Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

KEPERAWATAN GAWAT DARURAT ASIDOSIS RESPIRATORIK

Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Gawat Darurat II

Fasilitator : Ns. Riyan Dwi Prasetyawan, M.Kep

DISUSUN OLEH:

1. ADIKRIA WARDANI (2016.02.001)


2. BELLA DESI VITA A. (2016.02.007)
3. DIAH WASKITO RINI (2016.02.009)
4. RIKA DWI LESTARI (2016.02.032)

Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Banyuwangi

Progam Studi S1 Keperawatan

Banyuwangi

2020
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Manusia sebagai organisme multiseluler dikelilingi oleh lingkungan luar (milieu exterior) dan
sel-selnya pun hidup dalam milieu interior yang berupa darah dan cairan tubuh lainnya. Cairan
dalam tubuh, termasuk darah, meliputi lebih kurang 60% dari total berat badan laki-laki dewasa.
Dalam cairan tubuh terlarut zat-zat makanan dan ion-ion yang diperlukan oleh sel untuk hidup,
berkembang, dan menjalankan fungsinya. Untuk dapat menjalankan fungsinya dengan baik
sangat dipengaruhi oleh lingkungan di sekitarnya. Semua pengaturan fisiologis untuk
mempertahankan keadaan normal disebut homeostasis. Homeostasis ini bergantung pada
kemampuan tubuh mempertahankan keseimbangan antara substansi-substansi yang ada di milieu
interior.
Pengaturan keseimbangan cairan perlu memperhatikan 2 (dua) parameter penting, yaitu:
volume cairan ekstrasel dan osmolaritas cairan ekstrasel. Ginjal mengontrol volume cairan
ekstrasel dengan mempertahankan keseimbangan garam dan mengontrol osmolaritas cairan
ekstrasel dengan mempertahankan keseimbangan cairan. Ginjal mempertahankan keseimbangan
ini dengan mengatur keluaran garam dan air dalam urin sesuai kebutuhan untuk
mengkompensasi asupan dan kehilangan abnormal dari air dan garam tersebut.
Ginjal juga turut berperan dalam mempertahankan keseimbangan asam-basa dengan mengatur
keluaran ion hidrogen dan ion bikarbonat dalam urin sesuai kebutuhan. Selain ginjal, yang turut
berperan dalam keseimbangan asam-basa adalah paru-paru dengan mengekskresi ion hidrogen
dan CO2, dan sistem dapar (buffer) kimia dalam cairan tubuh.
1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang diuraikan diatas maka dikemukakan

rumusan masalah sebagai berikut :

1. Apa definisi dari Asidosis Respiratorik?


2. Apa etiologi dari Asidosis Respiratorik?
3. Bagaimana manifestasi klinis dari Asidosis Respiratorik?
4. Bagaimana patofisiologi dari Asidosis Respiratorik?
5. Bagaimana pathway dari Asidosis Respiratorik?
6. Bagaimana pemeriksaan penunjang dari Asidosis Respiratorik?
7. Bagaimana Penatalaksanaan dari Asidosis Respiratorik?
8. Bagaimana Komplikasi dari Asidosis Respiratorik?
9. Bagaimana konsep askep dari Asidosis Respiratorik?
1.3 Tujuan

1. Mengetahui definisi dari Asidosis Respiratorik


2. Mengetahui etiologi dari Asidosis Respiratorik
3. Mengetahui manifestasi klinis dari Asidosis Respiratorik
4. Mengetahui patofisiologi dari Asidosis Respiratorik
5. Mengetahui pathway dari Asidosis Respiratorik
6. Mengetahui pemeriksaan penunjang dari Asidosis Respiratorik
7. Mengetahui Penatalaksanaan dari Asidosis Respiratorik
8. Mengetahui Komplikasi dari Asidosis Respiratorik
9. Mengetahui konsep askep dari Asidosis Respiratorik
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Asidosis Respiratorik

