URINOLOGI
NURPADILLAH (1301065)
NUR PRATIWI (1301060)
REDMI FERIS (1301076)
RENGGI MIRTAPERDANA (1301078)
SINDI ARLINA (1301093)
SOLEHA ULFA RAHIM (1301094)
SRI RAHAYU (1301095)
SUCI ANGRIANI (1301096)
SYAFRINA (1301098)
YUDINA ALAWIYAH HARAHAP (1301110)
UUT RATIH PRATIWI (1301103)
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur saya ucapkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan Makalah Interpretasi Data Klinik ini dengan
tepat pada waktunya. Makalah ini di buat dengan tujuan sebagai Tugas Interpretasi Data Klinik
dengan judul Urinologi.
Makalah ini dibuat atas dasar pembelajaran bagi kita semua agar dapat lebih memahami
tentang Interpretasi Data Klinik tentang Urinologi. Kami berharap agar pembaca dapat
memahami makalah ini dengan baik .
Kami menyadari adanya kekurangan dan kekeliruan yang telah diperbuat dalam makalah
ini. Maka dari itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca semua agar
kami bisa lebih baik lagi menyajikan makalah ini dan dapat lebih sempurna lagi dalam
menyajikannyaa.
Akhir kata kami ucapkan terimakasih kepada pembaca semua sehingga makalah ini dapat
diselesaikan dengan baik.
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...........................................................................................................i
DAFTAR ISI.........................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang masalah.....................................................................................
1.2 Rumusan Masalah..............................................................................................
1.3 TujuanPenulisan.................................................................................................
BAB II ISI
2.1 Proses Pembentukan Urine..................................................................................
2.2 Pemeriksaan Urin ................................................................................................
2.3 Jenis-jenis spesimen urine ...................................................................................
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan ......................................................................................................
3.2 Saran ................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Urine merupakan hasil metabolisme tubuh yang dikeluarkan melalui ginjal. Dari 1200 ml
darah yang melalui glomeruli per menit akan terbentuk filtrat 120 ml per menit. Filtrat tersebut
akan mengalami reabsorpsi, difusi dan ekskresi oleh tubuli ginjal yang akhirnya terbentuk satu
mili liter urine per menit.
Secara umum dapat dikatakan bahwa pemeriksaan urine selain untuk mengetahui
kelainan ginjal dan salurannya juga bertujuan untuk mengetahui kelainan-kelainan diberbagai
organ tubuh seperti hati, saluran empedu, pankreas, korteks adrenal, uterus dan lain-lain. Selama
ini dikenal pemeriksaan urine rutin dan lengkap. Yang dimaksud dengan pemeriksaan urine rutin
adalah pemeriksaan makroskopik, mikroskopik dan kimia urine yang meliputi pemeriksaan
protein dan glukosa.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Bagaimana Proses Pembentukan Urine?
1.2.2 Bagaimana melakukan Pemeriksaan Urin?
1.2.3 Apa saja Jenis-jenis spesimen urine?
1.3 Tujuan
1.3.1 Untuk mengetahui proses pembentukkan urin
1.3.2 Untuk mengetahui cara melakukan pemeriksaan urin
1.3.3 Untuk mengetahui jenis-jenis specimen urin
BAB II
ISI
2.1 Proses Pembentukan Urine
Urine atau air seni adalah cairan sisa yang diekskresikan oleh ginjal yang kemudian akan
dikeluarkan dari dalam tubuh melalui proses urinasi. Eksreksi urine diperlukan untuk membuang
molekul-molekul sisa dalam darah yang disaring oleh ginjal dan untuk menjaga homeostasis
cairan tubuh. Urine disaring didalam ginjal, dibawa melalui ureter menuju kandung kemih,
akhirnya dibuang keluar tubuh melalui uretra.
: 1,002-1,045
: 1,008
kurang lebih pH = 6 atau sekitar 4,8 7,5 dengan rekasi pada kertas lakmus: urine asam:
merah, urine basa: biru.
a. Faktor Internal
1) Hormon Antideuritik (ADH)
Hormon antideuritik dikeluarkan oleh kelenjar saraf hipofifis (neuroehipofisis).
Pengeluaran hormon ini ditentukan oleh reseptor khusus di dalam otak yang secara terus
menerus mengendalikan tekananan osmotik darah (kesetimbangan konsentrasi air dalam darah).
Oleh karena itu, hormon ini akan mempengaruhi proses reabsorpsi air pada tubulus kontortus
distal, sehingga permeabilitas sel terhadap air akan meningkat. Oleh karena cara bekerja dan
pengaruhnya inilah, hormon tersebut disebut sebagai hormon antideuritik.
Jika tekanan osmotik darah naik, yaitu pada saat dalam keadaan dehidrasi atau
kekurangan cairan tubuh (saat kehausan atau banyak mengeluarkan keringat), konsentrasi air
dalam darah akan turun. Akibat dari kondisi tersebut, sekresi ADH meningkat dan dialirkan oleh
darah menuju ke ginjal. ADH selain meningkatkan permeabilitas sel terhadap air, juga
mengkatkan permeabilitas saluran pengumpul, sehingga memperbesar sel saluran pengumpul.
Dengan demikian air akan berdifusi ke luar dari pipa pengumpul, lalu masuk ke dalam darah.
Keadaan tersebut akan berusaha memulihkan konsentrasi air dalam darah. Namun akibatnya,
urine yang dihasilkan menjadi sedikit dan lebih pekat.
2) Hormon Insulin
Hormon insulin adalah hormon yang dikeluarkan oleh pulau langerhans dalam pankreas.
Hormon insulin berfungsi mengatur gula dalam darah. Penderita kencing manis (diabetes
mellitus) memiliki konsentrasi hormon insulin yang rendah, sehingga kadar gula dalam darah
akan tinggi. Akibatnya terjadi gangguan reabsorpsi didalam urine masih terdapat glukosa.
3) Saraf
Stimulus pada saraf ginjal akan menyebabkan penyempitan duktus afferen. Hal ini
menyebabkan aliran darah ke glomerulus menurun dan tekanan darah menurun sehingga filtrasi
kurang efektif. Hasilnya urine yang diproduksi meningkat.
4) Tonus otot
Tonus otot yang memiliki peran penting dalam membantu proses berkemih adalah otot
kandung kemih, otot abdomen dan pelvis. Ketiganya sangat berperan dalam kontraksi
pengontrolan pengeluaran urine.
5) Usia
Pengeluaran urine usia balita lebih sering karena balita belum bisa mengendalikan
rangsangan untuk miksi dan makanan balita lebih banyak berjenis cairan sehingga urine yang
dihasilkan lebih banyak sedangkan pengeluaran urin pada lansia lebih sedikit karena setelah usia
40 tahun, jumlah nefron yang berfungsi biasanya menurun kira-kira 10% tiap tahun.
b. Faktor Eksternal
1) Zat-zat diuretik
Misalnya teh, kopi, atau alkohol dapat menghambat reabsorpsi ion Na+. Akibatnya ADH
berkurang sehingga reabsorpsi air terhambat dan volume urin meningkat.
2) Suhu lingkungan
Ketika suhu sekitar dingin, maka tubuh akan berusaha untuk menjaga suhunya dengan
mengurangi jumlah darah yang mengalir ke kulit sehingga darah akan lebih banyak yang menuju
organ tubuh, di antaranya ginjal. Apabila darah yang menuju ginjal jumlahnya samakin banyak,
maka pengeluaran air kencing pun banyak.
darah menurun, sehingga filtrasi menjadi berkurang. Selain itu, keadaan seperti ini menyebabkan
darah lebih encer, sehingga sekresi ADH akan berkurang. Menurunnya filtrasi dan berkurangnya
ADH akan menyebabkan menurunnya penyerapan air, sehingga urine yang dihasilkan akan
meningkat dan encer.
