Anda di halaman 1dari 39

Chronic

Kidney
Disease
Bimbingan Dokter Muda
Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran UNS
Definisi
Chronic kidney disease (CKD) adalah
suatu kerusakan pada struktur atau fungsi
ginjal yang berlangsung ≥ 3 bulan,

dengan atau tanpa disertai penurunan


glomerular filtration rate (GFR).

Selain itu, CKD dapat pula didefinisikan


sebagai suatu keadaan dimana GFR < 60
mL/menit/1,73 m2 selama ≥ 3 bulan
dengan atau tanpa disertai kerusakan ginjal
Etiologi
Penyebab tersering terjadinya CKD adalah
• diabetes dan
• tekanan darah tinggi,
yaitu sekitar dua pertiga dari seluruh kasus (National Kidney Foundation, 2015).

Keadaan lain yang dapat menyebabkan kerusakan ginjal diantaranya adalah penyakit peradangan
seperti glomerulonefritis, penyakit ginjal polikistik, malformasi saat perkembangan janin
dalam rahim ibu, lupus, obstruksi akibat batu ginjal, tumor atau pembesaran kelenjar
prostat, dan infeksi saluran kemih yang berulang (Wilson, 2005).
Faktor Resiko
• Usia,
• Riwayat keluarga CKD,
• Intake air putih ≤2000ml/day,
• Konsumsi minuman
berkarbonasi,
• Riwayat penyakit ginjal (AKI),
batu ginjal, hipertensi, and
diabetes mellitus
• Gender: pria > wanita
• Obesitas
• Merokok
• Nefrotoksin: alkohol, obat
analgesik
PATOFISIOLOGI

Ginjal normal mengandung sekitar 1 juta nefron, yang masing-masing


berkontribusi terhadap laju filtrasi glomerulus total (GFR). Dalam
menghadapi cedera ginjal (terlepas dari etiologinya), ginjal memiliki
kemampuan bawaan untuk mempertahankan GFR, meskipun penghancuran
progresif nefron berjalan, karena nefron sehat yang tersisa akan melakukan
hiperfiltrasi dan hipertrofi kompensasi. Adaptasi nefron
Venus ini memungkinkan
has a beautiful name and is the
pembersihan normal zat terlarut plasma secara berkelanjutan.
second planet from the Sun.Kadar zat
It’s terribly
hot—even hotter than Mercury—and its
plasma seperti urea dan kreatinin mulai menunjukkan peningkatan yang
atmosphere is extremely poisonous. It’s
terukur hanya setelah GFR total menurun 50%.natural object in the
the second-brightest
night sky after the Moon
Hiperfiltrasi dan hipertrofi dari nefron yang
tersisa, meskipun menguntungkan karena
alasan yang telah dijelaskan sebelumnya,
telah dihipotesiskan menjadi penyebab
utama disfungsi ginjal progresif.
Peningkatan tekanan kapiler glomerulus
dapat merusak kapiler, yang pada awalnya
mengarah ke glomerulosklerosis fokal dan
akhirnya ke glomerulosklerosis global.
Faktor-faktor lain selain proses penyakit yang
mendasarinya dan hipertensi glomerulus yang dapat
menyebabkan cedera ginjal progresif adalah sebagai
berikut:

• Hipertensi sistemik • Berkurangnya perfusi


• Hyperphosphatemia
• Nefrotoksin (mis., Obat (mis. Akibat dehidrasi
parah atau episode dengan deposisi
antiinflamasi nonsteroid
syok) kalsium fosfat
[NSAID], media kontras
• • Merokok
intravena) Proteinuria (selain
• Diabetes yang tidak
menjadi penanda
CKD) terkontrol
• Hiperlipidemia
Hiperkalemia

Kemampuan untuk mempertahankan ekskresi kalium mendekati normal


umumnya dipertahankan dalam CKD, selama sekresi aldosteron dan aliran
distal dipertahankan. Pertahanan lain terhadap retensi kalium pada pasien
dengan CKD adalah peningkatan ekskresi kalium dalam saluran pencernaan,
yang juga di bawah kendali aldosteron.
Hiperkalemia (cont’d..)

