Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PENDAHULUAN

GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN OKSIGEN

A. Konsep Gangguan Kebutuhan Dasar


1. Definisi

Oksigen adalah suatu gas yang tidak berwarna dan tidak berbau
yang terkandung dalam sekitar 21% udara yang kita hirup, sangat
dibutuhkan bagi semua kehidupan sel (Kozier, et al, 2016). Oksigen
dibutuhkan tubuh dalam menjaga kelansungan metabolisme sel
sehingga dapat mempertahankan hidup dan aktivitas sel, jaringan atau
organ (Saputra, 2012 dalam Barus, LS, 2016 ).
Oksigenasi merupakan proses penambahan oksigen ke dalam
sistem (kimia atau fisika). Penambahan oksigen ke dalam tubuh dapat
dilakukan secara alami dengan cara bernapas. Pernapasan atau respirasi
merupakan proses pertukaran gas antara individu dan lingkungannya.
Pada saat bernapas, tubuh menghirup udara untuk mendapatkan oksigen
dari lingkungan dan menghembuskan udara untuk mengeluarkan
karbondioksida ke lingkungan (Saputra, 2012 dan Barus, 2016).
Sistem jantung dan pernapasan menyediakan kebutuhan oksigen
tubuh. Darah teroksigenasi melalui mekanisme ventilasi, perfusi, dan
transportasi. Persarafan dan regulator kimia mengontrol kecepatan dan
kedalamn respirasi dalam memberikan respon pada perubahan
kebutuhan oksigen jaringan (Potter & Perry, 2013).
2. Etiologi
Menurut (Hidayat, A. Aziz, 2012) faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi kebutuhan oksigenasi antara lain:
1) Saraf otonomik
Rangsangan simpatis dan parasimpatis dari saraf otonomik dapat
mempengaruhi kammpuan untuk dilatasi dan kontriksi, hal ini dapat
terlihat simpatis maupun parasimpatis. Ketika terjadi rangsangan,
ujung saraf dapat mengeluarkan neurotransmitter (untuk simpatis
dapat mengeluarkan noradrenalin yang berpengaruh pada
bronkodilatasi dan untuk parasimpatis mengeluarkan asetilkolin
yang brpengaruh pada bronkokontriksi) karena pada saluran
pernapasan terdapat reseptor adrenergik dan reseptor kolinergik.
2) Hormon dan Obat
Semua hormon termasuk derivat catecholamine dapat melebarkan
saluran pernapasan. Obat yang tergolong parasimpatis, seperti sulfas
atropin dan ekstrak belladon, dapat melebarkan saluran napas,
sedangkan obat yang menghambat adrenergik tipe beta (khususnya
beta-2), seperti obat yang tergolong penyakat beta nonselektif, dapat
mempersempit saluran napas (bronkokontriksi).
3) Jenis Kelamin
Volume dan kapasitas seluruh paru pada wanita kira-kira 20-25%
lebih kecil dari pada pria, dan lebih besar lagi pada atletis dan
orang yang bertubuh besar dari pada orang yang bertubuh kecil dan
astenis. Kapasitas paru pada pria lebih besar yaitu 4,8 liter
dibandingkan pada wanita yaitu 3,1 liter. Selain itu, adanya
perbedaan pada paru dan ukuran jalan napas (airway) antara laki-
laki dan perempuan juga mempengaruhi oksigenasi. Pada saat anak-
anak, ukuran paru dan jalan napas pada anak laki-laki lebih kecil
dibandingkan pada anak perempuan, sedangkan pada saat dewasa
(usia ≥ 40 tahun) ukuran paru dan jalan napas pada perempuan lebih
kecil dibandingkan pada laki-laki.
4) Alergi pada Saluran Napas
Banyak faktor yang dapat menimbulkan alergi, antara lain debu
yang terdapat dalam hawa pernapasan, bulu binatang, serbuk
benang sari bunga, kapuk, makanan, dan lain-lain. Faktor-faktor ini
menyebabkan bersin bila terdapat rangsangan di daerah nasal; batuk
bila di saluran pernapasan bagian atas; bronkokontriksi pada asma
