Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN

GANGGUAN PEMENUHAN OKSIGENASI

A. Konsep Dasar Oksigenasi


1. Pengertian Oksigenasi
Oksigenasi adalah proses penambahan oksigen O2 ke dalam sistem (kimia
atau fisika). Oksigenasi merupakan gas tidak berwarna dan tidak berbau yang
sangat dibutuhkan dalam proses metabolisme sel. Sebagai hasilnya, terbentuklah
karbon dioksida, energi, dan air. Akan tetapi penambahan CO2 yang melebihi
batas normal pada tubuh akan memberikan dampak yang cukup bermakna
terhadap aktifitas sel (Mubarak, 2007 dalam Muttaqin, 2005).
Oksigen merupakan salah satu komponen gas dan unsur vital dalam proses
metabolisme untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel-sel tubuh. Secara
normal elemen ini diperoleh dengan cara menghirup O2 setiap kali bernapas.
Masuknya oksigen ke jaringan tubuh ditentukan oleh sistem respirasi
kardiovaskuler dan keadaan hematologi (Wartonah dan Tarwoto 2003).
Terapi oksigen adalah pemberian oksigen dengan konsentrasi yang lebih
tinggi dibandingkan dengan oksigen di atmosfer. Konsentrasi oksigen dalam udara
ruangan adalah 21%. Tujuan terapi oksigen adalah memberikan transport oksigen
yang adekuat dalam darah sambil menurunkan upaya bernafas dan mengurangi
stres pada miokardium ( Mutaqqin, 2005 )
Tujuan terapi oksigenasi :
a. Mengembalikan PO2 arterial pada batas normal.
b. Mengoreksi kondisi hipoksia dan oksigenasi dapat diberikan secara adekuat.
c. Mengembalikan frekuensi pernapasan dalam batas normal.

2. Etiologi
Faktor-faktor yang mempengaruhi kebutuhan oksigen menurut Tarwoto dan
Wartonah (2003) antara lain :
a. Faktor fisiologi
1) Menurunnya kapasitas peningakatan oksigen ( misal: anemia).
2) Menurunnya konsentrasi oksigen oksigen yang diinspirasi.
3) Hipovolemia mengakibatkan transpor oksigen terganggu akibat tekanan
darah menurun.
4) Meningkatnya metabolisme seperti adanya infeksi, demam, ibu hamil,
luka dan lain – lain.
5) Kondisi yang mempengaruhi pergerakan dinding dada (kehamilan,
obesitas).
b. Faktor perkembangan
1) Bayi prematur: kurangnya pembentukan surfaktan.
2) Bayi dan toddler: akibat adanya infeksi saluran nafas.
3) Anak usia sekolah dan remaja: resiko infeksi saluran pernafasan dan
merokok.
4) Dewasa muda dan pertengahan: akibat diet yang tidak sehat, kurang
aktivitas, dan stres.
5) Dewasa tua: adanya penuaan yang mengakibatkan kemungkinan
arteoriklerosis dan ekspansi paru menurun.
c. Faktor perilaku
1) Nutrisi: penurunan ekspansi paru pada obesitas.
2) Exerase: meningkatkan kebutuhan oksigen.
3) Merokok: nikotin menyebabkan vasokontriksi pembuluh darah.
4) Substanse abuse dan nikotin: menyebabkan intake nutrisi/Fe menurun
mengakibatkan penurunan Hb, alkohol menyebabkan depresi pernafasan.
d. Faktor lingkungan
1) Tempat kerja ( polusi ).
2) Suhu lingkungan.
3) Ketinggian tempat dari permukaan laut.
Adapun faktor-faktor yang menyebabkan klien mengalami gangguan
oksigenasi menurut Asmadi (2008), yaitu: hiperventilasi, hipoventilasi,
deformitas tulang dan dinding dada, nyeri,cemas, penurunan energy, kelelahan,
kerusakan neuromuscular, kerusakan muskoloskeletal, kerusakan kognitif/
persepsi, obesitas, posisi tubuh, imaturitas neurologis kelelahan otot pernafasan
dan adanya perubahan membrane kapiler-alveoli.
3. Faktor predisposisi
Faktor presipitasi atau pencetus dari adanya gangguan oksigenasi yaitu :
a. Gangguan jantung, meliputi : ketidakseimbangan jantung meliputi
ketidakseimbangan konduksi, kerusakan fungsi valvular, hipoksia miokard,
kondisi-kondisi kardiomiopati, dan hipoksia jaringan perifer.          
b. Kapasitas darah untuk membawa oksigen.
c. Faktor perkembangan. Pada bayi premature berisiko terkena penyakit
membrane hialin karena belum matur dalam menghasilkan surfaktan. Bayi dan
toddler berisiko mengalami infeksi saluran pernafasan akut. Pada dewasa,
mudah terpapar faktor risiko kardiopulmoner. System pernafasan dan jantung
mengalami perubahan fungsi pada usia tua / lansia.
d. Perilaku atau gaya hidup.  Nutrisi mempengaruhi fungsi kardiopilmonar.
Obesitas yang berat menyebabkan penurunan ekspansi paru. Latihan fisik
meningkatkan aktivitas fisik metabolisme tubuh dan kebutuhan oksigen. Gaya
hidup perokok dikaitkan dengan sejumlah penyakit termasuk penyakit jantung,
PPOK, dan kanker paru (Potter&Perry, 2006).

