Anda di halaman 1dari 41

LAPORAN PENDAHULUAN

PEMENUHAN KEBUTUHAN OKSIGEN, KEBUTUHAN CAIRAN DAN


ELEKTROLIT, KEBUTUHAN ISTIRAHAT TIDUR PADA PASIEN NY.N
DENGAN DIPSNU

Disusun Oleh :

Nama : Irdany Sandika Tuharea

Nim : A1C121002

FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KEBIDANAN

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

UNIVERSITAS MEGAREZKY

2021
BAB I

LAPORAN PENDAHULUAN

1. Konsep Dasar Gangguan Kebutuhan Dasar Oksigenasi

A. Pengertian

Oksigen merupakan salah satu kebutuhan yang diperlukan dalam proses

kehidupan karena oksigen sangat berperan dalam proses metabolisme tubuh

(Taqwaningtyas, Ficka (2013) dalam Hidayat dan Uliyan, 2015). Oksigenasi

adalah suatu proses untuk mendapatkan O2 dan mengeluarkan CO2.

Kebutuhan fisiologi oksigenasi merupakan kebutuhan dasar manusia yang

digunakan untuk kelangsungan metabolisme sel tubuh, untuk

mempertahankan hidupnya dan untuk aktivitas berbagai organ atau sel

(Kusnanto, 2016).

Terapi oksigen adalah pemberian oksigen dengan konsentrasi yang lebih

tinggi dibandingkan dengan oksigen di atmosfer. Konsentrasi oksigen dalam

udara ruangan adalah 21 %. Tujuan terapi oksigen adalah memberikan

transport oksigen yang adekuat dalam darah sambil menurunkan upaya

bernafas dan mengurangi stress pada miokardium (Mutaqqin, 2014).

B. Etiologi

Adapaun etiologi yang mempengaruhi klien mengalami gangguan

oksigenisasi yaitu.

1. Factor Fisologi

a. Menurunnya kapasitas pengikatan O2 seperti anemia.


b. Menurunnya konsentrasi O2 yang diinspirasi seperti pada obstruksi

saluran pernapasan

c. Hipovolemia sehingga tekanan darah menurun mengakibatkan

transport O2 terganggu

d. Meningkatnya metabolisme seperti adanya infeksi, demam, ibu

hamil, luka, dan lain-lain.

e. Kondisi yang memengaruhi pergerakan dinding dada seperti pada

kehamilan, obesitas, muskulus skeleton yang abnormal, penyakit

kronik seperti TBC paru.

2. Faktor Perkembangan

a. Bayi premature yang disebabkan kurangnya pembentukan

surfaktan,

b. Bayi dan toddler adanya resiko infeksi saluran pernapasan akut.

c. Anak usia sekolah dan remaja, resiko infeksi saluran pernapasan

dan merokok.

d. Dewasa muda dan pertengahan: diet yang tidak sehat, kurang

aktivitas, stress yang mengakibatkan penyakit jantung dan paru-

paru.

e. Dewasa tua : adanya proses penuaan yang mengakibatkan

kemungkinan arteriosklerosis, elastisitas menurun, ekspansi paru

menurun.

3. Faktor Perilaku

a. Nutrisi : misalnya pada obesitas mengakibatkan penurunan

ekspansi paru, gizi yang buruk menjadi anemia sehingga daya ikat
oksigen berkurang, diet yang tinggi lemak menimbulka

arterioklerosis.

b. Exercise akan meningkatkan kebutuhan oksigen.

c. Merokok : nikotin menyebabkan vasokontriksi pembuluh darah

perifer dan koroner.

d. Substansi abuse (alcohol dan obat-obatan): menyebabkan intake

nutrisi/Fe menurun mengakibatkan penurunan haemoglobin,

alcohol, menyebabkan depresi pusat pernapasan.

e. Kecemasan : menyebabkan metabolisme meningkat.

C. Patofisiologi

Proses pertukaran gas dipengaruhi oleh ventilasi, difusi dan transportasi.

Proses ventilasi (proses penghantaran jumlah oksigen yang masuk dan keluar

dari dank e paru-paru), apabila pada proses ini terdapat obstruksi maka

oksigen tidak dapat tersalur dengan baik dan sumbatan tersebut akan direpson

jalan nafas sebagao benda asing yang menimbulkan pengeluaran mucus.

Proses difusi (penyaluran oksigen dari alveoli ke jaringan) yang terganggu

akan menyebabkan ketidakefektifan pertukaran gas. Selian kerusakan pada

ventilasi, difusi, maka kerusakan pada transportasi seperti perubahan volume

sekuncup, afterload, preload, dan kontraktilitas miokard juga dapat

mempengaruhi pertukaran gas (Brunner & Suddarth, 2016).


D. Manifestasi Klinis

Adanya penggunaan otot bantu pernapasa, fase ekpirasi memanjang, pola

napas abnormal (mis. Takipnea, bradipnea, hiperventilasi, kussmaul, cheyne-

stokes), pernapasan pursed-lip, pernapasan cuping hidung, diameter thoraks

anterior-posterior meningkat, ventilasi semenit menurun, kapasitas vital

menurun, tekanan ekspirasi menurun, tekanan inspirasi menurun, ekskursi

dada berubah menjadi tanda dan gejala adanya pola napas tidak efektif

sehingga menjadi gangguan oksigenisasi (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017).

Adanya PCO2 meningkat/menurun, PO2 menurun, takikardia, pH arteri

meningkat/menurun, bunyi napas tambahan, sianosis, diaphoresis, gelisah,

napas cuping hidung, pola napas abnormal (cepat/lambat, regular/ireguler,

dalam/dangkal), warna kulit abnormal (mis. Pucat, kebiruan) dan kesadaran

menurun menjadi tanda dan gejala gangguan pertukaran gas (Tim Pokja SDKI

DPP PPNI, 2017).

Tanda dan gejala bersihan jalan napas tidak efektif adalah batuk tidak

efektif, tidak mampu batuk, sputum berlebihan, mengi, wheezing, dan/atau

ronkhi kering, mekonium di jalan napas (pada neonates), gelisah, sianosis,

bunyi napas menurun, frekuensi napas berubah, dan pola napas berubah (Tim

Pokja SDKI DPP PPNI, 2017).

Pada gangguan ventilasi spontan menunjukkan adanya tanda dan gejala

seperti penggunaan otot bantu napas meningkat, volume tidal menurun, PCO2

meningkat, PO2 menurun, SaO2 menurun, gelisah dan takikardia (Tim Pokja

SDKI DPP PPNI, 2017).


E. Fisiologi Perubahan Fungsi Pernafasan

Adapun perubahan fungsi pernapasan, sebagai berikut.

1. Hiperventilasi. Hiperventilasi adalah adanya ‘ketidak-beresan’ pada

dada atau jantung.Kondisi disaat tubuh lebih banyak mengeluarkan

karbon dioksida daripada menghirupnya. CO2 dalam tubuh berkurang.