bronkial; dan rhinitis bila terdapat di saluran pernapasan bagian
bawah.
5) Status kesehatan
Pada orang yang sehat, sistem pernapasan dapat menyediakan kadar
oksigen yang cukup untuk memenuhi kebutuhan tubuh. Akan tetapi,
pada kondisi sakit tertentu, proses oksigenasi tersebut dapat
terhambat sehingga mengganggu pemenuhan kebutuhan oksigen
tubuh. Kondisi tersebut antara lain gangguan pada sistem
pernapasan dan kardiovaskular, penyakit kronis, penyakit obstruksi
pernapasan atas, dan lain-lain.
6) Perkembangan
Tingkat perkembangan menjadi salah satu faktor penting yang
memengaruhi sistem pernapasan individu.
a) Bayi prematur
Bayi yang lahir prematur berisiko menderita penyakit membran
hialin yang ditandai dengan berkembangnya membran serupa
hialin yang membatasi ujung saluran pernapasan. Kondisi ini
disebabkan oleh produksi surfaktan yang masih sedikit karena
kemampuan paru dalam menyintesis surfaktan baru berkembang
pada trisemester akhir.
b) Bayi dan anak-anak
Kelompok usia ini berisiko mengalami infeksi saluran napas
atas, seperti faringitis, influenza, tonsilitis, dan aspirasi benda
asing (misal makanan, permen, dan lain-lain).
c) Anak usia sekolah dan remaja
Kelompok usia ini berisiko mengalami infeksi saluran napas
akut akibat kebiasaan buruk, seperti merokok.
d) Dewasa muda dan paruh baya
Kondisi stres, kebiasaan merokok, diet yang tidak sehat, kurang
berolahraga merupakan faktor yang dapat meningkatkan risiko
penyakit jantung dan paru pada kelompok usia ini.
e) Lansia
Semakin bertambahnya usia, maka fungsi paru akan menurun
(Cardona, V.,et al, 2011). Proses penuaan yang terjadi pada
lansia menyebabkan perubahan pada fungsi normal pernapasan,
seperti penurunan elastisitas paru, pelebaran alveolus, dilatasi
saluran bronkus, dan kifosis tulang belakang yang menghambat
ekspansi paru sehingga berpengaruh pada penurunan kadar
oksigen.
7) Lingkungan
Kondisi lingkungan dapat mempengaruhi kebutuhan oksigenasi,
seperti faktor alergi, ketinggian tanah, dan suhu. Kondisi tersebut
memengaruhi kemampuan adaptasi.
8) Stress
Menurut (Salim, S, 2014) menyatakan bahwa stress dan gangguan
psikologis dapat meingkatkan kebutuhan konsumsi oksigen.
9) Perilaku
Menurut (Mubarak, W.I. dkk, 2015), faktor perilaku yang dapat
memengaruhi kebutuhan oksigenasi adalah nutrisi, exercise,
merokok, substance abuse (alkohol dan obat-obatan) dan
kecemasan.
a) Nutrisi : Misalnya pada obesitas mengakibatkan penurunan
ekspansi paru, gizi yang buruk menjadi anemia sehingga daya
ikat oksigen berkurang, diet yang tinggi lemak menimbulkan
arteriosklerosis.
b) Exercise : Exercice akan meningkatkan kebutuhan oksigen.
c) Merokok : Nikotin menyebabkan vasokontriksi pembuluh darah
perifer dan koroner.
d) Substance abuse (alkohol dan obat-obatan) : Menyebabkan
intake nutrisi/Fe menurun yang dapat mengakibatkan penurunan
hemoglobin. Alkohol menyebabkan depresi pusat pernapasan.
e) Kecemasan : Menyebabkan metabolisme meningkat.
10) Cara pemberian terapi oksigen
Cara pemberian oksigen juga berpengaruh terhadap oksigenasi
dalam tubuh. Hal ini dikarenakan setiap jenis pemberian oksigen
memiliki konsentrasi Fraksi Oksigen Inspirasi (FiO2) yang berbeda
(Morton, PG dkk, 2012). Selain faktor di atas, menurut (Mansjoer,
A dan Yohanes W.H. George, 2008), faktor penyakit, obat-obatan,
aktivitas dapat mempengaruhi konsumsi okigen dalam tubuh.
Tabel Faktor-faktor Penyebab Perubahan Konsumsi Oksigen

