LIMFADENITIS TUBERCULOSIS
Di susun oleh :
(...............................................) (.................................................)
1
BAB I
PENDAHULUAN
2
limfadenitis TB didapat 41 orang wanita dan 19 orang pria dengan rentang umur 40,9
± 16,9 (13 – 88) (Geldmacher, 2002).3
3
BAB II
PEMBAHASAN
4
Terdapat kurang lebih 600 KGB, namun ada daerah yang teraba normal pada
orang sehat, yaitu submandibular, axillary, dan inguinal. 50% terdapat di kepala &
leher.
5
B. Definisi
6
C. Etiologi
Basil TB adalah bakteri aerobic obligat berbentuk batang tipis lurus berukuran
0,4 x 3 µm dan tidak berspora. Pada media buatan berbentuk kokoid dan filamentous
tampak bervariasi dari satu spesies ke spesies lain. Mycobacteria termasuk
M.tuberculosis tidak dapat diwarnai dengan pewarnaan gram dan hanya dapat
diwarnai dengan pewarnaan khusus yang sangat kuat mengikat zat warna tersebut
sehingga tidak dapat dilunturkan walaupun menggunakan asam alkohol, sehingga
dijuluki bakteri tahan asam. M. tuberculosis mudah mengikat pewarna Ziehl-Neelsen
atau karbol fuchsin.4
Dinding bakteri Mycobacteria kaya akan lipid yang terdiri dari asam mikolat,
lilin, dan fosfat. Muramil dipeptida yang membuat kompleks dengan asam mikolat
dapat menyebabkan pembentukan granuloma. Lipid inilah yang bertanggung jawab
pada sifat tahan asam bakteri Mycobacteria.4
7
D. Penularan Tuberkulosis
Penularan tuberkulosis melalui berbagai cara, yaitu lewat udara/ droplet nuclei
dengan diameter 3-5 µm (>90%) dengan jarak 1-5 meter, dapat juga (jarang) melalui
kontak langsung kulit/ luka/ lecet, dan kongenital, minum susu terkontaminasi basil
(M. bovis). Basil tetap hidup dan virulen dalam keadaan kering beberapa minggu,
mati dalam cairan dengan suhu 60oC selama 15-20 menit. Basil tidak membentuk
toksin. Penularan pada umumnya berasal dari TB dewasa dengan BTA (+).3,4
8
Faktor yang berpengaruh dalam penularan TB menurut Beyers et al (2004)
adalah:
- Virulensi kuman
E. Patogenesis
9
Organ ekstrapulmoner yang sering diinfeksi oleh basil tuberkulosis adalah kelanjar
getah bening, pleura, saluran kemih, tulang, menigens, peritoneum, dan pericardium.
TB primer terjadi pada saat seseorang pertama kali terpapar terhadap basil
tuberkulosis. Basil TB ini masuk ke paru dengan cara inhalasi droplet. Sampai di
paru, basil TB ini akan difagosit oleh makrofag dan akan mengalami dua
kemungkinan. Pertama, basil TB akan mati difagosit oleh makrofag. Kedua, basil TB
akan dapat bertahan hidup dan bermultiplikasi dalam makrofag sehingga basil TB
akan dapat menyebar secara limfogen, perkontinuitatum, bronkogen, bahkan
hematogen. Penyebaran basil TB ini pertama sekali secara limfogen menuju kelenjar
limfe regional di hilus, di mana penyebaran basil TB tersebut akan menimbulkan
reaksi inflamasi di sepanjang saluran limfe (limfangitis) dan kelenjar limfe regional
(limfadenitis). Pada orang yang mempunyai imunitas baik, dalam waktu 3-4 minggu
setelah ineksi akan terbentuk imunitas seluler. Imunitas seluler ini akan membatasi
penyebaran basil TB dengan cara menginaktivasi basil TB dalam makrofag
membentuk suatu focus primer yang disebut focus Ghon. Fokus Ghon bersama-sama
dengan limfnagitis dan limfadenitis regional disebut dengan komplek Ghon.
Terbentuknya focus Ghon mengimplikasikan dua hal penting. Pertama, focus Ghon
berarti dalam tubuh seseorang sudah terdapat imunitas seluler yang spesifik terhadap
basil TB. Kedua, focus Ghon merupakan suatu lesi penyembuhan yang didalamnya
berisi basil TB dalam keadaan laten yang dapat bertahan hidup dalam beberapa tahun
dan bisa tereaktivasi kembali menimbulkan penyakit. 5
Jika terjadi reaktivasi atau reinfeksi basil TB pada orang yang sudah memiliki
imunitas seluler, hal ini disebut dengan TB-post primer. Adanya imunitas seluler
akan mebatasi penyebaran basil TB lebih cepat daripada TB primer disertai dengan
pembentukan jaringan keju (kaseosa). Sama seperti pada Tb primer, basic TB pada
TB post-primer dapat menyebar terutama melalui aliran limfe menuju kelenjar limfe
lalu ke semua organ. Kelenjar limfe hilus, mediastinal, dan paratrakeal merupakan
tempat penyebaran pertama dari infeksi TB pada parenkim paru. 5
10
Basil TB juga dapat menginfeksi kelenjar limfe tanpa terlebih dahulu
menginfeksi paru. Basil TB ini akan berdiam di mukosa orofaring setelah basil TB
masuk melalui inhalasi droplet. Di mukosa orofaring basil TB akan difagosit oleh
makrofag dan di bawa ke tonsil, selanjutnya akan di bawa ke kelenjar limfe di leher. 5
F. Manifestasi Klinis
11
Lokasi limfadenitis meliputi:
Kelenjar getah bening servikal teraba pada sebagian besar anak, tetapi
ditemukan juga pada 56% orang dewasa. Penyebab utama limfadenopati servikal
adalah infeksi; pada anak, umumnya berupa infeksi virus akut yang swasirna. Pada
infeksi mikobakterium atipikal, cat-scratch disease, toksoplasmosis, limfadenitis
Kikuchi, sarkoidosis, dan penyakit Kawasaki, limfadenitis dapat berlangsung selama
beberapa bulan. Limfadenitis supraklavikula kemungkinan besar (54%-85%)
disebabkan oleh keganasan.3 Kelenjar getah bening servikal yang mengalami
inflamasi dalam beberapa hari, kemudian berfluktuasi (terutama pada anak-anak)
khas untuk limfadenitis akibat infeksi stafilokokus dan streptokokus.1 Kelenjar getah
bening servikal yang berfluktuasi dalam beberapa minggu sampai beberapa bulan
tanpa tanda-tanda inflamasi atau nyeri yang signifikan merupakan petunjuk infeksi
mikobakterium, mikobakterium atipikal atau Bartonella henselae (penyebab cat
scratch disease).1 Kelenjar getah bening servikal yang keras, terutama pada orang usia
lanjut dan perokok menunjukkan metastasis keganasan kepala dan leher (orofaring,
nasofaring, laring, tiroid, dan esofagus). Limfadenitis servikal merupakan manifestasi
limfadenitis tuberkulosa yang paling sering (63-77% kasus), disebut skrofula.
Kelainan ini dapat juga disebabkan oleh mikobakterium nontuberkulosa.2
2. Limfadenitis epitroklear
3. Limfadenitis aksila
Sebagian besar limfadenitis aksila disebabkan oleh infeksi atau jejas pada
ekstremitas atas. Adenokarsinoma payudara sering bermetastasis ke kelenjar getah
12
bening aksila anterior dan sentral yang dapat teraba sebelum ditemukannya tumor
primer. Limfoma jarang bermanifestasi sejak awal atau, kalaupun bermanifestasi,
hanya di kelenjar getah bening aksila. Limfadenitis antekubital atau epitroklear dapat
disebabkan oleh limfoma atau melanoma di ekstremitas, yang bermetastasis ke
kelenjar getah bening ipsilateral.3
4. Limfadenitis supraklavikula
5. Limfadenitis inguinal
6. Limfadenitis generalisata
13
sarkoma Kaposi.3 Lokasi kelenjar getah bening daerah leher dapat dibagi menjadi 6
level. Pembagian ini berguna untuk memperkirakan sumber keganasan primer yang
mungkin bermetastasis ke kelenjar getah bening tersebut dan tindakan diseksi leher.6
14
Gambaran klinis limfadenitis TB bergantung pada stadium penyakit. Kelenjar
limfe yang terkena biasanya tidak nyeri kecuali, terjadi infeksi sekunder bakteri,
pembesaran kelenjar yang cepat atau koinsidensi dengan infeksi HIV. Abses kelenjar
limfe dapat pecah, dan kemudian kadang-kadang dapat terjadi sinus yang tidak
menyembuh secara kronis dan pembentukan ulkus. Pembentukan fistula terjadi pada
10% dari limfadentis TB servikalis. 5
G. Diagnosis
15
memberikan pengobatan sebelum diagnosis akhir dapat dibuat berdasarkan biopsi dan
kultur. Selain itu, juga penting untuk membedakan jenis penyebab infeksi apakah
karena mikobakterium tuberkulosis atau non-tuberkulosis. Beberapa pemeriksaan
yang dilakukan untuk menegakkan diagnosa limfadenitis TB :
a. Pemeriksaan Mikrobiologi
b. Tes Tuberkulin
16
imunisasi Bacille Calmette-Guerin (BCG) atau infeksi M. atipik. BCG merupakan
infeksi TB buatan dengan kuman M. bovis yang dilemahkan, sehingga
kemampuannya dalam menyebabkan reaksi tuberkulin menjadi positif, tidak sekuat
infeksi alamiah.4,5
c. Uji Interferon
d. Serologi
17
membedakan antara infeksi TB dan sakit TB. Tes serologis ini memiliki sensitivitas
19-68% dan spesifitas 40-98%.4,5
d. Pemeriksaan Radiologis
Foto toraks, USG, CT scan dan MRI leher dapat dilakukan untuk membantu
diagnosis limfadenitis TB. Foto toraks dapat menunjukkan kelainan yang konsisten
dengan TB paru pada 14-20% kasus. Lesi TB pada foto toraks lebih sering terjadi
pada anak-anak dibandingkan dewasa, yaitu sekitar 15% kasus.
e. Patologi Anatomi
18
granuloma. Gambaran khas lainnya adalah ditemukannya multinucleated giant cell
(sel datia Langhans). Diagnosis histopatologi dapat ditegakkan dengan menemukan
perkijuan (kaseosa), sel epiteloid, limfosit, dan sel datia Langhans. Kadang dapat
ditemukan juga BTA.4,6
H. Penatalaksanaan
19
radang sehingga pembasmian kuman tidak efektif. Oleh karena itu sarang
infeksi di berbagai organ misalnya kaverne di paru dan debris di tulang harus
dibuang. Jadi, tindak bedah menjadi syarat mutlak untuk hasil baik terapi
medis. Selain itu tindak bedah juga diperlukan untuk mengatasi penyulit,
misalnya pada tuberkulosis paru yang menyebabkan destruksi luas dan
empiema, pada tuberkulosis usus yang menimbulkan obstruksi atau perforasi,
dan osteitis atau artritis tuberkulosa yang menimbulkan cacat.7
b. Terapi Farmakologis
20
dan dosis yang tepat sesuai dengan kategori pengobatan. Hal ini untuk
mencegah timbulnya kekebalan terhadap OAT.
a. Tahap Intensif 8
1) Pada tahap intensif (awal) penderita mendapat obat setiap hari dan
perlu diawasi secara langsung untuk mencegah terjadinya
kekebalan obat.
2) Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat,
biasanya penderita menular menjadi tidak menular dalam kurun
waktu 2 minggu.
3) Sebagian besar penderita TB BTA positif menjadi BTA negatif
(konversi) dalam 2 bulan
b. Tahap Lanjutan
1) Pada tahap lanjutan penderita mendapat jenis obat lebih sedikit,
namun dalam jangka waktu yang lebih lama
2) Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persister
(dormant) sehingga mencegah terjadinya kekambuhan
21
Paduan OAT ini diberikan untuk pasien baru:
- Pasien kambuh
- Paien gagal
22
- Pasien dengan pengobatan setelah putus berobat (default)
23
J. Efek Samping Obat Anti Tuberkulosis
- Apabila gatal-gatal tersebut terjadi pada sebagian pasien hilang, namun pada
sebagian pasien malahan terjadi suatu kemerahan kulit, hentikan semua OAT
dan tunggu sampai kemerahan kulit tersebut hilang
24
- Jika gejala efek samping ini bertambah berat, pasien perlu dirujuk.
K. Prognosis
L. Intervensi
25
e. Kolaborasi monitor BGA
f. Kolaborasi pemberian oksigen tambahan
g. Kolaborasi monitor sputum:
2. Resiko infeksi dan penyebaran infeksi berhubungan dengan daya tahan tubuh
menurun, fungsi silia menurun, sekret yang menetap, kerusakan jaringan akibat
infeksi yang menyebar, malnutris, terkontaminasi oleh lingkungan, kurang
pengetahuan tentang infeksi kuman
26
c. Menekankan pentingnya asupan diet TKTP (tinggi kalori tinggi protein) dan
intake cairan yang adekuat.
d. Berikan informasi yang spesifik dalam bentuk tulisan untuk klien dan keluarga
(misalnya; jadwal minum obat. Informasi tertulis dapat mengingatkan klien
tentang informasi yang telah diberikan. Pengulangan informasi dapat
membantu mengingatkan klien).
e. Peningkatan partisipasi klien dan keluarga untuk mematuhi aturan terapi dan
mencegah terjadinya putus obat. Jelaskan tentang efek samping dari
pengobatan yang mungkin timbul (misalnya; ulut kering, konstipasi, gangguan
penglihatan, sakit kepala, peningkatan tekanan darah.
f. Review tentang cara penularan TB ( misalnya; umumnya melalui inhalasi
udara yang mengandung kuman, tapi mungkin juga menular melalui urine jika
infeksinya mengenai sistem urinaria ) dan resiko kambuh kembal.
a. Kaji dan komunikasikan status nutrisi klien dan keluarga seperti yang
dianjurkan (misalnya; catat turgor kulit, timbang berat badan, integritas
mukosa mulut, kemampuan dan ketidakmampuan menelan, adanya bising
usus, riwayat nausea, vomiting atau diare.
b. Kaji pola diet klien yang disukai/tidak disukai.
c. Monitor intake dan output secara periodik.
d. Catat adanya anoreksia, nausea, vomiting, dan tetapkan jika ada hubungannya
dengan medikasi. Monitor volume, frekwensi, konsistensi BAB.
e. Anjurkan bedrest.
f. Lakukan perawatan oral sebelum dan sesudah terapi respirasi.
27
DAFTAR PUSTAKA
5. Spelman D. Tuberculous lymphadenitis. 2013 Sep [cited 2014 June 27]. Available
from: www.uptodate.com.
28