4. Tanda dan Gejala


Adanya penurunan tekanan inspirasi/ ekspirasi menjadi tanda gangguan
oksigenasi. Penurunan ventilasi permenit, penggunaaan otot nafas tambahan untuk
bernafas, pernafasan nafas flaring (nafas cuping hidung), dispnea, ortopnea,
penyimpangan dada, nafas pendek, posisi tubuh menunjukan posisi 3 poin, nafas
dengan bibir, ekspirasi memanjang, peningkatan diameter anterior-posterior,
frekuensi nafas kurang, penurunan kapasitas vital menjadi tanda dan gejala adanya
pola nafas yang tidak efektif sehingga menjadi gangguan oksigenasi. Beberapa
tanda dan gejala kerusakan pertukaran gas yaitu takikardi, hiperkapnea, kelelahan,
somnolen, iritabilitas, hipoksia, kebingungan, AGS abnormal, sianosis, warna
kulit abnormal (pucat, kehitam-hitaman), hipoksemia, hiperkarbia, sakit kepala
ketika bangun, abnormal frekuensi, irama dan kedalaman nafas (Asmadi, 2008).
5. Patofisiologi
Proses pertukaran gas dipengaruhi oleh ventilasi, difusi dan trasportasi.
Proses ventilasi (proses penghantaran jumlah oksigen yang masuk dan keluar dari
dan ke paru-paru), apabila pada proses ini terdapat obstruksi maka oksigen tidak
dapat tersalur dengan baik dan sumbatan tersebut akan direspon jalan nafas
sebagai benda asing yang menimbulkan pengeluaran mukus. Proses difusi
(penyaluran oksigen dari alveoli ke jaringan) yang terganggu akan menyebabkan
ketidakefektifan pertukaran gas. Selain kerusakan pada proses ventilasi, difusi,
maka kerusakan pada transportasi seperti perubahan volume sekuncup, afterload,
preload, dan kontraktilitas miokard juga dapat mempengaruhi pertukaran gas
(Brunner & Suddarth, 2002).
Dapat juga disebabkan oleh perubahan fungsi pernapasan seperti :
1) Hiperventilasi
Merupakan upaya tubuh dalam meningkatkan jumlah O2 dalam paru-paru agar
pernapasan lebih cepat dan dalam. Hiperventilasi dapat disebabkan karena :
a. Kecemasan
b. Infeksi/sepsis
c. Keracunan obat-obatan
d. Ketidakseimbangan asam basa seperti pada asidosis metabolic.
Tanda-tanda dan gejala hiperventilasi adalah takikardia, napas pendek, nyeri
dada (chest pain), menurunkan konsentrasi, disorientasi , tinnitus.
2) Hipoventilasi
Hivoventilasi terjadi ketika ventilasi alveolar tidak adekuat untuk memenuhi
penggunaan O2 tubuh atau untuk mengeluarkan CO2 dengan cukup. Biasanya
terjadi pada keadaan atelektasis (kolaps paru). Tanda-tanda dan gejala pada
keadaan hipoventilasi adalah nyeri kepala, penurunan kesadaran, disorientasi,
kardiakdistritmia, ketidakseimbangan elektrolit, kejang dan kardiak arrest.
3) Hipoksia
Tidak adekuatnya pemenuhan O2 seluler akibat dari defisiensi O2 yang
diinspirasi atau meningkatkan penggunaan O2 pada tingkat seluler. Hipoksia
dapat disebabkan oleh :
a. Menurunnya hemoglobin
b. Berkurangnya konsentrasi O2 jika berada di puncak gunung.
c. Ketidakmampuan jaringan mengikat O2 seperti pada keracunan sianida.
d. Menurunnya difusi O2 dari alveoli ke dalam darah seperti pneumonia.
e. Menurunnya perfusi jaringan seperti pada syok.
f. Kerusakan/gangguan ventilasi.
Tanda-tanda hipoksia antara lain : kelelahan, kecemasan, menurunnya
konsentrasi, nadi meningkat, pernapasan cepat dan dalam, sianosis, sesak
napas, dan clubbing.

6. Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan Fungsi Paru
Untuk mengetahui kemampuan paru dalam melakukan pertukaran gas secara
efisien.
b. Pemeriksaan Gas Darah Arteri
Untuk memberikan informasi tentang difusi gas melalui membrane kapiler
alveolar dan keadekuatan oksigenasi.
c. Oksimetri
Untuk mengukur saturasi oksigen kapiler
d. Pemeriksaan Sinar X Dada
Untuk pemeriksaan adanya cairan, massa, fraktur, dan proses-proses abnormal.
e. Bronkoskopi
Untuk memperoleh sampel biopsy dan cairan atau sampel sputum/benda asing
yang menghambat jalan nafas.
f. Endoskopi
Untuk melihat lokasi kerusakan dan adanya lesi.
g. Fluoroskopi
Untuk mengetahui mekanisme radiopulmonal, misal: kerja jantung dan
kontraksi paru.
h. Ct-Scan
Untuk mengintifikasi adanya massa abnormal.
7. Pathway oksigenasi

8. Penatalaksanaan Medis Dan Keperawatan


a. PENATALAKSANAAN MEDIS
1) Pemantauan Hemodinamika
2) Pengobatan bronkodilator
3) Melakukan tindakan delegatif dalam pemberian medikasi oleh dokter,
misal: nebulizer, kanula nasal, masker untuk membantu pemberian oksigen
jika diperlukan.
4) Penggunaan ventilator mekanik
5) Fisoterapi dada
b. PENATALAKSANAAN KEPERAWATAN
 Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif
1) Pembersihan jalan nafas
2) Latihan batuk efektif
3) Pengisapan lender
4) Jalan nafas buatan
 Pola Nafas Tidak Efektif
1) Atur posisi pasien ( semi fowler )
2) Pemberian oksigen
3) Teknik bernafas dan relaksasi
 Gangguan Pertukaran Gas
1) Atur posisi pasien ( posisi fowler )
2) Pemberian oksigen
3) Suctioning

9. Indikasi Terapi Oksigen.


Muttaqin (2005) menyatakan bahwa indikasi utama pemberian terapi O2

sebagai berikut :
a. Klien dengan kadar O2 arteri rendah dari hasil analisa gas darah

b. Klien dengan peningkatan kerja nafas, dimana tubuh berespon terhadap


keadaan hipoksemia melalui peningkatan laju dan dalamnya pernafasan serta
adanya kerja otot-otot tambahan pernafasan
c. Klien dengan peningkatan kerja miokard, dimana jantung berusaha untuk
mengatasi gangguan O2 melalui peningkatan laju pompa jantung yang adekuat

