Anda di halaman 1dari 25

6

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Tentang Urine

2.1.1 Pengertian Urine

Urine merupakan hasil akhir proses filtrasi, reabsobsi dan ekskresi ginjal,

dan merupakan jendela untuk melihat apakah ada kelainan pada saluran kemih

(Soeparman & Sarwono,1990). Zat-zat yang tidak dipergunakan oleh tubuh akan

larut dalam air dan dikeluarkan berupa urine.

Urine disimpan dalam kandung kemih sampai kandung kemih menjadi

benar-benar meregang, pada saat itu urine dikeluarkan dari tubuh melalui uretra

melalui kontraksi sel-sel otot polos di kandung kemih.

2.1.2 Proses pembentukan Urine

Urine berasal dari darah yang dibawa arteri renalis masuk ke dalam ginjal,

darah ini terdiri dari sel darah dan plasma darah. Glomerulus berfungsi sebagai

ultrafiltrasi, simpai bowmen berfungsi untuk menampung hasil filtrasi dari

glomerulus. Pada tubulus renalis akan terjadi penyerapan kembali dari zat-zat

yang sudah disaring pada glomerulus dan sisa cairannya akan diteruskan ke piala

ginjal dan berlanjut ke ureter (Syaifuddin,2002).

Ginjal melakukan banyak fungsi metabolik dan ekskretorik serta

mempermudah pengeluaran produk sampingan nitrogen dan metabolik lain dari

tubuh. Ginjal mempertahankan homeostasis cairan, elektrolit, dan status asam-


7

basa. Organ ini menerima sekitar 20 % dari jantung, setara dengan hampir satu

liter darah setiap menit.

Melalui filtrasi, reabsorpsi dan sekresi, ginjal mengekskresikan 1,6 – 1,8

liter urine per hari pada orang dewasa dan 2 – 5 ml/kg per jam pada anak-anak.

Volume ini dapat berbeda-beda bergantung pada kasus hidrasi pasien. Karena

bagian yang berbeda, di ginjal melakukan fungsi yang berbeda pula sehingga

banyak gangguan ginjal dapat diperkirakan dari evaluasi aspek-aspek tertentu saat

pengaturan metabolik dan saat pembentukan urine (Ronald & richard,2004).

Tiga tahap pembentukan urine :

1. Proses filtrasi

terjadi di glomerulus, proses ini terjadi karena adanya perpindahan cairan

dan zat terlarut dari kapiler glomerulus dalam gradien tekanan tertentu

kedalam kapsul bowman. Proses filtrasi ini dibantu oleh faktor :

a. Membran kapiler glomerulus lebih permeabel dibandingkan kapiler

lain dalam tubuh sehingga filtrasi berjalan dengan cepat.

b. Tekanan darah dalam kapiler glomerulus lebih tinggi dibandingkan

tekanan darah dalam kapiler lain karena diameter arteriol eferen lebih

kecil dibandingkan diameter arteriol aferen.

2. Proses reabsorbsi

Pada proses ini terjadi penyerapan kembali,sebagian besar filtrat (99 %)

secara selektif direabsorpsi aktif terhadap gradien tersebut atau biasa


8

disebut dengan difusi terfasilitasi. Sekitar 85 % natrium klorida dan air

serta semua glukosa dan asam amino pada filtrat glomerulus diabsorpsi

dalam tubulus kontortus proksimal, walaupun reabsorpsi berlangsung pada

semua bagian nefron.

3. Proses sekresi

Mekanisme sekresi tubulus adalah proses aktif yang memindahkan zat

keluar dari darah dalam kapiler peritubulus melewati sel-sel tubulus

menuju cairan tubulus untuk dikeluarkan melalui urine (Sloane,2004).


9

Bagan proses pembentukan urine

Arteri renalis

Afferent arteriole

Glomerulus

Terbentuk filtrat glomerulus (170 liter/24 jam)dengan


komposisi : darah, sel-sel darah dan protein. Sel
darah dan protein tidak dapat melewati membran
glomerulus

Tubulus renalis (terjadi proses sekresi dan reabsorpsi


air, elektrolit dll).Tubuh memilih mana yang perlu
dibuang dan yang perlu diambil kembali. Urea
dikeluarkan, protein dan glukosa direabsorpsi
kembali sehingga tidak terdapat protein dan glukosa
di urine

Urine

(1,5 liter/24 jam)

Sumber : (Setiadi,2007)
10

Gambar 2.1. Proses pembentukan urine

2.1.3 Sifat fisik urine

1. Warna

Urine encer berwarna kuning pucat, urine kental berwarna kuning pekat

dan urine segar biasanya jernih dan menjadi keruh jika didiamkan.

