Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN PENDAHULUAN

KEPERAWATAN DASAR PROFESI

Pasien Dengan Gangguan Pemenuhan Kebutuhan Oksigen di Ruang Ahmad Dahlan


RSU PKU Muhammadiyah Delanggu Kabupaten Klaten

DISUSUN OLEH :

Ragil Hartono Saputro


P27220019296

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLTEKKES KEMENKES SURAKARTA
JURUSAN KEPERAWATAN
PRODI NERS
2019
A. Konsep Gangguan Kebutuhan Dasar
1. Definisi
Oksigen adalah suatu gas yang tidak berwarna dan tidak berbau yang
terkandung dalam sekitar 21% udara yang kita hirup, sanat dibutuhkan bagi
semua kehidupan sel (Kozier, et al, 2016). Oksigen merupakan kebutuhan dasar
manusia yang paling vital (Kozier, et al, 2016). Oksigen dibutuhkan tubuh
dalam menjaga kelansungan metabolisme sel sehingga dapat mempertahankan
hidup dan aktivitas sel, jaringan atau organ (Saputra, 2012 dalam Barus, LS,
2016 ).
Oksigenasi merupakan proses penambahan oksigen ke dalam sistem
(kimia atau fisika). Penambahan oksigen ke dalam tubuh dapat dilakukan secara
alami dengan cara bernapas. Pernapasan atau respirasi merupakan proses
pertukaran gas antara individu dan lingkungannya. Pada saat bernapas, tubuh
menghirup udara untuk mendapatkan oksigen dari lingkungan dan
menghembuskan udara untuk mengeluarkan karbondioksida ke lingkungan
(Saputra, 2012Barus, LS, 2016).
Sistem jantung dan pernapasan menyediakan kebutuhan oksigen tubuh.
Darah teroksigenasi melalui mekanisme ventilasi, perfusi, dan transportasi.
Persarafan dan regulator kimia mengontrol kecepatan dan kedalamn respirasi
dalam memberikan respon pada perubahan kebutuhan oksigen jaringan (Potter
& Perry, 2010).

2. Etiologi
Menurut Hidayat, A. Aziz, (2012) faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi kebutuhan oksigenasi antara lain :
1) Saraf otonomik
Rangsangan simpatis dan parasimpatis dari saraf otonomik dapat
mempengaruhi kammpuan untuk dilatasi dan kontriksi, hal ini dapat terlihat
simpatis maupun parasimpatis. Ketika terjadi rangsangan, ujung saraf dapat
mengeluarkan neurotransmitter (untuk simpatis dapat mengeluarkan
noradrenalin yang berpengaruh pada bronkodilatasi dan untuk parasimpatis
mengeluarkan asetilkolin yang brpengaruh pada bronkokontriksi) karena
pada saluran pernapasan terdapat reseptor adrenergik dan reseptor
kolinergik.