• Hiperkalemia biasanya tidak terjadi hingga GFR turun menjadi kurang dari 20-25 mL / mnt / 1,73
m², di mana ginjal mengalami penurunan kemampuan untuk mengeluarkan kalium.
• Hiperkalemia dapat diamati lebih cepat pada pasien yang mengonsumsi makanan kaya kalium atau
memiliki kadar aldosteron serum rendah. Sumber umum kadar aldosteron rendah adalah diabetes
mellitus dan penggunaan inhibitor ACE, NSAID, atau beta-blocker.
• Hiperkalemia pada CKD dapat diperburuk oleh pergeseran kalium ekstraseluler, seperti terjadi
pada keadaan asidemia atau karena kurangnya insulin.
Asidosis metabolik

Pada CKD, ginjal tidak mampu menghasilkan cukup amonia dalam tubulus
proksimal untuk mengeluarkan asam endogen ke dalam urin dalam bentuk
ammonium. Pada tahap 5 CKD, akumulasi fosfat, sulfat, dan anion
organik lainnya adalah penyebab peningkatan gap anion.
Retensi garam dan air

Regulasi garam dan air oleh ginjal berubah dalam CKD. Ekspansi volume
ekstraseluler dan kelebihan volume tubuh total terjadi akibat kegagalan
ekskresi natrium dan air. Biasa dimanifestasikan secara klinis ketika
GFR turun menjadi kurang dari 10-15 mL / menit / 1,73 m², ketika
mekanisme kompensasi sudah minimum.
Retensi garam dan air (cont’d..)

Ketika fungsi ginjal menurun lebih banyak, retensi natrium dan ekspansi volume
ekstraseluler menyebabkan edema perifer dan tidak jarang, edema paru dan hipertensi.
Pada GFR yang lebih tinggi, kelebihan natrium dan asupan air dapat menghasilkan
gambaran yang sama jika jumlah natrium dan air yang dicerna melebihi potensi yang
tersedia untuk kompensasi ekskresi.
ANEMIA
Anemia normositik normokromik terutama berkembang dari penurunan sintesis
erythropoietin ginjal, hormon yang bertanggung jawab untuk stimulasi
sumsum tulang untuk produksi sel darah merah (RBC). Anemia dimulai
pada awal perjalanan penyakit dan menjadi lebih parah karena massa ginjal
yang berfungsi dengan baik menyusut dan GFR semakin menurun.
BONE DISEASE
Renal Bone Disease adalah komplikasi umum dari CKD. Ini mengakibatkan
komplikasi skeletal (misalnya, kelainan pada pergantian tulang, mineralisasi,
pertumbuhan linear) dan komplikasi ekstraskeletal (misalnya, kalsifikasi
jaringan pembuluh darah atau jaringan lunak).

CKD-mineral and bone disorder CKD-MBD) berkaitan dengan kelainan


biokimia yang terkait pada metabolisme tulang. CKD-MBD dapat terjadi akibat
perubahan kadar fosfor serum, PTH, vitamin D, dan alkaline phosphatase.
Anamnesis (tanda gejala)
Penyakit Ginjal Kronik

• Tekanan darah tinggi • Kehilangan nafsu makan • Mual & muntah


• Perubahan frekuensi dan • Sakit kepala • Bengkak, terutama pada
jumlah buang air kecil • Tidak dapat berkonsentrasi kaki dan pergelangan
dalam sehari • Gatal kaki, serta pada kelopak
• Adanya darah dalam urin • Sesak mata waktu pagi hari
• Lemah serta sulit tidur

(Kemenkes RI)
KLASIFIKASI STADIUM
Penyakit ini didefinisikan dari ada atau tidaknya kerusakan ginjal dan
kemampuan ginjal dalam menjalankan fungsinya. Klasifikasi ini ditujukan
untuk memfasilitasi penerapan pedoman praktik klinis, pengukuran kinerja
klinis dan peningkatan kualitas pada evaluasi, dan juga manajemen CKD
Pemeriksaan fisik CKD
Manifestasi klinik CKD tidak spesifik dan biasanya ditemukan pada tahap akhir penyakit. Pada
stadium awal, CKD biasanya asimtomatik, meliputi :

• Peningkatan tekanan darah dan kerusakan target organ


• Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit : edema, polineuropati
• Gangguan endokrin-metabolik : amenorrhea, malnutrisi, gangguan pertumbuhan dan
perkembangan, infertilitas dan disfungsi seksual
• Gangguan saluran cerna : anoreksia, mual muntah, nafas bau urin (uremic factor),
konstipasi
• Gangguan neuromuskular : letargi, sendawa, asteriksis, restless leg syndrome, miopati
• Gangguan dermatologis : palor, hiperpigmentasi, pruritus
1. Laboratorium
Pemeriksaan Pemeriksaan GFR dan kadar
penunjang CKD kreatinin serum penting pada
pasien CCKD untuk menilai
A. Laju Filtrasi Glomerolus fungsi ginjal.
Laju filtrasi glomerulus digunakan sebagai ukuran untuk
mengetahui besarnya kerusakan ginjal karena filtrasi
glomerulus merupakan tahap awal dari fungsi nefron.

• Stadium 1: Kerusakan • Stadium 3: Penurunan


ginjal dengan GFR ≥ 90 • Stadium 5:
GFR sedang 30 – 59
ml/menit/1,73 m2 ml/menit/1,73 m2 4. Gagal ginjal, GFR <
• Stadium 2: Kerusakan • Stadium 4: Penurunan 15 ml/menit/1,73 m2
ginjal dengan penurunan GFR berat 15 – 29 atau sudah menjalani
GFR ringan 60 – 89 ml/menit/1,73 m2 5. dialisis
ml/menit/1,73 m2 3.

GFR <60ml/menit/1,73 m2 ≥ 3 bulan diklasifikasikan sebagai penyakit ginjal kronis


1. Laboratorium
Pemeriksaan Pemeriksaan GFR dan kadar
penunjang CKD kreatinin serum penting pada
pasien CCKD untuk menilai
2. Kreatinin fungsi ginjal.
Kreatinin merupakan zat nonprotein nitrogen sebagai hasil
metabolisme kreatin otot, zat endogen yang difiltrasi bebas, tidak
mengalami reabsorbsi ditubulus ginjal, tetapi sejumlah kecil
kreatinin disekresi oleh sel tubulus ginjal.

• Metode analisis yang


• digunakan untuk •
Kadarnya di Nilai kreatinin serum
mengukur kreatinin
plasma relatif normal: 0,6 – 1,3
adalah metode kimia
konstan dan mg/dL. Kreatinin
berdasarkan reaksi
klirensnya dapat serum > 1,5 mg/dL
Jaffe, metode
diukur sebagai menunjukkan telah
enzimatik dan High
indikator laju adanya gangguan
performance liquid
filtrasi fungsi ginjal.
chromatography
glomerulus.
(HPLC).
Beberapa rumus yang digunakan untuk memperkirakan
laju filtrasi glomerulus melalui kadar kreatinin darah
adalah :
1. Laboratorium
Pemeriksaan Pemeriksaan GFR dan kadar kreatinin serum penting

penunjang CKD pada pasien CCKD untuk menilai fungsi ginjal. Kadar
elektrolit seperti sodium, potassium klorida dan bikarbonat dapat
menentukan kelainan biokimiawi darah
3. Bersihan suatu zat/klirens
sihan suatu zat / Klirens Klirens dari suatu zat adalah
volume dari plasma yang dibersihkan dari zat
tersebut dalam satuan waktu.

Zat yang difiltrasi kemudian tidak direabsorbsi maupun disekresi adalah inulin,
nilai bersihannya sesuai dengan laju filtrasi glomerulus.
• Kadarnya di
Klirens kreatinin secara konvensional memerlukan pengumpulan urine 24 jam.
plasma relatif
konstan dan
Untuk menghindari
klirensnya dapatkesalahan penilaian karena pengumpulan urine, digunakan
rumus bersihan
diukur tanpa pengukuran kadar kreatinin urine yakni rumus Cockcroft-
sebagai
Gault.
indikator laju
filtrasi
A= luas permukaan tubuh
glomerulus. dengan menggunakan
nomogram Du Bois
1. Laboratorium
Pemeriksaan
penunjang CKD

• Proteinuria
• Proteinuria sebagai petunjuk • Urea
adanya penyakit ginjal. terjadi • Senyawa nitrogen non • Kalium
karena adanya protein dengan konsentrasi • Kalium sebagian besar
• peningkatan permeabilitas disekresi oleh nefron
tertinggi di dalam darah
membran glomerulus (glomerular
adalah urea. bagian bawah. Pada diet
proteinuria), gangguan reabsorbsi
tubulus (tubular proteinuria), tinggi kalium, akan
peningkatan protein yang beradaptasi dengan
abnormal dalam plasma dan meningkatkan ekskresi
sekresi protein yang abnormal di nefron dan sekresi di
dalam traktus urinarius (post renal usus.
proteinuria).
1. Laboratorium
Pemeriksaan
penunjang CKD

• Kalsium (Ca)
• Natrium • Penurunan kadar kalsium • Fosfat (P)
• Pada penyakit ginjal kronik total pada penyakit ginjal • Terjadi penurunan
terjadi kegagalan peningkatan kronik merangsang sekresi ekskresi fosfat pada
ekskresi NaCl untuk hormon paratiroid dan nefron menyebabkan
menyesuaikan dengan katabolisme hormon peningkatan kadar fosfat
peningkatan dietnya. paratiroid terbanyak di serum. Nilai normal
ginjal, sehingga terjadi fosfat plasma/serum
hiperparatiroid sekunder normal: 2,5 – 4,5 mg/dl
1. Laboratorium
Pemeriksaan
penunjang CKD

• Asam urat
• Magnesium • Asam urat merupakan
• Peningkatan Mg serum terjadi produk akhir dari Nilai rujukan asam urat darah dengan
saat GFR < 20 ml/menit metabolisme purin. Asam metode urikase adalah:
karena ekskresi menurun dan urat bersifat kurang larut 1. Wanita dewasa = 2,6 – 6 mg/dl (0,16 –
air, oleh enzim urikase / 0,36 mmol/L)
absorbs di usus tetap normal.
2. Pria dewasa = 3,5 – 7,2 mg/dl (0,21 –
Nilai normal magnesium urat oksidase
0,43 mmol/L)
serum: 0,6 – 1,1 mmol/L. dikatabolisme menjadi 3. Anak – anak = 2 – 5,5 mg/dl (0,12 –
alantoin yang larut air. 0,33 mmol/L)
Pemeriksaan
penunjang CKD 1. Radiologis

foto polos, USG, Pielografi dan renografi.