2. Bau

Urine memiliki bau yang khas dan cenderung berbau amoniak jika

didiamkan. Bau ini dapat bervariasi sesuai dengan diet, misalnya pada

pasien dengan diabetes yang tidak terkontrol, aseton menghasilkan bau

amis pada urine.

3. Asiditas atau alkalinitas

pH urine bervariasi antara 4,8 – 7,5 dan biasanya sekitar 6,0, tetapi juga

tergantung pada diet. Diet makanan berprotein tinggi akan meningkatkan

asiditas, sementara diet sayuran meningkatkan alkalinitas.

4. Berat jenis urine

Berkisar antara 1,001 – 1,035 bergantung pada konsentrasi urine

(Sloane,2004)
11

2.1.4 Komposisi urine

Komposisi urine terdiri dari 95 % air dan mengandung zat terlarut sebagai

berikut :

1. Zat buangan nitrogen

Meliputi urea dari determinasi protein, asam urat dari katabolisme asam

nukleat, dan kreatinin dari proses penguraian kreatin fosfat dalam jaringan

otot.

2. Asam hipurat

Adalah produk sampingan pencernaan sayuran dan buah.

3. Badan keton

Dihasilkan dari metabolisme lemak yang merupakan koanstituen normal

dalam jumlah kecil.

4. Elektrolit

Meliputi ion natrium, klorida, kalium, ammonium, sulfat, fosfat, kalsium,

dan magnesium.

5. Hormon

Secara normal ada dalam urine.

6. Berbagai jenis toksin atau zat kimia asing, vitamin atau enzim

Secara normal ditemukan dalam urine dalam jumlah kecil.


12

7. Konstituen abnormal

Meliputi albumin, glukosa, sel darah merah, sejumlah besar badan keton,

zat kapur (terbentuk saat zat mengeras dalam tubulus dan kemudian

dikeluarkan) dan batu ginjal (Sloane,2004).

2.1.5 Proses keluarnya urine

1. Reflek buang air kecil

Ketika kandung kemih terisi banyak urine,tekanan pada kandung kemih

menjadi lebih tinggi. Sinyal sensorik dari reseptor kandung kemih

dihantarkan ke segmen medula spinalis melalui nervus pelvikus, kemudian

secara reflek kembali lagi ke kandung kemih melalui nervus parasimpatis.

Oleh karena kandung kemih terus terisi, reflek buang kecil menjadi

bertambah sering dan menyebabkan kontraksi otot detrusor menjadi lebih

kuat. Jika buang air tidak terjadi kandung kemih akan terisi lagi dan reflek

buang air kecil menjadi semakin kuat.

2. Tansport urine pada saat buang air kecil

Urine mengalir dari duktus koligentes masuk ke kalik renalis yang

kemudian mencetuskan kontraksi peristaltik yang menyebar ke pelvis

renalis dan kemudian turun sepanjang ureter. Dengan demikian

mendorong urine dari pelvis renalis ke arah kandung kemih. Dinding

kandung kemih cenderung menekan ureter sehingga bagian yang

menembus dinding kandung kemih membuka dan akan memberikan

kesempatan urine untuk mengalir kedalam kandung kemih.


13

2.1.6 Pemeriksaan urinalisis

Pemeriksaan urine tidak hanya dapat memberikan fakta-fakta tentang

ginjal dan saluran kencing, tetapi juga mengenai faal berbagai organ dalam tubuh

seperti: hati, saluran empedu, pankreas, dll. Pemeriksaan urine rutin sebaiknya

dinamakan sebagai pemeriksaan penyaring karena pemeriksaan ini dianggap

sebagai dasar untuk pemeriksaan selanjutnya. Jenis pemeriksaan yang termasuk

pemeriksaan rutin itu berbeda-beda menurut pandangan yang dianut di tiap-tiap

rumah sakit, pemeriksaan rutin adalah sebagai berikut : warna, kejernihan, PH,

berat jenis, protein, glukosa, keton, darah, nitrat dan sedimen urine (mikroskopis)

(Gandasoebrata,2007).

