Anda di halaman 1dari 23

ASKEP ATRESIA ANI

KELOMPOK : 7
YUWIANI (2720190007)
DEFINISI

• Atresia ani atau anus imperforate adalah tidak terjadinya perforasi membrane yang memisahkan
bagian entoderm mengakibatkan pembentukan lubang anus yang tidak sempurna.Anus tampak rata
atau sedikit cekung ke dalam atau kadang berbentuk anus namun tidak berhubungan langsung
dengan rectum Purwanto (2011).
ETIOLOGI

• 1. Putusnya saluran penceraan dari atas dengan daerah dubur sehingga bayi lahir tanpa
lubang dubur
• 2. Kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12 minggu /3 bulan
• 3. Adanya gangguan atau berhentinya perkembangan embriologik diaderahusus, rectum
bagian distal serta traktus urogenitalis, yang terjadi antra minggu keempat sampai keenam
usia kehamilan
• 4. Asidosis hiperkioremia
• 5. Infeksi saluran kemih yang bisa berkepanjangan
• 6. Kerusakan uretra (akibat prosedur bedah)
• 7. Komplikasi jangka panjang : Eversi mukosa anal, stenosis (akibat kontriksi jaringan
perut dianastomosis)
• 8. Masalah atau kelambatan yang berhubungan dengan toilet training
• 9. Inkontinensia (akibat stenosis awal atau impaksi)
• 10. Prolaps mukosa anorectal
• 11. Fistula kambuan (karena ketegangan diare pembedahan dean infeksi
KLASIFIKASI

• 1. Anal stenosis adalah terjadinya penyempitan daerah anus sehingga feses tidak dapat
keluar.
• 2. Membranosus atresia adalah terdapat membran pada anus.
• 3. Anal agenesis adalah memiliki anus tetapi ada daging diantara rectum dengan anus.
• 4. Rectal atresia adalah tidak memiliki rektum.
• Pasien bisa diklasifikasikan lebih lanjut menjadi 3 sub kelompok anatomi yaitu :
• 1. Anomali rendah / infralevator
• Rektum mempunyai jalur desenden normal melalui otot puborektalis, terdapat sfingter internal dan eksternal yang berkembang
baik dengan fungsi normal dan tidak terdapat hubungan dengan saluran genitourinarius.
• 2. Anomali intermediet
• Rektum berada pada atau di bawah tingkat otot puborectalis, lesung anal dan sfingter eksternal berada pada posisi yang normal.
• 3. Anomali tinggi / supralevator
• Ujung rectum di atas otot puborectalis dan sfingter internal tidak ada. Hal ini biasanya berhubungan dengan fistula
genitourinarius – retrouretral (pria) atau rectovagina (perempuan). Jarak antara ujung buntu rectum sampai kulit perineum lebih
dari1 cm.
MANIFESTASI KLINIS

• Menurut Ngastiyah (2011), gejala yang menunjukan terjadinya atresia ani atau anus, imperforate tejadi
dalam waktu 24-48 jam. Gejala ini dapat berupa :
• 1. Perut kembung
• 2. Muntah
• 3. Tidak bisa buang air besar
• 4. Pada pemeriksaan radiologi denagn posisi tegak serta terbalik dapat dilihat sampai dimana terdapat
penyumbatan
• 5. Tidak dapat atau mengalami kesulitan mengeluarkan mekonium (mengeluarkan tinja yang
menyerupai pita)
• 6. Perut membuncit
• 7. Mekonium tidak keluar dalam 24 jam pertama setelah kelahiran
• 8. Tidak dapat dilakukan pengukuran suhu rectal pada bayi
• 9. Mekonium keluar melalui sebuah fistula atau anus yang salah letaknya
• 10. Distensi bertahap dan adanya tanda-tanda obstruksi usus (bila tidak ada fistula)
• 11. Bayi muntah-muntah pada umur 24-48 jam
• 12. Pada pemeriksaan rectal touché adanya membrane anal
• 13. Perut kembung
PATOFISIOLOGI

