Anda di halaman 1dari 15

RESUME KASUS PADA Ny.

”H”
DENGAN ASMA BRONCHIALE DI
RUANG IGD RSUD.A.MAKKASAU PAREPARE

Disusun Oleh:

NAMA : NUR APRIANAH


NIM :

PROGRAM STUDI NERS


STIKES KURNIA JAYA PALOPO
2019
RESUME KASUS PADA Ny. ”H”
DENGAN ASMA BRONCHIALE DI
RUANG IGD RSUD.A.MAKKASAU PAREPARE

Disusun guna memenuhi tugas pada Program Pendidikan Ners

Parepare, Agustus 2019

Mengetahui,

PARAF PARAF

CI LAHAN CI INSTITUSI

PROGRAM STUDI NERS


STIKES KURNIA JAYA PALOPO
2019

ASMA BRONCHIALE
KONSEP MEDIK
A.  Pengertian
Asma bronkhial adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermitten, reversible dimana
trakeobronkial berespon secara hiperaktif terhadap stimuli tertentu.
Asma bronchial adalah suatu penyakit dengan ciri meningkatnya respon trakea dan
bronkus terhadap berbagai rangsangan dengan manifestasi adanya penyempitan jalan
nafas yang luas dan derajatnya dapat berubah-ubah baik secara spontan maupun hasil
dari pengobatan ( The American Thoracic Society ).

B.  Klasifikasi
Berdasarkan penyebabnya, asma bronkhial dapat diklasifikasikan menjadi 3 tipe,
yaitu :
1.      Ekstrinsik (alergik)
Ditandai dengan reaksi alergik yang disebabkan oleh faktor-faktor pencetus yang
spesifik, seperti debu, serbuk bunga, bulu binatang, obat-obatan (antibiotic dan
aspirin) dan spora jamur. Asma ekstrinsik sering dihubungkan dengan adanya suatu
predisposisi genetik terhadap alergi. Oleh karena itu jika ada faktor-faktor pencetus
spesifik seperti yang disebutkan di atas, maka akan terjadi serangan asma ekstrinsik.

2.   Intrinsik (non alergik)


Ditandai dengan adanya reaksi non alergi yang bereaksi terhadap pencetus yang tidak
spesifik atau tidak diketahui, seperti udara dingin atau bisa juga disebabkan oleh
adanya infeksi saluran pernafasan dan emosi. Serangan asma ini menjadi lebih berat
dan sering sejalan dengan berlalunya waktu dan dapat berkembang menjadi
bronkhitis kronik dan emfisema. Beberapa pasien akan mengalami asma gabungan.
3.   Asma gabungan
Bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai karakteristik dari bentuk
alergik dan non-alergik.

C.   Etiologi
Ada beberapa hal yang merupakan faktor predisposisi dan presipitasi timbulnya
serangan Asma bronkhial.

1.Faktor predisposisi
Genetik
Dimana yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui
bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan penyakit alergi biasanya
mempunyai keluarga dekat juga menderita penyakit alergi. Karena adanya bakat
alergi ini, penderita sangat mudah terkena penyakit asma bronkhial jika terpapar
dengan foktor pencetus. Selain itu hipersentifisitas saluran pernafasannya juga bisa
diturunkan.

2.   Faktor presipitasi
a.   Alergen
Dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :
1).  Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan
ex: debu, bulu binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan polusi
2).  Ingestan, yang masuk melalui mulut
ex: makanan dan obat-obatan
3).  Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit
ex: perhiasan, logam dan jam tangan
b.   Perubahan cuaca
Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi asma.
Atmosfir yang mendadak dingin merupakan faktor pemicu terjadinya serangan asma.
Kadang-kadang serangan berhubungan dengan musim, seperti: musim hujan, musim
kemarau, musim bunga. Hal ini berhubungan dengan arah angin serbuk bunga dan
debu.
c.   Stress
Stress/ gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain itu juga bisa
memperberat serangan asma yang sudah ada. Disamping gejala asma yang timbul
harus segera diobati penderita asma yang mengalami stress/gangguanemosi perlu
diberi nasehat untuk menyelesaikan masalah pribadinya. Karena jika stressnya belum
diatasi maka gejala asmanya belum bisa diobati.
d.   Lingkungan kerja
Mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya serangan asma. Hal ini
berkaitan dengan dimana dia bekerja. Misalnya orang yang bekerja di laboratorium
hewan, industri tekstil, pabrik asbes, polisi lalu lintas. Gejala ini membaik pada
waktu libur atau cuti.
e.   Olah raga/ aktifitas jasmani yang berat
Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika melakukan aktifitas
jasmani atau aloh raga yang berat. Lari cepat paling mudah menimbulkan serangan
asma. Serangan asma karena aktifitas biasanya terjadi segera setelah selesai aktifitas
tersebut.