10. Metoda pemberian terapi oksigen


Metode pemberian O2 dapat dibagi atas 2 teknik:
a. Sistem aliran rendah
Teknik sistem aliran rendah diberikan untuk menambah konsentrasi
udara ruangan. Teknik ini menghasilkan FiO2 yang bervariasi tergantung pada
tipe pernafasan dengan patokan volume tidal pasien. Pemberian O2 sistem
aliran rendah ini ditujukan untuk klien yang memerlukan O2 tetapi masih
mampu bernafas dengan pola pernafasan normal, misalnya klien dengan
Volume Tidal 500 ml dengan kecepatan pernafasan 16 – 20 kali permenit
(Harahap, 2005).
Yang termasuk dalam sistem aliran rendah yaitu kataeter nasal, kanula nasal,
sungkup muka sederhana, sungkup muka dengan kantong rebreathing,
sungkup muka dengan kantong non rebreathing.
1) Kateter nasal
Kecepatan aliran yang disarankan (L/menit): 1-6. Keuntungan
pemberian O2 stabil, klien bebas bergerak, makan dan berbicara, murah
dan nyaman serta dapat juga dipakai sebagai kateter penghisap. Kerugian
Tidak dapat memberikan konsentrasi O2 lebih dari 45%, tehnik memasuk
kateter nasal lebih sulit dari pada kanula nasal, dapat terjadi distensi
lambung, dapat terjadi iritasi selaput lendir nasofaring, aliran lebih dari 6
L/mnt dapat menyebabkan nyeri sinus dan mengeringkan mukosa hidung,
kateter mudah tersumbat (Harahap, 2005).
2) Kanul nasal
Kecepatan aliran yang disarankan (L/menit): 1-6. Keuntungan
Pemberian O2 stabil dengan volume tidal dan laju pernafasan teratur,
mudah memasukkan kanul dibanding kateter, klien bebas makan,
bergerak, berbicara, lebih mudah ditolerir klien. Kerugian tidak dapat
memberikan konsentrasi O2 lebih dari 44%, suplai O2 berkurang bila klien
bernafas lewat mulut, mudah lepas karena kedalam kanul hanya 1 cm,
mengiritasi selaput lender (Harahap, 2005).
3) Sungkup muka sederhana
Kecepatan aliran yang disarankan (L/menit): 5-8. Keuntungan
konsentrasi O2 yang diberikan lebih tinggi dari kateter atau kanula nasal,
system humidifikasi dapat ditingkatkan melalui pemilihan sungkup
berlobang besar, dapat digunakan dalam pemberian terapi aerosol.
Kerugian Tidak dapat memberikan konsentrasi O2 kurang dari 40%, dapat
menyebabkan penumpukan CO2 jika aliran rendah (Harahap, 2005).
4) Sungkup muka dengan kantong rebreathing
Kecepatan aliran yang disarankan (L/menit): 8-12. Keuntungan
Konsentrasi O2 lebih tinggi dari sungkup muka sederhana, tidak
mengeringkan selaput lender. Kerugian Tidak dapat memberikan O2
konsentrasi rendah, jika aliran lebih rendah dapat menyebabkan
penumpukan CO2, kantong O2 bisa terlipat (Harahap, 2005).
5) Sungkup muka dengan kantong non rebreathing
Kecepatan aliran yang disarankan (L/menit): 8-12. Keuntungan
konsentrasi O2 yang diperoleh dapat mencapi 100%, tidak mengeringkan
selaput lendir.  Kerugian kantong O2 bisa terlipat (Harahap, 2005).

