Anda di halaman 1dari 59

FARMAKOTERAPI

ASMA DAN PPOK

KELOMPOK 1
1. ALFITRA RAISYA (1701001)
2. DEVI PUTRI AMITHA (1701010)
3. INTAN SRI MAULINA (1701019)
4. MA’RIFAH (1701025)
5. RIMA MUTIA (1701033)
6. VIONA LISCHA NURFAHIRA (1701042)
7. DESII LINDA SARI (1801124)
8. MONICA SARI (1801130)

Dosen Pembimbing : Tiara Tri Agustini, M.Farm.,Apt


Pokok Bahasan

Definisi dan epidemiologi Gejala & tanda

etiologi & faktor resiko Diagnosis

Klafikasi, prognosis dan


Penatalaksanaan
Patofisiologi

Faktor Resiko Peran Apoteker


Asma merupakan inflamasi kronik saluran napas yang mana
berbagai sel inflamasi berperan, terutama sel mast, eosinofil, sel
limfosit T, makrofag, netrofil dan sel epitel
(Dipiro , dkk., 2008).

Gangguan inflamasi kronik pada saluran napas yang melibatkan


banyak sel-sel radang (eosi-nofil, sel mast, leukotrien, makrofag,
ne-trofil, limfosit T, dll) dimana terjadi hiperresponsif jalan napas thd
ber-bagai rangsangan yang ditandai dg obstruksi jalan napas yg
bersifat reversibel dengan atau tanpa pengobatan.
(Definisi diambil dari NHLBI (National Heart, Lung and Blood
Institute) – 2007)
EPIDEMIOLOGI
• Diperkirakan 22,9 juta orang di Amerika serikat menderita asma (sekitar 7,7%
dari populasi). Asma adalah penyakit yang paling kronis pada anak-anak di
Amerika Serikat, dengan sekitar 6,7 juta anak yang terkena (Dipiro,2008)

• Di Indonesia ?
• Prevalensi nasional penyakit asma adalah 4,0% (berdasarkan diagnosis
tenaga kesehatan dan gejala Riskesdas,2007)
• Sebanyak 9 provinsi mempunyai prevalensi penyakit asma diatas prevalensi
nasional, yaitu Aceh, Jawa Barat, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur,
Kalimantan Selatan, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Gorontalo, dan
Papua Barat
• Separoh dari semua kasus asma berkembang sejak masa kanak-kanak,
sedangkan sepertiganya pada masa dewasa sebelum umur 40 tahun.
• Dapat dimulai pada segala usia, mempengaruhi pria dan wanita tanpa kecuali
dan bisa terjadi pada setiap orang pada segala etnis
Lanjutan....

Riskesdas,2007
Etiologi Asma
Menurut Lippincott Williams & Wilkins 2003 terdapat 2 macam
penyebab dari asma, yaitu:

Alergen ekstrinsk Alergen instrinsik

Polen (tepung sari bunga), Bulu Iritan, Stress emosi, Kelelahan,


binatang, Debu rumah atau kapang, Perubahan endokrin, Perubahan suhu,
Bantal kapuk atau bulu, Zat aditif Perubahan kelembapan, Pajanan asap
pangan yang, mengandung sulfit, Zat yaberbahaya, Kecemasan, Batuk atau
lain yang mengandung sensitisasi. tertawa, Faktor genetik.
Next… Etiologi Asma
ENDOKRIN
AUTONOM
Aktivitas bronkokontriktor neural Asma lebih buruk dlm
diperantarai oleh bagian hubungan dengan
kolinergik sistem saraf otonom. kehamilan, menstruasi /
Ujung sensoris vagus pada saat wanita monpause.
epitel jalan nafas, disebut Asma membaik pada
reseptor batuk atau iritan, beberapa anak saat
tergantung pada lokasinya, pubertas, hal ini dikaitkan
mencetus refleks arkus cabang dengan hormonal.
eferen, yang pada ujung cabang Asma merupakan
eferen merangsang kontraksi gangguan
otot polos bronkus kompleks yang
melibatkan faktor - PSIKOLOGIS
IMUNOLOGI faktor :
Emosi dapat memicu
Terjadi setelah pemaparan gejala-gejala asma pada
terhadap faktor lingkungan bbrp anak dan dewasa
seperti seperti debu rumah, yang menderita penyakit
tepung sari, dan ketombe. asma