• Foto polos abdomen, bisa tampak batu radio-opak.


• Ultrasonografi ginjal bisa memperlihatkan ukuran ginjal yang mengecil, korteks yang menipis, adanya hidronefrosis
atau batu ginjal, kista, massa, kalsifikasi.
• CT Scan digunakan untuk melihat secara jelas anatomi ginjal yang pengunaannya dengan memakai kontras atau tanpa
kontras.
• Pielografi intravena bersifat toksik dan kontras sering tidak bisa melewati glomerulus sehingga jarang dikerjakan dan
biasanya digunakan untuk mengevaluasi keadaan ginjal akibat trauma, pembedahan, abses ginjal, dll.
• Pielografi antegrad atau retrograd dan renografi dikerjakan bila ada indikasi.
Tatalaksana CKD

Non
Farmakologis
Farmakologis
Non farmakologis

• Nutrisi
Pasien non dialisis dengan LFG
<20ml / menit, evaluasi status
nutrisi dari serum albumin
dan/atau BB aktual tanpa edema
Non farmakologis

• Protein
• Pasien Non dialisis  0,6-0,75 gr/kgBB ideal/hari
• Pasien Hemodialisis  1-1,2 gr/kgBB ideal/hari
• Pasien Peritoneal Dialisis  1,3 gr/kgBB ideal/hari
• Lemak : 30-40% dari kalori total (jumlah asam lemak bebas jenuh dan tidak jenuh
seimbang)
• Karbohidrat : 50-6-% dari kalori total
• Natrium : <2 gram /hari
Non farmakologis
farmakologis
• Kontrol Tekanan Darah
• ACE –I / ARB  evaluasi Cr dan K serum, bila Cr meningkat >35% atau timbul
Hiperkalemi harus dihentikan
• CCB
• Diuretik
• Kontrol Gula Darah
• Hindari Metmorfin dan obat Sulfonilurea masa kerja panjang.
• Target HbA1C : DM tipe 1 0,2 di atas nilai normal tertinggi, DM tipe 2  6%
farmakologis
• Koreksi Anemia : target Hb 10-12 g/dl
• Kontrol anemia : Efrek, ROEPO (SC), Transfusi PRC
• Kontrol Hiperfosfatemi : Kalsium karbonat/kalsium asetat
• Kontrol Osteodistrofi Renal : Kalsitriol
• Koreksi asidosis metabolik : taget HCO3 20-22 mEq/l
• Kontrol dislipidemia : target LDL<100 mg/dl, dianjurkan gol statin
• Koreksi Hiperkalemi
• Terapi ginjal pengganti
 Pedoman KDIGO merekomendasikan memantau eGFR dan albuminuria
setidaknya sekali setahun
 Pasien berisiko tinggi, langkah-langkah ini harus dipantau setidaknya
dua kali per tahun
 Pasien dengan risiko sangat tinggi harus dimonitor minimal 3 kali per
tahun.
 Pasien dengan risiko sedang hingga risiko tinggi mempunyai
peningkatan risiko kelainan elektrolit, gangguan mineral dan tulang, dan
anemia.
thankyou
Bimbingan Dokter Muda
Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran UNS
SUMBER :
Rahmawati, F (2018). “Aspek Laboratorium Gagal Ginjal Kronik”. Jurnal Ilmiah Kedokteran Wijaya Kusuma, 6(1), hal. 14-22.
Alwi, L. Dkk. (Ed). (2019). Penatalaksanaan di Bidang Ilmu Penyakit Dalam Panduan Praktik Klinis Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit
Dalam Indonesia
Desitasari, Tri Gamya U, Misrawati. 2013. Hubungan Tingkat Pengetahuan, Sikap Dan Dukungan Keluarga Terhadap Kepatuhan Diet Pasien
Gagal Ginjal Kronik Yang Menjalani Hemodialisa. Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Riau. Riau. 29-114.
Rina, D. 2010. Pengaruh Dukungan Keluarga terhadap Tingkat Kecemasan Pasien Gagal Ginjal Kronik yang Menjalani Hemodialisa. Skripsi tidak
dipublikasikan. Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Riau.
Sudoyo dkk. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FK UI

Anda mungkin juga menyukai