5) Kondisi penyakit
Kondisi penyakit dapat memengaruhi produksi urine, seperti diabetes melitus.
Proses pembentukan urin meliputi tiga tahap, yaitu filtrasi glomerulus, reabsorbsi tubular,
dan sekresi tubular. Pembentukan urin dimulai ketika air dan berbagai bahan terlarut lainnya
disaring melalui kapiler glomerulus dan masuk ke kapsul glomerulus (kapsul Bowman).
Penyaringan bahan-bahan ini melalui dinding kapiler kurang lebih sama seperti pada
penyaringan yang terjadi pada ujung arteriol pada kapiler lain di seluruh tubuh. Hanya saja,
kapiler glomerulus bersifat lebih permeabel karena adanya fenestrae pada dindingnya.
Reabsorbsi tubular adalah proses dimana bahan-bahan diangkut keluar dari filtrate glomerulus,
melalui epitelium tubulus ginjal ke dalam darah di kapiler peritubulus. Adanya mikrovili di
tubulus proksimal akan meningkatkan luas permukaan yang bersentuhan dengan filtrat
glomerulus sehingga meningkatkan proses reabsorbsi. Berbagai bagian dari tubulus ginjal
berfungsi untuk mereabsorbsi zat yang spesifik. Sebagai contoh, reabsorbsi glukosa terjadi
terutama melalui dinding tubulus proksimal dengan cara transport aktif. Air juga direabsorbsi
dengan cepat melalui epitelium tubulus proksimal dengan osmosis. Sekresi tubular adalah proses
dimana bahan-bahan diangkut dari plasma kapiler peritubulus menuju ke cairan tubulus ginjal.
Sebagai hasilnya, jumlah zat tertentu diekskresikan melalui urin dapat lebih banyak daripada
jumlah zat yang diperoleh melalui filtrasi plasma di glomerulus (Sloane 2004).
Urin mengandung air dan garam-garam dalam jumlah sedemikian rupa sehingga terdapat
keseimbangan antara cairan ekstrasel dan cairan intrasel, asam dan basa yang merupakan sisasisa metabolisme yang tidak berguna lagi bagi tubuh, dan zat-zat yang dikeluarkan dari darah
karena kadarnya berlebihan.
zat-zat apa saja yang terkandung di dalam urin tersebut, misalnya kalsium phospat, serat
tanaman, bahkan bakteri (Lehninger 1982).
tujuan tersebut.
Spesimen urine bayi
Urine dapat ditampung di dalam sebuah kantong plastik yang berperekat. Kantong plastik
ini direkatkan di sekeliling daerah genital selama 1-3 jam, tergantung pemeriksaan yang
diminta. Kantong kolostomi (colostomy bag) jaga dapat dipakai sebagai wadah spesimen
urine bayi.
Index refraksi sesuatu cairan bertambah secara linear dengan banyaknya zat larut, jadi
index refraksi urine mempunyai hubungan erat dengan berat jenis urine yang juga
ditentukan oleh kadar zat larut.
Refraktometer yang khusus dibuat untuk pemakaian dalam laboratorium klinik
mempunyai skala berat jenis disamping skala index refraksi,sehingga hasil penetapan
berat jenis dapa dibaca langsung.
adanya organisme pengurai yang memproduksi protease seperti proteus, Klebsiella atau
E. coli
ginjal tubular asidosis akibat terapi amfoterisin
Penyakit ginjal kronik
Intoksikasi salisilat
diare, dehidrasi
kelaparan (starvation)
asidosis diabetic
Dapat memberikan hasil positif palsu bagi pasien dengan urin alkali. Protein dalam urin dapat:
ginjal, atau
abnormal, disebabkan multiple myeloma dan protein Bence-Jones.
negatif (-)
0.01%
10-30 mg/dL
40-100 mg/dL
200-500 mg/dL
b. Uji Bang
Pipet 5 mL urin yang telah disaring lalu tambah dengan 2 mL pereaksi Bang, campur baikbaik dan panaskan. Bandingkan uji ini dengan uji koagulasi. Pereaksi Bang adalah larutan bufer
asetat pH 4.7.
Cara benedict
Pipetkan 5 mllarutan Benedict ke dalam tabung reaksi.
Tambahkan 8 tetes urine ke dalam larutan tersebut dan kocok hingga homogen.
Didihkan larutan dengan memanaskannya di atas pemanas Bunsen atau lampu spiritus
selama 2 menit (Gbr. 7.5),atau taruh tabung reaksi tersebut di dalam gelas piala atau
Amati perubahan warna larutan dan periksa apakah terdapat presipitat pada larutan
tersebut.
Positif + atau 1+
agak keruh
Hijau kekuningan-kuningan dan keruh (sesuai
Positif ++ atau 2+
Positif +++ atau 3+
Positif ++++ atau 4+
Teteskan urin yang akan diperiksa 0,01ml,sewaktu meneteskan cairan tidak boleh
berhenti mendidih
Jika warna biru reagens mulai menghilang pemberian urin harus lambat : 30 detik
setiap tetes
Titrasi berakhir pada saat warna biru tidak kelihatan lagi.
Catatan :
Reagen kualitatif benedict : CuSo4.5aq 17,3 g; na sitrat 173 g; Na2CO3.oaq 1000g atau
Na2CO3.10aq 200g; aquades ad 1000ml.
Susunan reagen benedict kuantitatif : CuSO4.5 aq 18 g; Na2CO3. 0aq 100g atau
Na2CO3.10 aq 200 g; kaliumsulfosianat 125g; larutan kalium ferrosianida 5% 5 ml dan
aqua dest ad 1000ml.
2.2.4.6 Keton
Zat-zat keton atau benda-benda keton dalam urin ialah aceton, asam aceto-acetat dan asam
beta-hiroxibutirat. Keton ini dapat ditemukan pada urin malnutrisi, pasien DM yang tidak
terkontrol, dan pecandu alkohol. Terjadi pada :
Cara kerja :
Pipet 5 mL urina, tambahi kristal amonium sulfat sampai jenuh. Setelah itu tambahi dengan
2-3 tetes larutan natrium nitroprusida 5% dan 1-2 mL ammonia pekat. Perhatikan warna yang
terbentuk.warna ungu kemerah-merahan pada perbatasan kedua lapisan cairan menandakan
adanya zat keton. Makin cepat warna terjadi dan makin tua warbnanya maka makin banyak juga
jumlah zat ketonnya. Warna coklat diberi arti negative.
b. cara Gerhardt
Test ini berdasarkan kepada reaksi antara asam aceto-asetat dan ferri-chlorida yang
menyusun zat bewarna seperti anggur port (warna merah coklat). Dalam pengujian ini penting
menggunakan urin yang segar karna cara ini kurang peka apabila dibandingkan dengan cara
Rothera.
Cara kerja :
5 ml urin dimasukkan dalam tabung reaksi,kemudian teteskan larutan ferrichlorida 10 %
sambil mengocok isinya. Jika terbentuk presipitat putih ferrifosfat berhenti,saringlah cairan
tersebut. Filtratnya berikan beberapa tetes larutan ferrichlorida lagi,dan perhatikan jika adanya
warna merah coklat menandakan test ini positif.
c. cara carik celup
Penggunaan carik celup ini sebaiknya digunakan untuk mendeteksi positif (+) atau
negative (-) saja dari adanya zat keton. Sam seperti Rothera carik celup ini juga mengguankan
natrium nitroprussida sebai dasar reaksi untuk menimbulkan warna ungu dan urin yang
digunakan harus segar.
2.2.4.7 Calsium
Pemeriksaan terhadap jumlah calcium yang dikeluarkan bersama urin dapat mudah
dilakukan yaitu menggunakan reagens sulkowitch ( as oksalat 2,5g; ammonium oksalat 2,5g;
asam asetat glacial 5 ml dan aq dest ad 150 ml). untuk pengujian ini diperlukannya urin 24 jam.
Reagen ini mengendapakan calcium dalam bentuk calsiumoksalat tanpa calsiumfosfat oleh pH
reagen.
Cara kerja sulkowitch
Masukkan 3ml urin ke dalam masing-masing 2 tabung rxtabug rx yang kedua hanya
sebagai control
Tambahkan tabung rx pertama 3 ml reagens sulkowitch campurkan dan biarkan selama 23 menit
Bacalah hasil secara semikuantitatif
Negative Positif 1+
Positif 2+
Positif 3+
Positif 4+
2.2.4.8 Chlorida
Penetapan jumlah klorida dalam urin 24 jam secara cepat dilakukan menurut Fantus. Pada
cara ini dilakukan titrasi memakai perak nitrat dengan ion sebagai indicator.
Cara Fantus
10 tetes urin dimasukkan kedalam tabung reaksi dengan memakai pipet tetes
Cuci pipet dengan aquades
Tambahakan 1 tetes kaliumkromat 20% dengan pipet tetes, Cuci pipet dengan aquades
Tambahkan setetes demi setetes secara terus menerus perak nitrat 2,9 % sampai warna
pada saluran kemih. Darah (sel darah atau hemoglobin) yang jumlahnya sangat sedikit dalam air
kemih (hingga tidak terlihat mengubah warna air kemih) masih dapat dideteksi secara enzimatis
dengan kertas/gagang yang mengandung senyawa peroksida. Hemoglobin akan betindak sebagai
enzim yang menguraikan senyawa peroksida, dalam proses ini akan terjadi oksidasi terhadap
donor hidrogen yang ditambahkan (o-tolidin) ke dalam sistem, sehingga akan terbentuk warna
biru. Cara kimiawi menggunakan prinsip yang sama, hanya cara ini tidak terlalu sensitif karena
memerlukan hemoglobin yang relatif cukup banyak untuk menimbulkan hasil positif.
Cara pengujian darah dalam urin
a. Uji Benzidin (Uji Peroksidase)
Ke dalam 3 mL larutan benzidin 1% tambahka.n 1 mL H202 3% dan campur baik-baik
dengan cara memindah-mindahkan larutan antara dua tabung reaksi, selanjutnya dibagi ke dalam
dua tabung reaksi tersebut. Teteskan urina ke dalam salah satu tabung, sedang tabung yang lain
gunakan sebagai blanko. Perhatikan perubahan warna yang terjadi dan bandingkan dengan
blanko.
Adanya bilirubin dalam air kemih menandakan adanya gangguan patologis pada hati atau sistem
empedunya. Biasanya yang ditemui adalah bentuk larut-nya yaitu bilirubin ester. Sebaliknya
pada individu yang sehat akan terdapat urobilinogen dalam air kemihnya sebagai hasil
metabolism bilirubin. Kira-kira sebanyak 1-4 mg/24 jam uribilinogen dikeluarkan dalam air
kemih. Jumlah ini akan meningkat pada penyakit hemolisis (karena meningkatnya sintesis
bilirubin), pada penyakit hemolisis (akibai berkurangnya serap-balik oleh hepatosit), dan pada
gagal jantung. Adanya sumbatan oleh batu empedu, baik di kantung mau pun di saluran empedu,
akan menurunkan bahkan menihilkan urobilinogen dalam air kemih.
Cara pemeriksaan Bilirubin
a. Uji Bilirubin metode Hyman vd Bergh
Sebanyak 5 mL pereaksi diazo yang masih segar ditambah 5 mL urin beralkohol, bubuhi
setetes amonia pekat. Adanya bilirubin ditunjukkan oleh timbulnya warna merah eosin.
Catatan:
Reaksi ini kurang spesifik karena bila urina terlalu basa atau terlalu asam, zat lain daiam
urina juga akan memberi warna merah yang sama.
b. Uji Bilirubin metode Harrison modifikasi Watson & Hawkinson
Rendam kertas saring yang agak tebal dalam larutan barium klorida jenuh, keringkan, dan
guntinglah menjadi potongan kecil memanjang. Celupkan setengah bagian bawah potongan
kertas tersebut dalam urina, lalu angkat. Setetes pereaksi Fouchet (1 gram feriklorida dilarutkan
dalam cairan TCA 25% hingga 100 mL) dibubuhkan pada batas antara bagian yang basah dan
yang kering pada potongan kertas tersebut. Adanya bilirubin ditunjukkan oleh warna hijau atau
biru. Intensitas warna dipengaruhi oleh banyak sedikitnya bilirubin yang ada dalam urina.
c. Uji Urobilinogen and urobilin metode Schlessinger
Pipet 5 mL urin and tambahi 5 ml suspensi Zn-asetat jenuh beralkohol. Tetesi dengan
sedikit amonia, kocok and diamkan sebentar. Selanjutnya saringlah dengan kertas saring kering,
tampung filtratnya. Amati ada tidaknya fluorosensi pada filtrat; hal nii disebabkan oleh adanya
urobilin. Urobilinogen tidak memberi fluoresensi, tetapi setelah dibubuhi beberapa tetes larutan
Lugol akan menghasilkan fluorosensi juga. Hasilnya akan lebih nyata bila menggunakan lampu
UV.
2.2.4.11 Pemeriksaan Sedimen
Urin yang digunakan ialah urin pekat yaitu dengan berat jenis 1023 atau lebih tinggi,urin
pekat lebih mudah didapat bila memakai urin pagi sebgai bahan pemeriksaan.Unsure sediment
lazimnya dibagi atas 2 golongan : golongan organic (berasal dari jaringan atau organ) dan
golongan anorganik(tidak dari organ atau jaringan).
Unsur-unsur organic :
Sel epitel
Leukosit
Eritrosit
Silinder
Oval fat bodies
Benang lender
Silindroid
Spermatozoa
Potongan-potongan jaringan
Parasit-parasit
Bakteri-bakteri
Unsur-unsur anorganik :
Bahan amorf
Kristal-kristal dalam urine normal
Urin asam, natriumurat dan jarang sekali ciumsulfat.kristal asam urat biasnya
asam hipurat
Dalam urin basa atau kadang-kadang netral : ammonium magnesium fosfat
(tripelfosfat)
Dalam urin basa : calsiumkarbonat,amoniumbiurat dan calsiumfosfat
Kristal-kristal berasal dari obat seperti bermacam-macam sulfonamide
Kristal-kristal yang menunjukkan kepada keadaan abnormal : cystein,leucine, tyrosine,
cholesterol, bilirubin dan hematoidin.
Bahan lemak
Tes ini memberikan gambaran adanya infeksi saluran kemih, batu ginjal atau
saluran kemih, nefritis, keganasan atau penyakit hati. Sedimen urin dapat normal pada kondisi
preginjal atau postginjal dengan minimal atau tanpa proteinuria.
Implikasi klinik :
Cell cast
nephritis
vaskulitis, obstruksi
proteinuria
WBC
Bakteri
kemih.
Kristal
Prinsip pengujian
Urine mengandung berbagai sel dan kristal yang tersuspensi, yang dapat
Pengambilan spesimen
ditampung dalam wadah kering dan bersih.Dalam hal ini, spesimen urine porsi tengah
(midstream) yang paling baik dipakai (lihat bagian 7.1.1). Urine yang disimpan dalam kulkas
dapat mengimdung ekses endapan garam, kurang baik kalau dipakai untuk
pemeriksaanmikroskopik. Untuk pemeriksaan mikroskopik endapan urine, spesimen dapat
diawetkan dengan menambahkan 8-10 tetes larutan formaldehid 10% (reagen no. 28) per 300 ml
urine. Spesimen urine yang diawetkan dengan cara ini tidak bisa lagi dipakai tintuk pemeriksaan
lainnya.