Sundadru,2006)
Faktor Resiko

Alergen : RHINITIS DAN REFLUX Hprmon


Genetik Infeksi pernapasan: SINUSITIS GASTROESOFA
debu, serbuk sari bung wanita
rhinovirus, influenza, -
a, tungau, kecoa, jamur GEAL
pneumonia, dll bulu binatang

Olahraga : Obat/pengawet : Pekerjaan


Lingkungan: Emosi:
udara dingin,kabut, gas terutama pada suhu Aspirin, NSAID, sulfit,
Cemas, stres
SO2 , NO2, asap dingin dan kering benzalkonium klorida,
rokok,asap kayu beta bloker non selektif Dipiro,2008
PATOFISIOLOGI
• Obstruktif saluran pernapasan disebabkan
oleh banyak factor seperti bronkospasme,
edema, hipersekresi bronkus, hiperreponsif
bronkus dan inflamasi
• Serangan asma yang tiba tiba disebabkan
oleh factor yang diketahui atau tidak
diketahui, meliputi terpapar allergen, virus,
polutan atau zat-zat lain yang dapat
merangsang inflamasi akut atau konstruksi
bronkus
(ISO FARMAKOTERAPI, 2008)
Lanjutan...

Dewan Asma Indonesia. Pedoman Tatalaksana Asma, 2011)


Prognosis
• Pada kasus ringan-sedang, asma dapat mengalami perbaikan
dalam beberapa waktu, dan banyak kasus dimana penderita
asma menjadi bebas dari gejala
• Bahkan pada beberapa kasus yang parah dapat mengalami
perbaikan tergantung dadri derajat obstruksi paru dan
keefektifan penanganannya
• Pada sebagian kecil kasus asma persisten yang parah,
perubahan pada dinding jalan nafas terjadi ,enyebabkan
masalah pada fungsi paru menjadi irrevesible
• Kematian karena asma bukan kejadian yang umum dan
kebanyakan dapat dicegah dengan memberikan treatment
yang tepat
Gejala dan Tanda

Asma Kronik Asma Akut


Gejala : pasien biasanya Gejala : pasien gelisah dalam
merasakan dyspnea, sesak keadaan akut,dyspnea berat,
napas, batuk (terutama di sesak dada, sesak napas, dada
malam hari), napas yang terasa terbakar. Sukar
berbunyi mengi atau bersiul berbicara dan kalimat terputus-
terdengar saat bernafas. putus.
Terjadi karena terpapar •Tanda-tanda : saat ekspirator
alergen. dan inspirator berbunyi mengi,
•Tanda-tanda : saat ekspiratori batuk kering, tachypnea,
napas berbunyi mengi, batuk takikardia, kulit pucat, dan
kering, atau tanda-tanda atopi kejang hipoksia jika sangat
(rinitis alergi dan atau eksim) parah
dapat terjadi
DIPIRO,2008
PERBEDAAN BRONKIAL NORMAL DAN ABNORMAL
Diagnosis asma
Secara umum untuk menegakkan diagnosis asma diperlukan anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.
1. Anamnesis (pertanyaan kepada pasien )
Batuk, mengi, sesak napas episodik
Bronkitis/pneumonia berulang
Riwayat atopi pada penderita atau keluarganya
Riwayat faktor pencetus
Perburukan gejala pada malam hari

MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA ,


2008
16

KLASIFIKASI ASMA

Berdasarkan
Berdasarkan Berdasarkan
organ yang
gejala penyebab
diserang
17

Klafikasi asma berdasarka gejala

🍒Asma Intermitten 🍒 Asma 🍒 Brittle


Persisten Asma
• pada jenis ini
serangan asma Serangan Penderita jenis
timbul kadang- sering terjadi ini mempunyai
kadang dan terdapat saluran napas
hiperaktivitas yang sangat
• Tidak terdapat sensitif,
atau ada bronkus
variabilitas
hipereaktivitas obstruksi
bronkus yang saluran napas
ringan. dari hari ke hari
sangat ekstrim.
18

Klasifikasi asma
berdasarkan
penyebabnya Klasifkasi asma

 Alergi
berdasarkan organ
yang diserang
 non alergi
 Asma bronkhial
 Campuran
 Asma kardiak
Diagnosis asma
Secara umum untuk menegakkan diagnosis asma diperlukan anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.
1. Anamnesis (pertanyaan kepada pasien )
Batuk, mengi, sesak napas episodik
Bronkitis/pneumonia berulang
Riwayat atopi pada penderita atau keluarganya
Riwayat faktor pencetus
Perburukan gejala pada malam hari
Next…
Diagnosis asma
II. Pemeriksaan Fisik
Secara umum pasien yang sedang mengalami serangan asma dapat
ditemukan hal-hal sebagai berikut :
1. Inspeksi
• Pasien terlihat gelisah
• Sesak (napas cepat)
• Sianosis
2. Palpasi
• Biasanya tidak ditemukan kelainan
• Pada serangan berat dapat terjadi pulsus paradoksus
3. Perkusi
• Biasanya tidak ditemukan kelainan
4. Auskultasi
• Ekspirasi memanjang
• Mengi
MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA , 2008
• Suara lendir
Next…
Diagnosis asma
III. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang diperlukan untuk diagnosis asma
:
• Pemeriksaan fungsi/faal paru dengan alat spirometer
• Pemeriksaan arus puncak ekspirasi dengan alat peak flow
rate meter
• Uji reversibilitas (dengan bronkodilator)
• Uji provokasi bronkus, untuk menilai ada/tidaknya
hipereaktivitas bronkus
• Uji alergi (tes tusuk kulit/skin prick test) untuk menilai ada
tidaknya alergi
• Foto toraks, pemeriksaan ini dilakukan untuk menyingkirkan
penyakit selain asma. MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA ,
2008
Klasifikasi Asma
Menurut Global Initiative for Asthma (GINA) (2006) penggolongan asma berdasarkan beratnya
penyakit dibagi 4 (empat) yaitu:
Klasifikasi Asma:
Berdasarkan etiologinya, asma dapat diklasifikasikan menjadi 3 tipe, yaitu :

Asma ekstriksik
 asma ditandai dengan
Asma intrinsik reaksi alergi terhadap
pencetus spesifik yang
 asma yang ditandai dapat diidentifiikasi seperti
dengan mekanisme yang tepung sari, jamur, debu,
bersifat non-alergik yang bulu binatang, dan obat-
bereaksi terhadap obatan
pencetus yang tidak
spesifik atau yang tidak Asma campuran
diketahui seperti, udara  asma yang mempunyai
dingin karakteristik dari bentuk
alergi dan non alergi
Hartantyo,2007
ISO Farmakoterapi,2008
Tujuan Terapi
Asma kronik Asma akut
1. Mempertahankan tingkat aktivitas 1. Perbaikan hipoksemia signifikan
normal (termasuk latihan fisik) 2. Pembalikan cepat penutupan
2. Mempertahankan fungsi paru-paru saluran udara (dalam hitungan
(mendekati) normal menit)
3. Mencegah gejala kronis dan yang 3. Penggurangan kecenderungan
mengganggu (misalnya batuk atau penutupan aliran udara yang parah
kesulitan bernafas dimalam hari, pada timbul kembali
pagi hari, atau setelah latihan berat) 4. Pengembangan rencana aksi
4. Mencegah memburuknya asma tertulis jika keadaan memburuk
secara berulang dan meminimalisasi
kebutuhan untuk masuk ICU atau
rawat inap
5. Menyediakan farmakoterapi optimum
dengan tidak ada atau sedikit efek
samping
6. Memenuhi keinginan pelayanan
terhadap pasien dan keluarga
Strategi terapi
DIPIRO ,2008

Non- • Pencegahan
farmakologi

• Terapi jangka panjang (long-


term control medications)
Farmakologi • Terapi serangan akut (quick-
relief medications)
Terapi serangan akut
DIPIRO ,2008

• Short-acting ß2-agonist
1 (salbutamol, terbutalin)

• Anticholinergics (ipratropium
2 bromide)

• Corticosteroids (short-term use


3 for exacerbations)
DIPIRO ,2008

Terapi pemeliharaan jangka panjang


• Corticosteroids inhalasi (beclometasone dipropionate,
1 budesonide, fluticasone propionate)

2
• Cromoline sodium

3
• Nedocromil

4
• Long acting ß2-agonist (salmeterol, formoterol)

5
• Methylxanthines (aminofilin, teofilin)

• Leukotriene modifiers (montelukast, pranlukast,


6 zafirlukast)
DIPIRO ,2008

Tata laksana terapi pada serangan asma akut di rumah


Asses keparahannya dg melihat PEF.
PEF < 50%: serangan akut berat
Catat gejala: batuk, sesak, mengi, sesak di
dada ,dll

