Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PENDAHULUAN

CHRONIC KIDNEY DESEASE (CKD)

OLEH :

SITI ROHANI
NIM : 2023207209059

PRODI PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
PRINGSEWU LAMPUNG
TA 2023
A. KONSEP DASAR PENYAKIT
1. Pengertian
Menurut Smeltzer dan Bare (2015) CKD atau gagal ginjal kronis
merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversibel
dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme
dan keseimbangan cairan dan elektrolit sehingga terjadi uremia (retensi
urea dan sampah nitrogen lain dalamdarah).

Kidney Disease Outcomes Quality Initiative (KDOQI), CKD


merupakan kerusakan ginjal yang terjadi dengan penurunan GFR
(Glomerular Filtration rate) <60 mL/min/ 1.73 m2 selama lebih dari 3
bulan (Kasiske, Betram., 2014)

2. Klasifikasi CKD
Penyakit CKD selalu berkaitan dengan penurunan progresif GFRyang
tersisa (Muttaqin & Sari, 2019). Price dan Wilson (2019) menjelaskan
perjalanan klinis umum CKD progresif dibagi menjadi tiga stadium
yaitu:
a. Stadium 1 (penurunan cadangan ginjal)
Pada stadium pertama kreatinin serum dan kadar BUN normal dan
asimtomatik. Gangguan fungsi ginjal hanya dapat terdeteksi
dengan memberi beban kerja yang berat pada ginjal tersebut,
seperti tes pemekatan urine. Muttaqin dan Sari (2019) menjelaskan
penurunan cadangan ginjal yang terjadi apabila GFR turun 50%
dari normal.

b. Stadium 2 (insufisiensi ginjal)


Lebih dari 75% jaringan yang berfungsi telah rusak (GFR besarnya
25% dari normal). Pada tahap ini BUN mulai meningkat diatas
normal, kadar kreatinin serum mulai meningkat melebihi kadar
normal, azotemia ringan, timbul nokturia dan poliuri.
c. Stadium 3 (gagal ginjal stadium akhir / uremia)
Stadium ketiga disebut penyakit ginjal stadium akhir (ERSD) yang
dapat terjadi apabila 90% massa nefron telah hancur, nilai GFR
10% dari keadaan normal, dan bersihan kreatinin mungkin sebesar
5-10 ml permenit atau kurang. Pada tahap ini kreatinin serum dan
kadar BUN meningkat sangat menyolok sebagai respons terhadap
GFR yang mengalami sedikit penurunan.

KDOQI merekomendasikan pembagian CKD berdasarkan stadium dari


tingkat penurunan GFR yaitu:
a. Stage1: Kidney damage with normalor increased GFR
(>90 mL/min/1.73m2)
b. Stage2: Mild reduction in GFR (60-89 mL/min/1.73 m2)
c. Stage3: Moderate reduction in GFR (30-59 mL/min/1.73 m2)
d. Stage4: Severe reductionin GFR (15-29mL/min/1.73 m2)
e. Stage5: Kidney failure(GFR <15 mL/min/1.73 m2 or dialysis)

3. Etiologi
Begitu banyak kondisi klinis yang bisa menyebabkan terjadinya CKD.
Akan tetapi, apapun penyebabnya, respons yang terjadi adalah
penurunan fungsi ginjal secara progresif. Kondisi klinis yang
memungkinkan dapat mengakibatkan CKD bisa disebabkan dari ginjal
sendiri maupun dari luar ginjal (Muttaqin & Sari, 2019).

