Anda di halaman 1dari 34

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PADA Tn.

R DENGAN
RISIKO PERILAKU KEKERASAN DI YAYASAN
PEMENANG JIWA SUMATERA

Shienthia Riska Ananda, S. Kep


shienthiariskaananda97@gmail.com

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Skizofrenia merupakan suatu gangguan jiwa berat yang bersifat berat dan
‘kronis yang menyerang 20 juta orang di seluruh dunia (WHO, 2019).
Skizofrenia merupakan penyakit kronis, parah, dan melumpuhkan,
gangguan otak yang di tandai dengan pikiran kacau, waham, delusi,
halusinasi, dan perilaku aneh atau katatonik (Pardede & Laia, 2020).
Privalensi ganguan jiwa di Indonesia berdasarkan Kemenkes 2019 di urutan
pertama Provinsi Bali 11,1% dan nomor dua disusul oleh Provinsi DI
Yogyakarta 10,4%, NTB 9,6%, Provinsi Sumatera Barat 9,1%, Provinsi
Sulawesi Selatan 8,8%, Provinsi Aceh 8,7%, Provinsi Jawa Tengah 8,7%,
Provinsi Sulawesi Tengah 8,2%, Provinsi Sumatera Selatan 8%, Provinsi
Kalimantan Barat 7,9%. Sedangkan Provinsi Sumatera Utara berada pada
posisi ke 21 dengan privalensi 6,3% (Kemenkes, 2019).

Skizofrenia adalah gangguan jiwa yang dapat berakhir dengan hilanngya


dengan nyawa seseorang. Dalam penanganan penyakit ini karena jiwa yang
tergangangu maka di butuhkan adalah terapi, rehabilitasi serta dengan
konseling. Upaya terbesar untuk penanganan penyakit gangguan jiwa
terletak pada keluarga dan masyarakat, dalam hal ini terapi terbaik adalah
bentuk dukungan keluarga dalam mencegah kambuhnya penyakit
skizofrenia (Pitayanti, & Hartono, 2020). Tanda dan gejala yang timbul
akibat skizofrenia berupa gejala positif dan negatif seperti perilaku
kekerasan. Resiko perilaku kekerasan merupakan salah satu respon marah
yang diespresikan dengan melakukan ancaman, mencederai diri sendiri
maupun orang lain. Pada aspek fisik tekanan darah meningkat, denyut nadi
dan pernapasan meningkat, marah, mudah tersinggung, mengamuk dan bisa
mencederai diri sendiri. Perubahan pada fungsi kognitif, fisiologis, afektif,
hingga perilaku dan sosial hingga menyebabkan resiko perilaku kekerasan.
Berdasarkan data tahun 2017 dengan resiko perilaku kekerasan sekitar 0,8%
atau dari 10.000 orang menunjukkan resiko perilaku kekerasan sangatlah
tinggi (Pardede, Siregar & Hulu, 2020).).

Perilaku kekerasan merupakan salah satu respon terhadap stressor yang


dihadapi oleh seseorang, respon ini dapat menimbulkan kerugian baik
kepada diri sendiri, orang lain, maupun lingkungan. Seseorang yang
mengalami perilaku kekerasan sering menunjukan perubahan perilaku
seperti mengancam, gaduh, tidak bisa diam, mondar-mandir, gelisah,
intonasi suara keras, ekspresi tegang, bicara dengan semangat, agresif, nada
suara tinggi dan bergembira secara berlebihan. Pada seseorang yang
mengalami resiko perilaku kekerasan mengalami perubahan adanya
penurunan kemampuan dalam memecahkan masalah, orientasi terhadap
waktu, tempat dan orang serta gelisah (Pardede, Siregar & Halawa, 2020).

Risiko perilaku kekerasan timbul akibat rasa tidak nyaman dan panik yang
terjadi akibat stressor dari dalam dan luar lingkungan. Perilaku kekerasan
yang timbul pada klien skizofrenia diawali dengan adanya perasaan tidak
berharga, takut dan ditolak oleh lingkungan sehingga individu akan
menyingkir dari hubungan interpersonal dengan orang lain (Azis, Sukamto
& Hidayat, 2018).

Risiko mencederai merupakan suatu tindakan yang memungkinkan dapat


melukai atau membahayakan diri sendiri, orang lain, dan lingkungan
sehingga masalah yang terjadi pada pasien parilaku kekerasan akan
melibatkan keluarga (Suryeti 2017). Survei awal pada pembuatan askep
pada skizofrenia ini dilakukan di Yayasan Pemenang Jiwa Sumatera dengan
jumlah pasien 82 orang tetapi yang menjadi subjek di dalam pembuatan
askep ini berjumlah 1 orang dengan pasien resiko perilaku kekerasan atas
nama inisial Tn. R. Penyebabnya Tn. R di jadikan sebagai subjek
dikarenakan pasien belum bisa mengatasi emosinya selain meminum obat.
Maka tujuan asuhan keperawatan yang akan di lakukan ialah untuk
mengajarkan standar pelaksanaan resiko perilaku kekerasan/perilaku
kekerasan pada saat Tn. R mengalami ke amukan.
1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan masalah yang telah di paparkan pada latar belakang maka


rumusan masalah dalam askep ini yaitu Asuhan Keperawatan Resiko
Perilaku Kekerasan Tn. R di Yasasan Pemenang Jiwa Sumatera.

1.3. Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Mahasiswa mampu memberikan asuhan keperawatan secara holistik
dan komprehensif kepada Tn. R dengan gangguan resiko perilaku
kekerasan di Yayasan Pemenang Jiwa Sumatera.

1.3.2 Tujuan Khusus


a. Mahasiswa mampu memahami pengertian, tanda dan gejala,
etiologi, penatalaksanaan medis dan keperawatan resiko perilaku
kekerasan.
b. Mahasiswa mampu melakukan pengkajian pada Tn. R dengan
gangguan resiko perilaku kekerasan.
c. Mahasiswa mampu melakukan menegakkan diagnosa pada Tn. R
dengan gangguan resiko perilaku kekerasan.
d. Mahasiswa mampu melakukan menetapkan perencanaan pada Tn.
R dengan gangguan resiko perilaku kekerasan.
e. Mahasiswa mampu melakukan implementasi pada Tn. R dengan
gangguan resiko perilaku kekerasan.
f. Mahasiswa mampu melakukan evaluasi pada Tn. R dengan
gangguan resiko perilaku kekerasan.
g. Mendokumentasikan asuhan keperawatan yang diberikan pada
Tn. R dengan gangguan resiko perilaku kekerasan.
1.4. Manfaat
1. Responden

Diharapkan tindakan yang telah di ajakarkan dapat di terapkan secara


mandiri untuk mengontrol emosi dan untuk mendukung kelangsungan
kesehatan pasien.

2. Institusi Pendidikan

Bagi institusi pendidikan diharapkan untuk menjadi acuan dalam dalam


melakukan kegiatan kemahasiswaan dalam bidang keperawatan jiwa.

3. Yayasan Pemenang Jiwa Sumatera.

Diharapkan dapat menjadi acuan dalam menanganin atau dalam


memberikan pelayanan kepada pasien dengan gangguan jiwa dengan
perilaku kekerasan di Yayasan Pemenang Jiwa Sumatera.
BAB 2
LANDASAN TEORI

2.1 Resiko Perilaku Kekerasan

2.1.1 Pengertian

Perilaku kekerasan merupakan respon maladaptif dari kemarahan,


hasil dari kemarahan yang ekstrim ataupun panik. Perilaku kekerasan
yang timbul pada klien skizofrenia diawali dengan adanya perasaan
tidak berharga, takut,dan ditolak oleh lingkungan sehingga individu
akan menyingkir dari hubungan interpersonal dengan oran lain
(Pardede, Keliat & Yulia, 2015).

Perilaku kekerasan adalah salah satu respon terhadap stressor yang


dihadapi oleh seseorang yang di tunjukan dengan perilaku kekerasan
baik pada diri sediri maupun orang lain dan lingkungan baik secara
verbal maupun non-verbal. Bentuk perilaku kekerasan yang
dilakukan bisa amuk, bermusuhan yang berpotensi melukai, merusak
baik fisik maupun kata-kata (Kio, Wardana & Arimbawa, 2020).

Perilaku kekerasan adalah suatu bentuk perilaku yang bertujuan


melukai seseorang secara fisik maupun psikologis dapat terjai dalam
dua bentuk yaitu saat berlangsung kekerasan atau riwayat perilaku
kekerasan. Perilaku kekerasan merupakan respon maladaptif dari
marah akibat tidak mampu klien untuk mengatasi strssor lingkungan
yang dialaminya (Wulansari & Sholiha 2021).

2.1.2 Tanda dan Gejala

Tanda dan gerjala perilaku kekerasan adalah muka merah, tegang,


mata melotot/pandangan tajam, bicara kasar, nada suara tinggi,
membentak, kata-kata kotor, ketus, memukul benda/orang lain,
menyerang orang lain, merusk lingkungan, amuk/agresif, jengkel,
tidak berdaya, bermusuhan, mengamuk, ingin berkelahi,
cerewet,kasar, berdebat, menyinggung perasaan orang lain, tidak
peduli, kasar, penolakan, kekerasan, ejekan dan sindiran (Wulansari
& Sholiha 2021).

Tanda dan gejala perilaku kekerasan berdasarkan standar asuhan


keperawatan jiwa dengan masalah resiko perilaku kekerasan,
(Pardede, 2020) :
Subjektif
a. Mengungkapkan perasaan kesal atau marah.
b. Keinginan untuk melukai diri sendiri, orang lain dan
lingkungan.
c. Klien suka membentak dan menyerang orang lain.
Objektif
a. Mata melotot/pandangn tajam.
b. Tangan mengepal dan Rahang mengatup.
c. Wajah memerah.
d. Postur tubuh kaku.
e. Mengancam dan Mengumpat dengan kata-kata kotor.
f. Suara keras.
g. Bicara kasar, ketus.
h. Menyerang orang lain dan Melukai diri sendiri/orang lain.
i. Merusak lingkungan.
j. Amuk/agresif.

2.1.3 Etiologi

Penyebab dari perilaku kekerasan bukan terdiri cuman satu faktor


tetapi termasuk juga faktor keluarga, media, teman, lingkungan,
biologis. Perilaku kekerasan dapat menimbulkan dampak seperti
gangguan psikologis, merasa tidak aman, tertutup, kurng percaya
diri, resiko bunuh diri, depresi, harga diri rendah, ketidak berdayaan,
isolasi sosial (Putri, Arif & Renidayati 2020).
Faktor predisposisi yang menyebabkan terjadinya skizofrenia
meliputi biologis, psikologis, dan sosialkultural, dimana faktor
biologis yang mendukung terjadinya skizofrenia adalah genenitk,
neuroanotomi, neurokimia, dan imunovirologi. Faktor presipitasi
merupakan faktor stressor yang menjadikan klien mengalami
sikizofrenia yang terdiri dari faktor biologi, psikologi, dan
sosiokultural yang mampu menyebabkan risiko perilaku kekerasan,
halusinasi, dan harga diri rendah (Pardede, 2013).

Penyebab pasien beresiko untuk melakukan perilaku kekerasan


disebabkan oleh cemas secara terus menerus, untuk itu dibutuhkan
strategi preventif untuk mencegah perilaku kekerasan yang salah
satunya adalah dengan melakukan teknik relaksasi. Terknik relaksasi
merupakan salah satu yang sering digunakan untuk menghilangkan
stress ialah Muscle Relaxation Therapy (PMRT). Terapi ini mudah di
pelajari dan tidak terbatas, dampaknya bisa menggurangi kecemasan
dan depresi, peningkatan perasaan kontrol diri dan peningkatan
kemampuan koping dalam situasi stress (Pardede, Simanjuntak, &
Laia, 2020). Faktor psikologis yang menyebabkan pasien mengalami
perilaku kekerasan antara lain yaitu : Keperibadian yang tertutup,
kehilangan, aniaya seksual, kekerasan dalam keluarga (Pardede &
Laia, 2020).

2.1.3.1 Faktor Predisposisi


1. Faktor Psikologis

Psyschoanalytical Theory : Teori ini mendukung


bahwa perilaku agresif merupakan akibat dari
instinctual drives. Pandangan psikologi mengenai
perilaku agresif mendukung pentingnya peran dari
perkembangan predisposisi atau pengalaman hidup.
Beberapa contoh dari pengalaman hidup tersebut :
a. Kerusakan otak organik dan retardasi mental
sehingga tidak mampu menyelesaikan secara
efektif.

b. Rejeksi yang berlebihan saat anak-anak.

c. Terpapar kekerasan selama masa perkembangan.

2. Faktor Sosial Budaya


Sosial Learning Theory, ini merupakan bahwa agresif
tidak berbeda dengan respon-respon yang lain,
kultural dapat pula mempengaruhi perilaku kekerasan.