Asidosis Respiratorik adalah gangguan klinis dimana PH kurang dari 7,35 dan


tekanan parsial karbondioksida arteri (PaCO2) lebih besar dari 42 mmHg.Kondisi ini terjadi
akibat tidak adekuatnya ekskresi CO2 dengan tidak adekuatnya ventilasi sehingga
mengakibatkan kenaikan kadar CO2  plasma.
Asidosis Respiratorik adalah keasaman darah yang berlebihan karena penumpukan
karbondioksida dalam darah sebagai akibat dari fungsi paru-paru yang buruk atau pernafasan
yang lambat.Kecepatan dan kedalaman pernafasan mengendalikan jumlah karbondioksida
dalam darah.Dalam keadaan normal, jika terkumpul karbondioksida, pH darah akan turun
dan darah menjadi asam.Tingginya kadar karbondioksida dalam darah merangsang otak yang
mengatur pernafasan, sehingga pernafasan menjadi lebih cepat dan lebih dalam.
Asidosis respiratorik adalah suatu kedaan medis dimana penurunan respirasi
(hypoventilation) menyebabkan peningkatan darah karbondioksida dan penurunan pH (suatu
kondisi yang umumnya di sebut asidosis). Gangguan asam basa ini di cirikan dengan
penurunan ventilasi alveolar dan di manifestasikan dengan hiperkapnia (tekanan
karbondioksida parsial [PaCO2] lebih dari 45 mm Hg).Keasaman darah yang berlebihan
karena penumpukan karbondioksida dalam darah sebagai akibat dari fungsi paru-paru yang
buruk atau pernafasan yang lambat. Kecepatan dan kedalaman pernafasan mengendalikan
jumlah karbondioksida dalam darah. Tingginya kadar karbondioksida dalam darah
merangsang otak yang mengatur pernafasan sehingga pernafasan menjadi lebih cepat dan
dalam (Price, Sylvia Anderson. 2005).
 Klasifikasi Asidosis Respiratorik
1.      Asidosis Respiratori Akut.
Terjadi jika komponen ginjal belum berjalan dan HCO3- masih dalam  keadaan
normal. Seperti pada edema pulmonal akut, aspirasi benda asing,  atelektasis,
pneumutorak, syndrome tidur apnea, pemberian oksigen pada  pasien hiperkapnea kronis
(kelebihan CO2 dalam darah), ARSP.
Dalam asidosis pernafasan akut, PaCO2 yang di tinggikan di atas batas rentang
referensi (lebih dari 6,3 kPa atau 47 mm Hg) dengan acidemia atas(pH<7,35).Asidosis
pernafasan akut tejadi ketika kegagalan ventilasi tiba-tiba kegagalan ini dapat disebabkan
oleh depresi dari pusat pernafasan oleh penyakit otak atau obat, kemampuan untuk
ventilasi memadai karena penyakit neuromuskuler (misalnya: gravis gravis, amyotrophic
lateral sclerosis, sindrom guillain barre, distrofi otot), atau obstruksi jalan nafas terkait
dengan asma atau penyakit paru obstruktif kronik (PPOK).

2.      Asidosis Respiratorik Kronis.


Jika kompensasi ginjal telah berjalan dan HCO3- telah meningkat. Terjadi  pada
penyakit pulmunari seperti emfisema kronis dan bronchitis, apnea  tidur obstruktif.
Dalam asidosis pernafasan kronis, PaCO2 yang di tinggikan di atas batas kisaran
referensi, dengan pH darah normal (7,35-7,45) atau normal pH dekat sekunder untuk
kompensasi ginjal dan serum bikarbonat (HCO3ֿ >30 mm Hg).Asidosis respiratorik
kronik di sebabkan karena penyakit paru jangka panjang terutama penyakit paru-paru
yang menyebabkan kelainan dalam pertukaran gas alveolar biasanya tidak menyebabkan
hypoventilation tetapi cenderung menyebabkan stimulasi ventilasi dan hypocapnia
sekunder untuk hypoksia. Hypercapnia terjadi hanya terjadi jika penyakit berat atau
kelelahan otot pernafasan terjadi.