Pengatasan awal:
Inhalasi agonis ß2 short acting
2-4 puff dg MDI interval 20 min atau nebulizer

Respon baik Respon tdk sempurna Respon jelek


Serangan ringan Serangan sedang Serangan berat
PEF > 80% PEF 50-80% PEF < 50%
Tidak ada mengi / sesak nafas Sesak dan mengi jelas
Respon agonis ß bertahan sampai
Masih ada sesak dan mengi •Tambah kortikosteroid oral
4 jam •Tambah kortikosteroid oral •Lanjutkan agonis ß segera
•Teruskan agonis ß setiap 3-4 jam •Lanjutkan agonis ß •Panggil dokter
selama 24 jam
•Pasien dg KS  tingkatkan dosis
2 kali

Kontak dokter segera untuk Kontak dokter segera untuk Bawa ke UGD
instruksi lanjutan instruksi lanjutan
DIPIRO ,2008

Tata laksana terapi pada serangan asma akut di rumah sakit


Tata laksana terapi pada serangan asma akut di rumah sakit

membaik

DIPIRO ,2008
membaik

Pulang
Terapi Non Farmakologi
▸Terapi non farmakologi adalah bentuk pengobatan dengan cara
pendekatan, edukasi dan pemahaman tentang penyakit asma. Edukasi
kepada pasien / keluarga
▸ Pengukuran dengan peak flow meter
▸Identifikasi dan mengendalikan faktor pencetus
▸ Pasien asma akukt dan berat harus menyediakan dan mempunyai
persediaan gas oksigen
▸Kontrol secara teratur dan penerapan pola hidup seperti berhenti merokok
▸Mengatur kegiatan aktivitas fisik. Melakukan olahraga secara teratur,
misalnya senam asma untuk latihan pernafasan

Intervensi Non-Farmakologis yang Efektif pada Asma Anak,2017


Peran Apoteker
• Mengedukasi pasien mengenai fakta dasar tentang asma:
-Beda saluran asma yg normal dg pasien asma
-Apa yg terjadi ketika serangan asma
• Mengedukasi pasien tentang pengobatan asma
-Bagaimana obat bekerja
-Pengobatan jk panjang dan pengobatan serangan akut
-Tekankan pada kepatuhan penggunaan obat terutama yg
mendapat terapi jk panjang.
• Mengedukasi tentang teknik penggunaan inhaler yang benar
-demonstrasikan cara memakai inhalaer dan bentuk device yg
lain
• Memantau penggunaan obat pada saat refill  dapat
membantu mengidentifikasi pasien yang kontrol asmanya
kurang baik  komunikasikan dengan dokternya.
• Mengedukasi pasien untuk memantau kondisinya.
-Bagaimana memantau gejala dan mengenal kapan kondisi
memburuk
-Kapan dan bagaimana melakukan tindakan darurat (rescue
actions)
• Mengedukasi pasien untuk mengidentifikasi dan menghindari
faktor pemicu
DEPKES RI. Pharmaceutical Care Untuk Penyakit Asma,2007)
PPOK
( Penyakit Paru Obstuktif Kronis
Pokok Bahasan

Definisi dan epidemiologi Patofisiologi

Epidemiologi Prognosis

Etiologi Penatalaksanaan

Klasifikasi PPOK KIE & Peran Apoteker


DEFENISI
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) / COPD adalah penyakit paru kronik
yang ditandai oleh hambatan aliran udara di saluran napas yang bersifat progressif
nonreversibel atau reversibel parsial. PPOK terdiri dari bronkitis kronik dan
emfisema atau gabungan keduanya.

(DIPIRO,8TH EDITION)
EPIDEMIOLOGI
menurut WHO, merupakan penyakit paru yang mengancam nyawa, yang menganggu
pernapasan normal.
Dari hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2013 menunjukkan bahwa prevalensi
PPOK di Indonesia sebanyak 3,7%.

Di Indonesia diperkirakan terdapat 4,8 juta penderita PPOK dengan prevelensi 5,6%, dimana
terjadi meningkat dengan makin banyaknya jumlah perokok atau 90% penderita PPOK
adalah smoker atau ex-smoker, pravelensi lebih tinggi pada pria dari pada wanita karena
pada umumnya pria lebih banyak menjadi perokok

Prevalensi penyakit PPOK di Riau sebesar 2,1 (‰). PPOK lebih tinggi pada laki-laki
dibanding perempuan dan Prevalensi PPOK cenderung lebih tinggi pada masyarakat dengan
pendidikan rendah dan kuintil indeks kepemilikan terbawah.
ETIOLOGI
Faktor resiko utama PPOK

Faktor paparan lingkungan Faktor resiko dari hos/pasiennya


1. Merokok 1. Usia
2. Pekerjaan terpapar 2. Jenis kelamin
debu dan bahan kimia 3. Adanya fungsi paru yang
3. Polusi udara sudah terjadi
4. Infeksi 4. Predisposisi genetik yaitu
defisiensi a1 antitripsin
(AAT)

(DIPIRO,8TH EDITION)
KLASIFIKASI PPOK
BerdasarkanGlobalInitiativeforChronic Obstructive Lung Disease (GOLD) tahun 2017, PPOK
diklasifikasikan berdasarkan derajat, yaitu:

1. Derajat0(berisiko) 2. DerajatI(PPOKringan) Gejala 3. DerajatII(PPOKsedang) Gejala


Gejalaklinis: memiliki satu klinis: dengan atau tanpa batuk, klinis: dengan atau tanpa batuk,
atau lebih gejala batuk dengan atau tanpa produksi dengan atau tanpa produksi
kronis, produksi sputum, dan sputum, sesak napas derajat sputum, sesak napas derajat
dispnea, terdapat paparan sesak 0 sampai derajat sesak 1, sesak 2 (sesak timbul pada saat
terhadap faktor spirometri : FEV1/FVC < 70%, aktivitas). Spirometri: FEV1 <
resiko,spirometri:normal. FEV1 ≥ 80% 70%; 50%<FEV1<80%.

4. DerajatIII(PPOKberat) 5. Derajat IV(PPOKsangatberat)


Gejala klinis: sesak napas Gejalaklinis:pasien derajat III
derajat sesak 3 dan 4, dengan gagal napas kronik,
eksaserbasi lebih sering disertai komplikasi kor pulmonale
terjadi, atau gagal jantung kanan,
spirometri:FEV1<70%;30%<F spirometri:FEV1/FVC<70%;FEV1
EV1<50%. <30%.
Skala sesak berdasarkan GOLD tahun2017:

0=Tidak ada sesak kecuali dengan aktivitas berat.


1 = Sesak mulai timbul bila berjalan cepat atau naik tangga 1 tingkat.
2 = Berjalan lebih lambat karena merasa sesak.
3 = Sesak timbul bila berjalan 100 m atau setelahbeberapamenit.
4= Sesak bila mandi atau berpakaian.
PATOFISIOLOGI
PPOK ditandai dengan perubahan inflamasi kronis
yang mengarah keterbatasan aliran udara

Menyebabkan perubahan dekstruktif meluas pada


jalan udara, pembuluh pulmonar, dan parenkim paru-
paru. Menghirup partikel asing dan gas menstimulasi
aktivitas neutrofil, makrofag dan limfosit CD 8+ yang
membebaskan sejumlah mediator kimia, termasuk
tumor nekrosis faktor (TNF)

Proses patofisiologi lainnya termasuk dari stres


oksidatif dan ketidak seimbangan antara pertahanan
agresif dan protektif di paru-paru (DIPIRO,8TH EDITION)
PATOFISIOLOGI
Kondisi paling umum yang menyebabkan PPOK

1. Bronkitis kronis
2. Enfisema
secara normal silia dan mukus dibronkus melindungi
 Enfisema melibatkan asinus yaitu bagian dari paru-
dari inhalasi iritan yaitu dengan menangkap dan
paru yang bertanggung jawab untuk pertukaran gas
mengeluarkkannya
 Pada enfisema terjadi kerusakan dinding dalam
Iritasi secara ters-menerus seperti asap rokok
asinus sehingga permukaan untuk pertukaran gas
menyebabkan inflamasi bronkiolus (bronkilolitis) dan
berkurang
alveolus (alveolitis)
 enfisema banyak ditemukan pada orang yang
Akibatnya makrofag dan neotrofil berinfililtrasi ke epitel
merokok
dan memperkuat tingkat kerusakan epitel
 Pasien enfiema banyak mengalami dyspnea dari
Dengan adanya mukus yang kental dan lengket serta
pada pasien bronkkitis
menurunkan pembersihan mukosiliar terjadi sumbatan
bronkiolus dan alveoli
Inflamasi terjadi pada bronkitis kronis dengan
pengeluaran mukus dan penyempitan lumen diikuti
fibrosis dan ketidakteratuan dari saluran pernafasan
kecil sehingga mekin mempersempit saluran nafas
Bronkitis kronik yang berkembang beberapa tahun
dapat menyebabkan ketidak seimbangan
ventilasi/perfusi (V/Q)bdan hipoksemia
(DIPIRO,8TH EDITION)
Kelainan saluran napas yang
ditandai oleh batuk kronik berdahak
minimal 3 bulan dalam setahun,
sekurang-kurangnya dua tahun
berturut -turut, tidak disebabkan
penyakit lainnya.

Suatu kelainan anatomis paru yang


ditandai oleh pelebaran rongga
udara distal bronkiolus terminal,
disertai kerusakan dinding alveoli.

(DIPIRO,8TH EDITION)
PROGNOSIS

Prognosis dari PPOK cukup buruk, PPOK tidak dapat disembuhkan


secara permanen, 30% dengan sumbatan berat akan meninggal dalam
waktu satu tahun, 95% meninggal dalam waktu 10 tahun. Ini terjadi
karena kegagalan napas, pneumonia, aritmia jantung atau emboli paru

(Tomas,2008)
DIAGNOSIS
Anamenesis
Pemeriksaan fisis
• Riwayat merokok atau bekas perokok dengan atau tanpa
• Pemeriksaan fisis pasien PPOK dini umumnya gejala pernapasan
tidak ditemukan kelainan. Pada inspeksi
didapatkan: • Riwayat terpajan zat iritan yang bermakna di tempat
kerja
• Purse-lips breathing, yaitu sikap seseorang yang
bernapas dengan mulut mencucu dan ekspirasi • Riwayat penyakit emfisema pada keluarga
yang memanjang. Sikap ini terjadi sebagai • Terdapat faktor predisposisi pada masa bayi/anak,
mekanisme tubuh untuk mengeluarkan retensi misalnya berat badan lahir rendah (BBLR), infeksi
CO2 yang terjadi pada gagal napas kronik saluran napas berulang, lingkungan asap rokok dan
• Barrel chest (diameter toraks anteroposterior polusi udara
sebanding dengan diameter transversal) • Batuk berulang dengan atau tanpa dahak
• Penggunaan otot bantu napas • Sesak dengan atau tanpa bunyi mengi
• Hipertrofi otot bantu napas Pemeriksaan penunjang
• Pelebaran sela iga • Pemeriksaan yang rutin dikerjakan untuk menegakkan
diagnosis PPOK adalah uji faal paru sedang pemeriksaan
• Terlihat denyut vena jugularis dan edema darah rutin (Hb, Ht, Leukosit) dan foto toraks untuk
tungkai (bila telah terjadi gagal jantung) menyingkirkan penyakit paru lain.
(Ditjen Yankes,2018)
DIAGNOSIS
Studi radiografi
Tes laboratorium sangat membantu
Tes serologi antibodi dalam kondisi
neoplastik dan
Menunjukkan inflamasi. Kejadian
peningkatan titer yang tidak sehat dan
Visualisasi endoskopi
selama periode 3-6 hari, mematikan dalam waktu
Visualisasi tetapi tes ini tidak yang lama atau diare
endoskopi langsung dan praktis dan tidak berat.
biopsi kolon dapat spesifik. Kadang-
dilakukan untuk menilai kadang, volume total
adanya kondisi seperti tinja harian juga
kolitis atau kanker ditentukan
PENATALAKSANAAN PPOK

TUJUAN TERAPI Tatalaksana terapi

1. Mengurangi Gejala 1. Edukasi


2. Mencegah progresifitas Penyakit 2. Obat - obatan
3. Mencegah & mengobati serangan ulang 3. Terapi oksigen
4. Mencegah & mengobati komplikasi 4. Ventilasi mekanik
5. Mencegah & meminimalkan efek samping obat 5. Nutrisi
6. Memperbaiki & mencegah penurunan faal paru 6. Rehabilitasi
7. Meningkatkan kualitas hidup penderita
8. Menurunkan angka kematian.