D.  Patofisiologi
Asma ditandai dengan kontraksi spastic dari otot polos bronkhiolus yang
menyebabkan sukar bernafas. Penyebab yang umum adalah hipersensitivitas
bronkhioulus terhadap benda-benda asing di udara.
Reaksi yang timbul pada asma tipe alergi diduga terjadi dengan cara sebagai berikut :
seorang yang alergi mempunyai kecenderungan untuk membentuk sejumlah antibody
Ig E abnormal dalam jumlah besar dan antibodi ini menyebabkan reaksi alergi bila
reaksi dengan antigen spesifikasinya. Pada asma, antibody ini terutama melekat pada
sel mast yang terdapat pada interstisial paru yang berhubungan erat dengan
brokhiolus dan bronkhus kecil.
Bila seseorang menghirup alergen maka antibody Ig E orang tersebut meningkat,
alergen bereaksi dengan antibodi yang telah terlekat pada sel mast dan menyebabkan
sel ini akan mengeluarkan berbagai macam zat, diantaranya histamin, zat anafilaksis
yang bereaksi lambat (yang merupakan leukotrient), factor kemotaktik eosinofilik
dan bradikinin. Efek gabungan dari semua faktor-faktor ini akan menghasilkan
adema lokal pada dinding bronkhioulus kecil maupun sekresi mucus yang kental
dalam lumen bronkhioulus dan spasme otot polos bronkhiolus sehingga
menyebabkan tahanan saluran napas menjadi sangat meningkat.
Pada asma, diameter bronkiolus lebih berkurang selama ekspirasi dari pada selama
inspirasi karena peningkatan tekanan dalam paru selama eksirasi paksa menekan
bagian luar bronkiolus. Karena bronkiolus sudah tersumbat sebagian, maka sumbatan
selanjutnya adalah akibat dari tekanan eksternal yang menimbulkan obstruksi berat
terutama selama ekspirasi.
Pada penderita asma biasanya dapat melakukan inspirasi dengan baik dan adekuat,
tetapi sekali-kali melakukan ekspirasi.  Hal ini menyebabkan dispnea. Kapasitas
residu fungsional dan volume residu paru menjadi sangat meningkat selama serangan
asma akibat kesukaran mengeluarkan udara ekspirasi dari paru. Hal ini bisa
menyebabkan barrel chest.

E.  Manifestasi Klinik


Biasanya pada penderita yang sedang bebas serangan tidak ditemukan gejala klinis,
tapi pada saat serangan penderita tampak bernafas cepat dan dalam, gelisah, duduk
dengan menyangga ke depan, serta tanpa otot-otot bantu pernafasan bekerja dengan
keras.  
Gejala klasik dari asma bronkial ini adalah sesak nafas, mengi ( whezing ), batuk,
dan pada sebagian penderita ada yang merasa nyeri di dada. Gejala-gejala tersebut
tidak selalu dijumpai bersamaan. 
Pada serangan asma yang lebih berat, gejala-gejala yang timbul makin banyak, antara
lain : silent chest, sianosis, gangguan kesadaran, hyperinflasi dada, tachicardi dan
pernafasan cepat dangkal . Serangan asma seringkali terjadi pada malam hari.

F.   Pemeriksaan laboratorium


1.   Pemeriksaan sputum
Pemeriksaan sputum dilakukan untuk melihat adanya:
a. Kristal-kristal charcot leyden yang merupakan degranulasi dari kristal eosinopil.
b.  Spiral curshmann, yakni yang merupakan cast cell (sel cetakan) dari cabang
bronkus.
c.   Creole yang merupakan fragmen dari epitel bronkus.
d.  Netrofil dan eosinopil yang terdapat pada sputum, umumnya bersifat mukoid
dengan viskositas yang tinggi dan kadang terdapat mucus plug.

