Anda di halaman 1dari 19

BAB II

TINJAUAN TEORI

Pada bab ini penulis akan menguraikan tinjauan teori asuhan keperawatan pada klien

dengan Chronik Kidney Desease meliputi pengertian patofisiologi penatalaksanaan,

pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.

A. Pengertian

Chronik Kidney Desease merupakan kerusakan ginjal progresif yang

menyebabkan kemampuan tubuh gagal dalam mempertahankan metabolisme dan

keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan kelebihannya urea dan limbah

nitrogen dalam darah.

Chronik Kidney Desease adalah suatu gangguan pada ginjal ditandai

dengan abnormalitas struktur ataupun fungsi ginjal yang berlangsung lebih dari 3

bulan. (Sitifa dkk, 2018)

Chronik Kidney Desease adalah CKD adalah kerusakan pada fungsi

ginjal yang progresif dan irreversible, yang menyebabkan tubuh tidak mampu

mengekskresikan sisa- sisa sampah metabolisme dan mempertahankan

keseimbangan cairan dan elektrolit dalam tubuh, yang berakibat fatal pada

uremis yaitu kelebihan urea dan sampah nitrogen di dalam darah. (Priyanti &

Farhana,2016)

Dari ketiga pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa Cronic Kidney

Disease adalah suatu gangguan pada fungsi ginjal,abnormalitas struktur yang

progresif dan ireversible yang berlangsung lebih dari 3 bulan, yang menyebabkan

tubuh tidak mampu mengekskresikan sisa- sisa sampah metabolisme dan

mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit dalam tubuh, sehingga


berakibat fatal pada uremis yaitu kelebihan urea dan sampah nitrogen di dalam

darah.

1. Anatomi dan fisiologi ginjal

a. Anatomi

Ginjal adalah organ utama pada sistem perkemihan. Pada

umumnya, setiap manusia memiliki 2 buah ginjal yang terletak di

kanan dan kiri. Ginjal berbentuk seperti kacang polong, dengan

panjang sekitar 7-12 cm (5 inci) dan tebal 1,5-2,5 cm. Berat ginjal

normal sekitar 120-170 gram.

Secara anatomis, ginjal terletak pada dinding posterior abdomen di

belakang peritoneum, pada kedua sisi vertebra thorakalis ke-12

sampai vertebra lumbalis ke-3, ginjal kanan sedikit lebih rendah

dari ginjal kiri dikarenakan adanya lobus hepatis dextra yang besar.

b. Fisiologi

Ginjal dibedakan atas 2 struktur yaitu struktur makroskopis dan

struktur mikrokopis:

1)

B. Patofisiologi

Menurut NANDA NIC NOC 2015 adalah sebagai berikut : Gagal ginjal

merupakan suatu keadaan klinis kerusakan ginjal yang progresif dan irreversibel

dari berbagai penyebab diantaranya penyakit infeksi tubulointerstitial

(Pielonefritis kronik atau refluks nefroti), penyakit peradangan

(Glomerulonefritis), penyakit vaskular hipertensif (Nefrodklerosis benigna,

Nefrosklerosis maligna), gangguan jaringan ikat (Lupus eritematosus sistemik),

gangguan kongenital dan herediter (Asidosis tubulus ginjal), penyakit metabolik


(DM, Hiperparatiroidisme), Nefropati toksik (penyalahgunaan analgesik),

nefropati obstruktif (saluran kemih bagian atas dan saluran kemih bagian bawah).

Pada saat fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein yang

normalnya diekskresikan kedalam urine menjadi tertimbun di dalam darah,

sehingga terjadinya uremia dan mempengaruhi sistem sistem tubuh, akibat

semakin banyaknya tertimbun produk sampah metabolik, sehingga kerja ginjal

akan semakin berat.

Banyak masalah muncul pada gagal ginjal sebagai akibat dan penurunan jumlah

glomeruli yang dapat menyebabkan penurunan klirens. Substansi darah yang

seharusnya dibersihkan, tetapi ginjal tidak mampu untuk memfiltrasinya.

Sehingga mengakibatkan kadar kreatinin serum, nitrogen, urea darah (BUN)

meningkat. Ginjal juga tidak mampu mengencerkan urine secara normal.

