Disusun Oleh :
2020
A. Pengertian
Luka bakar adalah cedera yang terjadi dari kontak langsung ataupun paparan
terhadap sumber panas, kimia, listrik, atau radiasi. Cedera luka bakar terjadi karena
energi dari sumber panas dipindahkan ke jaringan tubuh. Kedalaman cedera berhubungan
dengan suhu dan rentang waktu paparan atau kontak (Brunner & Suddart, 2002).
Luka bakar adalah kerusakan atau kehilangan jaringan yang disebabkan kontrak
dengan sumber panas seperti api, air panas, bahan kimia, listrik, dan radiasi (Moenjar,
2002). Luka bakar adalah kerusakan pada kulit diakibatkan oleh panas, kimia, atau
radioaktif (Wong, 2003).
B. Klasifikasi
1. Klasifikasi dan Derajat
a. Klasifikasi Luka Bakar berdasarkan Penyebab
1) Luka bakar karena api
2) Luka bakar karena air panas
3) Luka bakar karena bahan kimia
4) Luka bakar karena listrik
5) Luka bakar karena radiasi
6) Luka bakar karena suhu rendah (frost bite)
C. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium
a) HDL
Hematokrit (Ht)
Ht yang meningkat menunjukkan adanya kehilangan cairan
sedangkan Ht turun dapat terjadi sehubungan dengan kerusakan yang
diakibatkan oleh panas terhadap pembuluh darah.
Hemoglobin (Hb)
Hb turun menunjukkan adanya pengeluaran darah yang banyak
sedangkan peningkatan lebih dari 15% mengindikasikan adanya cedera
Leukosit
Leukositosis dapat terjadi sehubungan dengan adanya infeksi atau
inflamasi.
b) Gas Darah Arteri
Gas Darah Arteri (GDA) adalah suatu pemeriksaan melalui darah arteri
untuk mengetahui keseimbangan asam basa, kadar oksigen dan karbondioksida
dalam tubuh.
Pada pasien combustio, pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui
adanya kecurigaaan cedera inhalasi. Penurunan tekanan oksigen (PaO2) atau
peningkatan tekanan karbon dioksida (PaCO2) mungkin terlihat pada retensi
karbon monoksida.
c) Elektrolit Serum
Kalium dapat meningkat pada awal sehubungan dengan cedera jaringan
dan penurunan fungsi ginjal.
Natrium pada awal mungkin menurun karena kehilangan cairan,
hipertermi dapat terjadi saat konservasi ginjal dan hipokalemi dapat
terjadi bila mulai diuresis.
2. Pemeriksaan Penunjang
Loop aliran volume
Memberikan pengkajian non-invasif terhadap efek atau luasnya cedera.
EKG (Elektrokardiogram)
Untuk mengetahui adanya tanda iskemia miokardial atau distritmia.
Fotografi luka bakar
Memberikan catatan untuk penyembuhan luka bakar.
D. Pendidikan Kesehatan
1. Pengertian
Pendidikan kesehatan sebagai suatu bentuk tindakan mandiri keperawatan untuk
membantu klien baik individu, kelompok, maupun masyarakat dalam mengatasi
masalah kesehatannya melalui kegiatan pembelajaran
2. Langkah-langkah memberikan pendidikan kesehatan :
Tahap I : Perencanaan dan pemilihan
Tahap II: Memilih saluran dan materi/media.
Tahap III: Mengembangkan materi dan uji coba
Tahap IV: Implementasi
Tahap V: Mengkaji efektifitas
Tahap VI: Umpan balik untuk evaluasi program
3. Pendidikan kesehatan yang dapat diberikan untuk pasien dan keluarga :
a) Jelaskan pengertian, patofisiologi, etiologi, dan tanda gejala agar dapat
meningkatkan pemahaman klien dan keluarga terkait penyakit
b) Jelaskan setiap tindakan atau terapi yang akan diberikan kepada pasien,
termasuk obat-obatan
c) Jelaskan untuk konsumsi makanan tinggi protein dan vitamin C
d) Jika sudah diperbolehkan pulang, sebelum pulang ajarkan cara perawatan luka
dengan teknik steril, diet pasien.
E. Discharge Planning
Discharge planning adalah proses mempersiapkan pasien yang dirawat di rumah
sakit agar mampu mandiri merawat dirinya pasca perawatan.
Discharge planning diberikan dengan tujuan untuk mengidentifikasi kebutuhan
spesifik pasien agar dapat mempertahankan atau mencapai fungsi maksimal setelah
pulang.
Point Penting dalam pemberian Discharge Planning :
Program pengobatan lanjutan
Obat yang diberikan dan harus diminum
Diet yaitu konsumsi makanan tinggi protein dan vitamin C
Perawatan luka dengan teknik steril, dan
Tanda dan gejala yang berkaitan dengan adanya perburukan kondisi klien atau terjadinya
komplikasi, misalnya infeksi.
F. Pathway Luka bakar
Luka bakar termal Luka bakar kimia Luka bakar listrik Luka bakar radiasi
Seperti api, cairan Seperti asam kuat Seperti tersambat Seperti matahari
panas, benda dan basa kuat petir dan sinar UV
panas, dan uap air (senyawa organik)
Pengalihan energy
dari sumber panas
ke tubuh
Trauma kulit
Combustio
Saraf Afferen
Gagal napas Cairan Respon Risiko
Intravaskular sistemik infeksi
Medula spinalis
Dx: Jalan napas
Hipovolemik Respon
tidak efektif
hipotalamus Perangsang nyeri
Dx: Kekurangan
Sesak napas Volume Cairan Gg. Dx: Nyeri Akut
Dx: Hipertermi
Termoregulasi
Di ruang tertutup
Keracunan Gas CO
CO meningkat di
Hb
Hb tidak mampu
mengikat O2
Hipoksia otak
Kelemahan
Tindakan utama
Perawatan klien dengan LB ringan seringkali diberikan dengan pasien rawat jalan.
Hal-hal yang harus diperhatikan :
Managemen nyeri : analgetik oral diberikan untuk digunakan oleh pasien rawat jalan.
Profilaksis tetanus : Pada klien yang pernah mendapat imunisasi tetanus tetapi tidak
dalam waktu 5 tahun terakhir dapat diberikan boster tetanus toxoid. Untuk klien yang
tidak diimunisasi dengan tetanus human immune globulin dan karenanya harus diberikan
tetanus toxoid yang pertama dari serangkaian pemberian imunisasi aktif dengan tetanus
toxoid.
Perawatan luka awal: Perawatan luka untuk LB ringan terdiri dari membersihkan luka
(cleansing) yaitu debridemen jaringan yang mati; membuang zat-zat yang merusak (zat
kimia, tar, dll); dan pemberian/penggunaan krim atau salep antimikroba topikal dan
balutan secara steril. Selain itu juga perawat bertanggung jawab memberikan pendidikan
tentang perawatan luka di rumah dan manifestasi klinis dari infeksi agar klien dapat
segera mencari pertolongan. Pendidikan lain yang diperlukan adalah tentang pentingnya
melakukan latihan ROM (range of motion) secara aktif untuk mempertahankan fungsi
sendi agar tetap normal dan untuk menurunkan pembentukan edema dan kemungkinan
terbentuknya scar. Dan perlunya evaluasi atau penanganan follow up juga harus
dibicarakan dengan klien pada waktu itu.
Pemasangan nasogastric tube (NGT) : Pemasangan NGT bagi klien LB 20 % -25 % atau
lebih perlu dilakukan untuk mencegah emesis dan mengurangi resiko terjadinya
aspirasi. Disfungsi ganstrointestinal akibat dari ileus dapat terjadi umumnya pada klien
tahap dini setelah luka bakar. Oleh karena itu semua pemberian cairan melalui oral
harus dibatasi pada waktu itu.
Pemeriksaan vital signs dan laboratorium : Vital signs merupakan informasi yang
penting sebagai data tambahan untuk menentukan adekuat tidaknya resusitasi.
Pemeriksaan laboratorium dasar akan meliputi pemeriksaan gula darah, BUN (blood
ures nitrogen), creatini, elektrolit serum, dan kadar hematokrit. Kadar gas darah arteri
(analisa gas darah), COHb juga harus diperiksa, khususnya jika terdapat injuri inhalasi.
Tes-tes laboratorium lainnya adalah pemeriksaan x- ray untuk mengetahui adanya
fraktur atau trauma lainnya mungkin perlu dilakukan jika dibutuhkan. Monitoring EKG
terus menerus haruslah dilakukan pada semua klien dengan LB berat, khususnya jika
disebabkan oleh karena listrik dengan voltase tinggi, atau pada klien yang mempunyai
riwayat iskemia jantung atau dysrhythmia.
Management nyeri : Penanganan nyeri dapat dicapai melalui pemberian obat narcotik
intravena, seperti morphine. Pemberian melalui intramuskuler atau subcutan tidak
dianjurkan karena absorbsi dari jaringan lunak tidak cukup baik selama periode ini bila
hipovolemia dan perpindahan cairan yang banyak masih terjadi. Demikian juga
pemberian obat-obatan untuk mengatasi secara oral tidak dianjurkan karena adanya
disfungsi gastrointestial.
Perawatan luka : Luka yang mengenai sekeliling ekstremitas dan torak dapat
mengganggu sirkulasi dan respirasi, oleh karena itu harus mendapat perhatian.
Komplikasi ini lebih mudah terjadi selama resusitasi, bila cairan berpindah ke dalam
jaringan interstitial berada pada puncaknya. Pada LB yang mengenai sekeliling
ekstremitas, maka meninggikan bagian ekstremitas diatas jantung akan membantu
menurunkan edema dependen; walaupun demikian gangguan sirkulasi masih dapat
terjadi. Oleh karena pengkajian yang sering terhadap perfusi ekstremitas bagian distal
sangatlah penting untuk dilakukan. Perawatan luka dibagian emergensi terdiri dari
penutupan luka dengan sprei kering, bersih dan baju hangat untuk memelihara panas
tubuh. Klien dengan luka bakar yang mengenai kepala dan wajah diletakan pada posisi
kepala elevasi dan semua ekstremitas yang terbakar dengan menggunakan bantal
sampai diatas permukaan jantung. Tindakan ini dapat membantu menurunkan
pembentukan edema dependent.
Fase Akut
Fase akut dimulai ketika pasien secara hemodinamik telah stabil, permeabilitas kapiler
membaik dan diuresis telah mulai. Fase ini umumnya dianggap terjadi pada 48-72 jam setelah
injuri. Fokus management bagi klien pada fase akut adalah sebagai berikut :
Perawatan luka diarahkan untuk meningkatkan penyembuhan luka. Perawatan luka sehari-
hari meliputi membersihkan luka, debridemen, dan pembalutan luka.
Hidroterapi
Membersihkan luka dapat dilakukan dengan cara hidroterapi. Hidroterapi ini terdiridari
merendam(immersion) dan dengan shower (spray). Tindakan ini dilakukan selama30 menit atau
kurang untuk klien dengan LB acut. Jika terlalu lama dapat meningkatkan pengeluaran sodium
(karena air adalah hipotonik) melalui luka, pengeluaran panas, nyeri dan stress. Selama
hidroterapi, luka dibersihkan secara perlahan dan atau hati-hati dengan menggunakan berbagai
macam larutan seperti sodium hipochloride, providon iodine dan chlorohexidine. Perawatan
haruslah mempertahankan agar seminimal mungkin terjadinya pendarahan dan untuk
mempertahankan temperatur selama prosedur ini dilakukan. Klien yang tidak dianjurkan untuk
dilakukan hidroterapi umumnya adalah mereka yang secara hemodinamik tidak stabil dan yang
baru dilakukan skin graft. Jika hidroterapi tidak dilakukan, maka luka dapat dibersihkan dan
dibilas di atas tempat tidur klien dan ditambahkan dengan penggunaan zat antimikroba.
Debridemen
Debridemen luka meliputi pengangkatan eschar. Tindakan ini dilakukan untuk meningkatkan
penyembuhan luka melalui pencegahan proliferasi bakteri di bagian bawah eschar. Debridemen
luka pada LB meliputi debridemen secara mekanik, debridemen enzymatic, dan dengan tindakan
pembedahan.
Debridemen mekanik : Debridemen mekanik yaitu dilakukan secara hati-hati
dengan menggunakan gunting dan forcep untuk memotong dan mengangkat
eschar. Penggantian balutan merupakan cara lain yang juga efektif dari tindakan
debridemen mekanik. Tindakan ini dapat dilakukan dengan cara menggunakan
balutan basah ke kering (wet-to-dry) dan pembalutan kering kepada balutan
kering(wet-to-wet). Debridemen mekanik pada LB dapat menimbulkan rasa nyeri
yang hebat, oleh karena itu perlu terlebih dahulu dilakukan tindakan untuk
mengatasi nyeri yang lebih efektif.
Balutan
Penggunaan penutup luka khusus : Luka bakar yang dalam atau full thickness
pada awalnya dilakukan dengan menggunakan zat / obat antimikroba topikal.
Obat ini digunakan 1 - 2 kali setelah pembersihan, debridemen dan inspeksi luka.
Perawat perlu melakukan kajian terhadap adanya eschar, granulasi jaringan atau
adanya reepitelisasi dan adanya tanda – tanda infeksi. Umumnya obat–obat
antimikroba yang sering digunakan tampak pada tabel dibawah. Tidak ada satu
obat yang digunakan secara umum, oleh karena itu dibeberapa pusat pelayanan
luka bakar ada yang memilih krim silfer sulfadiazine sebagai pengobatan topikal
awal untuk luka bakar.
Metode terbuka dan tertutup : Luka pada LB dapat ditreatmen dengan
menggunakan metode/tehnik balutan baik terbuka maupun tertutup. Untuk metode
terbuka digunakan / dioleskancream antimikroba secara merata dan dibiarkan
terbuka terhadap udara tanpa dibalut. Cream tersebut dapat diulang
penggunaannya sesuai kebutuhan, yaitu setiap 12 jam sesuai dengan aktivitas obat
tersebut. kelebihan dari metode ini adalah bahwa luka dapat lebih mudah
diobservasi, memudahkan mobilitas dan ROM sendi, dan perawatan luka menjadi
lebih sederhana/mudah. Sedangkan kelemahan dari metode ini adalah
meningkatnya kemungkinan terjadinya hipotermia, dan efeknya psikologis pada
klien karena seringnya dilihat.
Pada perawatan luka dengan metode tertutup, memerlukan bermacam- macam tipe
balutan yang digunakan. Balutan disiapkan untuk digunakan sebagai penutup pada
cream yang digunakan. Dalam menggunakan balutan hendaknya hati-hati dimulai
dari bagian distal kearah proximal untuk menjamin agar sirkulasi tidak terganggu.
Keuntungan dari metode ini adalah mengurangi evavorasi cairan dan kehilangan
panas dari permukaan luka, balutan juga membantu dalam debridemen.
Sedangkan kerugiannya adalah membatasi mobilitas menurunkan kemungkinan
efektifitas exercise ROM. Pemeriksaan luka juga menjadi terbatas, karena hanya
dapat dilakukan jika sedang mengganti balutan saja.
Penutupan luka : Penutupan Luka Sementara sering digunakan sebagai pembalut
luka. Setiap produk penutup luka tersebut mempunyai indikasi khusus.
Karakteristik luka (kedalamannya, banyaknya eksudat, lokasi luka pada tubuh dan
fase penyembuhan/pemulihan) serta tujuan tindakan/pengobatan perlu
dipertimbangkan bila akan memilih penutup luka yang lebih tepat.
Terapi fisik
Tindakan-tindakan yang digunakan untuk mencegah dan menangani kontraktur meliputi :
Posisi Terapeutik : Tabel dibawah ini merupakan daftar tehnik-tehnik posisi koreksi dan
terapeutik untuk klien dengan LB yang mengenai bagian tubuh tertentu selama periode
tidak ada aktifitas (inactivity periode) atau immobilisasi. Tehnik-tehnik posisi tersebut
mempengaruhi bagian tubuh tertentu dengan tepat untuk mengantisipasi terjadinya
kontraktur atau deformitas.
Exercise : Latihan ROM aktif dianjurkan segera dalam pemulihan pada fase akut untuk
mengurangi edema dan mempertahankan kekuatan dan fungsi sendi. Disamping
itu melakukan kegiatan/aktivitas sehari-hari (ADL) sangat efektif dalam mempertahankan
fungsi dan ROM. Ambulasi dapat juga mempertahankan kekuatan dan ROM pada
ekstremitas bawah dan harus dimulai bila secara fisiologis klien telah stabil. ROM
pasif termasuk bagian dari rencana tindakan pada klien yang tidak mampu melakukan
latihan ROM aktif.
Pendidikan : Pendidikan pada klien dan keluarga tentang posisi yang benar dan perlunya
melakukan latihan secara kontinue. Petunjuk tertulis tentang berbagai posisi yang benar,
tentang splinting/pembidaian dan latihan rutin dapat mempermudah proses belajar klien
dan dapat menjadi lebih kooperatif.
Ny.k (30 tahun) dirawat di Ruang ICU dikarenakan menjadi korban ledakan gas. Riwayat
masuk RS : Pasien datang ke IGD karena sesak dan terdapat luka bakr pada wajah serta
ekstrimitas kiri atas dan dada. Pada saat pengkajian di IGD, ditemukan rambut hidung
hangus, jelaga hitam di hidung dan mulut, GCS 15 pada saat datang ke RS, SpO2 : 82%,
terdengar suara stridor, kemudian pasien diintubasi di IGD. Kemudian pasien dipindahkan ke
ICU untuk mendapatkan support ventilasi mekanik. Diketahui BB pasien : 50 kg.
TTV : TD: 112/58 mmHg, HR: 90-134x/menit, RR: 14-36x/menit, SpO2 : 97% on ventilasi
mekanik dengan FiO2 70%. GCS saat ini E3M5V ETT. Pupil : +2/+2. Pengkajian didapatkan :
2% TBSA luka bakar ketebalan parsial superfisial ke ekstremitas kiri atas, luka bakar
superfisial di dada bagian atas, luka bakar wajah superfisial di anterior dengan pengelupasan
kulit serta telinga. Pasien direncanakan akan dilakukan bronkoskopi.
Hasil AGD :
PH : 7,30
PCO2 : 55 mmHg
HCO3: 26 mmol/L
PO2: 89 mmHg
SpO2 : 87%%
A. Pengkajian
1. Identitas
A. Identitas Pasien
Nama : Ny. K
Umur : 30 Tahun
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Diagnosa Medis :-
Nama : Tn. B
Umur : 35 tahun
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama : Pasien datang ke IGD karena sesak dan terdapat luka bakar pada wajah
serta ekstrimitas kiri atas dan dada. Pada saat pengkajian di IGD, ditemukan rambut
hidung hangus, jelaga hitam di hidung dan mulut. Hasil pengkajian : GCS 15 pada saat
datang ke RS, SpO2 : 82%, terdengar suara stridor, kemudian pasien diintubasi di IGD
b. Riwayat Saat Masuk RS : Pasien dirawat di Ruang ICU dikarenakan menjadi korban
ledakan gas
c. Riwayat kesehatan sekarang: Diketahui BB pasien : 50 kg. TTV : TD: 112/58 mmHg,
HR: 90-134x/menit, RR: 14-36x/menit, SpO2 : 97% on ventilasi mekanik dengan FiO2
70%. GCS saat ini E3M5VETT. Pupil : +2/+2. Pengkajian didapatkan : 2% TBSA luka
bakar ketebalan parsial superfisial ke ekstremitas kiri atas, luka bakar superfisial di dada
bagian atas, luka bakar wajah superfisial di anterior dengan pengelupasan kulit serta
telinga. Pasien direncanakan akan dilakukan bronkoskopi.
d. Keluhan penyakit dahulu: -
e. Riwayat penyakit keluarga: -
3. Pemeriksaan Fisik
b.Tanda-Tanda Vital
1.Tekanan Darah
• Diastolik : 58 mmHg
Sistem Perepsi sensori : tidak anemis, tidak ikterus, Refleks pupil : +/2+2.
Sistem Pernapasan : Terdengar suara stridor, Nafas pasien tidak stabil, pasien tampak sesak,
terdapat jelaga hitam di mulut dan hidung
4. Data Penunjang
a. Data Laboratorium (Anilisis gas darah arteri)
5. Penatalaksanaan Medis
a. Ventilator : ON
Mode :-
Triger :-
FiO2 : 70%
PEEP :
RR : 14-36x/menit
b. Obat-obatan (Data tambahan)
Nama Obat Dosis Cara Indikasi Side effects
Pemberian
Ringer Sesuai IV Sebagai cairan Nyeri dada, TD
Laktat kebutuhan hidrasi dan menurun, detak
cairan tiap meringankan luka jantung abnormal
pasien bakar
amoksisilin 15 Oral Mencegah infeksi Mual, muntah,
oral mg/kgBB/dosi bakteri sakit kepala, diare
s 3 kali sehari
Antibiotik Topikal menghentikan Demam,
perak- pertumbuhan menggigil, nyeri
sulfadiazin bakteri yang dapat tubuh, gejala flu.
menginfeksi luka.
Paracetamol 10–15 Oral penurun demam Demam, ruam,
mg/kgBB dan pereda nyeri sakit tenggorokan,
setiap 6 jam sariawan, nyeri
punggung dll
Data Fokus:
DT:
Refleks terhadap cahaya : +2/+2
Kesadaran CM
Pasien tampak lemah
suhu : 38,3˚C,
CRT > 2 detik
Analisa Data
DO :
Pasien sesak dan terdapat luka bakar di
wajah serta ekstremitas dan dada
Hasil Pengkajian ditemui rambut hidung
hangus
Terdapat jelaga hitam di hidung dan
mulut
SpO2 82%
1. Suara napas stridor
TTV = TD 112/58 mmHg , HR 90-134
x/menit , RR 14-36x/menit , SpO297%
on ventilasi mekanik dengan FiO2 70%
Hasil AGD Asidosis Respiratorik Murni
DT :
Pasien tampak gelisah
Pasien kesulitan berbicara
Pasien mengalami perubahan pola nafas
sehingga dipasang ventilasi mekanik
Pasien terdapat pernafasan cuping hidung
DT:
Refleks terhadap cahaya : +2/+2
Kesadaran CM
Pasien tampak lemah
suhu : 38,3˚C,
CRT > 2 detik
DT :
Pasien tampak gelisah
Pasien tampak meringis
Pasien mengalami kerusakan kulit
Diagnosa Keperawatan
Intervensi Keperawatan