2.   Pemeriksaan darah
a.  Analisa gas darah pada umumnya normal  akan tetapi  dapat pula terjadi
hipoksemia, hiperkapnia, atau asidosis.
b.   Kadang pada darah terdapat peningkatan dari SGOT dan LDH.
c.   Hiponatremia dan kadar  leukosit kadang-kadang  di atas 15.000/mm3 dimana
menandakan terdapatnya suatu infeksi.
Pencetus :
F Allergen, Olahraga, Cuaca, Emosi
F Imun respon menjadi aktif Pelepasan mediator humoral
F Histamine, SRS-A, Serotonin, Kinin, Bronkospasme
F Edema mukosa, Sekresi meningkat, inflamasi, Penghambat kortikosteroid
F Pada pemeriksaan faktor-faktor alergi terjadi peningkatan dari Ig E pada waktu
serangan dan menurun pada waktu bebas dari serangan.

G.  Pemeriksaan penunjang


1.   Pemeriksaan radiologi
Gambaran radiologi pada asma pada umumnya normal. Pada waktu serangan
menunjukan gambaran hiperinflasi pada paru-paru yakni radiolusen yang bertambah
dan peleburan rongga intercostalis, serta diafragma yang menurun. Akan tetapi bila
terdapat komplikasi, maka kelainan yang didapat adalah sebagai berikut:
a. Bila disertai dengan bronkitis, maka bercak-bercak di hilus akan bertambah.
b. Bila terdapat komplikasi empisema (COPD), maka gambaran radiolusen akan
semakin bertambah.
c. Bila terdapat komplikasi, maka terdapat gambaran infiltrate pada paru
d. Dapat pula menimbulkan gambaran atelektasis lokal.
e. Bila terjadi pneumonia mediastinum, pneumotoraks, dan pneumoperikardium,
maka dapat dilihat bentuk gambaran radiolusen pada paru-paru.
2.   Pemeriksaan tes kulit
Dilakukan untuk mencari faktor alergi dengan berbagai alergen yang dapat
menimbulkan reaksi yang positif pada asma.

3.   Elektrokardiografi
Gambaran elektrokardiografi yang terjadi selama serangan dapat dibagi menjadi  3
bagian, dan disesuaikan dengan gambaran yang terjadi pada empisema paru yaitu :
Perubahan aksis jantung, yakni pada umumnya terjadi right axis deviasi dan clock
wise rotation.
Terdapatnya tanda-tanda hipertropi otot jantung, yakni terdapatnya RBB         (Right
bundle branch block).
Tanda-tanda hopoksemia, yakni terdapatnya sinus tachycardia, SVES, dan VES atau
terjadinya depresi segmen ST negative.

4.   Scanning paru
Dengan scanning paru melalui inhalasi dapat dipelajari bahwa redistribusi udara
selama serangan asma tidak menyeluruh pada paru-paru.
5.   Spirometri
Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas reversible, cara yang paling cepat
dan sederhana diagnosis asma adalah melihat respon pengobatan dengan
bronkodilator.
Pemeriksaan spirometer dilakukan sebelum dan sesudah pamberian bronkodilator
aerosol (inhaler atau nebulizer) golongan adrenergik. Peningkatan FEV1 atau FVC
sebanyak lebih dari 20% menunjukkan diagnosis asma.
Pemeriksaan spirometri tidak saja penting untuk menegakkan diagnosis tetapi juga
penting untuk menilai berat obstruksi dan efek pengobatan. Banyak penderita tanpa
keluhan tetapi pemeriksaan spirometrinya menunjukkan obstruksi.

H.  Komplikasi
Berbagai komplikasi yang mungkin timbul adalah :
1. Status asmatikus
2. Atelektasis
3. Hipoksemia
4. Pneumothoraks
5. Emfisema
6. Deformitas thoraks
7. Gagal nafas

