Anda di halaman 1dari 34

MAKALAH KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

“HIPOGLIKEMIA”

DISUSUN OLEH:

KELOMPOK III:

1. DIANA ZULHIJAH
2. FAKHRUL ZIKRI
3. FAUZIYYATUL BASHIIRAH FW
4. RAHMAT ALHAMDA
5. YULIANTI PUTRI
6. YULITA AYU PURNAMA SARI
7. NOVI FEBRIANI

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

STIKes YARSI SUMBAR BUKITTINGGI

2016/2017
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami ucapkan atas ke hadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan
karunia-Nya, kami dapat menyelesaikan pembuatan makalah ini sesuai dengan waktu yang telah
ditentukan. Makalah ini membahas tentang Keperawatan Gawat Darurat khususnya mengenai
Hipoglikemia.
Dalam penulisan makalah ini, penulis menemui beberapa kendala, tetapi dapat teratasi
berkat bantuan berbagai pihak. Penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Ibu Ns. Reni Chaidir, S.Kp,. M. Kep selaku dosen koordinator mata pelajaran Keperawatan
Gawat Darurat
2. Semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian makalah ini.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu,
kami mengharapkan kritik dan saran dari berbagai pihak yang sifatnya membangun demi
penyempurnaan makalah ini di waktu yang akan datang. Akhirnya, kami berharap semoga
makalah ini dapat bermanfaat, khususnya bagi penulis dan umumnya bagi pembaca. Semoga
Allah SWT selalu melimpahkan rahmat-Nya kepada kita. Amin.

Bukittinggi, November 2017

Anggota Kelompok III

2
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Diabetes melitus (DM) adalah penyakit metabolik yang bersifat kronik, ditandai
dengan meningkatnya kadar glukosa darah sebagai akibat dari adanya gangguan penggunaan
insulin, sekresi insulin, atau keduanya (Smeltzer et al, 2010; ADA, 2013). Insulin adalah
hormon yang disekresi dari pancreas dan dibutuhkan dalam proses metabolisme glukosa.
Saat insulin tidak bekerja sebagaimana fungsinya maka terjadi penumpukan glukosa di
sirkulasi darah atau hiperglikemia (Price & Wilson, 2006).
Hipoglikemia adalah batas terendah kadar glukosa darah puasa (true glucose) adalah
60%, dengan dasar tersebut maka penurunan kadar glukosa darah di bawah 60% disebut
sebagai hipoglikemia. Pada umumya gejala-gejala hipoglikemia baru timbul bila kadar
glukosa darah lebih rendah dari 45 mg%.
(https://olhachayo.files.wordpress.com/2013/12/askep-hipoglikemia-pada-dm.pdf).
Berdasarkan American Diabetes Association Workgroup on Hypoglycemia, (2005)
sesuai perkembangan ilmu pengetahuan dan banyak riset tentang hipoglikemia, nilai <= 70
mg/dl adalah nilai rujukan yang sekarang digunakan untuk mendefinisikan hipoglikemia
(ADA, 2005). Hipoglikemi yang tidak tertangani dengan baik dapat memperberat penyakit
diabetes bahkan menyebabkan kematian (ADA, 2013; Cryer, 2005; Ferry, 2013; Phillips,
2009).
Hipoglikemia dapat terjadi pada saat pasien berada pada ruang perawatan klinis
maupun dapat menyerang tanpa disadari pada saat pasien menjalani perawatan di rumah
(Gibson, 2009; Tsai et al, 2011). Hipoglikemi pada orang DM dapat disebabkan oleh
beberapa hal, di antaranya: pemberian dosis insulin yang berlebih, perhitungan dosis insulin
yang tidak sesuai dengan intake makanan, penggunaan obat hipoglikemi oral jenis
sulfonilurea sebagai obat untuk menstimulasi produksi insulin tubuh, makan terlalu sedikit
atau terlewatkan waktu makan, dan aktivitas fisik yang berlebih (Phillips, 2009; Smeltzer et
al, 2010). Survei United Kingdom Prospective Diabetes Study (UKPDS) yang meneliti
penyandang DM pada semua tipe selama 6 tahun, menunjukkan hasil bahwa 76%
hipoglikemi yang dialami responden akibat penggunaan insulin, 45% akibat dari
penggunaan konsumsi obat sulfonilurea, dan 3% akibat dari tidak adekuatnya diet (Cefalu,
2005).

3
Hipoglikemia diklasifikasikan sebagai ringan, sedang dan berat berdasarkan tanda
dan gejala serta kebutuhan bantuan dari luar (Frederick, Cox, & Clarke, 2003). Hipoglikemi
ringan dan sedang menimbulkan gejala keringat dingin, tubuh terasa gemetar, jantung
berdebar, kecemasan, sulit berkonsentrasi, dan rasa lapar. Pasien DM dapat menolong
dirinya sendiri dengan cara meminum atau makan yang mengandung gula. Hipoglikemia
berat sering muncul tanpa dirasakan, menimbulkan gejala keletihan fisik, kebingungan,
perubahan perilaku, koma, kejang sampai terjadi kematian. Kondisi ini membutuhkan
bantuan penatalaksanaan medis secara cepat (Cryer et al, 2003; Frederick et al, 2003).
Hipoglikemia membutuhkan penanganan dengan cepat dan tepat sehingga tidak
berdampak merusak organ utama manusia terutama otak (Amiel et al, 2008; Bonds et al,
2010). Penurunan kadar glukosa di bawah nilai < 55 mg/dl akan berdampak secara akut pada
fungsi otak karena otak sangat tergantung dengan glukosa dan otak tidak mampu
menyimpan cadangan glukosa untuk proses metabolismenya (Zammitt & Frier, 2005). Sel
otak akan mengalami iskemia apabila tidak mendapatkan suplai oksigen dan glukosa 4-6
menit, serta akan menimbulkan kerusakan otak yang bersifat irreversible jika lebih dari 10
menit (Liang et al, 2009 ). Selain secara fisiologis telah diketahui bahwa hipoglikemia akan
mengancam kehidupan, secara psikologis hipoglikemi juga memberi dampak negatif Studi
Fenomenologi Pengalaman Penyandang Diabetes 161 bagi pasien dan pengelolaan diabetes
melitusnya. Dari hasil observasi dan wawancara studi pendahuluan yang telah dilakukan
oleh peneliti pada 12 orang penyandang DM di kota Depok dan seorang pasien DM yang
sedang mengalami perawatan di salah satu RS di Jakarta diperoleh bahwa hipoglikemia pada
pasien sering terjadi pada saat pasien lupa makan tetapi tetap mengkonsumsi obat jenis
sulfonylurea.
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Menjelaskan mengenai Hipoglikemia dan Asuhan Keperawatan Berfikir Kritis pada
pasien Hipoglikemia.
1.2.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui pengkajian pada pasien dengan hipoglikemia beserta keluarganya.
2. Mampu menganalisa data pada pasien dengan hipoglikemia.
3. Mampu menentukan diagnose keperawatan pada pasien hipoglikemia.

4
4. Mampu mengetahui penyusunan perencanaan keperawatan pada pasien hipoglikemia.
5. Mampu melaksanakan implementasi pada pasien dengan hipoglikemia
6. Mengetahui evaluasi pada pasien dengan hipoglikemia.

1.3 Manfaat
1.3.1 Bagi Penulis
Diharapkan agar penulis mempunyai tambahan wawasan dan pengetahuan dalam
penatalaksanaan pada pasien dengan penyakit hipoglikemia dan dalam memberikan asuhan
keperawatan pada klien dengan hipoglikemia.

1.3.2 Bagi Pasien dan Keluarga


Agar pasien dan keluarga mempunyai pengetahuan tentang perawatan pada pasien
hipoglikemia .

1.3.3 Bagi Institusi Pelayanan


Memberikan bantuan yang mempengaruhi perkembangan klien untuk mencapai
tingkat asuhan keperawatan dan tindak lanjut untuk perawatan mutu pasien khusus penderita
hipoglikemia.

1.3.4 Bagi Institusi Pendidikan


Sebagai sumber bacaan atau referensi untuk meningkatkan kualitas pendidikan
keperawatan dan sebagai masukan dalam peningkatan pada pasien hipoglikemia terutama
dibidang dokumentasi asuhan keperawatan.

5
BAB II
TINJAUAN TEORITIS

2.1 ANATOMI DAN FISIOLOGI SISTEM ENDOKRIN


2.1.1 ANATOMI SISTEM ENDOKRIN
System endokrin terdiri dari kelompok organ yang sangat berintegrasi & tersebar
luas, dengan tujuan untuk mempertahankan keseimbangan metabolic/homeostasis di dalam
tubuh.
System Endokrin

(http://ocw.usu.ac.id/course/download/128-PATOLOGI
ANATOMI/patologi_anatomi_slide_sistem_endokrin.pdf).

6
2.1.2 FISIOLOGI SISTEM ENDOKRIN

Kelenjar endokrin merupakan sekelompok susunan sel yang mempunyai susunan


mikroskopis sangat sederhana. Kelompok ini terdiri dari deretan sel-sel, lempengan atau
gumpalan sel disokong oleh jaringan ikat halus yang banyak mengandung pembuluh
kapiler. Sistem endokrin, dalam kaitannya dengan sistem saraf, mengontrol dan
memadukan fungsi tubuh. Kedua sistem ini bersama-sama bekerja untuk
mempertahankan homeostasis tubuh. Fungsi mereka satu sama lain saling berhubungan,
namun dapat dibedakan dengan karakteristik tertentu. Misalnya, medulla adrenal dan
kelenjar hipofise posterior yang mempunyai asal dari saraf (neural). Jika keduanya
dihancurkan atau diangkat, maka fungsi dari kedua kelenjar ini sebagian diambil alih oleh
sistem saraf.

Kelenjar endokrin tidak memiliki saluran, hasil sekresi dihantarkan tidak melaui
saluran, tapi dari sel-sel endokrin langsung masuk ke pmbuluh darah. Selanjutnya
hormon tersebut dibawa ke sel-sel target (responsive cells) tempat terjadinya efek
hormon. Sedangkan ekresi kelenjar eksokrin keluar dari tubuh kita melalui saluran
khusus, seperti uretra dan saluran kelenjar ludah.

Tubuh kita memiliki beberapa kelenjar endokrin. Diantara kelenjar-kelenjar


tersebut, ada yang berfungsi sebagai organ endokrin murni artinya hormon tersebut hanya
menghasilkan hormon misalnya kelenjar pineal, kelenjar hipofisis / pituitary, kelenjar
tiroid, kelenjar paratiroid, kelenjar adrenal suprarenalis, dan kelenjar timus. Selain itu ada
beberapa organ endokrin yang menghasilkan zat lain selain hormon yakni:

Tabel 2.1
Kelenjar Hormon Zat lain yang dihasilkan
Pankreas Insulin, glukagon Enzim pencernaan
Testis Testosteron Sel sperma
Ovarium Estrogen, progesteron Sel telur / ovum

7
a. Fungsi Sistem Endokrin :

Sistem endokrin mempunyai lima fungsi umum :


1. Membedakan sistem saraf dan sistem reproduktif pada janin yang sedang
berkembang
2. Menstimulasi urutan perkembangan
3. Mengkoordinasi sistem reproduktif
4. Memelihara lingkungan internal optimal
5. Melakukan respons korektif dan adaptif ketika terjadi situasi darurat

b. Klasifikasi Dalam hal struktur Kimianya :

1. Hormon diklasifikasikan sebagai hormon yang larut dalam air atau yang larut dalam
lemak. Hormon yang larut dalam air termasuk polipeptida (mis., insulin, glukagon,
hormon adrenokortikotropik (ACTH), gastrin) dan katekolamin
(mis.,dopamin,norepinefrin, epinefrin)
2. Hormon yang larut dalam lemak termasuk steroid (mis., estrogen, progesteron,
testosteron, glukokortikoid, aldosteron) dan tironin (mis., tiroksin). Hormon yang
larut dalam air bekerja melalui sistem mesenger-kedua, sementara hormon steroid
dapat menembus membran sel dengan bebas.

c. Karakteristik Sistem Endokrin :

Meskipun setiap hormon adalah unik dan mempunyai fungsi dan struktur
tersendiri, namun semua hormon mempunyai karakteristik berikut.
Hormon disekresi dalam salah satu dari tiga pola berikut:
1. sekresi diurnal adalah pola yang naik dan turun dalam periode 24 jam. Kortisol adalah
contoh hormon diurnal. Kadar kortisol meningkat pada pagi hari dan menurun pada
malam hari.
2. Pola sekresi hormonal pulsatif dan siklik naik turun sepanjang waktu tertentu, seperti
bulanan. Estrogen adalah non siklik dengan puncak dan lembahnya menyebabkan
siklus menstruasi.
3. Tipe sekresi hormonal yang ketiga adalah variabel dan tergantung pada kadar subtrat
lainnya. Hormon paratiroid disekresi dalam berespons terhadap kadar kalsium serum.

8
Hormon bekerja dalam sistem umpan balik, yang memungkinkan tubuh untuk
dipertahankan dalam situasi lingkungan optimal. Hormon mengontrol laju aktivitas
selular. Hormon tidak mengawali perubahan biokimia, hormon hanya mempengaruhi
sel-sel yang mengandung reseptor yang sesuai, yang melakukan fungsi spesifik.

Hormon mempunyai fungsi dependen dan interdependen. Pelepasan hormon


dari satu kelenjar sering merangsang pelepasan hormon dari kelenjar lainnya. Hormon
secara konstan di reactivated oleh hepar atau mekanisme lain dan diekskresi oleh
ginjal.
d. Pengendalian Endokrin
Jika kelenjar endokrin mengalami kelainan fungsi, maka kadar hormon di
dalam darah bisa menjadi tinggi atau rendah, sehingga mengganggu fungsi tubuh.
Untuk mengendalikan fungsi endokrin, maka pelepasan setiap hormon harus diatur
dalam batas-batas yang tepat. Tubuh perlu merasakan dari waktu ke waktu apakah
diperlukan lebih banyak atau lebih sedikit hormon. Hipotalamus dan kelenjar hipofisa
melepaskan hormonnya jika mereka merasakan bahwa kadar hormon lainnya yang
mereka kontrol terlalu tinggi atau terlalu rendah. Hormon hipofisa lalu masuk ke
dalam aliran darah untuk merangsang aktivitas di kelenjar target. Jika kadar hormon
kelenjar target dalam darah mencukupi, maka hipotalamus dan kelenjar Hipofisa
mengetahui bahwa tidak diperlukan perangsangan lagi dan mereka berhenti
melepaskan hormon.
Sistem umpan balik ini mengatur semua kelenjar yang berada dibawah kendali
hipofisa. Hormon tertentu yang berada dibawah kendali hipofisa memiliki fungsi yang
memiliki jadwal tertentu. Misalnya, suatu siklus menstruasi wanita melibatkan
peningkatan sekresi LH dan FSH oleh kelenjar hipofisa setiap bulannya. Hormon
estrogen dan progesteron pada indung telur juga kadarnya mengalami turun-naik
setiap bulannya. Mekanisme pasti dari pengendalian oleh hipotalamus dan hipofisa
terhadap bioritmik ini masih belum dapat dimengerti. Tetapi jelas terlihat bahwa organ
memberikan respon terhadap semacam jam biologis.

9
e. Klasifikasi hormon :
1. Hormon perkembangan : hormon yangmemegang peranan di dalam
perkembangandan pertumbuhan. Hormon ini dihasilkan oleh kelenjar gonad.
2. Hormon metabolisme : proses homeostasis glukosa dalam tubuh diatur oleh
bermacam-macam hormon, contoh glukokortikoid, glukagon, dan katekolamin.
3. Hormon tropik : dihasilkan oleh struktur khusus dalam pengaturan fungsi endokrin
yakni kelenjar hipofise sebagai hormon perangsang pertumbuhan folikel (FSH)
pada ovarium dan proses spermatogenesis (LH).
4. Hormon pengatur metabolisme air dan mineral : kalsitonin dihasilkan oleh kelenjar
tiroid untuk mengatur metabolisme kalsium dan fosfor.\
Table 2.2 Hormon Utama
Hormon Yang menghasilkan Fungsi
Aldosteron Kelenjar adrenal Membantu keseimbangan garam &
air dengan cara menahan garam &
air serta membuang kalium
Antidiuretik(vasopresin) Kelenjar Hipofisa 1.    Menyebabkan ginjal menahan air
2.    Bersama dengan aldosteron,
membantu mengendalikan tekanan
darah
Kartikosteroid Kelenjar adrenal 1.    Anti peradangan
memiliki efek yang 2.    Mempertahankan kadar gula
luas diseluruh tubuh darah,tekanan darah & kekuatan otot
3.    Membantu mengendalikan tekanan
darah
Kartikotropin Kelenjar Hipofisa Mengendalikan pembentukan &
pelepasan hormon oleh korteks
adrenal
Eritropoietin Ginjal Merangsang pembentukan sel darah
merah
Estrogen Indung telur Mengendalikan perkembangan ciri
seksual & sistem reproduksi wanita
Glukagon Pankreas Meningkatkan kadar gula darah
Hormon pertumbuhan Kelenjar Hipofisa 1.    Mengendalian pertumbuhan &
perkembangan
2.    Meningkatkan pembentukan protein
Insulin Pankreas 1.     Menurunkan kadar gula darah
2.     Mempengaruhi metabolisme
glukosa,protein & lemak di seluruh
tubuh
LH (Luteinizing Hormone) Kelenjar Hipofisa 1.    Mengendalikan fungsi reproduksi

10
FSH (Follicle Stimulating (pembentukan sperma &
Hormone) smentum,pematangan sel telur,siklus
menstruasi)
2.    Mengendalikan ciri seksual pria &
wanita (penyebaran rambut,
pembentukan otot, tekstur &
ketebalan kulit, suara & bahkan
mungkin sifat kepribadian
Oksitosin Kelenjar Hipofisa Menyebabkan kontraksi otot rahim
& saluran susu di payudara
Hormon Paratiroid Kelenjar Paratiroid 1.    Mengendalikan pembentukan tulang
2.    Mengendalikan pelepasan kalsium &
fosfat progesteron indung telur
3.    Mempersiapkan lapisan rahim untuk
penanaman sel telur yang telah
dibuahi
4.    Mempersiapkan kelenjar susu untuk
menghasilkan susu
Polaktin Kelenjar Hipofisa Memulai & mempertahankan
pembentukan susu di kelenjar susu
Renin & angiotensin Ginjal Mengenalikan tekanan darah
Hormon Tiroid Kelenjar Tiroid Mengatur pertumbuhan, pematangan
& kecepatan metabolisme
TSH (Tyroid-Stimulating Kelenjar Hipofisa Merangsang pembentukan &
Hormone) pelepasan kelenjar tiroid

f. Aktivasi Sel-Sel Target :

Manakala hormon mencapai sel target, hormon akan mempengaruhi cara sel
berfungsi dengan satu atau dua metoda : Pertama melalui penggunaan mediator
intraselular dan, kedua yaitu mengaktifkan gen-gen di dalam sel. Salah satu mediator
intraselular adalah cyclic adenosine monophosphate (cAMP), yang berikatan dengan
permukaan dalam dari membran sel. Ketika hormon melekat pada sel, kerja sel
akanmengalami sedikit perubahan. Misalnya, ketika hormon pankreatik glukagon
berikatan dengan sel-sel hepar, kenaikan kadar AMP meningkatkan pemecahan
glikogen menjadi glukosa. Jika hormon mengaktifkan sel dengan berinteraksi dengan
gen, gen akan mensitesa mesenger RNA (mRNA) dan pada akhirnya protein (misalnya
enzim, steroid). Substansi inimempengaruhi reaksi dan proses selular.

11
g. Patofisiologi hormon secara umum :
Hormon berperan mengatur dan mengontrol fungsi organ. Pelepasannya
bergantung pada perangsangan atau penghambatan melalui faktor yang spesifik.
Hormon dapat bekerja di dalam sel yang menghasilkan hormone itu sendiri
(autokrin), mempengaruhi sel sekirtar (parakrin), atau mencapai sel target di organ
lain melalui darah (endokrin). Di sel target, hormon berikatan dengan reseptor dan
memperlihatkan pengaruhnya melalui berbagai mekanisme transduksi sinyal selular.
Hal ini biasanya melalui penurunan faktor perangsangan dan pengaruhnya
menyebabkan berkurangnya pelepasan hormon tertentu, berarti terdapat siklus
pengaturan dengan umpan balik negatif. Pada beberapa kasus, terdapat umpan balik
positif (jangka yang terbatas), berarti hormon menyebabkan peningkatan aktifitas
perangsangan sehingga meningkatkan pelepasannya. Istilah pengontrolan digunakan
bila pelepasan hormon dipengaruhi secara bebas dari efek hormonalnya. Beberapa
rangsangan pengontrolan dan pengaturan yang bebas dapat bekerja pada kelenjar
penghasil hormon.
Berkurangnya pengaruh hormon dapat disebabkan oleh gangguan sintesis dan
penyimpanan hormon. Penyebab lain adalah gangguan transport di dalam sel yang
mensintesis atau gangguan pelepasan. Defisiensi hormon dapat juga terjadi jika
kelenjar hormon tidak cukup dirangsang untuk memenuhi kebutuhan tubuh, atau jika
sel penghasil hormon tidak cukup sensitive dalam bereaksi terhadap rangsangan, atau
jika sel panghasil hormon jumlahnya tidak cukup (hipoplasia, aplasia).
Berbagai penyebab yang mungkin adalah penginaktifan hormon yang terlalu cepat
atau kecepatan pemecahannya meningkat. Pada hormon yang berikatan dengan
protein plasma, lama kerja hormon bergantung pada perbandingan hormon yang
berikatan. Dalam bentuk terikat, hormon tidak dapat menunjukkan efeknya, pada sisi
lain, hormon akan keluar dengan dipecah atau dieksresi melalui ginjal.
Beberapa hormon mula-mula harus diubah menjadi bentuk efektif di tempat
kerjanya. Namun, jika pengubahan ini tidak mungkin dilakukan, misalnya defek
enzim, hormon tidak akan berpengaruh. Kerja hormon dapat juga tidak terjadi karena
target organ tidak berespons (misal, akibat kerusakan pada reseptor hormone atau
kegagalan transmisi intra sel) atau ketidakmampuan fungsional dari sel atau organ

12
target . Penyebab meningkatnya pengaruh hormon meliputi, yang pertama
peningkatan pelepasan hormon. Hal ini dapat disebabkan oleh pengaruh rangsangan
tunggal yang berlebihan. Peningkatan sensitivitas, atau terlau banyak jumlah sel
penghasil hormon (hyperplasia, adenoma). Kelebihan hormon dapat juga disebabkan
oleh pembentukan hormon pada sel tumor yang tidak berdiferensiasi diluar kelenjar
hormonnya (pembentukan hormon ektopoik).
Peningkatan kerja hormon juga diduga terjadi jika hormone dipecah atau
diinaktifkan terlalu lambat, missal pada gangguan inaktivasi organ (ginjal atau hati).
Pemecahan dapat diperlambat dengan meningkatnya hormon ke protein plasma, tetapi
bagian yang terikat dengan protein.
(http://ilmu-keperawatann.blogspot.co.id/2012/04/anatomi-dan-fisiologi-sistem-
endokrin.html)

2.2 Defenisi

Definisi hipoglikemi menurut American Diabetes Association (ADA) segala episod


dimana terdapat ketidaknormalan konsentrasi glukosa dalam plasma pada individu dan
menyebabkan gangguan potensial. Nilai ambang glikemik bersifat dinamis dan tidak sama
dalam reaksi respon, maka cukup sulit untuk menentukan nilai konsetrasi glukosa secara
spesifik sampai dapat memberikan gejala. Hal ini menyebabkan ADA merekomendasikan
kepada pasien DM dengan terapi yang berhubungan dengan insulin untuk memonitor dirinya
akan resiko hipoglikemi dengan konsentrasi glukosa plasma ≤ 70 mg/dL (≤ 3.9 mmol/L).
Hal ini tidak kemudian menjadi indikasi penderita untuk memberikan terapi pada dirinya
sendiri ketika konsentrasi glukosa plasmanya ≤ 70 mg/dL (≤ 3.9 mmol/L), melainkan lebih
waspada akan tanda dan gejala hipoglikemia, mengukur ulang konsentrasi glukosa dalam
rentang waktu tertentu serta menghindari beberapa pekerjaan seperti menyetir, kemudian
hipoglikemi dapat dicegah dengan mengkonsumsi karbohidrat atau gula per oral. (Cryer,
2011).
Hipoglikemia adalah keadaan dengan kadar glukosa darah sewaktu dibawah 60
mg/dl, kadar gula atau glukosa di dalam tubuh lebih rendah dari kebutuhan tubuh. (Smeltzer,
2002).

13
Price (2006) mengutarakan bahawa hipoglikemia terjadi karena ketidak mampuan
hati memproduksi glukosa yang dapat disebabkan karena penurunan bahan pembentuk
glukosa, penyakit hati atau ketidak seimbangan hormonal.
Pada pasien hipoglikemi, terdapat defisit sel β langerhans, pengeluaran kedua
hormon pengatur insulin dan glukagon benar-benar terputus. Respon epinefrin terhadap
hipoglikemi juga semakin melemah. Frekuensi hipoglikemia berat, menurunkan batas
glukosa sampai ke tingkat plasma glukosa yang paling rendah. Kombinasi dari ketiadaan
glukosa dan respon epinefrin yang lemah dapat menyebabkan gejala klinis ketidak
sempurnaan pengaturan glukosa yang meningkatkan resiko hipoglikemi berat. Penurunan
respon epinefrin pada hipoglikemi adalah sebuah tanda dari lemahnya respon saraf otonom
yang dapat menyebabkan gejala klinis ketidaksadaran pada hipoglikemi (Shafiee, 2012).
Selain itu, pada pasien dengan hipoglikemia terjadi kematian jaringan yang
disebabkan karena kekurangan oksigen pada jaringan tersebut yang bahkan dapat
mengancam kehidupan. Keadaan ini terjadi karena adanya gangguan pada
hematologi/hemoglobin yang berperan sebagai transport oksigen. Hemoglobin yang
kekurangan glukosa akan mempengaruhi kualitas transport oksigen. Terapi oksigen adalah
memasukkan oksigen tambahan dari luar ke paru melalui saluran pernafasan dengan
menggunakan alat sesuai kebutuhan (Narsih, 2007).
Hipoglikemia adalah episode ketidaknormalan konsentrasi glukosa dalam plasma
darah yang menunjukkan nilai kurang dari 3,9 mmol/l (70 mg/dl) dan merupakan komplikasi
akut DM yang seringkali terjadi secara berulang. ( NurseLine Journal Vol. 1 No. 1 Mei 2016:
159-175)

14
2.1 Klasifikasi
Hipoglikemia menurut Setyohadi (2012) dan Thompson (2011) diklasifikasikan
sebagai berikut:
1. Hipoglikemia ringan
2. Hipoglikemia sedang
3. Hipoglikemia berat
Table 2.3 Klasifikasi kejadian hipoglikemi menurut ADA ialah sebagai berikut.
Severe hypoglycemia Kondisi di mana membutuhkan bantuan dari orang lain
untuk memberikan tambahan karbohidrat, glukagon, atau
aksi resusitasi lain. Perubahan konsentrasi glukosa plasma
mungkin tidak terjadi, tetapi terdapat perubahan
neurologis setelah terapi hipoglikemi diberikan.
Documented severe hypoglycemia Kondisi dimana terdapat gejala tipikal hipoglikemi yang
berhubungn dengan nilai konsentrasi glukosa plasma ≤ 70

15
mg/dL (≤ 3.9 mmol/L).
Asymptomatic hypoglycemia Kondisi dimana tidak terdapat gejala tipikal hipoglikemi
tetapi nilai konsentrasi glukosa plasma ≤ 70 mg/dL (≤ 3.9
mmol/L).
Propable symptomatic Kondisi dimana terdapat gejala tipikal hipoglikemi
hypoglycemia namun tidak berhubungan keadaan glukosa tetapi
dicurigai disebabkan oleh nilai konsentrasi glukosa
plasma ≤ 70 mg/dL (≤ 3.9 mmol/L).
Relative hypoglycemia Keadaan di mana seseorang dengan diabetes mengalami
gejala tipikal hipoglikemi namun konsentrasi glukosa
plasma >70 mg/dL (>3.9 mmol/L).
(American Diabetes Association (ADA). 2012. Medical advice for people with diabetes in emergency
situations. American Diabetes Association Journal)

2.3 Etiologi/Penyebab
Dosis pemberian insulin yang kurang tepat, kurangnya asupan karbohidrat karena
menunda atau melewatkan makan, konsumsi alkohol, peningkatan pemanfaatan karbohidrat
karena latihan atau penurunan berat badan (Kedia, 2011).
Sebagian besar penyebab hipoglikemia ialah penderita DM dengan terapi insulin atau
sulfonylurea (hipoglikemiaiatrogenik), tetapi juga terdapat penyebab hipoglikemia pada
pasien non-DM seperti pankereatitis atau sel tumor non-islet, autoimun, kegagalan organ,
penyakit endokrin, kelainan metabolisme dari lahir, toksin dari makanan, dan lain-lain
(sepsis, kelaparan, kegiatan yang sngat berlebihan). (Treatment of severe diabetic
hyplogicemia with: an underutilizes therapeutic approach, 2011)
2.4 Patofisiologi
Pada diabetes, hipoglikemi timbul akibat penggunaan kombinasi relative atau absolut
insulin dan gangguan pertahanan fisiologis dalam mempertahankan penurunan glukosa
plasma. Pengaturan kadar glukosa yang merupakan mekanisme pertahanan yang mencegah
atau menyeimbangkan kejadian hipoglikemia mengalami gangguan pada pasien diabetes tipe
1 dan pasien diabetes tipe 2 tahap lanjut. Dengan demikian, regulasi glukosa tersebut
digunakan sebagai respon terhadap hipoglikemia pada keadaan kekurangan insulin endogen
sehingga terwujud sebagai penurunan tingkat insulin dan meningkatkan kadar glukagon

16
disertai dengan penekanan peningkatan epinefrin. Gangguan respons autonomic
(adrenomedullar dan neuron simpatetik) dikaitkan dengan presentasi klinis diamati dari
ketidaksadaran hipoglikemia. Selanjutnya, hal ini menyatakan bahwa respon
sympathoadrenal berkurang (konsep hipoglikemia-terkait kegagalan otonom) yang
disebabkan oleh hipoglikemia yangterakhir, mengakibatkan gangguan glukosa kontra-
regulasi dan ketidaksadaran akibat hipoglikemia yang muncul sebagai siklus berulang
hipoglikemi. (Cryer, 2011)
Ketergantungan otak setiap saat pada glukosa yang disuplai oleh sirkulasi diakibatkan
oleh ketidakmampuan otak untuk membakar asam lemak berantai panjang, kurangnya
simpanan glukosa sebagai glikogen di dalam otak orang dewasa, dan ketersediaan keton
dalam fase makan atau kondisi posabsorptif.
Terdapat sedikit perdebatan tentang manakala gula darah turun dengan tiba-tiba, otak
mengenali defisiensi energinya setelah kadar serum turun jauh di bawah sekitar 45 mg/dl.
Kadar di mana gejala-gejala timbul akan berbeda dari satu pasien dengan pasien lain,
bukanlah hal yang tidak lazim pada kadar serendah 30 sampai 35 mg/dl untuk terjadi (seperti,
selama tes toleransi glukosa) tanpa gejala-gejala yang telah disebutkan.
Yang lebih kontroversial adalah pertanyaan tentang apakah gejala-gejala yang
berkembang dalam berespons terhadeap turunnya kadar gula darah bahkan sebelum turun di
bawah batasan kadar normal. Karena suatu respons fisiologi tertentu, seperti pelepasan
hormone pertumbuhan, terjadi dengan penurunan gula darah namun tetap normal, tampaknya
gejala-gejala terjadi pada kondisi ini, tetapi stimulus penurunan kadar kemungkinan kurang
kuat dan konsisten dibanding penurunan di bawah ambang absolute. Bagaimana pun, otak
tampak dapat beradaptasi sebagian terhadap penurunan kadar gula darah, terutama jika
penurunan terjadi lambat dan kronis. Bukanlah hal yang tidak lazim bagi pasien dengan gula
darah yang sangat, seperti terjadi pada tumor pensekresi insulin, untuk memperlihatkan
fungsi serebral yang sangat normal dalam menghadapi gula darah yang rendah terus menerus
di bawah batas normal. (Noor Rachmi Wulan Mustika,2016)

17
2.5 Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis dari hipoglikemi berat tampak sebagai gejala-gejala yang
berhubungan dengan aktivasi simpatoadrenal dan neuroglikopenia. Aktivasi simpatoadrenal
tampak sebagai gejala berkeringat, takikardi, takipnea, kecemasan, gemetar, dan mual.
Gejala neuroglikopenia meliputi perubahan penglihatan, lelah, pusing, sakit kepala,
perubahan kesadaran, perubahan status mental, kejang, koma, hingga menyebabkan
kematian (Rutecki, 2011).
Berdasarkan Eckman&Golden, terdapat trias yang menjadi tanda dan gejala
hipoglikemi yang dikenal sebagai trias Whipple. Trias Whipple ialah gejala muncul dan
konsisten dalam keadaan hipoglikemia, nilai konsentrasi glukosa plasma rendah, dan
terdapat perbaikan klinis ketika konsentrasi glukosa plasma dinaikkan(Eckman & Golden,
2011).
Tanda dan gejala hipoglikemia menurut Setyohadi (2012) antara lain:
1. Adrenergik seperti: pucat, keringat dingin, takikardi, gemetar, lapar, cemas, gelisah, sakit
kepala, mengantuk.
2. Neuroglikopenia seperti bingung, bicara tidak jelas, perubahan sikap perilaku, lemah,
disorientasi, penurunan kesadaran, kejang, penurunan terhadap stimulus bahaya.
2.6 Komplikasi
Komplikasi dari hipoglikemia pada gangguan tingkat kesadaran yang berubah selalu
dapat menyebabkan gangguan pernafasan, selain itu hipoglikemia juga dapat mengakibatkan
kerusakan otak akut. Hipoglikemia berkepanjangan parah bahkan dapat menyebabkan
gangguan neuropsikologis sedang sampai dengan gangguan neuropsikologis berat karena
efek hipoglikemia berkaitan dengan system saraf pusat yang biasanya ditandai oleh perilaku
dan pola bicara yang abnormal (Jevon, 2010) dan menurut Kedia (2011) hipoglikemia yang
berlangsung lama bisa menyebabkan kerusakan otak yang permanen, hipoglikemia juga
dapat menyebabkan koma sampai kematian (Jevon, 2010).

    

18
2.7 Pemeriksaan Penunjang
2.3 TABEL PEMERIKSAAN PENUNJANG (Noor Rachmi Wulan Mustika )
Fakta Teori
Telah dilakukan pemeriksaan laboratorium Hasil laboratorium pada hipoglikemia
berupa: pada penderita DM:
Tes Fungsi Hati:  Penurunan kadar glukosa plasma
1. SGOT dan SGPT  SGOT normal (16 U.I) dibawah 60 mg/dL.
dan SGPT normal (15 U.I)  Kadar HbA1C >6,5
2. Bilirubin normal
1. Bilirubin total : 0.3 mg/dl
2. Bilirubin direk : 0.1 mg/dl
3. Bilirubin indirek : 0.2 mg/dl
3. Albumin menurun (2.0)
4. Globulin normal (3.7)
5. Alkali fosfatase : tidak diperiksa
Kimia Darah:
1. Asam Urat: 5.6 (normal)
2. GDS : 58  289
3. Ureum : 60.4
4. Kreatinin : 1,2
5. Natrium : 140
6. Kalium : 6.3
7. Klorida : 116
8. HbA1C 10.7
Darah lengkap:
Didapatkan:
9. Nilai Hb 10.4
10. Trombosit 370.000
11. Leukosit 10.200
12. Hematokrit 31.5

19
2.8 Penatalaksanaan Medis
Manajemen Hipoglikemia Menurut Perkeni Stadium permulaan (sadar)
1. Berikan gula murni 30 gram (2 sendok makan) atau sirop atau permen gula murni (bukan
pemanis pengganti gula) atau gula diet atau gula diabetes) dan makanan yang
mengandung karbohidrat .
2. Hentikan obat hipoglikemik sementara
3. Pantau glukosa darah sewaktu tiap 1-2 jam
4. Pertahankan glukosa darah sekitar 200 mg/dl (bila sebelumnya tidak sadar)
5. Cari penyebab
Stadium lanjut (koma hipoglikemia atau tidak sadar dan curiga hipoglikemia)
1. Diberikan larutan Dextrose 40% sebanyak 2 flakon (=50 ml) bolus intravena
2. Diberikan cairan Dextrose 10% per infus, 6 jam per kolf
3. Periksa glukosa darah sewaktu (GDs), kalau memungkinkan dengan glukometer:
4. Bila GDs < 50 mg/dl ditambah bolus Dextrose 40% 50ml IV
5. Bila GDs < 100 mg/dl ditambah bolus Dextrose 40% 25ml IV
6. Periksa GDs setiap 1 jam setelah pemberian Dextrose 40%
7. Bila GDs < 50 mg/dl ditambah bolus Dextrose 40% 50ml IV
8. Bila GDs < 100 mg/dl ditambah bolus Dextrose 40% 25ml IV
9. Bila GDs 100-200 mg/dl, tanpa bolus Dextrose 40%
10. Bila GDs > 200 mg/dl, pertimbangkan menurunkan kecepatan drip Dextrose 10%
11. Bila GDs > 100 mg/dl sebanyak 3 kali berturut-turut, pemantauan GDs setiap 2 jam,
dengan protocol sesuai diatas. Bila GDs > 200 mg/dl, pertimbangkan mengganti infuse
dengan Dextrose 5% atau NaCl 0,9%
12. Bila GDs > 100 mg/dl sebanyak 3 kali berturut-turut, pemantauan GDs setiap 4 jam,
dengan protocol sesuai diatas. Bila GDs > 200 mg/dl, pertimbangkan mengganti infuse
dengan Dextrose 5% atau NaCl 0,9%14
13. Bila GDs > 100 mg/dl sebanyak 3 kali berturut-turut, sliding scale setiap 6 jam :
Table 2.4

20
14. Bila hipoglikemia belum teratasi, dipertimbangkan pemberian antagonis insulin seperti
adrenalin, kortison dosis tinggi, atau glucagon 0,5-1 mg IV/IM (bila penyebabnya
insulin)
Bila pasien belum sadar, GDs sekitar 200 mg/dl : Hidrokortison 100 mg per 4 jam
selama 12 jam atau Deksametason 10 mg IV bolus dilanjutkan 2 mg tiap 6 jam dan
Manitol 1,5-2 g/kgBB IV setiap 6-8 jam. Cari penyebab lain kesadaran menurun.
2.9 Penatalaksanaan Keperawatan
1.    Pengkajian Primer Hipoglikemia
a.   Airway
Menilai jalan nafas bebas. Apakah pasien dapat bernafas dengan bebas,ataukah
ada secret yang menghalangi jalan nafas. Jika ada obstruksi, lakukan :
1) Chin lift/ Jaw thrust
2) Suction
3) Guedel Airway
4) Instubasi Trakea
b.  Breathing
Bila jalan nafas tidak memadai, lakukan :
1) Beri oksigen
2) Posisikan semi Flower
c.   Circulation
Menilai sirkulasi / peredaran darah
1) Cek capillary refill
2) Pemberian infus
3) Auskultasi adanya suara nafas tambahan

21
4) Segera Berikan Bronkodilator, mukolitik.
5) Cek Frekuensi Pernafasan
6) Cek adanya tanda-tanda Sianosis, kegelisahan
7) Cek tekanan darah
Penilaian ulang ABC diperlukan bila kondisi pasien tidak stabil
d. Disability
Menilai kesadaran pasien dengan cepat, apakah pasien sadar, hanya respon
terhadap nyeri atau sama sekali tidak sadar. Kaji pula tingkat mobilisasi pasien.Posisikan
pasien posisi semi fowler, esktensikan kepala, untuk memaksimalkan ventilasi.Segera
berikan Oksigen sesuai dengan kebutuhan, atau instruksi dokter.

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS

22
HIPOGLIKEMIA

3.1 PENGKAJIAN
3.1.1 Identitas Klien
Identitas klien meliputi nama, usia, jenis kelamin, alamat, pekerjaan, agama,
tanggal masuk rumah sakit dan nomor RM.
3.1.2 Riwayat Kesehatan
3.1.2.1 Riwayat penyakit sekarang
Biasanya klien berkeringat, takikardi, takipnea, kecemasan, gemetar, dan
mual, perubahan penglihatan, lelah, pusing, sakit kepala, perubahan kesadaran,
perubahan status mental, kejang, koma, hingga menyebabkan kematian
3.1.2.2 Riwayat penyakit masa lalu
Kaji apakah klien pernah mengalami penyakit yang serupa seperti
sekarang, dan apakah klien pernah menderita penyakit penyakit kadar gula
yang tinggi sebelumnya.
3.1.2.3 Riwayat penyakit keluarga
Kaji apakah keluarga klien juga mengalami penyakit yang sama seperti
klien, dan apakah keluarga pasien memiliki penyakit menurun lainnya.
3.2 PEMERIKSAAN FISIK HEAD TO TOE
1. Kepala
Biasannya pada klien Mesochepal, tidak ada lesi, tidak ada hematoma,
tidak ada nyeri tekan
2. Rambut
Biasannya pada klien Warna hitam, kusut, tidak ada kebotakan
3. Mata
Biasannya pada klien Pengelihatan normal, diameter pupil 3, sclera
ikterik,konjungtiva anemis, pupil isokor
4. Hidung
Biasannya pada klien Bentuk simertis, tidak ada perdarahan, tidak ada
secret, terpasang O2 nasal 5 liter/menit
5. Telinga

23
Biasannya pada klien Bentuk normal, pendengaran normal, tidak ada
secret,tidak ada perdarahan
6. Mulut dan gigi
Biasannya pada klien Mukosa kering, mulut bersih
7. Leher
Biasannya pada klien Tidak ada pembesaran tyroid, nadi karotis teraba,
tidak adapembesaran limfoid
8. Thorax : 
I : Biasannya pada klien Ekspansi dada tidak simetris, tidak ada luka,
frekuensi nafas tidak teratur
P : Biasannya pada klien Tidak ada udema pulmo
P : Biasannya pada klien Ada nyeri tekan dada kiri
A : Biasannya pada klien Bunyi jantung S1,S2 tunggal, bunyi paru ronchi
9. Abdomen :
I : Biasannya pada klien Tidak ada luka, tidak ada asites
A : Biasannya pada klien Bising usus normal 10 x/menit
P : Biasannya pada klien Suara timpani
P : Biasannya pada klien Ada pembesaran hati, tidak ada nyeri tekan
10. Genitalia
Biasannya pada klien Terpasang DC, tidak ada darah
11. Eksteremitas : Biasannya pada klien Kekuatan otot           
ROM
Biasannya pada klien Penuh,  Akral hangat, tidak ada edema,
terpasang infuse RL di lengan kanan
12. Pola pemenuhan kebutuhan dasar Virginia Handerson :
A. Pola oksigenasi
a) Sebelum sakit
Biasannya pada klien bernafas secara normal, tidak menderita
penyakit pernafasan
b) Saat dikaji
Biasannya pada klien sesak nafas, RR 22x/ menit

24
B. Pola nutrisi
a) Sebelum sakit
Biasannya pada klien makan 3x sehari (nasi, sayur, dan
lauk)pasien suka makan yang mengandung kolesterol tinggi, minum
6-8 gelas/hari
b) Saat dikaji
Biasannya pada klien makan sesuai diit yang telah diberikan,
minum 4-5 gelas/hari
C. Pola eliminasi        
a) Sebelum sakit
Biasannya pada klien BAK 4-6x/hari dan BAB 1x/hari
b) Saat dikaji
Biasannya pada klien BAK 3-5x/hari dan BAB 1x/hari
D. Pola aktivitas/ bekerja       
a) Sebelum sakit
Biasannya pada klien melakukan aktivitas secara mandiri,
bekerja sebagai wiraswasta
b) Saat dikaji
Aktivitas Biasannya pada klien dibantu oleh keluarga dan
tidak dapat bekerja.
E. Pola istirahat          
a) Sebelum sakit : Biasannya pada klien istirahat/ tidur 8-10 jam/hari
b) Saat dikaji : Biasannya pada klien istirahat/ tidur 7-9jam/hari
3.3 ANALISA DATA
No Data Etiologi Masalah
.
1 Biasanya kleien Ketidakefektifan
mengeluhkan bersihan jalan nafas
- Berkeringat berhubungan dengan
- Merasa cemas obstruksi jalan nafas,
- Gemetaran peningkatan secret

25
- Takikardi
- Takipneu

2 Biasanya klien Defisit volume cairan


mengeluhkan berhubungan dengan
- Mual diuresis osmotik
- Pusing
- Kepala sakit
3. Biasanya klien
mengeluhkan
- Takikardi
- Gemetaran
- Merasa cemas

3.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG


Pemeriksaan darah lengkap Hb 12,0 gr/dl, Hmt 38.4%; Angka Leukosit 14.72 . 103/Ul;
Angka Eritrosit 4.11 .106/Ul; Angka Trombosit 309 .103/Ul; GDS 29 Mg%; Urea 60.5 Mg%;
Creatin 1.61 Mg%.

3.5 Diagnosa Keperawatan


1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan obstruksi jalan nafas,
peningkatan secret
2. Defisit volume cairan berhubungan dengan diuresis osmotik
3. Penurunan curah jantung berhubungan dengan vasokonstriksi pembuluh darah

26
3.6 RENCANA KEPERAWATAN HIPOGLIKEMIA

No Diagnosa NOC NIC


Keperawatan
1. Ketidakefektifan  Respiratory status: Ventilation Airway Suction
bersihan jalan nafas  Respiratory status: Airway patency - Pastikan kebutuhan oral/tracheal suctioning
berhubungan dengan Kriteria Hasil: - Auskultasi suara nafas sebelum dan sesudah
obstruksi jalan nafas,  Mendemonstrasikan batuk efektif dan suctioning
peningkatan secret suara nafas yang bersih, tidak ada - Informasikan pada klien dan keluarga tentang
sianosis dan dyspneu (mampu suctioning
mengeluarkan sputum, mampu - Minta klien nafas dalam sebelum suction
bernafas dengan mudah, tidak ada dilakukan
pursed lips) - Berikan O2 dengan menggunakan nasal untuk
 Menunjukkan jalan nafas yang paten menfasilitasi suksion nasotrakeal
(klien tidak merasa tercekik, irama - Gunakan alat yang steril setiap melakukan
nafas, frekuensi pernafasan dalam tinndakan
rentang normal, tidak ada suara nafas - Anjurkan pasien untuk istirahat dan napas dalam
abnormal) setelah kateter dikeluarkan dari nasotrakeal
 Mampu mengidentifikasi dan - Monitor status oksigen pasien
mencegah faktor yang dapat - Ajarkan keluarga bagaimana cara melakukan
menghambat jalan nafas suction
1.   - Hentikan suction dan berikan oksigen apabila

27
pasien menunjukkan bradikardi, peningkatan
saturasi O2 dll
Airway Management
- Buka jalan nafas, gunakan teknik chin lift atau
jaw thrust bila perlu
- Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
- Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan
nafas buatan
- Pasang mayo bila perlu
- Lakukan fisioterapi dada bila perlu
- Keluarkan secret dengan batuk atau suction
- Auskultasi suara nafas, catat adanya suara
tambahan
- Lakukan suction pada mayo
- Berkikan bronkodilator ila perlu
- Berikan pelembab udara kassa basah NaCl
lembab
- Atur intake untuk cairan mengoptimalkan
keseimbangan
- Monitor respirasi dan status O2

2. Defisit volume cairan  Fluid Balance Fluid Management

28
berhubungan dengan  Hydration - Timbangi popok/pembalut jika perlu
diuresis osmotik  Nutritional Status: Fluid dan Food - Pwrtahankan cairan intake dan output yang akurat
Intake - Monitor status hidrasi (kelembaban membrane
Kriteria Hasil mukosa, nadi adekuat, tekana darah ostostatik),
 Mempertahankan urine output sesuai jika diperlukan
dengan usia dan BB, BJ urine normal, - Monitor vital sign
HT normal - Monitr masukan makanan/cairan dan hitung
 Tekanan darah, nadi, suhu tubuh intake kalori harian
dalam batas normal - Kolaborasi pemberian IV
 Tidak ada tanda-tanda dehidrasi, - Monitor status nutrisi
elastisitas turgor kulit baik, membrane - Berikan cairan IV pada suhu ruangan
mukossa lembab, tidak ada rasa haus - Dorong masukan oral
yang berlebihan - Berikan penggantian nesogatrik sesuai output
1.    - Dorong keluarga untuk membantu pasien makan
- Tawarkan snack (jus buah, buah segar)
- Kolaborasi dengan dokter
- Atur kemungkinan tranfusi
Hypovolemia Management
- Monitor status cairan masukan intake dan output
cairan
- Pelihara IV line
- Monitor tingkat Hb dan hematokrit

29
- Monitor tanda vital
- Monitor respon pasien terhadap penambahan
cairan
- Monitor berat badan
- Dorong pasien untuk menambah intake oral
- Pemberian cairan IV monitor adanya tanda dan
gejala kelebihan volume cairan
- Monitor addanya tanda gagal ginjal

3. Penurunan curah  Cardiac Pump effectiveness Cardiac Care


jantung berhubungan  Circulation Status - Evaluasi adanya nyeri dada (intensitas, lokasi,
dengan vasokonstriksi  Vital Sign Status durasi)
pembuluh darah Kriteria Hasil - Catat adanya distritmia jantung
 Tanda vital dalam rentang normal - Catat adanya tanda dan gejala penurunan cardiac
(tekanan darah, nadi, respirasi) output
 Dapat mentoleransi aktivitas, tidak - Monitor status kardiovaskuler
ada kelelahan - Monitor status pernafasan yang menandakan
 Tidak ada edema paru, perifer, dan gagal jantung
tidak ada asites - Monitor abdomen sebagai indicator penurunan
 Tidak ada penurunan kesadaran perfusi
- Monitor balance cairan

30
- Monitor adanya perubahan tekanan darah
- Monitor respon pasien terhadap efek pengobatan
antiaritmia
- Atur periode latihan dan istirahat untuk
menghindari kelelahan
- Monitor toleransi aktivitas pasien
- Monitor adanya dyspneu, fatigue, tekipneu dan
ortopneu
- Anjurkan untuk mengurangi stress

Vital Sign Monitor


- Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
- Catat adanya fluktuasi tekanan darah
- Monitor VS saat pasien berbaring, duduk, atau
berdiri
- Auskultasi TD, nadi, RR, sebelum, selaama, dan
setelah aktivitas
- Monitor kualitas dari nadi
- Monitor adanya pulsus paradoksus
- Monitor adanya pulsus alterans
- Monitor jumlah dan irama jantung
- Monitor bunyi jantung

31
- Monitor frekuensi dan irama pernapasan
- Monitor suara paru
- Monitor pola pernapasan abnormal
- Monitor suhu, warna, dan kelembaban kulit,
monitor sianosis perifer
- Monitor adanya chusing triad (tekanan nadi yang
melebar, bradikardi, penningkatan sistolik)
- Identifikasi penyebab dari perubahan vital sign
1.  

32
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Hipoglikemia atau penurunan kadar gula darah merupakan keadaan
dimana kadar glukosa darah berada di bawah normal, yang dapat terjadi karena
ketidakseimbangan antara makanan yang dimakan, aktivitas fisik dan obat-obatan
yang digunakan. Sindrom hipoglikemia ditandai dengan gejala klinis antara lain
penderita merasa pusing, lemas, gemetar, pandangan menjadi kabur dan gelap,
berkeringat dingin, detak jantung meningkat dan terkadang sampai hilang
kesadaran (syok hipoglikemia)
4.2 Saran
4.2.1 Bagi klien/keluarga
Sebagai bahan acuan bagi klien agar lebih mengetahui tentang
hipoglikemia serta dapat mewaspadai apabila terdapat gejala-gejala klinis yang
menyebabkan terjadinya hipoglikemia.

4.2.2 Bagi petugas kesehatan


Diharapkan dapat menambah wawasan dan dapt dijadikan literature dalam
menangani pasien dengan hipoglikemia bagi institusi pendidikan sebagai bahan
acuan untuk menambah ilmu dan wawasan pengetahuan mahasiswa terhadap
penyakit hipoglikemia.
4.2.3 Bagi instansi pendidikan
Agar dapat memberikan manfaat bagi lembaga pendidikan,serta dapat
merencanakan kegatan pendidikan dalam konteks asuhan keperawatan secara
menyeluruh,khususnya pada pasien hipoglikemia.
d)    Bagi mahasiswa
Menambah ilmu dan wawasan tentang asuhan keperawatan pada pasien
dengan hipoglikemia sebagai syarat untuk memenuhi tugas sebagai mahasiswa
praktik.

33
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito.  2007.  Buku  Saku  Diagnosa Keperawatan  Edisi  6.  Jakarta  : EGC
Eko, Wahyu. 2012.  Penyakit Penyebab Kematian  Tertinggi  di  Indonesia.
diakses tanggal 12 Oktober 2012. Jam  19.30. http://www.kpindo.com/artikel
Herdman,  Heather.  2010.  Nanda International  Diagnosis Keperawatan 
Definisi  dan Klasifikasi  2009-  2011.  Jakarta: EGC
Jevon,  Philip.  2010.  Basic  Guide  To Medical  Emergencies  In  The Dental 
Practice.  Inggris:  Wiley Blackwell
Kedia, Nitil. 2011. Treatment of Severe Diabetic  Hypoglycemia  With Glucagon: 
an  Underutilized Therapeutic  Approach.  Dove Press Journal
McNaughton,  Candace  D.  2011. Diabetes  in  the  Emergency Department: 
Acute  Care  of Diabetes  Patients.  Clinical Diabetes
RA, Nabyl. 2009. Cara mudah Mencegah Dan Mengobati Diabetes Mellitus.
Yogyakarta : Aulia Publishing
Setyohadi,  Bambang.  2011. Kegawatdaruratan  Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat
Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam

34

Anda mungkin juga menyukai