Anda di halaman 1dari 9

A.

Pengertian Urine

Urine atau air seni atau air kencing adalah cairan sisa yang diekskresikan oleh ginjal yang
kemudian akan dikeluarkan dari dalam tubuh melalui proses urinasi. Pengeluaran urine
diperlukan untuk membuang molekul-molekul sisa dalam darah yang disaring oleh ginjal dan
untuk menjaga homeostasis cairan tubuh. Secara umum urine berwarna kuning. Urine encer
warna kuning pucat (kuning jernih), urine kental berwarna kuning pekat, dan urine baru/segar
berwarna kuning jernih. Urine yang didiamkan agak lama akan berwarna kuning keruh.Urine
berbau khas jika dibiarkan agak lama berbau ammonia. Ph urine berkisar antara 4,8 – 7,5, urine
akan menjadi lebih asam jika mengkonsumsi banyak protein, dan urine akan menjadi lebih basa
jika mengkonsumsi banyak sayuran. Berat jenis urine 1,002 – 1,035. Secara kimiawi kandungan
zat dalan urine diantaranya adalah sampah nitrogen (ureum, kreatinin dan asam urat), asam
hipurat zat sisa pencernaan sayuran dan buah, badan keton zat sisa metabolisme lemak, ion-ion
elektrolit (Na, Cl, K, Amonium, sulfat,Ca dan Mg), hormon, zat toksin (obat, vitamin dan zat
kimia asing), zat abnormal (protein, glukosa, sel darah Kristal kapur dsb). Volume urine normal
per hari adalah 900 – 1400 ml, volume tersebut dipengaruhi banyak faktor diantaranya suhu, zat-
zat diuretika (teh, alcohol, dan kopi), jumlah air minum, hormon ADH, dan emosi. 

B. Tujuan dari pemeriksaan spesimen urine adalah 


1. Untuk mengetahui adanya kelainan urine secara langsung. Urine akan diambil
sebagai spesimen atau sampel laboratorium apabila diperlukan. Beberapa kasus yang
memerlukan sampel urine adalah diabetes, proteinuria, dan adanya gangguan ginjal.  
2. Untuk membantu penegakan dini diagnosa awal. Urine terdiri dari air dengan bahan
terlarut berupa sisa metabolisme (seperti urea), garam terlarut, dan materi organik. Cairan dan
materi pembentuk urine berasal dari darah atau cairan interstisial. Komposisi urine berubah
sepanjang proses reabsorpsi ketika molekul yang penting bagi tubuh, misal glukosa, diserap
kembali ke dalam tubuh melalui molekul pembawa. Cairan yang tersisa mengandung urea dalam
kadar yang tinggi dan berbagai senyawa yang berlebih atau berpotensi racun yang akan dibuang
keluar tubuh. Materi yang terkandung di dalam urine dapat diketahui melalui urinalisis. Urea
yang dikandung oleh urine dapat menjadi sumber nitrogen yang baik untuk tumbuhan dan dapat
digunakan untuk mempercepat pembentukan kompos. 
C. Faktor yang Mempengaruhi Proses Urinasi 
a. Faktor Internal 
1. Hormon Antideuritik (ADH).    
Hormon antideuritik dikeluarkan oleh kelenjar saraf hipofifis (neuroehipofisis). Pengeluaran
hormon ini ditentukan oleh reseptor khusus di dalam otak yang secara terus menerus
mengendalikan tekananan osmotik darah (kesetimbangan konsentrasi air dalam darah). Oleh
karena itu, hormon ini akan mempengaruhi proses reabsorpsi air pada tubulus kontortus distal,
sehingga permeabilitas sel terhadap air akan meningkat. Oleh karena cara bekerja dan
pengaruhnya inilah, hormon tersebut disebut sebagai hormon antideuritik. Jika tekanan osmotik
darah naik, yaitu pada saat dalam keadaan dehidrasi atau kekurangan cairan tubuh (saat kehausan
atau banyak mengeluarkan keringat), konsentrasi air dalam darah akan turun. Akibat dari kondisi
tersebut, sekresi ADH meningkat dan dialirkan oleh darah menuju ke ginjal. ADH selain
meningkatkan permeabilitas sel terhadap air, juga mengkatkan permeabilitas saluran pengumpul,
sehingga memperbesar sel saluran pengumpul. Dengan demikian air akan berdifusi ke luar dari
pipa pengumpul, lalu masuk ke dalam darah. Keadaan tersebut akan berusaha memulihkan
konsentrasi air dalam darah. Namun akibatnya, urine yang dihasilkan menjadi sedikit dan lebih
pekat.    
2. Hormon Insulin Hormon insulin adalah hormon yang dikeluarkan oleh pulau langerhans
dalam pankreas. Hormon insulin berfungsi mengatur gula dalam darah. Penderita kencing manis
(diabetes mellitus) memiliki konsentrasi hormon insulin yang rendah, sehingga kadar gula dalam
darah akan tinggi. Akibatnya terjadi gangguan reabsorpsi di dalam urine masih terdapat glukosa.
3. Saraf Stimulus pada saraf ginjal akan menyebabkan penyempitan duktus afferen. Hal
ini menyebabkan aliran darah ke glomerulus menurun dan tekanan darah menurun sehingga
filtrasi kurang efektif. Hasilnya urine yang diproduksi meningkat.
4. Tonus otot 
Tonus otot yang memiliki peran penting dalam membantu proses berkemih adalah otot kandung
kemih, otot abdomen dan pelvis. Ketiganya sangat berperan dalam kontraksi pengontrolan
pengeluaran urine. 
5) Usia
Pengeluaran urine usia balita lebih sering karena balita belum bisa mengendalikan rangsangan
untuk miksi dan makanan balita lebih banyak berjenis cairan sehingga urine yang dihasilkan
lebih banyak sedangkan pengeluaran urine pada lansia lebih sedikit karena setelah usia 40 tahun,
jumlah nefron yang berfungsi biasanya menurun kira-kira 10% tiap tahun. 