I.    Penatalaksanaan
Prinsip umum pengobatan asma bronchial adalah :
1. Menghilangkan obstruksi jalan nafas dengan segara.
2. Mengenal dan menghindari fakto-faktor yang dapat mencetuskan serangan asma
3. Memberikan penerangan kepada penderita ataupun keluarganya mengenai
penyakit asma, baik pengobatannya maupun tentang perjalanan penyakitnya
sehingga penderita mengerti tujuan penngobatan yang diberikan dan
bekerjasama dengan dokter atau perawat yang merawatnnya.
Pengobatan pada asma bronkhial terbagi 2, yaitu:
1.   Pengobatan non farmakologik:
Memberikan penyuluhan
Menghindari faktor pencetus
Pemberian cairan
Fisiotherapy
Beri O2 bila perlu.
2.   Pengobatan farmakologik :
Bronkodilator : obat yang melebarkan saluran nafas. Terbagi dalam 2 golongan :
a.   Simpatomimetik/ andrenergik (Adrenalin dan efedrin) Nama obat :
- Orsiprenalin (Alupent)
- Fenoterol (berotec)
- Terbutalin (bricasma)
Obat-obat golongan simpatomimetik tersedia dalam bentuk tablet, sirup, suntikan dan
semprotan. Yang berupa semprotan: MDI (Metered dose inhaler). Ada juga yang
berbentuk bubuk halus yang dihirup (Ventolin Diskhaler dan Bricasma Turbuhaler)
atau cairan broncodilator (Alupent, Berotec, brivasma serts Ventolin) yang oleh alat
khusus diubah menjadi aerosol (partikel-partikel yang sangat halus ) untuk
selanjutnya dihirup.
b.   Santin (teofilin)
Nama obat :
- Aminofilin (Amicam supp)
- Aminofilin (Euphilin Retard)
- Teofilin (Amilex)
Efek dari teofilin sama dengan obat golongan simpatomimetik, tetapi cara kerjanya
berbeda. Sehingga bila kedua obat ini dikombinasikan efeknya saling memperkuat.
Cara pemakaian : Bentuk suntikan teofillin / aminofilin dipakai pada serangan asma
akut, dan disuntikan perlahan-lahan langsung ke pembuluh darah. Karena sering
merangsang lambung bentuk tablet atau sirupnya sebaiknya diminum sesudah
makan. Itulah sebabnya penderita yang mempunyai sakit lambung sebaiknya berhati-
hati bila minum obat ini. Teofilin ada juga dalam bentuk supositoria yang cara
pemakaiannya dimasukkan ke dalam anus. Supositoria ini digunakan jika penderita
karena sesuatu hal tidak dapat minum teofilin (misalnya muntah atau lambungnya
kering).
Kromalin
Kromalin bukan bronkodilator tetapi merupakan obat pencegah serangan asma.
Manfaatnya adalah untuk penderita asma alergi terutama anakanak.  Kromalin
biasanya diberikan bersama-sama obat anti asma yang lain, dan efeknya baru terlihat
setelah pemakaian satu bulan.
Ketolifen
Mempunyai efek pencegahan terhadap asma seperti kromalin. Biasanya diberikan
dengan dosis dua kali 1mg / hari. Keuntungnan obat ini adalah dapat diberika secara
oral.

Asuhan Keperawatan
1.   Pengkajian
Hal-hal yang perlu dikaji pada pasien asma adalah sebagai berikut:
a.   Riwayat kesehatan yang lalu:
F Kaji riwayat pribadi atau keluarga tentang penyakit paru sebelumnya
F Kaji riwayat reaksi alergi atau sensitifitas terhadap zat/ faktor lingkungan.
F Kaji riwayat pekerjaan pasien.

b.   Aktivitas
F Ketidakmampuan melakukan aktivitas karena sulit bernapas.
F Adanya penurunan kemampuan/peningkatan kebutuhan bantuan melakukan
F aktivitas sehari-hari.
F Tidur dalam posisi duduk tinggi.

c.   Pernapasan
F Dipsnea pada saat istirahat atau respon terhadap aktivitas atau latihan.
F Napas memburuk ketika pasien berbaring terlentang ditempat tidur.
F Menggunakan obat bantu pernapasan, misalnya: meninggikan bahu, melebarkan
F hidung.
F Adanya bunyi napas mengi, Adanya batuk berulang.

d.   Sirkulasi
F Adanya peningkatan tekanan darah.
F Adanya peningkatan frekuensi jantung.
F Warna kulit atau membran mukosa normal/ abu-abu/ sianosis,
F Kemerahan atau berkeringat.

e.   Integritas ego


Ansietas, Ketakutan, Peka rangsangan, Gelisah

d.   Asupan nutrisi


F Ketidakmampuan untuk makan karena distress pernapasan.
F Penurunan berat badan karena anoreksia.

e.   Hubungan sosal


F Keterbatasan mobilitas fisik.
F Susah bicara atau bicara terbata-bata.
F Adanya ketergantungan pada orang lain.

f.   Seksualitas
Penurunan libido
2.   Diagnosa dan Intervensi Keperawatan
a.   Tak efektif bersihan jalan nafas b/d bronkospasme.
Tujuan : mempertahankan jalan nafas paten dengan bunyi bersih dan jelas.
Intervensi :
Mandiri
Auskultasi bunyi nafas, catat adanya bunyi nafas, ex: mengi
Kaji / pantau  FRekuensi pernafasan, catat rasio inspirasi /ekspirasi.
Catat adanya derajat dispnea, ansietas, distress pernafasan, penggunaan otot bantu.
Tempatkan posisi yang nyaman pada pasien, contoh : meninggikan kepala tempat
tidur, duduk pada sandara tempat tidur
Pertahankan polusi lingkungan minimum, contoh: debu, asap dll
Tingkatkan masukan cairan sampai dengan 3000 ml/ hari sesuai toleransi jantung,
memberikan air hangat.