Pengaruh saraf otonomik

Simpatis Parasimpatis

Ujung saraf mengeluarkan neurotransmiter

Noradrenalin Asetilkolin

Bronkodilatasi Bronkokontriksi

Gambar Pengaruh Saraf Otonomik terhadap Oksigenasi


Sumber : Mubarak, W.I. dkk (2015)
2) Hormon dan Obat
Semua hormon termasuk derivat catecholamine dapat melebarkan
saluran pernapasan. Obat yang tergolong parasimpatis, seperti sulfas atropin
dan ekstrak belladon, dapat melebarkan saluran napas, sedangkan obat yang
menghambat adrenergik tipe beta (khususnya beta-2), seperti obat yang
tergolong penyakat beta nonselektif, dapat mempersempitsaluran napas
(bronkokontriksi).
3) Jenis Kelamin
Volume dan kapasitas seluruh paru pada wanita kira-kira 20-25%
lebih kecil dari pada pria, dan lebih besar lagi pada atletis dan orang yang
bertubuh besar dari pada orang yang bertubuh kecil dan astenis. Kapasitas
paru pada pria lebih besar yaitu 4,8 liter dibandingkan pada wanita yaitu 3,1
liter. Selain itu, adanya perbedaan pada paru dan ukuran jalan napas
(airway) antara laki-laki dan perempuan juga mempengaruhi oksigenasi.
Pada saat anak-anak, ukuran paru dan jalan napas pada anak laki-laki lebih
kecil dibandingkan pada anak perempuan, sedangkan pada saat dewasa (usia
≥ 40 tahun) ukuran paru dan jalan napas pada perempuan lebih kecil
dibandingkan pada laki-laki.
4) Alergi pada Saluran Napas
Banyak faktor yang dapat menimbulkan alergi, antara lain debu yang
terdapat dalam hawa pernapasan, bulu binatang, serbuk benang sari bunga,
kapuk, makanan, dan lain-lain. Faktor-faktor ini menyebabkan bersin bila
terdapat rangsangan di daerah nasal; batuk bila di saluran pernapasan bagian
atas; bronkokontriksi pada asma bronkial; dan rhinitis bila terdapat di
saluran pernapasan bagian bawah.
5) Status kesehatan
Pada orang yang sehat, sistem pernapasan dapat menyediakan kadar
oksigen yang cukup untuk memenuhi kebutuhan tubuh. Akan tetapi, pada
kondisi sakit tertentu, proses oksigenasi tersebut dapat terhambat sehingga
mengganggu pemenuhan kebutuhan oksigen tubuh. Kondisi tersebut antara
lain gangguan pada sistem pernapasan dan kardiovaskular, penyakit kronis,
penyakit obstruksi pernapasan atas, dan lain-lain.
6) Perkembangan
Tingkat perkembangan menjadi salah satu faktor penting yang
memengaruhi sistem pernapasan individu.
a) Bayi prematur
Bayi yang lahir prematur berisiko menderita penyakit membran
hialin yang ditandai dengan berkembangnya membran serupa hialin
yang membatasi ujung saluran pernapasan. Kondisi ini disebabkan oleh
produksi surfaktan yang masih sedikit karena kemampuan paru dalam
menyintesis surfaktan baru berkembang pada trisemester akhir.
b) Bayi dan anak-anak
Kelompok usia ini berisiko mengalami infeksi saluran napas
atas, seperti faringitis, influenza, tonsilitis, dan aspirasi benda asing
(misal makanan, permen, dan lain-lain).
c) Anak usia sekolah dan remaja
Kelompok usia ini berisiko mengalami infeksi saluran napas
akut akibat kebiasaan buruk, seperti merokok.
d) Dewasa muda dan paruh baya
Kondisi stres, kebiasaan merokok, diet yang tidak sehat, kurang
berolahraga merupakan faktor yang dapat meningkatkan risiko penyakit
jantung dan paru pada kelompok usia ini.
e) Lansia
Semakin bertambahnya usia, maka fungsi paru akan menurun
(Cardona, V.,et al, 2011). Proses penuaan yang terjadi pada lansia
menyebabkan perubahan pada fungsi normal pernapasan, seperti
penurunan elastisitas paru, pelebaran alveolus, dilatasi saluran bronkus,
dan kifosis tulang belakang yang menghambat ekspansi paru sehingga
berpengaruh pada penurunan kadar oksigen.
7) Lingkungan
Kondisi lingkungan dapat mempengaruhi kebutuhan oksigenasi,
seperti faktor alergi, ketinggian tanah, dan suhu. Kondisi tersebut
memengaruhi kemampuan adaptasi.
8) Stress
Menurut Salim, S (2014) menyatakan bahwa stress dan gangguan
psikologis dapat meingkatkan kebutuhan konsumsi oksigen.
9) Perilaku
Menurut Mubarak, W.I. dkk, (2015), faktor perilaku yang dapat
memengaruhi kebutuhan oksigenasi adalah nutrisi, exercise, merokok,
substance abuse (alkohol dan obat-obatan) dan kecemasan.
a) Nutrisi : Misalnya pada obesitas mengakibatkan penurunan ekspansi
paru, gizi yang buruk menjadi anemia sehingga daya ikat oksigen
berkurang, diet yang tinggi lemak menimbulkan arteriosklerosis.
b) Exercise : Exercice akan meningkatkan kebutuhan oksigen.
c) Merokok : Nikotin menyebabkan vasokontriksi pembuluh darah perifer
dan koroner.
d) Substance abuse (alkohol dan obat-obatan) : Menyebabkan intake
nutrisi/Fe menurun yang dapat mengakibatkan penurunan hemoglobin.
Alkohol menyebabkan depresi pusat pernapasan.
e) Kecemasan : Menyebabkan metabolisme meningkat.
10) Cara pemberian terapi oksigen
Cara pemberian oksigen juga berpengaruh terhadap oksigenasi
dalam tubuh. Hal ini dikarenakan setiap jenis pemberian oksigen memiliki
konsentrasi Fraksi Oksigen Inspirasi (FiO2) yang berbeda (Morton, PG dkk,
2012).
Selain faktor di atas, menurut Mansjoer, A dan Yohanes W.H.
George (2008), faktor penyakit, obat-obatan, aktivitas dapat mempengaruhi
konsumsi okigen dalam tubuh.
Tabel Faktor-faktor Penyebab Perubahan Konsumsi Oksigen
Peningkatan konsumsi
Faktor
oksigen (%)

Kondisi yang dapat meningkatakan VO2

Operasi kecil 7

Demam (setiap 1oC) 10

Fraktur 10

Agitasi 16

Peningkatan konsumsi
Faktor
oksigen (%)