Level rendah tersebut memicu penyempitan pembuluh drah yag

memasok darah ke otak. Ketika hal itu terjadi maka akan merasa

‘melayang’ dan kesemutan pada jari (Pratiwi, 2016). Tanda-tanda dan

gejala hiperventilasi adalah takikardia, napas pendek, nyeri dada (chest

pain), menurunkan kinsentrasi, disorientasi, tinnitus.

2. Hipoventilasi. Hipoventilasi didefinisikan sebagai gangguan ketika

bernapas terlalu pendek atau terlalu lambat sehingga pemenuhan

oksigen yang dibutuhkan oleh tubuh terjadi sangat lambat (Savitri,

2017). Biasanya terjadi pada keadaan atelektasis (kolaps paru). Tanda-

tanda dan gejala pada keadaan hipoventilasi adalah nyeri kepala,

penurunan kesadaran, disorientasi, kardiakdisritmia,

ketidakseimbangan elektrolit, kejang dan kardiak arrest.

3. Hipoksia. Hipoksia adalah keadaan di mana terjadi defisiensi oksigen

yang mengakibatkan kerusakan sel akibat penurunan respirasi oksidatif

aerob pada sel (Kumar, 2005). Tidak adekuatnya pemenuhan O2

seluler akibat dari defesiensi O2 yang diinspirasi atau meningkatkan

penggunaan O2 pada tingkat seluler. Hipoksia dapat disebabkan oleh:

a. Menurunnya Hb

b. Berkurangnya konsentrasi O2 jika berada di puncak gunung


c. Ketidakmampuan jaringan mengikat O2 seperti pada keracunan

sianida

d. Menurunnya difusi O2 dari alveoli ke dalam darah seperti

peneumonia

e. Menurunnya perfusi jaringan seperti pada syok

f. Kerusakan/gangguan ventilasi

Menurut Martin (2005), tanda-tanda hipoksia antara lain:

kelelahan, kecemasan, menurunnya kemampuan konsentrasi, nadi

meningkat, pernapasan cepat dan dalam, sianosis, sesak napas dan

clubbing.

F. Penatalaksanaan

a. Medis

1) Pemantauan Hemodinamika

2) Pengobatan Bronkodilator

3) Melakukan tindakan delegatif dalam pemberian medikasi oleh

dokter, missal. Nebulizer, kanula nasal, masker untuk membantu

pemberian oksigen jika diperlukan.

b. Keperawatan

1) Pembersihan jalan nafas

2) Latihan batuk efektif

3) Suctioning

4) Jalan nafas buatan

5) Atur posisi pasien (Semi fowler)

6) Pemberian oksigen
7) Teknik bernafas dan relaksasi

8) Gangguan pertukaran gas

G. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan diagnostic yang dapat dilakukan untuk mengetahui adanya

gangguan oksigenasi yaitu:

a. EKG : menghasilkan rekaman grafik aktivitas listrik jantung,

mendeteksi transmisi impuls dan posisi listrik jantung.

b. Pemeriksaan stress latihan, digunakan mengevaluasi respond jantung

terhadap stress fisik. Pemeriksaan ini memberikan informasi tentang

respond miokard terhadap peningkatan kebutuhan oksigen dan

menentukan keadekuatan aliran darah koroner.

c. Pemeriksaan untuk mengukur keadekuatan ventilasi dan oksigenasi:

pemeriksaan fungsi patu, analisis gas darah (AGD).

H. Komplikasi

Obtruksi / sumbatan jalan napas atau gangguan pernafasan dapat


mempengaruhi system organ lain terutama system kardiovaskuler misalnya
aritima dan takhikardi. Selain itu dapat mengakibatkan kondisi lain seperti
Penurunan Kesadaran, Hipoksia, Cemas, dan gelisah.
2. Konsep Pemenuhan Kebutuhan Dasar Cairan Dan Elektrolit

A. Pengertian

Cairan tubuh adalah larutan yang terdiri dari air (pelarut) dan zat tertentu (zat

terlarut). Elektrolit adalah zat kimia yang menghasilkan partikelpartikel

bermuatan listrik yang disebut ion jika berada dalam larutan (Abdul H,2008).

Kebutuhan cairan dan elektrolit adalah suatu proses dinamik karena

metabolisme tubuh membutuhkan perubahan yang tetap dalam berespon terhadap

stressor fisiologis dan lingkungan (Tarwoto & Wartonah, 2004). Keseimbangan

cairan yaitu keseimbangan antara intake dan output. Dimana pemakaian cairan

pada orang dewasa antara 1.500ml - 3.500ml/hari, biasanya pengaturan cairan

tubuh dilakukan dengan mekanisme haus. Cairan dan elektrolit masuk ke dalam

tubuh melalui makanan, minuman, dan cairan intravena (IV) dan didistribusi ke

seluruh bagian tubuh.

Keseimbangan cairan dan elektrolit berarti adanya distribusi yang normal dari

air tubuh total dan elektrolit ke dalam seluruh bagian tubuh. Keseimbangan cairan

dan elektrolit saling bergantung satu dengan yang lainnya; jika salah satu

terganggu maka akan berpengaruh pada yang lainnya.

B. Komposisi Cairan Utama

Cairan tubuh dibagi dalam dua kelompok besar yaitu :

1. Cairan Intraseluler (CIS)

Cairan intraseluler yaitu cairan yang berada di dalam sel di seluruh tubuh

(Abdul H, 2008). Cairan ini menyusun sekitar 70% dari total cairan tubuh.

CIS merupakan media tempat terjadinya aktivitas kimia sel (Taylor, 1989).
Pada orang dewasa, CIS menyusun sekitar 40% berat tubuh atau ⅔ dari TBW,

contoh: pria dewasa 70kg CIS 25liter. Sedangkan pada bayi 50% cairan

tubuhnya adalah cairan intraseluler.

2. Cairan Ekstraseluler (CES)

Cairan Exstraseluler adalah cairan yang berada di luar sel dan menyusun

sekitar 30% dari total cairan tubuh. Pada orang dewasa CES menyusun sekitar

20% berat tubuh (Price & Wilson, 1986). CES terdiri dari tiga kelompok yaitu

(Abdul H, 2008) :

a. Cairan intravaskuler (plasma) yaitu cairan di dalam sistem vaskuler.

b. Cairan intersitial yaitu cairan yang terletak diantara sel.

c. Cairan transeluler adalah cairan sekresi khusus seperti cairan serebrospinal,

cairan intraokuler, dan sekresi saluran cerna. Guna mempertahankan

keseimbangan kimia dan elektrolit tubuh serta mempertahankan pH yang

normal, tubuh melakukan mekanisme pertukaran dua arah antara CIS dan

CES. Elektrolit yang berperan yaitu:anion dan kation.