• Gangguan pertumbuhan, gagalnya pembentukan anus dari tonjolan embriogenik


menyebabkan terjadinya kelainan kongenital yaitu Atresia Ani. Sehingga terjadi vistel
rektovaginal dan menyebabkan feses masuk ke uretra. Masuknya feses ke dalam uretra
bias menyebabkan mikroorganisme masuk ke saluran kemih sehingga terjadi dysuria
yang menimbulkan rasa nyeri dan gangguan eliminasi urin. Atresia Ani juga dapat
menyebabkan feses tidak keluar sehingga terjadi penumpukan.
• Reabsorbsi sisa metabolisme yang disebabkan oleh penumpukan feses dapat
menimbulkan keracunan sehingga terjadi mual dan muntah. Selain itu penempukkan
feses dapat menyebabkan peningkatan tekan intraabdomen dan harus dilakukan operasi
Anoplasti. Operasi Anoplasti bias menyebabkan Ansietas pada Orang Tua. Komplikasi
yang dapat ditimbulkan dari Operasi Anoplasti adalah pengeluaran feses yang tidak
terkontrol karena adanya abnormalitas springter rektal dan iritasi mukosa. Komplikasi
tersebut juga dapat menyebabkan trauma jaringan yang mana bila tidak diberi perawatan
yang benar akan menimbulkan resiko infeksi (Nurarif & Kusuma, 2015).
PEMERIKSAAN PENUNJANG

• 1. Pemeriksaan radiologis (Dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya obstruksi intestinal)


• 2. Sinar X terhadap abdomen (Dilakukan untuk menentukan kejelasan keseluruhan bowel dan untuk mengetahui
jarak pemanjangan kantung rektum dari sfingternya)
• 3. Ultrasound terhadap abdomen (Digunakan untuk melihat fungsi organ internal terutama dalam sistem pencernaan
dan mencari adanya faktor reversible seperti obstruksi oleh karena massa tumor)
• 4. CT Scan (Digunakan untuk menentukan lesi)
• 5. Pyelografi intra vena (Digunakan untuk menilai pelviokalises dan ureter)
• 6. Pemeriksaan fisik rectum (Kepatenan rektal dapat dilakukan colok dubur dengan menggunakan selang atau jari)
• 7. Rontgenogram abdomen dan pelvis (Juga bisa digunakan untuk mengkonfirmasi adanya fistula yang berhubungan
dengan traktus urinarius)
KOMPLIKASI

• Menurut Haryono (2013), komplikasi yang dapat terjadi pada penderita Atresia Ani antara lain:
• 1) Infeksi saluran kemih yang berkepanjangan.
• 2) Kerusakan uretra (akibat prosedur bedah).
• 3) Komplikasi jangka Panjang yaitu Eversi mukosa anal & Stenosis (Akibat kontriksi jaringan perut
dianastomosis).
• 4) Gangguan toilet training.
• 5) Inkontenensia (akibat Stenosis awal atau impaksi).
• 6) Prolaps mukosa anorectal.
• 7) Fistula kambuhan (karena ketegangan diare pembedahan dan infeksi).
PENATALAKSANAAN

• A. Pembuatan kolostomi
• Kolostomi adalah sebuah lubang buatan yang dibuat oleh dokter ahli bedah pada dinding abdomen
untuk mengeluarkan feses. Pembuatan lubang biasanya sementara atau permanen dari usus besar
atau colon iliaka. Untuk anomali tinggi, dilakukan kolostomi beberapa hari setelah lahir.
• B. PSARP (Posterio Sagital Ano Rectal Plasty)
• Bedah definitifnya, yaitu anoplasty dan umumnya ditunda 9 sampai 12 bulan. Penundaan ini
dimaksudkan untuk memberi waktu pelvis untuk membesar dan pada otot-otot untuk berkembang.
Tindakan ini juga memungkinkan bayi untuk menambah berat badannya dan bertambah baik status
nutrisinya.
• C. Tutup kolostomi
• Tindakan yang terakhir dari atresia ani. Biasanya beberapa hari setelah operasi, anak akan
mulai BAB melalui anus. Pertama, BAB akan sering tetapi seminggu setelah operasi
BAB berkurang frekuensinya dan agak padat.
ASUHAN KEPERAWTAN

• a) Identitas
• 1. Identitas Klien
• Identitas klien yang terdiri dari nama lengkap, jenis kelamin, usia, status perkawinan, agama, suku bangsa, pendidikan, bahasa yang digunakan, pekerjaan, alamat,
diagnosa medis, nomer register.
• 2. Riwayat Kesehatan Sekarang
• Perawat perlu bertanya secara sistematis tentang keluhan utama klien saat ini dan kronologis keluhan meliputi faktor pencetus, timbulnya keluhan, lama keluhan,
dan upaya mengatasi keluhan tersebut.
• 3. Riwayat Penyakit Dahulu
• Pengkajian riwayat penyakit dahulu bertujuan untuk mengkaji kondisi masa lalu yang mungkin mempengaruhi kondisi saat ini. Perawat perlu mengkaji riwayat
alergi, kecelakaan, dirawat di rumah sakit, dan riwayat pemakaian obat.
• 4. Pengetahuan Klien dan Keluarga
• Tingkat pengetahuan klien serta keluarga seputar penyakit yang diderita perlu dikaji karena menentukan penanganan yang tepat untuk kondisi klien saat ini.
• 5. Riwayat Psikososial Spiritual
• Pengkajian psikosial spiritual berfungsi untuk mengkaji tingkat kecemasan klien serta berguna untuk pemenuhan informasi intervensi keperawatan dan pengobatan
atau intervensi bedah.
PEMERIKSAAN FISIK

• Menurut Nurarif (2015), pengkajian data keperawatan pada klien dengan Atresia Ani
adalah:
• 1) Kaji Sistem Eliminasi Klien: pada Atresia Ani biasanya terjadi dysuria karena vistel
rektoginal menyebabkan feses masuk ke uretra sehingga mikroorganisme masuk ke
saluran kemih. Pada klien dengan Atresia Ani juga terjadi penumpukan feses.
• 2) Kaji nyeri dan kenyamanan klien: nyeri pada inisisi bedah mungkin saja
mempengaruhi pola aktivitas dan istirahat klien, sehingga mempengaruhi rasa nyaman
klien.
• 3) Kaji status nutrisi dan cairan: perawat dapat mengkaji adanya anoreksia, mual atau muntah,
dan timbang berat badan klien untuk mengetahui status nutrisi klien. Status cairan klien dapat
dikaji melalui turgor kulit, kelembaban mukosa mulut, pengisian kapiler, intake output cairan.
• 4) Kaji integritas kulit: pada klien dengan Atresia Ani biasanya dilakukan prosedur kolostomi,
karena prosedur Anoplasty Perineal baru bias dilakukan saat usia minimal 12 bulan.
• 5) Kaji resiko infeksi: pada pasca operasi sebaiknya dikaji ada atau tidaknya tanda tanda resiko
infeksi. Karena biasanya luka insisi bias menjadi jalan masuknya mikroorganisme yang dapat
menyebabkan terjadinya infeksi.
DIAGNOSA KEPERAWATAN

