Anda di halaman 1dari 23

6

BAB II
TINJAUAN TEORI

Pada bab ini penulis akan menguraikan konsep asuhan keperawatan dengan Gagal

Ginjal Kronis atau Chronic Kidney Disease (CKD) yang terdiri dari pengertian,

patofisiologi, penatalaksanaan, pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi,

implementasi dan evaluasi.

A. Pengertian

Gagal ginjal kronik adalah sebagi suatu kondisi penurunan progresif jaringan fungsi

ginjal yang tidak dapat dipulihkan atau dikembalikan. Hal ini terjadi apabila massa

ginjal yang tersisa tidak dapat lagi menjaga lingkungan internal tubuh. (Black dan

Hawks, 2014)

Gagal ginjal yaitu ginjal kehilangan kemampuannya untuk mempertahankan volume

dan komposisi cairan tubuh dalam keadaan asupan makanan normal. Gagal ginjal

biasanya dibagi menjadi dua kategori yaitu kronik dan akut. Penyakit ginjal kronik

merupakan perkembangan gagal ginjal yang progresif dan lambat pada setiap nefron

(biasanya berlangsung beberapa tahun dan tidak reversible). Penyakit ginjal kronik

seringkali berkaitan dengan penyakit kritis, berkembang cepat dalam hitungan

beberapa hari hingga minggu, dan biasanya reversible bila pasien dapat bertahan

dengan penyakit kritisnya. (Price & Wilson, 2006 dalam Nanda Nic-Noc, 2015)
7

Gagal ginjal kronis atau penyakit renal tahap akhir (ESRD) merupakan gangguan

fungsi yang progresif dan irreversible dimana kemampuan tubuh gagal untuk

mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit, sebagai

akibat dari uremia atau azotemia (retensi urea dan sampah nitrogen lainnya dalam

darah). (Brunner and Suddarth, 2013)

Dari ketiga pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa Gagal ginjal kronis atau

Chronic kidney disease adalah penurunan fungsi ginjal yang mengakibatkan ginjal

kehilangan kemampuannya untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan

cairan dan elektrolit dalam tubuh

B. Patofisiologi

Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme (yang normalnya diekskresikan ke

dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan mempengaruhi setiap sistem

tubuh. Semakin banyak timbunan produk sampah, maka gejala akan semakin berat.

Banyak gejala uremia membaik setelah dialisis. Banyak masalah muncul pada gagal

ginjal sebagai akibat dari penurunan jumlah glomeruli yang berfungsi, yang

menyebabkan penurunan klirens susbstansi darah yang seharusnya di bersihkan oleh

ginjal. Penurunan Laju Filtrasi Glomerulus (GFR) dapat dideteksi dengan

mendapatkan 24 jam untuk pemeriksaan klirens kreatinin. Menurunnya filtrasi

glomerulus (akibat tidak berfungsi glomeruli) klirens kreatinin akan menurun dan

kadar kreatinin serum akan meningkat. Selain itu, kadar nitrogen urea darah (BUN)

biasanya meningkat. Kreatinin serum merupakan indicator yang paling sensitive dari

fungsi renal karena substansi ini diprosuksi secara konstan oleh tubuh. BUN tidak
8

hanya dipengaruhi oleh penyakit renal, tetapi juga oleh masukan protein dalam diet,

katabolisme (jaringan dan luka) dan medikasi seperti Steroid.

Retensi Cairan dan Natrium. Ginjal tidak mampu untuk mengkonsentrasi atau

mengencerkan urin secara normal pada penyakit ginjal tahap akhir ; respon ginjal

yang sesuai terhadap perubahan masukan cairan dan elektrolit sehari-hari, tidak

terjadi. Pasien sering menahan natrium dan cairan, meningkatkan resiko terjadinya

edema, gagal jantung kongestif, dan hipertensi. Hipertensi juga dapat terjadi akibat

aktivasi aksis renin-angiostenin dan kerjasama keduanya meningkatkan sekresi

aldosteron. Pasien lain mempunyai kecenderungan untuk kehilangan garam;

mencetuskan resiko hipotensi dan hypovolemia. Episode muntah darah dan diare

menyebabkan penipisan air dan natrium, yang semakim memperburuk status uremik.

Asidosis, dengan semakin berkembnagnya penyakit renal, terjadi asidosis metabolik

seiring dengan ketidakmampuan ginjal mengekskresikan muatan asam (H +) yang

berlebihan. Penurunan sekresi asam terutama akibat ketidakmampuan tubulus ginjal

untuk mensekresi ammonia (NH3) dan mengabsorpsi natrium bikarbonat (HCO3-).

Penurunan ekresi fospat dan asam organik lain juga terjadi.

Anemia. Anemia terjadi sebagai akibat dari produksi eritropoetin yang tidak adekuat

memendeknya usia sel darah merah, defisiensi nutrisi, dan kecenderungan untuk

mengalami pendarahan akibat status uremik pasien, menstimulasi sum-sum tulang

untuk menghasilkan sel darah merah. Pada gagal ginjal, produksi eritropoetin

menurun dan anemia berat terjadi disertai keletihan angina dan nafas sesak.
9

Ketidakseimbangan Kalsium dan Posfat. Abnormalitas utama yang lain pada

gagal ginjal kronis adalah gangguan metabolisme kalsium dan fospat kadar serum

kalsium dan fospat tubuh memiliki hubungan saling timbal balik, jika salah satunya

meningkat, yang lain akan turun. Dengan menurunnya filtrasi melalui glomerulus

ginjal, terdapat peningkatan kadar fospat serum dan sebaliknya penurunan kadar

serum kalsium. Pemurunan kadar kalsium serum menyebabkan sekresi parat

hormone dari kelenjar paratiroid. Namun demikian, pada gagal ginjal, tubuh tidak

berespon secara normal terhadap peningkatan sekresi parathormon, dan akibatnya,

kalsium di tulang menurun, menyebabkan perubahan pada tulang dan penyakit

tulang. Selain itu, metabolit aktif vitamin D (1,25-dihidrokolekalsiferol) yang secara

normal dibuat di ginjal menurun seiring dengan berkembangnya gagal ginjal.

Penyakit tulang uremik, sering disebut osteodistropi renal, terjadi dari perubahan

kompleks kalsium, fospat, dan keseimbangan parathormon.

Laju penurunan fungsi ginjal dan perkembangan gagal ginjal kronis berkaitan dengan

gangguan yang mendasari, ekresi protein dalam urin, dan adanya hipertensi. Pasien

yang mengekskresikan secara signifikan sejumlah protein atau mengalami

peningkatan tekanan darah cenderung akan cepat memburuk daripada mereka yang

tidak mengalami kondisi ini.

Burke dan Bauldoff (2017) mengklasifikasikan stadium penyakit gagal ginjal kronik

berdasarkan laju filtrasi glomerulus. Tabel dibawah ini menggambarkan stadium dari

gagal ginjal kronik.


10

Stadium Laju Filtrasi Deskripsi dan manifestasi

Glomerulus
Stadium 1 > 90 ml/menit/1,73 m2 Kerusakan Ginjal dengan GFR normal atau

meningkat, asimtomatik, Blood Urea

Nitrogen (BUN) dan kreatinin normal.


2
Stadium 2 60-89 ml/menit/1,73 m Penurunan ringan GFR, asimtomatik,

kemungkinan hipertensi, pemeriksaan darah

biasanya dalam batas normal.


Stadium 3 30-59 ml/menit/1,73 m2 Penurunan sedang GFR, hipertensi,

kemungkinan anemia dan keletihan,

anoreksia, kemungkinan malnutrisi, nyeri

tulang, kenaikan ringan BUN dan kreatinin

serum
2
Stadium 4 15-29 ml/menit/1,73 m Penurunan berat GFR, hipertensi, anemia,

malnutrisi, perubahan, metabolisme tulang,

edema, asidosis metabolik, hiperkalsemia,

kemungkinan uremia, azotemia dengan

peningkatan BUN dan kadar kreatinin

serum

Stadium 5 < 15 ml/menit/1,73 m2 Penyakit ginjal stadium akhir, gagal ginjal

dengan azotemia dan uremia nyata.

Menurut Black dan Hawks (2014) penyebab terjadinya gagal ginjal secara umum

dibedakan menjadi gagal ginjal primer yang terjadi akibat kerusakan pada ginjal

yang secara langsung dan gagal ginjal yang terjadi secara sekunder akibat penyakit

sistemik lainnya. Pada gagal ginjal kronik stadium akhir penyebabnya sangatlah

beragam. Glomerulonephritis kronis, Acute Renal Failure (ARF), penyakit ginjal


11

polikistik, obstruksi, pielonefritis berulang, dan nefrotoksin adala contoh beberapa

penyebab gagal ginjal kronis.

Sedangkan penyakit sistemik ekstra renal yang dapat menyebabkan gagal ginjal

kronis yaitu diabetes melitus, hipertensi, lupus eritemathosus, poli artritis, penyakit

sel sabit dan amyloidosis. Akan tetapi tanpa melihat penyebab awalnya,

glumerulosklerosis dan inflamasi intertisial serta adanya fibrosis adalah ciri khas dari

gagal ginjal kronis yang menyebabkan penurunan fungsi ginjal. (Copstead &

Banasik, 2010 dalam Lemone, Burke dan Bauldoff, 2017)

Faktor-faktor yang berpengaruh atas terjadinya gagal ginjal kronis yaitu : (Kowalak,

dkk, 2011)

a. Penyakit glomerulus yang kronis (glomerulonefritis)

b. Infeksi kronis (seperti pielonefritis kronis dan tuberculosis)

c. Anomali kongenital (penyakit polikistik ginjal)

d. Penyakit vaskuler (hipertensi, nefroskerosis)

e. Obstruksi renal (batu ginjal)

f. Penyakit kalogen (lupus eritematosus)

g. Preparat nefrotoksik (terapi aminoglikosid yang lama)

h. Penyakit endokrin (nefropati diabetik)

Menurut Brunner dan suddart (2013) setiap sistem tubuh pada gagal ginjal kronis

dipengaruhi oleh kondisi uremia, maka pasien akan menunjukkan sejumlah tanda dan

gejala. Keparahan tanda dan gejala pada pasien dengan gagal ginjal kronis

bergantung pada tingkat kerusakan ginjal. anda dan gejala pasien dengan gagal ginjal

kronis diantaranya : Sistem Kardiovaskular gejala yang timbul adalah adanya


12

hipertensi (akibat retensi cairan dan natrium dari aktivasi sistem renin-angiostensin-

aldosteron),pitting edema (kaki, tangan, sakrum), edema periorbital, friction rub

pericardial, pembesaran vena leher, Sistem Integumen gejala yang timbul adalah

warna kulit abu-abu mengkilat, kulit kering (bersisik), pruritus, ekimosis, kuku tipis

dan rapuh, rambut tipis dan kasar, Sistem Pulmoner gejala yang timbul adalah

krekels, sputum kental dan liat, napas dangkal, pernapasan kussmaul, Sistem

Gastrointestinal gejala yang timbul adalah napas berbau ammonia, ulserasi dan

perdarahan pada mulut, anoreksia (mual muntah), konstipasi dan diare, perdarahan

dari saluran gastrointestinal, Sistem Neurologi gejala yang timbul adalah kelemahan

dan keletihan, konfusi, disorientasi, kejang, kelemahan pada tungkai, rasa panas

pada telapak kaki, Sistem Muskuloskeletal gejala yang timbul adalah kram otot,

kekuatan otot hilang, fraktur tulang, Sistem Reproduktif gejala yang timbul adalah

amenore, dan atrofi testikuler.

Seperti penyakit kronis lainnya penderita gagal ginjal kronis akam mengalami

beberapa komplikasi. Komplikasi yang terjadi pada penyakit gagal ginjal kronis

mencakup : ( Smeltzer dan Bare, 2013 )

a. Hiperkaliemia, akibat penurunan ekskresi, asidosis metabolik, katabolisme, dan

masukan diet berlebih.

b. Perikarditis, efusi perikardinal dan tamponade jantung akibat retensi produk

sampah uremik dan dialysis yang tidak adekuat.

c. Hipertensi, akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi system renin-

angiostenin-aldosteron.
13

d. Anemia ,akibat penurunan eritropoetin,penurunan rentang usia sel darah

merah,pendarahan gastroinstestinal akibat iritasi oleh toksin, dan kehilangan

darah selama hemodialysis, dan

e. Penyakit tulang serta klasifikasi metastatic akibat retensi fosfat, kadar kalsium

serum yang rendah, metabolisme vitamin D abnormal, dan peningkatan kadar

alumunium.

C. Penatalaksanaan

Pengkajian klinik menentukan jenis penyakit ginjal, adanya penyakit penyerta,

derajat penurunan fungsi ginjal, komplikasi akibat penurunan fungsi ginjal, factor

resiko untuk penurunan fungsi ginjal, dan faktor risiko untuk penyakit

kardiovaskular. Penatalaksanaan menurut Brunner & suddarth (2013) adalah sebagai

berikut :

1. Penatalaksanaan medis

a. Obat anti hipertensi yang sering dipakai adalah metildopa (Aldomet), propanolol

dan klonidin. Obat diuretik yang dipakai adalah furosemid (lasix).

b. Hiperkalemia akut dapat diobati dengan pemberian glukosa dan insulin intravena

yang memasukkan K+ ke dalam sel, atau dengan pemberian kalsium glukonat

10% intravena dengan hati-hati sementara EKG terus diawasi. Bila kadar K+ tidak

dapat diturunkan dengan dialisis, maka dapat digunakan resin penukar kation

natrium polistiren sulfonat (Kayexalate).

c. Pengobatan untuk anemia yaitu: rekombinasi eritropoetin (r-EPO) secara meluas,

saat ini untuk pengobatan anemia urenik: dengan memperkecil kehilangan darah
14

d. Pada asidosis metabolik pemberian suplemen natrium karbonat atau dyalisis

mungkin diperlukan untuk mengoreksi asidosis jika kondisi ini menimbulkan

gejala.

e. Pemberian heparin untuk mencegah pembekuan pada tempat dyalisis selama

penanganan hemodialisis,

f. Dialisis : suatu proses dimana solut dan air mengalir dan difusi secara pasif

melalui suatu membran berfori dari suatu kompartemen cair menuju

kompartemen lainnya.

g. Continuous Ambulatory Peritoneal Dialysis (CAPD) merupakan alternatif dari

hemodialisis pada penanganan gagal ginjal akut dan kronik.

h. Pada orang dewasa 2 liter cairan steril dibiarkan mengalir ke dalam rongga

peritoneal melalui kateter selama 10-20 menit. Biasanya keseimbangan cairan

dialisis dan membran semipermeabel peritoneal yang banyak vaskularsasinya

akan tercapai setelah dibiarkan selama 30 menit.

i. Transplantasi ginjal : prosedur standarnya adalah memutar ginjal donor dan

menempatkannya pada fosa iliaka pasien sisi kontralateral. Dengan demikian

ureter terletak di sebelah anterior dari pembuluh darah ginjal, dan lebih mudah

dianastomisis atau ditanamkan ke dalam kandung kemih resipien.

2. Penatalaksanaan Keperawatan

a. Konservatif

Mencegah memburuknya fungsi ginjal

1) Hati-hati dengan pemberian obat yang anti nefrotoksik


15

2) Hindari yang menyebabkan volume cairan ekstraseluler dan hipotensi

3) Hindari gangguan keseimbangan elektrolit

4) Hindari pembatasan ketat konsumsi protein hewani

5) Hindari proses kehamilan dan pemberian obat kontrasepsi

6) Hindari instrumentasi dan sistokopi tanpa indikasi medis yang kuat

7) Hindari pemeriksaan radiologis dengan kontras yang kuat tanpa indikasi medis

yang kuat

Pendekatan terhadap penurunan fungsi ginjal progresif lambat

1) Kendalikan hipertensi sistematik dan intraglomerular

2) Kendalikan terapi ISK

3) Diet protein yang proporsional

4) Kendalikan hiperfosfatemia

5) Terapi hiperurekermia bila asam urat serum> 10 mg%

6) Terapi hiperfosfatemia

7) Terapi asidosis metabolic

8) Kendalikan keadaan hipergilkernia

b. Dialisis

1) Peritoneal diailisis
16

Biasanya dilakukan pada kasus-kasus emergency. Sedangkan dialisis yang bisa

dilakukan dimana saja yang tidak bersifat akut adalah CAPD (Continues

Ambulatori Peritonial Dialysis)

2) Hemodialisis

Yaitu dialisis yang dilakukan melalui tindakan invasif di vena dan arteri dengan

menggunakan mesin. Pada awalnya hemodiliasis diakukan melalul daerah

femoralis namun untuk memudahkan maka dilakukan

a) AV fistula : menggabungkan vena dan arteri

b) Double lumen: langsung pada daerah jantung (vaskularisasi ke jantung)

Indikasi dilakukannya hemodialisis sebagai berikut:

a) Pasien yang memerlukan hemodiliasis adalah pasien Gagal ginjal kronik dan

Gagal ginjal akut untuk sementara sampai fungsi ginjalnya pulih.

b) Pasien-pasien tersebut dinyatakan memerlukan hemodialisis apabila terdapat

indikasi: Hiperkalemia, asidosis, kegagalan terapi konservatif, kadar ureum atau

kreatinin tinggi dalam darah, kelebihan cairan, mual dan muntah hebat

Sedangkan kontraindikasi dilakukannya hemodialisis adalah

a) Gangguan pembekuan darah

b) Anemia berat

c) Trombosis atau emboli pembuluh darah yang berat

3. Penatalaksanaan diit
17

Tinggi karbohidrat untuk mencegah kelemahan, rendah protein, rendah natrium,

batasi protein untuk meminimalkan pemecahan protein dan untuk mencegah

penumoukan hasil akhir toksik. Tetapi apabila ingin mengkonsumsi protein harus

memilih protein yang memiliki nilai biologis tinggi (produk susu, telur, daging)

membatasi makanan dan cairan yang mengandung kalium dan fosfor (pisang,buah

dan jus-jusan serta kopi). Biasanya cairan yang diperbolehkan adalah 500-600 ml

untuk 24 jam. Pemberian vitamin juga penting karena diet rendah protein tidak cukup

memberikan komplemen vitamin yang diperlukan. Selain itu, pada pasien dialisis

kemungkinan kehilangan vitamin dengan larut dalam air melalui darah.

D. Pengkajian

Pengkajian pada klien dengan gagal ginjal kronik, menurut Doengoes (2000)

diperoleh data sebagai berikut :

1. Aktivitas/istirahat

Keletihan ekstrem, kelemahan, malaise, kelemahan otot, kehilangan tonus,

penurunan rentang pergerakan sendi (RPS), gangguan tidur (insomnia, gelisah), dan

penurunan kesadaran.

2. Sirkulasi

Riwayat hipertensi lama atau berat, hipertensi, Distensi vena jugularis (DVJ), nadi

kuat, edema jaringan umum, dan pitting edema pada kaki, tungkai dan tangan,

disritmia jantung, suara jantung yang jauh, friction rub perikardia jika terdapat

perikarditis uremik, pembesaean hati, ginjal dan jantung, kulit pucat berwarna

kuning, kuning keabu-abuan, cenderung mengalami pendarahan.

3. Integritas ego
18

Faktor stres, contoh keuangan, hubungan dan sebagainya.Perasaan tidak berdaya, tak

ada harapan, tidak ada kekuatan, menolak, ansietas, takut, marah, mudah terangsang,

perubahan kepribadian.

4. Eliminasi

Penurunan frekuensi urine, oliguria, anuria (gagal tahap lanjut). Abdomen kembung,

diare/konstipasi, perubahan warna urine, contoh kuning pekat, merah, coklat,

berawan.Oliguria, dapat menjadi anuria.

5. Makanan/cairan

Peningkatan berat badan cepat (edema), penurunan berat badan (malnutrisi).

Anoreksia, nyeri ulu hati, mual / muntah, rasa metalik tak sedap pada mulut

(pernapasan ammonia), Penggunaan diuretik, distensi abdomen/asites, pembesaran

hati (tahap akhir). Perubahan turgor kulit/kelembapan..Edema (umum, tergantung).

Ulserasi gusi, perdarahan gusi/lidah.Penurunan otot, penurunan lemak subkutan,

penampilan tak bertenaga.

6. Hygiene

Kesulitan melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari (AKS), kurus, kering, kuku dan

rambut mudah patah.

7. Neurosensori

Sakit kepala, penglihatan kabur, Kram otot/kejang, sindrom “kaki gelisah”, kebas

terasa terbakar, mati rasa pada telapak kaki, mati rasa, kesemutan, dan kelemahan,

terutama pada ekstremitas bawah (neurofati perifer)

8. Nyeri/ketidaknyamanan

Nyeri panggul, sakit kepala, kram otot atau nyeri tungkai (memburuk saat malam

hari), perilaku hati-hati/distraksi, gelisah.

9. Pernafasan
19

Nafas pendek, dispnea tiba-tiba dimalam hari, batuk dengan/tanpa sputum kental dan

banyak. Takipnea, dispnea, peningkatan frekuensi atau kedalaman (pernapasan

kausmal).Batuk produktif dengan sputum merah muda encer (edema paru).

10. Keamanan

Kulit gatal, sering menggaruk, infeksi saat ini atau berulang, kecenderungan

pendarahan.

11. Seksualitas

Penurunan libido, amenore, infertilitas, disfungsi ereksi.

12. Interaksi Sosial

Kesulitan yang disebabkan oleh kondisi, seperti tidak dapat bekerja,

mempertahankan hubungan sosial, atau fungsi sosial atau fungsi peran yang biasa di

keluarga.

13. Penyuluhan/Pembelajaran

Riwayat penyakit polikistik dalam keluaraga, nefritis yang diturunkan, batu ginjal,

malignansi, riwayat hipertensi atau diabetes yang tidak terkendali (resiko tinggi

untuk gagal ginjal), pajanan terhadap toksin, seperti obat nefrotoksik, overdosis obat,

keracunan lingkungan.

Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium atau pemeriksaan darah terdiri dari pemeriksaan Blood

urea nitrogen (BUN) untuk mengukur produk akhir metabolisme protein dihati

difiltrasi oleh ginjal dan diekskresi dalam urine, Kreatinin (Cr) produk akhir

metabolisme protein dan otot yang difiltrasi oleh ginjal dan diekskresi dalam urine,

Laju filtrasi glomerulus (GFR) dihitung dari kadar Cr serum dan dilaukan untuk
20

tujuan area permukaan tubuh normal, GFR memiliki nilai sekitar 90 mL/menit pada

orang dewasa sehat, Hitung darah lengkap (CBC) adalah rangkaian pemeriksaan

skrining yang biasanya berupa pemeriksaan hemoglobin (Hb), hematokrit (Hg),

hitung morfologi, indeks, dan indeks luasnya distribusi Sel darah merah (SDM),

hitung dan ukuran trombosit, hitung sel darah putih dan hitung jenisnya, Gas darah

arteri (ABG) untuk menentukan pH dan presentase oksigen, karbon dioksida, dan

bikarbonat pada darah arteri, Elektrolit (renalit) mineral bermuatan listrik yang

ditemukan dalam jaringan tubuh dan darah dalam bentuk garam terlarut yang

membantu memindahkan nutrient ke dalam dan ke luar sel tubuh, mempertahankan

keseimbangan air, dan menstabilkan kadar pH tubuh, Protein (albuminuria)

digunakan sebagai alat skrining untuk mendeteksi cedera glomerulus yang

menyebabkan glomerulus kehilangan permeabilitas selektif dan terjadi kebocoran

protein, khususnya albumin yang diekskresi dalam urine, Osmolalitas untuk

mengukur rasio dan zat terlarut, seperti elektrolit, asam, dan sampah metablik lain

yang diproses oleh ginjal dan dilepaskan dalam urine, Natrium untuk menentukan

status hidrasi dan kemampuan untuk memelihara atau mengeluarkan Na.

2. Pemeriksaan Radiologi

Pemeriksaan radiologi terdiri dari pemeriksaan Ultrasonografi ginjal yang

menggunakan gelombang suara frekuensi tinggi dan computer untuk menciptakan

gambaran pembuluh darah, jaringan dan organ, Computed temographic (CT) scan

prosedur sinar x yang menggunakan computer untuk menghasilkan gambaran

potongan melintang tubuh secara terperinci, Sinar X ginjal, ureter, kandung

kemih, sinar X abdomen yang menunjukkan ginjal, ureter, dan kandung kemih,

Angiografi aortorenal, pemeriksaan fluoroskopik yang menggunkan kontras untuk


21

memeriksa pembuluh darah ginjal guna mengetahui adanya tanda penyumbatan atau

abnormalitas.

E. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan berdasarkan analisa data menurut Nurarif dalam Nanda Nic

Noc 2015, didapatkan diagnosa keperawatan sebagai berikut :

1. Gangguan pertukaran gas b.d kongesti paru, penurunan curah jantung, penurunan

perifer yang mengakibatkan asidosis laktat.

2. Nyeri akut b.d agen pencedera fisiologis

3. Kelebihan volume cairan b.d penurunan haluaran urine, diet berlebih dan retensi

cairan serta natrium.

4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d anorexia, mual dan

muntah, pembatasan diet, dn perubahan membran mukosa mulut.

5. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer b.d perlemahan aliran darah.

6. Intoleransi aktivitas b.d keletihan, anemia, retensi dan produk sampah.

7. Kerusakan integritas kulit b.d pruritas, gangguan status metabolik sekunder.

F. Perencanaan Keperawatan

1. Gangguan pertukaran gas b.d kongesti paru, penurunan curah jantung,

penurunan perifer yang mengakibatkan asidosis laktat.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan nyeri gangguan

pertukaran gas dapat teratsi

Kriteria Hasil :1) Klien dapat mendemonstrasikan peningkatan ventilasi dan

oksigenasi yang adekuat, 3) Dapat memelihara kebersihan paru-paru dan bebas dari

tanda distress pernafasan, 4) Tanda-tanda vital dalam rentang normal.


22

Intervensi

1) Monitor rata-rata kedalaman irama dan usaha respirasi

2) Monitor pergerakan dada,amati kesimetrisan, penggunaan otot tambahan.

3) Auskultasi suara nafas

4) Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas bantuan

5) Keluarkan sekret dengan batuk atau suction

6) Monitor respirasi dan status O2

2. Nyeri akut b.d agen pencedera fisiologis

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan nyeri berkurang/hilang

Krteria Hasil :1) Pasien mengatakan nyeri hilang, 2) Menunjukkan sikap santai, 3)

Menunjukkan keterampilan penggunaan relaksasi dan Aktivitas terapeutik sesuai

indikasi untuk situasi individu.

Intervensi

1) Kaji tingkat nyeri, lokasi, kedalaman, karakteristik serta intensitas

2) Pertahankan imobilisasi bagian yang sakit dengan istirahat baring, gips, pemberat

dan traksi

3) Tinggikan dan dukung ekstermitas yang terkena

4) Berikan alternatif tindakan kenyamanan misalnya pijatan dan perubahan posisi

5) Ajarkan menggunakan teknik manajemen stress misalnya relaksasi progresif,

latihan napas dalam dan lain-lain

6) Kolaborasi berikan analgetik sesuai program

3. Kelebihan volume cairan b.d penurunan haluaran urine, diet berlebih dan

retensi cairan serta natrium.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan kelebihan volume

cairan dapat teratasi


23

Kriteria hasil : klien Terbebas dari edema, efusi, anaskara ,Bunyi nafas bersih, tidak

ada dyspnea/ortopneu, Terbebas dari distensi vena jugularis, reflek hepatojugular

(+),Klien dapat Memelihara tekanan vena sentral, tekanan kapiler paru, output

jantung dan vital sign dalam batas normal,Terbebas dari kelelahan,kecemasan atau

kebingungan, klien dapat menjelaskan indikator kelebihan cairan

Intervensi

1) Pasang urin kateter jika diperlukan

2) Monitor hasil Hb yang sesuai dengan retensi cairan (BUN, Hmt, osmolitas urin )

3) Monitor vital sign

4) Kaji lokasi dan luas edema

5) Monitor masukan makanan/ cairan dan hitung intake kalori

6) Kolaborasi pemberian diuretik sesuai instruksi

4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d anorexia,

mual dan muntah, pembatasan diet, dn perubahan membran mukosa mulut.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan nutrisi kurang dari

kebutuhan tubuh tidak terjadi.

Kriteria Hasil :1) Adanya peningkatan berat badan sesuai tujuan, 2) Berat badan

ideal sesuai dengan tinggi badan, 3) Tidak ada tanda-tanda malnutrisi, 4)

Menunjukkan peningkatan fungsi pengecapan dari menelan dan 5) Tidak terjadi

penurunan berat badan.

Intervensi

1) Kaji adanya alergi makanan

2) Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang

dibutuhkan pasien
24

3) Yakinkan diet yang dimakan mengandung tinggi serat untuk mencegah

konstipasi

4) Berikan makanan yang terpilih (sudah dikonsultasikan dengan ahli gizi)

5) Monitor jumlah nutrisi dan kandungan nutrisi

6) Kaji kemampuan pasien untuk mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan

5. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer b.d perlemahan aliran darah

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan perfusi jaringan

perifer dapat efektif.

Kriteria Hasil : 1) Tekanan systole dan diastole dalam rentang yang diharapkan, 2)

Klien dapat berkomunikasi dengan jelas dan sesuai dengan kemampuan dan 3) Klien

dapat memutuskan dengan benar.

Intervensi

1) Monitor adanya daerah tertentu yang peka terhadap panas/dingin/tajam/tumpul

2) Monitor adanya paratese

3) Batasi gerakan kepala,leher dan punggung

4) Kolaborasi pemberian analgetik

5) Monitor adanya tromboplebitis

6) Diskusikan mengenai penyebab perubahan sensasi

6. Intoleransi aktivitas b.d keletihan, anemia, retensi dan produk sampah

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan intoleransi aktivitas

teratasi.
25

Kriteria Hasil : klien dapat berpartisipasi dalam aktivitas yang diperlukan yang

bebas dari tanda intoleran (mis, nadi, pernafasan, dan tekanan darah tetap dalam

rentang normal).

Intervensi

1) Perhatikan adanya laporan peningkatan keletihan dan kelemahan

2) Observasi adanya takikardia, pucat kulit dan membran mukosa,dispnea, dan nyeri

dada.

3) Pantau tingkat kesadaran dan perilaku

4) Pantau hasil pemeriksaan laboratorium, seperti sel darah merah, HB/Ht.

5) Berikan darah packed red cells (PCR) sesuai indikasi

6) Berikan medikasi sesuai indikasi

7. Kerusakan integritas kulit b.d pruritas, gangguan status metabolik sekunder.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan kerusakan integritas

kulit tidak terjadi.

Kriteria Hasil : 1) Klien dapat mempertahankan keutuhan kulit dan membran

mukosa, 2) klien dapat menunjukkan perilaku dan teknik untuk mencegah kerusakan

atau cedera kulit.

Intervensi

1) Inspeksi kulit untuk perubahan warna,turgor,dan vaskularitas.


26

2) Berikan perawatan kulit yang memberi kenyamanan, batasi penggunaan sabun,

dan oleskan salep atau krim seperti lanolin dan aquaphor

3) Jaga linen tetap kering dan bebas kerut

4) Selidiki adanya keluhan gatal

5) Anjurkan klien untuk menggunakan kompres dingin dan lembab pada area yang

mengalami pruritus, bukan menggaruknya. Jaga agar kuku tangan tetap pendek

6) Sarankan menggunkan bahan pakaian yang terbuat dari katun dan longgar

G. Pelaksanaan

Tindakan keperawatan adalah melaksanakan perencanaan tindakan yang telah

ditentukan dengan maksud agar kebutuhan pasien terpenuhi secara optimal.Tindakan

keperawatan tersebut dilaksanakan sebagian oleh pasien itu sendiri. Oleh perawat

secara mandiri atau mungkin dilakukan secara kerjasama dengan anggota team

kesehatan lain, misalnya : Ahli gizi dan fisioterapist, hal ini sangat tergantung

dengan jenis tindakan, kemampuan / keterangan pasien serta tenaga perawat itu

sendiri. Proses pelaksanaan dari proses keperawatan mempunyai lima tahap, yaitu:

a. Mengkaji ulang pasien

Pengkajian adalah suatu proses yang berkelanjutan yang difokuskan pada suatu

dimensi atau sistem. Setiap kali perawat berinteraksi dengan pasien, data

tambahan dikumpulkan untuk mencerminkan kebutuhan fisik, perkembangan

intelektual emosional, sosial, dan spiritual.

b. Mencegah dan memodifikasi perencanaan asuhan keperawatan

Meskipun asuhan keperawatan telah dikembangkan sesuai dengan diagnosa

keperawatan yang telah teridentifikasi selama pengkajian.Perubahan dalam


27

status pasien mungkin mengharuskan modifikasi perencanaan asuhan

keperawatan yang telah diperencanakan.

c. Mengidentifikasi bidang bantuan

Beberapa situasi keperawatan mengharuskan perawat untuk mencari bantuan-

bantuan dapat berupa tambahan tenaga

d. Melakukan perencanaan keperawatan

Perawat memilih perencanaan keperawatan berikut metode untuk mencapai

tujuan asuhan keperawatan yaitu : membantu dalam melakukan aktivitas

kehidupan sehari-hari, mengkonsulkan dan memberikan penyuluhan pada pasien

dan keluarga, memberikan asuhan keperawatan langsung, mengawasi dan

mengevaluasi kerja staf anggota yang lain.

e. Mengkomunikasikan perencanaan keperawatan

Perencanaan keperawatan dituliskan akan dikomunikasikan secara verbal

perencanaan perawatan biasanya mencerminkan tujuan intervensi keperawatan.

Setelah intervensi keperawatan, respon pasien terhadap pengobatan dicatatkan

pada lembar catatan yang sesuai dengan menuliskan waktu dan rincian tentang

intervensi mendokumentasikan bahwa prosedur telah diselesaikan.

Pada waktu tenaga perawatan memberikan asuhan keperawatan proses pengumpulan

dan analisa data berjalan terus-menerus guna perubahan/penyesuaian tindakan

keperawatan. Beberapa faktor dapat mempengaruhi pelaksanaan keperawatan antara

lain : fasilitas/alat yang ada, pengorganisasian pekerjaan perawat serta lingkungan

fisik dimana asuhan keperawatan dilakukan.

H. Evaluasi
28

Evaluasi adalah proses penilaian pencapaian tujuan serta pengkajian ulang

perencanaan keperawatan langkah-langkah evaluasi terdiri dari mengumpulkan data

perkembangan pasien, menafsirkan (menginterpretasikan) perkembangan pasien

membandingkan data keadaan sebelum dan sesudah dilakukan tindakan dengan

menggunakan kriteria pencapaian tujuan yang telah ditetapkan, mengukur dan

membandingkan perkembangan pasien dengan standar normal yang berlaku. Ada

tiga alternanatif dalam menafsirkan hasil evaluasi, yaitu :

a. Tujuan tercapai

Tujuan tercapai bila pasien menujukkan perubahan perilaku dan perkembangan

kesehatan sesuai dengan kriteria pencapaian tujuan yang telah ditetapkan.

b. Tujuan tercapai sebagian

Tujuan tercapai sebagian jika pasien menunjukkan perubahan dan perkembangan

kesehatan hanya sebagian dari kriteria pencapaian tujuan yang telah ditetapkan.

c. Tujuan sama sekali tidak tercapai

Tujuan sama sekali tidak tercapai, jika pasien menunjukkan perubahan perilaku

dan perkembangan kesehatan atau bahkan timbul masalah baru.

Evaluasi dari revisi perencanaan perawatan dan berfikir kritis, sejalan dengan telah

dievaluasinya tujuan, penyesuaian terhadap perencanaan asuhan dibuat sesuai dengan

keperluan. Setelah melakukan evaluasi keperawatan tahap selanjutnya adalah

mencabut hasil tindakan keperawatan dokumentasi asuhan keperawatan bukti jadi

pelaksanaan keperawatan yang menggunakan metode pendekatan proses

keperawatan.

Anda mungkin juga menyukai