Peningkatan konsumsi
Faktor
oksigen (%)
Kondisi yang meningkatkan VO2
Operasi kecil 7
Demam (setiap 1 C)o
10
Fraktur 10
Agitasi 16
Peningkatan kerja pernapasan 40
Infeksi berat 60
Trauma dada 20 – 80
Gagal organ multiple 50 – 100
Gemetaran 100
Luka bakar 50 – 100
Sepsis 50 – 100
Cedera kepala (dibius) 89
Cedera kepala (tidak dibius) 138
Obat yang meningkatkan VO2
Norepinephrine (0.10 – 0.31 10 – 21
µg/kg/min)
Dopamin (5 µg/kg/min) 6
Dopamin (10 µg/kg/min) 15
Dobutamin 19
Epinephrine (0.10 µg/kg/min) 23 – 29
Tindakan/aktivitas yang meningkatkan VO2
Dressing 10
Pengkajian keperawatan 12
Elektrocardiogram 16
Pemeriksaan fisik 20
Mandi 23
Chest X-Ray 25
Endotracheal suctioning 27
Fisioterapi dada 35
Turun dari tempat tidur 39
Nasal intubation 25 – 40

Sumber : Mansjoer, A dan Yohanes W.H. George (2008)


Adapun faktor-faktor yang menyebabkan klien mengalami
gangguan oksigenasi menurut NANDA (2015), yaitu hiperventilasi,
hipoventilasi, deformitas tulang dan dinding dada, nyeri,cemas, penurunan
energy,/kelelahan, kerusakan neuromuscular, kerusakan muskoloskeletal,
kerusakan kognitif / persepsi, obesitas, posisi tubuh, imaturitas neurologis
kelelahan otot pernafasan dan adanya perubahan membrane kapiler-
alveoli.
3. Patofisiologi dan Pathway
Proses pertukaran gas dipengaruhi oleh ventilasi, difusi dan trasportasi.
Proses ventilasi (proses penghantaran jumlah oksigen yang masuk dan keluar
dari dan keparu-paru), apabila pada proses ini terdapat obstruksi maka
oksigen tidak dapat tersalur dengan baik dan sumbatan tersebut akan
direspon jalan nafas sebagai benda asing yang menimbulkan pengeluaran
mukus. Proses difusi (penyaluran oksigen dari alveoli kejaringan) yang
terganggu akan menyebabkan ketidakefektifan pertukaran gas. Selain
kerusakan pada proses ventilasi, difusi, maka kerusakan pada transportasi
seperti perubahan volume sekuncup, afterload, preload, dan kontraktilitas
miokard juga dapat mempengaruhi pertukaran gas (Brunner & Suddarth,
2002).
Sumber : Smeltzer & Bare (2013)

4. Manifestasi Klinik
Tanda dan gejala bersihan jalan napas tidak efektif adalah batuk tidak
efektif, tidak mampu batuk, sputum berlebihan, mengi, wheezing, dan/atau
ronkhi kering, mekonium di jalan napas (pada neonates), gelisah, sianosis,
bunyi napas menurun, frekuensi napas berubah, dan pola napas berubah (Tim
Pokja SDKI DPP PPNI, 2017).
Adanya PCO2 meningkat/menurun, PO2 menurun, takikardia, pH arteri
meningkat/menurun, bunyi napas tambahan, sianosis, diaphoresis, gelisah,
napas cuping hidung, pola napas abnormal (cepat/lambat, regular/ireguler,
dalam/dangkal), warna kulit abnormal (mis. Pucat, kebiruan) dan kesadaran
menurun menjadi tanda dan gejala gangguan pertukaran gas (Tim Pokja SDKI
DPP PPNI, 2017).
Adanya penggunaan otot bantu pernapasa, fase ekpirasi memanjang, pola
napas abnormal (mis. Takipnea, bradipnea, hiperventilasi, kussmaul, cheyne-
stokes), pernapasan pursed-lip, pernapasan cuping hidung, diameter thoraks
anterior-posterior meningkat, ventilasi semenit menurun, kapasitas vital
menurun, tekanan ekspirasi menurun, tekanan inspirasi menurun, ekskursi
dada berubah menjadi tanda dan gejala adanya pola napas tidak efektif
sehingga menjadi gangguan oksigenisasi (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017).
Pada gangguan ventilasi spontan menunjukkan adanya tanda dan gejala
seperti penggunaan otot bantu napas meningkat, volume tidal menurun, PCO 2
meningkat, PO2 menurun, SaO2 menurun, gelisah dan takikardia (Tim Pokja
SDKI DPP PPNI, 2017).
5. Penatalaksanaan
a. Terapi Oksigen
1) Definisi
Pemberian terapi oksigen pada pasien bertujuan untuk
mengoreksi hipoksemia (kadar oksigen dalam darah rendah). Saat
ketersediaan oksigen jaringan rendah, kondisi ini disebut dengan
hipoksia. Jika pernapasan eksternal dan internal terganggu,
suplemen oksigen saat penting untuk mempertahankan fungsi
selular pasien. Terapi oksigen memperbaiki hipoksemia,
menurunkan kerja pernapasan, dan mengurangi kerja
miokardium. Setiap proses penyakit yang mengubah pertukaran
gas dapat menyebabkan hipoksemia (Morton, PG dkk, 2012).
Pemberian oksigen melalui kanula nasal dapat
menyediakan oksigen tambahan yang memadai untuk mengatasi
kekurangan oksigen dan sesak napas. Tujuan yang diharapkan
pada semua pasien yang mendapat terapi oksigen adalah nilai
saturasi oksigen (SaO2) yang stabil, pernapasan eupnea, serta
mengurangi kecemasan dan sesak napas. Tujuan tersebut harus
dicapai dengan menghantarkan suplemen oksigen dalam jumlah
minimal yang dibutuhkan, sehingga perawat memantau oksigen
pasien secara kontinyu untuk melihat hasil akhir yang diharapkan
serta komplikasi yang muncul. Instruksi yang tepat dari dokter
dan pakar perawat praktik penting untuk mengawali terapi ini.
Tabel Komplikasi Terapi Oksigen