b. Faktor Eksternal 
1) Zat-zat diuretik 
Misalnya teh, kopi, atau alkohol dapat menghambat reabsorpsi ion Na+.  Akibatnya ADH
berkurang sehingga reabsorpsi air terhambat dan volume urine meningkat. 
2) Suhu lingkungan 
Ketika suhu sekitar dingin, maka tubuh akan berusaha untuk menjaga suhunya dengan
mengurangi jumlah darah yang mengalir ke kulit sehingga darah akan lebih banyak yang menuju
organ tubuh, di antaranya ginjal. Apabila darah yang menuju ginjal jumlahnya samakin banyak,
maka pengeluaran air kencing pun banyak. 
3) Gejolak emosi dan stress 
Jika seseorang mengalami stress, biasanya tekanan darahnya akan meningkat sehingga banyak
darah yang menuju ginjal. Selain itu, pada saat orang berada dalam kondisi emosi, maka
kandung kemih akan berkontraksi. Dengan demikian, maka timbullah hasrat ingin buang air
kecil. 
4) Jumlah air yang diminum 
Jumlah air yang diminum tentu akan mempengaruhi konsentrasi air dalam darah. Jika meminum
banyak air, konsentrasi air dalam darah akan tinggi, dan kosentrasi protein dalam darah menurun,
sehingga filtrasi menjadi berkurang. Selain itu, keadaan seperti ini menyebabkan darah lebih
encer, sehingga sekresi ADH akan berkurang. Menurunnya filtrasi dan berkurangnya ADH akan
menyebabkan menurunnya penyerapan air, sehingga urine yang dihasilkan akan meningkat dan
encer. 
5) Kondisi penyakit 
Kondisi penyakit dapat memengaruhi produksi urine, seperti diabetes melitus. 
6) Life Style dan aktivitas 
Seorang yang suka berolahraga, urine yang terbentuk akan lebih sedikit dan lebih pekat karena
cairan lebih banyak digunakan untuk membentuk energi sehingga cairan yang dikeluarkan lebih
banyak dalam bentuk keringat. 
D. Pemeriksaan Urine 
Yang dimaksud dengan pemeriksaan urine rutin adalah pemeriksaan makroskopik, mikroskopik
dan kimia urine yang meliputi pemeriksaan protein dan glukosa. Sedangkan yang dimaksud
dengan pemeriksaan urine lengkap adalah pemeriksaan urine rutin yang dilengkapi dengan
pemeriksaan benda keton, bilirubin, urobilinogen, darah samar dan nitrit. 
1. Pemeriksaan Makroskopik 
Tes makroskopik dilakukan dengan cara visual. Pada tes ini biasanya menggunakan reagen strip
yang dicelupkan sebentar ke dalam urine lalu mengamati perubahan warna yang terjadi pada
strip dan membandingkannya dengan grafik warna standar. Tes ini bertujuan mengetahui Warna,
Kejernihan, bau,Volume pH, berat jenis (BJ), glukosa, protein, bilirubin, urobilinogen, darah,
keton, nitrit dan lekosit esterase. 

1. Volume urine. Banyak sekali faktor yang mempengaruhi volume urine seperti umur,
berat badan, jenis kelamin, makanan dan minuman, suhu badan, iklim dan aktivitas orang yang
bersangkutan. Rata-rata di daerah tropik volume urine dalam 24 jam antara 800--1300 ml untuk
orang dewasa. Bila didapatkan volume urine selama 24 jam lebih dari 2000 ml maka keadaan itu
disebut poliuri. Bila volume urine selama 24 jam 300--750 ml maka keadaan ini dikatakan
oliguri, keadaan ini mungkin didapat pada diarrhea, muntah -muntah, deman edema, nefritis
menahun. Anuri adalah suatu keadaan dimana jumlah urine selama 24 jam kurang dari 300 ml.
Hal ini mungkin dijumpai pada shock dan kegagalan ginjal  
2. Warna urin. Warna urine ditentukan oleh besarnya dieresis. Makin besar dieresis, makin
muda warna urine itu. Biasanya warna urine normal berkisar antara kuning muda dan kuning tua.
Warna itu disebabkan oleh beberapa macam zat warna, terutama urochrom dan urobilin. Jika
didapat warna abnormal disebabkan oleh zat warna yang dalam keadaan normal pun ada, tetapi
sekarang ada dalam jumlah besar. Kemungkinan adanya zat warna abnormal, berupa hasil
metabolisme abnormal, tetapi mungkin juga berasal dari suatu jenis makanan atau obat-obatan.
Beberapa keadaan warna urine mungkin baru berubah setelah dibiarkan  
3. Berat jenis urine. Pemeriksaan berat jenis urine bertalian dengan faal pemekatan ginjal,
dapat dilakukan dengan berbagai cara yaitu dengan memakai falling drop, gravimetri,
menggunakan pikno meter, refraktometer dan reagens 'pita'  
4. Bau urine. Bau urine normal disebabkan oleh asam organik yang mudah menguap. Bau
yang berlainan dapat disebabkan oleh makanan seperti jengkol, petai, obat-obatan seperti mentol,
bau buah-buahan seperti pada ketonuria.  
5. pH urine. Penetapan pH diperlukan pada gangguan keseimbangan asam basa, karena
dapat memberi kesan tentang keadaan dalam badan. pH urine normal berkisar antar 4,5 - 8,0.
Selain itu penetapan pH pada infeksi saluran kemih dapat memberi petunjuk ke arah etiologi.
Pada infeksi oleh Escherichia coli biasanya urine bereaksi asam, sedangkan pada infeksi dengan
kuman Proteus yang dapat merombak ureum menjadi atnoniak akan menyebabkan urine bersifat
basa  
6. Buih. Buih pada urine normal berwarna putih. Jika urine mudah berbuih, menunjukkan
bahwa urine tersebut mengandung protein. Sedangkan jika urine memiliki buih yang berwarna
kuning, hal tersebut disebabkan oleh adanya pigmen empedu(bilirubin) dalam urine 
2. Pemeriksaan Mikroskopik 
Tes mikroskopik dilakukan dengan memutar (centrifuge) urine lalu mengamati endapan urine di
bawah mikroskop. Tes ini bertujuan untuk mengetahui : 
(1) unsur-unsur organik (sel-sel : eritrosit, lekosit, epitel), silinder, silindroid, benang lendir; 
(2) unsur anorganik (kristal, garam amorf); 
(3) elemen lain (bakteri, sel jamur, parasit Trichomonas sp., spermatozoa).
Yang dimaksud dengan pemeriksaan mikroskopik urin yaitu pemeriksaan sedimen urin. Ini
penting untuk mengetahui adanya kelainan pada ginjal dan saluran kemih serta berat ringannya
penyakit. 

1. Eritrosit. Dalam keadaan normal, terdapat 0 – 2 sel eritrosit dalam urine. Jumlah eritrosit
yang meningkat menggambarkan adanya trauma atau perdarahan pada ginjal dan saluran kemih,
infeksi, tumor, batu ginjal.  
2. Lekosit. Dalam keadaan normal, jumlah lekosit dalam urine adalah 0 – 4 sel.
Peningkatan jumlah lekosit menunjukkan adanya peradangan, infeksi atau tumor.  
3. Epitel. Ini adalah sel yang menyusun permukaan dinding bagian dalam ginjal dan saluran
kemih. Sel-sel epitel hampir selalu ada dalam urine, apalagi yang berasal dari kandung kemih
(vesica urinary), urethra dan vagina.  
4. Silinder (cast). Ini adalah mukoprotein yang dinamakan protein Tam Horsfal yang
terbentuk di tubulus ginjal. Terdapat beberapa jenis silinder, yaitu : silinder hialin, silinder
granuler, silinder eritrosit, silinder lekosit, silinder epitel dan silinder lilin (wax cast). Silinder
hialin menunjukkan kepada iritasi atau kelainan yang ringan. Sedangkan silinder-silinder yang
lainnya menunjukkan kelainan atau kerusakan yang lebih berat pada tubulus ginjal. 
5. Kristal. Dalam keadaan fisiologik / normal, garam-garam yang dikeluarkan bersama
urine (misal oksalat, asam urat, fosfat, cystin) akan terkristalisasi (mengeras) dan sering tidak
dianggap sesuatu yang berarti. Pembentukan kristal atau garam amorf dipengaruhi oleh jenis
makanan, banyaknya makanan, kecepatan metabolisme dan konsentrasi urine (tergantung
banyak-sedikitnya minum).Yang perlu diwaspadai jika kristal-kristal tersebut ternyata berpotensi
terhadap pembentukan batu ginjal. Batu terbentuk jika konsentrasi garam-garam tersebut
melampaui keseimbangan kelarutan. Butir-butir mengendap dalam saluran urine, mengeras dan
terbentuk batu. 
6. Silindroid.  Ini adalah material yang menyerupai silinder. Tidak memiliki arti yang
banyak, mungkin sekali berrati adanya radang yang ringan. 
7. Benang lendir (mucus filaments). Ini didapat pada iritasi permukaan selaput lendir
saluran kemih.
8. Spermatozoa. Bisa ditemukan dalam urine pria atau wanita dan tidak memiliki arti
klinik. 
9. Bakteri.  Bakteri yang dijumpai bersama lekosit yang meningkat menunjukkan adanya
infeksi dan dapat diperiksa lebih lanjut dengan pewarnaan Gram atau dengan biakan (kultur) urin
untuk identifikasi. Tetapi jika ada bakteri namun sedimen “bersih”, kemungkinan itu merupakan
cemaran (kontaminasi) saja. 
10. Sel jamur . Menunjukkan infeksi oleh jamur (misalnya Candida) atau mungkin hanya
cemaran saja.
11. Trichomonas sp. Ini adalah parasit yang bila dijumpai dalam urin dapat menunjukkan
infeksi pada saluran kemih pada laki-laki maupun perempuan. 
3. Pemeriksaan Kimia Urine
Di samping cara konvensional, pemeriksaan kimia urin dapat dilakukan dengan cara yang lebih
sederhana dengan hasil cepat, tepat, spesifik dan sensitif yaitu memakai reagens pita. Reagens
pita (strip) dari berbagai pabrik telah banyak beredar di Indonesia. Reagens pita ini dapat dipakai
untuk pemeriksaan pH, protein, glukosa, keton, bilirubin, darah, urobilinogen dan nitrit.
1. Pemeriksaan glukosa. Dalam urine dapat dilakukan dengan memakai reagens pita.
Selain itu penetapan glukosa dapat dilakukan dengan cara reduksi ion cupri menjadi cupro.
Dengan cara reduksi mungkin didapati hasil positip palsu pada urin yang mengandung bahan
reduktor selain glukosa seperti : galaktosa, fruktosa, laktosa, pentosa, formalin, glukuronat dan
obat-obatan seperti streptomycin, salisilat, vitamin C. Cara enzimatik lebih sensitif dibandingkan
dengan cara reduksi. Cara enzimatik dapat mendeteksi kadar glukosa urin sampai 100 mg/dl,
sedangkan pada cara reduksi hanya sampai 250 mg/dl. 
2. Benda- benda keton, dalam urin terdiri atas aseton, asam asetoasetat dan asam 13-
hidroksi butirat. Karena aseton mudah menguap, maka urin yang diperiksa harus segar.
Pemeriksaan benda keton dengan reagens pita ini dapat mendeteksi asam asetoasetat lebih dari
5--10 mg/dl, tetapi cara ini kurang peka untuk aseton dan tidak bereaksi dengan asam beta
hidroksi butirat. Hasil positif palsu mungkin didapat bila urine mengandung bromsulphthalein,
metabolit levodopa dan pengawet 8-hidroksi-quinoline yang berlebihan. Dalam keadaan normal
pemeriksaan benda keton dalam urin negatif. Pada keadaan puasa yang lama, kelainan
metabolisme karbohidrat seperti pada diabetes mellitus, kelainan metabolisme lemak didalam
urin didapatkan benda keton dalam jumlah yang tinggi. 
3. Pemeriksaan bilirubin. Dalam urine berdasarkan reaksi antara garam diazonium dengan
bilirubin dalam suasana asam, yang menimbulkan warna biru atau ungu tua. Garam diazonium
terdiri dari p-nitrobenzene diazonium dan p-toluene sulfonate, sedangkan asam yang dipakai
adalah asam sulfo salisilat. Adanya bilirubin 0,05-1 mg/dl urine akan memberikan basil positif
dan keadaan ini menunjukkan kelainan hati atau saluran empedu. Hasil positif palsu dapat terjadi
bila dalam urin terdapat mefenamic acid, chlorpromazine dengan kadar yang tinggi sedangkan
negatif palsu dapat terjadi bila urin mengandung metabolit pyridium atau serenium. 
4. Pemeriksaan urobilinogen. Dengan reagens pita perlu urin segar. Dalam keadaan
normal kadar urobilinogen berkisar antara 0,1 - 1,0 Ehrlich unit per dl urin. Peningkatan ekskresi
urobilinogen urin mungkin disebabkan oleh kelainan hati, saluran empedu atau proses hemolisa
yang berlebihan di dalam tubuh. Dalam keadaan normal tidak terdapat darah dalam urin, adanya
darah dalam urin mungkin disebabkan oleh perdarahan saluran kemih atau pada wanita yang
sedang haid. Dengan pemeriksaan ini dapat dideteksi adanya 150-450 ug hemoglobin per liter
urin. Tes ini lebih peka terhadap hemoglobin daripada eritrosit yang utuh sehingga perlu
dilakukan pula pemeriksaan mikroskopik urin. Hasil negatif palsu bila urin mengandung vitamin
C lebih dari 10 mg/dl. Hasil positif palsu didapatkan bila urin mengandung oksidator seperti
hipochlorid atau peroksidase dari bakteri yang berasal dari infeksi saluran kemih atau akibat
pertumbuhan kuman yang terkontaminasi. 
D. Jenis Sampel Urine 

1. Urine sewaktu / urine acak (random). Urine sewaktu adalah urine yang dikeluarkan
setiap saat dan tidak ditentukan secara khusus. Mungkin sampel encer, isotonik, atau hipertonik
dan mungkin mengandung sel darah putih, bakteri, dan epitel skuamosa sebagai kontaminan.
Jenis sampel ini cukup baik untuk pemeriksaan rutin tanpa pendapat khusus. 
2. Urine pagi. Pengumpulan sampel pada pagi hari setelah bangun tidur, dilakukan sebelum
makan atau menelan cairan apapun. Urine satu malam mencerminkan periode tanpa asupan
cairan yang lama, sehingga unsur-unsur yang terbentuk mengalami pemekatan. Urine pagi baik
untuk pemeriksaan sedimen dan pemeriksaan rutin serta tes kehamilan berdasarkan adanya
HCG (human chorionic gonadothropin) dalam urine. 
3. Urine tampung 24 jam. Urine tampung 24 jam adalah urine yang dikeluarkan selama 24
jam terus-menerus dan dikumpulkan dalam satu wadah. Urine jenis ini biasanya digunakan untuk
analisa kuantitatif suatu zat dalam urine, misalnya ureum, kreatinin, natrium, dsb. Urine
dikumpulkan dalam suatu botol besar bervolume 1.5 liter dan biasanya dibubuhi bahan
pengawet, misalnya toluene. 
D. Wadah Spesimen 
Wadah untuk menampung spesimen urine sebaiknya terbuat dari bahan plastik, tidak mudah
pecah, bermulut lebar, dapat menampung 10-15 ml urine dan dapat ditutup dengan rapat. Selain
itu juga harus bersih, kering, tidak mengandung bahan yang dapat mengubah komposisi zat-zat
yang terdapat dalam urine 

D. Prosedur Pengumpulan Sampel Urine 


Pengambilan spesimen urine dilakukan oleh penderita sendiri (kecuali dalam keadaan yang tidak
memungkinkan). Sebelum pengambilan spesimen, penderita harus diberi penjelasan tentang tata
cara pengambilan yang benar. Spesimen urine yang ideal adalah urine pancaran tengah
(midstream), di mana aliran pertama urine dibuang dan aliran urine selanjutnya ditampung dalam
wadah yang telah disediakan. Pengumpulan urine selesai sebelum aliran urine habis. Aliran
pertama urine berfungsi untuk menyiram sel-sel dan mikroba dari luar uretra agar tidak
mencemari spesimen urine. Sebelum dan sesudah pengumpulan urine, pasien harus mencuci
tangan dengan sabun sampai bersih dan mengeringkannya dengan handuk, kain yang bersih atau
tissue. Pasien juga perlu membersihkan daerah genital sebelum berkemih. Wanita yang sedang
haid harus memasukkan tampon yang bersih sebelum menampung spesimen. Pasien yang tidak
bisa berkemih sendiri perlu dibantu orang lain (mis. keluarga atau perawat). Orang-orang
tersebut harus diberitahu dulu mengenai cara pengumpulan sampel urin, mereka harus mencuci
tangannya sebelum dan sesudah pengumpulan sampel, menampung urine midstream dengan
baik. Untuk pasien anak-anak mungkin perlu dipengaruhi/dimaotivasi untuk mengeluarkan urine.
Pada pasien bayi dipasang kantung penampung urine pada genitalia. Pada kondisi tertentu, urine
kateter juga dapat digunakan. Dalam keadaan khusus, misalnya pasien dalam keadaan koma atau
pasien gelisah, diperlukan kateterisasi kandung kemih melalui uretra. Prosedur ini menyebabkan
1 - 2 % risiko infeksi dan menimbulkan trauma uretra dan kandung kemih. Untuk menampung
urine dari kateter, lakukan desinfeksi pada bagian selang kateter dengan menggunakan alkohol
70%. Aspirasi urine dengan menggunakan spuit sebanyak 10 – 12 ml. Masukkan urine ke dalam
wadah dan tutup rapat. Segera kirim sampel urine ke laboratorium. Untuk mendapatkan
informasi mengenai kadar analit dalam urine biasanya diperlukan sampel urine 24 jam. 

Cara pengumpulan urine 24 jam adalah : 

1. Pada hari pengumpulan, pasien harus membuang urine pagi pertama. Catat tanggal dan
waktunya. Semua urine yang dikeluarkan pada periode selanjutnya ditampung. 
2. Jika pasien ingin buang air besar, kandung kemih harus dikosongkan terlebih dahulu
untuk menghindari kehilangan air seni dan kontaminasi feses pada sampel urin wanita. 
3. Keesokan paginya tepat 24 jam setelah waktu yang tercatat pada wadah, pengumpulan
urine dihentikan. 
4. Spesimen urine sebaiknya didinginkan selama periode pengumpulan. 
Cara pengambilan sampel urine clean-catch pada pasien wanita : 

1. Pasien harus mencuci tangannya dengan memakai sabun lalu mengeringkannya dengan
handuk, kain yang bersih atau tissue. 
2. Tanggalkan pakaian dalam, lebarkan labia dengan satu tangan 
3. Bersihkan labia dan vulva menggunakan kasa steril dengan arah dari depan ke belakang 
4. Bilas dengan air bersih dan keringkan dengan kasa steril yang lain. 
5. Selama proses ini berlangsung, labia harus tetap terbuka dan jari tangan jangan
menyentuh daerah yang telah dibersihkan. 
6. Keluarkan urine, aliran urine yang pertama dibuang. Aliran urine selanjutnya ditampung
dalam wadah steril yang telah disediakan. Pengumpulan urine selesai sebelum aliran urine habis.
Diusahakan agar urine tidak membasahi bagian luar wadah. 
7. Wadah ditutup rapat dan segera dikirim ke laboratorium. 
Cara pengambilan urine clean-catch pada pasien pria : 

1. Pasien harus mencuci tangannya dengan memakai sabun lalu mengeringkannya dengan
handuk, kain yang bersih atau tissue. 
2. Jika tidak disunat, tarik preputium ke belakang. Keluarkan urine, aliran urine yang
pertama dibuang. Aliran urine selanjutnya ditampung dalam wadah steril yang telah disediakan.
Pengumpulan urine selesai sebelum aliran urine habis. Diusahakan agar urine tidak membasahi
bagian luar wadah. 
3. Wadah ditutup rapat dan segera dikirim ke laboratorium.

Aspirasi jarum suprapubik transabdominal kandung kemih merupakan cara mendapatkan sampel
urine yang paling murni. Pengumpulan urine aspirasi suprapubik harus dilakukan pada kandung
kemih yang penuh. 

1. Lakukan desinfeksi kulit di daerah suprapubik dengan Povidone iodine 10% kemudian
bersihkan sisa Povidone iodine dengan alkohol 70% 
2. Aspirasi urine tepat di titik suprapubik dengan menggunakan spuit 
3.  Diambil urine sebanyak ± 20 ml dengan cara aseptik/suci hama (dilakukan oleh petugas
yang berkompenten) 
4. Masukkan urine ke dalam wadah yang steril dan tutup rapat. 
5. Segera dikirim ke laboratorium. 
G. Macam-macam Pemeriksaan Sampel Urine
Bahan urine untuk pemeriksaaan harus segar dan sebaiknya diambil pagi hari. Bahan urine dapat
diambil dengan cara punksi suprapubik (suprapubic puncture=spp), dari kateter dan urin porsi
tengah (midstream urine). Bahan urine yang paling mudah diperoleh adalah urin porsi tengah
yang ditampung dalam wadah bermulut lebar dan steril. 