Pemeriksaan ini dilakukan dengan tujuan untuk mendeteksi komponen-

komponen dalam urine tersebut normal atau abnormal dan juga dapat digunakan

untuk membantu dalam mendiagnosa gangguan fungsi ginjal dan gangguan

saluran kencing (Kee,2003).

2.1.7 Pengambilan sampel urine

Waktu ideal yang digunakan untuk memperoleh urine untuk pemeriksaan

laboratorium untuk infeksi, pada umumnya digunakan kencing pertama pagi hari

karena paling pekat dan terbanyak dapat menunjukkan kelainan. Maka dari itu

pemeriksaan urine hendaknya pada urine yang pertama kali keluar pagi hari atau

bersamaan dengan buang air kecil pertama.

Untuk pemeriksaan laboratorium sebaiknya diperiksa urine segar karena

urine yang tersimpan pada suhu kamar akan mengalami perubahan-perubahan

susunan kimiawinya oleh kuman maupun gambaran sel-sel dalam urine. Bila tidak
14

dapat dilakukan pemeriksaan urine segera sebaiknya disimpan dalam lemari es

(Soeparman & Sarwono,1990).

Urine yang disimpan juga akan berubah susunannya tanpa adanya asam:

asam urat dan garam-garam urat mengendap, terutama pada suhu rendah. Selain

itu, urine yang disimpan akan berubah susunannya oleh proses-proses oksidasi,

hidrolisis dan pengaruh cahaya. Sebelum melakukan pemeriksaan, semua bahan

yang mengendap harus dicampur terlebih dahulu dengan cairan atas dengan cara

mengocok urine tersebut (Gandasoebrata,2007). Untuk pemeriksaan kualitatif

urine dapat ditampung sewaktu-waktu tetapi sebaiknya urine ditampung pada saat

diperkirakan mengandung bahan-bahan yang patologis ( Kustadi,1987).

2.1.8 Pemeriksaan sedimen urine

Pemeriksaan mikroskopik diperlukan untuk mengamati sel dan benda-

benda berbentuk partikel lainnya. Pemeriksaan sedimen urine sering digunakan

pada indikasi pertama adanya infeksi dan juga dapat memperlihatkan keberadaan

sel darah putih yang pada orang normal hanya memiliki sedikit sel darah putih.

Tehnik yang paling sering digunakan adalah dengan memusingkan spesimen dan

memeriksa satu tetes untuk sedimen urine (Ronald & Richard,2004).

Pemeriksaan mikroskopik dilakukan sesuai indikasi, pertama-tama amati

keseluruhan lapang pandang dengan obyektif 10 x dengan kondensor diturunkan.

Selanjutnya amati keseluruhan lapang pandang secara lebih detail dengan obyektif

40x dengan kindensor diturunkan atau diafragma dikecilkan. Laporkan jumlah

setiap unsur yang ditemukan per lapang pandang.


15

Bentuk eritrosit dalam sedimen mungkin saja berbentuk cakram kecil

kekuningan dengan tepi agak gelap (8µm) atau dengan tepi berduri dengan

diameter mengecil (5-6 µm) atau berbentuk cakram tipis dengan diameter

membesar (9-10µm). Bentuk eritrosit ini sering kali berubah pada spesimen urine

yang disimpan, tetapi hal ini tidak memiliki makna diagnostik karena normalnya

urine hanya mengandung beberapa eritrosit.

Sedangkan bentuk leukosit dalam sedimen mungkin saja berbentuk

cakram jernih dan bergranular dengan diameter 10-15µm (inti mungkin terlihat)

atau bentuknya berubah menyusut dengan granula mengecil. Ditemukannya

leukosit dalam urine terutama bergerombol atau berkelompok mengindikasikan

adanya infeksi saluran kemih (Mahode,2004).

Sedimen urine dibagi dalam dua bagian :

- Organik

Terdiri atas sel-sel darah, sel-sel epithel, telur-telur parasit dan sebagainya.

- Anorganik

Terdiri dari hablur-hablur kimia yang tidak larut dalam urine yang terbagi

menjadi bagian berbentuk (kristal) dan bagian tidak berbentuk (amorph).

Pada beberapa penyakit saluran kencing dalam sedimennya mungkin ditemukan :

1. Pus

2. Sel-sel darah (salah satunya sel darah putih/leukosit)

3. Sel-sel epithel
16

4. Bakteri-bakteri dan hablur-hablur kimia (kustadi,1987)

Sel-sel pada sedimen tidak mudah diketahui asalnya apakah dari ginjal,

saluran kencing atau uretra tetapi adanya sel yang terperangkap dalam protein

tubulus merupakan bukti bahwa sel tersebut berasal dari ginjal (Ronald &

Richard,2004).

Cara mengumpulkan urine

- Sebaiknya digunakan urine pagi karena masih dalam keadaan pekat tetapi

dapat juga digunakan urine yang dikeluarkan sembarang waktu dan harus

segera diperiksakan ke laboratorium.

- Urine pemeriksaan sedimen ini jangan disimpan di lemari es karena asam

urat dan garam-garam urat mengendap sehingga dapat mempengaruhi

hasil sedimennya, bagitu juga penyimpanan pada suhu kamar juga dapat

mempengaruhi perubahan susunan kimianya oleh kuman-kuman maupun

gambaran sel-sel dalam urine (Mahode,2004).

2.2 Tinjauan tentang infeksi saluran kencing

Infeksi saluran kencing merupakan suatu keadaan patologis yang sudah

lama dikenal dan sudah sering dijumpai di berbagai pelayanan kesehatan primer

sampai sub spesialis. Infeksi ini merupakan salah satu lokasi infeksi tersering

setelah infeksi saluran pernafasan. Infeksi saluran kencing adalah suatu keadaan

adanya infeksi yang ditandai dengan adanya peningkatan jumlah leukosit dalam

sedimen urine atau ditemukan adanya leukosit dalam jumlah banyak per lapang

pandang besar (LPB). Selain itu infeksi saluran kencing juga ditandai dengan
17

berkembang biaknya mikroorganisme di dalam saluran kencing yang dalam

keadaan normal tidak mengandung bakteri, virus, mikroorganisme lain

(Naga,2012).

Infeksi saluran kencing merupakan salah satu infeksi yang sering dijumpai

dan perlu mendapat perhatian dari dokter dikarenakan alasan, antara lain:

1. Infeksi saluran kencing dapat menimbulkan gejala yang tidak

menyenangkan pada penderitanya, seperti : nyeri, panas saat kencing

dan sakit pinggang.

2. Infeksi saluran kencing dapat menunjukkan adanya kelainan serius

pada saluran kencing yang segera memerlukan tindakan pembedahan .

Infeksi saluran kencing atau radang saluran kecing cenderung terjadi pada

wanita daripada laki-laki, kecenderungan ini mungkin disebabkan oleh uretra

wanita lebih pendek daripada uretra laki-laki dan dapat juga dikarenakan kelainan

hormonal yang mempengaruhi perlekatan bakteri pada mukosa saluran kencing.

Infeksi saluran kencing secara klinis dapat tanpa gejala (bakteriuria

asimptomatik), tetapi lebih sering menyebabkan disuria dan beser yang disertai

dengan nyeri pinggang dan demam. Faktor resiko lain infeksi saluran kencing

mencakup kateterisasi jangka panjang, kehamilan, diabetes mellitus dan obstruksi

saluran kencing bagian atas yang diakibatkan oleh kongenital, dan batu

(Robbin,1996).
18

Adapun tanda dan gejala yang ditimbulkan infeksi saluran kencing antara

lain :

1. Demam kadang sampai menggigil,

2. Nyeri panggul dan pinggang,

3. Pusing,

4. Mual kadang sampai muntah,

5. Nyeri yang sering dan panas saat buang air kecil, kadang disertai

hematuria (Mandal,2008).

Infeksi saluran kencing dapat diidentifikasikan melalui pemeriksaan

urinalisis laboratorium yang meliputi tes sedimen urine. Pada unsur sedimen

ditemukan salah satunya adalah leukosit, jumlah leukosit pada sedimen urine

normal di dapat 0 – 1/LPB. Tetapi jika didapat jumlah leukosit melebihi normal,

menandakan adanya proses peradangan pada saluran kencing dan sekitarnya.

Pemeriksaan laboratorium penunjang diagnosa infeksi saluran kencing

1. Urinalisis

Meliputi UL dan sedimen, sebagai salah satu petunjuk penting adalah

adanya leukosit positif > 5/LPB pada sedimen urine.

2. Bakteriologi

3. Kultur Urine

Dengan ditemukannya koloni ± 100.000 / mm³ urine atau 10


19

Cara penanggulangan infeksi saluran kencing kadang-kadang cukup

dengan pemberian antibiotika sederhana, tetapi tidak jarang pada infeksi yang

berat dan sudah menimbulkan kerusakan pada berbagai organ dibutuhkan terapi

sportif dan pemilihan antibiotika yang cermat.