Pembuatan preparat
1. Kocok spesimen urine perlahan-lahan dan tuangkan kira-kira sebanyak 11 ml ke dalam
tabung centrifuge.
2. Spesimen ini kemudian disentrifugasi pada kecepatan sedang (2000g) selama 5 menit.
3. Tuangkan supernatan, dengan membalikkan tabung secara cepat (jangan dik?cok),
ke_dalam tabung lain. (Supernatan ini dapat dipakai untuk uji biokimiawi.)
4. Suspensikan kembali endapan yang tersisa dengan menambahkansedikit akuades, kocok
hingga homogen.
5. Ambil setetes endapan dengan pipet Pasteur dan taruh pada kaca objek, lalu tutup dengan
penutup kaca objek.
6. Labeli kaca objek tersebut, dengan menuliskan nama pasien atau nomor identifikasi.
Dapat terlihat preparat dibawah mikroskop
Eritrosit (Gbr. 7.9)
Eritrosit dalam urine mungkin saja:
Bentuk eritrosit sering kali berubah pada spesimen urine yang disimpan, tetapi hal
ini tidak memiliki makna diagnostik. Normalnya, urine hanya mengandung beberapa eritrosit.
Catatan: Eritrosit dapat ditemukan dalam urine perempuan kalau spesimen diambil
sewaktu menstruasi.
Leukosit (Gbr. 7.10)
Leukosit dalam urine mungkin saja:
intak: cakram jernih dan granuler, diameter 10-15 Ilm (inti mungkin terlihat);
berdegenerasi: bentuknya berubah, menyusut, granuia lebih sedikit;
pus: kelompokan sel-sel yang berdegenerasi.
Pelaporan jumlah eritrosit dan leukosit yang ditemukan dalam endapan urine,dengan cara
teteskan endapan urine pada kaea objek dantutup dengan penutup kaea objek. Dengan
objektif x40, periksa deposit tersebut dan hitung banyaknya eritrosit dan leukosit per
lapangan pandang. Laporkan hasilnya seperti yang disajikan pada Tabel
Hasil
pandangan
0-10
10-30
sedang
Ditemukan erittrosit dalam
>30
jumlah banyak
Pelaporan jumlah leukosit
Hasil
pandangan
0-10
10-20
(normal)
Ditemukan dengan jumlah
20-30
sedang
Ditemukan dengan jumlah
20-30
banyak
Ditemukan banyak kelompok
(berdegenerasi,berkelompok)
>30 berkelompok
leukosit
Leukosit memenuhi keseluruhan
lapangan pandang
bersama-sama dengan leukosit dan filamen, sel-sel tersebut mungkin berasal dari ureter. Kalau
hanya ditemukan beberapa sel, sel-sel tersebut mungkin berasal dari pelvis renalis.
Sel ginjol (Gbr. 7.1'2)
Sel ginjal lebih keeil dibandingkan sel pelvis renalis (seukuran 1-2 leukosit) dan
sll.ngat granuler. Intinya berkilau dan tampakjelas. Di dalam urine, sel ginjal ini hampir selalu
ditemukan bersama-sama dengan protein.
Silinder
keseluruhan lapangan pandang (padapengamatan dengan objektif x40) .Silinder hialin bening
dan agak berkilau; kedua ujungnya membulat atau meruncing (Gbr. 7.13). Silinder ini dapat
ditemukan pada orang sehat, sehabis melakukan aktivitas fisik yang berilt, dan ticiak memiliki
makna diagnostik. Silinder gran'uler lebih pendekdibandingkan silinder hialin, berisi granulagranula besar berwarna kuning pucat, dengan kedua ujungnya membulat (Gbr. 7.14), Granulagranula ini berasal dari sel epitel tubulus ginjal yang berdegenerasi dan tidak memiliki makna
diagnostic
Silinder granuler halus (Gbr. 7.15) memiliki granula-granula yang lebih keeil dan
tidak mengisi seluruh bagian silinder (a). Silinder ini harus dibedakan dengan silinder hialin,
yang tertutup sebagian oleh kristal fosfat amorf (b). Silinder darah (eritrosit) berisi banyak
ataupun beberapa eritrosit yang berdegenerasi, berwarna keeokelatan (Gbr. 7.16). Silih.der ini
ditemukan pada penyakit ginjal akut. Silinder pus (leukosit) (Gbr 7.17) seluruh bagiannya terisi
leukosit (a). Silinder ini harus dibedakan dengan silinder hialin, yang bisa saja mengandung
beberapa leukosit (b). SiEnder pus ditemukan pad a pasien infeksi g.i njal yang berat . 'Silinder
epitel berisi sel-sel epitel berwarna kuning pucat (Gbr. 7.18). (Agar sel-sel ini terlihat lebih jelas,
tambahkan setetes larutan asam asetat 10% (reagen no. 2) pada endapan.) Silinder epitel ini tidak
memiliki makna diagnostik. Silinder lemak merupakan silinder yang sangat berkilau dan
berwarna kekuningan; tepinya berlekuk-lekuk dan kedua ujungnya membulat (Gbr. 7.19).
Silinder ini la rut dalam eter, tetapi tidaklarut dalam asam asetat. Silinder lemak ditemukan pada
pasien penyakit ginjal yang berat. Silinder "palsu" (Gbr.7.20). Unsur-unsur berikut harus
dibedakan dengan silinder:
kelompokan kristal fosfat, ukurannya pendek dan terpotong rata (a); agregat mukus yang
bening, ujung-ujungnya meruncing seperti benang (b)
Kristal merupakan bentuk geometrik yang beraturan (a), tidak seperti debris
amorf, yang tersusun dari kelompokankelompokangr anula kecil dan berbentuk ireguler. (b).
Kristal urine tidak memiliki makna diagnostik, kecuali pada beberapa penyakit yang sangat
langka.
Endapan kristal yang normal Ko/sium oks%t (do/am urine osom) [Gbr. 7.23) .
Ukuran: 10-20 ~m (a) atau sekitar 50 ~m (b).
Bentuk: seperti amplop (a) atau seperti kacang (b) .
Warna: tidak berwarna, sangat berkilau.
Asom urat (do/am urine asom) [Gbr. 7.24]
Ukuran: 30-150 ).Im.
Bentuk: bervariasi (persegi, seperti intan, kubus, atau seperti mawar).
tersebaL
Unsur ini larut dalam larutan asam asetat 10% (reagen no. 2) (satu tetes per satu tetes
endapan).
Urot omorf (d%m urine asom) (Gbr. 7.31)
kekuningan, tersusun dalam kelompokan kelompokan padat. Unsur ini tidak larut dalam larutan
as am asetat 10% (reagen no. 2), tetapi dapat larut kalau urine dipanaskan sebentar. (Urine yang
disimpan di dalam kulkas sering kali mengandimg banyak endapan urat.)
Endapan kristallainnya
Kristal-kristal berikut ini jarang ditemukan dalam urine. N amun, kristal-kristal ini
Kristal sistin hanya ditemukanpada urine "segar" karena kristal ini larut dalam amoniiL
Kristal ini ditemukan pada pasien sistinuria, penyakit herediter yang sangat
langka.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
pengambilan spesimen urine, kita dapat mengetahui kandungan dan kelainan yang terdapat
dalam urine sehingga kita dapat lebih cepat mencegah dan menanggulanginya.
dengan lengkap dan memberikan penjelasan tentang hal-hal yang akan dilakukan bila pasien
sadar serta mengetahui dengan baik tentang tata cara pelaksanaannya.
3.2.Saran
Daftar pustaka
Erlangga.
Sloane E. 2004. Anatomi dan Fisiologi untuk Pemula. Penerbit Buku. Jakarta: Penerbit