Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN

HIPERBILIRUBIN DI RUANG PERINATOLOGI


RSUD dr. SOEKARDJO TASIKMALAYA

Disusun Oleh :
SYAHDAN NURUL BAYAN
2106277077

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


STIKes MUHAMMADIYAH CIAMIS
2021
LAPORAN PENDAHULUAN HIPERBILIRUBIN

A. Definisi
Hiperbilirubinemia ialah terjadinya peningkatan kadar bilirubin dalam
darah>5mg/dL, baik oleh faktor fisiologik maupun non-fisiologik, yang
secara klinis ditandai dengan ikterus. (Mathindas dkk , 2013). Ikterus
fisiologis adalah warna kekuningan pada kulit yang timbul pada hari ke-2
sampai ke-3 setelah lahir yang tidak mempunyai dasar patologis dan akan
menghilang dengan sendirinya pada hari ke-10. (Susilaningrum dkk, 2013).
B. Klasifikasi
Hiperbilirubin atau ikterus terbagi atas :
1.
1. Ikterus fisiologis.
Ikterus fisiologik adalah ikterus yang timbul pada hari kedua dan
ketiga yang tidak mempunyai dasar patologis, kadarnya tidak melewati
kadar yang membahayakan atau mempunyai potensi menjadi
“kernicterus” dan tidak menyebabkan suatu morbiditas pada bayi.
2. Ikterus patologis/hyperbilirubinemia
Ikterus patologik adalah ikterus yang mempunyai dasar patologis
atau kadar bilirubinnya mencapai suatu nilai yang disebut
hiperbilirubinemia. Ikterus patologis memiliki tanda dan gejala sebagai
berikut:
a. Ikterus terjadi dalam 24 jam pertama
b. Kadar bilirubin melebihi 10 mg% pada neonates cukup bulan atau
melebihi 12,5 mg% pada neonates kurang bulan
c. Peningkatan bilirubin lebih dari 5 mg% per hari
d. Ikterus menetap sesudah 2 minggu pertama
Kadar bilirubin direk melebihi 1 mg%
Daerah Luas Ikterus Kadar Bilirubin (mg%)
1 Kepala dan leher 5
2 Daerah 1 + badan bagian atas 9
3 Daerah 1, 2 + badan bagian bawah dan tungkai 11
Daerah 1, 2, 3 + lengan dan kaki dibawah
4 12
tungkai
5 Daerah 1, 2, 3, 4 + tangan dan kaki 16
C. Etiologi
Etiologi pada bayi dengan hiperbilirubinemia diantaranya:
1. Produksi bilirubin berlebihan, yang dapat terjadi karena polycethemia,
issoimun, hemolytic disease, kelainan struktur dan enzim sel darah
merah, keracunan obat (hemolisiskimia salisilat, kortikosteroid,
klorampenikol), hemolisisekstravaskuler, cephalhematoma, ecchymosis.
2. Gangguan fungsi hati; obstruksi empedu/atresia biliari, infeksi, masalah
metabolik; hypothyroidisme, jaundice ASI.
3. Gangguan pengambilan dan pengangkutan bilirubin dalam hepatosit.
4. Gagalnya proses konjugasi dalam mikrosom hepar.
5. Gangguan dalam ekskresi.
6. Peningkatan reabsorpsi pada saluran cerna (siklus enterohepatik).
D. Patofisiologi
Peningkatan kadar bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa keadaan.
Kejadian yang sering ditemukan adalah apabila terdapat penambahan beban
bilirubin pada sel hepar yang berlebihan. Hal ini dapat ditemukan bila
terdapat peningkatan penghancurkan eritrosit, polisitemia.
Gangguan pemecahan bilirubin plasma juga dapat menimbulkan
peningkatan kadar bilirubin tubuh. Hal ini dapat terjadi apabila kadar protein
Y dan Z berkurang, atau pada bayi hipoksia, asidosis. Keadaan lain yang
memperlihatkan peningkatan kadar bilirubin adalah apabila ditemukan
gangguan konjugasi hepar atau neonatus yang mengalami gangguan ekskresi
misalnya sumbatan saluran empedu.
Pada derajat tertentu biliribin ini akan bersifat toksik dan merusak
jaringan tubuh. Toksisitas terutama ditemukan pada bilirubin indirek yang
bersifat sukar larut dalam air tapi mudah larut dalam lemak. Sifat ini
memungkinkan terjadinya efek patologis pada sel otak apabila bilirubin tadi
dapat menembus sawar darah orak.
Kelainan yang terjadi pada otak disebut kern ikterus. Pada umumnya,
dianggap bahwa kelainan pada saraf pusat tersebut mungkin akan timbul
apabila kadar bilirubin inderk lebih dari 20 mg/dl. Mudah tidaknya kadar
bilirubin melewati sawar darah otak ternyata tidak hanya tergantung pada
keadaan neonatus. Bilirubin indirek akan mudah melalui sawar otak apabila
bayi terdapat keadaan berat badan lahir rendah (BBLR), hipoksia dan
hipoglikema.
PATHWAY
HIPERBILIRUBIN