Komplikasi Terapi Oksigen


1. Henti napas
2. Ketidaknyamanan akibat pengelupasan kulit setelah pemasangan
tali pengikat dan masker.
3. Membran mukosa kering, epistaksis, atau infeksi pada lubang
hidung.
4. Toksisitas oksigen (kadar yang tinggi dalam waktu lama terlihat
pada kasus cedera paru akut atau sindrom gawat napas akut.
5. Atelektasis absortif.
6. Narkosis karbondioksida (dengan manifestasi perubahan status
mental, konfusi, sakit kepala, somnolen)

Sumber : (Morton, PG dkk, 2012)


2) Sistem Penghantaran Oksigen
Ada beberapa metode penghantaran oksigen yang tersedia
untuk pasien. Pilihan metode oksigen bergantung pada kondisi
pasien. Sistem penghantaran oksigen sederhana dibagi menjadi
sistem aliran tinggi dan sistem aliran rendah (Marino, P.L, 2007,
Morton, P.G, dkk, 2012).
Perangkat oksigen aliran rendah bekerja dengan menyuplai
oksigen pada kecepatan rendah, kurang dari volume inspirasi
pasien. Sisa dari keseluruhan volume tersebut diambil dari udara
ruang (entrained). Oksigen ini dan udara yang bercampur
(entraiment), fraksi oksigen inspirasi yang sesungguhnya, yang
telah dihantarkan ke pasien menjadi sulit untuk ditentukan.
Perangkat oksigen aliran rendah sesuai untuk pasien yang
memiliki pola, frekuensi, dan volume ventilasi pernapasan
normal.
Tabel Metode pemberian Oksigen berdasarkan Fraksi Oksigen
Inspirasi (FiO2) yang dihantarkan

Metode pemberian Aliran Oksigen Konsentrasi O2 (FiO2)


No
Oksigen (l/menit) (%)

1. Nasal kanul 2-4 lpm 24-32%

2. Masker sederhana 6-8 lpm 40-60%

Maker sederhana+
3. 6-8 lpm 60-80%
reservoir
3. Rebreating mask (RM) 10 lpm 80-90%

Non Rebreating mask


4. 10-12 lpm 90-100%
(NRM)

5. BVM tanpa O2 21%

6. BVM dengan O2 8-10% 40-60%

7. BVM dengan reservoir 8-12% 80-100%

8. Jackson Rees 10-12 lpm 100%

Sumber: BTCLS, 118 Surabaya


3) Macam-Macam Terapi Oksigen
Macam-macam terapi oksigen meliputi :
a) Kateter Nasal
b) Nasal Kanula
c) Oksigen transtrakea (OTT)
d) Masker Oksigen
b. Fisioterapi Dada
Fisioterapi dada merupakan suatu rangkaian tindakan keperawatan
yang terdiri dari perkusi, vibrasi, dan postural drainage.
1) Perkusi disebut juga clapping adalah pukulan kuat, bukan berarti
sekuatkuatnya, pada dinding dada dan punggung dengan tangan
dibentuk seperti mangkuk. Tujuan: secara mekanik dapat
melepaskan sekret yang melekat pada dinding bronkus.
2) Vibrasi adalah getaran kuat secara serial yang dihasilkan oleh
tangan perawat yang diletakkan datar pada dinding dada klien.
Tujuan: digunakan setelah perkusi untuk meningkatkan turbulensi
udara ekspirasi dan melepaskan mucus yang kental. Sering
dilakukan bergantian dengan perkusi.
3) Postural drainage merupakan salah satu intervensi untuk
melepaskan sekresi dari berbagai segmen paru-paru dengan
menggunakan pengaruh gaya gravitasi. Waktu yang terbaik untuk
melakukannya yaitu sekitar 1 jam sebelum sarapan pagi dan
sekitar 1 jam sebelum tidur pada malam hari. Postural drainage
harus lebih sering dilakukan apabila lendir klien berubah
warnanya menjadi kehijauan dan kental atau ketika klien
menderita demam. Hal yang perlu diperhatikan dalam
pelaksanaan postural drainage antara lain:
a) Batuk dua atau tiga kali berurutan setelah setiap kali berganti
posisi.
b) Minum air hangat setiap hari sekitar 2 liter.
c) Jika harus menghirup bronkodilator, lakukanlah 15 menit
sebelum melakukan postural drainage.
d) Lakukanlah latihan napas dan latihan lain yang dapat
membantu mengencerkan lendir.
c. Napas Dalam dan Batuk Efektif
1) Napas dalam yaitu bentuk latihan napas yang terdiri dari
pernapasan abdominal (diafragma) dan purse lips breathing.
2) Batuk efektif yaitu batuk untuk mengeluarkan secret.
d. Suctioning (penghisapan lendir)
Suctioning adalah suatu metode untuk melepaskan sekresi yang
berlebihan pada jalan napas. Suctioning dapat diterapkan pada oral,
nasofaringeal, tracheal, serta endotrakheal atau trakheal tube. Tujuan
untuk membuat suatu jalan napas yang paten dengan menjaga
kebersihannya dari sekresi yang berlebihan (Asmadi, 2008).

6. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan diagnostik yang dapatdilakukan untuk mengetahui adanya
gangguan oksigenasi yaitu:

a. EKG: menghasilkan rekaman grafik aktivitas listrik jantung,


mendeteksi transmisi impuls dan posisi listrik jantung.
b. Pemeriksaan stress latihan, digunakan untuk mengevaluasi respon
jantung terhadap stress fisik. Pemeriksaan inimemberikan informasi
tentang respond miokard terhadap peningkatan kebutuhan oksigen
dan menentukan keadekuatan aliran darah koroner.
c. Pemeriksaan untuk mengukur keadekuatan ventilasi dan
oksigenasi: pemeriksaan fungsi paru, analisis gas darah (AGD).

7. Komplikasi
Obtruksi / sumbatan jalan napas atau gangguan pernapasan dapat
mempengaruhi sistem organ lain terutama sistem kardiovaskuler
misalnya aritima dan takikardi. Selain itu seperti penurunan kesadaran,
hipoksia. Cemas dan gelisah

B. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas
Mendapatkan data identitas pasien meliputi nama, umur, jenis
kelamin, pendidikan, pekerjaan, alamat, nomor registrasi, dan
diagnosa medis.
b. Riwayat kesehatan
1) Keluhan utama: klien mengeluh sesak nafas, nyeri dada.
2) Riwayat penyakit sekarang: asma, CHF, AMI, ISPA.
3) Riwayat penyakit dahulu: pernah menderita asma, CHF, AMI,
ISPA, batuk.
4) Riwayat penyakit keluarga: mendapatkan data riwayat kesehatan
keluarga pasien
c. Pola kesehatan fungsional
Hal-hal yang dapat dikaji pada gangguan oksigenasi adalah:
1) Pola manajemen kesehatan-persepsi kesehatan
Bagaimana perilaku individu tersebut mengatasi masalah
kesehatan ,adanya factor risiko sehubungan dengan kesehatan
yang berkaitan dengan oksigen.
2) Pola metabolik-nutrisi
Kebiasaan diit buruk seperti obesitas akan mempengaruhi
oksigenasi karena ekspansi paru menjadi pendek. Klien yang
kurang gizi, mengalami kelemahan otot pernafasan.
3) Pola eliminasi
Perubahan pola defekasi (darah pada feses, nyeri saat devekasi),
perubahan berkemih (perubahan warna, jumlah, ferkuensi)
4) Aktivitas-latihan
Adanya kelemahan atau keletihan, aktivitas yang mempengaruhi
kebutuhan oksigenasi seseorang. Aktivitas berlebih dibutuhkan
oksigen yang banyak. Orang yang biasa olahraga, memiliki
peningkatan aktivitas metabolisme tubuh dan kebutuhan oksigen.
5) Pola istirahat-tidur
Adanya gangguan oksigenasi menyebabkan perubahan pola
istirahat.
6) Pola persepsi-kognitif
Rasa kecap lidah berfungsi atau tidak, gambaran indera pasien
terganggu atau tidak, penggunaaan alat bantu dalam
penginderaan pasien.
7) Pola konsep diri-persepsi diri
Keadaan social yang mempengaruhi oksigenasi seseorang
(pekerjaan, situasi keluarga, kelompok sosial), penilaian terhadap
diri sendiri (gemuk/ kurus).
8) Pola hubungan dan peran
Kebiasaan berkumpul dengan orang-orang terdekat yang
memiliki kebiasaan merokok sehingga mengganggu oksigenasi
seseorang.
9) Pola reproduksi-seksual
Perilaku seksual setelah terjadi gangguan oksigenasi dikaji
10) Pola toleransi koping-stress
Adanya stress yang memengaruhi status oksigenasi pasien.
11) Keyakinan dan nilai
Status ekonomi dan budaya yang mempengaruhi oksigenasi,
adanya pantangan atau larangan minuman tertentu dalam agama
pasien.
d. Pemeriksaan fisik
1) Kesadaran: kesadaran menurun
2) TTV: peninqgkatan frekuensi pernafasan, suhu tinggi
3) Head to toe
a) Mata: Konjungtiva pucat (karena anemia), konjungtiva
sianosis (karena hipoksemia), konjungtiva terdapat petechie
( karena emboli atau endokarditis)
b) Mulut dan bibir: Membran mukosa sianosis, bernafas dengan
mengerutkan mulut
c) Hidung : Pernafasan dengan cuping hidung
d) Dada: Retraksi otot bantun afas, pergerakan tidak simetris
antara dada kanan dan kiri, suara nafas tidak normal.
e) Pola pernafasan: pernafasan normal (apneu), pernafasan cepat
(tacypnea), pernafasan lambat (bradypnea)
e. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang dapat dilakukan dengan memantau analisa
gas darah arteri dan pemeriksaan diagnostic foto thorak, EKG.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa yang mungkin muncul pada klien dengan gangguan
oksigenas iadalah:
a. Bersihan jalan nafas tidakefektif berhubungan dengan sekresi yang
tertahan ditandai dengan batuk tidak efektif, tidak mampu batuk,
sputum berlebih, bunyi nafas ronkhi, sianosis, gelisah (D. 0001)
b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan
perfusi ventilasi ditandai dengan dispnea, takikardi, PO2 menurun,
PCO2 meningkat, bunyi nafas tambahan, sianosis (D. 0003)
c. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya nafas
ditandai dengan dispnea, penggunaan otot bantu nafas, pola nafas
3. Perencanaan Keperawatan

No. DX.Kep Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi


1. Bersihan jalan nafas (L.01001) 1. Latihan Batuk Efektif (I.01006)
tidakefektif berhubungan Setelah dilakukan intervensi keperawatan a. Observasi
dengan sekresi yang selama 3x24 Jam maka diharapkan - Identifikasi kemampuan batuk
tertahan ditandai dengan bersihan jalan nafas meningkat, dengan - Monitor adanya retensi sputum
batuk tidak efektif, tidak kriteria hasil : - Monitor tanda dan gejala infeksi saluran napas
mampu batuk, sputum 1. Batuk efektif meningkat - Monitir input dan output cairan (mis. jumlah dan
berlebih, bunyi nafas 2. Produksi sputum menurun karakteristik)
ronkhi, sianosis, gelisah 3. Mengi menurun b. Terapeutik
(D. 0001) 4. Wheezing menurun - Atur posisi semi fowler atau fowler
5. Dispnea menurun - Pasang perlak dan bengkok di pangkuan pasien
6. Sianosis menurun - Buang sekret pada tempat sputum
7. Gelisah menurun c. Edukasi
8. Frekuensi napas membaik - Jelaskan tujuan dan prosedur batuk efektif
9. Pola nafas membaik - Anjurkan teknik napas dalam melalui hidung selama
4 detik, ditahan selama 2 detik, kemudian keluarkan
dari mulut dengan bibir mencucuc (dibulatkan)
selama 8 detik
- Anjurkan mengukangi tarik napas dalam hingga 3 kali
- Anjurkan batuk dengan kuat langsung setelah tarik
napas dalan yang ke-3
d. Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian mukolitik atau ekspektoran,
jika perlu.

2. Manajemen Jalan Napas (I.01011)


a. Observasi
- Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman, usaha
napas)
- Monitor bunyi napas tambahan lain (mis. gurgling,
mengi, weezing, ronchi)
- Monitor sputum (jumlah, warna, aroma)

b. Terapeutik
- Pertahankan kepatnan jalan napas dengan head-tilt
dan chin-lift (jaw-trush jika cuirga trauma cervical)
- Posisikan semi fowler atau fowler
- Berian minum hangat
- Lakukan fisioterapi dada, jika perlu
- Lakukan pengisapan lendir kurang dari 15 detik
- Lakukan hiperoksigenasi sebelum penghisapan
endotrakeal
- Keluarkan sumbatan benda padat dengan
forsepMcGill
- Berikan oksigen, jika perlu
c. Edukasi
- Anjurkan asupan cairan 200 ml/hari, jika tidak
kontraindikasi
- Ajarkan teknik batuk efektif
d. Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran,
mukolitik, jika perlu
3. Pemantauan Respirasi (I.01014)
a. Observasi
- Monitor frekuensi, irama, kedalaman, dan upaya
napas
- Monitor pola napas (seperti bradipnea, takipnea,
hiperventilasi, Kussmaul, Cheyne-Stokes, Biot,
ataksik)
- Monitor kemampuan batuk efektif
- Monitor adanya produksi sputum
- Monitor admya sumatan jalan napas
- Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
- Auskultasi bunyi napas
- Monitor saturasi oksigen
- Monitor nilai AGD
- Monitor hasil x-ray toraks
b. Terapeutik
- Atur interval waktu pemantauan respirasi sesuai
kondisi pasien
- Dokumentasikan hasil pemantauan
c. Edukasi
- Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
- Informasikan hasil pemantauan, jika perlu
2.
Gangguan pertukaran gas (L.01003) 1. Pemantauan Respirasi (I.01014)
berhubungan dengan Setelah dilakukan intervensi keperawatan a. Observasi
ketidakseimbangan selama 3x24 Jam maka diharapkan - Monitor frekuensi, irama, kedalaman dan upaya napas
perfusi ventilasi ditandai pertukaran gas meningkat, dengan kriteria - Monitor pola napas
dengan dispnea, takikardi, hasil : - Monitor kemampuan batuk efktif
PO2 menurun, PCO2 1. Dispnea menurun - Monitor adanya produksi sputum
meningkat, bunyi nafas 2. Bunyi nafas tambahan menurun - Monitor adanya sumbatan jalan nafas
tambahan, sianosis (D. 3. Gelisah menurun - Palpasi kesimetrisan eksansi paru
0003) 4. Nafas cuping hidung menurun - Auskultasi bunyi napas
5. Sianosis membaik - Monitor saturasi oksigen
6. Pola nafas membaik - Monitor nilai AGD
- Monitor hasil x-ray toraks
b. Terapeutik
- Atur interval waktu pemantauan respirasi sesuai
kondisi pasien
- Dokumentasikan hasil pemantaun
c. Edukasi
- Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
- Informasikan hasilpemantauan, jika perlu
2. Terapi Oksigen (I.01026)
a. Observasi
- Monitor kecepatan aliran oksigen
- Monitor posisi alat terapi oksigen
- Monitor aliran oksigen secara periodik dan pastikan
fraksi yang diberikan cukup
- Monitor efektifitas terapi oksigen (misalnya
oksimetri, AGD) jika perlu
- Monitor kemampuan melepaskan oksigen saat makan
- Monitor tanda-tanda hipoventilasi
- Monitor tanda dan gejala toksikasi oksigen dan
atelaktesis
- Monitor tingkat kecemasan akibat terapi oksigen
- Monitor integritas mukosa hidung akibat pemasangan
oksigen

b. Terapeutik:
- Bersihkan secret pada mulut, hidung, dan trakea
- Pertahankan kepatenan jalan napas
- Berikan oksigen tambahan
- Tetap berikan oksigen saat transportasi pasien
- Gunakan perangkat oksigen yang sesuai dengan
mobilisasi pasien
c. Edukasi
- Ajarkan pasien dan keluarga cara menggunakan
oksigen dirumah
d. Kolaboasi
- Kolaborasi dalam penentuan dosis oksigen
- Kolaborasi penggunaan oksigen saat aktivitas/tidur
3. Pola nafas tidak efektif (L.01004) 1. Pemantauan Respirasi (I.01014)
berhubungan dengan Setelah dilakukan intervensi keperawatan a) Obsevasi
hambatan upaya nafas selama 3x24 Jam maka diharapkan pola - Monitor frekuensi, irama, kedalaman, dan upaya
ditandai dengan dispnea, nafas membaik, dengan kriteria hasil : napas
penggunaan otot bantu 1. Ventilasi semenit meningkat - Monitor pola napas (seperti bradipnea, takipnea,
nafas, pola nafas 2. Dispnea menurun hiperventilasi, Kusmaul, cheyne-Stokes, Biot, ataksik)
abnormal, takipnea, 3. Penggunaan otot bantu nafas - Monitor kemampuan batuk efektif
pernafasan cuping hidung menurun - Monitor adanya produksi sputum
(D. 0005) 4. Pemanjangan fase ekspirasi - Monitor adanya sumbatan jalan napas
menurun - Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
5. Frekuensi nafas membaik - Auskultasi bunyi napas
6. Kedalaman nafas membaik - Monitor saturasi oksigen
- Monitor nilai AGD
- Monitor x-ray toraks

b) Terapeutik
- Atur interval waktu pemantauan respirasi sesuai
kondisi pasien
- Dokumentasikan hasil pemantauan
c) Edukasi
- Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
- Informasikan hasil pemantauan, jika perlu
2. Manajemen Jalan Napas (I.01001)
a) Observasi
- Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman, usaha
napas)
- Monitor bunyi napas tambahan (mis. Gurgling,
mengi, weezing, ronchi)
- Monitor sputum (jumlah, warna, aroma)
a) Terapeutik
- Pertahankan kepatnan jalan napas dengan head-tilt
dan chin-lift (jaw-trush jika cuirga trauma cervical)
- Posisikan semi fowler atau fowler
- Berian minum hangat
- Lakukan fisioterapi dada, jika perlu
- Lakukan pengisapan lendir kurang dari 15 detik
- Lakukanhiperoksigenasi sebelum penghisapan
endotrakeal
- Keluarkan sumbatan benda padat dengan
forsepMcGill
- Berikan oksigen, jika perlu
b) Edukasi
- Anjurkan asupan cairan 200 ml/hari, jika tidak
kontraindikasi
- Ajarkan teknik batuk efektif
d) Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektroran,
mukolitik, jika perlu.
4 Pelaksanaan Keperawatan
Pelaksanaan/implemenetasi keperawatan merupakan tahap proses
keperawatan dimana perawat memberikan intervensi keperawatan
langsung dan tidak langsung terhadap klien (Potter & Perry, 2016).
5 Evaluasi Keperawatan
Kelanjutan dan evaluasi terhadap efektivitas intervensi
keperawatan. Evaluasi keperawatan merupakan kegiatan akhir dari proses
keperawatan. Di mana perawat menilai hasil yang diharapkan terhadap
perubahan diri ibu dan menilai sejauh mana masalah ibu dapat diatasi. Di
samping ini, perawat juga memberikan umpan balik atau pengkajian ulang
jika tujuan yang ditetapkan belum tercapai sehingga proses keperawatan
dapat dimodifikasi.

DAFTAR PUSTAKA

Assessment technologies Institute.2016. Oxygen-delivery devives. Kansas


(Diakses melalui : http://www.atitesting.com/. (Diakses tanggal 1 Februari
2021)
Barus, LS. 2016. Otimalisasi Pemenuhan Oksigen Melalui Inhalasi Menggunakan
Cairan Salin Hipertonik Dengan Pendekatan Model Konservasi Levine.
Depok: Tidak diterbitkan
Brunner & Suddarth. 2002. Keperawatan medical bedah.Jakarta: EGC.
Cardona, V.,et al.2011.Allergic diseases in the elderly.Clinical and Translational
Allergy. (Diaksesdari :http://www.ncbi.nlm.nih.gov.
http://www.atitesting.com/. (Diakses tanggal 1 Februari 2021)
Hidayat, A. Aziz. 2012. PengantarKebutuhan Dasar Manusia Aplikasi
Konsepdan Proses Keperawatan Buku 2.Jakarta: Salemba Medika
Kozier& Erb’s.2016.Fundamentals of Nursing Concepts, Process and Practice
Tenth Edition. United States of America : Julie Levin Alexader
Mansjoer, ArifdanYohanes W.H. George.2008.Pathophysiology of Critical III
Patients : Focus on Critical Oxygen Delivery.Vol. 40, No. 3 pp: 161 - 170
Marino, Paul L.2007.The ICU Book Third Edition.Philadalphia: Lippincott
Williams & Wilkins.
Morton, P.G, dkk.2012.Keperawatan Kritis Volume 1 Edisi 8.Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC
Mubarak, W.I. dkk.2015.Buku Ajar Ilmu Keperawatan Dasar Buku 2.Jakarta:
SalembaMedika.
NANDA. 2015. Internasional: Diagnosa Keperawata: Definisi dan Klasifikasi.
Jakarta: EGC.
Potter & Perry.2008.Fundamental keperawatan VolII. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Rogayah, R, dkk.2009. Ventilasi Noninfasif (Noninvasif Ventilation/NIV).Jakarta:
Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FKUI – SMF Paru
RSUP Perahabatan
Salim, S.2014.Oxidative Stress and Psychological Disorders. Current
Neuropharmacology.Vol 12, No.2 pp 140-147

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indoneisa.
Jakarta Selatan: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional
Indonesia.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2017). Standar Luaran Keperawatan Indoneisa.
Jakarta Selatan: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional
Indonesia.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2017). Standar Intervensi Keperawatan Indoneisa.
Jakarta Selatan: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional
Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai