Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN

STASE KDP PADA PASIEN DENGAN


MASALAH PEMENUHAN KEBUTUHAN DASAR OKSIGENASI

D
I
S
U
S
U
N

OLEH

NAMA : REZKIYANI RAUF


NIM : 032018016

PROGRAM STUDI NERS


STIKES KURNIA JAYA PALOPO
2018
LAPORAN PENDAHULUAN
STASE KDP PADA PASIEN DENGAN
MASALAH PEMENUHAN KEBUTUHAN DASAR OKSIGENASI

Halaman Pengesahan Laporan Tugas Individu

Parepare, September 2018

Mengetahui,

PARAF PARAF

CI LAHAN CI INSTITUSI

PROGRAM STUDI NERS


STIKES KURNIA JAYA PALOPO
2018
KEBUTUHAN DASAR OKSIGENASI

A. Konsep Gangguan Kebutuhan Dasar


1. Definisi
Oksigenasi adalah proses penambahan O2 ke dalam sistem (kimia atau
fisika). Oksigen (O2) merupakan gas tidak berwarna dan tidak berbau yang sangat
dibutuhkan dalam proses metabolism sel. Sebagai hasilnya,terbentuklah karbon
dioksida,energy,dan air. Akan tetapi,penambahan CO2 yang melebihi batas
normal pada tubuh akan memberikan dampak yang cukup bermakna terhadap
aktivitas sel (Guyton & Hall, 2007).
Pemenuhan kebutuhan oksigen adalah bagian dari kebutuhan fisiologis
menurut hirarki Maslow. Kebutuhan oksigen diperlukan untuk proses kehidupan.
Oksigen sangat berperan dalam proses metabolism tubuh. Kebutuhan oksigen
dalam tubuh harus terpenuhi karena apabila kebutuhan oksigen dalam tubuh
berkurang maka akan terjadi kerusakan pada jaringan otak dan apabila hal tersebut
berlangsung lama akan terjadi kematian. Sistem yang berperan dalam proses
pemenuhan kebutuhan adalah sistem pernafasan,persyarafan,dan kardiovaskuler
(Somantri, 2008).
Kapasitas (daya muat) udara dalam paru-paru adalah 4.500-5.000 ml (4,5-
51). Udara yang diperoses dalam paru-paru hanya sekitar 10% (kurang lebih 500
ml),yaitu yang dihirup (inspirasi) dan yang dihembuskan (ekspirasi) pada
pernafasan biasa (Brunner & Suddarth, 2010).

2. Etiologi
Kebutuhan tubuh terhadap oksigen tidak tetap, sewaktu-waktu tubuh
memerlukan oksigen yang banyak, oleh karena suatu sebab. Kebutuhan oksigen
dalam tubuh dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya lingkungan, latihan,
emosi, gaya hidup dan status kesehatan (Somantri, 2008).
a. Lingkungan
Pada lingkungan yang panas tubuh berespon dengan terjadinya vasodilatasi pembuluh
darah perifer, sehingga darah banyak mengalir ke kulit. Hal tersebut mengakibatkan
panas banyak dikeluarkan melalui kulit. Respon demikian menyebabkan curah jantung
meningkat dan kebutuhan oksigen pun meningkat. Sebaliknya pada lingkungan yang
dingin, pembuluh darah mengalami konstriksi dan penurunan tekanan darah sehingga
menurunkan kerja jantung dan kebutuhan oksigen. Pengaruh lingkungan terhadap oksigen
juga ditentukan oleh ketinggian tempat. Pada tempat tinggi tekanan barometer akan turun,
sehingga tekana oksigen juga turun. Implikasinya, apabila seseorang berada
pada tempat yang tinggi, misalnya pada ketinggian 3000 meter diatas permukaan laut,
maka tekanan oksigen alveoli berkurang. Ini menindikasikan kandungan oksigen dalam
paru-paru sedikit. Dengan demikian, pada tempat yang tinggi kandungan oksigennya
berkurang.Semakin tinggi suatu tempat maka makin sedikit kandungan oksigennya,
sehingga seseorang yang berada pada tempat yang tinggi akan mengalami kekurangan
oksigen. Selain itu, kadar oksigen di udara juga dipengaruhi oleh polusi udara. Udara
yang dihirup pada lingkungan yang mengalami polusi udara, konsentrasi oksigennya
rendah. Hal tersebut menyebabkan kebutuhan oksigen dalam tubuh tidak terpenuhi secara
optimal. Respon tubuh terhadap lingkungan polusi udara diantaranya mata perih, sakit
kepala, pusing, batuk dan merasa tercekik.
b. Latihan
Latihan fisik atau peningkatan aktivitas dapat meningkatkan denyut
jantung dan respirasi rate sehingga kebutuhan terhadap oksigen semakin
tinggi.
c. Emosi
Takut, cemas, dan marah akan mempercepat denyut jantung sehingga kebutuhan oksigen
meningkat.
d. Gaya Hidup
Kebiasaan merokok akan memengaruhi status oksigenasi seseorang sebab merokok dapat
memperburuk penyakit arteri koroner dan pembuluh darah arteri. Nikotin yang
terkandung dalam rokok dapat menyebabkan vasokontriksi pembuluh darah perifer dan
pembuluh darah darah koroner. Akibatnya, suplai darah ke jaringan menurun.
e. Status Kesehatan
Pada orang sehat, sistem kardiovaskuler dan sistem respirasi
berfungsi dengan baik sehingga dapat memenuhi kebutuhan oksigen tubuh
secara adekuat. Sebaliknya, orang yang mempunyai penyakit jantung ataupun penyakit
pernapasan dapat mengalami kesulitan dalam pemenuhan kebutuhan oksigen tubuh.
Kebutuhan tubuh terhadap oksigen tidak tetap, sewaktu-waktu tubuh memerlukan
oksigen yang banyak, oleh karena suatu sebab. Kebutuhan oksigen dalam tubuh
dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya lingkungan, latihan, emosi, gaya hidup dan
status kesehatan.