1. Punksi Suprapubik.  Pengambilan urine dengan punksi suprapubik dilakukan


pengambilan urine langsung dari kandung kemih melalui kulit dan dinding perut dengan semprit
dan jarum steril. Yang penting pada punksi suprapubik ini adalah tindakan antisepsis yang baik
pada daerah yang akan ditusuk, anestesi lokal pada daerah yang akan ditusuk dan keadaan
asepsis harus selalu dijaga. Bila keadaan asepsis baik, maka bakteri apapun dan berapapun
jumlah koloni yang tumbuh pada biakan, dapat dipastikan merupakan penyebab ISK.  
2. Kateter Bahan urin dapat diambil dari kateter dengan jarum dan semprit yang
steril. Pada cara ini juga penting tindakan antisepsis pada daerah kateter yang akan ditusuk dan
keadaan asepsis harus selalu dijaga. Tempat penusukan kateter sebaiknya sedekat mungkin
dengan ujung kateter yang berada di dalam kandung kemih (ujung distal). Penilaian urin yang
diperoleh dari kateter sama dengan hasil biakan urine yang diperoleh dari punksi suprapubik.
3. Urine Porsi Tengah . Urine porsi tengah sebagai sampel pemeriksaan urinalisis
merupakan teknik pengambilan yang paling sering dilakukan dan tidak menimbulkan ketidak
nyamanan pada penderita. Akan tetapi resiko kontaminasi akibat kesalahan pengambilan cukup
besar. Tidak boleh menggunakan antiseptik untuk persiapan pasien karena dapat
mengkontaminasi sampel dan menyebabkan kultur false-negative. 
Cara pengambilan dan penampungan urin porsi tengah pada wanita: : 
 Siapkan beberapa potongan kasa steril untuk membersihkan daerah vagina dan muara
uretra. Satu potong kasa steril dibasahi dengan air sabun, dua potong kasa steril dibasahi air atau
salin hangat dan sepotong lagi dibiarkan dalam keadaan kering. Jangan memakai larutan
antiseptik untuk membersihkan daerah tersebut. Siapkan pula wadah steril dan jangan buka
tutupnya sebelum pembersihan daerah vagina selesai
 Dengan 2 jari pisahkan kedua labia dan bersihkan daerah vagina dengan potongan kasa
steril yang mengandung sabun. Arah pembersihan dari depan ke belakang. Kemudian buang kasa
yang telah dipakai ke tempat sampah. 
 Bilas daerah tersebut dari arah depan ke belakang dengan potongan kasa yang dibasahi
dengan air atau salin hangat. Selama pembilasan tetap pisahkan kedua labia dengan 2 jari dan
jangan biarkan labia menyentuh muara uretra. Lakukan pembilasan sekali lagi, kemudian
keringkan daerah tersebut dengan potongan kasa steril yang kering. Buang kasa yang telah
dipakai ke tempat sampah. 
 Dengan tetap memisahkan kedua labia, mulailah berkemih. Buang beberapa mililiter urin
yang mula-mula keluar. Kemudian tampung aliran urin selanjutnya ke dalam wadah steril sampai
kurang lebih sepertiga atau setengah wadah terisi. 
 Setelah selesai, tutup kembali wadah urine dengan rapat dan bersihkan dinding luar
wadah dari urine yang tertumpah. Tuliskan identitas penderita pada wadah tersebut dan kirim
segera ke laboratorium. 
Cara pengambilan dan penampungan urine porsi tengah pada pria: 
 Siapkan beberapa potongan kasa steril untuk membersihkan daerah penis dan muara
uretra. Satu potong kasa steril dibasahi dengan air sabun, dua potong kasa steril dibasahi dengan
air sabun, dua potong kasa steril dibasahi dengan air atau salin hangat dan sepotong lagi
dibiarkan dalam keadaan kering. Jangan memakai larutan antiseptik untuk membersihkan daerah
tersebut. Siapkan pula wadah steril dan jangan buka tutupnya sebelum pembersihan selesai.
 Tarik prepusium ke belakang dengan satu tangan dan bersihkan daerah ujung penis
dengan kasa yang dibasahi air sabun. Buang kasa yang telah dipakai ke tempat sampah.
 Bilas ujung penis dengan kasa yang dibasahi air atau salin hangat. Ulangi sekali lagi, lalu
keringkan daerah tersebut dengan potongan kasa steril yang kering. Buang kasa yang telah
dipakai ke dalam tempat sampah.
 Dengan tetap menahan prepusium ke belakang, mulailah berkemih. Buang beberapa
mililiter urin yang keluar, kemudian tampung urin yang keluar berikutnya ke dalam wadah steril
sampai terisi sepertiga sampai setengahnya.
 Setelah selesai, tutup kembali wadah urine dengan rapat dan bersihkan dinding luar
wadah dari urin yang tertumpah. Tuliskan identitas penderita pada wadah tersebut dan kirim
segera ke laboratorium. 
4. Pemeriksaan Urin Empat Porsi (Meares Stamey) 
Pemeriksaan ini dilakukan untuk penderita prostatitis. Pemeriksaan ini terdiri dari urin empat
porsi yaitu: 
 Porsi pertama (VB1) : 10 ml pertama urin, menunjukkan kondisi uretra. 
 Porsi kedua (VB2) : sama dengan urin porsi tengah, menunjukkan kondisi buli-buli. 
 Porsi ketiga (EPS) : sekret yang didapatkan setelah masase prostat. 
 Porsi keempat (VB4) : urin setelah masase prostat. 
5. Pemeriksaan laboratorium Pemeriksaan urinalisis dilakukan untuk menentukan dua parameter
penting ISK yaitu leukosit dan bakteri. Pemeriksaan rutin lainnya seperti deskripsi warna, berat
jenis dan pH, konsentrasi glukosa, protein, keton, darah dan bilirubin tetap dilakukan. 
6. Pemeriksaan Dipstik 
Pemeriksaan dengan dipstik merupakan salah satu alternatif pemeriksaan leukosit dan bakteri di
urin dengan cepat. Untuk mengetahui leukosituri, dipstik akan bereaksi dengan leucocyte
esterase (suatu enzim yang terdapat dalam granul primer netrofil). Sedangkan untuk mengetahui
bakteri, dipstik akan bereaksi dengan nitrit (yang merupakan hasil perubahan nitrat oleh enzym
nitrate reductase pada bakteri). Penentuan nitrit sering memberikan hasil false-negative karena
tidak semua bakteri patogen memiliki kemampuan mengubah nitrat atau kadar nitrat dalam urin
menurun akibat obat diuretik. Kedua pemeriksaan ini memiliki angka sensitifitas 60-80% dan
spesifisitas 70 – 98%. Sedangkan nilai positive predictive value kurang dari 80% dan negative
predictive value mencapai 95%. Akan tetapi pemeriksaan ini tidak lebih baik dibandingkan
dengan pemeriksaan mikroskopik urine dan kultur urine. Pemeriksaan dipstik digunakan pada
kasus skrining follow up. Apabila kedua hasil menunjukkan hasil negatif, maka urine tidak perlu
dilakukan kultur. 

7. Pemeriksaan Mikroskopik Urine 


Pemeriksaan mikroskopik dilakukan untuk menentukan jumlah leukosit dan bakteri dalam urin.
Jumlah leukosit yang dianggap bermakna adalah &; 10 / lapang pandang besar (LPB). Apabila
didapat leukosituri yang bermakna, perlu dilanjutkan dengan pemeriksaan kultur. Pemeriksaan
langsung kuman patogen dalam urin sangat tergantung kepada pemeriksa. Apabila ditemukan
satu atau lebih kuman pada pemeriksan langsung, perlu dilakukan pemeriksaan kultur. 
8. Pemeriksaan Kultur Urine
Deteksi jumlah bermakna kuman patogen (significant bacteriuria) dari kultur urin masih
merupakan baku emas untuk diagnosis ISK. Bila jumlah koloni yang tumbuh > 105 koloni/ml
urin, maka dapat dipastikan bahwa bakteri yang tumbuh merupakan penyebab ISK. Sedangkan
bila hanya tumbuh koloni dengan jumlah < 103 koloni / ml urin, maka bakteri yang tumbuh
kemungkinan besar hanya merupakan kontaminasi flora normal dari muara uretra. Jika diperoleh
jumlah koloni antara 103 - 105 koloni / ml urin, kemungkinan kontaminasi belum dapat
disingkirkan dan sebaiknya dilakukan biakan ulang dengan bahan urin yang baru. Faktor yang
dapat mempengaruhi jumlah kuman adalah kondisi hidrasi pasien, frekuensi berkemih dan
pemberian antibiotika sebelumnya.1,5 Perlu diperhatikan pula banyaknya jenis bakteri yang
tumbuh. Bila > 3 jenis bakteri yang terisolasi, maka kemungkinan besar bahan urin yang
diperiksa telah terkontaminasi.  

Anda mungkin juga menyukai