Kolaborasi
Berikan obat sesuai dengan indikasi bronkodilator.
Rasionalisasi
F Beberapa derajat spasme bronkus terjadi dengan obstruksi jalan nafas dan
dapat/tidak dimanifestasikan adanya nafas advertisius.
F Tachipnea biasanya ada pada beberapa derajat dan dapat ditemukan pada
penerimaan atau selama stress/ adanya proses infeksi akut.
F Disfungsi pernafasan adalah variable yang tergantung pada tahap proses akut yang
menimbulkan perawatan di rumah sakit.
F Peninggian kepala tempat tidur memudahkan fungsi pernafasan dengan
menggunakan gravitasi.
F Pencetus tipe alergi pernafasan dapat mentriger episode akut.
F Hidrasi membantu menurunkan kekentalan sekret, penggunaan cairan hangat apat
menurunkan kekentalan sekret, penggunaan cairan hangat dapat menurunkan  pasme
bronkus.
F Bronkhodilator membantu erelaksasikan otot halus dan menurunkan spasme jalan
nafas, mengi, dan puroduksi mukosa.

b.   Malnutrisi b/d anoreksia


Tujuan : menunjukkan peningkatan berat badan menuju tujuan yang tepat.
            Intervensi :
Mandiri
F Kaji kebiasaan diet, masukan makanan saat ini. Catat derajat kerusakan makanan.
F Sering lakukan perawatan oral, buang sekret, berikan wadah khusus untuk sekali
pakai.
Kolaborasi
F Berikan oksigen tambahan selama makan sesuai indikasi.
Rsionalisasi :
F Pasien distress pernafasan akut sering anoreksia karena dipsnea.
F Rasa tak enak, bau menurunkan nafsu makan dan dapat menyebabkan
mual/muntah dengan peningkatan kesulitan nafas.
F Menurunkan dipsnea dan meningkatkan energi untuk makan, meningkatkan
masukan.
 

c.   Kerusakan pertukaran gas b/d gangguan suplai oksigen (spasme bronkus)


Tujuan : perbaikan ventilasi dan oksigen jaringan edukuat.
Intervensi :
Mandiri
F Kaji/awasi secara rutin kulit dan membrane mukosa.
F Palpasi fremitus Awasi tanda vital dan irama jantung
Kolaborasi
F Berikan oksigen tambahan sesuai dengan indikasi hasil AGDA dan toleransi
pasien.

Rasionalisasi
F Sianosis mungkin perifer atau sentral keabu-abuan dan sianosis sentral
mengindikasi kan beratnya hipoksemia.
F Penurunan getaran vibrasi diduga adanya pengumplan cairan/udara.
F Tachicardi, disritmia, dan perubahan tekanan darah dapat menunjukan efek
F hipoksemia sistemik pada fungsi jantung.
F Dapat memperbaiki atau mencegah memburuknya hipoksia.

d.   Risiko tinggi terhadap infeksi b/d tidak adekuat imunitas.


Tujuan :
F Mengidentifikasikan intervensi untuk mencegah atau menurunkan resiko infeksi.
F Perubahan ola hidup untuk meningkatkan lingkungan yang nyaman.
Intervensi :
Mandiri
F Awasi suhu.
F Diskusikan kebutuhan nutrisi adekuat
Kolaborasi
F Dapatkan specimen sputum dengan batuk atau pengisapan untuk pewarnaan
gram,kultur/sensitifitas.

Rasionalisasi
F Demam dapat terjadi karena infeksi dan atau dehidrasi.
F Malnutrisi dapat mempengaruhi kesehatan umum dan menurunkan
tahananterhadap infeksi
F Untuk mengidentifikasi organisme penyabab dan kerentanan terhadap berbagai anti
microbial
 

e.   Kurang pengetahuan b/d kurang informasi ;salah mengerti.


Tujuan : menyatakan pemahaman kondisi/proses penyakit dan tindakan.
Intervensi :
F Jelaskan tentang penyakit individu
F Diskusikan obat pernafasan, efek samping dan reaksi yang tidak diinginkan.
F Tunjukkan tehnik penggunaan inhakler.

Rasioalisasi
F Menurunkan ansietas dan dapat menimbulkan perbaikan partisipasi pada rencana
pengobatan.
F Penting bagi pasien memahami perbedaan antara efek samping yang mengganggu
dan merugikan.
F Pemberian obat yang tepat meningkatkan keefektifanya.

DAFTAR PUSTAKA
Baratawidjaja, K. (1990) “Asma Bronchiale”, dikutip dari Ilmu Penyakit Dalam,
Jakarta : FK UI.

Brunner & Suddart (2002) “Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah”, Jakarta :


AGC.

Crockett, A. (1997) “Penanganan Asma dalam Penyakit Primer”, Jakarta :


Hipocrates.

Crompton, G. (1980) “Diagnosis and Management of Respiratory Disease”, Blacwell


Scientific Publication.

Doenges, M. E., Moorhouse, M. F. & Geissler, A. C. (2000) “Rencana Asuhan


Keperawatan”,Jakarta : EGC.

Guyton & Hall (1997) “Buku Ajar Fisiologi Kedokteran”, Jakarta : EGC.

Hudak & Gallo (1997) “Keperawatan Kritis Pendekatan Holistik”, Volume 1, Jakarta
: EGC.

Price, S & Wilson, L. M. (1995) “Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-proses


Penyakit”, Jakarta : EGC.

Pullen, R. L. (1995) “Pulmonary Disease”, Philadelpia : Lea & Febiger.

Rab, T. (1996) “Ilmu Penyakit Paru”, Jakarta : Hipokrates.


 
Rab, T. (1998) “Agenda Gawat Darurat”, Jakarta : Hipokrates.

 Reeves, C. J., Roux, G & Lockhart, R. (1999) “Keperawatan Medikal Bedah”, Buku
Satu, Jakarta : Salemba Medika.

Staff Pengajar FK UI (1997) “Ilmu Kesehatan Anak”, Jakarta : Info Medika.

Sundaru, H. (1995) “Asma ; Apa dan Bagaimana Pengobatannya”, Jakarta : FK UI.

PENGKAJIAN KEPERAWATAN
Tanggal / jam MRS     : 14 Agustus 2019, pukul 14.00 WITA
Ruang                          : IGD
Dx. Medis                   : Asma Bronkial
Tanggal Pengkajian    : 14 Agustus 2019

Identitas Klien
Nama                          : Ny. H
Umur                           : 29 tahun
Jenis Kelamin             : Perempuan
Agama                         : Islam
Suku / bangsa              : Bugis
Bahasa                         : Indonesia
Pendidikan                  : SMA
Pekerjaan                     : Ibu rumah tangga
Status                          : Sudah menikah
Alamat                        : Jl. Takkalao
Penanggung jawab :
Nama                           : Tn. J
Umur                           : 30 tahun
Pekerjaan                     : Swasta
Alamat                        : Jl. Takkalao
Hubungan dgn klien   : Suami

Keluhan Utama
Klien mengeluh dadanya sesak dan batuk. 

Riwayat Keperawatan Sekarang


Klien datang ke rumah sakit pukul 14:00 WIB Klien mengatakan selama 1 minggu
terakhir menderita sesak, batuk pilek, demam yang disertai dahak putih kental.

·         Riwayat Keperawatan Dahulu


Klien mengatakan bahwa sejak kecil menderita asma, klien pernah masuk rumah
sakit di RS Paru Jember Agustus 2012 karena sesak selama 2 minggu. Klien
mengatakan sedang menjalani pengobatan terapi yang di berikan dokter. Klien
mengatakan Asma akan timbul saat dingin, akibat debu dan mencium bau yang
menyengat.

Riwayat Kesehatan Keluarga


Klien mengatakan bahwa ibu klien juga menderita penyakit yang sama dengan klien.

Pengkajian 11 Pola Fungsional Kesehatan dari Marjory Gordon


Persepsi dan pemeliharaan kesehatan
Apabila sakit, klien segera berobat ke rumah sakit/puskesmas.

Pola nutrisi / metabolik


Program diit RS    : bubur kasar
Intake makanan     :
Sebelum sakit : 3x sehari,makan habis 1 porsi, sayur, lauk-pauk
Selama sakit : 3x sehari makan habis 3-4 sendok  sayur, lauk-pauk
Intake cairan   :
Sebelum sakit : 5 – 7 gelas sehari, air putih
Selama sakit : 3 – 4 gelas sehari, air putih

Pola eliminasi
Buang air besar :
Sebelum sakit : 1x sehari, warna kuning
Selama sakit : 1x sehari, warna kuning
Buang air kecil  :
Sebelum sakit : 6 – 7x sehari,warna kuning.
Selama sakit : 3 – 4x  sehari, warna kuning, tidak terpasang DC
Pola aktivitas dan latihan
Sebelum sakit :
Kemampuan perawatan diri 0 1 2 3
Makan/minum V
Mandi V
Toileting V
Berpakaian V
Mobilitas ditempat tidur V
Berpindah V
Ambulasi / rom V
Ket :
0 = mandiri
1  = alat bantu
2 = dibantu oranglain
3 = dibantu orang lain dan alat
Selama sakit :
Kemampuan perawatan diri 0 1 2 3
Makan/minum V
Mandi V
Toileting V
Berpakaian V
Mobilitas ditempat tidur V
Berpindah V
Ambulasi / rom V
Ket :
= mandiri
= alat bantu
= dibantu oranglain
= dibantu orang lain dan alat

Pola tidur dan istirahat


·         Lama tidur siang 2 jam
·         Lama tidur malam 7 jam
·         Pasien mengatakan tidak ada masalah dengan tidurnya
Pola kognitif dan persepsi sensori
Kelainan pada pola persepsi dan kognitif akan mempengaruhi konsep diri pasien dan
akhirnya dapat mempengaruhi jumlah stressor yang dialami pasien sehingga
kemungkinan terjadi serangan asma berulang akan semakin tinggi.
Pola persepsi diri
Klien yakin penyakitnya akan sembuh.
Pola seksualitas dan reproduksi
Klien sudah menikah dan mempunyai 2 orang anak.
Pola peran hubungan
Klien sebagai istri sekaligus ibu rumah tangga yang mempunyai hubungan
baik dengan keluarganya.
Pola managemen koping – stress
Klien mengatakan apabila ada masalah selalu dibicarakan dengan keluarganya.
Sistem nilai dan kepercayaan
Klien beragama Islam dan selalu berdoa untuk kesembuhannya.

Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Umum
Keadaan umum           : klien tampak sesak
Kesadaran                   : kompos mentis
Tekanan darah             : 130/70 mmHg
Frekuensi nafas           : 36x/menit
Nadi                            :76x/menit
Suhu                            : 37o C
Pemeriksaan fisik head to toe
Kepala
Mata            :    Konjungtiva ananemis, sclera anikterik, lensa jernih, pupil isokor,
reflek cahaya langsung +/+
Thorax
Paru
–          Inspeksi           : gerakan dada kanan dan kiri simetris
–          Palpasi            : taktil fremitus kanan dan kiri simetris, retraksi dinding dada
(+)
–          Auskultasi       : suara napas klien terdengar wheezing
Jantung
–          Inspeksi           : iktus kordis tidak terlihat
–      Palpasi            : iktus kordis teraba di ICS V
–     Auskultasi       : suara jantung normal, bunyi tambahan (-)

Abdomen
Inspeksi : perut cembung, asites (-)
Palpasi : nyeri tekan (-), nyeri lepas (-), hepar tidak teraba
Perkusi : timpani
Auskultasi : bising usus normal
Ekstremitas
Superior :   Oedem (-)
Sianosis(-)
Akral dingin(-)
Turgor kulit : normal
Inferior :    Oedem(-)
Sianosis(-)
Akral dingin(-)
Turgor kulit : normal

Hasil Pemeriksaan Diagnostik


Hasil Pemeriksaan Laboratorium
Hasil pemeriksaan Ny.H didapatkan hasil sebagai berikut.
Sputum berwarna putih kental
Hb = 15,5 gr%
Leukosit = 17.000/mm3
Trombosit 260.000/mm3
Ht = 47vol%

Hasil Pemeriksaan Radiologi


Gambaran radiologi pada asma pada umumnya normal. Pada waktu serangan
menunjukan gambaran hiperinflasi pada paru-paru yakni radiolusen yang bertambah
dan peleburan rongga intercostalis, serta diafragma yang menurun. Akan tetapi bila
terdapat komplikasi, maka kelainan yang didapat adalah sebagai berikut:
Bila disertai dengan bronkitis, maka bercak-bercak di hilus akan bertambah.
Bila terdapat komplikasi empisema (COPD), maka gambaran radiolusen akan
semakin bertambah.
Bila terdapat komplikasi, maka terdapat gambaran infiltrate pada paru
Bila terjadi pneumonia mediastinum, pneumotoraks, dan pneumoperikardium, maka
dapat dilihat bentuk gambaran radiolusen pada paru-paru.
Hasil Pemeriksaan Elektrokardiografi
Gambaran elektrokardiografi yang terjadi selama serangan dapat dibagi menjadi 3
bagian, dan disesuaikan dengan gambaran yang terjadi pada empisema paru yaitu :
Perubahan aksis jantung, yakni pada umumnya terjadi right axis deviasi dan clock
wise rotation.
Terdapatnya tanda-tanda hipertropi otot jantung, yakni terdapatnya RBB ( Right
bundle branch block).
Tanda-tanda hopoksemia, yakni terdapatnya sinus tachycardia, SVES, dan VES atau
terjadinya depresi segmen ST negative.
Hasil Pemeriksaan X-ray dada/thorax
Hal pemeriksaan yang didapatkan hasil paru dalam batas normal.

Problem List
No Tanggal Data Problem Etiologi
1 14 /08/19 DS: bronkospasme Bersihan jalan nafas tidak efektif
 Pasien mengeluh sesak
napas dan batuk yang
disertai dahak yang
telah dirasakan selama
1 minggu terakhir.
DO:
a. suara napas klien
terdengar wheezing
b. sputum berwarna putih
kental
c.RR = 36x/menit

Nursing Care Plan / Intervensi


No Tanggal Jam Perencanaan
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
1). 14/08/19 15.00 WITA Menunjukkan bersihan jalan nafas Auskultasi bunyi nafas.
yang efektif setelah dilakukan Catat adanya bunyi nafas
perawatan selama 2×24 jam, yang c.      Ukur frekuensi
ditandai oleh: pernafasan. Catat rasio
1.      Mempunyai jalan  nafas yang inspirasi-ekspirasi
paten d.     Kaji pasien untuk posisi
2.      Klien tidak merasa sesak nafas nyaman. Misalnya Peninggi
3.      Klien dapat mengeluarkan kepala tempat tidur
secret secara efektif e.     Bantu klien nafas dalam
4.      Irama nafas teratur f.     Kolaborasi pemberian
5.      Pada pemeriksaan obat golongan B2
auskultasi:Whezing (-) (Agonis),Kortikosteroid
g.    Ajarkan pasien dan
keluarga tentang makna
perubahan pada sputum
seperti warna, karakter,
jumlah, dan bau:
a.    Beberapa derajat spasme
bronkus terjadi dengan
obstruksi jalan nafas
b.   Pernafasan dapat
melambat
c.    Peninggi kepala tempat
tidur mempermudah
pernafasan dengan
menggunakan gravitasi.
d.   Ventilasi maksimal
membuka lumen jalan nafas
dan meningkatkan gerakan
secret ke dalam jalan nafas.
e.    Pemberian bronkodilator
via inhalasi akan langsung
menuju area bronkus yang
mengalami spasme sehingga
lebih cepat berdilatasi
f.    Mencegah pasien dan
keluarga merasa cemas saat
melihat perubahan secret
pasien

Implementation
No Dx I
No Tanggal Jam Implementasi Evaluasi
1. 14/08/19 15.00 a.       Mengauskultasi bunyi nafas. S:
WITA Mencatat adanya bunyi nafas  Pasien mengeluh sesak
Mengukur frekuensi pernafasan. napas dan batuk yang
Mencatat rasio inspirasi-ekspirasi. disertai dahak yang telah
c.      Mengkaji klien untuk posisi dirasakan selama 1 minggu
nyaman. Misalnya Peninggi kepala terakhir.
tempat tidur O:
d.     Membantu klien nafas dalam a. suara napas klien terdengar
e.      Berkolaborasi pemberian obat wheezing
golongan B2 b. sputum berwarna putih kental
f.      Mengajak keluarga ikut serta c.RR = 36x/menit
dalam latihan nafas A: Bersihan jalan nafas tidak
dalama. Terdengar bunyi nafas klien efektif b/d bronkospsme belum
wheezing teratasi
P:
 Auskultasi bunyi nafas.
 Catat adanya bunyi nafas
 Ukur frekuensi pernafasan
 Catat rasio inspirasi-
ekspirasi
 Kaji pasien untuk posisi
nyaman. Misalnya Peninggi
kepala tempat tidur
 Bantu klien nafas dalam
 Kolaborasi pemberian obat

Anda mungkin juga menyukai