Anda di halaman 1dari 13

SOP/PROSEDUR PENGAMBILAN SPESIMEN URINE

Pengertia Pengambilan dan pendistribusian specimen urine dalam


n keadaan steril dan aman sebagai bahan pemeriksaan
laboratorium

Tujuan Sebagai acuan dalam menentukan diagnose dan


pengobatan yang tepat bagi pasien.

Kebijakan1. Adanya perawat yang diberi tanggung jawab untuk


kegiatan laboratorium pada jam kerja laboratorium.

2. Menyediakan spesimen dahak untuk pemeriksaan kultur


dahak atau cek BTA.

3. Adanya indikasi pasien untuk pemeriksaan urine lengkap


atau kultur urine atau elektrolit urine.

Prosedur Persipan Peralatan :

1. Water for injeksi

2. Folley kateter

3. Sarung tangan steril

4. Botol specimen urine

5. Sarung tangan bersih

6. Urine bag

7. Spuit

8. Arteri klem

Penatalaksanaan :

1. Mencatat nama pasien dan macam pemeriksaan di buku


pemeriksaan laboratorium

2. Mengisi formulir permintaan pemeriksaan laboratorium


sesuai dengan jenis pemeriksaan untuk laborat luar jika
hari libur atau Cito 24 jam (dilakukan oleh perawat
ruangan atau dokter).

3. Petugas laboratorium Menyediakan tempat penampungan


bahan pemeriksaan dan masing-masing tempat diberi
etiket yang lengkap dan jenis meliputi :

a. Nama pasien

b. Tanggal lahir

c. Tanggal pengambilan

d. Ruang rawat

4. Perawat atau asisten perawat mengantar spesimen ke


laborat.

5. Pemeriksaan cito dapat dilakukan sesuai kebutuhan dan


kapan saja pengambilan bahannya oleh petugas ruangan
untuk dikirim kelaborat luar

6. Petugas laborat menulis hasil laborat di lembar hasil


pemeriksaan laboratorium.

7. Petugas rawat inap mengumpulkan dengan lembar status


pasien

Unit Laboratorium, Rawat Inap, Instalasi Gawat Darurat


terkait
PERSIAPAN PENGAMBILAN
SPESIMEN URINE
Febrina Kaban 08:28 KDK, Materi Kuliah
A. Pengertian Urine

Urine atau air seni atau air kencing adalah cairan sisa yang diekskresikan oleh ginjal yang
kemudian akan dikeluarkan dari dalam tubuh melalui proses urinasi. Pengeluaran urine
diperlukan untuk membuang molekul-molekul sisa dalam darah yang disaring oleh ginjal dan
untuk menjaga homeostasis cairan tubuh. Secara umum urine berwarna kuning. Urine encer
warna kuning pucat (kuning jernih), urine kental berwarna kuning pekat, dan urine baru/segar
berwarna kuning jernih. Urine yang didiamkan agak lama akan berwarna kuning keruh.Urine
berbau khas jika dibiarkan agak lama berbau ammonia. Ph urine berkisar antara 4,8 7,5,
urine akan menjadi lebih asam jika mengkonsumsi banyak protein, dan urine akan menjadi
lebih basa jika mengkonsumsi banyak sayuran. Berat jenis urine 1,002 1,035. Secara
kimiawi kandungan zat dalan urine diantaranya adalah sampah nitrogen (ureum, kreatinin dan
asam urat), asam hipurat zat sisa pencernaan sayuran dan buah, badan keton zat sisa
metabolisme lemak, ion-ion elektrolit (Na, Cl, K, Amonium, sulfat,Ca dan Mg), hormon, zat
toksin (obat, vitamin dan zat kimia asing), zat abnormal (protein, glukosa, sel darah Kristal
kapur dsb). Volume urine normal per hari adalah 900 1400 ml, volume tersebut dipengaruhi
banyak faktor diantaranya suhu, zat-zat diuretika (teh, alcohol, dan kopi), jumlah air minum,
hormon ADH, dan emosi.

B. Tujuan dari pemeriksaan spesimen urine adalah

1. Untuk mengetahui adanya kelainan urine secara langsung. Urine akan diambil
sebagai spesimen atau sampel laboratorium apabila diperlukan. Beberapa kasus yang
memerlukan sampel urine adalah diabetes, proteinuria, dan adanya gangguan ginjal.

2. Untuk membantu penegakan dini diagnosa awal. Urine terdiri dari air dengan
bahan terlarut berupa sisa metabolisme (seperti urea), garam terlarut, dan materi
organik. Cairan dan materi pembentuk urine berasal dari darah atau cairan interstisial.
Komposisi urine berubah sepanjang proses reabsorpsi ketika molekul yang penting
bagi tubuh, misal glukosa, diserap kembali ke dalam tubuh melalui molekul
pembawa. Cairan yang tersisa mengandung urea dalam kadar yang tinggi dan
berbagai senyawa yang berlebih atau berpotensi racun yang akan dibuang keluar
tubuh. Materi yang terkandung di dalam urine dapat diketahui melalui urinalisis. Urea
yang dikandung oleh urine dapat menjadi sumber nitrogen yang baik untuk tumbuhan
dan dapat digunakan untuk mempercepat pembentukan kompos.

C. Faktor yang Mempengaruhi Proses Urinasi


a. Faktor Internal
1. Hormon Antideuritik (ADH).
Hormon antideuritik dikeluarkan oleh kelenjar saraf hipofifis (neuroehipofisis). Pengeluaran
hormon ini ditentukan oleh reseptor khusus di dalam otak yang secara terus menerus
mengendalikan tekananan osmotik darah (kesetimbangan konsentrasi air dalam darah). Oleh
karena itu, hormon ini akan mempengaruhi proses reabsorpsi air pada tubulus kontortus
distal, sehingga permeabilitas sel terhadap air akan meningkat. Oleh karena cara bekerja dan
pengaruhnya inilah, hormon tersebut disebut sebagai hormon antideuritik. Jika tekanan
osmotik darah naik, yaitu pada saat dalam keadaan dehidrasi atau kekurangan cairan tubuh
(saat kehausan atau banyak mengeluarkan keringat), konsentrasi air dalam darah akan turun.
Akibat dari kondisi tersebut, sekresi ADH meningkat dan dialirkan oleh darah menuju ke
ginjal. ADH selain meningkatkan permeabilitas sel terhadap air, juga mengkatkan
permeabilitas saluran pengumpul, sehingga memperbesar sel saluran pengumpul. Dengan
demikian air akan berdifusi ke luar dari pipa pengumpul, lalu masuk ke dalam darah.
Keadaan tersebut akan berusaha memulihkan konsentrasi air dalam darah. Namun akibatnya,
urine yang dihasilkan menjadi sedikit dan lebih pekat.
2. Hormon Insulin Hormon insulin adalah hormon yang dikeluarkan oleh pulau langerhans
dalam pankreas. Hormon insulin berfungsi mengatur gula dalam darah. Penderita kencing
manis (diabetes mellitus) memiliki konsentrasi hormon insulin yang rendah, sehingga kadar
gula dalam darah akan tinggi. Akibatnya terjadi gangguan reabsorpsi di dalam urine masih
terdapat glukosa.
3. Saraf Stimulus pada saraf ginjal akan menyebabkan penyempitan duktus
afferen. Hal ini menyebabkan aliran darah ke glomerulus menurun dan tekanan darah
menurun sehingga filtrasi kurang efektif. Hasilnya urine yang diproduksi meningkat.
4. Tonus otot
Tonus otot yang memiliki peran penting dalam membantu proses berkemih adalah otot
kandung kemih, otot abdomen dan pelvis. Ketiganya sangat berperan dalam kontraksi
pengontrolan pengeluaran urine.
5) Usia
Pengeluaran urine usia balita lebih sering karena balita belum bisa mengendalikan
rangsangan untuk miksi dan makanan balita lebih banyak berjenis cairan sehingga urine yang
dihasilkan lebih banyak sedangkan pengeluaran urine pada lansia lebih sedikit karena setelah
usia 40 tahun, jumlah nefron yang berfungsi biasanya menurun kira-kira 10% tiap tahun.

b. Faktor Eksternal
1) Zat-zat diuretik
Misalnya teh, kopi, atau alkohol dapat menghambat reabsorpsi ion Na+. Akibatnya ADH
berkurang sehingga reabsorpsi air terhambat dan volume urine meningkat.
2) Suhu lingkungan
Ketika suhu sekitar dingin, maka tubuh akan berusaha untuk menjaga suhunya dengan
mengurangi jumlah darah yang mengalir ke kulit sehingga darah akan lebih banyak yang
menuju organ tubuh, di antaranya ginjal. Apabila darah yang menuju ginjal jumlahnya
samakin banyak, maka pengeluaran air kencing pun banyak.
3) Gejolak emosi dan stress
Jika seseorang mengalami stress, biasanya tekanan darahnya akan meningkat sehingga
banyak darah yang menuju ginjal. Selain itu, pada saat orang berada dalam kondisi emosi,
maka kandung kemih akan berkontraksi. Dengan demikian, maka timbullah hasrat ingin
buang air kecil.
4) Jumlah air yang diminum
Jumlah air yang diminum tentu akan mempengaruhi konsentrasi air dalam darah. Jika
meminum banyak air, konsentrasi air dalam darah akan tinggi, dan kosentrasi protein dalam
darah menurun, sehingga filtrasi menjadi berkurang. Selain itu, keadaan seperti ini
menyebabkan darah lebih encer, sehingga sekresi ADH akan berkurang. Menurunnya filtrasi
dan berkurangnya ADH akan menyebabkan menurunnya penyerapan air, sehingga urine yang
dihasilkan akan meningkat dan encer.
5) Kondisi penyakit
Kondisi penyakit dapat memengaruhi produksi urine, seperti diabetes melitus.
6) Life Style dan aktivitas
Seorang yang suka berolahraga, urine yang terbentuk akan lebih sedikit dan lebih pekat
karena cairan lebih banyak digunakan untuk membentuk energi sehingga cairan yang
dikeluarkan lebih banyak dalam bentuk keringat.

D. Pemeriksaan Urine
Yang dimaksud dengan pemeriksaan urine rutin adalah pemeriksaan makroskopik,
mikroskopik dan kimia urine yang meliputi pemeriksaan protein dan glukosa. Sedangkan
yang dimaksud dengan pemeriksaan urine lengkap adalah pemeriksaan urine rutin yang
dilengkapi dengan pemeriksaan benda keton, bilirubin, urobilinogen, darah samar dan nitrit.
1. Pemeriksaan Makroskopik
Tes makroskopik dilakukan dengan cara visual. Pada tes ini biasanya menggunakan reagen
strip yang dicelupkan sebentar ke dalam urine lalu mengamati perubahan warna yang terjadi
pada strip dan membandingkannya dengan grafik warna standar. Tes ini bertujuan
mengetahui Warna, Kejernihan, bau,Volume pH, berat jenis (BJ), glukosa, protein, bilirubin,
urobilinogen, darah, keton, nitrit dan lekosit esterase.

1. Volume urine. Banyak sekali faktor yang mempengaruhi volume urine seperti umur,
berat badan, jenis kelamin, makanan dan minuman, suhu badan, iklim dan aktivitas
orang yang bersangkutan. Rata-rata di daerah tropik volume urine dalam 24 jam
antara 800--1300 ml untuk orang dewasa. Bila didapatkan volume urine selama 24
jam lebih dari 2000 ml maka keadaan itu disebut poliuri. Bila volume urine selama 24
jam 300--750 ml maka keadaan ini dikatakan oliguri, keadaan ini mungkin didapat
pada diarrhea, muntah -muntah, deman edema, nefritis menahun. Anuri adalah suatu
keadaan dimana jumlah urine selama 24 jam kurang dari 300 ml. Hal ini mungkin
dijumpai pada shock dan kegagalan ginjal

2. Warna urin. Warna urine ditentukan oleh besarnya dieresis. Makin besar dieresis,
makin muda warna urine itu. Biasanya warna urine normal berkisar antara kuning
muda dan kuning tua. Warna itu disebabkan oleh beberapa macam zat warna, terutama
urochrom dan urobilin. Jika didapat warna abnormal disebabkan oleh zat warna yang
dalam keadaan normal pun ada, tetapi sekarang ada dalam jumlah besar.
Kemungkinan adanya zat warna abnormal, berupa hasil metabolisme abnormal, tetapi
mungkin juga berasal dari suatu jenis makanan atau obat-obatan. Beberapa keadaan
warna urine mungkin baru berubah setelah dibiarkan

3. Berat jenis urine. Pemeriksaan berat jenis urine bertalian dengan faal pemekatan
ginjal, dapat dilakukan dengan berbagai cara yaitu dengan memakai falling drop,
gravimetri, menggunakan pikno meter, refraktometer dan reagens 'pita'

4. Bau urine. Bau urine normal disebabkan oleh asam organik yang mudah menguap.
Bau yang berlainan dapat disebabkan oleh makanan seperti jengkol, petai, obat-obatan
seperti mentol, bau buah-buahan seperti pada ketonuria.

5. pH urine. Penetapan pH diperlukan pada gangguan keseimbangan asam basa, karena


dapat memberi kesan tentang keadaan dalam badan. pH urine normal berkisar antar
4,5 - 8,0. Selain itu penetapan pH pada infeksi saluran kemih dapat memberi petunjuk
ke arah etiologi. Pada infeksi oleh Escherichia coli biasanya urine bereaksi asam,
sedangkan pada infeksi dengan kuman Proteus yang dapat merombak ureum menjadi
atnoniak akan menyebabkan urine bersifat basa

6. Buih. Buih pada urine normal berwarna putih. Jika urine mudah berbuih,
menunjukkan bahwa urine tersebut mengandung protein. Sedangkan jika urine
memiliki buih yang berwarna kuning, hal tersebut disebabkan oleh adanya pigmen
empedu(bilirubin) dalam urine

2. Pemeriksaan Mikroskopik
Tes mikroskopik dilakukan dengan memutar (centrifuge) urine lalu mengamati endapan urine
di bawah mikroskop. Tes ini bertujuan untuk mengetahui :
(1) unsur-unsur organik (sel-sel : eritrosit, lekosit, epitel), silinder, silindroid, benang lendir;
(2) unsur anorganik (kristal, garam amorf);
(3) elemen lain (bakteri, sel jamur, parasit Trichomonas sp., spermatozoa).
Yang dimaksud dengan pemeriksaan mikroskopik urin yaitu pemeriksaan sedimen urin. Ini
penting untuk mengetahui adanya kelainan pada ginjal dan saluran kemih serta berat
ringannya penyakit.

1. Eritrosit. Dalam keadaan normal, terdapat 0 2 sel eritrosit dalam urine. Jumlah
eritrosit yang meningkat menggambarkan adanya trauma atau perdarahan pada ginjal
dan saluran kemih, infeksi, tumor, batu ginjal.

2. Lekosit. Dalam keadaan normal, jumlah lekosit dalam urine adalah 0 4 sel.
Peningkatan jumlah lekosit menunjukkan adanya peradangan, infeksi atau tumor.

3. Epitel. Ini adalah sel yang menyusun permukaan dinding bagian dalam ginjal dan
saluran kemih. Sel-sel epitel hampir selalu ada dalam urine, apalagi yang berasal dari
kandung kemih (vesica urinary), urethra dan vagina.

4. Silinder (cast). Ini adalah mukoprotein yang dinamakan protein Tam Horsfal yang
terbentuk di tubulus ginjal. Terdapat beberapa jenis silinder, yaitu : silinder hialin,
silinder granuler, silinder eritrosit, silinder lekosit, silinder epitel dan silinder lilin
(wax cast). Silinder hialin menunjukkan kepada iritasi atau kelainan yang ringan.
Sedangkan silinder-silinder yang lainnya menunjukkan kelainan atau kerusakan yang
lebih berat pada tubulus ginjal.

5. Kristal. Dalam keadaan fisiologik / normal, garam-garam yang dikeluarkan bersama


urine (misal oksalat, asam urat, fosfat, cystin) akan terkristalisasi (mengeras) dan
sering tidak dianggap sesuatu yang berarti. Pembentukan kristal atau garam amorf
dipengaruhi oleh jenis makanan, banyaknya makanan, kecepatan metabolisme dan
konsentrasi urine (tergantung banyak-sedikitnya minum).Yang perlu diwaspadai jika
kristal-kristal tersebut ternyata berpotensi terhadap pembentukan batu ginjal. Batu
terbentuk jika konsentrasi garam-garam tersebut melampaui keseimbangan kelarutan.
Butir-butir mengendap dalam saluran urine, mengeras dan terbentuk batu.

6. Silindroid. Ini adalah material yang menyerupai silinder. Tidak memiliki arti yang
banyak, mungkin sekali berrati adanya radang yang ringan.

7. Benang lendir (mucus filaments). Ini didapat pada iritasi permukaan selaput lendir
saluran kemih.
8. Spermatozoa. Bisa ditemukan dalam urine pria atau wanita dan tidak memiliki arti
klinik.

9. Bakteri. Bakteri yang dijumpai bersama lekosit yang meningkat menunjukkan


adanya infeksi dan dapat diperiksa lebih lanjut dengan pewarnaan Gram atau dengan
biakan (kultur) urin untuk identifikasi. Tetapi jika ada bakteri namun sedimen
bersih, kemungkinan itu merupakan cemaran (kontaminasi) saja.

10. Sel jamur . Menunjukkan infeksi oleh jamur (misalnya Candida) atau mungkin hanya
cemaran saja.

11. Trichomonas sp. Ini adalah parasit yang bila dijumpai dalam urin dapat menunjukkan
infeksi pada saluran kemih pada laki-laki maupun perempuan.

3. Pemeriksaan Kimia Urine


Di samping cara konvensional, pemeriksaan kimia urin dapat dilakukan dengan cara yang
lebih sederhana dengan hasil cepat, tepat, spesifik dan sensitif yaitu memakai reagens pita.
Reagens pita (strip) dari berbagai pabrik telah banyak beredar di Indonesia. Reagens pita ini
dapat dipakai untuk pemeriksaan pH, protein, glukosa, keton, bilirubin, darah, urobilinogen
dan nitrit.

1. Pemeriksaan glukosa. Dalam urine dapat dilakukan dengan memakai reagens pita.
Selain itu penetapan glukosa dapat dilakukan dengan cara reduksi ion cupri menjadi
cupro. Dengan cara reduksi mungkin didapati hasil positip palsu pada urin yang
mengandung bahan reduktor selain glukosa seperti : galaktosa, fruktosa, laktosa,
pentosa, formalin, glukuronat dan obat-obatan seperti streptomycin, salisilat, vitamin
C. Cara enzimatik lebih sensitif dibandingkan dengan cara reduksi. Cara enzimatik
dapat mendeteksi kadar glukosa urin sampai 100 mg/dl, sedangkan pada cara reduksi
hanya sampai 250 mg/dl.

2. Benda- benda keton, dalam urin terdiri atas aseton, asam asetoasetat dan asam 13-
hidroksi butirat. Karena aseton mudah menguap, maka urin yang diperiksa harus
segar. Pemeriksaan benda keton dengan reagens pita ini dapat mendeteksi asam
asetoasetat lebih dari 5--10 mg/dl, tetapi cara ini kurang peka untuk aseton dan tidak
bereaksi dengan asam beta hidroksi butirat. Hasil positif palsu mungkin didapat bila
urine mengandung bromsulphthalein, metabolit levodopa dan pengawet 8-hidroksi-
quinoline yang berlebihan. Dalam keadaan normal pemeriksaan benda keton dalam
urin negatif. Pada keadaan puasa yang lama, kelainan metabolisme karbohidrat seperti
pada diabetes mellitus, kelainan metabolisme lemak didalam urin didapatkan benda
keton dalam jumlah yang tinggi.

3. Pemeriksaan bilirubin. Dalam urine berdasarkan reaksi antara garam diazonium


dengan bilirubin dalam suasana asam, yang menimbulkan warna biru atau ungu tua.
Garam diazonium terdiri dari p-nitrobenzene diazonium dan p-toluene sulfonate,
sedangkan asam yang dipakai adalah asam sulfo salisilat. Adanya bilirubin 0,05-1
mg/dl urine akan memberikan basil positif dan keadaan ini menunjukkan kelainan hati
atau saluran empedu. Hasil positif palsu dapat terjadi bila dalam urin terdapat
mefenamic acid, chlorpromazine dengan kadar yang tinggi sedangkan negatif palsu
dapat terjadi bila urin mengandung metabolit pyridium atau serenium.
4. Pemeriksaan urobilinogen. Dengan reagens pita perlu urin segar. Dalam keadaan
normal kadar urobilinogen berkisar antara 0,1 - 1,0 Ehrlich unit per dl urin.
Peningkatan ekskresi urobilinogen urin mungkin disebabkan oleh kelainan hati,
saluran empedu atau proses hemolisa yang berlebihan di dalam tubuh. Dalam keadaan
normal tidak terdapat darah dalam urin, adanya darah dalam urin mungkin disebabkan
oleh perdarahan saluran kemih atau pada wanita yang sedang haid. Dengan
pemeriksaan ini dapat dideteksi adanya 150-450 ug hemoglobin per liter urin. Tes ini
lebih peka terhadap hemoglobin daripada eritrosit yang utuh sehingga perlu dilakukan
pula pemeriksaan mikroskopik urin. Hasil negatif palsu bila urin mengandung vitamin
C lebih dari 10 mg/dl. Hasil positif palsu didapatkan bila urin mengandung oksidator
seperti hipochlorid atau peroksidase dari bakteri yang berasal dari infeksi saluran
kemih atau akibat pertumbuhan kuman yang terkontaminasi.

D. Jenis Sampel Urine

1. Urine sewaktu / urine acak (random). Urine sewaktu adalah urine yang dikeluarkan
setiap saat dan tidak ditentukan secara khusus. Mungkin sampel encer, isotonik, atau
hipertonik dan mungkin mengandung sel darah putih, bakteri, dan epitel skuamosa
sebagai kontaminan. Jenis sampel ini cukup baik untuk pemeriksaan rutin tanpa
pendapat khusus.

2. Urine pagi. Pengumpulan sampel pada pagi hari setelah bangun tidur, dilakukan
sebelum makan atau menelan cairan apapun. Urine satu malam mencerminkan
periode tanpa asupan cairan yang lama, sehingga unsur-unsur yang terbentuk
mengalami pemekatan. Urine pagi baik untuk pemeriksaan sedimen dan pemeriksaan
rutin serta tes kehamilan berdasarkan adanya HCG (human chorionic gonadothropin)
dalam urine.

3. Urine tampung 24 jam. Urine tampung 24 jam adalah urine yang dikeluarkan selama
24 jam terus-menerus dan dikumpulkan dalam satu wadah. Urine jenis ini biasanya
digunakan untuk analisa kuantitatif suatu zat dalam urine, misalnya ureum, kreatinin,
natrium, dsb. Urine dikumpulkan dalam suatu botol besar bervolume 1.5 liter dan
biasanya dibubuhi bahan pengawet, misalnya toluene.

D. Wadah Spesimen
Wadah untuk menampung spesimen urine sebaiknya terbuat dari bahan plastik, tidak mudah
pecah, bermulut lebar, dapat menampung 10-15 ml urine dan dapat ditutup dengan rapat.
Selain itu juga harus bersih, kering, tidak mengandung bahan yang dapat mengubah
komposisi zat-zat yang terdapat dalam urine

D. Prosedur Pengumpulan Sampel Urine


Pengambilan spesimen urine dilakukan oleh penderita sendiri (kecuali dalam keadaan yang
tidak memungkinkan). Sebelum pengambilan spesimen, penderita harus diberi penjelasan
tentang tata cara pengambilan yang benar. Spesimen urine yang ideal adalah urine pancaran
tengah (midstream), di mana aliran pertama urine dibuang dan aliran urine selanjutnya
ditampung dalam wadah yang telah disediakan. Pengumpulan urine selesai sebelum aliran
urine habis. Aliran pertama urine berfungsi untuk menyiram sel-sel dan mikroba dari luar
uretra agar tidak mencemari spesimen urine. Sebelum dan sesudah pengumpulan urine,
pasien harus mencuci tangan dengan sabun sampai bersih dan mengeringkannya dengan
handuk, kain yang bersih atau tissue. Pasien juga perlu membersihkan daerah genital sebelum
berkemih. Wanita yang sedang haid harus memasukkan tampon yang bersih sebelum
menampung spesimen. Pasien yang tidak bisa berkemih sendiri perlu dibantu orang lain (mis.
keluarga atau perawat). Orang-orang tersebut harus diberitahu dulu mengenai cara
pengumpulan sampel urin, mereka harus mencuci tangannya sebelum dan sesudah
pengumpulan sampel, menampung urine midstream dengan baik. Untuk pasien anak-anak
mungkin perlu dipengaruhi/dimaotivasi untuk mengeluarkan urine. Pada pasien bayi dipasang
kantung penampung urine pada genitalia. Pada kondisi tertentu, urine kateter juga dapat
digunakan. Dalam keadaan khusus, misalnya pasien dalam keadaan koma atau pasien gelisah,
diperlukan kateterisasi kandung kemih melalui uretra. Prosedur ini menyebabkan 1 - 2 %
risiko infeksi dan menimbulkan trauma uretra dan kandung kemih. Untuk menampung urine
dari kateter, lakukan desinfeksi pada bagian selang kateter dengan menggunakan alkohol
70%. Aspirasi urine dengan menggunakan spuit sebanyak 10 12 ml. Masukkan urine ke
dalam wadah dan tutup rapat. Segera kirim sampel urine ke laboratorium. Untuk
mendapatkan informasi mengenai kadar analit dalam urine biasanya diperlukan sampel urine
24 jam.

Cara pengumpulan urine 24 jam adalah :

1. Pada hari pengumpulan, pasien harus membuang urine pagi pertama. Catat tanggal
dan waktunya. Semua urine yang dikeluarkan pada periode selanjutnya ditampung.

2. Jika pasien ingin buang air besar, kandung kemih harus dikosongkan terlebih dahulu
untuk menghindari kehilangan air seni dan kontaminasi feses pada sampel urin
wanita.

3. Keesokan paginya tepat 24 jam setelah waktu yang tercatat pada wadah, pengumpulan
urine dihentikan.

4. Spesimen urine sebaiknya didinginkan selama periode pengumpulan.

Cara pengambilan sampel urine clean-catch pada pasien wanita :

1. Pasien harus mencuci tangannya dengan memakai sabun lalu mengeringkannya


dengan handuk, kain yang bersih atau tissue.

2. Tanggalkan pakaian dalam, lebarkan labia dengan satu tangan

3. Bersihkan labia dan vulva menggunakan kasa steril dengan arah dari depan ke
belakang

4. Bilas dengan air bersih dan keringkan dengan kasa steril yang lain.

5. Selama proses ini berlangsung, labia harus tetap terbuka dan jari tangan jangan
menyentuh daerah yang telah dibersihkan.

6. Keluarkan urine, aliran urine yang pertama dibuang. Aliran urine selanjutnya
ditampung dalam wadah steril yang telah disediakan. Pengumpulan urine selesai
sebelum aliran urine habis. Diusahakan agar urine tidak membasahi bagian luar
wadah.
7. Wadah ditutup rapat dan segera dikirim ke laboratorium.

Cara pengambilan urine clean-catch pada pasien pria :

1. Pasien harus mencuci tangannya dengan memakai sabun lalu mengeringkannya


dengan handuk, kain yang bersih atau tissue.

2. Jika tidak disunat, tarik preputium ke belakang. Keluarkan urine, aliran urine yang
pertama dibuang. Aliran urine selanjutnya ditampung dalam wadah steril yang telah
disediakan. Pengumpulan urine selesai sebelum aliran urine habis. Diusahakan agar
urine tidak membasahi bagian luar wadah.

3. Wadah ditutup rapat dan segera dikirim ke laboratorium.

Aspirasi jarum suprapubik transabdominal kandung kemih merupakan cara mendapatkan


sampel urine yang paling murni. Pengumpulan urine aspirasi suprapubik harus dilakukan
pada kandung kemih yang penuh.

1. Lakukan desinfeksi kulit di daerah suprapubik dengan Povidone iodine 10%


kemudian bersihkan sisa Povidone iodine dengan alkohol 70%

2. Aspirasi urine tepat di titik suprapubik dengan menggunakan spuit

3. Diambil urine sebanyak 20 ml dengan cara aseptik/suci hama (dilakukan oleh


petugas yang berkompenten)

4. Masukkan urine ke dalam wadah yang steril dan tutup rapat.

5. Segera dikirim ke laboratorium.

G. Macam-macam Pemeriksaan Sampel Urine


Bahan urine untuk pemeriksaaan harus segar dan sebaiknya diambil pagi hari. Bahan urine
dapat diambil dengan cara punksi suprapubik (suprapubic puncture=spp), dari kateter dan
urin porsi tengah (midstream urine). Bahan urine yang paling mudah diperoleh adalah urin
porsi tengah yang ditampung dalam wadah bermulut lebar dan steril.

1. Punksi Suprapubik. Pengambilan urine dengan punksi suprapubik dilakukan


pengambilan urine langsung dari kandung kemih melalui kulit dan dinding perut
dengan semprit dan jarum steril. Yang penting pada punksi suprapubik ini adalah
tindakan antisepsis yang baik pada daerah yang akan ditusuk, anestesi lokal pada
daerah yang akan ditusuk dan keadaan asepsis harus selalu dijaga. Bila keadaan
asepsis baik, maka bakteri apapun dan berapapun jumlah koloni yang tumbuh pada
biakan, dapat dipastikan merupakan penyebab ISK.

2. Kateter Bahan urin dapat diambil dari kateter dengan jarum dan semprit yang
steril. Pada cara ini juga penting tindakan antisepsis pada daerah kateter yang akan
ditusuk dan keadaan asepsis harus selalu dijaga. Tempat penusukan kateter sebaiknya
sedekat mungkin dengan ujung kateter yang berada di dalam kandung kemih (ujung
distal). Penilaian urin yang diperoleh dari kateter sama dengan hasil biakan urine yang
diperoleh dari punksi suprapubik.

3. Urine Porsi Tengah . Urine porsi tengah sebagai sampel pemeriksaan urinalisis
merupakan teknik pengambilan yang paling sering dilakukan dan tidak menimbulkan
ketidak nyamanan pada penderita. Akan tetapi resiko kontaminasi akibat kesalahan
pengambilan cukup besar. Tidak boleh menggunakan antiseptik untuk persiapan
pasien karena dapat mengkontaminasi sampel dan menyebabkan kultur false-
negative.

Cara pengambilan dan penampungan urin porsi tengah pada wanita: :

Siapkan beberapa potongan kasa steril untuk membersihkan daerah vagina dan muara
uretra. Satu potong kasa steril dibasahi dengan air sabun, dua potong kasa steril
dibasahi air atau salin hangat dan sepotong lagi dibiarkan dalam keadaan kering.
Jangan memakai larutan antiseptik untuk membersihkan daerah tersebut. Siapkan pula
wadah steril dan jangan buka tutupnya sebelum pembersihan daerah vagina selesai

Dengan 2 jari pisahkan kedua labia dan bersihkan daerah vagina dengan potongan
kasa steril yang mengandung sabun. Arah pembersihan dari depan ke belakang.
Kemudian buang kasa yang telah dipakai ke tempat sampah.

Bilas daerah tersebut dari arah depan ke belakang dengan potongan kasa yang
dibasahi dengan air atau salin hangat. Selama pembilasan tetap pisahkan kedua labia
dengan 2 jari dan jangan biarkan labia menyentuh muara uretra. Lakukan pembilasan
sekali lagi, kemudian keringkan daerah tersebut dengan potongan kasa steril yang
kering. Buang kasa yang telah dipakai ke tempat sampah.

Dengan tetap memisahkan kedua labia, mulailah berkemih. Buang beberapa mililiter
urin yang mula-mula keluar. Kemudian tampung aliran urin selanjutnya ke dalam
wadah steril sampai kurang lebih sepertiga atau setengah wadah terisi.

Setelah selesai, tutup kembali wadah urine dengan rapat dan bersihkan dinding luar
wadah dari urine yang tertumpah. Tuliskan identitas penderita pada wadah tersebut
dan kirim segera ke laboratorium.

Cara pengambilan dan penampungan urine porsi tengah pada pria:

Siapkan beberapa potongan kasa steril untuk membersihkan daerah penis dan muara
uretra. Satu potong kasa steril dibasahi dengan air sabun, dua potong kasa steril
dibasahi dengan air sabun, dua potong kasa steril dibasahi dengan air atau salin hangat
dan sepotong lagi dibiarkan dalam keadaan kering. Jangan memakai larutan antiseptik
untuk membersihkan daerah tersebut. Siapkan pula wadah steril dan jangan buka
tutupnya sebelum pembersihan selesai.

Tarik prepusium ke belakang dengan satu tangan dan bersihkan daerah ujung penis
dengan kasa yang dibasahi air sabun. Buang kasa yang telah dipakai ke tempat
sampah.
Bilas ujung penis dengan kasa yang dibasahi air atau salin hangat. Ulangi sekali lagi,
lalu keringkan daerah tersebut dengan potongan kasa steril yang kering. Buang kasa
yang telah dipakai ke dalam tempat sampah.

Dengan tetap menahan prepusium ke belakang, mulailah berkemih. Buang beberapa


mililiter urin yang keluar, kemudian tampung urin yang keluar berikutnya ke dalam
wadah steril sampai terisi sepertiga sampai setengahnya.

Setelah selesai, tutup kembali wadah urine dengan rapat dan bersihkan dinding luar
wadah dari urin yang tertumpah. Tuliskan identitas penderita pada wadah tersebut dan
kirim segera ke laboratorium.

4. Pemeriksaan Urin Empat Porsi (Meares Stamey)


Pemeriksaan ini dilakukan untuk penderita prostatitis. Pemeriksaan ini terdiri dari urin empat
porsi yaitu:

Porsi pertama (VB1) : 10 ml pertama urin, menunjukkan kondisi uretra.

Porsi kedua (VB2) : sama dengan urin porsi tengah, menunjukkan kondisi buli-buli.

Porsi ketiga (EPS) : sekret yang didapatkan setelah masase prostat.

Porsi keempat (VB4) : urin setelah masase prostat.

5. Pemeriksaan laboratorium Pemeriksaan urinalisis dilakukan untuk menentukan dua


parameter penting ISK yaitu leukosit dan bakteri. Pemeriksaan rutin lainnya seperti deskripsi
warna, berat jenis dan pH, konsentrasi glukosa, protein, keton, darah dan bilirubin tetap
dilakukan.
6. Pemeriksaan Dipstik
Pemeriksaan dengan dipstik merupakan salah satu alternatif pemeriksaan leukosit dan bakteri
di urin dengan cepat. Untuk mengetahui leukosituri, dipstik akan bereaksi dengan leucocyte
esterase (suatu enzim yang terdapat dalam granul primer netrofil). Sedangkan untuk
mengetahui bakteri, dipstik akan bereaksi dengan nitrit (yang merupakan hasil perubahan
nitrat oleh enzym nitrate reductase pada bakteri). Penentuan nitrit sering memberikan hasil
false-negative karena tidak semua bakteri patogen memiliki kemampuan mengubah nitrat
atau kadar nitrat dalam urin menurun akibat obat diuretik. Kedua pemeriksaan ini memiliki
angka sensitifitas 60-80% dan spesifisitas 70 98%. Sedangkan nilai positive predictive
value kurang dari 80% dan negative predictive value mencapai 95%. Akan tetapi pemeriksaan
ini tidak lebih baik dibandingkan dengan pemeriksaan mikroskopik urine dan kultur urine.
Pemeriksaan dipstik digunakan pada kasus skrining follow up. Apabila kedua hasil
menunjukkan hasil negatif, maka urine tidak perlu dilakukan kultur.

7. Pemeriksaan Mikroskopik Urine


Pemeriksaan mikroskopik dilakukan untuk menentukan jumlah leukosit dan bakteri dalam
urin. Jumlah leukosit yang dianggap bermakna adalah &; 10 / lapang pandang besar (LPB).
Apabila didapat leukosituri yang bermakna, perlu dilanjutkan dengan pemeriksaan kultur.
Pemeriksaan langsung kuman patogen dalam urin sangat tergantung kepada pemeriksa.
Apabila ditemukan satu atau lebih kuman pada pemeriksan langsung, perlu dilakukan
pemeriksaan kultur.
8. Pemeriksaan Kultur Urine
Deteksi jumlah bermakna kuman patogen (significant bacteriuria) dari kultur urin masih
merupakan baku emas untuk diagnosis ISK. Bila jumlah koloni yang tumbuh > 105 koloni/ml
urin, maka dapat dipastikan bahwa bakteri yang tumbuh merupakan penyebab ISK.
Sedangkan bila hanya tumbuh koloni dengan jumlah < 103 koloni / ml urin, maka bakteri
yang tumbuh kemungkinan besar hanya merupakan kontaminasi flora normal dari muara
uretra. Jika diperoleh jumlah koloni antara 103 - 105 koloni / ml urin, kemungkinan
kontaminasi belum dapat disingkirkan dan sebaiknya dilakukan biakan ulang dengan bahan
urin yang baru. Faktor yang dapat mempengaruhi jumlah kuman adalah kondisi hidrasi
pasien, frekuensi berkemih dan pemberian antibiotika sebelumnya.1,5 Perlu diperhatikan pula
banyaknya jenis bakteri yang tumbuh. Bila > 3 jenis bakteri yang terisolasi, maka
kemungkinan besar bahan urin yang diperiksa telah terkontaminasi.

Sumber
Poedjiadi, A. 1994. Dasar-Dasar Biokimia. Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta. Colby,
1992, Ringkasan Biokimia Harper, Alih Bahasa: Adji Dharma, Jakarta, EGC
wilmar musram, 2000, Praktikum Urine, Penuntun Praktikum Biokimia, Widya Medika,
Jakarta. Gandasubrata, R. Penuntun Laboratorium Klinik. Jakarta: Dian Rakyat. 2004

Anda mungkin juga menyukai