• 1. Pola napas tidak efektif b/d distensi abdomen d/d penggunaan otot bantu napas (D0005)
• 2. Nyeri akut b/d agen pencedera fisik (prosedur operasi) d/d skala nyeri (D0077)
• 3. Inkontinensia fekal b/d pasca operasi pulhrough dan penutupan kolostomi d/d feses keluar sedikit tapi sering (D0041)
• 4. Hipertermi b/d proses infeksi d/d suhu tubuh (D0130)
• 5. Ansietas b/d kekhawatiran mengalami kegagalan (kurang pengetahuan akan prosedur operasi) d/d tampak gelisah (D0080)
• 6. Gangguan pola tidur b/d nyeri akut d/d mengeluh tidak dapat tidur (D0055)
• 7. Risiko Defisit nutrisi d/d haluaran berlebih (muntah,mual) (D0032)
• 8. Risiko Hipovolemia d/d kekurangan intake cairan (D0034)
• 9. Risiko HDR situasional d/d penyakit fisik (perubahan konsep diri) (D0102)
• 10. Risiko infeksi d/d ketidakadekuatan pertahanan tubuh primer (kerusakan integritas kulit) (D0142)
Dx Kep Tujuan dan kh lntervensi
Pola napas tidak efektif Tujuan : pola nafas membaik Observasi
b/d distensi abdomen d/d Dalam 3 x 24 jam 1. Monitor pola nafas(frekuensi, kedalaman, usaha nafas)
penggunaan otot bantu Dengan KH :
2. Monitor bunyi napas tambahan (gurgling, stridor, mengi, wheezing,
napas (D0005) 1. Dyspnea menurun
ronchi)
2. Penggunaan otot bantu nafas
3. Monitor sputum (jumlah, warna, aroma)
menurun
3. Pemanjang fase ekspirasi Terapeutik
menurun 4. Pertahankan kepatenan jalan napas dengan head till chin lift atau jaw
4. Otopnea menurun thrust jika curiga trauma cevikal
5. Pernafasan pursed lip menurun 5. Posisikan semi fowler/fowler
6. Pernafasan cuping hidung 6. Berikan minum hangat
menurun 7. Lakukan fsioterapi dada jika perlu
7. Frekuensi nafas membaik 8. Lakukan suction lender kurang dari 15 deti
8. Kedalaman nafas membaik 9. Lakukan hiperoksigenasi sebelum penghisapan endotrakeal
9. Ekskursi membaik 10. Keluarkan sumbatan benda padat jika ada
10. Ventilasi semenit membaik 11. Berikan oksigen jika perlu
11. Kapasitas vital membaik
12. Diameter thorax anterior Edukasi
posterior membaik 12. Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari jika tidak ada kontraindikasi
13. Tekanan inspirasi dan ekspirasi 13. Ajarkan teknik batuk efektif
membaik
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran, mukolitik jika perlu
Dx Kep Tujuan dan kh lntervensi
Nyeri akut b/d agen Tujuan : Tingkat Nyeri Manajemen nyeri
pencedera fisik Menurun Observasi
(prosedur operasi) d/d Dalam 3 X 24 Jam 1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas
skala nyeri (D0077) nyeri
Dengan KH :
2. Identifikasi skala nyeri
1. Kemampuan menuntaskan 3. Identifikasi respon nyeriu non verbal
aktivitas meningkat 4. Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
2. Keluhan nyeri menurun 5. Monitor efek samping penggunaan analgetik
3. Meringis menurun Terapeutik
4. Gelisah menurun
5. Kesulitan tidur menurun 6. Berikan teknik nonfarmakologis
7. Control lingkungan yang memperberat nyeri
6. Diaphoresis menurun
8. Fasilitasi istirahat dan tidur
7. Anoreksia menurun
8. Mual dan muntah menurun Edukasi
9. Frekuensi HR membaik 9. Jelaskan penyebab periode nyeri dan pemicunya
10. Pola napas membaik 10. Jelaskan strategi meredakan nyeri
11. TD membaik 11. Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
12. Nafsu makan membaik 12. Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
13. Ajarkan teknik non farmakologis untuk mengurangi nyeri
Kolaborasi
14. Kolaborasi pemberian analgetik jika perlu
 
Dx Kep Tujuan dan kh lntervensi
Inkontinensia fekal b/d Tujuan : Kontinensia fekal Latihan Eliminasi Fekal
pasca operasi pulhrough membaik Observasi
dan penutupan kolostomi Dalam 3 x 24 jam 1. Monitor peristaltic usus secara teratur
d/d feses keluar sedikit Dengan KH :
Pengeontrolan pengeluaran Terapeutik
tapi sering (D0041
feses meningkat 2. Anjurkan waktu yang konsisten untuk BAB
Defekasi membaik 3. Berikan privasi, kenyamanan, posisi yang meningkatkan proses
Frekuensi BAB membaik defekasi
Kondisi kulit perianal membaik 4. Gunkaan enema rendah jika perlu
5. Anjurkan dilatasi rektal digital jika perlu
6. Ubah program Latihan eliminasi fekal jika perlu
Edukasi
7. Anjurkan mengkonsumsi makanan tertentu sesuai program atau
hasilkonsultasi
8. Anjurkan asupan cairan yang adekuat sesuai kebutuhan
9. Anjurkan olahraga sesuai toleransi
Kolaborasi
10. Kolaborasi pemberian supositoria jika perlu
Terima kasih

Anda mungkin juga menyukai