2.2 Etiologi Asidosis Respiratorik


Kemungkinan penyebab mencakup penyakit paru, depresi pusat pernapasan oleh obat
atau penyakit, gangguan saraf atau yang mengurangi kemampuan bernapas, atau (secara
sementara) bahkan hanya tindakan menahan napas. (Sherwood, 2011: 631)

Asidosis respiratorik selalu akibat tidak adekuatnya ekskresi karbondioksida dengan


tidak adekuatnya ventilasi, sehingga mengakibatkan kenaikan kadar karbondioksida plasma.
Selain peningkatan PaCO2, hipoventilasi biasanya menyebabkan penurunan PaO2. Asidosis
respiratorik juga dapat terjadi pada penyakit yang merusak otot-otot pernapasan, y.i., distrofi
muscular miastenia gravis, dan syndrome Guillian-Barre. (Brunner & Suddarth, 2001: 278)
1.      Hambatan Pada Pusat Pernafasan Di Medula Oblongata.
a.       Obat-obatan : kelebihan dosis opiate, sedative, anestetik (akut).
b.      Terapi oksigen pada hiperkapnea kronik.
c.       Henti jantung (akut).
d.      Apnea saat tidur.

2.      Gangguan Otot-Otot Pernafasan Dan Dinding Dada.


a.       Penyakit neuromuscular : Miastenia gravis, poliomyelitis, sclerosis lateral
amiotropik.
b.      Deformitas rongga dada : Kifoskoliosis.
c.       Obesitas yang berlebihan.
d.      Cedera dinding dada seperti patah tulag-tulang iga.

3.      Gangguan Pertukaran Gas.


a.       PPOM (emfisema dan bronchitis).
b.      Tahap akhir penyakit paru intrinsic yang difus.
c.       Pneumonia atau asma yang berat.
d.      Edema paru akut.
e.       Pneumotorak.

4.      Obstruksi Saluran Nafas Atas Yang Akut.


a.       Aspirasi benda asing atau muntah.
b.      Laringospasme atau edema laring, bronkopasme berat.

5.      Hipofentilasi Dihubungkan Dengan Penurunan Fungsi Pusat Pernafasan Seperti Trauma


Kepala, Sedasi Berlebihan, Anesthesia Umum, Alkalosis Metabolic.
2.3 Manifestasi Klinis Asidosis Respiratorik

Tanda-tanda klinis berubah-ubah pada Asidosis Respiratorik akut dan kronis yaitu:
1.      Hiperkapnea mendadak (kenaikan PaCO2) dapat menyebabkan peningkatan frekuensi
nadi dan pernafasan, peningkatan tekanan darah, kusust piker, dan perasaan penat pada
kepala.
2.      Peningkatan  akut pada  PaCO2  hingga mencapai 60  mmHg  atau
lebih  mengakibatkan : somnolen, kekacauan mental, stupor, dan akhirnya koma, juga
menyebabkan sindrom metabolic otak, yang dapat timbul asteriksis  (flapping tremor)
dan mioklonus (kedutan otot).
3.      Retensi  O2 menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah otak, maka kongesti pembuluh
darah otak yang terkena menyebabkan peningkatan  tekanan intra cranial dan dapat
bermanifestasi sebagai papilladema  (pembengkakan dikus optikus yang terlihat pada
pemeriksaan dengan  optalmoskop).
4.      Hiperkalemia  dapat terjadi sebagai akibat konsentrasi hydrogen memperburuk
mekanisme kompensatori dan berpindah kedalam sel, sehingga menyebabkan kalsium
keluar dari sel.