C. Faktor-Faktor Keseimbangan Cairan dan Elektrolit

Faktor-faktor yang berpengaruh pada keseimbangan cairan dan elektrolit

tubuh antara lain :

1. Umur

Kebutuhan intake cairan bervariasi tergantung dari usia, karena usia akan

berpengaruh pada luas permukaan tubuh, metabolisme, dan berat badan.


Infant dan anak-anak lebih mudah mengalami gangguan keseimbangan cairan

dibanding usia dewasa. Pada usia lanjut sering terjadi gangguan keseimbangan

cairan dikarenakan gangguan fungsi ginjal atau jantung.

2. Iklim

Orang yang tinggal di daerah yang panas (suhu tinggi) dan kelembaban

udaranya rendah memiliki peningkatan kehilangan cairan tubuh dan elektrolit

melalui keringat. Sedangkan seseorang yang beraktifitas di lingkungan yang

panas dapat kehilangan cairan sampai dengan 5 L per hari.

3.Diet

Diet seseorang berpengaruh terhadap intakecairan dan elektrolit. Ketika intake

nutrisi tidak adekuat maka tubuh akan membakar protein dan lemak sehingga

akan serum albumin dan cadangan protein akan menurun padahal keduanya

sangat diperlukan dalam proses keseimbangan cairan sehingga hal ini akan

menyebabkan edema.

4. Stress

Stress dapat meningkatkan metabolisme sel, glukosa darah, dan pemecahan

glikogen otot. Mekanisme ini dapat meningkatkan natrium dan retensi air

sehingga bila berkepanjangan dapat meningkatkan volume darah.

5.Kondisi Sakit

Kondisi sakit sangat berpengaruh terhadap kondisi keseimbangan cairan dan

elektrolit tubuh Misalnya :

a. Trauma seperti luka bakar akan meningkatkan kehilangan air melalui IWL.

b. Penyakit ginjal dan kardiovaskuler sangat mempengaruhi proses pasien

dengan penurunan tingkat kesadaran.


c. Pasien dengan penurunan tingkat kesadaran akan mengalami gangguan

pemenuhan intake cairan karena kehilangan kemampuan untuk memenuhinya

secara mandiri. Pengatur utama intake cairan adalah melalui mekanisme haus.

Pusat haus dikendalikan berada di otak Sedangkan rangsangan haus berasal

dari kondisi dehidrasi intraseluler, sekresi angiotensin II sebagai respon dari

penurunan tekanan darah, perdarahan yang mengakibatkan penurunan volume

darah. Perasaan kering di mulut biasanya terjadi bersama dengan sensasi haus

walupun kadang terjadi secara sendiri. Sensasi haus akan segera hilang setelah

minum sebelum proses absorbsi oleh tractus gastrointestinal. Kehilangan cairan

tubuh melalui empat rute (proses) yaitu :

a. Urine

Proses pembentukan urine oleh ginjal dan ekresi melalui tractus urinarius

merupakan proses output cairan tubuh yang utama. Dalam kondisi normal

outputurine sekitar 1400-1500 ml per 24 jam, atau sekitar 30-50 ml per jam

pada orang dewasa. Pada orang yang sehat kemungkinan produksi urine

bervariasi dalam setiap harinya, bila aktivitas kelenjar keringat meningkat

maka produksi urine akan menurun sebagai upaya tetap mempertahankan

keseimbangan dalam tubuh.

b. IWL (Invisible Water Loss)

IWL terjadi melalui paru-paru dan kulit, melalui kulit dengan mekanisme

difusi. Pada orang dewasa normal kehilangan cairan tubuh melalui proses ini

adalah berkisar 300-400 mL per hari, tapi bila proses respirasi atau suhu tubuh

meningkat maka IWL dapat meningkat.


c. Keringat

Berkeringat terjadi sebagai respon terhadap kondisi tubuh yang panas, respon

ini berasal dari anterior hypotalamus, sedangkan impulsnya ditransfer

melaluim sumsum tulang belakang yang dirangsang oleh susunan syaraf

simpatis pada kulit.

d. Feces

Pengeluaran air melalui feces berkisar antara 100-200 mL per hari, yang diatur

melalui mekanisme reabsorbsi di dalam mukosa usus besar (kolon).

D. Pergerakan Cairan dan Elektrolit Tubuh

Mekanisme pergerakan cairan tubuh berlangsung dalam empat proses (proses

transport) yaitu :

1) Difusi

Yaitu perpindahan larutan dari area berkonsentrasi tinggi menuju area

berkonsentrasi rendah dengan melintasi membrane semipermiabel.

Kecepatan difusi dipengaruhi oleh tiga hal, yakni ukuran molekul,

konsentrasi larutan, dan temperatur larutan

2) Filtrasi

Yaitu pergerakan cairan dan zat terlarut dari area dengan tekanan

hidrostatik tinggi ke area dengan tekanan hidrostatik rendah. Filtrasi

penting dalam mengatur cairan keluar dari arteri ujung kapiler. Ini

memungkinkan kekuatan yang memungkinkan ginjal untuk memfilter 180

liter/hari.
3) Transport Aktif

Yaitu proses pengangkutan yang digunakan oleh molekul untuk berpindah

melintasi membrane sel melewati gradien konsentrasinya (gerakan partikel

dari konsentrasi satu ke konsentrasi lain tanpa memandang tingkatannya.

4) Osmosis

Yaitu perpindahan cairan melintasi membran semipermiabel dari area

berkonsentrasi menuju area yang berkonsentrasi tinggi. Osmosis dapat

melewati semua membran bila konsentrasi yang terlarut keduanya

berubah.

E. Regulasi Elektrolit

1. Kation, terdiri dari :

a. Sodium (Na+) :

1) Kation berlebih di ruang ekstraseluler.

2) Sodium penyeimbang cairan di ruang eesktraseluler.

3) Sodium adalah komunikasi antara nerves dan musculus.

4) Membantu proses keseimbangan asam-basa dengan menukar ion

hidrigen pada ion sodium di tubulus ginjal : ion hidrogen di ekresikan

5) Sumber : snack, kue, rempah-rempah, daging panggang.

b. Potassium (K+) :

1) Kation berlebih di ruang intraseluler.

2) Menjaga keseimbangan kalium di ruang intrasel.

3) Mengatur kontrasi (polarissasi dan repolarisasi) dari muscle dan

nerves.
4) Sumber : Pisang, alpokad, jeruk, tomat, dan kismis.

c. Calcium (Ca++) :

1) Membentuk garam bersama dengan fosfat, carbonat, flouride di dalam

tulang dan gigi untuk membuatnya keras dan kuat.

2) Meningkatkan fungsi syaraf dan muscle.

3) Meningkatkan efektifitas proses pembekuan darah dengan proses

pengaktifan protrombin dan trombin.

4) Sumber : susu dengan kalsium tinggi, ikan dengan tulang, sayuran, dll.

2. Anion, terdiri dari :

a. Chloride (Cl-) :

1) Kadar berlebih di ruang ekstrasel.

2) Membantu proses keseimbangan natrium.

3) Komponen utama dari sekresi kelenjar gaster.

4) Sumber : garam dapur.

b. Bicarbonat (HCO3-) :

1) Bagian dari bicarbonat buffer system.

2) Bereaksi dengan asam kuat untuk membentuk asam karbonat dan

suasana garam untuk menurunkan PH.

3) Regulasi bikarbonat dilakukan oleh ginjal.

c. Fosfat ( H2PO4- dan HPO42-) :

1) Bagian dari fosfat buffer system.

2) Berfungsi untuk menjadi energi pad metabolisme sel.

3) Bersama dengan ion kalsium meningkatkan kekuatan dan kekerasan


tulang.

4) Masuk dalam struktur genetik yaitu : DNA dan RNA.

F. Gangguan Volume Cairan

1. Hipovolemia (Kekurangan Volume cairan)

Kekurangan Volume cairan (FVD) terjadi jika air dan elektrolit hilang

pada proporsi yang sama ketika mereka berada pada cairan tubuh normal

sehingga rasio elektrolit serum terhadap air tetap sama (Brunner suddarth,

2002), pengertian hipovolemia yaitu sebagai berikut :

a. Hipovolemia adalah suatu kondisi akibat kekurangan volume cairan

ekstraseluler (CES).

b.Hipovolemia adalah penipisan volume cairan ekstraseluler (CES).

c. Hipovolemia adalah kekurangan cairan di dalam bagian-bagian

ekstraseluler (CES).

1) Etiologi

Hipovolemia ini terjadi dapat disebabkan karena :

a. Penurunan masukkan.

b.Kehilangan cairan yang abnormal melalui : kulit, gastro intestinal, ginjal

abnormal, dll.

c. Perdarahan.

2) Patofisiologi :

Kekurangan volume cairan terjadi ketika tubuh kehilangan cairan dan

elektrolit ekstraseluler dalam jumlah yang proporsional (isotonik). Kondisi

seperti ini disebut juga hipovolemia. Umumnya, gangguan ini diawali


dengan kehilangan cairan intravaskuler, lalu diikuti dengan perpindahan

cairan interseluler menuju intravaskuler sehingga menyebabkan penurunan

cairan ekstraseluler. Untuk untuk mengkompensasi kondisi ini, tubuh

melakukan pemindahan cairan intraseluler. Secara umum, deficit volume

cairan disebabkan oleh beberapa hal, yaitu kehilangan cairan abnormal

melalui kulit, penurunan asupancairan , perdarahan dan pergerakan cairan

ke lokasi ketiga (lokasi tempat cairan berpindah dan tidak mudah untuk

mengembalikanya ke lokasi semula dalam kondisi cairan ekstraseluler

istirahat). Cairan dapat berpindah dari lokasi intravaskuler menuju lokasi

potensial seperti pleura, peritonium, perikardium, atau rongga sendi.

Selain itu, kondisi tertentu, seperti terperangkapnya cairan dalam saluran

pencernaan, dapat terjadi akibat obstruksi saluran pencernaan.

3) Manifestasi klinis

Tanda dan gejala klinik yang mungkin didapatkan pada klien dengan

hipovolemia antara lain : pusing, kelemahan, keletihan, sinkope,

anoreksia, mual, muntah, haus, kekacauan mental, konstipasi, oliguria.

Tergantung jenis kehilangan cairan hipovolemia dapat disertai ketidak

seimbangan asam basa, osmolar/elektrolit. Penipisan (CES) berat dapat

menimbulkan syok hipovolemik. Mekanisme kompensasi tubuh pada

kondisi hipolemia adalah dapat berupa peningkatan rangsang sistem syaraf

simpatis (peningkatan frekwensi jantung, inotropik (kontraksi jantung) dan

tahanan vaskuler), rasa haus, pelepasan hormon antideuritik (ADH), dan

pelepasan aldosteron. Kondisi hipovolemia yang lama menimbulkn gagal

ginjal akut.
4) Komplikasi

Akibat lanjut dari kekurangan volume cairan dapat mengakibatkan :

a. Dehidrasi (Ringan, sedang berat).

b. Renjatan hipovolemik.

c. Kejang pada dehidrasi hipertonik.

2. Hipervolemia (kelebihan Volume Cairan)

Hipervolemia (FVE) yaitu Keadaan dimana seorang individu mengalami

atau berisiko mengalami kelebihan cairan intraseluler atau interstisial.

(Carpenito, 2000). Kelebihan volume cairan mengacu pada perluasan

isotonok dari CES yang disebabkan oleh retensi air dan natrium yang

abnormal dalam proporsi yang kurang lebih sama dimana mereka secara

normal berada dalam CES. Hal ini selalu terjadi sesudah ada peningkatan

kandungan natrium tubuh total, yang pada akhirnya menyebabkan

peningkatan air tubuh total. (Brunner & Suddarth. 2002).

1) Etiologi

Hipervolemia ini dapat terjadi jika terdapat :

a. Stimulus kronis pada ginjal untuk menahan natrium dan air.

b. Fungsi ginjal abnormal, dengan penurunan ekskresi natrium dan air.

c. Kelebihan pemberian cairan intra vena (IV).

d. Perpindahan interstisial ke plasma.

2) Patofisiologi

Terjadi apabila tubuh menyimpan cairan elektrolit dalam kompartemen

ekstraseluler dalam proporsi seimbang. Karena adanya retensi cairan


isotonik, konsentrasi natrium dalam serum masih normal. Kelebihan cairan

tubuh hampir selalu disebabkan oleh peningkatan jumlah natrium dalam

serum. Kelebihan cairan terjadi akibat overload cairan/adanya gangguan

mekanisme homeostatis pada proses regulasi keseimbangan cairan.

3) Manifestasi Klinis

Tanda dan gejala klinik yang mungkin didapatkan pada klien dengan

hipervolemia antara lain : sesak nafas, ortopnea. Mekanisme kompensasi

tubuh pada kondisi hiperlemia adalah berupa pelepasan Peptida Natriuretik

Atrium (PNA), menimbulkan peningkatan filtrasi dan ekskresi natrium dan

air oleh ginjal dan penurunan pelepasan aldosteron dan ADH.

Abnormalitaspada homeostatisiselektrolit, keseimbangan asam-basa dan

osmolalitas sering menyertai hipervolemia. Hipervolemia dapat

menimbulkan gagal jantung dan edema pulmuner, khususnya pada pasien

dengan disfungsi kardiovaskuler.

4) Komplikasi

Akibat lanjut dari kelebihan volume cairan adalah :

a. Gagal ginjal, akut atau kronik, berhubungan dengan peningkatan

preload, penurunan kontraktilitas, dan penurunan curah jantung.

b. Infark miokard.

c. Gagal jantung kongestif.

d. Gagal jantung kiri.

e. Penyakit katup.

f. Takikardi/aritmia berhubungan dengan hipertensi porta, tekanan osmotic

koloid plasma rendah, etensi natrium.


g. Penyakit hepar : Sirosis, Asites, Kanker, berhubungan dengan

kerusakan arus balik vena.

h. Varikose vena.

i. Penyakit vaskuler perifer.

j. Flebitis kronis

Sedangkan gangguan lainya meliputi :

Gangguan K etidak Seimbangan Elektrolit yaitu :

1. Hyponatremia dan hypernatremia

Hyponatremia yaitu kekurangan sodium pd cairan extrasel maksudnya

terjadi perubahan tekanan osmotic sehingga cairan bergerak dari extrasel ke

intrasel mengakibatkan sel membengkak. Sedangkan hypernatremia yaitu

kelebihan sodium pada cairan extrasel sehingga tekanan osmotic extrasel

meningkat mengakibatkan cairan intrasel keluar maka sel mengalami

dehidrasi.

2. Hipokalemia dan hiperkalemia

Hipokalemia adalah kekurangan kadar potasium dalam cairan extrasel

sehingga potasium keluar dari sel mengakibatkan hidrogen dan sodium

ditahan oleh sel maka terjadi gangguan (perubahan) pH plasma. Sedangkan

hyperkalemia yaitu kelebihan kadar potasium pada cairan ektrasel, hal ini

jarang terjadi, kalaupun ada hal ini sangat membahayakan kehidupan sebab

akan menghambat transmisi impuls jantung dan menyebabkan serangan

jantung.
3. Hipokalsemia dan hiperkalsemia

Hipokalsemia yaitu kekurangan kadar calcium di cairan ekstrasel, bila

berlangsung lama, kondisi ini dapat manyebabkan osteomalasia sebab tubuh

akan berusaha memenuhi kebutuhan calcium dengan mengambilnya dari

tulang. Hiperkalsemia yaitu kelebihan kadar calcium pada cairan extrasel,

kondisi ini menyebabkan penurunan eksitabilitas otot dan saraf yang pada

akhirnya menimbulkan flaksiditas.

4. Hipokloremia dan hiperkloremia

Hipokloremia yaitu penurunan kadar ion klorida dalam serum, kondisi ini

disebabkan oleh kehilangan sekresi gastrointestinal yang berlebihan.

Hiperkloremia yaitu peningkatan kadar ion klorida dalam serum, kondisi ini

kerap dikaitkan dengan hipernatremia, khususnya saat terdapat dehidrasi dan

masalah ginjal.

5. Hipofosfatemia dan hiperfosfatemia

Hipofosfatemia yaitu penurunan kadar fosfat di dalam serum, kondisi ini

dapat muncul akibat penurunan absorbsi fosfat di usus, peningkatan ekskresi

fosfat dan peningkatan ambilan fosfat untuk tulang. Hiperfosfatemia yaitu

peningkatan kadar ion fosfat dalam serum, kondisi ini dapat muncul pada

kasus gagal ginjal atau saat kadar hormon paratiroid menurun.

Gangguan Ketidak Seimbangan Asam Basa yaitu :

1). Asidosis Respiratorik

Yaitu gangguan keseimbangan asam basa yang disebabkan oleh retensi

CO2 akibat kondisi hiperkapnia. Karena jumlah CO2 yang keluar melalui paru
berkurang, terjadi peningkatan H2CO2 yang kemudian menyebabkan

peningkatan [H+]. Tanda dan gejala klinisnya meliputi :

a. Napas dangkal, gangguan pernapasan yang menyebabkan hipoventilasi

b. Adanya tanda-tanda depresi susunan saraf pusat, gangguan kesadaran,

dan disorientasi.

c. pH plasma <7,35; pH urine <6

d. PCO2 tinggi (>45 mm Hg)

2) Asidosis Metabolik

Yaitu gangguan yang mencakup semua jenis asidosis yg bukan disebabkan

oleh kelebihan CO2 dalam cairan tubuh. Tanda dan gejala klinisnya :

a. Pernapasan kussmaul (pernapasan cepat dan dalam)

b. Kelelahan (malaise)

c. Disorientasi

d. Koma

e. pH plasma <3,5

f. PCO2 normal atau rendah jika sudah terjadi kompensasi

g. Kadar bikarbonat rendah (anak-anak <20mEq/l, dewasa <21 mEq/l)

3) Alkalosis Respiratorik

Yaitu dampak utama pengeluaran CO2 berlebih akibat hiperventilasi.

Tanda dan gejala klinisnya :

a. Penglihatan kabur

b. Baal dan kesemutan pada ujung jari tangan dan kaki

c. Kemampuan konsentrasi terganggu

d. Tetani, kejang, aritmia jantung (pada kasus yang gawat)


e. pH >7,45

4) Alkalosis Metabolik

Yaitu penurunan H+ plasma yang disebabkan oleh defesiensi relatif

asamasam nonkarbonat. Tanda dan gejala klinisnya :

a. Apatis

b. Lemah

c. Gangguan mental

d. Kram

e. pusing

3. Konsep Kebutuhan Rasa Aman dan Nyaman

A. Definisi/deskripsi kebutuhan aman dan nyaman

Potter & Perry, 2006 mengungkapkan kenyamanan/rasa nyaman adalah

suatu keadaan telah terpenuhinya kebutuhan dasar manusia yaitu

kebutuhan akan ketentraman (suatu kepuasan yang meningkatkan

penampilan sehari-hari). Ketidaknyamanan adalah keadaan ketika individu

mengalami sensasi yang tidak menyenangkan dalam berespon terhadap

suatu ransangan.

Aman adalah keadaan bebas dari cedera fisik dan psikologis. Pemenuhan

kebutuhan keamanan dilakukan untuk menjaga tubuh bebas dari

kecelakaan baik pasien, perawat atau petugas lainnya yang bekerja untuk

pemenuhan kebutuhan tersebut (Asmadi, 2008).


Perubahan kenyamanan adalah keadaan dimana individu mengalami

sensasi yang tidak menyenangkan dan berespon terhadap suatu rangsangan

yang berbahaya (Carpenito, 2006).

B. Tanda dan gejala

1. Tekanan darah meningkat

Tekanan darah lebih dari 120/80 mmHg

2. Nadi meningkat

Nadi berdetak lebih dari 90 x/m

3. Pernafasan meningkat

Pernafasan lebih dari 20 x/m

4. Raut wajah kesakitan (Menangis, merintih)

Pasien nampak menyeringai, meringis.

5. Posisi berhati-hati

Pasien nampak terlihat menghiundari nyeri, melindungi daerah nyeri.

C. Etiologi

1. Trauma pada jaringan tubuh, misalnya kerusakkan jaringan akibat

bedah atau cidera.

2. Iskemik jaringan.

3. Spasmus otot merupakan suatu keadaan kontraksi yang tak disadari

atau tak terkendali, dan sering menimbulkan rasa sakit. Spasme

biasanya terjadi pada otot yang kelelahan dan bekerja berlebihan,


khususnya ketika otot teregang berlebihan atau diam menahan beban

pada posisi yang tetap dalam waktu yang lama.

4. Inflamasi pembengkakan jaringan mengakibatkan peningkatan tekanan

lokal dan juga karena ada pengeluaran zat histamin dan zat kimia

bioaktif lainnya.

5. Post operasi.

6. Tanda dan gejala fisik

Tanda fisiologis dapat menunjukkan nyeri pada klien yang berupaya

untuk tidak mengeluh atau mengakui ketidaknyamanan. Sangat

penting untuk mengkajitanda-tanda vital dan pemeriksaan fisik

termasuk mengobservasi keterlibatansaraf otonom.

7. Efek perilaku

Pasien yang mengalami nyeri menunjukkan ekspresi wajah dan

gerakantubuh yang khas dan berespon secara vokal serta mengalami

kerusakan dalaminteraksi sosial. Pasien seringkali meringis,

mengernyitkan dahi, menggigit bibir,gelisah, imobilisasi, mengalami

ketegangan otot, melakukan gerakan melindungibagian tubuh sampai

dengan menghindari percakapan, menghindari kontak sosial dan hanya

fokus pada aktivitas menghilangkan nyeri.

8. Pengaruh Pada Aktivitas Sehari-hari

Pasien yang mengalami nyeri setiap hari kurang mampu

berpartisipasidalam aktivitas rutin, seperti mengalami kesulitan dalam


melakukan tindakanhigiene normal dan dapat menganggu aktivitas

sosial dan hubungan seksual.

6. Fisiologi sistem/fungsi normal sistem rasa aman dan nyaman

Pada saat impuls ketidaknyamanan naik ke medula spinalis menuju

kebatang otak dan thalamus, sistem saraf otonom menjadi terstimulasi

sebagai bagian dari respon stress. Stimulasi pada cabang simpatis pada

sistem saraf otonom menghasilkan respon fisiologis.

Faktor-faktor yang mempengaruhi keamanan dan kenyamanan

a. Emosi

Kecemasan, depresi dan marah akan mudah terjadi dan mempengaruhi

keamanan dan kenyamanan

b. Status mobilisasi

Keterbatasan aktivitas, paralisis, kelemahan otot dan kesadaran

menurun memudahkan terjadinya resiko injury

c. Gangguan persepsi sensory

Mempengaruhi adaptasi terhadap rangsangan yangberbahaya seperti

gangguan penciuman dan penglihatan

d. Keadaan imunitas

Gangguan ini akan menimbulkan daya tahan tubuh kurang sehingga

mudah terserang penyakit

e. Tingkat kesadarn

Pada pasien koma, respon akan menurun terhadap rangsangan


f. Gangguan tingkat pengetahuan

Kesadaran akan terjadi gangguan keselamatan dan keamanan dapat

diprediksi sebelumnya

E. Macam-macam gangguan yang mungkin terjadi pada rasa aman

dan nyaman

a. Jatuh

Jatuh merupakan 90% jenis kecelakaan dilaporkan dari seluruh kecelakaan

yang terjadi di rumah sakit. Resiko jatuh lebih besar dialami pasien lansia

b. Oksigen

Kebutuhan fisiologis yang terdiri dari kebutuhan terhadap oksigen akan

mempengaruhi keamanan pasien

c. Pencahayaan

Rumah sakit merupakan sarana pelayanan publik yang penting. Tata

pencahayaan dalam ruang rawat inap dapat mempengaruhi kenyamanan

pasien rawat inap

d. Vakolasi

1. Mengaduh

2. Menangis

3. Sesak nafas

4. Mendengkur

e. Ekspresi Wajah

1. Meringis
2. Mengeletuk gigi

3. Mengernyit dahi

4. Menutup mata, mulut dengan rapat

5. Menggigit bibir

f. Gerakan Tubuh

1. Gelisah

2. Imobilisasi

3. Ketegangan otot

4. Peningkatan gerakan jari dan tangan

5. Gerakan ritmik atau gerakan menggosok

6. Gerakan melindungi bagian tubuh

g. Interaksi Sosial

1. Menghindari percakapan

2. Focus hanya pada aktivitas untuk menghilangkan nyeri

3. Menghindar kontak social

4. Penurunan rentang perhatian

3. Konsep Dasar Kebutuhan Dasar Istirahat Dan Tidur

A. Pengertian

Tidur adalah keadaan gangguan kesadaran yang dapat bangun

dikarakterisasikan dengan minimnya aktivitas. Sedangkan Istirahat adalah

relaksasi seluruh tubuh atau mungkin hanya melibatkan istirahat untuk

bagian tubuh tertentu (Vaughans, 2011).


Kebutuhan aktivitas atau pergerakan, istirahat dan tidur merupakan satu

kesatuan yang saling berhubungan dan saling memengaruhi. Tubuh

membutuhkan aktivitas untuk kegiatn fisiologis dan membutuhkan

istirahat dan tidur untuk pemulihan. (Tarwoto, 2011).

Gangguan pola tidur adalah keadaan ketika individu mengalami atau

berisiko mengalami suatu perubahan dalam kuantitas atau kualitas pola

istirahatnya yang menyebabkan rasa tidak nyaman atau mengganggu gaya

hidup yang diinginkannya (Lynda Juall, 2012). Gangguan pola tidur

adalah gangguan kualitas dan kuantitas waktu tidur akibat faktor eksternal.

(SDKI, 2016).

A. Etiologi

Tidur terjadi dalam siklus yang diselingi periode terjaga. Siklus

tidur/terjaga umumnya mengikuti irama circadian atau 24 jam dalam

siklus

siang/malam. Selain siklus tidur/terjaga, tidur terjadi dalam tahapan yang

berlangsung dalam suatu kondisi siklis. Ada lima tahapan tidur. Tahap 1

hingga tahap 4 mengacu pada tidur dengan gerakan mata tidak cepat

(NREMNon Rapid Eye Movement) dan berkisar dari kedaan tidur sangat

ringan ditahap 1 hingga keadaan tidur nyenyak di tahap 3 dan 4. Selama

tidur NREM, seseorang biasanya mengalami penurunan suhu, denyut,

tekanan darah, pernapasan, dan ketegangan otot. Penurunan tuntutan

fungsi tubuh dianggap melakukan tindakan responsif, baik secara fisiologi

maupun psikologi. Tahap 5 disebut tidur dengan gerak mata cepat (REM-
Rapid Eye Movement). Tahap tidur REM dikarakterisasikan dengan

meningkatnya level aktivitas dibandingkan pada tahap NREM. Manfaat

tidur REM berkaitan dengan perbaikan dalam proses mental dan kesehatan

emosi. (Tarwoto dan Wartonah, 2010).

1. Rapid Eye Movement (NREM)

Terjadi kurang lebih 90 menit pertama setelah tertidur. Terbagi

menjadi empat tahapan yaitu:

a) Tahap I

Merupakan tahap transisi dari keadaan sadar menjadi tidur.

Berlangsung beberapa menit saja, dan gelombang otak menjadi

lambat. Tahap I ini ditandai dengan :

1) Mata menjadi kabur dan rileks.

2) Seluruh otot menjadi lemas.

3) Kedua bola mata bergerak ke kiri dan ke kanan.

4) Tanda-tanda vital dan metabolisme menurun.

5) EEG: penurunan Voltasi gelombang-gelombang Alfa.

6) Dapat terbangun dengan mudah.

7) Bila terbangun terasa sedang bermimpi.

b) Tahap II

Merupakan tahap tidur ringan dan proses tubuh terus menurun.

Berlangsung 10-20 menit, semakin rileks, mudah terjaga, dan

gelombang otak menjadi lebih lambat. Tahap II ini ditandai dengan :

1) Kedua Bola mata berhenti bergerak.

2) Suhu tubuh menurun.


3) Tonus otot perlahan-lahan berkurang.

4) Tanda-tanda vital turun dengan jelas.

5) EEG: Timbul gelombang beta Frekuensi 15-18 siklus / detik yang

disebut gelombang tidur.

c) Tahap III

Merupakan awal tahap tidur nyenyak. Tahap ini berlangsung 15-30

menit.

Tahap III ini ditandai dengan:

1) Relaksasi otot menyeluruh.

2) Tanda-tanda vital menurun tetapi tetap teratur.

3) EEG: perubahan gelombang Beta menjadi 1-2 siklus / detik.

4) Sulit dibangunkan dan digerakkan.

d) Tahap IV

Tahap Tidur Nyenyak, berlangsung sekitar 15-30 menit. Tahap ini

ditandai dengan :

1) Jarang bergerak dan sangat sulit dibangunkan.

2) Tanda-tanda vital secara signifikan lebih rendah dari pada jam

bangun pagi.

3) Tonus Otot menurun (relaksasi total).

4) Denyut jantung dan pernapasan menurun sekitar 20-30 %.

5) EEG: hanya terlihat gelombang delta yang lambat dengan frekwensi

1-2 siklus/detik.

6) Gerak bola mata mulai meningkat.

7) Terjadi mimpi dan terkadang tidur sambil berjalan serta enuresis


(mengompol).

2. Rapid Eye Movement (REM)

Tahap tidur yang sangat nyenyak. Pada orang dewasa REM terjadi 20-

25%

dari tidurnya.

a) Tahap REM ditandai dengan:

1) Bola mata bergerak dengan kecepatan lebih tinggi dari tahap-tahap

sebelumnya.

2) Mimpi yang berwarna dan nyata muncul.

3) Tahap ini biasanya dimulai sekitar 90 menit setelah tidur dimulai.

4) Terjadi kejang otot kecil, otot besar imobilisasi.

5) Ditandai oleh respons otonom yaitu denyut jantung dan pernapasan

yang berfluktuasi, serta peningkatan tekanan darah yang berfluktuasi.

6) Metabolisme meningkat.

7) Lebih sulit dibangunkan.

8) Sekresi ambung meningkat.

9) Durasi tidur REM meningkat dengan setiap siklus dan rata-rata 20

menit.

b) Karakteristik tidur REM

1) Mata : Cepat tertutup dan terbuka.

2) Otot-otot : Kejang otot kecil, otot besar immobilisasi.

3) Pernapasan : tidur teratur, kadang dengan apnea.

4) Nadi : Cepat dan ireguler.

5) Tekanan darah : Meningkat atau fluktuasi.


6) Sekresi gaster : Meningkat.

7) Metabolisme : Meningkat, temperatur tubuh naik.

8) Gelombang otak : EEG aktif.

9) Siklus tidur : Sulit dibangunkan.

B. Fisiologis

Tidur merupakan aktivitas yang melibatkan susunan saraf pusat, saraf

perifer, endokrin kardiovaskuler, respirasi dan muskuloskeletal. Tiap

kejadian tersebut dapat diidentifikasi atau direkam dengan

electroencephalogram (EEG) untuk aktivitas listrik otak, pengukuran tonus

otot dengan menggunakan electromiogram (EMG) dan electrooculogram

(EOG) untuk pengaturan pergerakan mata.

Pengaturan dan kontrol tidur tergantung dari hubungan antara dua

mekanisme selebral yang secara bergantian mengaktifkan dan menekan

pusat otak untuk tidur dan bangun. Reticular activating system (RAS) di

bagian batang otak atas diyakini mempunyai sel – sel khusus dalam

mempertahankan kewaspadaan dan kesadaran. RAS memberikan stimulus

visual, audiotori, nyeri, dan sensori raba. Juga menerima stimulus dari

korteks serebri (emosi, proses pikir).

Pada keadaan sadar mengakibatkan neuron – neuron dalam RAS

melepaskan katekolamin, misalnya norepineprine. Saat tidur mungkin

disebabkan oleh pelepasan serum serotonin dari sel – sel spesifik di pons

dan batang otak tengah yaitu bulbar syncrhonizing regional (BSR).

Bangun dan tidurnya seseorang tergantung dari keseimbangan impuls yang


diterima dari pusat otak, reseptor sensori perifer misalnya bunyi, stimulus

cahaya, dan sistem limbiks seperti emosi.

Seseorang yang mencoba untuk tidur, mereka menutup matanya dan

berusaha dalam posisi rileks. Jika ruangan gelap dan tenang aktivitas RAS

menurun, pada saat itu BSR mengeluarkan serum serotonin.

E. Gangguan Tidur

1. Insomnia

Insomnia adalah ketidakmampuan memenuhi kebutuhan tidur, baik secara

kualitas maupun kuantitas. Gangguan tidur ini umumnya ditemui pada

individu dewasa. Penyebabnya bisa karena gangguan fisik atau karena

faktor mental seperti perasaan gundah atau gelisah.

Ada tiga jenis insomnia:

1. Insomnia inisial: Kesulitan untuk memulai tidur.

2. Insomnia intermiten: Kesulitan untuk tetap tertidur karena seringnya

terjaga.

3. Insomnia terminal: Bangun terlalu dini dan sulit untuk tidur kembali.

Beberapa langkah yang bisa dilakukan untuk mengatasi insomnia antara

lain dengan mengembangkan pola tidur-istirahat yang efektif melalui

olahraga rutin, menghindari rangsangan tidur di sore hari, melakukan

relaksasi sebelum tidur (misalnya: membaca, mendengarkan musik, dan

tidur jika benar-benar mengantuk).

2. Parasomnia

Parasomnia adalah perilaku yang dapat mengganggu tidur atau muncul


saat seseorang tidur. Gangguan ini umum terjadi pada anak-anak.

Beberapa turunan parasomnia antara lain sering terjaga (misalnya: tidur

berjalan, night terror), gangguan transisi bangun-tidur (misalnya:

mengigau), parasomnia yang terkait dengan tidur REM (misalnya: mimpi

buruk), dan lainnya (misalnya: bruksisme).

3. Hipersomnia

Hipersomnia adalah kebalikan dari insomnia, yaitu tidur yang

berkelebihan terutama pada siang hari. Gangguan ini dapat disebabkan

oleh kondisi tertentu, seperti kerusakan system saraf, gangguan pada hati

atau ginjal, atau karena gangguan metabolisme (misalnya:

hipertiroidisme). Pada kondisi tertentu, hipersomnia dapat digunakan

sebagai mekanisme koping untuk menghindari tanggung jawab pada siang

hari.

4. Narkolepsi

Narkolepsi adalah gelombang kantuk yang tak tertahankan yang muncul

secara tiba-tiba pada siang hari. Gangguan ini disebut juga sebagai

“serangan tidur” atau sleep attack. Penyebab pastinya belum diketahui.

Diduga karena kerusakan genetik system saraf pusat yang menyebabkan

tidak terkendali lainnya periode tidur REM. Alternatif pencegahannya

adalah dengan obat-obatan, seperti: amfetamin atau metilpenidase,

hidroklorida, atau dengan antidepresan seperti imipramin hidroklorida.

5. Apnea Saat Tidur dan Mendengkur


Apnea saat tidur atau sleep adalah kondisi terhentinya nafas secara

periodik pada saat tidur. Kondisi ini diduga terjadi pada orang yang

mengorok dengan keras, sering terjaga di malam hari, insomnia, mengatup

berlebihan pada siang hari, sakit kepala di siang hari, iritabilitas, atau

mengalami perubahan psikologis seperti hipertensi atau aritmia jantung.

Mendengkur sendiri disebabkan oleh adanya rintangn dalam pengairan

udara di hudung dan mulut pada waktu tidur, biasanya disebabkan oleh

adenoid, amandel atau mengendurnya otot di belakang mulut.

6. Enuresa

Enuresa merupakan buang air kecil yang tidak disengaja pada waktu tidur,

atau biasa disebut isilah mengompol. Enuresa dibagi menjadi dua jenis:

enuresa noktural: merupakan mengompol di waktu tidur, dan enuresa

diurnal, mengompol saat bangun tidur. Enuresa noktural umumnya

merupakan gangguan pada tidur NREM.

F. Manifestasi Klinis

Beberapa gangguan tidur yang perlu diperhatikan adalah :

1.) Perubahan kepribadian dan perilaku, seperti depresi, menarik diri.

2.) Rasa capek meningkat

3.) Halusinasi pandangan dan pendengaran

4.) Bingung dan disorientasi terhadap ruang dan waktu

5.) Gangguan persepsi

6.) Koordinasi menurun

7.) Bicara tak jelas


G. Kebutuhan Istirahat Tidur Per Hari

1. Bayi baru lahir : Lama tidur 14-18 jam/hari dengan 50% REM dan 1

siklus tidur rata-rata 45-60 menit.

2. Bayi (s/d 1 thn) : 1 siklus tidur rata2 12-14 jam/hari dengan

3. 20-30% REM dan tidur sepanjang malam.

4. Todler (1-3 thn): Lama tidur 11-12 jam/hari dengan 25% REM dan tidur

sepanjang malam + tidur siang.

5. Pra sekolah : ± 11 jam/hari dengan 20% REM

6. Usia sekolah : ± 10 jam/hari dengan 18,5% REM

7. Usia sekolah : ± 10 jam/hari dengan 18,5% REM.

8. Adolescent : ± 8,5 jam/hari dengan 20% REM.

9. Dewasa muda : 7-8 jam/hari dengan 20-25% REM.

10. Dewasa menengah : ± 7 jam/hari dengan 20% REM dan sering sulit

tidur.

11. Dewasa tua : ± 6 jam/hari dengan 20-25% REM dan sering sulit tidur.

H. Tanda dan gejala

1. Perasaan Lelah.

2. Gelisah.

3. Emosi.

4. Apetis.

5. Adanya kehitaman di daerah sekitar mata

6. Konjungtiva merah dan mata perih.


7. Perhatian tidak fokus.8. Sakit kepala.

9. mata sayu

10. konjungtiva merah

11. kelopak mata bengkak

I. Penatalaksanaan

1. Mengobservasi TTV

2. Mengobservasi pola waktu istirahat dan tidur

3. Memberikan lingkungan yang nyaman dan tenang

4. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat antipiretik.

J. Pemeriksaan penunjang

Tidur dapat diukur secara objektif dengan menggunakan alat yang disebut

polisomnografi. Alat ini dapat merekam elektroensefalogram (EEG),

elektromiogram (EMG), dan elektro-okulogram (EOG) sekaligus. Dengan

alat ini kita dapat mengkaji aktivitas klien selama tidur. Aktivitas yang

klien lakukan tanpa sadar tersebut bisa jadi merupakan penyebab

seringnya klien terjaga di malam hari. The Multiple Sleep Latency Test

(MSLT) memberikan informasi yang objektif tentang kantuk dan aspek-

aspek tertentu dari struktur tidur dan mengukur gerakan mata

menggunakan EOG, perubahan tonus otot menggunakan EMG, dan

aktivitas listrik otak menggunakan EEG. Klien dapat memekai Actigraph

pada pergelangan tangan untuk mengukur pola tidur selama jangka waktu
tertentu. Data Actigraphy memberika informasi waktu tidur, efisiensi

tidur, jumlah durasi waktu jaga, serta tingkat aktivitas dan istirahat

BAB II

ASUHAN KEPERAWATAN

TINJAUAN KASUS

A. DIAGNOSIS KEPERAWATAN

No Diagnosis Tanggal Tanggal


Keperawatan Ditemukan Teratasi

B. INTERVENSI KEPERAWATAN
DAFTAR PUSTAKA

Hidayat & Uliyah. 2015. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia. Edisi 2. Jakarta:
Salemba medika.

Kusnanto. 2016. Modul Pembelajaran Pemenuhan Kebutuhan Oksigen.Surabaya:


FKUI.

Harnawatiaj.2008.Keseimbangan Cairan dan Elektrolit, (Diakses 24 April 2010)

Mubarak, Wahid.I & Chayatin, NS.Nurul..2008.”Kebutuhan Dasar Manusia”.


Jakarta: EGC.

Asmadi. (2008). Teknik Prosedural Keperawatan Konsep dan Aplikasi Kebutuhan

Dasar Klien. Jkarta: Salemba Medika.

Anonim. (2016). Asuhan Keperawatan Pemenuhan Kebutuhan Aman Nyaman

Praktik Keterampilan Dasar Dalam Keperawatan.

Carpenito. (2006). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Jakarta: EGC

Kemenkes. (2016). Asuhan Keperawatan Kebutuhan Rasa Aman dan Nyaman.

Anda mungkin juga menyukai