Sehingga tidak terjadi respon ginjal yang sesuai terhadap perubahan masukan

cairan dan elektrolit sehingga terjadi tahanan natrium dan cairan. (Brunner &

Suddarth, 2013). Asidosis metabolik dapat terjadi karena ketidakmampuan ginjal

mengekspresikan muatan asam yang berlebihan terutama amoniak (NH3) dan

mengabsorpsi bikarbonat.

Anemia, terjadi akibat berkurangnya produksi eritropoetin, sehingga rangsangan

eritropoisis pada sumsum tulang enurun, hemolisis akibat berkurangnya masa

hidup eritrosit dalam suasana uremia toksik, defisiensi besi, asam folat dan lain-

lain akibat nafsu makan yang berkurang, perdarahan paling serin pada saluran

cerna dan kulit. (Slamet Suyono, 2001)

Ketidakseimbangan kalsium dan fosfat terjadi karena gangguan dalam

metabolismenya. Dengan menurunya filtrasi glomerulus dapat mengakibatkan

peningkatan kadar fosfat serum dan penurunan kadar serum kalsium. Sehingga
menyebabkan perubahan bentuk tulang. Penyakit tulang dan penurunan

metabolisme aktif vitamin D karena terjadi perubahan kompleks kalsium, fosfat

dan keseimbangan parathormon sehingga menyebabkan osteodistrofi (penyakit

tulang uremik)

Manifestasi klinis, manifestasi kardiovaskuler, hipertensi, gagal jantung

kongestif, edema pulmoner, dan perikarditis. Gejala dematologis : gatal-gatal

(pruritis), butiran uremik, suatu penumpukkan kristal urea di kulit. Serangan

uremik tidak umum karena pengobatan dini dan agresif. Gejala gastrointestinal,

anoreksia, mual, muntah dan cegukan. Perubahan neuromuskuler : perubahan

tingkat kesadaran, ketidakmampuan berkonsentrasi, kedutan otot, dan kejang.

Perubahan hematologis : kecenderungan perdarahan, keletihan, letargi, sakit

kepala, kelemahan umum secara bertahap akan lebih mengantuk. Neurologi :

kelemahan dan keletihan, disorientasi, kelemahan pada tungkai, perubahan

perilaku, rasa panas pada kaki. Muskuloskeletal : Kram otot, kekuatan otot hilang,

fraktur tulang, reproduktif : Amenore, Atrofi Testikuler. (Brunner & Suddarth.

2013).

Stadium dari Chronik Kidney Disease ada 3 yaitu :stadium pertama dinamakan

penurunan cadangan ginjal, selama stadium ini kreatinin serum dan kadar BUN Normal,

Creatinin Clerance berkisar 40-70 ml/mnt. Gangguan fungsi ginjal hanya dapat diketahui

dengan memberi beban kerja yang berat pada ginjal tersebut. Seperti, tes pemekatan

kemih yang lama atau dengan mengadakan tes GFR yang teliti.

Stadium kedua, perkembangan tersebut disebut insufisiensi ginjal dimana lebih dari 75%

jaringan yang berfungsi telah rusak. (GFR besarnya 25% dari normal) kadar BUN mulai

meningkat diatas batas normal, kadar kreatinin serum juga mulai meningkat melebihi

kadar normal. Kegagalan ginjal pada stadium kedua dimana nilai creatinin clearance 20-
40 ml/mnt. Gejala nokturia dan poliuria timbul, gejala ini timbul sebagai respon terhadap

stres dan perubahan makanan atau minuman secara tiba-tiba.

Stadium ketiga, stadium akhir gagal ginjal proresif, disebut gagal ginjal stadium akhir

uremia, gagal ginjal stadium akhir timbul apabila sekitar 90% dari masa nefron telah

hancur atau sekitar 200.000 nefron saja yang masih utuh, nilai GFR hanya 10% dari

keadaan normal dan creatinin clearance 5 ml/mnt. Pada keadaan ini kreatinin serum dan

kadar BUN akan meningkat dengan sangat menyolok sebagai respon terhadap GFR yang

mengalami penurunan. Pada stadium akhir gagal ginjal penderita mulai mengalami

gejala-gejala yang cukup parah, karena ginjal sudah tidak sanggup lagi mempertahankan

homoestasis cairan dan elektrolit dalam tubuh. (Sylvia A. Price. 2000).

Stadium 1

Pada stadium 1, didapati ciri yaitu menurunnya cadangan ginjal

pada stadium ini kadar kreatinin serum berada pada nilai normal

dengan kehilangan fungsi nefron 40 sampai 75%. Pasien biasanya

tidak menunjukkan gejala khusus, karena sisa nefron yang tidak

rusak masih dapat melakukan fungsi-fungsi ginjal secara normal

[10/4 11:18] Ayah: 2. Stadium 2

Pada stadium 2, terjadi insufisiensi ginjal, dimana lebih dari 75%

jaringan telah rusak, Blood Urea Nitrogen (BUN) dan kreatinin

serum meningkat akibatnya ginjal kehilangan kemampuannya

untuk memekatkan urin dan terjadi azotemia.

Stadium 3

Gagal ginjal stadium 3, atau lebih dikenal dengan gagal ginjal

stadium akhir. Pada keadaan ini kreatinin serum dan kadár BUN

(Blood Urea Nitrogen) akan meningkat dengan menyolok sekali


sebagai respon terhadap GFR (Glomerulo Filtration Rate) yang

mengalami penurunan sehingga terjadi ketidakseimbangan kadar

ureum nitrogen darah dan elektrolit sehingga pasien diindikasikan

untuk menjalani terapi dialisis atau bahkan perlu dilakukan

transplantasi ginjal.__END_OF_CONTENT__

Komplikasi dari chronik kidney desease yaitu : hiperkalemia , perikarditis, efusi

perikardial, hipertensi, anemia dan penyakit tulang.

C. Penatalaksanaan

Menurut Brunner & Suddarth (2013) adalah sebagai berikut :

1. Penatalaksanaan Medis

a. Obat anti hipertensi yang sering dipakai adalah Metildopa (Aldomet),

propanolol dan klonidin. Obat diuretik yang dipakai adalah furosemid (lasix).

b. Hiperkalemia akut dapat diobati dengan pemberian glukosa dan insulin

intravena yang memasukan K+ ke dalam sel, atau dengan pemberian kalsium

glukonat 10% intravena dengan hati-hati sementara EKG terus diawasi. Bila

kadar K+ tidak dapat diturunkan dengan dialisis, maka dapat digunakan resin

penukar kation natrium polistiren sulfonat (Kayexalate).

c. Pengobatan untuk anemia yaitu : rekombinasi eritropoetin (r-EPO) secara

meluas, saat ini pengobatan untuk anemia uremik : dengan memperkecil

kehilangan darah, pemberian vitamin, androgen untuk wanita, depotestoteron

untuk pria dan transfusi darah.


d. Pada asidosis metabolic pemberian suplemen natrium karbonat atau dialysis

mungkin diperlukan untuk mengoreksi asidosis jika kondisi ini menimbulkan

gejal

e. Pemberian heparin untuk mencegah pembekuan pada tempat dialysis selama

penanganan hemodialisis.

f. Dialisis : suatu proses dimana solut dan air mengalir difusi secara pasif

melalui suatu membran berpori dari suatu kompartemen cair menuju

kompartemen lainnya.

g. Dialisis peritoneal : merupakan alternatif dari hemodialisis pada penanganan

gagal ginjal akut dan kronik.

h. Pada orang dewasa, 2 L cairan dialisis steril dibiarkan mengalir ke dalam

rongga peritoneal melalui kateter selama 10-20 menit. Biasanya keseimbangan

cairan dialisis dan membran semipermeabel peritoneal yang banyak

vaskularisasinya akan tercapai setelah dibiarkan selama 30 menit.

i. Transplantasi ginjal : prosedur standarnya adalah memutar ginjal donor dan

menempatkannya pada fosa iliaka pasien sisi kontralateral. Dengan demikian

ureter terletak di sebelah anterior dari pembuluh darah ginjal, dan lebih mudah

dianastomosis atau ditanamkan ke dalam kandung kemih resipien.

2. Penatalaksanaan Keperawatan

Mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit, biasanya cairan yang

diperbolehkan adalah 500-600 ml untuk 24 jam, penimbangan berat badan setiap hari,

batasi masukan kalium sampai 40-60 mEq/hr, mengkaji daerah edema.

3. Penatalaksanaan diit
Tinggi karbohidrat untuk mencegah kelemahan, rendah protein, rendah natrium, batasi

protein untuk meminimalkan pemecahan protein dan untuk mencegah penumpukan

hasil akhir toksik. Tetapi apabila ingin mengkonsumsi protein harus memilih protein

yang memiliki nilai biologis tinggi (produk susu, telur, daging). Batasi makanan dan

cairan yang mengandung kalium dan fosfor (pisang, buah dan jus-jusan serta kopi).

Biasanya cairan yang diperbolehkan adalah 500-600 ml untuk 24 jam. Pemberian

vitamin juga penting karena diet rendah protein tidak cukup memberikan komplemen

vitamin yang diperlukan. Selain itu, pada pasien dialisis kemungkinakan kehilangan

vitamin dengan larut dalam air melalui darah selama penanganan dialisis.

Pemeriksaan diagnostik / laboratorium

Menurut Marilynn E .Doenges () adalah sebagai berikut :

1. Urine

Volume : Biasanya kurang dari 400 ml / 24 jam (oliguria) atau urine tidak ada

(anuria)

Warna : Secara abnormal urine keruh mungkin disebabkan oleh pus bakteri,

lemah, partikel koloid, fosfat atau urat.

Berat jenis : Kurang dari 1,05 (menetap pada 1,010 menunjukkan kerusakan ginjal

berat).

Osmolalitas : Kurang dari 350 mОsm/kg menunjukkan kerusakan tubulus dan rasio

urine/serum sering 1 : 1.

Klirens Kreatinin : Mungkin agak menurun.stadium satu CCT(40-70ml/menit), stadium

kedua, CCT (20-40ml/menit) dan stadium ketiga, CCT(5 ml/menit)

Natrium : Lebih besar dari 40 g/dl, karena ginjal tidak mampu mereabsorpsi

natrium. (135-145 g/dL)


Protein : Derajat tinggi proteinuria (3 – 4 + ) secara kuat menunjukkan

kerusakan glomerulus bila SDM dan fragmen juga ada. Derajat rendah

proteinuria (1 – 2 +).

2. Darah

BUN/Kreatinin : Meningkat, biasanya meningkat dalam proporsi, kadar kreatinin 10

mg/dl. Diduga batas akhir mungkin rendah yaitu 5

Hitung darah lengkap : Ht namun pula adanya anemia Hb : kurang dari 7 – 8 9/dl, Hb

untuk perempuan (13-15 g/dL), laki-laki (13-16 g/dL)

SDM : Waktu hidup menurun pada defesiensi eriropoetin seperti pada

azotemia.

GDA : PH : penurunan asidosis (kurang dari 7,2) terjadi karena kehilangan

kemampuan ginjal untuk mengekskresi hidrogen dan amonia atau

hasil akhir katabolisme protein. Bikarbonat menurun PCo2 menurun

natrium serum mungkin rendah (bila ginjal ”kehabisan” natrium atau

normal (menunjukkan status difusi hipematremia)

Kalium : Peningkatan normal (3,5- 5,5 g/dL) sehubungan dengan rotasi sesuai

dengan perpindahan selular (asidosis) atau pengeluaran jaringan

(hemolisis SDM) pada tahap akhir pembahan EKG mungkin tidak

terjadi sampai umum gas mengolah lebih besar.

Magnesium / fosfat meningkat di intraseluler : (27 g/dL), plasma (3 g/dL), cairan

intersisial (1,5 g/dL).

Kalsium : menurun. Intra seluler (2 g/dL), plasma darah (5 g/dL), cairan intersisial (2,5

g/dL)
Protein (khususnya albumin3,5-5,0 g/dL) : kadar semua menurun dapat menunjukkan

kehilangan protein melalui urine pemindahan cairan penurunan pemasukan atau

penurunan sintesis karena asam amino esensial.

3. Osmolalitas serum : lebih besar dari 285 mos m/kg. Sering kali sama dengan urine.

4. Ultrasonografi ginjal : Mengkaji ukuran ginjal yang dapat berhubungan dengan

kondisi tertentu, dan juga berfungsi untuk mengetahui adanya tumor, penyakit

polikistik atau obstruksi lain pada sistem perkemihan atas.

5. Computed tomographic : Menunjukkan gangguan pembuluh darah dan massa

ginjal.

6. Sinar x ginjal, ureter, kandung kemih: Menunjukkan ukuran dan struktur ginjal,

ureter dan kandung kemih. Menunjukkan adanya abnormalitas seperti kista,

tumor, atau batu

7. Angiografi aortorenal : mengkaji sirkulasi ginjal dan mengidentifikasi

ekstravasukularitas dan massa.

8. Ultrasono ginjal : menentukan ukuran ginjal dan adanya massa. Kista obstruksi pada

saluran kemih bagian atas.

9. Biopsi ginjal : dilakukan ketika kerusakan ginjal atau proteinuria mencapai rentang

nefrotik dan juga diagnostik belum diketahui dengan jelas.

10. Volding cystourethrogram (VCUG) : menunjukkan ukuran kandung kemih dan

mengidentifikasi aliran balik ke dalam ureter atau retensi yang disebabkaln oleh

obstruksi pascarenal atau gagal pascarenal.

. Pengkajian

Menurut Brunner & Suddarth (2013) adalah sebagai berikut:


1. Neurosensori

Sakit kepala, penglihatan kabur, kram, rasa terbakar, mati rasa, kesemutan dan

kelemahan terutama pada ekstremitas bawah (neuropati perifer).

2. Pernapasan

Napas pendek, dispnea terjadi mendadak pada malam hari tanpa diketahui

penyebabnya, batuk dengan atau tanpa sputum yang kental.

3. Aktivitas/Istirahat

Keletihan yang luar bias, kelemahan, malaise, gangguan tidur yaitu insomnia atau

sulit tidur, gelisah, dan somnolen.

4. Makanan/Cairan

Peningkatan berat badan (edema), penurunana berat badan (malnutrisi), anoreksia,

nyeri ulu hati, mual, muntah, distensi abdomen, napas berbau amonia

5. Eliminasi

Penurunan frekuensi urine, oliguria, anuria, kembung diare atau konstipasi.

6. Higiene

Kurus, kering, kuk dan rambut mudah patah.

7. Nyeri/Ketidaknyamanan

Nyeri panggul, sakit kepala, kram otot atau nyeri pada tungkai yang memburuk terjadi

pada malam hari.

8. Seksualitas

Penurunan libido, amenorea, infertilitas, dan juga disfungsi ereksi.

9. Interaksi Sosial

Kesulitan yang disebabkan oleh kondisi, seperti tidak dapat bekerja, mempertahankan

hubungan sosial, atau fungsi peran yang biasa di keluarga.

10. Integritas Ego


Penyangkalan, ansietas, takut, marah, iritabilitas, perubahan kepribadian.

E. Diagnosa Keperawatan

Menurut Nanda NIC NOC adalah sebagai berikut :

1. Gangguan pertukaran gas b.d kongesti paru, penurunan curah jantung, penurunan

perifer yang mengakibatkan asidosis laktat.

2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d anoreksia

3. Kelebihan volume cairan b.d penurunan haluaran urine, diet berlebih dan retensi

cairan serta natrium.

4. Nyeri akut b.d

5. Intoleransi aktivitas b.d keletihan

6. Kerusakan integritas kulit b.d pruiritas

F. Perencanaan dan Kriteria Hasil

DX 1. Gangguan pertukaran gas b.d kongesti paru, penurunan curah jantung, penurunan

perifer yang mengakibatkan asidosis laktat.

Tujuannya : Tidak terjadi gangguan pertukaran gas

Kriteria Hasil : Menunjukkan peningkatan ventilasi dan oksigenasi yang adekuat

Intervensi:

1. Buka jalan nafas klien

2. Posisikan pasien semifowler untuk memaksimalkan ventilasi

3. Auskultasi suara nafas

4. Monitor rata-rata kedalaman, irama dan usaha respirasi

5. Lakukan suction
DX 2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d anoreksia, mual dan

muntah, pembatasan diet, dan perubahan membrane mukosa mulut.

Tujuan : Masukan nutrisi yang adekuat

Kriteria hasil : Adanya peningkatan berat badan sesuai dengan tujuan, berat badan ideal

sesuai dengan tinggi badan, mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi, menunjukkan

tidak ada tanda-tanda malnutrisi, menunjukkan peningkatan fungsi pengecapan dan

menelan, tidak ada penurunan berat badan yang berarti.

Intervensi :

1. Kaji status nutrisi : perubahan BB, pengukuran antropometrik,

nilai laboratorium (elektrolit serum, BUN, kreatinin, protein, transferin dan kadar

bersih)

2. Kaji pola diet nutrisi pasien : riwayat diet, makanan kesukaan,

hitung kalori.

3. Kaji faktor yang berperan dalam merubah masukan nutrisi :

anoreksia, mual atau muntah, diet yang tidak menyenangkan bagi pasien, depresi,

kurang memahami, pembatasan diet, stomatitis

4. Tingkatkan masukan protein yang mengandung nilai biologis

tinggi sel telur, produk susu dan daging

5. Kolaborasi jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan pasien

D X 3. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan haluaran urine, diet

berlebihan dan retensi cairan dan natrium.

Tujuannya : Mempertahankan berat badan ideal tanpa kelebihan volume cairan

Kriteria Hasil : Menunjukkan turgor kulit normal tanpa ada edema, melaporkan adanya

kemudahan dalam bernafas atau tidak terjadi nafas pendek, menunjukkan tidak adanya
distensi vena leher, mempertahankan pembatasan diet cairan, melaporkan tidak adanya

kecemasan dan kebingungan

Intervensi :

1. Kaji status cairan : timbang BB harian, keseimbangan masukan

dan haluaran, turgor kulit dan adanya edema, distensi vena leher, tekanan darah,

denyut nadi dan irama nadi.

2. Batasi masukan cairan

3. Identifikasi cairan potensial cairan : medikasi dan cairan yang

digunakan untuk pengobatan oral dan intravena, makanan.

4. Kaji lokasi dan luas edema

5. Jelaskan pada pasien dan keluarga rasional pembatasan cairan

6. Bantu pasien dalam menghadapi ketidaknyamanan akibat

pembatasan cairan

7. Tingkatkan dan dorong hygiene oral dengan sering

DX 4. Nyeri akut b.d

Tujuan : Nyeri berkurang atau tidak ada

Kriteria Hasil :

Menunjukkan mampu mengontrol nyeri dengan mengetahui penyebab nyeri, mampu

menggunakan tehnik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, dan dapat melaporkan

nyeri berkurang.

Intervensi:

1. Lakukan pengkajian nyeri

2. Observasi reaksi non verbal dari ketidakyamanan klien

3. Ajarkan tehnik relaksasi napas dalam

4. Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri


5. Berikan analgetik

DX 5. Kerusakan integritas kulit b.d pruiritas

Tujuannya : Tidak terjadi kerusakan integritas kulit

Kriteria Hasil : Integritas kulit yang baik bisa dipertahankan, tidak ada luka/lesi pada kulit

Intervensi :

1. Anjurkan pasien untuk mneggunakan pakaian yang longgar

2. Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering

3. Mobilisasi pasien setiap dua jam sekali

4. Monitor kulit akan adanya kemerahan

5. Oleskan lotion pada daerah yang tertekan

Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien

DX 6. Intoleransi aktivitas b.d keletihan

Tujuannya : Dapat beraktivitas sendiri tanpa bantuan

Kriteria hasil : Menunjukkan mampu beraktivitas sehari-hari secara mandiri,

berpartisipasi dalam aktivitas fisik tanpa disertai peningkatan tekanan darah, nadi dan

respirasi, tanda-tanda vital menunjukkan normal, mampu berpindah dengan atau tanpa

bantuan.

Intervensi :

1. Kaji adanya faktor yang menyebabkan kelelahan

2. Monitor pasien akan adanya kelelahan fisik

3. Monitor pola tidur dan lamanya tidur / istirahat pasien

G. Implementasi

Menurut Patricia A. Potter (2005) adalah sebagai berikut :

Tindakan keperawatan adalah : melaksanakan rencana tindakan yang telah ditentukan

dengan maksud agar kebutuhan pasien terpenuhi secara optimal. Tindakan keperawatan
tersebut dilaksanakan sebagian oleh pasien itu sendiri. Oleh perawat secara mandiri atau

mungkin dilakukan secara kerjasama dengan anggota team kesehatan lain misalnya : Ahli

gizi dan Fisiotherapist, hal ini sangat tergantung janis tindakan, kemampuan / keterangan

pasien serta tenaga perawat itu sendiri. Proses pelaksanaan dari proses keperawatan

mempunyai lima tahap yaitu :

1. Mengkaji Ulang Klien

Pengkajian adalah : suatu proses yang berkelanjutan yang difokuskan pada suatu

dimensi atau sistem. Setiap kali perawat berinteraksi dengan klien, data tambahan

dikumpulkan untuk mencerminkan kebutuhan fisik, perkembangan intelektual

emosional, sosial dan spiritual.

2. Mencegah dan memodifikasi rencana asuhan keperawatan meskipun rencana asuhan

keperawatan telah dikembangkan sesuai dengan diagnosa keperawatan yang elah

teridentifikasi selama pengkajian. Perubahan dalam status klien mungkin

mengharuskan modifikasi rencana asuhan keperawatan yang telah direncanakan.

1. Mengidentifikasi bidang bantuan

Beberapa situasi keperawatan mengharuskan perawat untuk mencari bantuan-bantuan

dapat berupa tambahan tenaga

4. Mengimplementasikan intevensi keperawatan

Perawat memilih intervensi keperawatan berikut metode untuk mencapai tujuan

asuhan keperawatan yaitu : membantu dalam melakukan aktivitas kehidupan sehari-

hari, mengkonsulkan dan memberikan penyuluhan pada klien dan keluarga, memberi

asuhan keperawatan langsung, mengawasi dan mengevaluasi kerja staf anggota yang

lain.

5. Mengkomunikasikan intervensi keperawatan


Intervensi keperawatan dituliskan akan dikomunikasikan secara verval rencana

perawatan biasanya mencerminkan tujuan intervensi keperawatan. Setelah intervensi

keperawatan, respons klien terhadap pengobatan dicatatkan pada lembar catatan yang

sesuai dengan menuliskan waktu dan rincian tentang intervensi mendokumentasikan

bahwa prosedur telah diselesaikan.

Pada waktu tenaga perawatan memberikan asuhan keperawatan proses pengumpulan data

analisa data berjalan terus menerus guna perubahan / penyesuaian tindakan keperawatan.

Beberapa faktur dapat mempengaruhi pelaksanaan keperawatan antara lain: fasilitas / alat

yang ada, pengorganisasian pekerjaan perawat serta lingkungan fisik dimana asuhan

keperawatan dilakukan.

H. Evaluasi

Evaluasi menurut Patricia A. Potter, (2005) adalah sebagai berikut :

Evaluasi adalah : proses penilaian pencapaian tujuan serta pengkajian ulang rencana

keperawatan langkah-langkah evaluasi terdiri dari mengumpulkan data perkembangan

pasien, menafsirkan (menginterprestasikan) perkembangan pasien membandingkan data

keadaan sebelum dan sesudah dilakukan tindakan dengan menggunakan kriteria

pencapaian tujuan yang telah di latapkan, mengukur dan membandingkan perkembangan

pasien dengan standar normal yang berlaku. Ada tiga alternatif dalam menafsirkan hasil

evaluasi yaitu :

a. Tujuan tercapai

Tujuan tercapai bila pasien menunjukkan perubahan perilaku dan perkembangan

kesehatan sesuai dengan kriteria pencapaian tujuan yang telah ditetapkan.

b. Tujuan tercapai sebagian


Tujuan tercapai sebagian jika pasien menunjukkan perubahan dan perkembangan

kesehatan hanya sebagai dari kriteria pencapaian tujuan yang telah ditetapkan.

c.Tujuan sama sekali tidak tercapai

Tujuan sama sekali tidak tercapai, jika pasien menunjukkan perubahan perilaku dan

perkembangan kesehatan atau bahkan timbul masalah baru.

Evaluasi dari revisi rencana perawatan dan berfikir kritis, sejalan dengan telah

dievaluasinya tujuan, penyesuaian terhadap rencana asuhan dibuat sesuai dengan

keperluan. Setelah melakukan evaluasi keperawatan tahap selanjutnya adalah

mencabut hasil tindakan keperawatan dokumentasi asuhan keperawatan merupakan

bukti jadi pelaksanaan keperawatan yang menggunakan metode pendekatan proses

keperawatan dan catatan respon klien terhadap tindakan medis, tindakan keperawatan

atau reaksi klien terhadap penyakitnya.


DAFTAR PUSTAKA
Priyanti D., Farhana N. (2016). Perbedaan Kualitas Hidup Pasien Gagal Ginjal Yang
Bekerja Dan Tidak Bekerja Yang Menjalani Hemodialisis Di Yayasan Ginjal Diatrans
Indonesia. INQUIRY Jurnal Ilmiah Psikologi , Vol. 7 No. 1, Juli 2016 , hlm 41-47
http://journal.paramadina.ac.id/index.php/inquiry/article/view/82/52

Anda mungkin juga menyukai