Pasien dengan asidosis respiratorik kronis dapat mengeluhkan kelemahan, sakit kepala
pekak, dan gejala-gejala proses penyakit yang mendasari. Pasien dengan penyakit
pulmonary obstruktif kronis yang secara bertahap mengakumulasi karbondioksida dalam
waktu yang lama (berhari-hari sampai berbulan-bulan) dapat tidak mengalami gejala-gejala
hiperkapnea karena perubahan kompensasi ginjal telah terjadi. Jika asidosis respiratorik
yang terjadi adalah parah, tekanan intrakarnial dapat meningkat, sehingga dapat
meningkatkan papiledema dan dilatasi pembuluh darah konjungtiva. Hiperkalemia dapat
terjadi sebagai akibat konsentrasi hydrogen memperburuk mekanisme kompensatori dan
berpindah ke dalam sel-sel, sehingga menyebabkan kalium keluar dari sel (Brunner &
Suddarth, 2001: 278).

2.4 Patofisiologi Asidosis Respiratorik

Asidosis ditandai dengan peningkatan PaCO2 dan penurunan pH dan hasil asidosis
pernapasan dari gangguan yang menghambat ventilasi atau meningkatkan produksi CO2,
kelainan saluran napas, dan paru, kelainan neuromuskuler, atau masalah ventilator
mekanik.
2.5 Pathway Asidosis Respiratorik

E. PATOFISIOLOGI.

Normal 15.000 – 20.000 mmol Metabolisme


CO2 Ekskresi per Hari Keluar mml Paru-Paru

Sebagian Besar Dibawa


Ke Paru-Paru Dalam Bentuk
HCO8- Darah.

Seimbang Peningkatan Ventilasi Peningkatan Ion H+


PaCO2 – PH Alveolar Darah

Hipoksemia Obstruksi Hipoventilasi Peningkatan HCO3-


Keracunan Obat Peningkatan PaCO2 Darah

Penurunan Asedosis PH Menurun Kompensasi Ginjal


PaO2 Respiratori.

2.6 Pemeriksaan Penunjang

1. Analisa gas darah memperlihatkan PaCO2 meningkat, lebih besar dari 45 mmHg
(karena peningkatan CO2 adalah peyebab masalah).
2. Untuk asidosis yang berlangsung lebih dari 24 jam, maka kadar bikordinat plasma akan
meningkat, lebih dari 26 mEa/e, yang mencerminkan kenyataan bahwa ginjal sedang
mengekresikan lebih banya H+ dan menyerap lebih banyak baja.
3. Apabila kompensasi ginjal berhasil, maka PH plasma akan rendah, tetapi berada pada
rentang normal. Apabila kompensasi tidak berhasil maka PH memperlihatkan
konsentrasi H+ yang tinggi (< 7,35).
4. PH urine akan menjadi asam (menurun 6,0).
5. PO2 sama dengan normal atau mengalami penurunan.
6. Saturasi O2 sama dengan menurun.
7. Kalium serum sama dengan normal atau meningkat.
8. Kalsium serum sama dengan meningkat.
9. Klorida sama dengan menurun.
10. Asam laktat sama dengan meningkat.
11. Roentgen dada untuk menentukan segala penyakit pernafasan.
12. Pemeriksaan EKG : untuk mengidentifikasi segala keterlibatan jantung sebagai akibat
PPOK.

2.7 Penatalaksanaan Asidosis Respiratorik

1. Pengobatan Diarahkan Untuk Memperbaiki Ventilasi Efektif Secepatnya Dengan :


a. Pengubahan posisi dengan kepala tempat tidur keatas atau posisi pasien
dalam posisi semi fowler (memfasilitasi ekspansi dinding dada).
b. Latih untuk nafas dalam dengan ekspirasi memanjang (meningkatkan
ekshalosi CO2).
c. Membantu dalam ekspektorasi mucus diikuti dengan penghisapan jika
diperlukan (memperbaiki fentilasi perfusi).

2. Pemberian preparat farmakologi yang digunakan sesuai indikasi. Contohnya :


bronkodilator membantu menurunkan spasme bronchial, dan antibiotic yang
digunakan untuk infeksi pernafasan.
3. Tindakan hygiene pulmonary dilakukan, ketika diperlukan, untuk membersihkan
saluran pernafasan dari mucus dan drainase purulen.
4. Hidrasi yang adekuat (2-3e/hari) diindikasikan untuk menjaga membrane mukosa
tetap lembab dan karenanya memfasilitasi pembuangan sekresi.
5. Kadar O2 yang tinggi (750%) aman diberikan pada pasien selama 1-2 hari bilamana
tidak ada riwayat hiperkapnea kronik.
6. Ventilasi mekanik, mungkin diperlukan jika terjadi krisis untuk memperbaiki
ventilasi pulmonary.
7. Pemantauan gas darah arteri secara ketat selama perawatan untuk mendeteksi tanda-
tanda kenaikan PaCO2 dan kemunduran ventilasi alveolar.
2.8 Komplikasi Asidosis Respiratorik

Jika tidak diobati, asidosis berpotensi menyebabkan komplikasi berupa :

 Gagal ginjal
 Osteoporosis
 Gangguan otot
 Gangguan sistem endokrin
 Batu ginjal
 Keterlambatan dalam pertumbuhan
BAB III

KONSEP KEPERAWATAN

3.1 PENGKAJIAN

a) Indentitas
Nama, Umur, Jenis kelamin, agama, suku, bangsa, pekerjaan, pendidikan, status
perkawinan, alamat, tanggal masuk Rumah Sakit
Tanda dan gejala : Dispnea; arteriksis; gelisah menimbulkan letargi, kacau mental,
dan koma.
b) Pengkajian fisik : Peningkatan frekuensi jantung dan pernapasan, diaphoresis, dan
sianosis. Hiperkapnia berat dapat menyebabkan vasodilatasi serebral, mengakibatkan
peningkatan tekanan intrakarnial (TIK) dengan papiladema. Temuan lain mungkin
dilatasi konjungtiva dan pembuluh darah wajah.
c) Parameter pemantauan : Adanya distrimia ventrikel; peningkatan TIK.
d) Riwayat dan factor resiko
- Penyakit pernapasan akut: gagal pernapasan akut dari beberapa penyebab,
termasuk pneumonia, adult respiratory distress syndrome (ARDS).
- Takar lajak obat : sedasi berlebihan dengan obat yang menyebabkan depresi
pusat pernapasan.
- Trauma dinding dada : Flail chest, pneumothoraks.
- Trauma/lesi system saraf pusat : dapat dapat terjadi pada hiperkalemia, polio,
syndrome guilain-Barre
- Iatrogebij : ketidaktepatan ventilasi mekanikal (peninglkatan ruang mati,
ketidakcukupan frekuensi atau volume); fraksi oksigen inspirasi tinggi pada
retensi CO2 kronis.
(Mima M. Horne, 2000: 147-148)
3.2 Diagnosa Keperawatan
a. Kerusakkan pertukaran gas yang berhubungan dengan hipoventilasi alveolar
sekunder terhadap proses penyakit yang mendasari.
Hasil yang diharapkan : pasien mempunyai pertukaran gas adekuat dibuktikan oleh
tegangan oksigen darah arteri (PaO2) ≥ 60 mmHg, PaCO2 ≤ 45 mmHg, pH 7,35-
7,45, FP 12-20 kali/menit dengan pola dan kedalaman normal (eupnea), dan
takadanya bunyi napas tambahan.
b. Perubahan sensori-persepsi yang berhubungan dengan gangguan pengaturan asam
basa.
Hasil yang diharapkan : pasien mengungkapkan orientasi terhadap orang, tempat,
dan waktu dan tidak menunjukkan bukti cedera yang disebabkan oleh perubahan
sensorium.
c. Perubahan membrane mukosa oral yang berhubungan dengan pola napas abnormal.
Hasil yang diharapkan : mukosa oral pasien, bibir, dan lidah utuh dengan
kelembaban adekuat.
d. Gangguan pola tidur yang berhubungan dengan pengobatan dan prosedur yang sering
Hasil yang diharapkan : pasien tidur tanpa gangguan selama sedikitnya 90 menit dan
menyatakan perasaan sehat.
e. Koping keluarga takefektif yang berhubungan dengan reaksi stress sekunder
terhadap penyakit berbahaya dari anggota keluarga.
Hasil yang diharapkan : anggota keluarga menunjukkan mekanisme koping efektif,
mencari dukungan dari orang lain dan mendiskusikan masalah diantara unit keluarga.
(Mima M. Horne, 2000: 149-153)

3.3 Intervensi Keperawatan


a. Kerusakkan pertukaran gas
1. Pantau hasil pemeriksaan GDA untuk mendektesi adanya hiperkapnia kontinu
atau hipoksemia. Laporkan temuan bermakna (mis; varians 10-20 mmHg pada
PaO2 atau PaCo2)
2. Kaji dan dokumentasikan karakter upaya pernapasan : frekuensi, kedalaman,
irama, dan penggunaan otot aksesori pernapasan
3. Kaji pasien terhadap tanda dan gejala distress pernapasan: gelisah, ansietas,
kacau mental, dan takipnea (>20x/menit).
4. Baringkan pasien untuk kenyamanan dan untuk menjamin pertukaran gas
optimal. Biasanya posisi semi powler memungkinkan ekspansi adekuat dari
dinding dada, tetapi proses patologis khusus harus dipertimbangkan bila
memposisikan pasien.
b. Perubahan sensori-perspsi
1. pantau GDA serum dan hasil CO2 serum. Beritahu dokter mengenai nilai
abnormal dan perubahan bermakna. Dengan interval yang sering kaji dan
dokumentasikan tingkat kesadaran pasien dan orintasikan terhadap orang, tempat,
dan waktu.
2. Gunakan terapi realita, seperti foto yang dikenal, kelender, dan jam dengan
permukaan yang cukup besar untuk dapat dilihat oleh pasien.
3. Pertahankan tempat tidur pada posisi paling rendah, dengan semua trail tempat
tidur tinggi dan roda terkunci.
4. Bila pasien diperbolehkan turun dari tempat tidur, ingatkan pasien untuk
meminta bantuan sebelum turun.
5. Gunakan lampu malam untuk meminimalkan kekacauan mental pada lingkungan
yang takdikenal dan gelap.
6. Tenangkan orang terdekat pasien bahwa kekacauan mental pasien akan hilang
dengan pengobatan.
c. Perubahan membrane mukosa oral
1. Kaji membrane mukosa oral pasien, bibir dan lidah setiap 2 jam, perhatikan
adanya kekeringan, eksudat, bengkak, lepuh, dan ulkus.
2. Bila pasien waspada dan mampu minum per oral, berikan beberapa hisapan air
atau es batu untuk menghilangkan kekeringan.
3. Lakukan perawatan mulut stiap 2-4 jam, menggunakan sikat gigi berbulu halus
untuk membersihkan gigi dan melembabkan mulut atau toothette.
4. Bila diindikasikan, gunakan sediaan saliva buatan untuk membantu
mempertahankan kelembaban membrane mukosa.
d. Gangguan pola tidur
1. Kumpulkan informasi tentang kebiasaan pola tidur normal pasien : ritual waktu
tidur; posisi kebiasaan; jam tidur yang diperlukan .
2. Kelompok aktivitas untuk meminimalkan kebutuhan terhadap tiodur pasien tanpa
gangguan. Bahkan gangguan singkat dari tidur dapat mengakibatkan perasaan
kelelahan.
3. Upaya untuk memberikan prosedur atau tindakan taknyaman atau
takmenyenangkan sedikitnya satu jam sebelum waktu tidur untuk memungkinkan
waktu untuk relaksasi sebelum pasien berupaya untuk pergi tidur.
4. Berikan gosokkan punggung, perubahan posisi, dan teknik relaksasi (music
tenang, instruksi untuk imajinasi) pada waktu tidur.
5. Bila pasien memerlukan tidur siang karena kelelahan, berikan kesempatan untuk
tidur diantara jam 13.00 dan jam 15.00.
e. Koping keluarga takefektif
1. Buat jalur komunikasi terbuka dengan keluarga, berikan situasi dimana anggota
keluarga dapat mengajukan pertanyaan, mengungkapkan perasaan, dan
mendiskusikan masalah diantara anggota keluarga yang lain.
2. Kaji pengetahuan anggota keluarga tentang terapi dan tindakan pasien.
3. Berikan kesempatan dan area untuk anggota keluarga untuk bicara secara pribadi
serta mengungkapkan masalah dengan anggota pelayanan kesehatan.
4. Tentukan strategi koping efektif yang telah digunakan oleh keluarga pada situasi
stress yang lain.
5. Berikan harapan yang realistis.
(Mima M. Horne, 2000: 150-153)

3.4 Evaluasi

Evaluasi keperawatan mengacu pada tujuan dan kriteria hasil dari perencanaan
apakah tercapai atau tidak.
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Asidosis respiratorik adalah gangguan klinis di mana pH kurang dari 7,35 dan tekanan
parsial karbondioksida arteri (PaCO2) lebih besar dari 44 mm Hg. Kondisi ini dapat akut
atau kronis.

Kemungkinan penyebab mencakup penyakit paru, depresi pusat pernapasan oleh obat
atau penyakit, gangguan saraf atau yang mengurangi kemampuan bernapas, atau (secara
sementara) bahkan hanya tindakan menahan napas.

Pasien dengan asidosis respiratorik kronis dapat mengeluhkan kelemahan, sakit kepala
pekak, dan gejala-gejala proses penyakit yang mendasari. Paralisis dan koma akibat
vasodilatasi serebrum sebagai respons terhadap peningkatan konsentrasi karbondioksida jika
kadarnya menjadi toksik.

Pengobatan diarahkan untuk memperbaiki ventilasi; tindakan yang pasti berbeda sesuai
dengan penyebab ketidakadekuatan ventilasi. Preparat farmakologi digunakan sesuai
indikasi. Tindakan hygiene pulmonary dilakukan, ketika diperlukan, untuk membersihkan
saluran pernapasan dari mucus dan drainase purulen.

B. Saran
1. Dengan penulisan makalah ini diharapkan mahasiswa memahami dan mampu
memberikan asuhan kepearawatan pada pasien dengan asidosis respiratorik. Dan bagi
institusi diharapkan mampu dengan baik dalam menjalankan asuhan keperawatan pada
pasien yang sesuai dengan prosedur.
2. Untuk para pembaca diharapkan untuk lebih menjaga asupan makanan. Karena dari
asupan makanan itu bisa menyebabkan asidosis metabolic.
3. Untuk para pembaca diharapkan untuk lebih banyak membaca kata-kata medis, supaya
mempermudah pembaca untuk memahami makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA

Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC.

Doenges, M. E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk Perencanaan &


Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta: EGC.

Horne, M. M., Swearingen, P. L. 2000. Keseimbangan Cairan, Elektrolit & Asam Basa. Jakarta:
EGC.

Sherwood, Lauralee. 2011. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Jakarta: EGC.

Smeltzer, Suzane C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner & Suddarth.
Jakarta: EGC.

Price, Sylvia Anderson. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta:
EGC.
Corwin, Elizabeth J. 2009. Patofisiologi Buku Saku. Jakarta:EGC.

Anda mungkin juga menyukai