3. Faktor biologis
Neurotransmeiter yang sering dikaaitkan perilaku
agresif dimana faktor pendukunya adalah masa kadan-
kanak yang tidak menyengkan, sering mengalami
kegagalan, kehidupan yang penuh tindakan agresif
dan lingkungan yang tidak kondusif.

4. Perilaku
Reinfocemnt yang terima pada saat melakukan
kekerasan dan sering mengobservasi kekerasan di
rumah atau di luar rumah, semua aspek ini
menstimulasi individu mengadopsi perilaku
kekerasan.

2.2.3.2 Faktor Presitipasi

Ketika seseorang merasa terancam terkadang tidak


menyadari sama sekali apa yang menjadi sumber
kemarahannya. Tetapi secara umum, seseorang akan
mengerluarkan respon marah apabila merasa dirinya
terancam. Faktor presipitasi bersumber dari klien,
lingkungan, atau interaksi dengan orang lain. Faktor yang
mencetuskan terjadinya perilaku kekerasan terbagi dua,
yaitu (Parwati, Dewi & Saputra 2018) :

a. Klien : Kelemahan fisik, keputusasaan, ketidak


berdayaan, kurang percaya diri.
b. Lingkungan : Ribut, kehilangan orang atau objek yang
berharga, konflik interaksi sosial.

2.1.4 Penatalaksanaan

Penatalaksaan perilaku kekerasan bisa juga dengan melakukan terapi


restrain. Restrain adalah aplikasi langsung kekuatan fisik pada
individu, tanpa injin individu tersebut, untuk mengatasi kebebasan
gerak, terapi ini melibatkan penggunaan alat mekanis atau manual
untuk membatasi mobilitas fisik pasien. Terapi restrain dapat
diindikasikan untuk melindungi pasien atau orang lain dari cidera
pada saat pasien lagi marah ataupun amuk (Hastuti, Agustina, &
Widiyatmoko 2019).

Penanganan yang dilakukan untuk mengontrol perilaku kekerasan


yaitu dengan cara medis dan non medis. Terapi medis yang dapat di
berikan seperti obat antipsikotik adalah Chlorpoazine (CPZ),
Risperidon (RSP) Haloperidol (HLP), Clozapin dan Trifluoerazine
(TFP). Untuk terapi non medis seperti terapi generalis,untuk
mengenal masalah perilaku kekerasan serta mengajarkan
pengendalian amarah kekerasan secara fisik : nafas dalam dan pukul
bantal, minum obat secara teratur, berkomunikasi verbal dengan
baik-baik, spiritual : beribadah sesuai keyakinan pasien dan terapi
aktivitas kelompk (Wulansari & Sholiha 2021).

2.1.4.1 Terapi Medis

Fsikomarmaka adalah terapi menggunakan obat dengan


tujuan untuk mengurangi atau menghilanggan gejala
gannguan jiwa. Dengan demiakian kepatutan mium obat
adalah mengonsumsi obat yang direspkan oleh dokter
pada waktu dan dosis yang tepat karena pengobatan hanya
akan efektif apabila penderita memenuhi aturan dalam
penggunaan obat (Pardede, Keliat & Yulia, 2015).

2.1.4.2 Tindakan Keperawatan

Mengajarkan stimulasi persepsi perilaku kekerasan


berdasarkan standar pelaksanaan untuk mengenal
penyebab perilaku kekerasan dengan latihan fisik seperti :
Tarik nafas dalam dan pukul kasur bantal, meminum obat
dengan teratur, berbicara secara baik-baik seperti meminta
sesuatu dan mengajarkan spritual sesuai kepercayaan
pasien (Pardede & Laia, 2020).

2.2 Konsep Asuhan Keperawatan

2.2.1 Pengkajian

Pengkajian adalah tahap awal dan dasar dalam proses keperawatan.


Pada tahap pengkajian inilah yang menentukan tahap berikutnya
untuk di lanjutkan. Data skunder dan data primer dari
pasien/keluarga didapat pada saat melakukan yang namanya
pengkajian. Didalam pelaksanaan pengkajian melakukan
pendekatan dan saling membangun kepercayaan dengan pasien,
keluarga, orang terdekat pasien, teman serta orang lain yang tahu
tentang kesehatan pasien. Pada saat pengkajian pada pasien dengan
Risiko Perilaku Kekerasan yaitu pada data subyektif pasien
mengancam, mengumpat dengan kata-kata kotor, mengatakan
dendam dan jengkel, serta menyalahkan dan menuntut. Pada data
objektif pasien menunjukan tanda-tanda mata melotot dan
pandangan tajam, tanggan mengepal, rahang mengatup, wajah dan
tegang, postur tubuh kaku dan suara keras (Musmini, 2019).
2.2.2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan ialah identifikasi atau penilaian terhadap
pola respon pasien baik secara actual maupun potensial dan
merupakan dasar pemilihan intervensi dalam mecapai tujuan yang
telah ditetapkan oleh perawat yang bertangguang jawab (Muhith,
2015).

2.2.3 Intervensi Keperawatan


Berdasarkan diagnosa yang telah ditemukan selanjutnya dilakukan
dengan perencanaan keperawtan yang akan diberikan kepada
pasien seperti menggurangi respons kongnitif, afektif, fisiologi,
perilaku, sosial pada pasien risiko perilaku kekerasan. Rencana
keperawatan juga dapat di berikan Sp1 : Tarik napas dalam, pukul
bantal/kasur, untuk mengontrol Risiko Perilaku Kekeraasan, Sp2 :
Minum obat secara teratur Sp3 : Berbicara secara baik-baik/verbal,
Sp4 : Spritual (Suerni, & Livana, 2019).