Peningkatan kerja pernapasan 40

Infeksi berat 60

Trauma dada 20 – 80

Gagal organ multiple 50 – 100


Gemetaran 100

Luka bakar 50 – 100

Sepsis 50 – 100

Cedera kepala (dibius) 89

Cedera kepala (tidak dibius) 138

Obat yang meningkatkan VO2

Norepinephrine (0.10 – 0.31 µg/kg/min) 10 – 21

Dopamin (5 µg/kg/min) 6

Dopamin (10 µg/kg/min) 15

Dobutamin 19

Epinephrine (0.10 µg/kg/min) 23 – 29

Tindakan/aktivitas yang meningkatkan VO2

Dressing 10

Pengkajian keperawatan 12

Elektrocardiogram 16

Pemeriksaan fisik 20

Mandi 23

Chest X-Ray 25

Endotracheal suctioning 27

Fisioterapi dada 35

Turun dari tempat tidur 39

Nasal intubation 25 – 40
Sumber : Mansjoer, A dan Yohanes W.H. George (2008)

Adapun faktor-faktor yang menyebabkan klien mengalami gangguan


oksigenasi menurut NANDA (2015), yaitu hiperventilasi, hipoventilasi,
deformitas tulang dan dinding dada, nyeri,cemas, penurunan energy,/kelelahan,
kerusakan neuromuscular, kerusakan muskoloskeletal, kerusakan kognitif /
persepsi, obesitas, posisi tubuh, imaturitas neurologis kelelahan otot pernafasan
dan adanya perubahan membrane kapiler-alveoli.

3. Patofisiologi dan pathway


Proses pertukaran gas dipengaruhi oleh ventilasi, difusi dan trasportasi.
Proses ventilasi (proses penghantaran jumlah oksigen yang masuk dan keluar
dari dan keparu-paru), apabila pada proses ini terdapat obstruksi maka oksigen
tidak dapat tersalur dengan baik dan sumbatan tersebut akan direspon jalan nafas
sebagai benda asing yang menimbulkan pengeluaran mukus. Proses difusi
(penyaluran oksigen dari alveoli kejaringan) yang tergangguakan menyebabkan
ketidakefektifan pertukaran gas. Selain kerusakan pada proses ventilasi, difusi,
maka kerusakan pada transportasi seperti perubahan volume
sekuncup, afterload, preload, dan kontraktilitas miokard juga dapat
mempengaruhi pertukaran gas (Brunner &Suddarth, 2012).
4. Manifestasi klinik
Adanya penurunan tekanan inspirasi/ ekspirasi menjadi tanda gangguan
oksigenasi. Penurunan ventilasi permenit, penggunaaan otot nafas tambahan
untuk bernafas, pernafasan nafas flaring (nafas cuping hidung), dispnea,
ortopnea, penyimpangan dada, nafas pendek, posisi tubuh menunjukan posisi 3
poin, nafas dengan bibir, ekspirasi memanjang, peningkatan diameter anterior-
posterior, frekuensi nafas kurang, penurunan kapasitas vital menjadi tanda dan
gejala adanya pola nafas yang tidakefektif sehingga menjadi gangguan
oksigenasi (NANDA, 2015).
Beberapa tanda dan gejala kerusakan pertukaran gas yaitu takikardi,
hiperkapnea, kelelahan, kesadaran somnolen, iritabilitas, hipoksia, kebingungan,
AGD abnormal, sianosis, warna kulit abnormal (pucat, kehitam-hitaman),
hipoksemia, hiperkarbia, sakit kepala ketika bangun, abnormal frekuensi, irama
dan kedalaman nafas (NANDA, 2015). Selain itu tanda dan gejala gangguan
oksigenas iyaitu :
a. Suara napastidak normal
b. Perubahan jumlah pernafasan
c. Batuk disertai dahak
d. Penggunaan otot tambahan pernafasan
e. Dispnea
f. Penurunan haluaran urin
g. Penurunan ekspansi paru
h. Takhipnea

5. Penatalaksanaan
a. Terapi Oksigen
1) Definisi
Pemberian terapi oksigen pada pasien bertujuan untuk
mengoreksi hipoksemia (kadar oksigen dalam darah rendah). Saat
ketersediaan oksigen jaringan rendah, kondisi ini disebut dengan
hipoksia. Jika pernapasan eksternal dan internal terganggu, suplemen
oksigen saat penting untuk mempertahankan fungsi selular pasien.
Terapi oksigen memperbaiki hipoksemia, menurunkan kerja
pernapasan, dan mengurangi kerja miokardium. Setiap proses penyakit
yang mengubah pertukaran gas dapat menyebabkan hipoksemia
(Morton, PG dkk, 2012).
Pemberian oksigen melalui kanula nasal dapat menyediakan
oksigen tambahan yang memadai untuk mengatasi kekurangan oksigen
dan sesak napas. Tujuan yang diharapkan pada semua pasien yang
mendapat terapi oksigen adalah nilai saturasi oksigen (SaO2) yang
stabil, pernapasan eupnea, serta mengurangi kecemasan dan sesak
napas. Tujuan tersebut harus dicapai dengan menghantarkan suplemen
oksigen dalam jumlah minimal yang dibutuhkan, sehingga perawat
memantau oksigen pasien secara kontinyu untuk melihat hasil akhir
yang diharapkan serta komplikasi yang muncul. Instruksi yang tepat
dari dokter dan pakar perawat praktik penting untuk mengawali terapi
ini.
Tabel Komplikasi Terapi Oksigen
Komplikasi Terapi Oksigen

1. Henti napas
2. Ketidaknyamanan akibat pengelupasan kulit setelah
pemasangan tali pengikat dan masker.
3. Membran mukosa kering, epistaksis, atau infeksi pada lubang
hidung.

Komplikasi Terapi Oksigen

4. Toksisitas oksigen (kadar yang tinggi dalam waktu lama


terlihat pada kasus cedera paru akut atau sindrom gawat napas
akut.
5. Atelektasis absortif.
6. Narkosis karbondioksida (dengan manifestasi perubahan status
mental, konfusi, sakit kepala, somnolen)

Sumber : Morton, PG dkk (2012)

2) Sistem Penghantaran Oksigen


Ada beberapa metode penghantaran oksigen yang tersedia untuk
pasien. Pilihan metode oksigen bergantung pada kondisi pasien. Sistem
penghantaran oksigen sederhana dibagi menjadi sistem aliran tinggi dan
sistem aliran rendah (Marino, P.L, 2007, Morton, P.G, dkk, 2012).
Perangkat oksigen aliran rendah bekerja dengan menyuplai
oksigen pada kecepatan rendah, kurang dari volume inspirasi pasien.
Sisa dari keseluruhan volume tersebut diambil dari udara ruang
(entrained). Oksigen ini dan udara yang bercampur (entraiment), fraksi
oksigen inspirasi yang sesungguhnya, yang telah dihantarkan ke pasien
menjadi sulit untuk ditentukan. Perangkat oksigen aliran rendah sesuai
untuk pasien yang memiliki pola, frekuensi, dan volume ventilasi
pernapasan normal.

Tabel Metode pemberian Oksigen berdasarkan Fraksi Oksigen Inspirasi


(FiO2) yang dihantarkan

Metode pemberian Aliran Oksigen Konsentrasi O2 (FiO2)


No
Oksigen (l/menit) (%)

1 Kateter nasal dan nasal 1 21 - 25


kanul
2 25 - 28

3 28 - 32

4 32 - 36

5 36 - 40

6 40 - 44

2 Sungkup muka (masker) 5–6 40


sederhana
6–7 50

7 - 10 60

3 Masker dengan kantong 6 60


simpanan
7 70

8 80

9-10 90 – 99

4 Masker Venturi 4 25

4 28
6 31

8 35

8 40

10 50

5 Head box 8 – 10 40

6 Ventilator bervariasi 21 – 100

7 Mesin anestesi bervariasi 21 – 100

8 O
Inkubator 3–8 Sampai 40
k
Sumber : Morton, PG dkk (2012)

sigen aliran tinggi menyuplai frekuensi aliran yang cukup tinggi untuk
mengakomodasi dua hingga tiga kali volume inspirasi pasien. Perangkat
tersebut sesuai untuk pasien dengan kebutuhan inspirasi dan
metabolisme yang tinggi (Morton, P.G, dkk,2012). Semua perangkat
penghantaran oksigen mengalirkan oksigen dalam kadar yang berbeda.
Pemilihan perangkat didasarkan pada nilai FiO2 yang diharapkan. Jika
dibutuhkan konsentrasi oksigen yang lebih rendah, sistem yang
biasanya dipilih adalah kanula nasal. Kanula dapat digunakan bahkan
bersama alat napas (breather) mulut, sebab oksigen akan mengisi
nasofaring dan masuk bersama proses inspirasi.
3) Macam-macam Terapi Oksigen
Macam-macam terapi oksigen meliputi :
a) Kateter Nasal
Kateter nasal lebih jarang digunakan dari pada nasal kanula, tetapi
bukan berarti kateter nasal tidak digunakan. Prosedur pemasangan
kateter ini meliputi insersi kateter oksigen kedalam hidung sampai
nasofaring.
b) Nasal Kanula
Merupakan peralatan yang sederhana dan nyaman. Kanula nasal
dengan panjang sekitar 1,5 cm, muncul dari bagian tengah selang
sekali pakai dan diinsersikan ke dalam hidung (gambar 2.3).
Oksigen diberikan melalui nasal kanula dengan kecepatan aliran
dari 2 liter/menit sampai 6 liter/menit. Kecepatan aliran lebih dari
6 liter/menit jarang digunakan karena efek yang ditimbulkannya
menyebabkan mukosa kering dan juga karena jumlah oksigen
yang diberikan relatif sedikit lebih besar.

Gambar Nasal kanulaSumber : Assessment technologies Institute

c) Oksigen transtrakea (OTT)


Merupakan metode pemberian oksigen bagi klien yang
mengalami penyakit paru, dengan sebuah kateter kecil berukuran
intravena diinsersi langsung ke dalam trakea melalui suatu saluran
leher bagian bawah yang dibedah dan oksigen dihantarkan
langsung ke trakea.
Gambar Oksigen transtrakea
Sumber : Assessment technologies Institute
d) Masker Oksigen
Masker yang menutupi hidung dan mulut klien yang dapat
digunakan untuk inhalasi oksigen. Biasanya masker oksigen
terbuat dari bahan yang transparan, plastic yang lentur yang bias
dibentuk sesuai wajah. Masker oksigen ini diikat kanke bagian
belakang kepala klien dengan karet gelang. Beberapa masker
memiliki kliplogam yang bias ditekuk di atas lengkung hidung
supaya lebih nyaman. Pada saat ekspirasi, di bagian sisi masker
memungkinkan karbondioksida dihembuskan untuk keluar.
Masker oksigen digolongkan menjadi empat jenis, yaitu :
I. Simple face mask (masker wajah sederhana)
Masker wajah sederhana memberikan konsentrasi oksigen
dari 40% sampai 60% dengan aliran 5 sampai 8 liter/menit
(gambar 2.5).
Gambar Oksigen simple face mask
Sumber : Assessment technologies Institute
II. Rebreather mask
Masker rebreathermemberikankonsentrasioksigendari
40% sampai 60% dengan aliran 6 sampai 10 liter/menit.
Kantungoksigen yang terpasangpada masker rebreathing
memungkinkan klien untuk menghirup kembali udara
yang dihembuskan bersamaan dengan oksigen.

Gambar Oksigen Rebreather mask


Sumber : Assessment technologies Institute
III. Non-rebreather mask
Masker non-rebreather digunakan pada kondisi hipoksia
berat untuk menghantarkan oksigen dengan konsentrasi
tinggi. Katup satu arah di salah satu sisi memungkinkan
ekhalasi karbondioksida. Masker tersebut menghantarkan
80-95% FiO2 pada kecepatan 10-15 liter/menit,
bergantung pada kecepatan dan kedalaman pernapasan
pasien, disertai dengan jumlah udara ruang yang ikut
masuk melalui portal yang terbuka pada masker. Meski
demikian, masker harus benar-benar pas untuk mencegah
masuknya udara ruangan (gambar 2.7).

Gambar Oksigen Non-rebreather mask


Sumber : Assessment technologies Institute

IV. Venturi mask (masker venturi)


Masker venturi (ventury mask) memberikan konsentrasi
oksigendari 24% sampai 40% atau 50% dengan aliran dari
4 hingga 10 liter/menit. Masker venturi memiliki tabung
yang lebar dan wanakode adapter jet yang sesuai dengan
aliran konsentrasi oksigen dan liter yang tepat. Misalnya,
dalambeberapakasus, adaptor biru memberikan
konsentrasi 24% oksigen pada aliran 4 liter/menit, dan
adaptor hijau memberikan konsentrasi 35% oksigen
padaaliran 8 liter/menit..

Gambar Oksigen Ventury mask


Sumber : Assessment technologies Institute

V. Face Tent
Pemberian oksigen bervariasi dari 21 % sampai 50 %
bergantung pada pernapasan pasien (21 % dihantarkan
dengan kondisi udara terkompresi dan hampir 50%
dihantarkan dengan pengaturan aliran oksigen 10 l/menit).
Udara bercampur dengan aliran oksigen di dalam masker,
menyebabkan hantaran yang bervariasi dengan proses
humidifikasi. Face tent kerap digunakan untuk
humidifikasi dan juga pemberian oksigen pada pasien
yang tidak mempunyai perasaan klaustrofobik akibat
penggunaan masker yang sifatnya lebih tradisional (Potter
& Perry, 2010, Kozier, et al, 2016).

Gambar Oksigen Face tent


Sumber : Assessment technologies Institute

VI. Ventilasi noninvasif


Ventilasi noninvasif merupakan teknik ventilasi mekanis
tanpa menggunakan pipa trakea (endotracheal tube) pada
jalan napas. Indikasi ventilasi noninvasif adalah penyakit
paru kronik yang berat, hipoventilas inokturnal yang
berhubungan dengan disfungsi saraf otot, gagal napas akut
seperti keadaan eksaserbasi penderita penyakit paru
obstruktif kronik (PPOK), gagal napas hipoksemi kaki
batacute respiratory distress syndrome (ARDS),
pneumonia pada pasien dengan atau tanpa
immunocompromised, trauma, edema paru kardiogenik
dan penderita yang sulit dilakukan penyapihan (weaning)
dari ventilasi invasive (Rogayah, R, dkk.,2009).
b. Fisioterapi Dada
Fisioterapi dada merupakan suatu rangkaian tindakan keperawatan yang
terdiri dari perkusi, vibrasi, dan postural drainage.
1) Perkusi disebut juga clapping adalah pukulan kuat, bukan berarti
sekuatkuatnya, pada dinding dada dan punggung dengan tangan
dibentuk seperti mangkuk. Tujuan: secara mekanik dapat
melepaskan sekret yang melekat pada dinding bronkus.
2) Vibrasi adalah getaran kuat secara serial yang dihasilkan oleh
tangan perawat yang diletakkan datar pada dinding dada klien.
Tujuan: digunakan setelah perkusi untuk meningkatkan turbulensi
udara ekspirasi dan melepaskan mucus yang kental. Sering
dilakukan bergantian dengan perkusi.
3) Postural drainage merupakan salah satu intervensi untuk
melepaskan sekresi dari berbagai segmen paru-paru dengan
menggunakan pengaruh gaya gravitasi. Waktu yang terbaik untuk
melakukannya yaitu sekitar 1 jam sebelum sarapan pagi dan sekitar
1 jam sebelum tidur pada malam hari. Postural drainage harus lebih
sering dilakukan apabila lendir klien berubah warnanya menjadi
kehijauan dan kental atau ketika klien menderita demam. Hal yang
perlu diperhatikan dalam pelaksanaan postural drainage antara lain:
a) Batuk dua atau tiga kali berurutan setelah setiap kali berganti
posisi.
b) Minum air hangat setiap hari sekitar 2 liter.
c) Jika harus menghirup bronkodilator, lakukanlah 15 menit
sebelum melakukan postural drainage.
d) Lakukanlah latihan napas dan latihan lain yang dapat
membantu mengencerkan lendir.
c. Napas Dalam dan Batuk Efektif
1) Napas dalam yaitu bentuk latihan napas yang terdiri dari
pernapasan abdominal (diafragma) dan purse lips breathing.
2) Batuk efektif yaitu batuk untuk mengeluarkan secret.
d. Suctioning (penghisapan lendir)
Suctioning adalah suatu metode untuk melepaskan sekresi yang
berlebihan pada jalan napas. Suctioning dapat diterapkan pada oral,
nasofaringeal, tracheal, serta endotrakheal atau trakheal tube. Tujuan
untuk membuat suatu jalan napas yang paten dengan menjaga
kebersihannya dari sekresi yang berlebihan (Asmadi, 2008)

6. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan diagnostik yang dapatdilakukan untuk mengetahui adanya
gangguan oksigenasi yaitu:

a. EKG: menghasilkan rekaman grafik aktivitas listrik jantung, mendeteksi


transmisi impuls dan posisi listrik jantung.
b. Pemeriksaan stress latihan, digunakan untuk mengevaluasi respon jantung
terhadap stress fisik. Pemeriksaan inimemberikan informasi tentang respond
miokard terhadap peningkatan kebutuhan oksigen dan menentukan
keadekuatan aliran darah koroner.
c. Pemeriksaan untuk mengukur keadekuatan ventilasi dan oksigenasi:
pemeriksaan fungsi paru, analisis gas darah (AGD).

7. Komplikasi
Obtruksi / sumbatan jalan napas atau gangguan pernapasan dapat mempengaruhi
sistem organ lain terutama sistem kardiovaskuler misalnya aritima dan takikardi.
Selain itu seperti penurunan kesadaran, hipoksia. Cemas dan gelisah
B. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas
Mendapatkan data identitas pasien meliputi nama, umur, jenis kelamin,
pendidikan, pekerjaan, alamat, nomorregistrasi, dan diagnosamedis.
b. Riwayatkesehatan
1) Keluhan utama: klien mengeluh sesak nafas, nyeri dada.
2) Riwayat penyakit sekarang: asma, CHF, AMI, ISPA.
3) Riwayat penyakit dahulu: pernah menderita asma, CHF, AMI, ISPA,
batuk.
4) Riwayat penyakit keluarga: mendapatkan data riwayat kesehatan
keluarga pasien
c. Pola kesehatan fungsional
Hal-hal yang dapat dikaji pada gangguan oksigenasi adalah :
1) Pola manajemen kesehatan-persepsi kesehatan
Bagaimana perilaku individu tersebut mengatasi masalah kesehatan
,adanya factor risiko sehubungan dengan kesehatan yang berkaitan
dengan oksigen.
2) Pola metabolik-nutrisi
Kebiasaan diit buruk seperti obesitas akan mempengaruhi
oksigenasi karena ekspansi paru menjadi pendek. Klien yang
kurang gizi, mengalami kelemahan otot pernafasan.
3) Pola eliminasi
Perubahan pola defekasi (darah pada feses, nyeri saat devekasi),
perubahan berkemih (perubahan warna, jumlah, ferkuensi)
4) Aktivitas-latihan
Adanya kelemahan atau keletihan, aktivitas yang mempengaruhi
kebutuhan oksigenasi seseorang. Aktivitas berlebih dibutuhkan
oksigen yang banyak. Orang yang biasa olahraga, memiliki
peningkatan aktivitas metabolis metubuh dan kebutuhan oksigen.
5) Polaistirahat-tidur
Adanya gangguan oksigenasi menyebabkan perubahan pola
istirahat.
6) Polapersepsi-kognitif
Rasa kecap lidah berfungsi atau tidak, gambaran indera pasien
terganggu atau tidak, penggunaaan alat bantu dalam penginderaan
pasien.
7) Pola konsep diri-persepsi diri
Keadaan social yang mempengaruhi oksigenasi seseorang
(pekerjaan, situasi keluarga, kelompok sosial), penilaian terhadap
diri sendiri (gemuk/ kurus).
8) Pola hubungan dan peran
Kebiasaan berkumpul dengan orang-orang terdekat yang memiliki
kebiasaan merokok sehingga mengganggu oksigenasi seseorang.
9) Pola reproduksi-seksual
Perilaku seksual setelah terjadi gangguan oksigenasi dikaji
10) Pola toleransi koping-stress
Adanya stress yang memengaruhi status oksigenasi pasien.
11) Keyakinan dan nilai
Status ekonomi dan budaya yang mempengaruhi oksigenasi,
adanya pantangan atau larangan minuman tertentu dalam agama
pasien.
d. Pemeriksaan fisik
1) Kesadaran: kesadaran menurun
2) TTV: peningkatan frekuensi pernafasan, suhu tinggi
3) Head to toe
a) Mata: Konjungtiva pucat (karena anemia), konjungtiva
sianosis (karena hipoksemia), konjungtiva terdapat petechie (
karena emboli atau endokarditis)
b) Mulut dan bibir: Membran mukosa sianosis, bernafas dengan
mengerutkan mulut
c) Hidung : Pernafasan dengan cuping hidung
d) Dada: Retraksi otot bantun afas, pergerakan tidak simetris
antara dada kanan dan kiri, suara nafas tidak normal.
e) Pola pernafasan: pernafasan normal (apneu), pernafasan cepat
(tacypnea), pernafasan lambat (bradypnea)
e. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang dapat dilakukan dengan memantau analisa gas
darah arteri dan pemeriksaan diagnostic foto thorak, EKG.

2. Diagnosa keperawatan
Diagnosa yang mungkin muncul pada klien dengan gangguan oksigenasi
adalah:
a. Bersihan jalan nafas tidakefektif berhubungan dengan produksi mucus
banyak.
b. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hipoventilasi atau
hiperventilasi
c. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan perfusi
ventilasi
3. Rencana Keperawatan

Diagnosa Keperawatan/ Masalah Rencana keperawatan


Kolaborasi
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Pola Nafas tidak efektif NOC: NIC:
berhubungan dengan : Respiratory status : Ventilation  Lakukan fisioterapi dada jika
 Hiperventilasi Respiratory status : Airway patency perlu
 Penurunan energi/kelelahan Vital sign Status  Keluarkan sekret dengan batuk
 Perusakan/pelemahan atau suction
muskulo-skeletal Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama  Auskultasi suara nafas, catat
 Kelelahan otot pernafasan ………..pasien menunjukkan keefektifan pola nafas, adanya suara tambahan
 Hipoventilasi sindrom dibuktikan dengan kriteria hasil:  Monitor respirasi dan status O2
 Nyeri  Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara  Bersihkan mulut, hidung dan
 Kecemasan nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan secret trakea
 Disfungsi Neuromuskuler dyspneu (mampu mengeluarkan sputum,  Pertahankan jalan nafas yang
 Obesitas mampu bernafas dg mudah, tidakada pursed paten
 Injuri tulang belakang lips)  Observasi adanya tanda tanda
 Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien hipoventilasi
DS: tidak merasa tercekik, irama nafas, frekuensi  Monitor adanya kecemasan pasien
 Dyspnea pernafasan dalam rentang normal, tidak ada terhadap oksigenasi
 Nafas pendek suara nafas abnormal)  Monitor vital sign
DO:  Tanda Tanda vital dalam rentang normal  Informasikan pada pasien dan
 Penurunan tekanan (tekanan darah, nadi, pernafasan) keluarga tentang tehnik relaksasi
inspirasi/ekspirasi untuk memperbaiki pola nafas.
 Tahap ekspirasi berlangsung  Ajarkan bagaimana batuk efektif
sangat lama  Monitor pola nafas
 Penurunan kapasitas vital
 Respirasi: < 11 – 24 x /mnt
Diagnosa Keperawatan/ Masalah Rencana keperawatan
Kolaborasi
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Bersihan Jalan Nafas tidak efektif NOC:
berhubungan dengan:  Respiratory status : Ventilation  Pastikan kebutuhan oral / tracheal
 Infeksi, disfungsi neuromuskular,  Respiratory status : Airway patency suctioning.
hiperplasia dinding bronkus, alergi jalan  Aspiration Control  Berikan O2 3 l/mnt,
nafas, asma, trauma Setelah dilakukan tindakan keperawatan  Anjurkan pasien untuk istirahat
 Obstruksi jalan nafas : spasme jalan selama …………..pasien menunjukkan dan napas dalam
nafas, sekresi tertahan, banyaknya keefektifan jalan nafas dibuktikan dengan  Posisikan pasien untuk
mukus, adanya jalan nafas buatan, kriteria hasil : memaksimalkan ventilasi
sekresi bronkus, adanya eksudat di  Mendemonstrasikan batuk efektif dan  Lakukan fisioterapi dada jika perlu
alveolus, adanya benda asing di jalan suara nafas yang bersih, tidak ada  Keluarkan sekret dengan batuk
nafas. sianosis dan dyspneu (mampu atau suction
DS: mengeluarkan sputum, bernafas  Auskultasi suara nafas, catat
 Dispneu dengan mudah, tidak ada pursed lips) adanya suara tambahan
DO:  Menunjukkan jalan nafas yang paten  Atur intake untuk cairan
 Penurunan suara nafas (klien tidak merasa tercekik, irama mengoptimalkan keseimbangan.
 Cyanosis nafas, frekuensi pernafasan dalam  Monitor respirasi dan status O2
 Kelainan suara nafas (rales, wheezing) rentang normal, tidak ada suara nafas  Pertahankan hidrasi yang adekuat
 Kesulitan berbicara abnormal) untuk mengencerkan sekret
 Batuk, tidak efekotif atau tidak ada  Mampu mengidentifikasikan dan  Jelaskan pada pasien dan keluarga
 Produksi sputum mencegah faktor yang penyebab. tentang penggunaan peralatan :
 Gelisah  Saturasi O2 dalam batas normal O2, Suction, Inhalasi.
 Perubahan frekuensi dan irama nafas  Foto thorak dalam batas normal
Gangguan Pertukaran gas NOC: NIC :
Berhubungan dengan :  Respiratory Status : Gas exchange  Posisikan pasien untuk
 ketidakseimbangan perfusi ventilasi  Keseimbangan asam Basa, Elektrolit memaksimalkan ventilasi
 perubahan membran kapiler-alveolar  Respiratory Status : ventilation  Pasang mayo bila perlu
DS:  Vital Sign Status  Lakukan fisioterapi dada jika
 sakit kepala ketika bangun Setelah dilakukan tindakan keperawatan perlu
 Dyspnoe selama …. Gangguan pertukaran pasien  Keluarkan sekret dengan batuk
 Gangguan penglihatan teratasi dengan kriteria hasi: atau suction
DO:  Mendemonstrasikan peningkatan  Auskultasi suara nafas, catat
 Penurunan CO2 ventilasi dan oksigenasi yang adekuat adanya suara tambahan
 Memelihara kebersihan paru paru dan  Atur intake untuk cairan
 Takikardi
bebas dari tanda tanda distress mengoptimalkan keseimbangan.
 Hiperkapnia
pernafasan  Monitor respirasi dan status O2
 Keletihan  Mendemonstrasikan batuk efektif dan  Monitor suara nafas, seperti
 Iritabilitas suara nafas yang bersih, tidak ada dengkur
 Hypoxia sianosis dan dyspneu (mampu  Auskultasi suara nafas, catat area
 Kebingungan mengeluarkan sputum, mampu bernafas penurunan / tidak adanya ventilasi
 Sianosis dengan mudah, tidak ada pursed lips) dan suara tambahan
 warna kulit abnormal (pucat, kehitaman)  Tanda tanda vital dalam rentang normal  Monitor TTV, AGD, elektrolit
 Hipoksemia  AGD dalam batas normal dan ststus mental
 Hiperkarbia  Status neurologis dalam batas normal  Observasi sianosis khususnya
 AGD abnormal membran mukosa
 pH arteri abnormal  Jelaskan pada pasien dan keluarga
 frekuensi dan kedalaman nafas abnormal tentang persiapan tindakan dan
tujuan penggunaan alat tambahan
(O2, Suction, Inhalasi)
 Auskultasi bunyi jantung, jumlah,
irama dan denyut jantung
4. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi tujuannya adalah untuk mengetahui sejauh mana tujuan keperawatan
dapat dicapai dan memberikan umpan balik terhadap asuhan keperawatan yang
diberikan, yaitu :
a. Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada
sianosis dan dyspneu
b. Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien tidak merasa tercekik, irama
nafas, frekuensi pernafasan dalam rentang normal, tidak ada suara nafas
abnormal)
c. Tanda Tanda vital dalam rentang normal (tekanan darah, nadi, pernafasan)
d. Saturasi O2 dalam batas normal
DAFTAR PUSTAKA
Hidayat, A. Aziz. 2012. PengantarKebutuhan Dasar Manusia Aplikasi Konsepdan
Proses Keperawatan Buku 2.Jakarta: Salemba Medika
Morton, P.G, dkk.2012.Keperawatan Kritis Volume 1 Edisi 8.Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC
NANDA. 2015. Internasional: Diagnosa keperawatan: definisi dan klasifikasi. Jakarta:
EGC.
NIC. Bulechek,et.al. 2016. Nursing Interventions Classification. Edisi Enam. Elsevier.
NOC. Bulechek,et.al. 2016. Nursing Interventions Classification. Edisi Enam. Elsevier
SDKI, DPP & PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: definisi dan
indikator diagnostik. Edisi 1 cetakan III. Jakarta: DPPPPNI

Anda mungkin juga menyukai