(DIPIRO,8TH EDITION)
PENGOBATAN
NON FARMAKOLOGI

1. Menghentikan kebiasaan merokok


2. Edukasi PPOK
• Pengetahuan dasar tentang PPOK
• Cara pencegahan penyakit PPOK
• Menghindari pencetus PPOK(berhenti merokok)
• Obat - obatan, manfaat dan efek sampingnya
3. Rehabilitasi: latihan fisik, latihan pernapasan
4. Terapi oksigen jangka panjang (>15 jam sehari): pada PPOK
stadium III
5. Perbaikan Nutrisi
6. Pembedahan: pada PPOK berat (bila dapat memperbaiki fungsi
paru atau gerakan mekanik paru).

(DIPIRO,8TH EDITION)
FARMAKOLOGI 1. BRONKODILATOR

1. Bronkodilator meningkatkan FEV1 dan/atau memperbaiki variabel


2. Antiinflamasi spirometri lainnya dengan mempengaruhi tonus otot polos
3. Antibiotik Mekanisme kerja jalan napas dan memperbaiki aliran udara ekspirasi, yang
4. Mukolitik mencerminkan pelebaran jalan napas daripada perubahan
5. Antitusif elastisitas paru.

1. Agonis β2
Mekanisme kerja : merelaksasi otot polos jalan napas dengan menstimulasi reseptor
adrenergik beta-2, yang meningkatkan cAMP dan menghasilkan antagonisme
fungsional terhadap bronkokonstriksi.

Agonis β2 terdiri dari :


 short-acting (SABA) = efek hilang dalam 4-6 jam, Penggunaan SABA dapat
memperbaiki FEV1 dan gejala. Contoh obat : salbutamol, fenoterol
 long-acting (LABA) beta2-agonist = Durasi kerja 12 jam atau lebih, Contoh:
Formoterol, salmeterol, indacaterol, oladaterol, vilanterol (inhalasi)

Efek samping
sinus takikardia saat istirahat dan berpotensi mencetuskan gangguan irama jantung,
dan tremor somatik.
FARMAKOLOGI 1. BRONKODILATOR

1. Bronkodilator
2. Antiinflamasi
3. Antibiotik
2. Antikolinergik/Antagonis Muskarinik
4. Mukolitik
Mekanisme kerja : memblokade efek bronkokonstriktor asetilkolin pada reseptor
5. Antitusif muskarinik M3 yang diekspresikan pada otot polos jalan napas. Antikolinergik
inhalasi hampir tidak diabsorpsi sehingga efek samping sistemiknya lebih rendah
dibanding atropine. Secara umum obat ini relatif aman, dengan efek samping utama
mulut kering.

Antikolinergik terdiri dari :


 short-acting (SAMA) = Efek bronkodilator SAMA inhalasi lebih lama dibanding
SABA „Contoh: Ipratropium, oxitropium
 long-lacting(LAMA) muscarinic antagonist = Contoh: Tiotropium, aclidinium,
umeclidinium, glycopyrronium bromide)
FARMAKOLOGI 2. ANTIINFLAMASI

1. Bronkodilator
2. Antiinflamasi Antiinflamasi yang dapat digunakan pada PPOK adalah
corticosteroid dan phosphodiesterase-4 inhibitor.
3. Antibiotik
4. Mukolitik
5. Antitusif

1. Corticosteroid inhalasi (ICS) 2. Phosphodiesterase-4 inhibitor


Corticosteroid yang diberikan reguler Kerja utama PDE4 inhibitor adalah
dapat memperbaiki gejala, fungsi paru, mengurangi inflamasi dengan
kualitas hidup, frekuensi eksaserbasi menghambat pemecahan C-AMP
pada pasien dengan FEV1 diprediksi < intraseluler.
60%..
Roflumilast merupakan obat
Contoh: Fluticasone, Budesonide golongan ini yang diberikan sekali
sehari secara oral.
FARMAKOLOGI 3. ANTIBIOTIK

Studi baru-baru ini menunjukkan bahwa penggunaan reguler


1. Bronkodilator
beberapa antibiotik dapat menurunkan tingkat eksaserbasi PPOK.
2. Antiinflamasi
3. Antibiotik
4. Mukolitik
5. Antitusif
Azithromycin (250 mg/hari atau 500 mg 3 kali seminggu)
atau erythromycin (500 mg 2 kali sehari) selama 1 tahun
pada pasien yang rentan eksaserbasi, dapat menurunkan
risiko eksaserbasi dibanding perawatan biasa

Namun penggunaan azithromycin dikaitkan dengan peningkatan kejadian


resistensi bakteri dan gangguan tes pendengaran, dan tidak ada data
mengenai efikasi atau keamanan terapi azithromycin kronik (> 1 tahun terapi)
untuk mencegah eksaserbasi PPOK

(Albert RK, Connett J, Bailey WC, Casaburi R, Cooper JA Jr, Criner GJ, et al.
Azithromycin for prevention of exacerbations of COPD. N Engl J Med. 2011)
FARMAKOLOGI 4. MUKOLITIK

1. Bronkodilator
2. Antiinflamasi
3. Antibiotik Pada pasien PPOK yang tidak mendapat
4. Mukolitik
5. Antitusif ICS, terapi reguler dengan mukolitik seperti
carbocysteine dan N-acetylcysteine dapat
menurunkan eksaserbasi dan sedikit
memperbaiki status kesehatan.

(Cazzola M, Calzetta L, Page C, Jardim J, Chuchalin AG, Rogliani P, et al.


Influence of N-acetylcysteine on chronic bronchitis or COPD exacerbations: A
meta-analysis. Eur Respir Rev. 2015)
FARMAKOLOGI 5. ANTITUSIF

1. Bronkodilator
2. Antiinflamasi
3. Antibiotik
4. Mukolitik Antitusif adalah obat yang menekan refleks batuk,
5. Antitusif digunakan pada gangguan saluran nafas yang tidak
produktif dan batuk akibat teriritasi. Biasanya
diberikan pada PPOK yang juga mengalami batuk
yang tidak produktif. Akan tetapi peranan terapi
pada PPOK masih belum jelas

Contoh obat : Kodein, Dekstromethorpan


PENGOBATAN
VENTILASI MEKANIK

Ventilasi mekanik dapat digunakan di rumah sakit di ruang ICU atau di rumah.
Ventilasi mekanik tanpa intubasi Ventilasi mekanik
tanpa intubasi digunakan pada PPOK dengan gagal
napas kronik dan dapat digunakan selama di rumah.

Ventilasi mekanik dengan intubasi Pasien PPOK


dipertimbangkan untuk menggunakan ventilasi mekanik di
rumah sakit bila ditemukan keadaan sebagai berikut :
• Gagal napas yang pertama kali
• Perburukan yang belum lama terjadi dengan penyebab
yang jelas dan dapat diperbaiki, misalnya pneumonia
• Aktivitas sebelumnya tidak terbatas

Ventilator mekanik
PENGOBATAN
NUTRISI
• Pada kasus gangguan ventilasi pada PPOK tidak dapat
Pemasukan mengeluarkan CO2 yang terjadi akibat metabolisme
Kalori karbohidrat. Diperlukan keseimbangan antara kalori yang
masuk dengan kalori yang dibutuhkan, bila perlu nutrisi
dapat diberikan secara terus menerus (nocturnal feedings)
dengan pipa nasogastrik
Kebutuhan
Kalori
• Komposisi nutrisi yang seimbang dapat berupa tinggi
lemak rendah karbohidrat.

Kebutuhan protein seperti pada umumnya, protein dapat


meningkatkan ventilasi oxigen comsumption dan respons
ventilasi terhadap hipoksia dan hiperkapni. Tetapi pada PPOK
dengan gagal napas kelebihan pemasukan protein dapat
menyebabkan kelelahan.

pipa nasogastrik
KOMUNIKASI, INFORMASI DAN EDUKASI

1. Memberikan edukasi bahaya merokok dan hal-hal yang menyebabkan eksaserbasi


2. Memantau efek samping dari obat PPOK yang diberikan
3. Memantau kondisi pasien setelah diberikan obat PPOK dan dilihat efek terapinya
4. Mencegah terjadinya pemilihan obat yang tidak rasional pada pasien PPOK
5. Melihat adanya interaksi obat PPOK yang diberikan
6. Memberikan edukasi kepada pasien untuk menjalani pola hidup sehat untuk meningkatkan kualitas
hidup
PERAN APOTEKER

Pemberian obat sesuai dengan dosis dan tingkat


keparahan PPOK

Monitoring penggunaan obat PPOK

Edukasi pada pasien tentang penanganan


PPOK

Edukasi pada pasien dan keluarga tentang efek


samping serta gejala-gejala yg ditimbulkan akibat
dari penggunaan obat-obat PPOK
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai