Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN PENDAHULUAN

A. PENDAHULUAN
Tuberculosis (TB) merupakan penyakit infeksi bakteri menahun yang disebabkan oleh
Mycobakterium tuberculosis, suatu basil tahan asam yang ditularkan melalui udara
(Asih, 2004).Penyakit ini ditandai dengan pembentukan granuloma pada jaringan yang
terinfeksi.Komplikasi. Penyakit TB paru bila tidak ditangani dengan benar akan
menimbulkan komplikasi seperti: pleuritis, efusi pleura, empiema, laryngitis dan TB
usus.
Penyakit TBC dapat menyerang siapa saja (tua, muda, laki-laki, perempuan, miskin,
atau kaya) dan dimana saja.Setiap tahunnya, Indonesia bertambah dengan seperempat
juta kasus baru TBC dan sekitar 140.000 kematian terjadi setiap tahunnya disebabkan
oleh TBC.Bahkan, Indonesia adalah negara ketiga terbesar dengan masalah TBC di
dunia. Survei prevalensi TBC yang dilakukan di enam propinsi pada tahun 1983-1993
menunjukkan bahwa prevalensi TBC di Indonesia berkisar antara 0,2 – 0,65%.
Sedangkan menurut laporan Penanggulangan TBC Global yang dikeluarkan oleh WHO
pada tahun 2004, angka insidensi TBC pada tahun 2002 mencapai 555.000 kasus (256
kasus/100.000 penduduk), dan 46% diantaranya diperkirakan merupakan kasus baru.
Diperkirakan setiap tahun 450.000 kasus baru TBC dimana sekitar 1/3 penderita
terdapat disekitar puskesmas, 1/3 ditemukan di pelayanan rumah sakit atau klinik
pemerintah dan swasta, praktek swasta dan sisanya belum terjangku unit pelayanan
kesehatan.Sedangkan kematian karena TB diperkirakan 175.000 per tahun.Penyakit TB
merupakan masalah kesehatan masyarakat yang besar karena TB merupakan penyebab
kematian nomor dua terbesar di Indonesia.Pengobatan TBC harus dilakukan secara terus-
menerus tanpa terputus walaupun pasien telah merasa lebih baik atau sehat. Pengobatan
yang terhenti ditengah jalan dapat menyebabkan bakteri menjadi resistendan TBC akan
sulit untuk disembuhkan dan membutuhkan waktu yang lebih lama maka butuh
keterlibatan anggota keluarga untuk mengawasi dan jika perlu menyiapkan obat.
Dukungan keluarga penderita sangat dibutuhkan untuk menuntaskan pengobatan agar
benar-benar tercapai kesembuhan.
B. PENGERTIAN
Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksius, yang terutama menyerang penyakit
parenkim paru (Brunner & Suddarth, 2002).
Tuberkulosis adalah suatu penyakit infeksius yang menyerang paru-paru yang secara
khas ditandai oleh pembentukan granuloma dan menimbulkan nekrosis jaringan.
Penyakit ini bersifat menahun dan dapat menular dari penderita kepada orang lain (Santa,
dkk, 2009).
Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB
(Myobacterium tuberculosis).Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi dapat
juga mengenai organ tubuh lainnya. (Depkes RI, 2007).
Tuberkulosis (TBC atau TB) adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh
bakteri Mycobacterium Tubercolosis. Bakteri ini lebih sering menginfeksi organ paru-
paru dibandingkan bagian lain dari tubuh manusia, sehingga selama ini kasus
tuberkulosis yang sering terjadi di Indonesia adalah kasus tuberkulosis paru/TB Paru
(Indriani et al., 2005).Penyakit tuberculosis biasanya menular melalui udara yang
tercemar dengan bakteri Mycobacterium Tubercolosis yang dilepaskan pada saat
penderita batuk.Selain manusia, satwa juga dapat terinfeksi dan menularkan penyakit
tuberkulosis kepada manusia melalui kotorannya (Wiwid, 2005).
Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksius, yang terutama menyerang parenkim
paru Tuberkulosis dapat juga ditularkan ke bagian tubuh lainnya, termasuk meningens,
ginjal, tulang, dan nodus limfe. (Suzanne C. Smeltzer & Brenda G. Bare, 2002 ).
C. KLASIFIKASI
Menurut Depkes (2006), klasifikasi penyakit TB dan tipe pasien digolongkan:
1. Klasifikasi berdasarkan organ tubuh yang terkena:
a. Tuberkulosis paru. Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang
jaringan (parenkim) paru. tidak termasuk pleura (selaput paru) dan kelenjar pada
hilus.
b. Tuberkulosis ekstra paru. Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain
paru, misalnya pleura, selaput otak, selaput jantung (pericardium), kelenjar lymfe,
tulang, persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin, dan lain-lain.
2. Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan dahak mikroskopis, yaitu pada TB Paru:
a. Tuberkulosis paru BTA positif.
1) Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif.
2) 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks dada
menunjukkan gambaran tuberkulosis.
3) 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan kuman TB positif.
4) 1 atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesimen dahak SPS
pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada perbaikan
setelah pemberian antibiotika non OAT.
b. Tuberkulosis paru BTA negative
Kasus yang tidak memenuhi definisi pada TB paru BTA positif. Kriteria
diagnostik TB paru BTA negatif harus meliputi:
1) Paling tidak 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negative
2) Foto toraks abnormal menunjukkan gambaran tuberkulosis.
3) Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.
4) Ditentukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberi pengobatan.
3. Klasifikasi berdasarkan tingkat keparahan penyakit
a. TB paru BTA negatif foto toraks positif dibagi berdasarkan tingkat keparahan
penyakitnya, yaitu bentuk berat dan ringan. Bentuk berat bila gambaran foto
toraks memperlihatkan gambaran kerusakan paru yang luas (misalnya proses “far
advanced”), dan atau keadaan umum pasien buruk.
b. TB ekstra-paru dibagi berdasarkan pada tingkat keparahan penyakitnya, yaitu:
1) TB ekstra paru ringan, misalnya: TB kelenjar limfe, pleuritis eksudativa
unilateral, tulang (kecuali tulang belakang), sendi, dan kelenjar adrenal.
2) TB ekstra-paru berat, misalnya: meningitis, milier, perikarditis, peritonitis,
pleuritis eksudativa bilateral, TB tulang belakang, TB usus, TB saluran kemih
dan alat kelamin.
4. Tipe Pasien
Tipe pasien ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya. Ada beberapa
tipe pasien yaitu:
a. Kasus baru adalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah
pernah menelan OAT kurang dari satu bulan (4 minggu).
b. Kasus kambuh (Relaps) adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah
mendapat pengobatan tuberculosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan
lengkap, didiagnosis kembali dengan BTA positif (apusan atau kultur).
c. Kasus setelah putus berobat (Default ) adalah pasien yang telah berobat dan putus
berobat 2 bulan atau lebih dengan BTA positif.
d. Kasus setelah gagal (failure) adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya
tetap positif atau kembali menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama
pengobatan.
e. Kasus Pindahan (Transfer In) adalah pasien yang dipindahkan dari UPK yang
memiliki register TB lain untuk melanjutkan pengobatannya.
f. Kasus lain adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas. Dalam
kelompok ini termasuk Kasus Kronik, yaitu pasien dengan hasil pemeriksaan
masih BTA positif setelah selesai pengobatan ulangan.
D. ETIOLOGI
Penyebab tuberkulosis adalah Myobacterium tuberculosae, sejenis kuman berbentuk
batang dengan ukuran panjang 1-4/Um dan tebal 0,3-0,6/Um. Tergolong dalam
kuman Myobacterium tuberculosae complex adalah :
1. M. Tuberculosae
2. Varian Asian
3. Varian African I
4. Varian African II
5. M. bovis.

Sebagian besar kuman terdiri atas asam lemak (lipid). Lipid inilah yang membuat
kuman lebih tahan terhadap asam (asam alkohol) sehingga disebut bakteri tahan asam
(BTA) dan ia juga lebih tahan terhadap gangguan kimia dan fisis. Kuman dapat tahan
hidup pada udara kering maupun dalam keadaan dingin (dapat tahan bertahun-tahun
dalam lemari es).Hal ini terjadi karena kuman bersifat dormant, tertidur lama selama
bertahun-tahun dan dapat bangkit kembali menjadikan tuberkulosis aktif lagi. Di dalam
jaringan, kuman hidup sebagai parasit intraselular yakni dalam sitoplasma makrofag.
Makrofag yang semula memfagositasi malah kemudian disenanginya karena banyak
mengandung lipid (Asril Bahar,2001).

Cara penularan TB (Depkes, 2006)

1. Sumber penularan adalah pasien TB BTA positif.


2. Pada waktu batuk atau bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk
percikan dahak (droplet nuclei). Sekali batuk dapat menghasilkan sekitar 3000
percikan dahak.
3. Umumnya penularan terjadi dalam ruangan dimana percikan dahak berada dalam
waktu yang lama. Ventilasi dapat mengurangi jumlah percikan, sementara sinar
matahari langsung dapat membunuh kuman. Percikan dapat bertahan selama
beberapa jam dalam keadaan yang gelap dan lembab.
4. Daya penularan seorang pasien ditentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan
dari parunya. Makin tinggi derajat kepositifan hasil pemeriksaan dahak, makin
menular pasien tersebut.
5. Faktor yang memungkinkan seseorang terpajan kuman TB ditentukan oleh
konsentrasi percikan dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut.
E. PATOFISIOLOGI
Tempat masuk kuman M.tuberculosis adalah saluran pernafasan, saluran pencernaan,
dan luka terbuka pada kulit.Kebanyakan infeksi tuberkulosis terjadi melalui udara
(airborne), yaitu melalui inhalasi droplet yang mengandung kuman-kuman basil tuberkel
yang berasal dari orang yang terinfeksi. Saluran pencernaan merupakan tempat masuk
utama jenis bovin, yang penyebarannya melalui susu yang terkontaminasi.
Tuberkulosis adalh penyakit yang dikendalikan oleh respon imunitas perantara sel.
Sel efektornya adalah makrofag, sedangkan limfosit (biasanya sel T) adalah sel
imunoresponsifnya.Tipe imunitas seperti ini biasanya lokal, melibatkan makrofag yang
diaktifkan di tempat infeksi oleh limfosit dan limfokinnya.Respon ini disebut sebagai
reaksi hipersensitivitas (lambat).
Nekrosis bagian sentral lesi memberikan gambaran yang relatif padat dan seperti keju,
lesi nekrosis ini disebut nekrosis kaseosa.Daerah yang mengalami nekrosis kaseosa dan
jaringan granulasi di sekitarnya yang terdiri dari sel epiteloid dan fibroblast,
menimbulkan respon berbeda. Jaringan granulasi menjadi lebih fibrosa membentuk
jaringan parut yang akhirnya akan membentuk suatu kapsul yang mengelilingi tuberkel.
Lesi primer paru-paru dinamakan fokus Gohn dan gabungan terserangnya kelenjar getah
bening regional dan lesi primer dinamakan kompleks Gohn respon lain yang dapat
terjadi pada daerah nekrosis adalah pencairan, dimana bahan cair lepas kedalam bronkus
dan menimbulkan kavitas. Materi tuberkular yang dilepaskan dari dinding kavitas akan
masuk ke dalam percabangan trakeobronkhial. Proses ini dapat akan terulang kembali ke
bagian lain dari paru-paru, atau basil dapat terbawa sampai ke laring, telinga tengah atau
usus. Kavitas yang kecil dapat menutup sekalipun tanpa pengobatan dan meninggalkan
jaringan parut bila peradangan mereda lumen bronkus dapat menyempit dan tertutup oleh
jaringan parut yang terdapat dekat perbatasan rongga bronkus.Bahan perkejuan dapat
mengental sehingga tidak dapat mengalir melalui saluran penghubung sehingga kavitas
penuh dengan bahan perkejuan dan lesi mirip dengan lesi berkapsul yang tidak terlepas
keadaan ini dapat menimbulkan gejala dalam waktu lama atau membentuk lagi hubungan
dengan bronkus dan menjadi tempat peradangan aktif.Penyakit dapat menyebar melalui
getah bening atau pembuluh darah. Organisme yang lolos dari kelenjar getah bening
akan mencapai aliran darah dalam jumlah kecil dapat menimbulkan lesi pada berbagai
organ lain. Jenis penyebaran ini dikenal sebagai penyebaran limfohematogen, yang
biasanya sembuh sendiri.Penyebaran hematogen merupakan suatu fenomena akut yang
biasanya menyebabkan tuberkulosis milier.Ini terjadi apabila fokus nekrotik merusak
pembuluh darah sehingga banyak organisme masuk kedalam sistem vaskular dan
tersebar ke organ-organ tubuh.
F. TANDA-DAN GEJALA
Gejala utama pasien TB paru adalah batuk berdahak selama 2-3 minggu atau lebih.
Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur darah, batuk darah,
sesak nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan menurun, malaise,
berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik, demam meriang lebih dari satu bulan
(Depkes, 2006).
Keluhan yang dirasakan pasien tuberkulosis dapat bermacam-macam atau malah
banyak pasien ditemikan Tb paru tanpa keluhan sama sekali dalam pemeriksaan
kesehatan. Gejala tambahan yang sering dijumpai (Asril Bahar. 2001):
1. Demam
Biasanya subfebril menyerupai demam influenza.Tetapi kadang-kadang dapat
mencapai 40-41°C.Serangan demam pertama dapat sembuh sebentar, tetapi
kemudian dapat timbul kembali.Begitulah seterusnya sehingga pasien merasa tidak
pernah terbebas dari demam influenza ini.
2. Batuk/Batuk Darah
Terjadi karena iritasi pada bronkus.Batuk ini diperlukan untuk membuang
produk-produk radang keluar. Keterlibatan bronkus pada tiap penyakit tidaklah sama,
maka mungkin saja batuk baru ada setelah penyakit berkembang dalam jaringan paru
yakni setelah berminggu-minggu atau berbulan-bulan peradangan bermula. Keadaan
yang adalah berupa batuk darah karena terdapat pembuluh darah yang
pecah.Kebanyakan batuk darah pada tuberkulosis terjadi pada kavitas, tetapi dapat
juga terjadi pada ulkus dinding bronkus.
3. Sesak Napas
Pada penyakit yang ringan (baru tumbuh) belum dirasakan sesak napas. Sesak
napas akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut, yang infiltrasinya sudah
meliputi setengah bagian paru-paru.
4. Nyeri Dada
Gejala ini agak jarang ditemukan.Nyeri dada timbul bila infiltrasi radang sudah
sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis.Terjadi gesekan kedua pleura
sewaktu pasien menarik/melepaskan napasnya.
5. Malaise
Penyakit tuberkulosis bersifat radang yang menahun.Gejala malaise sering
ditemukan berupa anoreksia (tidak ada nafsu makan), badan makin kurus (berat
badan turun), sakit kepala, meriang, nyeri otot, dan keringat pada malam hari tanpa
aktivitas.Gejala malaise ini makin lama makin berat dan terjadi hilang timbul secara
tidak teratur.
G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Diagnosis TB menurut Depkes (2006):
1. Diagnosis TB paru
a. Semua suspek TB diperiksa 3 spesimen dahak dalam waktu 2 hari, yaitu sewaktu
- pagi - sewaktu (SPS).
b. Diagnosis TB Paru pada orang dewasa ditegakkan dengan ditemukannya kuman
TB (BTA). Pada program TB nasional, penemuan BTA melalui pemeriksaan
dahak mikroskopis merupakan diagnosis utama. Pemeriksaan lain seperti foto
toraks, biakan dan uji kepekaan dapat digunakan sebagai penunjang diagnosis
sepanjang sesuai dengan indikasinya.
c. Tidak dibenarkan mendiagnosis TB hanya berdasarkan pemeriksaan foto toraks
saja. Foto toraks tidak selalu memberikan gambaran yang khas pada TB paru,
sehingga sering terjadi overdiagnosis.
d. Gambaran kelainan radiologik Paru tidak selalu menunjukkan aktifitas penyakit.
e. Untuk lebih jelasnya lihat alur prosedur diagnostik untuk suspek TB paru.
2. Diagnosis TB ekstra paru.
a. Gejala dan keluhan tergantung organ yang terkena, misalnya kaku kuduk pada
Meningitis TB, nyeri dada pada TB pleura (Pleuritis), pembesaran kelenjar limfe
superfisialis pada limfadenitis TB dan deformitas tulang belakang (gibbus) pada
spondilitis TB dan lainlainnya.
b. Diagnosis pasti sering sulit ditegakkan sedangkan diagnosis kerja dapat
ditegakkan berdasarkan gejala klinis TB yang kuat (presumtif) dengan
menyingkirkan kemungkinan penyakit lain. Ketepatan diagnosis tergantung pada
metode pengambilan bahan pemeriksaan dan ketersediaan alat-alat diagnostik,
misalnya uji mikrobiologi, patologi anatomi, serologi, foto toraks dan lain-lain.
Diagnosis TB menurut Asril Bahar (2001):
1. Pemeriksaan Radiologis
Pada saat ini pemeriksaan radiologis dada merupakan cara yang praktis untuk
menemukan lesi tuberkulosis. Lokasi lesi tuberkulosis umumnya di daerah apeks
paru (segmen apikal lobus atas atau segmen apikal lobus bawah), tetapi dapat juga
mengenai lobus bawah (bagian inferior) atau di daerah hilus menyerupai tumor paru.
2. Pemeriksaan Laboratorium
a. Darah
Pemeriksaan ini kurang mendapat perhatian, karena hasilnya kadang-kadang
meragukan, hasilnya tidak sensitif dan juga tidak spesifik.Pada saat tuberkulosis
baru mulai sedikit meninggi dengan hitung jenis pergeseran ke kiri.Jumlah
limfosit masih di bawah normal.Laju endap darah mulai meningkat.Bila penyakit
mulai sembuh, jumlah leukosit kembali normal dan jumlah limfosit masih
tinggi.Laju endap darah mulai turun ke arah normal lagi.
b. Sputum
Pemeriksaan sputum adalah penting karena dengan ditemukannya kuman
BTA, diagnosis tuberkulosis sudah dapat dipastikan.Disamping itu pemeriksaan
sputum juga dapat memberikan evaluasi terhadap pengobatan yang sudah
diberikan.
c. Tes Tuberkulin
Tes tuberkulin hanya menyatakan apakah seseorang individu sedang atau
pernah mengalami infeksi M. Tuberculosae, M. Bovis, vaksinasi BCG
dan Myobacteriapatogen lainnya.
H. PENATALAKSANAAN
1. Tujuan Pengobatan
Pengobatan TB bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah kematian,
mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan dan mencegah terjadinya
resistensi kuman terhadap OAT.
2. Prinsip pengobatan
Pengobatan tuberkulosis dilakukan dengan prinsip - prinsip sebagai berikut:
a. OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat, dalam jumlah
cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan. Jangan gunakan OAT
tunggal (monoterapi) . Pemakaian OAT-Kombinasi Dosis Tetap (OAT – KDT)
lebih menguntungkan dan sangat dianjurkan.
b. Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan pengawasan
langsung (DOT = Directly Observed Treatment) oleh seorang Pengawas Menelan
Obat (PMO).
c. Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan lanjutan.
1) Tahap awal (intensif)
a) Pada tahap intensif (awal) pasien mendapat obat setiap hari dan perlu
diawasi secara langsung untuk mencegah terjadinya resistensi obat.
b) Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya
pasien menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu.
c) Sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi BTA negatif (konversi)
dalam 2 bulan.
2) Tahap Lanjutan
a) Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun
dalam jangka waktu yang lebih lama
b) Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persister sehingga
mencegah terjadinya kekambuhan
3) Jenis, sifat dan dosis OAT

4) Paduan OAT yang digunakan di Indonesia


a) Paduan OAT yang digunakan oleh Program Nasional Penanggulangan
Tuberkulosis di Indonesia:
 Kategori 1 : 2(HRZE)/4(HR)3.
 Kategori 2 : 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3.
b) Disamping kedua kategori ini, disediakan paduan obat sisipan (HRZE)
Kategori Anak: 2HRZ/4HR
 Paduan OAT kategori-1 dan kategori-2 disediakan dalam bentuk
paket berupa obat kombinasi dosis tetap (OAT-KDT), sedangkan
kategori anak sementara ini disediakan dalam bentuk OAT kombipak.
 Tablet OAT KDT ini terdiri dari kombinasi 2 atau 4 jenis obat dalam
satu tablet. Dosisnya disesuaikan dengan berat badan pasien. Paduan
ini dikemas dalam satu paket untuk satu pasien.
 Paket Kombipak.
Terdiri dari obat lepas yang dikemas dalam satu paket, yaitu
Isoniasid, Rifampisin, Pirazinamid dan Etambutol.Paduan OAT ini
disediakan program untuk mengatasi pasien yang mengalami efek
samping OAT KDT.
Paduan OAT ini disediakan dalam bentuk paket, dengan tujuan
untuk memudahkan pemberian obat dan menjamin kelangsungan
(kontinuitas) pengobatan sampai selesai.Satu (1) paket untuk satu (1)
pasien dalam satu (1) masa pengobatan.
KDT mempunyai beberapa keuntungan dalam pengobatan TB:
a) Dosis obat dapat disesuaikan dengan berat badan sehingga menjamin
efektifitas obat dan mengurangi efek samping.
b) Mencegah penggunaan obat tunggal sehinga menurunkan resiko
terjadinya resistensi obat ganda dan mengurangi kesalahan penulisan
resep
c) Jumlah tablet yang ditelan jauh lebih sedikit sehingga pemberian obat
menjadi sederhana dan meningkatkan kepatuhan pasien
I. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
1. Anamnesa
Dalam pengumpulan data ada urutan – urutan kegiatan yang dilakukan yaitu :
a. Identitas klien
Nama, umur, kuman TBC menyerang semua umur, jenis kelamin, tempat tinggal
(alamat), pekerjaan, pendidikan dan status ekonomi menengah kebawah dan
satitasi kesehatan yang kurang ditunjang dengan padatnya penduduk dan pernah
punya riwayat kontak dengan penderita TB patu yang lain.
b. Riwayat penyakit sekarang
Meliputi keluhan atau gangguan yang sehubungan dengan penyakit yang di
rasakan saat ini.Dengan adanya sesak napas, batuk, nyeri dada, keringat malam,
nafsu makan menurun dan suhu badan meningkat mendorong penderita untuk
mencari pengonbatan.
c. Riwayat penyakit dahulu
Keadaan atau penyakit – penyakit yang pernah diderita oleh penderita yang
mungkin sehubungan dengan tuberkulosis paru antara lain ISPA efusi pleura serta
tuberkulosis paru yang kembali aktif.
d. Riwayat penyakit keluarga
Mencari diantara anggota keluarga pada tuberkulosis paru yang menderita
penyakit tersebut sehingga sehingga diteruskan penularannya.
e. Riwayat psikososial
Pada penderita yang status ekonominya menengah ke bawah dan sanitasi
kesehatan yang kurang ditunjang dengan padatnya penduduk dan pernah punya
riwayat kontak dengan penderita tuberkulosis paru yang lain
f. Pola fungsi kesehatan
1) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Pada klien dengan TB paru biasanya tinggal didaerah yang berdesak –
desakan, kurang cahaya matahari, kurang ventilasi udara dan tinggal dirumah
yang sumpek.
2) Pola nutrisi dan metabolic
Pada klien dengan TB paru biasanya mengeluh anoreksia, nafsu makan
menurun.
3) Pola eliminasi
Klien TB paru tidak mengalami perubahan atau kesulitan dalam miksi
maupun defekasi
4) Pola aktivitas dan latihan
Dengan adanya batuk, sesak napas dan nyeri dada akan menganggu aktivitas
5) Pola tidur dan istirahat
Dengan adanya sesak napas dan nyeri dada pada penderita TB paru
mengakibatkan terganggunya kenyamanan tidur dan istirahat.
6) Pola hubungan dan peran
Klien dengan TB paru akan mengalami perasaan asolasi karena penyakit
menular.
7) Pola sensori dan kognitif
Daya panca indera (penciuman, perabaan, rasa, penglihatan, dan
pendengaran) tidak ada gangguan.
8) Pola persepsi dan konsep diri
Karena nyeri dan sesak napas biasanya akan meningkatkan emosi dan rasa
kawatir klien tentang penyakitnya.
9) Pola reproduksi dan seksual
Pada penderita TB paru pada pola reproduksi dan seksual akan berubah
karena kelemahan dan nyeri dada.
10) Pola penanggulangan stress
Dengan adanya proses pengobatan yang lama maka akan mengakibatkan
stress pada penderita yang bisa mengkibatkan penolakan terhadap
pengobatan.
11) Pola tata nilai dan kepercayaan
Karena sesak napas, nyeri dada dan batuk menyebabkan terganggunya
aktifitas ibadah klien.
g. Pemeriksaan fisik
Berdasarkan sistem – sistem tubuh
1) Sistem integument
Pada kulit terjadi sianosis, dingin dan lembab, tugor kulit menurun
2) Sistem pernapasan
Pada sistem pernapasan pada saat pemeriksaan fisik dijumpai
a) inspeksi : adanya tanda – tanda penarikan paru, diafragma, pergerakan
napas yang tertinggal, suara napas melemah.
b) Palpasi : Fremitus suara meningkat.
c) Perkusi : Suara ketok redup.
d) Auskultasi : Suara napas brokial dengan atau tanpa ronki basah, kasar dan
yang nyaring.
3) Sistem pengindraan
Pada klien TB paru untuk pengindraan tidak ada kelainan
4) Sistem kordiovaskuler
Adanya takipnea, takikardia, sianosis, bunyi P2 syang mengeras.
5) Sistem gastrointestinal
Adanya nafsu makan menurun, anoreksia, berat badan turun.
6) Sistem musculoskeletal
Adanya keterbatasan aktivitas akibat kelemahan, kurang tidur dan keadaan
sehari – hari yang kurang meyenangkan.
7) Sistem neurologis
Kesadaran penderita yaitu komposments dengan GCS : 456
8) Sistem genetalia
Biasanya klien tidak mengalami kelainan pada genitalia
J. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan akumulasi sekret kental atau
sekret darah
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan membran alveoler-kapiler
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia
4. Nyeri Akut berhubungan dengan nyeri dada pleuritis
5. Hipertemia berhubungan dengan proses inflamasi
K. PERENCANAAN KEPERAWATAN

NO DIAGNOSA TUJUAN DAN INTERVENSI


KEPERAWATAN KRITERIA HASIL (NIC)
(NOC)
1 Bersihan Jalan Nafas NOC : NIC :
tidak Efektif  Respiratory status : Airway suction
Ventilation 1. Pastikan kebutuhan oral /
Definisi:  Respiratory status : tracheal suctioning
Ketidakmampuan Airway patency 2. Auskultasi suara nafas
untuk membersihkan  Aspiration Control sebelum dan sesudah
sekresi atau obstruksi Kriteria Hasil : suctioning.
dari saluran pernafasan  Mendemonstrasikan 3. Informasikan pada klien
untuk mempertahankan batuk efektif dan dan keluarga tentang
kebersihan jalan nafas. suara nafas yang suctioning

bersih, tidak ada 4. Minta klien nafas dalam


Batasan Karakteristik : sianosis dan dyspneu sebelum suction dilakukan.
 Dispneu, 5. Berikan O2 dengan
Penurunan suara (mampu menggunakan nasal untuk
nafas mengeluarkan memfasilitasi suksion
 Orthopneu sputum, mampu nasotrakeal
 Cyanosis bernafas dengan 6. Gunakan alat yang steril
 Kelainan suara mudah, tidak ada sitiap melakukan tindakan
nafas (rales, pursed lips) 7. Anjurkan pasien untuk
wheezing)  Menunjukkan jalan istirahat dan napas dalam

 Kesulitan berbicara nafas yang paten setelah kateter dikeluarkan

 Batuk, tidak (klien tidak merasa dari nasotrakeal

efekotif atau tidak tercekik, irama nafas, 8. Monitor status oksigen

ada frekuensi pernafasan pasien

 Mata melebar dalam rentang 9. Ajarkan keluarga


normal, tidak ada bagaimana cara melakukan
 Produksi sputum
suara nafas abnormal) suksion
 Gelisah
 Mampu 10. Hentikan suksion dan
 Perubahan
mengidentifikasikan berikan oksigen apabila
frekuensi dan
dan mencegah factor pasien menunjukkan
irama nafas
yang dapat bradikardi, peningkatan
menghambat jalan saturasi O2, dll.
Faktor-faktor yang
nafas
berhubungan:
Airway Management
 Lingkungan:
1. Buka jalan nafas, guanakan
merokok,
teknik chin lift atau jaw
menghirup asap
thrust bila perlu
rokok, perokok
2. Posisikan pasien untuk
pasif-POK, infeksi
memaksimalkan ventilasi
 Fisiologis :
3. Identifikasi pasien perlunya
disfungsi
pemasangan alat jalan nafas
neuromuskular,
buatan
hiperplasia dinding
4. Pasang mayo bila perlu
bronkus, alergi
5. Lakukan fisioterapi dada
jalan nafas, asma.
jika perlu
 Obstruksi jalan
6. Keluarkan sekret dengan
nafas : spasme
jalan nafas, sekresi batuk atau suction
tertahan, 7. Auskultasi suara nafas,
banyaknya mukus, catat adanya suara
adanya jalan nafas tambahan
buatan, sekresi 8. Lakukan suction pada
bronkus, adanya mayo
eksudat di 9. Berikan bronkodilator bila
alveolus, adanya perlu
benda asing di 10. Berikan pelembab udara
jalan nafas. Kassa basah NaCl Lembab
11. Atur intake untuk cairan
mengoptimalkan
keseimbangan.
12. Monitor respirasi dan status
O2
2. Gangguan Pertukaran NOC : NIC :
gas  Respiratory Status : Airway Management
Gas exchange 1. Buka jalan nafas, guanakan
Definisi : Kelebihan  Respiratory Status : teknik chin lift atau jaw
atau kekurangan dalam ventilation thrust bila perlu
oksigenasi dan atau  Vital Sign Status 2. Posisikan pasien untuk
pengeluaran Kriteria Hasil : memaksimalkan ventilasi
karbondioksida di  Mendemonstrasikan 3. Identifikasi pasien
dalam membran kapiler peningkatan ventilasi perlunya pemasangan alat
alveoli dan oksigenasi yang jalan nafas buatan

adekuat 4. Pasang mayo bila perlu


Batasan karakteristik :  Memelihara 5. Lakukan fisioterapi dada
 Gangguan kebersihan paru paru jika perlu
penglihatan dan bebas dari tanda 6. Keluarkan sekret dengan
 Penurunan CO2 tanda distress batuk atau suction
 Takikardi pernafasan 7. Auskultasi suara nafas,

 Hiperkapnia  Mendemonstrasikan catat adanya suara

 Keletihan batuk efektif dan tambahan


 Somnolen suara nafas yang 8. Lakukan suction pada
 Iritabilitas bersih, tidak ada mayo
 Hypoxia sianosis dan dyspneu 9. Berika bronkodilator bial

 Kebingungan (mampu perlu

 Dyspnoe mengeluarkan 10. Barikan pelembab udara

 Nasal faring sputum, mampu 11. Atur intake untuk cairan


bernafas dengan mengoptimalkan
 AGD Normal
mudah, tidak ada keseimbangan.
 Sianosis
pursed lips) 12. Monitor respirasi dan
 Warna kulit
 Tanda tanda vital status O2
abnormal (pucat,
dalam rentang normal
kehitaman)
Respiratory Monitoring
 Hipoksemia
1. Monitor rata – rata,
 Hiperkarbia
kedalaman, irama dan
 Sakit kepala ketika
usaha respirasi
bangun
2. Catat pergerakan
 Frekuensi dan
dada,amati kesimetrisan,
kedalaman nafas
penggunaan otot tambahan,
abnormal
retraksi otot
supraclavicular dan
Faktor faktor yang
intercostal
berhubungan :
3. Monitor suara nafas,
 Ketidakseimbanga
seperti dengkur
n perfusi ventilasi
4. Monitor pola nafas :
 Perubahan
bradipena, takipenia,
membran kapiler-
kussmaul, hiperventilasi,
alveolar
cheyne stokes, biot
5. Catat lokasi trakea
6. Monitor kelelahan otot
diagfragma (gerakan
paradoksis)
7. Auskultasi suara nafas,
catat area penurunan /
tidak adanya ventilasi dan
suara tambahan
8. Tentukan kebutuhan
suction dengan
mengauskultasi crakles dan
ronkhi pada jalan napas
utama auskultasi suara
paru setelah tindakan untuk
mengetahui hasilnya
3. Ketidakseimbangan NOC : NIC :
nutrisi kurang dari  Nutritional Status : Nutrition Management
kebutuhan tubuh food and Fluid Intake 1. Kaji adanya alergi
Kriteria Hasil : makanan
Definisi : Intake nutrisi  Adanya peningkatan 2. Kolaborasi dengan ahli gizi
tidak cukup untuk berat badan sesuai untuk menentukan jumlah
keperluan metabolisme dengan tujuan kalori dan nutrisi yang
tubuh.  Berat badan ideal dibutuhkan pasien.
sesuai dengan tinggi 3. Anjurkan pasien untuk
Batasan karakteristik : badan meningkatkan intake Fe
 Berat badan 20 %  Mampu 4. Anjurkan pasien untuk
atau lebih di bawah mengidentifikasi meningkatkan protein dan
ideal kebutuhan nutrisi vitamin C
 Dilaporkan adanya  Tidak ada tanda tanda 5. Berikan substansi gula
intake makanan malnutrisi 6. Yakinkan diet yang
yang kurang dari  Tidak terjadi dimakan mengandung
RDA penurunan berat tinggi serat untuk
(Recomended badan yang berarti mencegah konstipasi
Daily Allowance) 7. Berikan makanan yang
 Membran mukosa terpilih ( sudah
dan konjungtiva dikonsultasikan dengan
pucat ahli gizi)

 Kelemahan otot 8. Ajarkan pasien bagaimana

yang digunakan membuat catatan makanan


untuk harian.
menelan/menguny 9. Monitor jumlah nutrisi dan
ah kandungan kalori
 Luka, inflamasi 10. Berikan informasi tentang
pada rongga mulut kebutuhan nutrisi
 Mudah merasa 11. Kaji kemampuan pasien
kenyang, sesaat untuk mendapatkan nutrisi
setelah mengunyah yang dibutuhkan
makanan
 Dilaporkan atau Nutrition Monitoring
fakta adanya 1. BB pasien dalam batas
kekurangan normal
makanan 2. Monitor adanya penurunan

 Dilaporkan adanya berat badan

perubahan sensasi 3. Monitor tipe dan jumlah

rasa aktivitas yang biasa

 Perasaan dilakukan

ketidakmampuan 4. Monitor interaksi anak atau

untuk mengunyah orangtua selama makan

makanan 5. Monitor lingkungan

 Miskonsepsi selama makan


6. Jadwalkan pengobatan dan
 Kehilangan BB
tindakan tidak selama jam
dengan makanan
makan
cukup
7. Monitor kulit kering dan
 Keengganan untuk
perubahan pigmentasi
makan
8. Monitor turgor kulit
 Kram pada
9. Monitor kekeringan,
abdomen
rambut kusam, dan mudah
 Tonus otot jelek
patah
 Nyeri abdominal
10. Monitor mual dan muntah
dengan atau tanpa
11. Monitor kadar albumin,
patologi
total protein, Hb, dan kadar
 Kurang berminat
terhadap makanan Ht
 Pembuluh darah 12. Monitor makanan
kapiler mulai kesukaan
rapuh 13. Monitor pertumbuhan dan
 Diare dan atau perkembangan
steatorrhea 14. Monitor pucat, kemerahan,
 Kehilangan rambut dan kekeringan jaringan
yang cukup banyak konjungtiva
(rontok) 15. Monitor kalori dan intake

 Suara usus nuntrisi

hiperaktif 16. Catat adanya edema,

 Kurangnya hiperemik, hipertonik

informasi, papila lidah dan cavitas

misinformasi oral.
17. Catat jika lidah berwarna

Faktor-faktor yang magenta, scarlet

berhubungan :
Ketidakmampuan
pemasukan atau
mencerna makanan
atau mengabsorpsi zat-
zat gizi berhubungan
dengan faktor biologis,
psikologis atau
ekonomi.
4. Hipertermia NOC : NIC :
Thermoregulation Fever treatment
Definisi : suhu tubuh Kriteria Hasil : 1. Monitor suhu sesering
naik diatas rentang  Suhu tubuh dalam mungkin
normal rentang normal 2. Monitor IWL
 Nadi dan RR dalam 3. Monitor warna dan suhu
Batasan Karakteristik: rentang normal kulit
 Kenaikan suhu  Tidak ada perubahan 4. Monitor tekanan darah,
tubuh diatas warna kulit dan tidak nadi dan RR
rentang normal ada pusing, merasa 5. Monitor penurunan tingkat
 Serangan atau nyaman kesadaran
konvulsi (kejang) 6. Monitor WBC, Hb, dan
 Kulit kemerahan Hct
 Pertambahan RR 7. Monitor intake dan output

 Takikardi 8. Berikan anti piretik

 Saat disentuh 9. Berikan pengobatan untuk

tangan terasa mengatasi penyebab

hangat demam
10. Selimuti pasien

Faktor faktor yang 11. Lakukan tapid sponge

berhubungan : 12. Berikan cairan intravena

- penyakit/ trauma 13. Kompres pasien pada lipat

- peningkatan paha dan aksila

metabolisme 14. Tingkatkan sirkulasi udara

- aktivitas yang 15. Berikan pengobatan untuk

berlebih mencegah terjadinya

- pengaruh menggigil

medikasi/anastesi
- Temperature regulation

ketidakmampuan/ 1. Monitor suhu minimal tiap

penurunan kemampuan 2 jam

untuk berkeringat 2. Rencanakan monitoring

- terpapar suhu secara kontinyu

dilingkungan panas 3. Monitor TD, nadi, dan RR

- dehidrasi 4. Monitor warna dan suhu

- pakaian yang kulit

tidak tepat 5. Monitor tanda-tanda


hipertermi dan hipotermi
6. Tingkatkan intake cairan
dan nutrisi
7. Selimuti pasien untuk
mencegah hilangnya
kehangatan tubuh
8. Ajarkan pada pasien cara
mencegah keletihan akibat
panas
9. Diskusikan tentang
pentingnya pengaturan
suhu dan kemungkinan
efek negatif dari
kedinginan
10. Beritahukan tentang
indikasi terjadinya
keletihan dan penanganan
emergency yang
diperlukan
11. Ajarkan indikasi dari
hipotermi dan penanganan
yang diperlukan
12. Berikan anti piretik jika
perlu

Vital sign Monitoring


1. Monitor TD, nadi, suhu,
dan RR
2. Catat adanya fluktuasi
tekanan darah
3. Monitor VS saat pasien
berbaring, duduk, atau
berdiri
4. Auskultasi TD pada kedua
lengan dan bandingkan
5. Monitor TD, nadi, RR,
sebelum, selama, dan
setelah aktivitas
6. Monitor kualitas dari nadi
7. Monitor frekuensi dan
irama pernapasan
8. Monitor suara paru
9. Monitor pola pernapasan
abnormal
10. Monitor suhu, warna, dan
kelembaban kulit
11. Monitor sianosis perifer
12. Monitor adanya cushing
triad (tekanan nadi yang
melebar, bradikardi,
peningkatan sistolik)
13. Identifikasi penyebab dari
perubahan vital sign
5. Nyeri NOC : NIC :
 Pain Level, Pain Management
Definisi :  Pain control, 1. Lakukan pengkajian nyeri
Sensori yang tidak  Comfort level secara komprehensif
menyenangkan dan Kriteria Hasil : termasuk lokasi,
pengalaman emosional  Mampu mengontrol karakteristik, durasi,
yang muncul secara nyeri (tahu penyebab frekuensi, kualitas dan
aktual atau potensial nyeri, mampu faktor presipitasi
kerusakan jaringan atau menggunakan tehnik 2. Observasi reaksi nonverbal
menggambarkan nonfarmakologi untuk dari ketidaknyamanan
adanya kerusakan mengurangi nyeri, 3. Gunakan teknik
(Asosiasi Studi Nyeri mencari bantuan) komunikasi terapeutik
Internasional):  Melaporkan bahwa untuk mengetahui
serangan mendadak nyeri berkurang pengalaman nyeri pasien
atau pelan intensitasnya dengan menggunakan 4. Kaji kultur yang
dari ringan sampai manajemen nyeri mempengaruhi respon
berat yang dapat  Mampu mengenali nyeri
diantisipasi dengan nyeri (skala, 5. Evaluasi pengalaman nyeri
akhir yang dapat intensitas, frekuensi masa lampau
diprediksi dan dengan dan tanda nyeri) 6. Evaluasi bersama pasien
durasi kurang dari 6  Menyatakan rasa dan tim kesehatan lain
bulan. nyaman setelah nyeri tentang ketidakefektifan
berkurang kontrol nyeri masa lampau
Batasan karakteristik :  Tanda vital dalam 7. Bantu pasien dan keluarga
- Laporan secara rentang normal untuk mencari dan
verbal atau non verbal menemukan dukungan
- Fakta dari 8. Kontrol lingkungan yang
observasi dapat mempengaruhi nyeri
- Posisi antalgic seperti suhu ruangan,
untuk menghindari pencahayaan dan
nyeri kebisingan
- Gerakan 9. Kurangi faktor presipitasi
melindungi nyeri
- Tingkah laku 10. Pilih dan lakukan
berhati-hati penanganan nyeri
- Muka topeng (farmakologi, non
- Gangguan tidur farmakologi dan inter
(mata sayu, tampak personal)
capek, sulit atau 11. Kaji tipe dan sumber nyeri
gerakan kacau, untuk menentukan
menyeringai) intervensi
- Terfokus pada 12. Ajarkan tentang teknik non
diri sendiri farmakologi
- Fokus 13. Berikan analgetik untuk
menyempit (penurunan mengurangi nyeri
persepsi waktu, 14. Evaluasi keefektifan
kerusakan proses kontrol nyeri
berpikir, penurunan 15. Tingkatkan istirahat
interaksi dengan orang 16. Kolaborasikan dengan
dan lingkungan) dokter jika ada keluhan
- Tingkah laku dan tindakan nyeri tidak
distraksi, contoh : berhasil
jalan-jalan, menemui 17. Monitor penerimaan pasien
orang lain dan/atau tentang manajemen nyeri
aktivitas, aktivitas
berulang-ulang) Analgesic Administration
- Respon autonom 1. Tentukan lokasi,
(seperti diaphoresis, karakteristik, kualitas, dan
perubahan tekanan derajat nyeri sebelum
darah, perubahan nafas, pemberian obat
nadi dan dilatasi pupil) 2. Cek instruksi dokter
- Perubahan tentang jenis obat, dosis,
autonomic dalam tonus dan frekuensi
otot (mungkin dalam 3. Cek riwayat alergi
rentang dari lemah ke 4. Pilih analgesik yang
kaku) diperlukan atau kombinasi
- Tingkah laku dari analgesik ketika
ekspresif (contoh : pemberian lebih dari satu
gelisah, merintih, 5. Tentukan pilihan analgesik
menangis, waspada, tergantung tipe dan
iritabel, nafas beratnya nyeri
panjang/berkeluh 6. Tentukan analgesik
kesah) pilihan, rute pemberian,
- Perubahan dan dosis optimal
dalam nafsu makan dan 7. Pilih rute pemberian secara
minum IV, IM untuk pengobatan
nyeri secara teratur
Faktor yang 8. Monitor vital sign sebelum
berhubungan : dan sesudah pemberian
Agen injuri (biologi, analgesik pertama kali
kimia, fisik, psikologis) 9. Berikan analgesik tepat
waktu terutama saat nyeri
hebat
10. Evaluasi efektivitas
analgesik, tanda dan gejala
(efek samping)
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth.2002. Buku Ajar keperawtan medikal bedah, edisi 8 vol 3. Jakarta: EGC

Carpenito, L.J. 2000. Diagnosa Keperawatan, Aplikasi pada Praktik Klinis, edisi
6. Jakarta: EGC

Corwin, EJ. 2009. Buku Saku Patofisiologi, 3 Edisi Revisi. Jakarta: EGC

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2006. Pedoman Nasional Penanggulangan


Tuberkulosis. Depkes RI : Jakarta.

Johnson, M., et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition. New
Jersey: Upper Saddle River

Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media
Aesculapius

Mc Closkey, C.J., et all. 1996. Nursing Interventions Classification (NIC) Second


Edition. New Jersey: Upper Saddle River

Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam edisi ketiga. Balai Penerbit FKUI : Jakarta.

Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta: Prima
Medika

Tambayong, J. 2003. Patofisiologi untuk Keperawatan.EGC : Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai