DISUSUN OLEH:
Banyuwangi
2020
BAB I
PENDAHULUAN
Manusia sebagai organisme multiseluler dikelilingi oleh lingkungan luar (milieu exterior) dan
sel-selnya pun hidup dalam milieu interior yang berupa darah dan cairan tubuh lainnya. Cairan
dalam tubuh, termasuk darah, meliputi lebih kurang 60% dari total berat badan laki-laki dewasa.
Dalam cairan tubuh terlarut zat-zat makanan dan ion-ion yang diperlukan oleh sel untuk hidup,
berkembang, dan menjalankan fungsinya. Untuk dapat menjalankan fungsinya dengan baik
sangat dipengaruhi oleh lingkungan di sekitarnya. Semua pengaturan fisiologis untuk
mempertahankan keadaan normal disebut homeostasis. Homeostasis ini bergantung pada
kemampuan tubuh mempertahankan keseimbangan antara substansi-substansi yang ada di milieu
interior.
Pengaturan keseimbangan cairan perlu memperhatikan 2 (dua) parameter penting, yaitu:
volume cairan ekstrasel dan osmolaritas cairan ekstrasel. Ginjal mengontrol volume cairan
ekstrasel dengan mempertahankan keseimbangan garam dan mengontrol osmolaritas cairan
ekstrasel dengan mempertahankan keseimbangan cairan. Ginjal mempertahankan keseimbangan
ini dengan mengatur keluaran garam dan air dalam urin sesuai kebutuhan untuk
mengkompensasi asupan dan kehilangan abnormal dari air dan garam tersebut.
Ginjal juga turut berperan dalam mempertahankan keseimbangan asam-basa dengan mengatur
keluaran ion hidrogen dan ion bikarbonat dalam urin sesuai kebutuhan. Selain ginjal, yang turut
berperan dalam keseimbangan asam-basa adalah paru-paru dengan mengekskresi ion hidrogen
dan CO2, dan sistem dapar (buffer) kimia dalam cairan tubuh.
1.2 Rumusan Masalah
TINJAUAN PUSTAKA
Tanda-tanda klinis berubah-ubah pada Asidosis Respiratorik akut dan kronis yaitu:
1. Hiperkapnea mendadak (kenaikan PaCO2) dapat menyebabkan peningkatan frekuensi
nadi dan pernafasan, peningkatan tekanan darah, kusust piker, dan perasaan penat pada
kepala.
2. Peningkatan akut pada PaCO2 hingga mencapai 60 mmHg atau
lebih mengakibatkan : somnolen, kekacauan mental, stupor, dan akhirnya koma, juga
menyebabkan sindrom metabolic otak, yang dapat timbul asteriksis (flapping tremor)
dan mioklonus (kedutan otot).
3. Retensi O2 menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah otak, maka kongesti pembuluh
darah otak yang terkena menyebabkan peningkatan tekanan intra cranial dan dapat
bermanifestasi sebagai papilladema (pembengkakan dikus optikus yang terlihat pada
pemeriksaan dengan optalmoskop).
4. Hiperkalemia dapat terjadi sebagai akibat konsentrasi hydrogen memperburuk
mekanisme kompensatori dan berpindah kedalam sel, sehingga menyebabkan kalsium
keluar dari sel.
Pasien dengan asidosis respiratorik kronis dapat mengeluhkan kelemahan, sakit kepala
pekak, dan gejala-gejala proses penyakit yang mendasari. Pasien dengan penyakit
pulmonary obstruktif kronis yang secara bertahap mengakumulasi karbondioksida dalam
waktu yang lama (berhari-hari sampai berbulan-bulan) dapat tidak mengalami gejala-gejala
hiperkapnea karena perubahan kompensasi ginjal telah terjadi. Jika asidosis respiratorik
yang terjadi adalah parah, tekanan intrakarnial dapat meningkat, sehingga dapat
meningkatkan papiledema dan dilatasi pembuluh darah konjungtiva. Hiperkalemia dapat
terjadi sebagai akibat konsentrasi hydrogen memperburuk mekanisme kompensatori dan
berpindah ke dalam sel-sel, sehingga menyebabkan kalium keluar dari sel (Brunner &
Suddarth, 2001: 278).
Asidosis ditandai dengan peningkatan PaCO2 dan penurunan pH dan hasil asidosis
pernapasan dari gangguan yang menghambat ventilasi atau meningkatkan produksi CO2,
kelainan saluran napas, dan paru, kelainan neuromuskuler, atau masalah ventilator
mekanik.
2.5 Pathway Asidosis Respiratorik
E. PATOFISIOLOGI.
1. Analisa gas darah memperlihatkan PaCO2 meningkat, lebih besar dari 45 mmHg
(karena peningkatan CO2 adalah peyebab masalah).
2. Untuk asidosis yang berlangsung lebih dari 24 jam, maka kadar bikordinat plasma akan
meningkat, lebih dari 26 mEa/e, yang mencerminkan kenyataan bahwa ginjal sedang
mengekresikan lebih banya H+ dan menyerap lebih banyak baja.
3. Apabila kompensasi ginjal berhasil, maka PH plasma akan rendah, tetapi berada pada
rentang normal. Apabila kompensasi tidak berhasil maka PH memperlihatkan
konsentrasi H+ yang tinggi (< 7,35).
4. PH urine akan menjadi asam (menurun 6,0).
5. PO2 sama dengan normal atau mengalami penurunan.
6. Saturasi O2 sama dengan menurun.
7. Kalium serum sama dengan normal atau meningkat.
8. Kalsium serum sama dengan meningkat.
9. Klorida sama dengan menurun.
10. Asam laktat sama dengan meningkat.
11. Roentgen dada untuk menentukan segala penyakit pernafasan.
12. Pemeriksaan EKG : untuk mengidentifikasi segala keterlibatan jantung sebagai akibat
PPOK.
Gagal ginjal
Osteoporosis
Gangguan otot
Gangguan sistem endokrin
Batu ginjal
Keterlambatan dalam pertumbuhan
BAB III
KONSEP KEPERAWATAN
3.1 PENGKAJIAN
a) Indentitas
Nama, Umur, Jenis kelamin, agama, suku, bangsa, pekerjaan, pendidikan, status
perkawinan, alamat, tanggal masuk Rumah Sakit
Tanda dan gejala : Dispnea; arteriksis; gelisah menimbulkan letargi, kacau mental,
dan koma.
b) Pengkajian fisik : Peningkatan frekuensi jantung dan pernapasan, diaphoresis, dan
sianosis. Hiperkapnia berat dapat menyebabkan vasodilatasi serebral, mengakibatkan
peningkatan tekanan intrakarnial (TIK) dengan papiladema. Temuan lain mungkin
dilatasi konjungtiva dan pembuluh darah wajah.
c) Parameter pemantauan : Adanya distrimia ventrikel; peningkatan TIK.
d) Riwayat dan factor resiko
- Penyakit pernapasan akut: gagal pernapasan akut dari beberapa penyebab,
termasuk pneumonia, adult respiratory distress syndrome (ARDS).
- Takar lajak obat : sedasi berlebihan dengan obat yang menyebabkan depresi
pusat pernapasan.
- Trauma dinding dada : Flail chest, pneumothoraks.
- Trauma/lesi system saraf pusat : dapat dapat terjadi pada hiperkalemia, polio,
syndrome guilain-Barre
- Iatrogebij : ketidaktepatan ventilasi mekanikal (peninglkatan ruang mati,
ketidakcukupan frekuensi atau volume); fraksi oksigen inspirasi tinggi pada
retensi CO2 kronis.
(Mima M. Horne, 2000: 147-148)
3.2 Diagnosa Keperawatan
a. Kerusakkan pertukaran gas yang berhubungan dengan hipoventilasi alveolar
sekunder terhadap proses penyakit yang mendasari.
Hasil yang diharapkan : pasien mempunyai pertukaran gas adekuat dibuktikan oleh
tegangan oksigen darah arteri (PaO2) ≥ 60 mmHg, PaCO2 ≤ 45 mmHg, pH 7,35-
7,45, FP 12-20 kali/menit dengan pola dan kedalaman normal (eupnea), dan
takadanya bunyi napas tambahan.
b. Perubahan sensori-persepsi yang berhubungan dengan gangguan pengaturan asam
basa.
Hasil yang diharapkan : pasien mengungkapkan orientasi terhadap orang, tempat,
dan waktu dan tidak menunjukkan bukti cedera yang disebabkan oleh perubahan
sensorium.
c. Perubahan membrane mukosa oral yang berhubungan dengan pola napas abnormal.
Hasil yang diharapkan : mukosa oral pasien, bibir, dan lidah utuh dengan
kelembaban adekuat.
d. Gangguan pola tidur yang berhubungan dengan pengobatan dan prosedur yang sering
Hasil yang diharapkan : pasien tidur tanpa gangguan selama sedikitnya 90 menit dan
menyatakan perasaan sehat.
e. Koping keluarga takefektif yang berhubungan dengan reaksi stress sekunder
terhadap penyakit berbahaya dari anggota keluarga.
Hasil yang diharapkan : anggota keluarga menunjukkan mekanisme koping efektif,
mencari dukungan dari orang lain dan mendiskusikan masalah diantara unit keluarga.
(Mima M. Horne, 2000: 149-153)
3.4 Evaluasi
Evaluasi keperawatan mengacu pada tujuan dan kriteria hasil dari perencanaan
apakah tercapai atau tidak.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Asidosis respiratorik adalah gangguan klinis di mana pH kurang dari 7,35 dan tekanan
parsial karbondioksida arteri (PaCO2) lebih besar dari 44 mm Hg. Kondisi ini dapat akut
atau kronis.
Kemungkinan penyebab mencakup penyakit paru, depresi pusat pernapasan oleh obat
atau penyakit, gangguan saraf atau yang mengurangi kemampuan bernapas, atau (secara
sementara) bahkan hanya tindakan menahan napas.
Pasien dengan asidosis respiratorik kronis dapat mengeluhkan kelemahan, sakit kepala
pekak, dan gejala-gejala proses penyakit yang mendasari. Paralisis dan koma akibat
vasodilatasi serebrum sebagai respons terhadap peningkatan konsentrasi karbondioksida jika
kadarnya menjadi toksik.
Pengobatan diarahkan untuk memperbaiki ventilasi; tindakan yang pasti berbeda sesuai
dengan penyebab ketidakadekuatan ventilasi. Preparat farmakologi digunakan sesuai
indikasi. Tindakan hygiene pulmonary dilakukan, ketika diperlukan, untuk membersihkan
saluran pernapasan dari mucus dan drainase purulen.
B. Saran
1. Dengan penulisan makalah ini diharapkan mahasiswa memahami dan mampu
memberikan asuhan kepearawatan pada pasien dengan asidosis respiratorik. Dan bagi
institusi diharapkan mampu dengan baik dalam menjalankan asuhan keperawatan pada
pasien yang sesuai dengan prosedur.
2. Untuk para pembaca diharapkan untuk lebih menjaga asupan makanan. Karena dari
asupan makanan itu bisa menyebabkan asidosis metabolic.
3. Untuk para pembaca diharapkan untuk lebih banyak membaca kata-kata medis, supaya
mempermudah pembaca untuk memahami makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
Horne, M. M., Swearingen, P. L. 2000. Keseimbangan Cairan, Elektrolit & Asam Basa. Jakarta:
EGC.
Sherwood, Lauralee. 2011. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Jakarta: EGC.
Smeltzer, Suzane C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner & Suddarth.
Jakarta: EGC.
Price, Sylvia Anderson. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta:
EGC.
Corwin, Elizabeth J. 2009. Patofisiologi Buku Saku. Jakarta:EGC.