Price dan Wilson (2019) mengkategorikan ada delapan kelas yang


menjadi penyebab tersering dari penyakit CKD yaitu :
a. Penyakit infeksi tubulointerstitial : Pielonefritis kronik atau
refluks nefropati.
b. Penyakit peradangan glomerulonefritis
Glomerulonefritis adalah penyebab gagal ginjal pada sepertiga
pasien yang membutuhkan dialisis atau transplantasi.
Glomerulonefritis adalah peradangan ginjal bilateral, biasanya
timbul pasca infeksi streptococcus. Untuk glomerulus akut,
gangguan fisiologis utamanya dapat mengakibatkan eksresi air,
natrium dan zat-zat nitrogen berkurang sehingga timbul edema dan
azotemia, peningkatan aldosterone menyebabkan retensi air dan
natrium. Untuk glomerulonefhritis kronik, ditandai dengan
kerusakan glomerulus secara progresif lambat, akan tampak ginjal
mengkerut, berat lebih kurang dengan permukaan bergranula. Ini
disebabkan jumlah nefron berkurang karena iskemia, karena
tubulus mengalami atropi, fibrosis intestisial dan penebalan
dinding arteri (Haryono, 2021).
c. Penyakit vaskuler hipertensif seperti nefrosklerosis
benigna, nefroklerosis maligna, dan stenosis arteri renalis.
d. Gangguan jaringan ikat seperti lupus eritematosus sistemik,
poliarterites nodosa, dan sklerosis sistemik progresif.
e. Penyakit kongenital dan herediter seperti penyakit ginjal
polikistik, dan asidosis tubulus ginjal.
f. Gangguan metabolik yang dapat mengakibatkan CKD antara
lain diabetes melitus, gout, hiperparatiroidisme dan amiloidosis.
g. Netropati toksik akibat penyalahgunaan analgesik dan
nefropati timah.
h. Nefropati obstruksi
Traktus urinarius bagian atas: batu, neoplasma, fibrosis
retroperitoneal. Traktus urinarius bagian bawah: hipertrofi prostat,
striktur uretra, anomali kongenital leher vesika urinaria dan uretra.

4. Patofisiologi
Patofisiologi penyakit CKD pada awalnya tergantung pada penyakit
yang mendasarinya, tapi dalam perkembangan selanjutnya proses yang
terjadi kurang lebih sama. Penyakit CKD dimulai pada fase awal
gangguan, keseimbangan cairan, penanganan garam, serta penimbunan
zat-zat sisa masih bervariasi dan bergantung pada ginjal yang sakit
(Muttaqin & Sari, 2019).

Berdasarkan proses perjalanan penyakit dari berbagai penyebab yaitu


infeksi, vaskuler, zat toksik, obstruksi saluran kemih yang pada
akhirnya akan terjadi kerusakan nefron sehingga menyebabkan
penurunan GFR dan menyebabkan CKD, yang mana ginjal mengalami
gangguan dalam fungsi eksresi dan fungsi non-eksresi
(Nursalam,2017). Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme
protein (yang normalnya diekskresikan ke dalam urin) tertimbun dalam
darah. Terjadi uremia dan mempengaruhi setiap sistem tubuh.
Semakin banyak timbunan produk sampah maka gejala akan
semakin berat. Banyak masalah muncul pada CKD sebagai akibat dari
penurunan jumlah glomeruli yang berfungsi, yang menyebabkan
penurunan kliresn (substansi darah yang seharusnya dibersihkan oleh
ginjal). Menurunnya filtrasi glomerulus (akibat tidak berungsinya
gromeruli) klirens kreatinin akan menurun dan kadar kreatinin serum
akan meningkat. Selain itu, kadar nitrogen urea darah (BUN) juga
meningkat (Smeltzer & Bare, 2015)

Ginjal juga tidak mampu untuk mengkonsentrasikan atau


mengencerkan urin secara normal pada penyakit ginjal tahap akhir.
Terjadi penahanan cairan dan natrium, sehingga beresiko terjadinya
edema, gagal jantung kongestif, dan hipertensi. Hipertensi juga dapat
terjadi akibat aktivasi aksis renin-angiotensin dan kerjasama keduanya
meningkatkan sekresi aldosteron. Sindrom uremia juga bisa
menyebabkan asidosis metabolik akibat ginjal tidak mampu
menyekresi asam (H+) yang berlebihan. Penurunan sekrsi asam akibat
tubulus ginjal tidak mampu menyekresi ammonia (NH3-) dan
megapsorbsi natrium bikarbonat (HCO3-). Penurunan eksresi fosfat
dan asam organik yang terjadi, maka mual dan muntah tidak dapat
dihindarkan (Smeltzer & Bare, 2015).
Penurunan sekresi eritropoetin sebagai faktor penting dalam stimulasi
produksi sel darah merah oleh sumsum tulang menyebabkan produk
hemoglobin berkurang dan terjadi anemia sehingga peningkatan
oksigen oleh hemoglobin berkurang maka tubuh akan mengalami
keletihan,angina dan napas sesak.

Ketidakseimbangan kalsium dan fosfat merupakan gangguan


metabolisme. Kadar serum kalsium dan fosfat tubuh memiliki
hubungan timbal balik. Jika salah satunya meningkat maka fungsi
yang lain akan menurun. Dengan menurunnya filtrasi melaui
glomerulus ginjal maka meningkatkan kadar fosfat serum, dan
sebaliknya, kadar serum kalsium menurun. Penurunan kadar kalsium
serum menyebabkan sekresi parathhormon dari kelenjar paratiroid,
tetapi gagal ginjal tubuh tidak dapat merspons normal terhadap
peningkatan sekresi parathormon sehingga kalsium ditulang
menurun, menyebabkan terjadinya perubahan tulang dan penyakit
tulang. Selain itu, metabolit aktif vitamin D yang secara normal dibuat
di ginjal menurun seiring dengan berkembangnya gagal ginjal
(Smeltzer & Bare, 2015).
5. WOC CKD
Infeksi Obstruksi Traktus Gangguan Vaskuler Nefrotoksik Kelainan Gangguan Metabolik
Urinalis Imunologis Herediter
kerusakan
progresif Penimbunan Akumulasi kompleks Arteriosklerosis Iskemia ginjal Gangguan Mobilisasi lemak
struktur cairan di pelvis antigen, antibody Fungsi ginjal
Penebalan membran ginjal Ginjal ureter mengendap di Suplai darah Nekrosis
dasar kapiler
Membran glomerulus ke ginal
sebagian Atrofi parenkim Penebalan membran Disfungsi endotel
besar jaringan ginjal yang progresif mikrovaskuler fungsi
ginjal
Kematian Nefron
hilang Hidronefrosis Invasi jaringan Mikroagiopati
Fibrosa pada glomerulus
Kerusakan struktur Gangguan perfusi Nefropati
ginjal jumlah kapiler jaringan ginjal
penyaringan GFR

CK

Hemodialisa Berulang,
Resiko Infeksi Penumpukan toksik Penimbunan asam dalam tubuh Produksi renin
Transplantasi ginjal
Uremik
Ph Angiostensin I Cairan menumpuk
dalam jaringan
Ketidak Seimbangan Sekresi protein terganggu Sindroma Asidosis Metabolik Angiostensin II
cairan dan elektrolit uremia Resiko cidera
Edema
Co2 Sekresi

Sistem saraf Hematologi Muskuloskeletal Gastrointerstinal Kulit Aldosteron Kelebihan


Volume cairan
pCo2 Reab Na, air

Respon Produksi Konsentrasi Vit.D ureum Ureum pada TD


Pernafasan Asidosis Eritropoitein pada saluran cerna jaringan
kulit Kussmaul
metabolik Ca+ Curah Jantung
Produksi sel darah Stomatitis, Pruritus, Kulit kering
COP Ketidak efektifan
Merah Kram Otot Ulkus lambung dan pecah Penurunan Curah
pola nafas
Jantung
O2 ke otak Anemia Meta me sel E
Nyeri
Kesadaran b
Gangguan perfusi
HbO2 O2 o
Gangguan jaringan perifer
Perfusi Jaringan ke sel li
Serebral
s
esiko Kerusakan Intoleransi Aktivitas
Integritas Kulit
6. Respon tubuh terhadap perubahan fisiologis
Smeltzer & Bare (2015) menjelaskan bahwa setiap sistem tubuh
dipengaruhi oleh kondisi uremia pada pasien CKD, maka pasien akan
memperlihatkan sejumlah tanda dan gejala. Keparahan tanda dan
gejala tergantung pada bagian dan tingkat kerusakan ginjal, kondisi
lain yang mendasari pada usia pasien diantaranya yaitu:
a. Kardiovakuler
1) Hipertensi
2) Pitting edema (kaki, tangan, sakrum)
3) Edema periorbital
4) Friction rub pericardial
5) Pembesaran vena leher
b. Integumen
1) Warna kulit abu-abu mengkilat
2) Kulit kering, besisik
3) Pruritus
4) Ekimosis
5) Kuku tipis dan rapuh
6) Rambut tipis dan kasar

Penimbunan pigmen urine (terutama urokrom) bersama anemia


pada insufisiensi ginjal lanjut akan menyebabkan kulit pasien
menjadi putih – putih seakan berlilin dan kekuning – kuningan.
Jika kadar BUN sangat tinggi, maka pada bagian kulit yang banyak
keringat akan timbul kristal – kristal urea yang halus dan berwarna
putih. Memar pada kulit terjadi karena peningkatan fragilitas
kapiler.

c. Pulmoner
1) Ronkhi basah kasar (krekels)
2) Sputum kental dan lengket
3) Napas dangkal
4) Pernapasan kussmaul
d. Gastrointerstinal
1) Napas berbau amonia
2) Ulserasi dan perdarahan pada mulut
3) Anoreksia, mual dan muntah
4) Konstipasi dan diare
5) Perdarahan pada saluran cerna
e. Neurologi
1) Kelemahan dan keletihan
2) Konfusi
3) Disorientasi
4) Kejang
5) Kelemahan pada tungkai
6) Rasa panas pada telapak kaki
7) Perubahan perilaku
f. Muskuloskeletal
1) Kram otot
2) Kekuatan otot hilang
3) Fraktur tulang
4) Foot drop
g. Reproduktif
1) Amenore
2) Atrofil testiskuler

7. Komplikasi
Komplikasi penyakit gagal ginjal kronik menurut Smletzer dan Bare
(2015) yaitu :
a. Hiperkalemia akibat penurunan eksresi, asidosis
metabolik, katabolisme dan masukan diet berlebihan.
b. Perikarditis, efusi pericardial dan tamponade jantung akibat
retensi produk sampah uremik dan dialysis yang tidak
adekuat.
c. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta
malfungsi sistem rennin-angiostensin-aldosteron
d. Anemia akibat penurunan eritropoetin, penurunan rentang usia
sel darah merah, perdarahan gastrointestinal akibat iritasi oleh
toksin dan kehilangan darah selama hemodialisis.
e. Penyakit tulang serta kalsifikasi metastatik akibat retensi fosfat,
kadar kalsium serum yang rendah, metabolisme vitamin D
abnormal dan peningkatan kadar alumunium.

8. Penatalaksanaan
Menjaga keseimbangan cairan elektrolit dan mencegah komplikasi
merupaka tujuan dari penatalaksanaan pasien CKD (Muttaqin& Sari,
2019). Menurut Suharyanto dan Madjid (2019) pengobatan pasien
CKD dapat dilakukan dengan tindakan konservatif dan dialisis atau
transplatansi ginjal.
a. Tindakan konservatif
Tindakan konservatif merupakan tindakan yang bertujuan untuk
meredakan atau memperlambat gangguan fungsi ginjal progresif.
1) Pengaturan diet protein, kalium, natrium dan cairan.
Intervensi diet perlu pada gangguan fungsi renal dan mencakup
pengaturan yang cermat terhadap masukan protein, masukan
cairan untuk mengganti cairan yang hilang, masukan natrium
untuk mengganti natrium yang hilang dan pembatasan kalium
(Smeltzer & Bare, 2015).
a) Pembatasan protein
Pembatasan protein tidak hanya mengurangi kadar BUN,
tetapi juga mengurangi asupan kalium dan fosfat, serta
mengurangi produksi ion hydrogen yang berasal dari
protein. Brunner dan Suddart (2016), menjelaskan protein
yang diperbolehkan harus mengandung nilai biologis yang
tinggi (produk susu, keju, telur, daging).
b) Diet rendah kalium
Hiperkalemia biasanya merupakan masalah pada gagal
ginjal lanjut. Asupan kalium dikurangi. Diet yang
dianjurkan adalah 40-80 mEq/hari. Penggunanaan makanan
dan obat-obatan yang tinggi kadar kaliumnya dapat
menyebabkan hiperkalemia.
c) Diet rendah natrium
Diet natrium yang dianjurkan adalah 40-90 mEq/hari (1-2 g
Na). Asupan natrium yang terlalu longgar dapat
mengakibatkan retensi cairan, edema perifer, edema paru,
hipertensi dan gagal jantung kongestif.
d) Pengaturan cairan
Cairan yang diminimum penderita gagal ginjal tahap lanjut
harus di awasi dengan seksama. Parameter yang terdapat
untuk diikuti selain data asupan dan pengeluaran cairan
yang dicatat dengan tepat adalah pengukuran Berat badan
harian.

Aturan yang dipakai untuk menentukan banyaknya asupan cairan


adalah:

Jumlah urine yang dikeluarkan selama 24 jam terakhir + 500 ml (IWL)

Misalnya : Jika jumlah urin yang dikeluarkan dalam waktu 24 jam


adalah 400 ml, maka asupan cairan total dalam sehari adalah 400 +
500 ml = 900 ml.

2) Pencegahan dan pengobatan komplikasi


a) Hipertensi
Hipertensi dapat dikontrol dengan pembatasan natrium dan
cairan. Pemberian obat antihipertensi seperti metildopa
(aldomet), propranolol, klonidin. Apabila penderita sedang
mengalami terapi hemodialisa, pemberian antihipertensi
dihentikan karena dapat mengakibatkan hipotensi dan syok
yang diakibatkan oleh keluarnya cairan intravaskuler
melalui ultrafiltrasi. Pemberian diuretik seperti furosemid
(Lasix).
b) Hiperkalemia
Hiperkalemia merupakan komplikasi yang paling serius,
karena bila K+ serum mencapai sekitar 7 mEq/L, dapat
mengakibatkan aritmia dan juga henti jantung.
Hiperkalemia dapat diobati dengan pemberian glukosa dan
insulin intravena, yang akan memasukkan K+ ke dalam sel,
atau dengan pemberian kalsium glukonat 10%.
c) Anemia
Anemia pada pasien CKD diakibatkan penurunan sekresi
eritropoeitin oleh ginjal. Pengobatannya adalah pemberian
hormon eritropoeitin selain dengan pemberian vitamin dan
asam folat, besi dan tranfusi darah.
d) Asidosis
Asidosis ginjal biasanya tidak diobati kecuali HCO 3-plasma
dibawah angka 15 mEq/L. Bila asidosis beratakan dikoreksi
dengan pemberian Na HCO3- (Natrium Bikarbonat)
parenteral. Koreksi pH darah yang berlebihan dapat
mempercepat timbulnya tetani, maka harus dimonitor
dengan seksama.
e) Diet rendah fosfat
Diet rendah fosfat dengan pemberian gel yang dapat
mengikat fosfat didalam usus. Gel yang dapat mengikat
fosfat harus dimakan bersama makanan.
f) Pengobatan hiperurisemia
Obat pilihan untuk mengobati hiperurisemia pada penyakit
ginjal lanjut adalah pemberian alopurinol. Obat ini
menggurangi kadar asam urat dengan menghambat
biosintesis sebagian asam urat total yang dihasilkan tubuh.
b. Dialisis dan transplatansi
Terapi pengganti ginjal dilakukan pada penyakit CKD stadium 5,
yaitu pada GR kurang dari 15ml/menit. Terapi pengganti tersebut
dapat berupa dialisis atau transplantasi ginjal (Sudoyo, dkk, 2010).
Dialisis dapat digunakan untuk mempertahankan penderita dalam
keadaan klinis yang optimal sampai tersedia donor ginjal
(Suharyanto &Madjid ,2019)

Menurut Smeltzer (2016) Penatalaksanaan keperawatan pada


pasien CKD yaitu :

a. Mengkaji status cairan dan mengidentifikasi sumber potensi


ketidak seimbangan cairan pada pasien.
b. Menetap program diet untuk menjamin asupan nutrisi yang
memadai dan sesuai dengan batasan regimen terapi.
c. Mendukung perasan positif dengan mendorong pasien untuk
meningkatkan kemampuan perawatan diri dan lebih mandiri.
d. Memberikan penjelasan dan informasi kepada pasien dan
keluarga terkait penyakit CKD, termasuk pilihan pengobatan
dan kemungkinan komplikasi.
e. Memberi dukungan emosional.

B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


1. Pengkajian
a. Pengumpulan Data Awal
1) Identitas pasien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, alamat,
pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam masuk rumah
sakit, nomor register dan diagnosa medis.
2) Identitas Penangung jawab
Meliputi nama, umur, pendidikan, pekerjaan, alamat, dan
hubungan.
b. Riwayat Kesehatan
Keluhan utama merupakan hal-hal yang dirasakan oleh pasien
sebelum masuk ke rumah sakit. Pada pasien dengan gagal ginjal
kronik biasanya didapatkan keluhan utama yang bervariasi, mulai
dari urine keluar sedikit sampai tidak dapat BAK, gelisah sampai
penurunan kesadaran, tidak selera makan (anoreksia), mual,
muntah, mulut terasa kering, rasa lelah, napas bau (amonia), dan
gatal pada kulit (Muttaqin& Sari, 2019).

c. Riwayat Kesehatan Sekarang


Biasanya pasien mengalami penurunan frekuensi urine, penurunan
kesadaran, perubahan pola nafas, kelemahan fisik, adanya
perubahan kulit, adanya nafas berbau amonia, rasa sakit kepala,
dan perubahan pemenuhan nutrisi (Muttaqin & Sari, 2019).

d. Riwayat Kesehatan Dahulu


Biasanya pasien berkemungkinan mempunyai riwayat penyakit
gagal ginjal akut, infeksi saluran kemih, payah jantung,
penggunaan obat-obat nefrotoksik, penyakit batu saluran kemih,
infeksi sistem perkemihan yang berulang, penyakit diabetes
mellitus, dan hipertensi pada masa sebelumnya yang menjadi
predisposisi penyebab. Penting untuk dikaji mengenai riwayat
pemakaian obat-obatan masa lalu dan adanya riwayat alergi
terhadap jenis obat kemudian dokumentasikan (Muttaqin & Sari,
2019).

e. Riwayat Kesehatan Keluarga


Riwayatpenyakitvaskuler hipertensif, penyakitmetabolik,riwayat
menderitapenyakitgagalginjalkronik.

f. Pola-Pola Aktivitas Sehari-Hari


1) Pola Aktivitas / Istirahat
Biasanya pasien mengalami kelelahan ekstrim,kelemahan,
malaise, gangguan tidur (insomnia/gelisah atau samnolen),
penurunan rentang gerak (Haryono, 2021).

2) Pola Nutrisi dan Metabolisme


Biasanya pasien mual, muntah, anoreksia, intake cairan
inadekuat, peningkatan berat badan cepat (edema), penurunan
berat badan (malnutrisi), nyeri ulu hati, rasa metalik tidak
sedap pada mulut (pernafasan amonia) (Haryono,2021).

3) Pola Eliminasi
Biasanya pada pasien terjadi penurunan frekuensi urine,
oliguria, anuria (gagal tahap lanjut), abdomen kembung,
diare konstipasi, perubahan warna urin (Haryono 2021).

4) Persepsi diri dan konsep diri


Perasaan tidak berdaya, tak ada harapan, tak ada kekuatan,
menolak, ansietas, takut, marah, mudah, perubahan
kepribadian, kesulitan menentukan kondisi, contoh tidak
mampu bekerja, mempertahankan fungsi peran.

5) Pola reproduksi dan seksual


Penurunan libido, amenorea, infertilitas(Haryono, 2021).

g. Pemeriksaan Fisik
1) Keluhan umum dan tanda-tanda vital
Keadaan umum pasien lemah dan terlihat sakit berat. Tingkat
kesadaran menurun sesuai dengan tingkat uremia dimana dapat
mempengaruhi system saraf pusat. Pada hasil pemeriksaan
vital sign, sering didapatkan adanya perubahan pernafasan
yang meningkat, suhu tubuh meningkat serta terjadi perubahan
tekanan darah dari hipertensi ringan hingga menjadi berat
(Muttaqin & Sari,2019).

2) Pengukuran antropometri: Penurunan berat badan karena


kekurangan nutrisi, atau terjadi peningkatan berat badan karena
kelebihan cairan.

3) Kepala
a) Mata : konjungtiva anemis, mata merah,
berair, penglihatan kabur, edema periorbital.
b) Rambut: rambut mudah rontok, tipis dan kasar.
c) Hidung : biasanya ada pernapasan cuping hidung
d) Mulut : nafas berbau amonia, mual,muntah serta
cegukan, peradangan mukosa mulut.

4) Leher : terjadi pembesaran vena jugularis.


5) Dada dan toraks : penggunaan otot bantu pernafasan,
pernafasan dangkal dan kusmaul serta krekels, pneumonitis,
edema pulmoner, friction rub pericardial.
6) Abdomen : nyeri area pinggang, asites.
7) Genital : atropi testikuler, amenore.
8) Ekstremitas : Capitally revil time > 3 detik, kuku rapuh dan
kusam serta tipis, kelemahan pada tungkai, edema, akral
dingin, kram otot dan nyeri otot, nyeri kaki, dan mengalami
keterbatasan gerak sendi.
9) Kulit : ekimosis, kulit kering, bersisik, warna kulit abu-abu,
mengkilat atau hiperpigmentasi, gatal (pruritus), kuku tipis dan
rapuh, memar (purpura), edema.
h. Pemeriksaan Penunjang
1) Laboratorium
Menurut Muttaqin (2019) dan Rendi & Margareth (2019) hasil
pemeriksaan laboratoium pada pasien gagal ginjal kronik
adalah :
a) Urine, biasanya kurang dari 400ml / 24 jam (oliguria) atau
urine tidak ada (anuria). Warna secara abnormal urine keruh
mungkin disebabkan pus, bakteri, lemak fosfat, dan urat
sedimen kotor. Kecoklatan menunjukkan adanya darah.
Berat jenis urine kurang dari 0,015 (metap pada 1,010
menunjukkan kerusakan ginjal berat). Protein, derajat tinggi
proteinuria (3-4) secara kuat menunjukkan kerusakan
glomerulus.
b) Laju endap darah meninggi yang diperberat oleh adanya
anemia, dan hipoalbuminemia. Anemia normoster
normokrom dan jumlah retikulosit yang rendah.
c) Ureum dan kreatinin meninggi, biasanya perbandingan
antara ureum dan kreatinin kurang lebih 20:1. Perbandingan
bisa meninggi oleh karena perdarahan saluran cerna,
demam, luka bakar luas, pengobatan steroid dan obstruksi
saluran kemih. Perbadingan ini berkurang ketika ureum
lebih kecil dari kreatinin, pada diet rendah protein dan tes
Klirens Kreatinin yang menurun.
d) Hiponatremi: umumnya karena kelebihan cairan.
Hiperkalemia: biasanya terjadi pada gagal ginjal lanjut
bersama dengan menurunnya diuresis.
e) Hipoklasemia dan hiperfosfatemia: terjadi karena
berkurangnya sintesis vitamin D3 pada pasien CKD.
f) Alkalin fosfat meninggi akibat gangguan metabolisme
tulang, terutama isoenzim fosfatase lindin tulang.
g) Hipoalbuminemia dan hipokolesterolemia, umumnya
disebabkan gangguan metabolisme dan diet rendah protein.
h) Peninggian gula darah, akibat gangguan metabolisme
karbohidrat pada gagal ginjal (resistensi terhadap pengaruh
insulin pada jaringan perifer).
i) Hipertrigleserida, akibat gangguan metabolisme lemak,
disebabkan peninggian hormon insulin dan menurunnya
lipoprotein lipase.
j) Asidosis metabolik dengan kompensasi respirasi
menunjukkan Ph yang menurun, HCO3 yang menurun,
PCO2 yang menurun, semua disebabkan retensi asam-asam
organik pada gagal ginjal.

2) Pemeriksaan Diagnostik lain


Pemeriksaan radiologis menurut Sudoyo,dkk (2019) dan
Muttaqin & Sari (2019) meliputi :
a) Foto polos abdomen untuk menilai bentuk dan besar ginjal
(adanya batu atau adanya suatu obstruksi). Dehidrasi akan
memperburuk keadaan ginjal, bisa tampak batu radio –
opak, oleh sebab itu penderita diharapkan tidak puasa.
b) Intra Vena Pielografi (IVP) untuk menilai sistem
pelviokalises dan ureter. Pemeriksaan ini mempunyai
resiko penurunan faal ginjal pada keadaan tertentu,
misalnya usia lanjut, diabetes mellitus, dan nefropati asam
urat. Pielografi intravena jarang dikerjakan karena kontras
sering tidak bisa melewati filter glomerulus, disamping
kekhawatiran terjadinya pengaruh toksik oleh kontras
terhadap ginjal yang sudah mengalami kerusakan.
c) Ultrasonografi (USG) untuk menilai besar dan bentuk
ginjal, tebal parenkim ginjal, kepadatan parenkim ginjal,
anatomi system pelviokalises, ureter proksimal, kandung
kemih dan prostat.
d) Renogram untuk menilai fungsi ginjal kanan dan kiri,
lokasi dari gangguan (vaskuler, parenkim, eksresi) serta
sisa fungsi ginjal.
e) Elektrokardiografi (EKG) untuk melihat kemungkinan:
hipertropi ventrikel kiri, tanda-tanda pericarditis, aritmia,
gangguan elektrolit (hiperkalemia).

2. Diagnosis Keperawatan
1. Perfusi Jaringan Perifer Tidak Efektif
2. Defisit Nutrisi
3. Nyeri Akut

3. Rencana keperawatan

No Diagnose Tujuan (SLKI) Intervensi (SIKI)


. keperawatan
(SDKI)
1 Perfusi Setelah dilakukan Perawatan sirkulasi
Jaringan tindakan selama 1 x 24 (I.02079)
Periper Tidak jam diharapkan perfusi
Efektif periper meningkat, Observasi
dengan KH:  Identifikasi sirkulasi
 Denyut nadi periper periper
kuat  monitor panas,
 Penyembuhan luka kemerahan, nyeri,
cepat edema pada ekstermitas
 Tidak edema periper
Terapeutik
 Hindari pemasangan
infus / pengambilan
darah / pengukuran
tekanan darah di area
yang terganggu
 Lakukan pencegahan
infeksi, perawatan kaki
dan kuku
 Berikan hidrasi yang
kuat

Edukasi
 Anjurkan berhenti
merokok, berolahraga
rutin, minum obat
( antihipertensi,
antikuagulan,
antikolestrol ) secara
teratur
 Anjurkan melakukan
perawatan kulit yang
tepat
 Ajarkan program diet
rendah lemak jenuh
dan tinggi omega 3
 Informasikan tanda
dan gejala darurat yang
harus dilaporkan
2 Defisit Nutrisi Setelah dilakukan Manajemen Nutrisi
tindakan selama 1 x 24 (I.03119)
jam diharapkan Nutrisi
kurang dari kebutuhan Observasi
teratasi, dengan KH:  Kaji adanya alergi
 Makan habis satu porsi makanan
 Monitor adanya
penurunan BB dan gula
darah
 Monitor lingkungan
selama makan
 Monitor turgor kulit
 Monitor kekeringan,
rambut kusam, total
protein, Hb dan kadar
Ht
 Monitor mual dan
muntah
 Monitor pucat,
kemerahan dan
kekeringan konjungtiva
 Monitor intake nutrisi

Terapeutik
 Yakinkan diet yang
dimakan mengandung
tinggi serat untuk
mencegah konstipasi
 informasikan kepada
klien dan keluarga
tentang manfaat nutrisi

Edukasi
 Anjurkan banyak
minum

Kolaborasi
 Kolaborasi dengan
dokter tentang
kebutuhan suplemen
makanan seperti
NGT/TPN sehingga
intake cairan yang
adekuat dapat
dipertahankan
3 Nyeri Akut Setelah dilakukan Manajemen Nyeri
tindakan 3 x 24 jam, (I.08238)
diharapkan Tingkat
cedera menurun, dengan Observasi:
KH :  Identifikasi faktor
 Keluhan Nyeri pencetus dan pereda
berkurang nyeri
 Meringis berkurang  Monitor lokasi dan
 Gelisah berkurang penyebaran nyeri
 Kesulitan tidur  Monitor durasi dan
berkurang frekuensi nyeri

Terapeutik:
 Ajarkan teknik
relaksasi pernafasan
 Atur interval waktu
pemantauan sesuai
dengan kondisi pasien
 Dokumentasi hasil
pemantauan

Edukasi :
 Jelaskan tujuan dan
prosedur pemantauan
 informasikan hasil
pemantauan
DAFTAR PUSTAKA

Alam, Syamsir & Hadibroto, Iwan. 2017. Gagal Ginjal. Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama

Baradero, Dayrit & Siswadi. (2019). Seri Asuhan Keperawatan Klien Gangguan
Ginjal. Jakarta: EGC

Bulechek, dkk. 2016. Nursing Interventions Classification (NIC), 6 th Indonesian


edition. ISBN Indonesia: CV. Mocomedia and is published by
arrangement with Elsevier Inc

Kasiske, Betram. 2014. Kidney Disease Improving global outcomes (KDIGO).


http://www.kdigo.org/Clinical%20Practice%20Conferences/Philippines%
202014/KDIGO%20CKD%20Guideline%20Manila_Kasiske.pdf Diakses
tanggal 01 Februari 2017

Anda mungkin juga menyukai