b. Sistem aliran tinggi


Suatu teknik pemberian O2 dimana FiO2 lebih stabil dan tidak
dipengaruhi oleh tipe pernafasan, sehingga dengan teknik ini dapat
menambahkan konsentrasi O2 yang lebih tepat dan teratur. Adapun contoh
teknik sistem aliran tinggi yaitu sungkup muka dengan ventury. Prinsip
pemberian O2 dengan alat ini yaitu gas yang dialirkan dari tabung akan
menuju ke sungkup kemudian dihimpit untuk mengatur suplai O2 sehingga
tercipta tekanan negatif, akibat udara luar dapat diisap dan aliran udara yang
dihasilkan lebih banyak. Aliran udara pada alat ini ± 4–14 L/mnt dan
konsentrasi 30 – 55% (Harahap, 2005).
Keuntungan
Konsentrasi O2 yang diberikan konstan sesuai dengan petunjuk pada alat dan
tidak dipengaruhi perubahan pola nafas terhadap FiO2, suhu dan kelembapan
gas dapat dikontrol serta tidak terjadi penumpukan CO2(Harahap, 2005).
Kerugian
Kerugian sistem ini hampir sama dengan sungkup muka yang lain pada aliran
rendah.

B. Konsep Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
a. BERSIHAN JALAN NAFAS TIDAK EFEKTIF
1) Data Subjektif
 Pasien mengeluh sesak saat bernafas
 Pasien mengeluh batuk tertahan
 Pasien tidak mampu mengeluarkan sekresi jalan nafas
 Pasien merasa ada suara nafas tambahan
2) Data Objektif
 Pasien tampak tersengal-sengal dan pernafasan dangkal
 Terdapat bunyi nafas tambahan
 Pasien tampak bernafas dengan mulut
 Penggunaan otot bantu pernafasan dan nafas cuping hidung
 Pasien tampak susah untuk batuk
b. POLA NAFAS TIDAK EFEKTIF
1) Data Subjektif
 Pasien mengatakan nafasnya tersengal-sengal dan dangkal
 Pasien mengatakan berat saat bernafas
2) Data Objektif
 Irama nafas pasien tidak teratur
 Orthopnea
 Pernafasan disritmik
 Letargi

c. GANGGUAN PERTUKARAN GAS


1) Data Subjektif
 Pasien mengeluh pusing dan nyeri kepala
 Pasien mengeluh susah tidur
 Pasien merasa lelah
 Pasien merasa gelisah
2) Data Objektif
 Pasien tampak pucat
 Pasien tampak gelisah
 Perubahan pada nadi
 Pasien tampak lelah

2. Diagnosa Keperawatan
a. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan suplai oksigen
sekunder terhadap penurunan ventilasi alveolar sebagai akibat penyempitan
jalan napas.
b. Bersihan jalan napas berhubungan dengan bronkospasme, peningkatan
produksi sekret, sekresi tertahan, tebal, sekret kental, penurunan
energi/kelemahan.
c. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan dispnea dan keterbatasan aliran
udara kronis

3. Intervensi Keperawatan

Diagnosa (SDKI) 1: Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan suplai


oksigen sekunder terhadap penurunan ventilasi alveolar sebagai akibat penyempitan
jalan napas.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan kerusakan pertukaran gas dapat teratasi dengan
kriteria (SLKI) :
 Pasien mempunyai pertukaran gas yang adekuat, ditandai dengan FP 12-20 kali/menit
 GDA pasien (PaO2 ≥ 80 mmHg, PaCO2 35-45 mmHg, dan pH 7,35-7,45 (nilai konsisten
dengan nilai dasar pasien)
 Tidak ada suara tambahan napas

 TTV normal (RR ; 12-20 kali/menit, N ; 60-100 kali/ menit , T ; 36,6oC - 37,2 oC ,
TD; 110-125/60-80 mmHg)
 Bebas dari tanda-tanda distress pernafasan
 Tidak ada sianosis dan dispnea (mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas dengan
mudah)
Intervensi (SIKI) Rasional
Kaji frekuensi, kedalaman pernafasan. Catat Berguna dalam evaluasi derajat distres
penggunaan otot aksesori, nafas bibir, pernafasan dan kronisnya proses penyakit.
ketidakmampuan bicara/berbincang.

Awasi TTV dan irama jantung Takikardia, distritmia, dan perubahan TD


dapat menunjukkan efek hipoksemia sistemik
pada fungsi jantung.
Posisikan pasien untuk kenyamanan dan Untuk meningkatkan ekspansi dada yang
untuk meningkatkan pertukaran gas yang maksimal. Pengiriman oksigen dapat
optimal (posisi fowler tinggi) dan catat diperbaiki dengan posisi duduk tinggi.
respon pasien
Kaji/awasi secara rutin kulit dan warna Sianosis mungkin perifer (terlihat pada kuku)
membran mukosa. atau terlihat sekitar bibir/atau daun telinga).
Keabu-abuan sianosis sentral
mengindikasikan beratnya hipoksemia.
Dorong mengeluarkan sputum dengan Kental, tebal dan banyaknya sekresi adalah
menggunakan teknik batuk efektif; sumber gangguan pertukaran gas pada jalan
penghisapan bila diindikasikan nafas kecil. Teknik batuk efektif dapat
membatu klien mengeluarkan sputum.
Penghisapan dibutuhkan bila batuk tidak
efektif.

Auskultasi bunyi napas tiap 2-4 jam (pantau Bunyi nafas mungkin redup karena
penurunan dan bunyi tambahan), catat area penurunan aliran udara atau area konsolidasi.
penurunan aliran udara dan/atau bunyi Adanya mengi mengindikasikan spasme
tambahan. bronkus atau tertahannya sekret.

Awasi tingkat kesadaran/status mental. Gelisah dan ansietas adalah manifestasi


Selidiki adanya perubahan. umum pada hipoksia. GDA memburuk
disertai bingung/somnolen menunjukkan
disfungsi serebral yang berhubungan dengan
hipoksemia.

Pantau hasil GDA dan nadi oksimetri. Mewaspadai penurunan PaO2 dan
peningkatan PaCO2 yang menandakan
ancaman pernapasan. PaCO2biasanya
meningkat (bronkitis, emfisema) dan
PaO2secara umum menurun, sehingga
hipoksia terjadi dengan derajat lebih kecil
atau lebih besar. Catatan :PaCO2“normal”
atau meningkat menandakan kegagalan
pernafasan yang akan datang selama asmatik.
Berikan O2 tambahan yang sesuai dengan Dapat memperbaiki atau memperbaiki atau
indikasi hasil GDA dan toleransi pasien. mencegah memburuknya hipoksia.

Kolaborasi pemberian terapi bronkodilator Dapat mengurangi atau mengatasi


secara oral maupun inhalasi (menggunakan penyempitan jalan nafas (bronkus) sehingga
nebulizer) pertukaran gas dapat kembali normal.

Diagnosa (SDKI) 2 : Bersihan jalan napas berhubungan dengan bronkospasme,


peningkatan produksi sekret, sekresi tertahan, tebal, sekret kental, penurunan
energi/kelemahan.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan ketidakefektifan bersihan jalan napas dapat teratasi
dengan kriteria (SLKI) :
 Sesak napas berkurang/ hilang
 Tidak ada batuk
 TTV normal (RR ; 12-20 kali/menit, N ; 60-100 kali/ menit , T ; 36,6oC - 37,2 oC , TD;
110-125/60-80 mmHg)
 Sekret lebih encer
 Tidak ada suara tambahan napas (mengi/ wheezing)
 Tidak nampak sianosis
 Tidak ada sianosis dan dispnea (mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas dengan
mudah)
Intervensi (SIKI) Rasional
Auskultasi bunyi nafas. Catat adanya bunyi Beberapa derajat spasme bronkus terjadi
nafas. dengan obstruksi jalan nafas dan dapat/tak
dimanifestasikan adanya bunyi nafas
adventisius misalnya, penyebaran, krekels
basah (bronkitis); bunyi nafas redup dengan
ekspirasi mengi (emfisema); atau tak adanya
bunyi nafas (asma berat).
Kaji atau pantau frekuensi pernafasan. Catat Takipnea biasanya ada pada beberapa derajat
rasio inspirasi atau ekspirasi. dan dapat ditemukan pada penerimaan atau
selama stres/adanya proses infeksi akut.
Pernafasan dapat melambat dan frekuensi
ekspirasi memanjang dibanding inspirasi.
Catat adanya atau derajat dispnea, misalnya Disfungsi pernafasan adalah variabel yang
keluhan “lapar udara”, gelisah, ansietas, tergantung pada tahap proses kronis selain
distres pernafasan, penggunaan otot bantu. proses akut yang menimbulkan perawatan di
rumah sakit misalnya infeksi, reaksi alergi.

Kaji pasien untuk posisi yang nyaman Peninggian kepala tempat tidur
misalnya peninggian kepala tempat tidur, mempermudah fungsi pernafasan dengan
duduk pada sandaran tempat tidur. menggunakan gravitasi namun, pasien
dengan distres berat akan mencari posisi
yang paling mudah untuk bernafas. Sokongan
tangan/kaki dengan meja, bantal, dll
membantu menurunkan kelelemahan otot dan
dapat sebagai alat
Pertahankan polusi lingkungan minimum Pencetus tipe reaksi alergi pernafasan yang
misalnya debu, asap, dan bulu bantal yang dapat mentriger episode akut.
berhubungan dengan kondisi individu.

Dorong atau bantu latihan nafas abdomen Memberikan pasien beberapa cara untuk
atau bibir. mengatasi dan mengontrol dispnea dan
menurunkan jebakan udara.

Observasi karakteristik batuk misalnya Batuk dapat menetap tetapi tidak efektif,
menetap, batuk pendek, basah. Bantu khususnya bila pasien lansia, sakit akut, atau
tindakan untuk memperbaiki keefektifan kelemahan. Batuk paling efektif pada posisi
upaya batuk. duduk tinggi atau kepala di bawah setelah
perkusi dada.

Tingkatkan masukan cairan sampai 3000 ml Hidrasi membantu menurunkan kekentalan


per hari sesuai toleransi jantung. Memberikan sekret, mempermudah pengeluaran.
air hangat. Anjurkan masukan cairan sebagai Penggunaan cairan hangat dapat menurunkan
pengganti makan. spasme bronkus. Cairan selama makan dapat
meningkatkan distensi gaster dan tekanan
pada diafragma.

Kolaborasi pemberian obat: Kolaborasi pemberian obat untuk:


 Bronkodilator, misalnya β-agonis :  Merilekskan otot halus dan
epinefrin (adrenalin, vaponefrin), menurunkan kongesti lokal,
albuterol (proventil, ventolin), menurunkan jalan nafas, mengi, dan
terbutalin (brethine, brethaire), produksi mukus. Obat-obat mungkin
isoetarin (brokosol, bronkometer). per oral, injeksi, inhalasi. Menurunkan
edema mukosa dan spasme otot polos
dengan peningkatan langsung siklus
AMP. Dapat juga menurunkan
kelemahan otot/kegagalan pernafasan
dengan meningkatkan kontraktilitas
diafragma.
 Xantin misalnya aminofilin, oxtritilin
 Meskipun teofilin telah dipilih untuk
(Choyledil), teofilin (bronkodyl, teo-
terapi, penggunaan teofilin mungkin
dhur).
sedikit atau tak menguntungkan pada
program obat β-agonis adekuat.
Namun, ini dapat mempertahankan
bronkodilatasi sesuai penurunan efek
dosis antar β-agonis. Penelitian saat
ini menunjukkan teofilin
menggunakan kolerasi dengan
penurunan frekuensi perawatan di
 Steroid oral, IV dan inhalasi; rumah sakit.
metilprednisolon (medrol),  Kortikosteroid digunakan untuk
deksametason (decadral), antihistamin mencegah reaksi alergi/menghambat
misalnya beklometason (vanceril, pengeluaran histamin, menurunkan
betchlonent), triamsinolon (azmacort). berat dan frekuensi spasme jalan
nafas, inflamasi pernafasan, dan
 Analgesik, penekan batuk/antitusif dispnea.
misalnya kodein, produk  Mengencerkan mukus sehingga
dekstrometorphan (benylin DM, mudah untuk dikeluarkan dan
contreks, novahistamin). menekan produksi mukus.

Bantu pengobatan pernafasan misalnya Batuk menetap yang melelahkan perlu


fisioterapi dada. ditekan untuk menghemat energi dan
memungkinkan pasien istirahat.
Drainasi postural dan perkusi bagian penting
untuk membuang banyaknya sekresi/kental
dan memperbaiki ventilasi pada segmen
dasar paru. Catatan: dapat meningkatkan
spasme bronkus pada asma.

Berikan humidifikasi tambahan misalnya Kelembaban menurunkan kekentalan sekret


nebulizer ultranik, himidifier aerosol mempermudah pengeluaran dan dapat
ruangan. membantu menurunkan/mencegah
pembentukkan mukosa tebal pada bronkus.

Diagnosa (SDKI) 3: Pola napas tidak efektif berhubungan dengan dispnea dan
keterbatasan aliran udara kronis
Setelah dilakukan tindakan keperawatan pola napas tidak efektif dapat teratasi dengan kriteria
(SLKI) :
 TTV normal (RR ; 12-20 kali/menit, N ; 60-100 kali/ menit , T ; 36,6oC - 37,2 oC , TD; 110-
125/60-80 mmHg)
 Tidak ada dispnea
 Perubahan kedalaman pernapasan menjadi normal
 Tidak menggunakan otot bantu pernapasan
 Tidak menggunakan pernapasan cuping hidung
 Tidak adanya sianosis
Intervensi (SIKI) Rasional
Posisikan pasien untuk memaksimalkan Untuk mempermudah laju jalan nafas pasien
ventilasi : posisi fowler
Identifikasi pasien perlunya pemasangan Memenuhi kebutuhan oksigen pasien
alat jalan nafas buatan : nasal kanul atau
masker
Lakukan fisioterapi dada . Untuk melepaskan dan mengeluarkan sekret.
Auskultasi suara nafas, catat jika ada suara Untuk mengetahui adanya suara abnormal paru.
nafas tambahan.
Berikan bronkodilator sesuai. Untuk melebarkan bronkus agar jalan nafas
kembali normal.
Pertahankan jalan nafas yang paten Untuk memperlancar jalan masuknya udara.
Monitor aliran oksigen Untuk mengetahui aliran oksigen sesuai dengan
yang dibutuhkan
Observasi adanya tanda-tanda hipoventilasi. Untuk menghindari atau mencegah penurunan
frekunsi O2.
Monitor adanya kecemasan pasien terhadap Untuk melihat keadaan psikologis pasien.
oksigenasi
Identifikasi perubahan vital sign Untuk mengetahui penyebab dari perubahan vital
sign.
DAFTAR PUSTAKA

Asmadi. 2008. Teknik Prosedural Keperawatan: Konsep dan aplikasi kebutuhan dasar
klien. Jakarta: Salemba Medika.

Brunner dan Suddarth. 2002. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC.

Doenges, Marilynn, dkk. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk


Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3. Jakarta:
EGC.

Harahap. 2005. Oksigenasi Dalam Suatu Asuhan Keperawatan. Jurnal Keperwatan


Rufaidah Sumatera Utara Volume 1
Muttaqin. 2005. Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Pernafasan. Jakarta:
Salemba Medika.
Potter dan Perry. 2006. Buku Ajar Fundamental Keperawatan Volume 2 Edisi 4.
Jakarta: EGC
Wartonah dan Tarwoto. 2003. Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan.
Jakarta: Salemba Medika

Anda mungkin juga menyukai