriksaan likuor
merah biasanya dijumpai pada perdarahan yang masif, sedangkan
perdarahan yang kecil biasanya warna likuor masih normal
(xantokrom) sewaktu hari-hari pertama.
3. CT scan.: Pemindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak edema,
posisi henatoma, adanya jaringan otak yang infark atau iskemia, dan
posisinya secara pasti. Hasil pemeriksaan biasanya didapatkan
hiperdens fokal, kadang pemadatan terlihat di ventrikel, atau
menyebar ke permukaan otak.
4. MRI: MRI (Magnetic Imaging Resonance) menggunakan gelombang
magnetik untuk menentukan posisi dan besar/luas terjadinya
perdarahan otak. Hasil pemeriksaan biasanya didapatkan area yang
mengalami lesi dan infark akibat dari hemoragik.
5. USG Doppler: Untuk mengidentifikasi adanya penyakit arteriovena
(masalah sistem karotis).
6. EEG: Pemeriksaan ini berturuan untuk melihat masalah yang timbul
dan dampak dari jaringan yang infark sehingga menurunnya impuls
listrik dalam jaringan otak
Pemeriksaan Laboratorium :
1. Lumbal pungsi: pemeriksaan likuor merah biasanya dijumpai pada
perdarahan yang masif, sedangkan perdarahan yang kecil biasanya
warna likuor masih normal (xantokhrom) sewaktu hari-hari pertama.
2. Pemeriksaan darah rutin
3. Pemeriksaan kimia darah: pada stroke akut dapat terjadi
hiperglikemia. Gula darah dapat mencapai 250 mg di dalam serum
dan kemudian berangsur-angsur turun kembali.
4. Pemeriksaan darah lengkap: untuk mencari kelainan pada darah itu
sendiri
J. KONSEP KEPERAWATAN
A. Pengkajian
Menurut Muttaqin, (2008) anamnesa pada stroke meliputi identitas
klien, keluhan utama, riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit
dahulu, riwayat penyakit keluarga, dan pengkajian psikososial.
1. Identitas Klien: Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia
tua), jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa,
tanggal dan jam MRS, nomor register, dan diagnosis medis.
2. Keluhan utama: Sering menjadi alasan klien untuk meminta
pertolongan kesehatan adalah kelemahan anggota gerak sebelah badan,
bicara pelo, tidak dapat berkomunikasi, dan penurunan tingkat
kesadaran.
3. Riwayat penyakit sekarang: Serangan stroke hemorhagik sering kali
berlangsung sangat mendadak, pada saat klien sedang melakukan
aktivitas. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual, muntah bahkan kejang
sampai tidak sadar, selain gejala kelumpuhan separuh badan atau
gangguan fungsi otak yang lain. Adanya penurunan atau perubahan
pada tingkat kesadaran disebabkan perubahan di dalam intrakranial.
Keluhari perubahan perilaku juga umum terjadi. Sesuai perkembangan
penyakit, dapat terjadi letargi, tidak responsif, dan konia.
4. Riwayat penyakit dahulu: Adanya riwayat hipertensi, riwayat stroke
sebelumnya, diabetes melitus, penyakit jantung, anemia, riwayat trauma
kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan obat-obat anti
koagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif, dan kegemukan.
Pengkajian pemakaian obat-obat yang sering digunakan klien, seperti
pemakaian obat antihipertensi, antilipidemia, penghambat beta, dan
lainnya. Adanya riwayat merokok, penggunaan alkohol dan
penggunaan obat kontrasepsi oral. Pengkajian riwayat ini dapat
mendukung pengkajian dari riwayat penyakit sekarang dan merupakan
data dasar untuk mengkaji lebih jauh dan untuk memberikan tindakan
selanjutnya.
5. Riwayat penyakit keluarga: Biasanya ada riwayat keluarga yang
menderita hipertensi, diabetes melitus, atau adanya riwayat stroke dari
generasi terdahulu.
6. engkajian psikososiospiritual: Pengkajian psikologis klien stroke
meliputi beberapa dimensi yang memungkinkan perawat untuk
rnemperoleh persepsi yang jelas mengenai status emosi, kognitif, dan
perilaku klien. Pengkajian mekanisme koping yang digunakan klien
juga penting untuk menilai respons emosi klien terhadap penyakit yang
dideritanya dan perubahan peran klien dalam keluarga dan masyarakat
serta respons atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya, baik
dalam keluarga ataupun dalam masyarakat. Apakah ada dampak yang
timbul pada klien yaitu timbul seperti ketakutan akan kecacatan, rasa
cemas, rasa ketidakmarnpuan untuk melakukan aktivitas secara optimal,
dan pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan citra tubuh).
Adanya perubahan hubungan dan peran karena klien mengalami
kesulitan untuk berkomunikasi akibat gangguan bicara. Pola persepsi
dan konsep diri menunjukkan klien merasa tidak berdaya, tidak ada
harapan, rnudah marah, dan tidak kooperatif. Dalam pola penanganan
stres, klien biasanya mengalami kesulitan untuk memecahkan masalah
karena gangguan proses berpikir dan kesulitan berkomunikasi. Dalam
pola rata nilai dan kepercayaan, klien biasanya jarang melakukan
ibadah spiritual karena tingkah laku yang tidak stabil dan
kelemahan/kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh Oleh karena klien
harus menjalani rawat inap, maka apakah keadaan ini memberi dampak
pada status ekonomi klien karena biaya perawatan dan pengobatan
memerlukan dana yang tidak sedikit. Stroke memang suatu penyakit
yang sangat mahal. Biaya untuk pemeriksaan, pengobatan, dan
perawatan dapat mernengaruhi keuangan keluarga sehingga faktor
biaya ini dapat memengaruhi stabilitas emosi serta pikiran klien dan
keluarga. Perawat juga memasukkan pengkajian terhadap fungsi
neurologis dengan dampak gangguan neurologis yang akan terjadi pada
gaya hidup individu. Perspektif keperawatan dalam mengkaji terdiri
atas dua masalah: keterbatasan yang diakibatkan.oleh defisit neurolcgis
dalam hubungannya dengan peran sosial klien dan rencana pelayanan
yang akan mendukung adaptasi pada gangguan neurologis di dalam
sistem dukungan individu
7. Pemeriksaan Fisik : Setelah melakukan anamnesis yang mengarah pada
keluhan-keluhan klien, pemeriksaan fisik sangat berguna untuk
mendukung data dari pengkajian anamnesis. Pemeriksaan fisik
sebaiknya dilakukan secara per sistem (B1-B6) dengan fokus
pemeriksaan fisik pada pemeriksaan B3 (Brain) yang terarah dan
dihubungkan dengan keluhan-keluhan dari klien.
a. B1 (Breathing): Pada inspeksi didapatkan klien batuk, peningkatan
produksi sputum, sesak napas, penggunaan otot bantu napas, dan
peningkatan frekuensi pernapasan. Auskultasi bunyi napas
tambahan seperti ronkhi pada klien dengan peningkatan produksi
sekret dan kemampuan batuk yang menurun yang sering didapatkan
pada klien stroke dengan penurunan tingkat kesadaran koma. Pada
klien dengan tingkat kesadaran compos mends, pengkajian inspeksi
pernapasannya tidak ada kelainan. Palpasi toraks didapatkan taktil
premitus seimbang kanan dan kiri. Auskultasi tidak didapatkan
bunyi napas tambahan
b. B2 (Blood): Pengkajian pada sistem kardiovaskular didapatkan
renjatan (syok hipovolemik) yang sering terjadi pada klien stroke.
Tekanan darah biasanya terjadi peningkatan dan dapat terjadi
hipertensi masif (tekanan darah >200 mmHg).
c. B3 (Brain): Stroke menyebabkan berbagai defisit neurologis,
bergantung pada lokasi lesi (pembuluh darah mana yang
tersumbat), ukuran area yang perfusinya tidak adekuat, dan aliran
darah kolateral (sekunder atau aksesori). Lesi otak yang rusak tidak
dapat membaik sepenuhnya. Pengkajian B3 (Brain) merupakan
pemeriksaan fokus dan lebih lengkap dibandingkan pengkajian pada
sistem lainnya.
d. B4 (Bladder): Setelah stroke klien mungkin mengalami
inkontinensia urine sementara karena konfusi, ketidakmampuan
mengomunikasikan kebutuhan, dan ketidakmampuan untuk
mengendalikan kandung kemih karena kerusakan kontrol motorik
dan postural. Kadang kontrol sfingter urine eksternal hilang atau
berkurang. Selama periode ini, dilakukan kateterisasi intermiten
dengan teknik steril. Inkontinensia urine yang berlanjut
menunjukkan kerusakan neurologis luas.
e. B5 (Bowel) Didapatkan adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu
makan menurun, mual muntah pada fase akut. Mual sampai muntah
disebabkan oleh peningkatan produksi asam lambung sehingga
menimbulkan masalah pemenuhan nutrisi. Pola defekasi biasanya
terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik usus. Adanya
inkontinensia alvi yang berlanjut menunjukkan kerusakan
neurologis luas.
f. B6 (Bone): Stroke adalah penyakit UMN dan mengakibatkan
kehilangan kontrol volunter terhadap gerakan motorik. Oleh karena
neuron motor atas menyilang, gangguan kontrol motor volunter
pada salah satu sisi tubuh dapat menunjukkan kerusakan pada
neuron motor atas pada sisi yang berlawanan dari otak. Disfungsi
motorik paling umum adalah hemiplegia (paralisis pada salah satu
sisi) karena lesi pada sisi otak yang berlawanan. Hemiparesis atau
kelemahan salah satu sisi tubuh, adalah tanda yang lain. Pada kulit,
jika klien kekurangan 02 kulit akan tampak pucat dan jika
kekurangan cairan maka turgor kulit akan buruk. Selain itu, perlu
juga dikaji tanda-tanda dekubitus terutama pada daerah yang
menonjol karena klien stroke mengalami masalah mobilitas fisik.
Adanya kesulitan untuk beraktivitas karena kelemahan, kehilangan
sensori atau paralise/ hemiplegi, serta mudah lelah menyebabkan
masalah pada pola aktivitas dan istirahat.
8. Pengkajian Tingkat Kesadaran: Kualitas kesadaran klien merupakan
parameter yang paling mendasar dan parameter yang paling penting
yang membutuhkan pengkajian. Tingkat keterjagaan klien dan respons
terhadap lingkungan adalah indikator paling sensitif untuk disfungsi
sistem persarafan. Beberapa sistem digunakan untuk membuat
peringkat perubahan dalam kewaspadaan dan keterjagaan. Pada
keadaan lanjut tingkat kesadaran klien stroke biasanya berkisar pada
tingkat letargi, stupor, dan semikomatosa. Jika klien sudah mengalami
koma maka penilaian GCS sangat penting untuk menilai tingkat
kesadaran klien dan bahan evaluasi untuk pemantauan pemberian
asuhan.
9. Pengkajian Fungsi Serebral: Pengkajian ini meliputi status mental,
fungsi intelektual, kemampuan bahasa, lobus frontal, dan hemisfer.
tatus Mental:
a. Observasi penampilan, tingkah laku, nilai gaya bicara, ekspresi
wajah, dan aktivitas motorik klien. Pada klien stroke tahap lanjut
biasanya status mental klien mengalami perubahan.
b. Fungsi Intelektual: Didapatkan penurunan dalam ingatan dan
memori, baik jangka pendek maupun jangka panjang. Penurunan
kemampuan berhitung dan kalkulasi. Pada beberapa kasus klien
mengalami brain damage yaitu kesulitan untuk mengenal persamaan
dan perbedaan yang tidak begitu nyata
c. Kemampuan Bahasa: Penurunan kemampuan bahasa tergantung
daerah lesi yang memengaruhi fungsi dari serebral. Lesi pada
daerah hemisfer yang dominan pada bagian posterior dari girus
temporalis superior (area Wernicke) didapatkan sfasia reseptif, yaitu
klien tidak dapat memahami bahasa lisan atau bahasa tertulis.
Sedangkan lesi pada bagian posterior dari girus frontalis inferior
(area Broca) didapatkan disfagia ekspresif, yaitu klien dapat
mengerti, tetapi tidak dapat menjawab dengan tepat dan bicaranya
tidak lancar. Disartria (kesulitan berbicara), ditunjukkan dengan
bicara yang sulit dimengerti yang disebabkan oleh paralisis otot
yang bertanggung jawab untuk menghasilkan bicara. Apraksia
(ketidakmampuan untuk melakukan tindakan yang dipelajari
sebelumnya), seperti terlihat ketika klien mengambil sisir dan
berusaha untuk menyisir rambutnya.
d. Lobus Frontal: Kerusakan fungsi kognitif dan efek psikologis
didapatkan jika kerusakan telah terjadi pada lobus frontal kapasitas,
memori, atau fungsi intelektual kortikal yang lebih tinggi mungkin
rusak. Disfungsi ini dapat ditunjukkan dalam lapang perhatian
terbatas, kesulitan dalam pemahaman, lupa, dan kurang motivasi,
yang menyebabkan klien ini menghadapi masalah frustrasi dalam
program rehabilitasi mereka. Depresi umum terjadi dan mungkin
diperberat oleh respons alamiah klien terhadap penyakit katastrofik
ini. Masalah psikologis lain juga umum terjadi dan dimanifestasikan
oleh emosi yang labil, bermusuhan, frustrasi, dendam, dan kurang
kerja sama
e. Hemisfer
Stroke hemisfer kanan didapatkan hemiparese sebelah kiri tubuh,
penilaian buruk dan mempunyai kerentanan terhadap sisi kolateral
sehingga kemungkinan terjatuh ke sisi yang berlawanan tersebut.
Pada stroke hemifer kiri, mengalami hemiparese kanan, perilaku
lambat dan sangat hati-hati, kelainan bidang pandang sebelah kanan,
disfagia global, afasia, dan mudah frustrasi.
10. Pengkajian saraf kranial
a. Saraf I: Biasanya pada klien stroke tidak ada kelainan pada fungsi
penciuman.
b. Saraf II. Disfungsi persepsi visual karena gangguan jaras sensori
primer di antara mata dan korteks visual. Gangguan hubungan
visual-spasial (mendapatkan hubungan dua atau lebih objek dalam
area spasial) sering terlihat pada Mien dengan hemiplegia kiri.
Klien mungkin tidak dapat memakai pakaian tanpa bantuan karena
ketidakmampuan untuk mencocokkan pakaian ke bagian tubuh.
c. Saraf III, IV, dan VI. Jika akibat stroke mengakibatkan paralisis,
padasatu sisi otot-otot okularis didapatkan penurunan kemampuan
gerakan konjugat unilateral di sisi yang sakit.
d. Saraf V. Pada beberapa keadaan stroke menyebabkan paralisis
saraf trigenimus, penurunan kemampuan koordinasi gerakan
mengunyah, penyimpangan rahang bawah ke sisi ipsilateral, serta
kelumpuhan satu sisi otot pterigoideus internus dan eksternus.
e. Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah
asimetris, dan otot wajah tertarik ke bagian sisi yang sehat.
f. Saraf VIII. Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli
persepsi.
g. Saraf IX dan X. Kemampuan menelan kurang baik dan kesulitan
membuka mulut.
h. Saraf XI. Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan
trapezius.
i. Saraf XII. Lidah simetris, terdapat deviasi pada satu sisi dan
fasikulasi, serta indra pengecapan normal
11. Pengkajian sistem motoric : Stroke adalah penyakit saraf motorik atas
(UMN) dan mengakibatkan kehilangan kontrol volunter terhadap
gerakan motorik. Oleh karena UMN bersilangan, gangguan kontrol
motor volunter pada salah satu sisi tubuh dapat menunjukkan kerusakan
pada UMN di sisi yang berlawanan dari otak
12. Pengkajian Sistem Sensorik: Dapat terjadi hemihipestesi. Pada persepsi
terdapat ketidakmampuan untuk menginterpretasikan sensasi. Disfungsi
persepsi visual karena gangguan jaras sensori primer di antara mata dan
korteks visual.
a. Aktivitas/ istirahat Gejala: merasa kesulitan untuk melakukan
aktivitas karena kelemahan, kehilangan sensasi atau paralisis
(hemiplegia) Tanda: gangguan tonus otot, hemiplagia, dan terjadi
kelemahan umum, gangguan pengelihatan, gangguan tingkat
kesadaran.
b. Sirkulasi Gejala: adanya penyakit jantung , polisitemia, riwayat
hipotensi postural, Tanda: hipertensi arterial,nadi bisa bervariasi
karena pengaruh jantung, disaritmia, perubahan EKG
c. Integritas ego Gejala: perasaan tidak berdaya, perasaan putus asa
Tanda: emosi yang labil dan ketidaksiapan untuk marah, sedih dan
gembira, kesulitan untuk mengekspresikan diri
d. Eliminasi Gejala: perubahan pola berkemih, seperti inkontinensia
urine, anuria, distensi abdomen, bising usus negative
e. Makanan/ cairan Gejala: nafsu makan hilang, mual selama fase akut
(peningkatan TIK), kehilangan sensasi (rasa kecap) pada lidah, pipi,
dan tenggorok, disfagia, ada riwayat diabetes, peningkatan lemak
dalam darah. Tanda: kesulitan menelan (gangguan pada refleks
palatum dan faringeal)
f. Neurosensori Gejala : sinkope/ pusing, sakit kepala, kelemahan/
kesemutan/ kebas, sisi yang terkena terlihat seperti mati/ lumpuh,
pengelihatan menurun, pengelihatan ganda, atau gangguan yang
lain, gangguan pengecapan. Tanda: status mental/ kesadaran;
biasanya terjadi koma pada tahap awal haemorhagic, pada wajah
terjadi paralisis atau parese (ipsilateral), afasia, kehilangan
kemampuan untuk mengenali / menghayati masuknya rangsang
visual, apraksia
g. Nyeri/ kenyamanan Gejala: sakit kepala dengan intensitas yang
berbeda-beda Tanda: tingkah laku yang stabil, gelisah, ketegangan
pada otot
h. Pernapasan Gejala: merokok Tanda: ketidakmampuan menelan/
batuk/ hambatan jalan napas
i. Kemanan Tanda: motorik/ sensorik akan masalah dengan
pengelihatan, perubahan persepsi terhadap orientasi tempat tubuh
(stroke kanan), kesulitan untuk melihat objek dari sisi kiri (pada
stroke kanan), kesulitan menelan, tidak mampu memenuhi
kebutuhan nutrisi secara mandiri.
B. Diagnosa Keperawatan :
1. Ketidakefektifan Perfusi jaringan serebral berhubungan dengan
aliran darah ke otak terhambat
2. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan penurunan
sirkulasi ke otak
3. Defisit perawatan diri: makan, mandi, berpakaian, toileting
berhubungan kerusakan neurovaskuler
4. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan
neurovaskuler
5. Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan immobilisasi
fisik
6. Resiko Aspirasi berhubungan dengan penurunan kesadaran
7. Resiko injuri berhubungan dengan penurunan kesadaranPola nafas
tidak efektif berhubungan dengan penurunan kesadaran.
C. Intervensi Keperawatan

No Diagnosa Keperawatan Tujuan Intervensi

1. Ketidakefektifan Perfusi jaringan Setelah dilakukan tindakan keperawatan Monitorang neurologis


serebral b.d aliran darah ke otak diharapkan suplai aliran darah keotak
terhambat. lancar dengan kriteria hasil: 1. Monitor ukuran, kesimetrisan, reaksi dan bentuk pupil
2. Monitor tingkat kesadaran klien
- Nyeri kepala / vertigo berkurang 3. Monitir tanda-tanda vital
sampai de-ngan hilang 4. Monitor keluhan nyeri kepala, mual, muntah
- Berfungsinya saraf dengan baik 5. Monitor respon klien terhadap pengobatan
- Tanda-tanda vital stabil 6. Hindari aktivitas jika TIK meningkat
7. Observasi kondisi fisik klien
Terapi oksigen
1. Bersihkan jalan nafas dari sekret
2. Pertahankan jalan nafas tetap efektif
3. Berikan oksigen sesuai intruksi
4. Monitor aliran oksigen, kanul oksigen dan sistem
humidifier
5. Beri penjelasan kepada klien tentang pentingnya
pemberian oksigen
6. Observasi tanda-tanda hipo-ventilasi
7. Monitor respon klien terhadap pemberian oksigen
8. Anjurkan klien untuk tetap memakai oksigen selama
aktifitas dan tidur
2 Kerusakan komunikasi verbal b.d Setelah dilakukan tindakan 1. Libatkan keluarga untuk membantu memahami /
penurunan sirkulasi ke otak keperawatan, diharapkan klien mampu memahamkan informasi dari / ke klien
untuk berkomunikasi lagi dengan 2. Dengarkan setiap ucapan klien dengan penuh perhatian
kriteria hasil: 3. Gunakan kata-kata sederhana dan pendek dalam
komunikasi dengan klien
- dapat menjawab pertanyaan yang 4. Dorong klien untuk mengulang kata-kata
diajukan perawat 5. Berikan arahan / perintah yang sederhana setiap
- dapat mengerti dan memahami pesan- interaksi dengan klien
pesan melalui gambar 6. Programkan speech-language teraphy
- dapat mengekspresikan perasaannya 7. Lakukan speech-language teraphy setiap interaksi
secara verbal maupun nonverbal dengan klien

3 Defisit perawatan diri; Setelah dilakukan tindakan 1 Kaji kamampuan klien untuk perawatan diri
mandi,berpakaian, makan, keperawatan, diharapkan kebutuhan 2 Pantau kebutuhan klien untuk alat-alat bantu dalam
mandiri klien terpenuhi, dengan kriteria makan, mandi, berpakaian dan toileting
hasil: 3 Berikan bantuan pada klien hingga klien sepenuhnya
bisa mandiri
- Klien dapat makan dengan bantuan 4 Berikan dukungan pada klien untuk menunjukkan
orang lain / mandiri aktivitas normal sesuai kemampuannya
- Klien dapat mandi de-ngan bantuan 5 Libatkan keluarga dalam pemenuhan kebutuhan
orang lain perawatan diri klien
- Klien dapat memakai pakaian dengan
bantuan orang lain / mandiri
- Klien dapat toileting dengan bantuan
alat
4 Kerusakan mobilitas fisik b.d Setelah dilakukan tindakan keperawatan1 Ajarkan klien untuk latihan rentang gerak aktif pada sisi
kerusakan neurovas-kuler selama, diharapkan klien dapat ekstrimitas yang sehat
melakukan pergerakan fisik dengan 2 Ajarkan rentang gerak pasif pada sisi ekstrimitas yang
kriteria hasil : parese / plegi dalam toleransi nyeri
3 Topang ekstrimitas dengan bantal untuk mencegah atau
- Tidak terjadi kontraktur otot dan mangurangi bengkak
footdrop 4 Ajarkan ambulasi sesuai dengan tahapan dan
- Pasien berpartisipasi dalam program kemampuan klien
latihan 5 Motivasi klien untuk melakukan latihan sendi seperti
- Pasien mencapai keseimbangan saat yang disarankan
duduk 6 Libatkan keluarga untuk membantu klien latihan sendi
- Pasien mampu menggunakan sisi tubuh
yang tidak sakit untuk kompensasi
hilangnya fungsi pada sisi yang
parese/plegi
5 Resiko kerusakan integritas kulit Setelah dilakukan tindakan perawatan 1 Beri penjelasan pada klien tentang: resiko adanya luka
b.d immobilisasi fisik selama, diharapkan pasien mampu tekan, tanda dan gejala luka tekan, tindakan pencegahan
mengetahui dan mengontrol resiko agar tidak terjadi luka tekan)