2.3 Tinjauan Tentang Leukosit

2.3.1 Pengertian dan fungsi leukosit

Sel darah putih (leukosit) merupakan bagian dari sel darah yang

didalamnya mengandung sebuah nucleus (inti) dan organel-organel sel yang

menunjukkan gerakan amuboid yang terbatas. Leukosit dibagi menjadi dua

kelompok utama : jenis granular (polimorfonuklear) yang diproduksi oleh jaringan

hemopoetik dan jenis tak bergranula atau limfoid (mononuklear) yang diproduksi

oleh jaringan limpatik.Leukosit selalu berpindah-pindah dari pembuluh darah ke

jaringan sesuai dengan fungsinya sebagai sistem pertahanan tubuh terhadap

infeksi (Sutedjo,2007). Hal ini terutama terlihat saat terjadi luka atau infeksi

dimana granulosit berpindah, sebagian direspon terhadap rangsangan kemotaktis.

Diantara granulosit hanya neutrofil yang menunjukkan fagositosis. Banyak

jenis bakteri dimakan dalam proses ini, setelah fagositosis, granula spesifik dari

sel itu hancur dan hilang dan sementara membebaskan enzim-enzim hidolitis yang

bertanggung jawab terhadap penumpasan bakteri. Fungsi fagosit dan immunosit

dalam melindungi tubuh melawan infeksi berhubungan erat dengan dua sistem

protein tubuh yang larut, immunoglobulin dan komplemen. Protein ini yang juga

dapat terlibat dalam penghancuran sel darah pada sejumlah penyakit. Sedangkan

fungsi sel darah putih pada intinya adalah defensif, yaitu mempertahankan tubuh
20

terhadap benda asing termasuk kuman dan bakteri penyebab penyakit infeksi. Sel

darah putih ini terdapat pada sumsum merah, kura dan kelenjar limfa

(Gunarso,1988).

2.3.2 Leukosit dalam urine

Leukosit sering ditemukan pada sedimen urin normal, tetapi tidak boleh >

5/LP. Semua jenis leukosit yang muncul dalam darah perifer juga dapat

ditemukan dalam urine (yaitu, limfosit, monosit, eosinofil), leukosit dalam urine

umumnya adalah neutrofil (polymorphonuclear atau PMN). PMN memiliki

fungsi fagositosis, motil secara aktif, dan bergerak secara ameboid dengan

pseudopodia. PMN dalam urine dapat segera diketahui karena inti

multisegmented dan sitoplasma granular. Lekosit dalam urine berbentuk bulat,

berinti, granuler, berukuran kira-kira 1,5 – 2 kali eritrosit.

Peningkatan jumlah lekosit dalam urine (leukosituria atau piuria)

umumnya menunjukkan adanya infeksi saluran kemih baik bagian atas atau

bawah, sistitis, pielonefritis, atau glomerulonefritis akut. Leukosituria juga dapat

dijumpai pada febris, dehidrasi, stress, leukemia tanpa infeksi atau inflamasi,

dapat juga karena kecepatan ekskresi leukosit yang meningkat yang disebabkan

karena adanya perubahan permeabilitas membran glomerulus atau perubahan

motilitas leukosit. Pada kondisi berat jenis urin rendah, leukosit dapat ditemukan

dalam bentuk sel Glitter. Sel ini merupakan lekosit PMN yang menunjukkan

gerakan brown dalam sitoplasma. Pada suasana pH alkali leukosit cenderung

berkelompok.
21

Susunan urin tidak banyak berbeda dari hari ke hari, tetapi banyak

berbeda dari waktu ke waktu sepanjang hari, karena itu penting untuk mengambil

sampel urine sesuai dengan tujuan pemeriksaannya. Untuk pemeriksaan urin

seperti pemeriksaan protein, glukosa dan sedimen gunakanlah sampel urine

sewaktu, bila unsur sedimen tidak ditemukan karena urin sewaktu terlalu encer,

maka dianjurkan memakai urin pagi.

Gambar 2.3.2 Leukosit Sedimen Urine

2.3.3 Leukosit dalam darah

Sel darah putih yang sudah teridentifikasi dalam darah ada lima tipe ,

yaitu: neutrofil, basofil, eosinofil, monosit dan limfosit dengan prosentase jumlah

Neutrofil (55% dari total), Eosinofil (1-2% dari total), Basofil (0.5-1% dari total),

Monosit (6% dari total), dan Limfosit (35% dari total). Kelima tipe leukosit ini

dihitung berdasarkan proporsi atau prosentase tiap jenis leukosit dari seluruh

jumlah leukosit yang hasilnya dapat memberikan informasi spesifik yang

berhubungan dengan infeksi dan proses penyakit.


22

a. Neutrofil

Adalah leukosit bergranula warna merah jambu (azurofilik) yang intinya

mempunyai banyak lobus sehingga disebut Polimorfonuklear dan merupakan 60-

70% bagian dari jumlah seluruh leukosit. Leukosit ini berukuran cukup besar,

yaitu dua kali besarnya eritrosit dan mampu bergerak aktif dalam pembuluh darah

maupun diluar pembuluh darah. Neutrofil bereaksi paling cepat terhadap radang

dan perlukaan dibandingkan dengan leukosit jenis lainnya dan sebagai garis depan

dalam pertahanan selama fase infeksi akut. Segmen adalah neutrofil yang matang

sedangkan batang adalah neutrofil yang tidak matang yang akan memperbanyak

diri dengan cepat selama terjadi infeksi akut (Sutedjo,2007).

Granula pada neutofil terbagi menjadi granula primer yang muncul pada

stadium promielosit dan granula sekunder yang muncul pada stadium mielosit dan

terbanyak pada neutrofil matang. Kedua granula berasal dari lisosom yang primer

yang mengandung mieloperoksidase, asam fosfatase dan asam hidrolase lain

sedangkan yang sekunder mengandung fosfatase lindi dan lisosom

(Gunarso,1988).

Peningkatan jumlah leukosit dijumpai pada kasus infeksi akut, penyakit

radang, kerusakan jaringan, hemolitik pada bayi, apendiksitis akut dan

pankreatitis akut. Sedangkan penurunan jumlah neutrofil dijumpai pada kasus

infeksi oleh virus, leukemia, anemia aplastik dan anemia defisiensi besi.

b. Eosinofil

Adalah leukosit dengan sitoplasma bergranula kasar berwarna merah tua

oleh zat warna yang bereaksi asam yaitu eosin dan mempunyai dua lobus dalam
23

intinya, merupakan 1-2% dari seluruh jumlah leukosit. Walaupun mampu

melakukan fagositosis, eosinofil tidak mampu membunuh kuman. Eosinofil

mengandung berbagai enzim yang menghambat mediator inflamasi akut.

Peran biologik eosinofil adalah modulasi aktifitas seluler dan kimiawi

yang berkaitan dengan inflamasi akibat reaksi immunologik. Eosinofil juga

mempunyai kemampuan unik merusak larva cacing tertentu. Peningkatan jumlah

leukosit ini dijumpai pada kasus alergi, infeksi parasit terutama cacing, flebitis,

kanker pada tulang, otak, testis dan ovarium. Sedangkan penurunan jumlah

eosinofil dijumpai pada shock, luka bakar dan stres (Sutedjo,2007).

c. Basofil

Adalah leukosit yang pada intinya terdapat banyak granula yang besar

menyerupai huruf S dan sitoplasma yang menutupu inti dan mengandung heparin

dan hestamin, merupakan 0,5-1 % dari jumlah seluruh leukosit. Basofil juga

memiliki tempat-tempat pelekatan IgG dan degranulasinya dikaitkan dengan

pelepasan heparin. Dalam jaringan mast cells, granula yang terdapat pada basofil

luar biasa kasarnya dan dengan pewarna Wright tampak biru suram

(Gunarso,1988).

Peningkatan jumlah leukosit ini terjadi pada kasus inflamasi, leukemia dan

pada fase penyembuhan infeksi, sedangkan penurunan jumlah basofil terjadi pada

penderita stres, kehamilan dan reaksi hipersensitivitas.


24

d. Limfosit

Adalah leukosit yang tidak bergranula dengan inti besar yang gelap

berbentuk bundar agak melengkung dengan kelompok kromatin kasar dan

berbatas tidak tegas, ukurannya lebih besar sedikit dari eritrosit.Limfosit

dihasilkan oleh jaringan limpatik dan berperan penting dalam proses kekebalan

dan pembentukan antibodi. Jumlahnya 20-35 % dari jumlah seluruh leukosit

(Sutedjo,2007).

Berdasarkan masa hidupnya limfosit dibedakan menjadi dua kelompok besar:

- Limfosit berumur pendek dengan masa hidup sekitar 10-20 hari (tidak

semua sel) golongan ini termasuk sel B

- Limfosit berumur panjang (80 %) dengan masa hidup 100-200 hari

atau lebih

Sedangkan sebagian kecil dapat mencapai umur sampai 5 tahun (campuran sel B

dan sel T). Sel limfosit dapat bergerak tetapi tidak dapat memfagositosis dan tidak

melekat pada permukaan gelas seperti yang terjadi dengan granulosit dan

makrofag. Sel limfosit setelah berada di jaringan dapat masuk kembali ke sistem

vaskuler.

Jenis-jenis sel limfosit :

1. Sel T dibedakan

- Sitotoksik : penting untuk immunitas terhadap virus


25

- Helper : penting untuk membantu sel B dalam respons

pembuatan antibodi

- Regulatory : menghambat sel T dan sel B

2. Sel B dibedakan

- Plasma cells

- Memory B cells

3. Sel limfosit lain

- Sel null : menyerupai limfosit, tidak mempunyai petanda limfosit T

dan B termasuk dalam golongan ini sel muda prekursor sel T dan B.

- Sel killer

- Sel natural killer ( Kee,2003).

Peningkatan jumlah limfosit dijumpai pada kasus leukemia limfositik,

infeksi virus, infeksi kronik dan multiple mieloma. Sedangkan penurunan jumlah

linfosit dijumpai pada kasus leukemia myeloid, penderita kanker, anemia aplastik,

gagal ginjal, multiple sclerosis, sindrom nefrotik dan SLE (Sutedjo,2007).

e. Monosit

Adalah leukosit dengan sitoplasma tidak bergranula berwarna biru pucat

dan banyak vakuola halus sehingga memberi bentuk seperti kaca, berukuran dua

kali lebih besar dari eritrosit dan memiliki inti lebih besar di tengah oval atau

berlekuk dengan kromatin mengelompok. Monosit tidak menyerap warna tidak


26

sebanyak limfosit, biasanya dapat diamati organel-organel seperti mitokondria dan

alat golgi. Monosit meliputi 3-8 % dari jumlah seluruh leukosit (Gunarso,1988).

Peningkatan jumlah monosit dijumpai pada kasus penyakit parasit,

leukemia monosit, kanker, infeksi viral dan penyakit kolagen. Sedangkan

penurunan jumlah monosit dijumpai pada kasus leukemia limfosit dan anemia

aplastik.

2.4 Tinjauan tentang pemeriksaan sedimen secara kuantitatif

2.4.1 Sedimen urine kuantitatif dengan metode Flow cytometri

Sysmex UF- 500i adalah alat penganalisa pertikel urine secara full

otomatis. Instrumen ini dapat menjalankan fungsi sebagai penyaring sampel-

sampel abnormal dengan tingkat akurasi yang tinggi sehingga meningkatkan

otomatisasi dan efisiensi dalam laboratorium. Alat ini dapat menganalisa 60

sampel per jam dan dapat menghasilkan lima parameter utama yaitu eritrosit,

leukosit, epithel, silinder dan bakteri, serta informasi flagging seperti kristal dan

yeast cell yang dapat membantu diagnosa klinis.

Parameter yang dikeluarkan alat sysmex UF-500i

1. Eritrosit

2. Leukosit

3. Sel epithel

Sel epithel yang besar seperti squamous epithel cell dan transitional epithel

cell dikategorikan sebagai sel epithel oleh alat ini.


27

4. Silinder

Silinder baik hyaline maupun yang mengandung badan inklusi

diklasifikasikan oleh alat ke dalam cast. Khusus untuk silinder yang

mengandung > 2 badan inklusi, maka alat akan mengkatagorikan ke dalam

cast patologis.

5. Kristal

Semua jenis kristal yang ditemukan oleh alat akan dikategorikan ke dalam

X’TAL tanpa mengklasifikasikan lebih lanjut jenis kristalnya. Garam

amorph yang dapat mempengaruhi analisa, akan terlarut oleh reagen

karena faktor pengenceran dan pewarnaan pada suhu 35ºC.

6. Yeast cell

7. Sperma

8. Informasi konsentrasi urine

Mengukur kandungan elektrolit (K, Na, Cl) dalam sampel urine dan dapat

menunjukkan kemampuan ginjal mengkonsentrat urine.

2.4.2 Standarisasi sedimen urine kuantitatif sistem shih-yung

Pemeriksaan sedimen urine dengan metode kuantitatif dengan sistem shih-

yung ini merupakan mengembangan sedimen urine dengan metode konvensional

atau manual. Metode ini menggunakan tabung berskala, kamar hitung S-Y yang

terbuat dari akrilik, pipet plastik untuk memindahkan sedimen ke kamar hitung.

Tabung sentrifuge yang tersedia adalah tabung sentrifuge plastik bertutupdengan


28

skala 12 ml dan didekat dasar tabung terdapat pembatas untuk menampung

sediment 0.6 ml. Saat pemeriksaan sedimen tabung tersebut diisi dengan 12 ml

urine kemudian disentrifuge dengan kecepatan 1500 rpm 5 menit, buang

supernatan sehingga didapat sedimen sebanyak 0.6 ml. Pada metode ini digunakan

urine 12 ml, tetapi bila volume urine kurang dari 12 ml maka hasil harus

dilakukan perhitungan dengan perkalian faktor.

Kamar hitung S-Y dapat dipakai untuk 10 pemeriksaan secara terpisah.

Tiap kamar hitung terdiri dari 2 jenis kamar hitung. Kamar hitung yang pertama

digunakan untuk cairan tubuh, sedangkan kamar hitung yang kedua digunakan

untuk pemeriksaan sedimen urine. Pada kamar hitung yang kedua, yang

digunakan untuk sedimen urine tiap kamar hitung terbagi menjadi 4 bidang

sedang yang masing-masing berukuran 1 x 1 mm, kemudian tiap bidang sedang

tersebut terbagi lagi dalam bidang kecil dengan ukuran 1/3 x ½ mm² sehingga

total didapatkan 24 bidang kecil. Tinggi kamar hitung adalah 0.05 mm. Untuk

pengukuran sedimen urine kuantitatif yaitu per µl urine yang dihitung dalam 4

bidang sedang. Dengan sistem ini luas lapangan yang dihitung adalah 4 mm²,

sedangkan cara konvensional unsur sedimen dihitung menggunakan LPB dengan

luas 0.96 mm² dengan merata-rata 10 LPB. Dengan demikian pemeriksaan

sedimen urine menggunakan sistem S-Y lebih teliti jika dibandingkan dengan cara

konvensional dikarenakan luas bidang yang dihitung lebih luas.

Pada sistem S-Y proses pembacaan sedimen urine terstandart dengan

volume sampel yang sesuai dengan panjang, lebar dan tinggi kamar hitung yang

sudah standart. Cara ini berbeda dengan konvensional yang menggunakan


29

preparat dengan obyek glass, jumlah sampel yang diteruskan dan cara penutupan

cover glass sangat berpengaruh terhadap pembacaan dan perhitungan sedimen.

Kelebihan dari sistem S-Y

1. Ada nilai normal (bukan rata-rata)

2. Dapat digunakan untuk monitoring pengobatan

3. Ada panduan untuk perhitungan sedimen

4. Meminimalkan variasi hasil antar SDM

5. Dapat sebagai bukti bila hasil abnormal

6. Dapat disimpan dan dikonsulkan

7. Ramah lingkungan

2.5 Perbandingan Metode FLOW CYTOMETRY dan Metode SHIH-

YUNG

Pada metode Flow cytometry pemeriksaan sedimen urine menggunakan

auto analyzer yang full otomatis yang dapat menganalisa 60 sampel per jam

dengan waktu analisa 75 detik per sampel. Untuk metode Shih -Yung merupakan

pengembangan metode konvensional (manual), pada metode ini pembacaan unsur

sedimen menggunakan kamar hitung dengan pembacaan dengan mikroskop

sehingga metode ini lebih teliti dari cara konvensional (manual). Meskipun secara

proses kedua metode diatas berbeda tetapi keduanya sama-sama menggunakan

metode kuantitatif yang menghitung unsur sedimen per mikroliter urine. Untuk
30

membantu menegakkan diagnosis laboratorium kedua metode ini dapat menjadi

pertimbangan sesua dengan kebutuhan masing-masing laboratorium.

2.6 Hipotesis

Hi = Terdapat perbedaan jumlah leukosit sedimen urine pada penderita infeksi

saluran kencing menggunakan metode Flow cytometry dan metode

kuantitatif sistem Shih-Yung

Anda mungkin juga menyukai