3. Patofisiologi
Fungsi sistem jantung ialah menghantarkan oksigen, nutrien, dan subtansi
lain ke jaringan dan membuang produk sisa metabolisme selular melalui pompa jantung,
sistem vaskular sirkulasi, dan integritas sistem lainnya. Namun fungsi tersebut dapat
terganggu disebabkan oleh penyakit dan kondisi yang mempengaruhi irama jantung,
kekuatan kontraksi, aliran darah melalui kamar-kamar pada jantung, aliran darah miokard
dan sirkulasi perifer. Iskemia miokard terjadi bila suplai darah ke miokard dari arteri
koroner tidak cukup dalam memenuhi kebutuhan oksigen organ (Yeni, 2013). Selain itu,
perubahan fungsi pernapasan juga menyebabkan klien mengalami gangguan oksigenasi.
Hiperventilasi merupakan suatu kondisi ventilasi yang berlebih, yang dibutuhkan
untuk mengeliminasi karbondioksida normal di vena, yang diproduksi melalui
metabolisme seluler. Hipoventilasi terjadi ketika ventilasi alveolar tidak adekuat memenuhi
kebutuhan oksigen tubuh atau mengeliminasi CO2 secara adekuat. Apabila ventilasi
alveolar menurun, maka PaCO2 akan meningkat. Sementara hipoksia adalah oksigenasi
jaringan yang tidak adekuat pada tingkat jaringan (Guyton & Hall, 2007).

4. Manifestasi Klinis
1. Suara napas tidak normal
2. Perubahan jumlah pernapasan
3. Batuk disertai dahak
4. Penggunaan otot tambahan pernapasan
5. Dispnea.
6. Penurunan haluaran urin
7. Penurunan ekspansi paru
8. Takhipnea (Guyton & Hall, 2007)

5. Pemeriksaan Penunjang
1. Radiologi
Parenkim paru yang berisi udara memberikan resistensi yang kecil terhadap jalannya
sinar X sehingga memberi bayangan yang sangat memancar. Bagian padat udara akan
memberikan udara bayangan yang lebih padat karena sulit ditembus sinar X. benda
yang padat member kesan warna lebih putih dari bagian berbentuk udara (Guyton &
Hall, 2007).
2. Bronkoskopi
Merupakan teknik yang memungkinkan visualisasi langsung trachea dan cabang
utamanya. Biasanya digunakan untuk memastikan karsinoma bronkogenik, atau untuk
membuang benda asing. Setelah tindakan ini pasien tidak bolelh makan atau minum
selama 2 -3 jam sampai timbul reflex muntah. Jika tidak, pasien mungkin akan
mengalami aspirasi ke dalam cabanga trakeobronkeal.
3. Pemeriksaan
Biopsi Manfaat biopsy paru –paru terutama berkaitan dengan penyakit paru yang
bersifat menyebar yang tidak dapat didiagnosis dengan cara lain.
4. Pemerikasaan Sputum
Bersifat mikroskopik dan penting untuk mendiagnosis etiologi berbagai penyakit
pernapasan. Dapat digunakan untuk menjelaskan organisme penyebab penyakit
berbagai pneumonia, bacterial, tuberkulosa, serta jamur. Pemeriksaan sitologi
eksploitatif pada sputum membantu proses diagnosis karsinoma paru. Waktu yang baik
untuk pengumpulan sputum adalah pagi hari bangun tidur karena sekresi abnormal
bronkus cenderung berkumpul waktu tidur (Wartonah, 2016).
5. Metode Fisiologis
Tes fungsi paru menggunakan spirometer akan menghasilkan:
1) Volume Alun Napas (Tidal Volume – TV)
Yaitu volume udara yang keluar masuk paru pada keadaan istirahat (±500ml).
2) Volume Cadangan Inspirasi (Inspiration Reserve Volume – IRV)
Yaitu volume udara yang masih dapat masuk paru pada inspirasi maksimal
setelah inspirasi secara biasa. L = ±3300 ml, P = ±1900 ml.
3) Volume Cadangan Ekspirasi (Ekspirasi Reserve Volume – ERV)
Yaitu jumlah udara yang dapat dikeluarkan secara aktif dari paru melalui
kontraksi otot ekspirasi setelah ekspirasi biasa. L = ± 1000 ml, P = ±700 ml.
4) Volume Residu (Residu Volume – RV)
Yaitu udara yang masih tersisa dlam paru setelah ekpsirasi maksimal. L = ± 1200
ml, P = ±1100 ml. Kapasitas pulmonal sebagai hasil penjumnlahan dua jenis
volume atau lebih dalam satu kesatuan.
5) Kapasitas Inspirasi (Inspiration Capacity – IC)
Yaitu jumlah udara yang dapat dimasukkan ke dalam paru setelah akhir
ekspirasi biasa (IC = IRV + TV)
6) Kapasitas Residu Fungsional (Fungtional Residual Capacity – FRC)
Yaitu jumlah udara paru pada akhir respirasi biasa (FRC = ERV + RV)
7) Kapasitas Vital (Vital Capacity – VC)
Yaitu volume udara maksimal yang dapat masuk dan keluar paru selama satu
siklus pernapasan yaitu setelah inspirasi dan ekspirasi maksimal (VC = IRV +
TV + ERV)
8) Kapasitas Paru – paru Total (Total Lung Capacity – TLC)
Yaitu jumalh udara maksimal yang masih ada di paru – paru (TLC = VC + RV).
L = ± 6000 ml, P = ± 4200 ml.
9) Ruang Rugi (Anatomical Dead Space)
Yaitu area disepanjang saluran napas yangvtidak terlibat proses pertukaran gas
(±150 ml). L = ± 500 ml.
10) Frekuensi napas (f)
Yaitu jumlah pernapsan yang dilakukan permenit (±15 x/menit). Secara
umum, volume dan kapasitas paru akan menurun bila seseorang berbaring dan
meningkat saat berdiri. Menurun karena isi perut menekan ke atas atau ke
diafragma, sedangkan volume udara paru menungkat sehingga ruangan yang
diisi udara berkurang.
11) Analisis Gas Darah (Analysis Blood Gasses – ABGs)
Sampel darah yang digunakan adalah arteri radialis (mudah diambil)
(Somantri, 2008).
6. Penatalaksanaan
a. Medis
Pengobatan Asma diarahkan terhadap gejalagejala yang timbul saat serangan,
mengendalikan penyebab spesifik dan perawatan pemeliharaan kesehatan optimal yang
umum. Tujuan utama dari berbagai macam pengobatan adalah pasien segera mengalami
relaksasi bronkus. Terapi awal, yaitu:
1) Memberikan oksigen pernasal
2) Antagonis beta 2 adrenergik (salbutamol mg atau fenetoral 2,5 mg atau terbutalin
10 mg). Inhalasi nebulisasi dan pemberian yang dapat diulang setiap 20 menit
sampai 1 jam. Pemberian antagonis beta 2 adrenergik dapat secara subcutan atau
intravena dengan dosis salbutamol 0,25 mg dalam larutan dekstrose 5%
3) Aminophilin intravena 5-6 mg per kg, jika sudah menggunakan obat ini dalam 12
jam sebelumnya maka cukup diberikan setengah dosis.
4) Kortikosteroid hidrokortison 100-200 mg intravena jika tidak ada respon segera
atau dalam serangan sangat berat25
5) Bronkodilator, untuk mengatasi obstruksi jalan napas, termasuk didalamnya
golongan beta adrenergik dan anti kolinergik.
b. Keperawatan
1) Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif
a) Pembersihan jalan nafas
b) Latihan batuk efektif
c) Suctioning
d) Jalan nafas buatan
2) Pola Nafas Tidak Efektif
a) Atur posisi pasien (semi fowler)
b) Pemberian oksigen
c) Teknik bernafas dan relaksasi
3) Gangguan Pertukaran Gas
a) Atur posisi pasien (posisi fowler)
b) Pemberian oksigen
c) Suctioning (Yeni, 2013)

B. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a) Data klinik, meliputi : TTV, KU
b) Data hasil pemeriksaan yang mungkin ditemukan:
1) Mata
Konjungtiva pucat (karena anemia)
Konjungitva sianosis ( karena hipoksemia)
Konjungtiva terdapat pethecia ( karena emboli lemak atau
endokarditis)
2) Kulit
Sianosis perifer (vasokontriksi dan menurunnya aliran darah
perifer).
Sianosis secara umum (hipoksemia)
Penurunan turgor (dehidrasi)
Edema
Edema periorbital
3) Jari dan kuku
Sianosis
Clubbing finger
4) Mulut dan bibir
Membran mukosa sianosis
Bernapas dengan mengerutkan mulut.
5) Hidung
Pernapasan dengan cuping hidung, deviasi sputum, perforasi, dan kesimetrisan.
6) Vena Leher
Adanya distensi/ bendungan.
7) Dada
(a) Inspeksi
Pemeriksaan mulai dada posterior sampai yang lainnya, pasien harus duduk.
Observasi dada pada sisi kanan atau kiri serta depan atau belakang.
Dada posterior amati adanya skar, lesi, dan masa serta gangguan tulang
belakang (kifosis, skoliosis, dan lordosis)
Catat jumlah, irama, kedalaman pernapasan, dan kesimetrisan pergerakan
dada.
Observasi pernapasan seperti pernapasan hidung, atau pernapasan diafragma
serta penggunaan otot bantu pernapasan.
Observasi durasi inspirasi dan ekspirasi. Ekspirasi yang panjang menandakan
adanya obstruksi jalan napas seperti pada pasien Chronic Airflow Limitation
(CAL)/ Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD).
Kaji konfigurasi dada.
Kelainan bentuk dada:
Barrel chest : Akibat overinflation paru pada pasien emfisema.
Funnel chest : Missal pada pasien kecelakaan kerja yaitu depresi bagian
bawah sternum.
Pigeon chest : Akibat ketidaktepatan sternum yang mengakibatkan
peningkatan diameter AP.
Kofiskoliosis : Missal pada pasien osteoporosis dan kelainan
musculoskeletal.
Observasi kesimetrisan pergerakan dada. Gangguan pergerakan dinding dada
mengindikasikan adanya penyakit paru/ pleura.
Observasi retraksi abnormal ruang interkostal selama inpsirasi yang
mengindikasikan adanya obstruksi jalan napas.
(b) Palpasi
Untuk mengkaji kesimetrisan pergerakan dada dan mengobservasi abnormalitas,
mengidentifikasi keadaan kulit, dan mengetahui tactil premitus (vibrasi).
(c) Perkusi
Mengkaji resonansi pulmoner, organ yang ada di sekitarnya, dan
pengembangan (ekskursi) diafragma. Ada dua suara perkusi yaitu:
Suara perkusi normal:
Resonan (sonor) : dihasilkan pada jaringan paru normal, umumnya bergaung
dan bernada rendah.
Dullness : dihasilkan di atas jantung atau paru.
Tympany : dihasilkan di atas perut yang berisi udara.
Suara perkusi abnormal:
Hiperesonan : lebih rendah dari resonan seperti paru abnormal yang berisi
udara.
Flatness : nada lebih tinggi dari dullness seperti perkusi pada paha, bagian
jaringan lainnya.
(d) Auskultasi
Suara napas normal
Bronchial/ tubular sound seperti suara dalam pipa, keras, nyaring, dan
hembusan lembut.
Bronkovesikuler sebagai gabungan antara suara napas bronchial dengan
vesikuler.
Vesikuler terdengar lembut, halus, sperti hembusan angin sepoi – sepoi.
Jenis suara tambahan
Wheezing : suara nyaring, musical, terus – menerus akibat jalan napas
yang menyempit.
Ronchi : suara mengorok karena ada sekresi kental dan peningkatan
produksi sputum.
Pleural friction rub : suara kasar, berciut, dan seperti gessekan akibat
inflamasi dim pleura, nyeri saat bernapas.
Crakles :
o Fine cracles : suara meletup akibat melewati daerah alveoli, seperti
suara rambut digesekkan.
o Coars cracles: lemah, kasar, akibat ada cairan di jalan saluran napas
yang besar. Berubah jika pasien batuk.
(Brunner & Suddarth, 2010)
2. Diagnosa Keperawatan
a. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b.d sekresi yang tertahan (00031)
b. Ketidakefektifan pola nafas b.d sindrom hipoventilasi (00032)
c. Gangguan pertukaran gas b.d perubahan membrane alveolar kapiler (00030)

3. Perencanaan Keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil
No Diagnosa Keperawatan NIC
( NOC)
1 Ketidak efektifan Setelah dilakukan tindakan Pengisapan Jalan
bersihan jalan nafas b.d asuhan keperawatan selama Napas:
sekresi yang tertahan 3x24 jam pasien menunjuk 1.Tentukan kebutuhan
pembersihan jalan nafas yang pengisapan oral atau trakeal
efektif dengan kriteria hasil: 2.Pantau status O2
Mempunyai jalan nafas 3.Catat tip dan jumlah sekresi
yang paten 4.Instruksikan kepada pasien
Mengeluarkan sekresi dan keluarga tentang
secara efektif mengisap jalan napas sesuai
Mempunyai irama dan dengan kebutuhan
frekuensi pernafasan 5.Intruksikan kepada pasien
dalam rentang normal tentang batuk dan teknik
napas dalam untuk
memudahkan mengeluarkan
sekresi.
2 Ketidakefektifan pola Setelah dilakukan tindakan 1. Pantau kecepatan, irama,
nafas b.d sindrom 3x24 jam diharapkan pasien kedalaman dan usaha
hipoventilasi menunjukkan pola pernafasan respirasi
2. Perhatikan pergerakan
yang efektif dengan kriteria
dada, amati kesimetrisan,
hasil: penggunaan otot
Ekspansi dada simetris 3. Pantau adanya pucat
Tidak ada penggunaan dan sianosis
otot bantu 4. Pantau tingkat
Bunyi napas tambahan kegelisahan, ansietas, dan
tidak ada tersengal-sengal.
 Napas pendek tidak ada
Mempunyai kecepatan
dan irama respirasi
dalam batas normal
bantu, serta retraksi
otot supraklavikular
dan interostal
3 Gangguan pertukaran Setelah dilakukan tindakan Pengelolaan Asam Basa:
gas b.d perubahan asuhan keperawatan selama 1. Kaji bunyi paru,
membrane alveolar 3x24 jam diharapkan masalah frekuensi nafas dan
kapiler Gangguan pertukaran gas kedalaman
teratasi dengan kriteria hasil: 2. Pantau saturasi O2
Ventilasi tidak 3. Pantau hasil AGD
bermasalah 4. Ajarkan kepada pasien
Status neurologic dalam teknik bernapas dan
rentang yang diharapkan relaksasi
Tdak ada dypneu 5. Konsultasikan dengan
Tidak gelisah dan dokter tentang kebutuhan
sianosis akan pemeriksaan GDA
4. Evaluasi
a. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b.d sekresi yang tertahan
Mempunyai jalan nafas yang paten
Mengeluarkan sekresi secara efektif
Mempunyai irama dan frekuensi pernafasan dalam rentang normal
b. Ketidakefektifan pola nafas b.d sindrom hipoventilasi
Ekspansi dada simetris
Tidak ada penggunaan otot bantu
Bunyi napas tambahan tidak ada
Napas pendek tidak ada
Mempunyai kecepatan dan irama respirasi dalam batas normal
c. Gangguan pertukaran gas b.d perubahan membrane alveolar kapiler
Ventilasi tidak bermasalah
Status neurologic dalam rentang yang diharapkan
Tdak ada dypneu
Tidak gelisah dan sianosis
DAFTAR PUSTAKA

Tarwanto, Wartonah. (2016). Kebutuhan dasar manusia dan proses keperawatan


Edisi 3. Salemba: Medika.
Yeni Kustanti, Christina. (2013). Pemeriksaan Fisik Thoraks. Yogyakarta: AKPER
Bethesda
Somantri, Iman. (2008). KMB: Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan
Sistem Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika
Brunner & Suddarth. (2010). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah vol. 1. Jakarta:
EGC
Guyton & Hall. (2007). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC
Bulecheck, Gloria M., Butcher, Howard K., Dochterman, J. McCloskey. (2016).
Nursing Interventions Classification (NIC). Fifth Edition. Iowa : Mosby
Elsavier.
Jhonson, Marion dkk. (2016). Nursing Outcomes Project Nursing Classification
(NOC). St. Louis ,Missouri ; Mosby.
Herlman, T. Heather, dkk. (2015). NANDA International Diagnosis Keperawatan
:Definisi dan Klasifikasi 2015-2017. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai