OLEH :
SITI ROHANI
NIM : 2023207209059
2. Klasifikasi CKD
Penyakit CKD selalu berkaitan dengan penurunan progresif GFRyang
tersisa (Muttaqin & Sari, 2019). Price dan Wilson (2019) menjelaskan
perjalanan klinis umum CKD progresif dibagi menjadi tiga stadium
yaitu:
a. Stadium 1 (penurunan cadangan ginjal)
Pada stadium pertama kreatinin serum dan kadar BUN normal dan
asimtomatik. Gangguan fungsi ginjal hanya dapat terdeteksi
dengan memberi beban kerja yang berat pada ginjal tersebut,
seperti tes pemekatan urine. Muttaqin dan Sari (2019) menjelaskan
penurunan cadangan ginjal yang terjadi apabila GFR turun 50%
dari normal.
3. Etiologi
Begitu banyak kondisi klinis yang bisa menyebabkan terjadinya CKD.
Akan tetapi, apapun penyebabnya, respons yang terjadi adalah
penurunan fungsi ginjal secara progresif. Kondisi klinis yang
memungkinkan dapat mengakibatkan CKD bisa disebabkan dari ginjal
sendiri maupun dari luar ginjal (Muttaqin & Sari, 2019).
4. Patofisiologi
Patofisiologi penyakit CKD pada awalnya tergantung pada penyakit
yang mendasarinya, tapi dalam perkembangan selanjutnya proses yang
terjadi kurang lebih sama. Penyakit CKD dimulai pada fase awal
gangguan, keseimbangan cairan, penanganan garam, serta penimbunan
zat-zat sisa masih bervariasi dan bergantung pada ginjal yang sakit
(Muttaqin & Sari, 2019).
CK
Hemodialisa Berulang,
Resiko Infeksi Penumpukan toksik Penimbunan asam dalam tubuh Produksi renin
Transplantasi ginjal
Uremik
Ph Angiostensin I Cairan menumpuk
dalam jaringan
Ketidak Seimbangan Sekresi protein terganggu Sindroma Asidosis Metabolik Angiostensin II
cairan dan elektrolit uremia Resiko cidera
Edema
Co2 Sekresi
c. Pulmoner
1) Ronkhi basah kasar (krekels)
2) Sputum kental dan lengket
3) Napas dangkal
4) Pernapasan kussmaul
d. Gastrointerstinal
1) Napas berbau amonia
2) Ulserasi dan perdarahan pada mulut
3) Anoreksia, mual dan muntah
4) Konstipasi dan diare
5) Perdarahan pada saluran cerna
e. Neurologi
1) Kelemahan dan keletihan
2) Konfusi
3) Disorientasi
4) Kejang
5) Kelemahan pada tungkai
6) Rasa panas pada telapak kaki
7) Perubahan perilaku
f. Muskuloskeletal
1) Kram otot
2) Kekuatan otot hilang
3) Fraktur tulang
4) Foot drop
g. Reproduktif
1) Amenore
2) Atrofil testiskuler
7. Komplikasi
Komplikasi penyakit gagal ginjal kronik menurut Smletzer dan Bare
(2015) yaitu :
a. Hiperkalemia akibat penurunan eksresi, asidosis
metabolik, katabolisme dan masukan diet berlebihan.
b. Perikarditis, efusi pericardial dan tamponade jantung akibat
retensi produk sampah uremik dan dialysis yang tidak
adekuat.
c. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta
malfungsi sistem rennin-angiostensin-aldosteron
d. Anemia akibat penurunan eritropoetin, penurunan rentang usia
sel darah merah, perdarahan gastrointestinal akibat iritasi oleh
toksin dan kehilangan darah selama hemodialisis.
e. Penyakit tulang serta kalsifikasi metastatik akibat retensi fosfat,
kadar kalsium serum yang rendah, metabolisme vitamin D
abnormal dan peningkatan kadar alumunium.
8. Penatalaksanaan
Menjaga keseimbangan cairan elektrolit dan mencegah komplikasi
merupaka tujuan dari penatalaksanaan pasien CKD (Muttaqin& Sari,
2019). Menurut Suharyanto dan Madjid (2019) pengobatan pasien
CKD dapat dilakukan dengan tindakan konservatif dan dialisis atau
transplatansi ginjal.
a. Tindakan konservatif
Tindakan konservatif merupakan tindakan yang bertujuan untuk
meredakan atau memperlambat gangguan fungsi ginjal progresif.
1) Pengaturan diet protein, kalium, natrium dan cairan.
Intervensi diet perlu pada gangguan fungsi renal dan mencakup
pengaturan yang cermat terhadap masukan protein, masukan
cairan untuk mengganti cairan yang hilang, masukan natrium
untuk mengganti natrium yang hilang dan pembatasan kalium
(Smeltzer & Bare, 2015).
a) Pembatasan protein
Pembatasan protein tidak hanya mengurangi kadar BUN,
tetapi juga mengurangi asupan kalium dan fosfat, serta
mengurangi produksi ion hydrogen yang berasal dari
protein. Brunner dan Suddart (2016), menjelaskan protein
yang diperbolehkan harus mengandung nilai biologis yang
tinggi (produk susu, keju, telur, daging).
b) Diet rendah kalium
Hiperkalemia biasanya merupakan masalah pada gagal
ginjal lanjut. Asupan kalium dikurangi. Diet yang
dianjurkan adalah 40-80 mEq/hari. Penggunanaan makanan
dan obat-obatan yang tinggi kadar kaliumnya dapat
menyebabkan hiperkalemia.
c) Diet rendah natrium
Diet natrium yang dianjurkan adalah 40-90 mEq/hari (1-2 g
Na). Asupan natrium yang terlalu longgar dapat
mengakibatkan retensi cairan, edema perifer, edema paru,
hipertensi dan gagal jantung kongestif.
d) Pengaturan cairan
Cairan yang diminimum penderita gagal ginjal tahap lanjut
harus di awasi dengan seksama. Parameter yang terdapat
untuk diikuti selain data asupan dan pengeluaran cairan
yang dicatat dengan tepat adalah pengukuran Berat badan
harian.
3) Pola Eliminasi
Biasanya pada pasien terjadi penurunan frekuensi urine,
oliguria, anuria (gagal tahap lanjut), abdomen kembung,
diare konstipasi, perubahan warna urin (Haryono 2021).
g. Pemeriksaan Fisik
1) Keluhan umum dan tanda-tanda vital
Keadaan umum pasien lemah dan terlihat sakit berat. Tingkat
kesadaran menurun sesuai dengan tingkat uremia dimana dapat
mempengaruhi system saraf pusat. Pada hasil pemeriksaan
vital sign, sering didapatkan adanya perubahan pernafasan
yang meningkat, suhu tubuh meningkat serta terjadi perubahan
tekanan darah dari hipertensi ringan hingga menjadi berat
(Muttaqin & Sari,2019).
3) Kepala
a) Mata : konjungtiva anemis, mata merah,
berair, penglihatan kabur, edema periorbital.
b) Rambut: rambut mudah rontok, tipis dan kasar.
c) Hidung : biasanya ada pernapasan cuping hidung
d) Mulut : nafas berbau amonia, mual,muntah serta
cegukan, peradangan mukosa mulut.
2. Diagnosis Keperawatan
1. Perfusi Jaringan Perifer Tidak Efektif
2. Defisit Nutrisi
3. Nyeri Akut
3. Rencana keperawatan
Edukasi
Anjurkan berhenti
merokok, berolahraga
rutin, minum obat
( antihipertensi,
antikuagulan,
antikolestrol ) secara
teratur
Anjurkan melakukan
perawatan kulit yang
tepat
Ajarkan program diet
rendah lemak jenuh
dan tinggi omega 3
Informasikan tanda
dan gejala darurat yang
harus dilaporkan
2 Defisit Nutrisi Setelah dilakukan Manajemen Nutrisi
tindakan selama 1 x 24 (I.03119)
jam diharapkan Nutrisi
kurang dari kebutuhan Observasi
teratasi, dengan KH: Kaji adanya alergi
Makan habis satu porsi makanan
Monitor adanya
penurunan BB dan gula
darah
Monitor lingkungan
selama makan
Monitor turgor kulit
Monitor kekeringan,
rambut kusam, total
protein, Hb dan kadar
Ht
Monitor mual dan
muntah
Monitor pucat,
kemerahan dan
kekeringan konjungtiva
Monitor intake nutrisi
Terapeutik
Yakinkan diet yang
dimakan mengandung
tinggi serat untuk
mencegah konstipasi
informasikan kepada
klien dan keluarga
tentang manfaat nutrisi
Edukasi
Anjurkan banyak
minum
Kolaborasi
Kolaborasi dengan
dokter tentang
kebutuhan suplemen
makanan seperti
NGT/TPN sehingga
intake cairan yang
adekuat dapat
dipertahankan
3 Nyeri Akut Setelah dilakukan Manajemen Nyeri
tindakan 3 x 24 jam, (I.08238)
diharapkan Tingkat
cedera menurun, dengan Observasi:
KH : Identifikasi faktor
Keluhan Nyeri pencetus dan pereda
berkurang nyeri
Meringis berkurang Monitor lokasi dan
Gelisah berkurang penyebaran nyeri
Kesulitan tidur Monitor durasi dan
berkurang frekuensi nyeri
Terapeutik:
Ajarkan teknik
relaksasi pernafasan
Atur interval waktu
pemantauan sesuai
dengan kondisi pasien
Dokumentasi hasil
pemantauan
Edukasi :
Jelaskan tujuan dan
prosedur pemantauan
informasikan hasil
pemantauan
DAFTAR PUSTAKA
Alam, Syamsir & Hadibroto, Iwan. 2017. Gagal Ginjal. Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama
Baradero, Dayrit & Siswadi. (2019). Seri Asuhan Keperawatan Klien Gangguan
Ginjal. Jakarta: EGC