2.2.4 Implementasi Keperawatan

Implementasi berdasarkan Modul Keperawtan Jiwa (Nurhalima,


2016) : Tindakan keperawatan untuk mengatasi risiko perilaku
kekerasan, dilakukan terhadap pasien dan keluarga. Saat
melakukan pelayanan di Puskesmas dan kunjungan rumah,,
perawat menemui keluarga terlebih dahulu sebelum menemui
pasien. Bersama keluarga, perawat mengidentifikasi masalah yang
dialami pasien dan keluarga. Setelah itu, perawat menemui pasien
untuk melakukan pengkajian, mengevaluasi dan melatih satu cara
lagi untuk mengatasi masalah yang dialami pasien. Jika pasien
telah mendapatkan terapi psikofarmaka (obat), maka hal pertama
yang harus dilatih perawat adalah pentingnya kepatuhan minum
obat. Setelah perawat selesai melatih pasien, perawat menemui
keluarga untuk melatih cara merawat pasien. Selanjutnya perawat
menyampaikan hasil tindakan yang telah dilakukan terhadap pasien
dan tugas yang perlu keluarga yaitu untuk mengingatkan pasien
melatih kemampuan mengatasi masalah yang telah diajarkan oleh
perawat.
1. Membina hubungan saling percaya Tindakan yang harus
dilakukan dalam rangka membina hubungan saling percaya
adalah:
a. Ucapkan salam setiap kali berinteraksi dengan pasien.
b. Perkenalkan diri : nama, nama panggilan yang Perawat
sukai, serta tanyakan nama dan nama panggilan pasien yang
disukai.
c. Tanyakan perasaan dan keluhan pasien saat ini.
d. Buat kontrak asuhan : apa yang Perawat akan lakukan
bersama pasien, berapa lama akan dikerjakan dan tempatnya
dimana.
e. Jelaskan bahwa Perawat akan merahasiakan informasi yang
diperoleh untuk kepentingan terapi.
f. Tunjukkan sikap empati.
g. Penuhi kebutuhan dasar pasien.
2. Diskusikan bersama pasien penyebab rasa marah/perilaku
kekerasan saat ini dan yang lalu.
3. Diskusikan tanda-tanda pada pasien jika terjadi perilaku
kekerasan.
a. Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara fisik.
b. Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara
psikologis.
c. Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara
sosial.
d. Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara
spiritual.
e. Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara
intelektual.
4. Diskusikan bersama pasien perilaku kekerasan yang biasa
dilakukan pada saat marah secara: Verbal.
a. Terhadap orang lain.
b. Terhadap diri sendiri.
c. Terhadap lingkungan.
5. Diskusikan bersama pasien akibat perilakunya.
6. Latih pasien cara mengontrol perilaku kekerasan secara:
a. Patuh minum obat.
b. Fisik:tarik nafas dalam, pukul kasur dan batal.
c. Sosial/verbal: bicara yang baik: mengungkapkan, menolak
dan meminta rasa marahnya.
d. Spiritual: sholat/berdoa sesuai keyakinan pasien.
Tindakan keperawatan terhadap pasien dapat dilakukan minimal
empat kali pertemuan dan dilanjutkan sampai pasien dan keluarga
dapat mengontrol/mengendalikan perilaku kekerasan.

2.2.5 Evaluasi
Evaluasi berdasarkan Modul Keperawtan Jiwa (Nurhalima, 2016) :
1. Evaluasi kemampuan pasien mengatasi risiko perilaku
kekerasan berhasil apabila pasien dapat:

a. Menyebutkan penyebab, tanda dan gejala perilaku


kekerasan, perilaku kekerasan yangbiasadilakukan, dan
akibat dari perilaku kekerasan.

b. Mengontrol perilaku kekerasan secara teratur sesuai jadwal:


a) secara fisik: tarik nafas dalam dan pukul
bantal/kasur.
b) secara sosial/verbal: meminta, menolak, dan
mengungkapkan perasaan dengan cara baik.
c) secara spiritual.
d) terapi psikofarmaka.
c. Mengidentifikasi manfaat latihan yang dilakukan dalam
mencegah perilaku kekerasan.
BAB 3

ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Identitas Klien

Inisial : Tn. R
Alamat : Jln. Kenangan II A, Medan

Tanggal Pengkajian : 02 Juli 2021


Umur : 41 Tahun
Agama : Kristen Protestan
Status : Menikah
Infoment : Status pasien dan komunikasi dengan pasien

3.2 Keluhan Utama


Pasien mengatakan dirumah pasien suka marah-marah dan memecahkan
barang-barang dirumah. Dia juga kadang mengamuk kepada kakak dan
adiknya karena dipaksa minum obat. Klien juga mengatakan jika tidak di
awasi untuk minum obat maka obatnya tidak diminum, karena klien merasa
dirinya tidak sakit apa-apa.

3.3 Faktor Predisposisi


1. 2 tahun yang lalu pasien berpisah dengan istrinya, 2 orang anaknya
juga telah dibawa istrinya dan sampai sekarang tidak pernah ada
komunikasi. Pasien sebelumnya pernah mengalami gangguan jiwa
Pengobatan pasien sebelumnya kurang berhasil di sebabkan karena
tidak teratur minum obat. Maka dari itu pihak keluarga yaitu kakak
p a s i e n memindahkanya ke Yayasan Pemenang Jiwa. Tn. R

pertama kali di antar ke Yayasan Pemenang Jiwa pada bulan Februari


2021 dengan keluhan marah-marah, pandangan tajam hingga pernah
memukuli kakak dan adiknya sendiri, pasien suka menyendiri, jarang
mandi, hingga saat ini pasien sudah 4 bulan berada di Yayasan
Pemenang Jiwa. Pasien Juga megatakan tidak ada riwayat keluarga
mengalami penyakit yang di deritanya.
Masalah Keperatan : Risiko Perilaku Kekerasan.
3.4 Fisik
Pada saat dilakukan pemeriksaan fisik pada pasien, pasien tidak memiliki
pemeriksaan fisik, didapat hasil
TD : 110/70 mmHg
N : 82x/Menit
S : 36,50C
RR : 20x/Menit
TB : 169 cm
BB : 75 Kg

3.5 Psikososial
3.5.1 Genogram

Pasien merupakan anak ketiga dari 4 bersaudara, pasien memiliki 1 orang


anak laki laki.

Penjelasan : Pasien tinggal di Yayasan Pemenang Jiwa sudah 3 tahun


dengan alasan keluarga mengantar karena melakukan perilaku
kekerasan di rumah.

Masalah Keperawatan : Risiko Perilaku Kekerasan


3.5.2 Konsep Diri
a. Gambaran diri : Pasien mengatakan dia merasa minder dengan
tubuhnya karena ada bekas luka yang cukup besar
pada bagian lutut sebelah kanan akibat kecelakaan

b. Identitas : Pasien mengatakan dia lulusan dari


salah satu universitas yang berada di
Bandung dengan mengambil jurusan fisika
tahun 1999, dan berhasil menyelesaikannya.

c. Peran : Pasien mengatakan anak kelima dari enam


bersaudara.

d. Ideal diri : Pasien mengatakan menyadari sakitnya dan


ingin cepat sembuh.

e. Harga diri : Pasien mengatakan merasa dirinya di buang


oleh keluarganya.

Masalah Keperawatan : Harga Diri Rendah.


3.5.3 Hubungan Sosial

a. Orang yang berarti :

Pasien mengatakan bahwa keluarganya adalah orang yang


sangat berarti baginya terutama almarhum orangtuanya, pasien
juga mengatakan menyesal telah memukul kakaknya.

b. Peran serta dalam kegiatan kelompok/masyarakat :

Pasien mengatakan tidak mengikuti kegiatan di masyarakat


tetapi mengikuti kegiatan kelompok seperti beribadah bersama
di dalam Yayasan.

c. Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain :

Pasien mengatakan susah berinteraksi di luar lingkungan


yayasan karena diawasi sangat ketat. Tetapi untuk berinteraksi
di dalam yayasan pasien mengatakan tidak memiliki hambatan.

3.5.4 Spritual

a. Nilai dan Keyakinan : Pasien beragama kristen protestan dan


yakin dengan agamanya.

b. Kegiatan Ibadah : Selama dirawat di yayasan pemenang


jiwa pasien selalu ikut beribadah
terjadwal setiap harinya.

3.5.5 Status Mental


a. Penampilan
Penampilan pasien rapi seperti berpakaian biasa pada
umumnya.
b. Pembicaraan
Pasien berbicara lambat mengenggam.
Masalah Keperawatan : Risiko Perilaku Kekerasan.
c. Aktivitas motorik
Pasien mengatakan bisa melakukan aktivitas sehari-hari.
d. Alam perasaan
Pasien tidak mampu megespresikan perasaan sesuai kondisi
pada saat emosi.
Masalah keperawatan : Risiko Perilaku Kekerasan
e. Afek
Pasien merespon saat di panggil tetapi pandangan tajam.
Masalah Keperawatan : Risiko Perilaku Kekerasan.
f. Interaksi selama wawancara.
Selama diwawancara pasien bersifat koperatif.
g. Persepsi
Pasien mengatakan dia tidak mendengarkan suara yang
memicu amarahnya dan ingin memukul orang di sekitarnya.
Masalah Keperawatan : Gangguan Presepsi Sensori :
Halusinasi
h. Proses Pikir
Pasien mampu berbicara sesuai topik pembicaraan dan dapat
merespon umpan balik dan dapat mengulang hal penting yang
disampaikan perawat.
i. Isi Pikir
Pasien mengatakan ingin cepat sembuh dan pulang kerumah

j. Tingkat Kesadaran
Pasien tidak mengalami gangguan orientasi, pasien mengenali,
waktu, orang dan tempat.
k. Memori
Klien mampu mengingat kejadian-kejadian saat melakukan
pemukulan kepada kakak dan adiknya.
l. Tingkat Konsentrasi dan berhitung
Pasien mampu menjawab pertanyaan hitungan sederhana.
m. Kemampuan penilaian
Pasien dapa membedakan tempat yang bersih dan kotor.
n. Daya tilik diri
Pasien mengatakan sadar dirinya mengalami gangguan jiwa,
namun pasien mengingkarinya.

Masalah Keperawatan : Harga Diri Rendah.


3.6 Kebutuhan Persiapan Pulang
1. Makan, Minum, BAB/BAK
Pasien dapat mengambil makan dan minum dan dapat kekamar mandi
untuk BAB/BAK.
2. Mandi, Berpakaian /berhias
Pasien megatakan dapat mandi dan berpakaian secara mandiri.
3. Istrahat dan tidur
Tidur Siang lama 13.00 wib s/d 16.30 wib, tidur malam lama 22.00
wib s/d 05.00 wib, kegiatan sebelum/sesudah : Beribadah.

3.7 Mekanisme Koping


Pasien mengatakan jika pada saat pasien emosi selalu memukul beton
kamarnya.
Masalah Keperawatan : Risiko Perilaku Kekeran

3.8 Masalah Psikososial Dan Lingkungan


Pasien megatakan dukungan psikososial dan lingkungan di yayasan sangat
baik.

3.9 Pengetahuan Kurang Tentang


Pasien mengatakan jika sedang emosi akan melampiaskannya pada dinding
kamar.
Masalah Keperawatan : Risiko Perilaku Kekerasan.

3.10 Aspek Medis


Diagnosa Medik :

a. Risiko Perilaku Kekerasan


b. Perilaku kekerasan
Terapi Medik : 1. Pemberian/minum obat kepada pasien secara teratur.
a. Risperidon (RSP) tablet 2 mg 2x1.
b. Clozapine 12,5 mg 2x1
c. Depakote 15 mg/hari
3.11 Analisa Data
Masalah
No Identifikasi Data
Keperawatan
1. Ds : Risiko Perilaku
Kekerasan
Pasien mengatakan bahwa alasan kakaknya dulu
mengantarnya ke Yayasan Pemenang Jiwa
karena sering mengamuk dirumah, memecahkan
perabotan rumah, dan terkadang memukul orang
disekitarnya termasuk kakak dan adiknya.
Hingga saat ini belum di jemput untuk pulang
oleh keluarganya. Pasien Juga mengatakan
mungkin keluarganya masih takut kepadanya.
Do :
Pandangan tajam/melotot serta postur tubuh
kaku.
2. Ds : Gangguan
citra tubuh
Pasein mengatakan dia merasa malu dan minder
karena bekas luka yang cukup besar pada bagian
lutut sebelah kanan
Do :
Pasien selalu menutupi bekas luka tersebut.
3. Ds : Harga Diri
Rendah
Pasien megatakan sadar dirinya mengalami
gangguan jiwa, namun pasien menggikarinya.
Pasien juga mengatakan bahwa tidak ada orang
dilingkugannya yang dapat menerima dia
sepulang dari yayasan.
Do :
Pasien cemas secara sosial dan tampak sedih
3.12 Daftar Masalah Keperawatan
1. Risiko Perilaku Kekerasan.
2. Gangguan citra tubuh
3. Harga Diri Rendah.

3.13 Pohon Masalah


Risiko Perilaku
Kekerasan

Gangguan Citra Tubuh

Gangguan Konsep Diri


:Harga Diri Rendah Kronis

3.14 Diagnosa Prioritas


1. Risiko Perilaku Kekerasan.

3.15 Intervensi Keperawatan


Diagnosa
Tujuan Kriteria Hasil Intervensi
Keperawatan
Risiko Pasien dapat Ketika di evaluasi 1. Membina
Perilaku membina pasien mampu hubungan saling
Kekerasan. hubungan membalas salam, percaya dengan
saling tersenyum, ada cara menjelaskan
percaya. kontak mata serta maksud dan
menyediakan tujuan interaksi,
waktu untuk jelaskan tentang
kunjungan kontrak yang
berikutnya. akan di buat, beri
rasa aman dan
sikap empati.
2. Diskusi bersama
pasien tentang
perilaku
kekerasan,
penyebab, tanda
dan gejala
perilaku yang
muncul dan
akibat dari
perilaku tersebut.
Pasien dapat Pasien mampu Sp1 :
mengendalik menyebutan dan Latihan Melakukan
an menrekomendasik cara mengontrol
mengendalik an cara amarah :
an perilaku mengontrol a. Anjurkan teknik
kekerasan perilaku relaksasi nafas
dengan cara kekerasan dengan dalam.
relaksi nafas cara relaksasi b. Pukul bantal.
dalam dan nafas dalam dan
pukul pukul bantal.
bantal/kasur.
Pasien dapat Pasien mampu Sp2 :
mengendalik mengendalikan a. Bantu pasien
an perilaku perilaku mengotrol
kekerasan kekerasan dengan perilaku
dengan minum obat kekerasan
minum obat Risperidon (RSP) dengan minum
secara dengan teratur. obar secara teratu
teratur. 2x1 hari.
Pasien Pasien paham dan Sp3 :
paham dan mampu Bantu pasien
mampu menyampaikan mengontrol risiko
mengendalik amarah dengan perilaku kekerasan
an risiko cara berbicara dengan
perilaku dengan baik. menganjurkan pasien
kekerasan berbicara yang baik
dengan cara bila sedang marah,
berbicara dengan tiga cara :
dengan baik. b. Meminta sesuatu
dengan baik
tanpa marah.
c. Menolak sesuatu
dengan baik.
Mengungkapkan
perasaan kesal.
Pasien Pasien paham dan Sp4 :
paham dan mamu Pasien risiko
mampu mengendalikan perilaku kekerasan :
mengendalik risiko perilaku Diskusikan bersama
an risiko kekerasan dengna pasien cara
perilaku cara beribadah mengendalikan
kekerasan sesuai agama perilaku kekerasan
dengan cara yang di anut dengan cara
mempraktika pasien. beribadah.
n cara
spritual.
3.16 Implementasi dan Evaluasi
Hari/ Implementasi Evaluasi
Tgl
Jumat, 1. Data : S : Antusias dan Bersemangat.
02 Juli Tanda dan gejala : mudah marah-
2021. marah, mudah tersinggung, O :
10.30 tatapan sinis, suka menyendiri - Pasien mampu melakukan
Wib. merasa tidak di hargai. latihan tarik nafas dalam
dengan mendiri.
2. Diagnosa Keperawatan - Pasien mampu pukul bantal
a. Risiko perilaku kekerasan. dengan mandiri.
b. Perilaku kekerasan.
A : Risiko perilaku kekerasan (+).
3. Tindakan Perilaku Kekerasan
Sp1 : Risiko perilaku kekerasan. P : Latihan fisik :
- Mengidentifikasi penyebab - Tarik nafas dalam 1x/hari.
reisko perilaku kekerasan yaitu - Pukul kasur bantal 1x/hari.
jika memauan klien tidak
diturutin.
- Mengidentifikasi tanda dan
gejala risiko perilaku kekerasan
yaitu pasien marah, mengamuk
tanpa alasan yang jelas, merusak
barang-barang dan cenderung
melukai orang lain.
- Menyebutkan cara mengontrol
risiko perilaku kekerasan
dengan latihan fisik : Tarik
nafas dalam dan pukul bantal
kasur.
- Membantu pasien latihan tarik
nafas dalam dan pukul bantal.
4. RTL :
Sp2 : Risiko perilaku kekerasan.
- Mengontrol risiko perilaku
kekerasan dengan minum obat
secara teratur.
Sp3 : Risiko Perilaku Kekerasan.
- Komunikasi secara verbal :
Asertif/Bicara baik-baik
Senin, 1. Data : S : Senang dan Antusias.
05 Juli Tanda dan gejala : mudah marah-
2021. marah, mudah tersinggung, O :
10.30 tatapan sinis, merasa tidak - Pasien mampu melakukan
Wib. dihargai. tarik nafas dalam dengan
Kemampuan bermain alat musik mandiri.
gitar. - Pasien mampu pukul bantas
secara mandiri.
2. Diagnosa keperawatan - Pasien mampu mengontrol
- Risiko perilaku kekerasan amarah dengan minum obat
- Perilaku kekerasan secara teratur dengan bantuan
pengawas yayasan.
3. Tindakan keperawatan - Pasien mampu melakukan
Sp2 : Risiko Perilaku Kekerasan. komunikasi secara verbal :
a. Mengevaluasi kemampuan asertif/bicara baik-baik dengan
pasien tarik nafas dalam dan motivasi.
pukul kasur
b. Memberikan informasi A : Risiko Perilaku Kekerasan (+).
tentang pengguanaan obat.
Sp3 : Risiko Perilaku Kekerasan. P :
a. Mengevaluasi kemampuan - Latihan tarik nafas dalam
pasien untuk tarik nafas 1x/hari.
dalam dan pukul bantal - Latihan pukul bantal 1x/hari.
kasur. - Berobat
b. Minum obat - Pasien melakukan komunikasi
c. Komunikasi secara verbal : secara verbal : asertif/bicara
asertif/bicara baik-baik. baik-baik.
4. RTL :
Sp4 : Risiko Perilaku Kekerasan.
- Spritual : Beribadah.
Rabu, 1. Data : S : Senang.
07 Juli Tanda dan gejala : mudah marah-
2021. marah, mudah tersinggung, O :
10.00 tatapan sinis, merasa tidak - Pasien mampu melaksanakan
Wib. dihargai. Kemampuan yang kegiatan ibadah dengan baik,
dimiliki bermain alat musik gitar. misalnya berdoa dan mengikuti
kegiatan ibadah di dalam
2. Diagnosa Keperawatan yayasan.
- Risiko perilaku kekerasan.
- Perilaku kekerasan. A : Perilaku Kekerasan (+).

3. Tindakan Keperawatan. P:
Sp4 : Risiko Perilaku Kekerasan. - Latihan tarik nafas dalam
- Mengevaluasi kemampuan dan pukul kasur bantal
pasien dalam tarik nafas 2x/hari.
dalam dan pukul bantal kasur, - Berobat.
minum obat secara teratur dan - Latihan melakukan
berbicara baik-baik. komunikasi secara verbal :
- Melatih pasien untuk asertif/bicara baik-baik.
melakukan kegiatan spritual - Latihan pasien untuk
yang sudah diatur. melaksakan kegiatan
RTL : beribada seperti berdoa.
Risiko perilaku kekerasan : Follow
up dan evaluasi Sp 1-4 Risiko
Perilaku Kekerasan.
BAB 4

PEMBAHASA

Setelah mahasiwa melaksanakan asuhan keperawatan kepada Tn. R dengan Risiko


Perilaku Kekerasan/Perilaku Kekerasan di Yayasan Pemenang Jiwa Sumatera,
maka mahasiswa pada BAB ini akan membahas kesenjangan antara teoritis dan
tinjauan kasus. Pembahasan dimulai melalui tahapan prosess keperatan yaitu
pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan dan evalusi.

4.1 Tahap Pengkajian

Selama pengkajian dilakukan pengumpulan data dari beberapa sumber yaitu


dari pasien dan pengawas yayasan. Mahasiswa mendapat sedikit kesulitan
dalam mmenyimpulkan data kerena keluarga pasien jarang mengkunjungi
pasien di yayasan pemenang jiwa. Maka mahasiwa melakukan pendekatan
pada pasien melalui komunikasi terapeutik yang lebih terbuka membantu
pasien untuk memecahkan perasaannya dan juga melakukan observasi
kepada pasien. Ada pun upaya tersebut yaitu :

a. Melakukan pendekatan dan membina hubungan saling percaya diri pada


pasien agar pasien lebih terbuka dan lebih percaya dengan menggunakan
perasaan.

b. Mengadakan pengkajian pasien dengan wawancara dan tidak


menemukan kesenjangan karena di temukan hal sama seperti diteori
bahwasanya Perilaku kekerasan merupakan respon maladaptif dari
kemarahan, hasil dari kemarahan yang ekstrim ataupun panik. Perilaku
kekerasan yang timbul pada klien skizofrenia diawali dengan adanya
perasaan tidak berharga, takut,dan ditolak oleh lingkungan sehingga
individu akan menyingkir dari hubungan interpersonal dengan oran lain
(Pardede, Keliat & Yulia, 2015).
4.2 Tahap Perencanaan

Perencanaan dalam proses keperawatan lebih di kenal dengan asuhan


keperawatan yang merupakan tahap selanjutnya setelah pengkajian dan
penentuan diagnosa keperawatan. Pada tahap perencanaan mahasiswa hanya
menyusun rencan tindakan keperawatan Risiko Perilaku Kekerasan dan
Perilaku Kekerasan. Pada tahap ini antara tinjauan teoritis dan tinjauan
kasus tidak ada kesenjangan sehingga mahasiswa dapat melaksanakan
tindakan seoptimal mungkin di dukung dengan seringnya bimbingan dengan
pembimbing. Secara teoritis digunakan secara strategi pertemua sesuai
dengan diagnosa keperawatan yang muncul saat pengkajian. Adapun upaya
yang digunakan mahasiswa ialah :

1. Risiko Perilaku Kekerasan


a. Mengidentifikasikan isi Risiko Perilaku Kekerasan.
b. Mengidentifikasikan waktu terjadi Risiko Perilaku Kekerasan.
c. Mengidentifikasikan situasi pencetus Risiko Perilaku Kekerasan.
d. Mengidentifikasikan respon terhadap Risiko Perilaku Kekerasan.
e. Membantu pasien mempraktekkan latihan cara mengontrol Risiko
Perilaku Kekerasan dengan tarik nafas dalam dan pukul bantal.
f. Menjelaskan cara mengontrol Perilaku Kekerasan dengan minum
obat secara teratur.
g. Melatih pasien mengotrol Risiko Perilaku Kekerasan dengan
berbicara baik-baik dengan orang lain dan spritual.
h. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien.

4.3 Tahap Implementasi

Pada tahap implementasi mahasiswa hanya mengatasi masalah keperawatan


dengan diagnosa keperawatan Risiko perilaku Kekerasan/Perilaku
Kekerasan karena masalah utama yang dialami pasien. Pada diagnosa
keperawatan Risiko Perilaku Kekerasan/Perilaku Kekerasan strategi
pertemuan ialah mengidentifikasi perilaku kekerasan, mengotrol perilaku
kekerasan, dan cara tarik nafas dalam dan pukul bantal kasur. Strategi
pertemuan yang kedua ialah anjurkan minum obat secara teratur, strategi
pertemuan ketiga ialah latihan cara komunikasi secara verbal atau bicara
baik-baik dan strategi terakhir pertemuan keempat yaitu spritual.

4.4 Tahap Evaluasi

Pada tinjauan kasus evaluasi yang dihasilkan adalah :

1. Klien sudah dapat mengontrol dan mengidentifikasi Risiko Perilaku


Kekerasan.
2. Klien dapat mengendalikan Risiko Perilaku Kekerasan melalui latihan
fisik.
3. Klien dapat mengendalikan Risiko Perilaku Kekerasan dengan cara pergi
ke poli jiwa untuk mendapatkan minum obat.
4. Klien dapat mengendalikan Risiko Perilaku Kekerasan dengan berbicara
baik-baik dengan orang lain.
5. Klien dapat mengendalikan Risiko Perilaku Kekerasan dengan
melakukan spritual terjadwal.
BAB 5

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Setelah menguraikan tentang proses keperawatan pada Tn. R dan


disimpulkan bahwa pasien dapat mengontrol risiko perilaku kekerasan
dengan terapi yang di ajarkan oleh mahasiwa. Dimana pasien dapat
melakukan tarik nafas dalam, memukul bantal secara mandiri untuk
mengontrol amarahnya. Pasien juga minum obat secara teratur dan berbicara
secara baik-baik jika ingin meminta sesuatu atau melakukan penolakan,
hingga pasien dapat melakukan spritual sesuai ajaran agama yang dianut.

5.2 Saran

1. Diharapkan pada keluarga sering mengunjungi pasien selama waktu


perawatan karena dengan seringnya keluarga berkunjung, maka pasien
merasa berarti dan dibutuhkan dan juga setelah pulang keluarga harus
memperhatikan obat dikonsumsi serta membawa pasien kontrol secara
teratur kepelayanan kesehatan jiwa ataupun rumah sakit jiwa.

2. Bagi mahasiswa/mahasiwi agar lebih memperdalam ilmu pengetahuan


khusus tentang keperawatan jiwa.
DAFTAR PUSTAKA

Azis, N. R., Sukamto, E., & Hidayat, A. (2018). Pengerun Terapi De-Ekslasi
Terhadap Perubahan Perilaku Pasien dengan Resiko Perilaku
Kekerasan di Rumah Sakit Jiwa Daerah Atma Husada Mahakam
Samarinda. http://repository.poltekkes-kaltim.ac.id/id/eprint/797
Hastuti, R. Y., Agustina, N., & Widiyatmoko, W. (2019). Pengaruh restrain
terhadap penurunan skore panss EC pada pasien skizofrenia dengan
perilaku kekerasan. Jurnal Keperawatan Jiwa, 7(2), 135-144.
https://jurnal.unimus.ac.id/index.php/JKJ/article/view/4907/pdf
Kio, A. L., Wardana, G. H., & Arimbawa, A. G. R. (2020). Hubungan Dukungan
Keluarga terhadap Tingkat Kekambuhan Klien dengan Resiko
Perilaku Kekerasan. Caring: Jurnal Keperawatan, 9(1), 69-72.
http://ejournal.poltekkesjogja.ac.id/index.php/caring/article/view/5
92
Kemenkes RI. (2019). Riset Kesehatan Dasar, RISKESDAS.Jakarta: Kemenkes
RI.https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2019/10/08/persebar
an-prevalensi-skizofreniapsikosis-di-indonesia#
Musmini, S. (2019). Karya Ilmiah Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Klien Risiko
Perilaku Kekerasan Terintergrasi Dengan Keluarga Di Wilayah
Kerja Puskesmas Sempaja Samarinda. http://repository.poltekkes-
kaltim.ac.id/419/1/Siti%20Musmini.pdf
Muhith, A. (2015). Pendidikan keperawatan jiwa: Teori dan aplikasi. Penerbit
Andi.
Nurhalimah, Ns. (2016). Modul Keperawatan Jiwa. Jakarta.
Pardede, J. A. (2020, November 12). Standar Asuhan Keperawatan Jiwa Dengan
Masalah Risiko Perilaku. Kekerasan.
https://doi.org/10.31219/osf.io/we7zm
Pardede, J. A., & Laia, B. (2020). Decreasing Symptoms of Risk of Violent
Behavior in Schizophrenia Patients Through Group Activity
Therapy. Jurnal Ilmu Keperawatan Jiwa, 3(3), 291-300.
http://journal.ppnijateng.org/index.php/jikj/article/view/621/338
Pardede, J. A. (2013). Pengaruh Acceptance And Commitment Therapy Dan
Pendidikan Kesehatan Kepatuhan Minum Obat Terhadap Gejala,
Kemampuan Berkomitmen Pada Pengobatan Dasar Kepatuhan
Pasien Skizofrenia. https://www.researchgate.net/profile/Jek-
Amidos/347011273.pdf
Pardede, J. A., Siregar, L. M., & Halawa, M. (2020). Beban dengan Koping
Keluarga Saat Merawat Pasien Skizofrenia yang Mengalami
Perilaku Kekerasan. Jurnal Kesehatan, 11(2), 189-196.
http://dx.doi.org/10.26630/jk.v11i2.1980
Pardede, J. A., Simanjuntak, G. V., & Laia, R. (2020). The Symptoms of Risk of
Violence Behavior Decline after Given Prgressive Muscle
Relaxation Therapy on Schizophrenia Patients. Jurnal Ilmu
Keperawatan Jiwa, 3(2), 91-100.
http://dx.doi.org/10.32584/jikj.v3i2.534
Pardede, J. A., Siregar, L. M., & Hulu, E. P. (2020). Efektivitas Behaviour
Therapy Terhadap Risiko Perilaku Kekerasan Pada Pasien
Skizofrenia Di Rumah Sakit Jiwa Prof. Dr. Muhammad Ildrem
Provsu Medan. Jurnal Mutiara Ners, 3(1), 8-14.
http://114.7.97.221/index.php/NERS/article/view/1005
Pardede, J. A., Keliat, B.A., & Yulia, I. (2015). Kebutuhan Dan Komitmen Klien
Skizofrenia Meningkat Setelah Diberkan Acceptance And
Commitment Therapy Dan Pendidikan Kesehatan Kepatuhan
Minum Obat. Jurnal Keperawatan Indonesia, 3(18), 157-166.
http://dx.doi.org/10.7454/jki.v18i3.419
Parwati, I. G., Dewi, P. D., & Saputra, I. M. (2018). Asuhan Keperawatan
PerilakuKesehatan.https://www.academia.edu/37678637/ASUHAN
_KEPERAWATAN_PERILAKU_KEKERASAN
Pitayanti, A., & Hartono, A. (2020). Sosialisasi Penyakit Skizofrenia Dalam
Rangka Mengurangi Stigma Negatif Warga di Desa Tambakmas
Kebonsari-Madiun. Journal of Community Engagement in
Health, 3(2), 300-303.
https://jceh.org/index.php/JCEH/article/view/83/78
Putri, M., Arif, Y., & Renidayati, R. (2020). Pengaruh Metode Student Team
Achivement Division Terhadap Pencegahan Perilaku Kekerasan.
Media Bina Ilmia,14(10), 3317-3326.
http://ejurnal.binawakya.or.id/index.php/MBI/article/view/554/pdf
Suryenti, V. (2017). Dukungan Dan Beban Keluarga Dengan Kemampuan
Keluarga Merawat Pasien Resiko Perilaku Kekerasan Di Klinik
Jiwa Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jambi Tahun 2017. Jurnal
Psikologi Jambi, 2(2), 39-46. https://www.online-
journal.unja.ac.id/jpj/article/view/4795
Suerni, T., & Livana, P. H. (2019). Respons Pasien Perilaku Kekerasan. Jurnal
Penelitian Perawat Profesional, 1(1), 41-46.
https://doi.org/10.37287/jppp.v1i1.16
WHO, (2019). Schizophrenia. Retrieved from. https://www.who.int/news-
room/fact-sheets/%20detail/schizophrenia
Wulansari, E.M & Sholiha, M. M. (2021). Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Pasien
Dengan Risiko Perilaku Kekerasan di Rumah Sakit Daerah dr Arif
Zainuddin Surakarta (Doctoral dissertation, Universitas Kusuma
Husada Surakarta). http://eprints.ukh.ac.id/id/eprint/1020

Anda mungkin juga menyukai