Metabolisme bilirubin neonatus Hiperbilirubin adalah tingginya kadar


bilirubin terakumulasi dalam darah
ditandai icterus atau jaudice
Pemecahan sel darah merah

Heme Globin (protein) Peningkatan aktifitas β


glukoronidase, Puasa,
Incomptabilitias pengeluaran meconium yang Hipoksia, hipotermia,
Dibentuk kembali darah terlambat hipoglikemia, sepsis
Dioksidasi oleh enzim hem oksigenase
oleh tubuh fetomaternal
(Rh, ABO)
Biliveridin Perubahan fungsi dan
↑Produksi bilirubin ↑ Sirkulasi perfusi hati ( konjugasi
dalam darah enterohepatik bilirubin oleh hati)
Proses degradasi biliveridin

Bilirubin inderek (bilirubin tidak


terkonjugasi)
Bilirubin indirek
meningkat
Bilirubin indirek akan
Bilirubin indirek tidak larut diabsorpsi kembali oleh darah
dalam air terikat albumin Mudah melewati sawar darah
dan diangkat kembali ke hati
dalam sirkulasi darah Hiperbilirubinemia otak
terikat oleh albumin ke hati
(sirkulasi enterhepatik)
Kernikterus MK : risiko
Diangkut dan Ikteus/Jaudice injuri
dimetabolisme di hati
Bilirubin itirek Sebagian kecil Tanning, rashes, burns, Fototerapi Ensolophati bilirubin
bilirubin direk bronzen baby syndrome
didekonjugasi oleh
Dieksekresikan oleh enzim β gluconidase
Hati disimpan dalam MK : kerusakan Peningkatan suhu Risiko Kurang nafsu
kantong empedu integritas kulit lingungan dan tubuh peningkatan IWL makan
menjadi empedu

MK : MK : ketidakseimbangan
Pemberian makan ketidakefektifan volume cairan tubuh
merangsang pengeluaran termoregulasi
empedu ke duodenum

Infeksi Asidosis metabolik Rendah


intrakranial albumin
Diusus, bilirubin direk serum
dipecahkan

Letargi, Curah jantung


kejang, MK :
Stekorbilin Urobilinogen
iritabilitas ketidakseimbanga
Perfusi ke organ n nutrisi kurang
Dikeluarkan melalui tinja Dikeluarkan melalui urin vital dari kebutuhan
tubuh

Vasokontriksi
Ginjal : GFR

Oliguria
E. Komplikasi
a. Bilirubin encephalopathy (komplikasi serius).
b. Kernicterus; kerusakan neurologis; cerebral palsy, retardasi mental,
hyperaktif, bicara lambat, tidak ada koordinasi otot, dan tangisan yang
melengking.
c. Gangguan pendengaran dan penglihatan
d. Asfiksia
e. Hipotermi
f. Hipoglikemi
g. Kematian
F. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium (Pemeriksan Darah)
a. Pemeriksaan billirubin serum. Pada bayi prematur kadar billirubin
lebih dari 10 mg/dl dan bayi cukup bulan kadar billirubin 12,5 mg/dl
merupakan keadaan yang tidak fisiologis.
b. Hb, HCT, Hitung Darah Lengkap.
c. Protein serum total.
2. Ultrasound, untuk mengevaluasi anatomi cabang kantong empedu.
3. Radioisotop Scan, dapat digunakan untuk membantu membedakan
hapatitis dan atresia billiari.
Adapun pemeriksaan yang dilakukan berdasarkan waktu timbulnya ikterus,
yaitu:
1. Ikterus yang timbul pada 24 jam pertama
Pemeriksaan yang dilakukan :
a. Kadar bilirubin serum berkala.
b. Darah tepi lengkap.
c. Golongan darah ibu dan bayi diperiksa.
d. Pemeriksaan penyaring defisiensi enzim G-6-PD biakan darah atau
biopsi hepar bila perlu.
2. Ikterus yang timbul 24–72 jam setelah lahir :
Pemeriksaan yang perlu diperhatikan : Bila keadaan bayi baik dan
peningkatan tidak cepat dapat dilakukan pemeriksaan darah tepi, periksa
kadar bilirubin berkala, pemeriksaan penyaring enzim G-6-PD dan
pemeriksaan lainnya.
3. Ikterus yang timbul sesudah 72 jam pertama sampai minggu pertama
Ikterus yang timbul pada akhir minggu pertama dan selanjutnya
Pemeriksaan yang dilakukan :
a. Pemeriksaan bilirubin direk dan indirek berkala
b. Pemeriksaan darah tepi
c. Pemeriksaan penyaring G-6-PD
Biakan darah, biopsy hepar bila ada indikasi
G. Penatalaksanaan
1. Tindakan umum
a. Memeriksa golongan darah ibu (Rh, ABO) pada waktu hamil,
mencegah trauma lahir, pemberian obat pada ibu hamil atau bayi
baru lahir yang dapat menimbulkan ikterus, infeksi dan dehidrasi.
b. Pemberian ASI atau makanan dini dengan jumlah cairan dan kalori
yang sesuai dengan kebutuhan bayi baru lahir.
c. Imunisasi yang cukup baik di tempat bayi dirawat.
Berdasarkan pada penyebabnya, maka manejemen bayi dengan
Hiperbilirubin diarahkan untuk mencegah anemia dan membatasi
efek dari Hiperbilirubin. Pengobatan mempunyai tujuan :
1) Menghilangkan Anemia
2) Menghilangkan Antibodi Maternal dan Eritrosit Tersensitisasi
3) Meningkatkan Badan Serum Albumin
4) Menurunkan Serum Bilirubin
Metode therapi pada Hiperbilirubin meliputi :
1) Fototherapi
Terapi sinar dilakukan selama 24 jam atau setidaknya sampai kadar
bilirubin dalam darah kembali ke ambang batas normal
2) Terapi transfuse
Jika setelah menjalani fototerapi tak ada perbaikan dan kadar
bilirubin terus meningkat hingga mencapai 20 mg/dl atau lebih,
maka perlu dilakukan terapi transfusi darah. Dikhawatirkan
kelebihan bilirubin dapat menimbulkan kerusakan sel saraf otak
(kern ikterus).
H. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas pasien
b. Keluhan utama
c. Riwayat penyakit sekarang
d. Riwayat masa lampau
e. Penyakit waktu kecil
f. Pernah dirawat di rumah sakit
g. Obat-obat yang digunakan (pernah/sedang digunakan)
h. Allergi
i. Imunisasi
j. Riwayat keluarga
k. Keadaan kesehatan saat ini
l. Aktivitas dan pola latihan
m. Pola istirahat tidur
n. Pola kognitif-persepsi
o. Persepsi diri – pola konsep diri
p. Pola peran – hubungan
q. Koping – pola toleransi stress
r. Nilai – pola keyakinan
s. Pemeriksaan fisik
a) Keadaan umum
Kesadaran, postur tubuh, fatigue
b) Tanda – tanda vital
Tekanan darah. Nadi, respirasi, suhu
c) Ukuran anthropometric
Berat badan, panjang badan, lingkar kepala
d) Mata
Konjungtiva, sclera, kelainan mata
e) Hidung
Kebersihan, kelainan
f) Mulut
Kebersihan, bau, mukosa mulut, stomatitis
g) Telinga
Fungsi pendengaran, kelainan, kebersihan
h) Dada
Inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi (jantung, paru-paru)
i) Abdomen
Inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi
j) Punggung
Ada/tidak kelainan
k) Genetalia
Kebersihan, terpasang kateter/tidak, kelainan
l) Ekstremitas
Odema, infuse/transfuse, kontraktor, kelainan.
m) Kulit
Kebersihan kulit, turgor kulit, lesi, kelainan.
h. Pemeriksaan tumbuh kembang
2. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan termoregulasi berhubungan dengan peningkatan
suhu lingkungan dan tubuh akibat fototerapi.
2. Resiko ketidakseimbangan volume cairan tubuh berhubungan
dengan peningkatan IWL (insensible water loss) akibat fototerapi
dan kelemahan menyusui.
3. Resiko injury berhubungan dengan masuknya bilirubin dalam
jaringan otak.
4. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan jaundice atau radiasi.
3. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan
1. Ketidakefektifan termoregulasi Setelah dilakukan tindakan keperawatan Konservasi integritas struktural
berhubungan dengan peningkatan selama 3 x 24 jam bayi tidak mengalami 1. Letakkan bayi dalam inkubator untuk mempertahankan kestabilan
suhu lingkungan dan tubuh akibat instabilitas suhu dengan kriteria hasil: suhu tubuh.
fototerapi. 1. Suhu aksila 36,5 C – 37,5 C 2. Ukur suhu aksila bayi secara teratur.
2. Frekuensi nafas 40-60 kali per menit 3. Pantau tanda dan gejala terjadinya hipotermia seperti akral dingin,
3. Denyut jantung 120-180 kali per peningkatan denyut jantung, penurunan saturasi oksigen, pucat,
menit dan pengisian kapiler > 3 detik.
4. Warna kulit bayi coklat kemerahan 4. Pantau adanya hipertemi.
5. Akral hangat Konservasi Energi
6. Pengisian kapiler < 3 detik 1. Minimalkan kehilangan kalor melalui proses konduksi, konveksi,
evaporasi, dan radiasi.
2. Pantau suhu inkubator dan lampu fototerapi.
3. Tutup kepala bayi dengan topi untuk menghindari kehilangan
panas akibat radiasi.
4. Lakukan perawatan bayi dalam inkubator bukan radian warmer
karena radian warmer terjadi kehilangan panas karena radiasi,
konveksi, peningkatan IWL pada bayi serta menimbulkan
dehidrasi.
5. Tingkatkan pemberian cairan.
6. Tingkatkan pemberian ASI.
2. Resiko ketidakseimbangan Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3 x Konservasi integritas struktural
volume cairan tubuh berhubungan 24 jam, menunjukkan keseimbangan cairan 1. Monitor berat badan
dengan peningkatan IWL dan elektrolit dengan kriteria hasil : 2. Monitor intake dan output
(insensible water loss) akibat 1. Turgor kulit elastis 3. Monitor pemberian ASI.
fototerapi dan kelemahan 2. Membran mukosa lembab 4. Monitor serum elektrolit
menyusui. 3. Intake cairan normal 5. Monitor serum albumin dan protein total.
4. Perfusi jaringan baik 6. Monitor tekanan darah, frekuensi nadi, dan status respirasi.
5. Urien tidak pekat 7. Monitor membran mukosa, turgor kulit.
6. Tekana darah dalam batas normal 8. Catat dan hitung balance cairan.
(80/45 mmHg) 9. Monitor warna dan jumlah urin
7. Nadi dalam batas normal (120- 10. Monitor ketat cairan dan elektrolit jika bayi menjalani terapi yang
160x/menit) meningkatkan IWL seperti fototerapi, pemakaian radiant warmer.
8. Suhu dalam batas normal (36,5- Konservasi Energi
37,5ºC) 1. Lakukan upaya untuk meminimalkan IWL seperti penutup plastik
9. Mata tidak cekung. atau meningkatkan kelembaban.
2. Monitor dan hitung kebutuhan cairan.
3. Kolaborasi dengan dokter pemberian cairan parenteral.
3. Resiko injury berhubungan Setelah dilakukan tindakan keperawatan Konservasi integritas struktural
dengan masuknya bilirubin dalam selama 3 x 24 jam bayi tidak memperlihatkan 1. Kaji kulit akan adanya tanda-tanda ikterik yang menandai
jaringan otak. tanda peningkatan tekanan intrakranial atau peningkatan bilirubin
perdarahan intraventrikuler dengan kriteia 2. Pantau kadar bilirubin total, direk dan indirek
hasil: 3. Lakukan penutupan mata pada bayi
1. Suhu aksila 36,5-37,5 C 4. Kaji status umum bayi: hipoksia, hipotermi, hipoglikemia dan
2. Tidak kejang asidosis metabolik untuk meningkatkan resiko kerusakan otak
3. Bilirubin normal < 8 mg/dl karena hiperbilirubinemia
4. Tidak ikterus, kulit merah normal 5. Tempatkan bayi dibawah sinar dengan jarak antara lampu dengan
5. Toleransi minum baik bayi 35-40 cm
6. Pantau suhu tubuh
7. Ubah posisi bayi dengan sering terutama selama beberapa jam
pertama pengobatan untuk meningkatkan pemajanan permukaan
tubuh.
Konservasi Energi
1. Kolaborasi dengan dokter pemberian terapi sinar blue green
2. Pastikan masukan cairan adekuat untuk mencegah dehidrasi
3. Monitor pemberian ASI.
4. Berikan makanan awal untuk meningkatkan eksresi bilirubin dalam
feses
Konservasi integritas sosial dan personal
Jelaskan kepada orang tua untuk pemberian terapi sinar kepada bayinya.
4. Kerusakan integritas kulit Setelah dilakukan tindakan keperawatan Pressure Management
berhubungan dengan jaundice selama 3 x 24 jam diharapkan integritas kulit 1. Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang longgar
atau radiasi kembali baik/normal dengan kriteia hasil: 2. Hindari kerutan pada tempat tidur
1. Integritas kulit yang baik bisa 3. Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering
dipertahankan 4. Mobilisasi pasien setiap 2 jam sekali
2. Tidak ada luka/lesi pada kulit 5. Monitor kulit akan adanya kemerahan
3. Perfusi jaringan baik 6. Monitor pemberian ASI secara adekuat
4. Menunjukkan pemahaman dalam 7. Oleskan lotion/ minyak/ baby oil pada daerah yang tertekan
proses perbaikan kulit dan mencegah Mandikan pasien dengan sabun dan air hangat
terjadinya cedera berulang
Mampu melindungi kulit dan
mempertahankan kelembaban kulit dan
perawatan alami.
4. Implementasi Keperawatan
Implementasi adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana
keperawatan yang telah di susun pada tahap perencanaan (Setiadi, 2012).
5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah aspek penting proses keperawatan karena kesimpulan yang
ditarik dari evaluasi menentukan apakah intervensi keperawatan harus
diakhiri dilanjutkan, atau diubah
REFERENSI

Oktiawati, A. dan Julianti, E. 2019. Buku Ajar Konsep Dan Aplikasi Keperawatan
Anak. Jakarta: Cv Trans Info Media.
Rukiyah, A.Y dan Yulianti, L. 2019. Asuhan Kebidanan Neonatus Bayi Dan Anak
Pra Sekolah. Jakarta: Cv Trans Info Media.
Suriadi dan Rita Yuliani. 2010. Asuhan Keperawatan Pada Anak Edisi 2.Jakarta:
Cv Sagung Seto.
Susilaningrum, R., Nursalam, & Utami, S. 2013. Asuhan Keperawatan Bayi Dan
Anak. Jakarta: Salemba Medika.
Widagdo. 2012. Tatalaksana Masalah Penyakit Anak Dengan Ikterus. Jakarta: Cv
Sagung Seto.
Yanti, S. 2016. Faktor Yang Berhubungan Dengan Hiperbilirubinemia Patologis
Pada Bayi Baru Lahir, (Online), (http://scholar.unand.ac.id/20908/2/2.pdf,
Diakses 27 januari 2020).

Anda mungkin juga menyukai