dengan kriteria hasil : 2 Berikan masase sederhana
- Ciptakan lingkungan yang nyaman
- Klien mampu menge-nali tanda dan - Gunakan lotion, minyak atau bedak untuk pelicin
gejala adanya resiko luka tekan - Lakukan masase secara teratur
- Klien mampu berpartisi-pasi dalam - Anjurkan klien untuk rileks selama masase
pencegahan resiko luka tekan (masase - Jangan masase pada area kemerahan utk menghindari
sederhana, alih ba-ring, manajemen kerusakan kapiler
nutrisi, manajemen tekanan). - Evaluasi respon klien terhadap masase

3 Lakukan alih baring


- Ubah posisi klien setiap 30 menit- 2 jam
- Pertahankan tempat tidur sedatar mungkin untuk
mengurangi kekuatan geseran
- Batasi posisi semi fowler hanya 30 menit
- Observasi area yang tertekan (telinga, mata kaki,
sakrum, skrotum, siku, ischium, skapula)
4 Berikan manajemen nutrisi
- Kolaborasi dengan ahli gizi
- Monitor intake nutrisi
- Tingkatkan masukan protein dan karbohidrat untuk
memelihara ke-seimbangan nitrogen positif
5 Berikan manajemen tekanan
- Monitor kulit adanya kemerahan dan pecah-pecah
- Beri pelembab pada kulit yang kering dan pecah-pecah
- Jaga sprei dalam keadaan bersih dan kering
- Monitor aktivitas dan mobilitas klien
- Beri bedak atau kamper spritus pada area yang tertekan

6 Resiko Aspirasi berhubungan Setelah dilakukan tindakan perawatan, Aspiration Control Management :
dengan penurunan tingkat diharapkan tidak terjadi aspirasi pada
kesadaran pasien dengan kriteria hasil : - Monitor tingkat kesadaran, reflek batuk dankemampuan
menelan
- Dapat bernafas dengan - Pelihara jalan nafas
mudah,frekuensi pernafasan normal - Lakukan saction bila diperlukan
- Mampu menelan,mengunyah tanpa - Haluskan makanan yang akan diberikan
terjadi aspirasi - Haluskan obat sebelum pemberian
7 Resiko Injuri berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan perawatan, Risk Control Injury
penurunan tingkat kesadaran diharapkan tidak terjadi trauma pada
pasien dengan kriteria hasil: - menyediakan lingkungan yang aman bagi pasien
- memberikan informasi mengenai cara mencegah cedera
- bebas dari cedera - memberikan penerangan yang cukup
- mampu menjelaskan factor resiko dari - menganjurkan keluarga untuk selalu menemani pasien
lingkungan dan cara untuk mencegah
cedera
- menggunakan fasilitas kesehatan yang
ada

8 Pola nafas tidak efektif Setelah dilakukan tindakan perawatan, Respiratori Status Management
berhubungan dengan penurunan diharapkan pola nafas pasien efektif
kesadaran dengan kriteria hasil : - Pertahankan jalan nafas yang paten
- Observasi tanda-tanda hipoventilasi
- Menujukkan jalan nafas paten ( tidak - Berikan terapi O2
merasa tercekik, irama nafas normal, - Dengarkan adanya kelainan suara tambahan
frekuensi nafas normal,tidak ada suara - Monitor vital sign
nafas tambahan
- Tanda-tanda vital dalam batas normal
DAFTAR PUSTAKA

Johnson, M., et all. 2002. Nursing Outcomes Classification (NOC)


Second Edition. New Jersey: Upper Saddle River
Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid Kedua.
Jakarta: Media Aesculapius FKUI
Mc Closkey, C.J., et all. 2002. Nursing Interventions Classification
(NIC) Second Edition. New Jersey: Upper Saddle River
Muttaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan
Sistem Persarafan. Jakarta: Salemba Medika
NANDA, 2012, Diagnosis Keperawatan NANDA : Definisi dan
Klasifikasi.
Price, A. Sylvia.2006 Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses
Penyakit edisi 4. Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-
2006. Jakarta: Prima Medika
Smeltzer, dkk. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner
& Suddarth Edisi 8 Vol 2. alih bahasa H. Y. Kuncara, Andry
Hartono, Monica Ester, Yasmin asih. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai