Anda di halaman 1dari 12

A.

PENGERTIAN
Gagal ginjal kronis atau penyakit renal tahap akhir merupakan gangguan fungsi renal
yang progresif dan ireversibel dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan
metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia (retensi urea
dan sampah nitrogen lain dalam darah).
Kegagalan ginjal kronik merupakan kegagalan fungsi ginjal yang berlangsung
perlahan-lahan, karena penyebab yang berlangsung lama, sehingga tidak dapat memenuhi
kebutuhan biasa lagi dan menimbulkan gejala sakit. Pada umumnya CRF tidak reversibel
lagi, dimana ginjal kehilangan kemampuan untuk mempertahankan volume dan
komposisi cairan tubuh dalam keadaan diet makanan dan minuman untuk orang normal.

B. DERAJAT KERUSAKAN GINJAL


Gagal ginjal kronik terjadi setelah sejumlah keadaan yang menghancurkan masa nefron
ginjal. Keadaan ini mencakup penyakit parenkim ginjal difus bilateral, juga lesi obstruksi
pada traktus urinarius. Mula-mula terjadi beberapa serangan penyakit ginjal terutama
menyerang glomerulus (Glumerolunepritis), yang menyerang tubulus gijal (Pyelonepritis
atau penyakit polikistik) dan yang mengganggu perfusi fungsi darah pada parenkim ginjal
(nefrosklerosis).
Kegagalan ginjal ini bisa terjadi karena serangan penyakit dengan stadium yang berbeda-
beda
1. Stadium I
Penurunan cadangan ginjal.
Selama stadium ini kreatinine serum dan kadar BUN normal dan pasien
asimtomatik. Homeostsis terpelihara. Tidak ada keluhan. Cadangan ginjal residu 40 %
dari normal.
2. Stadium II
Insufisiensi Ginjal
Penurunan kemampuan memelihara homeotasis, Azotemia ringan, anemi.Tidak
mampu memekatkan urine dan menyimpan air, Fungsi ginjal residu 15-40 % dari
normal, GFR menurun menjadi 20 ml/menit. (normal : 100-120 ml/menit). Lebih dari
75 % jaringan yang berfungsi telah rusak (GFR besarnya 25% dari normal), kadar
BUN meningkat, kreatinine serum meningkat melebihi kadar normal. Dan gejala
yang timbul nokturia dan poliuria (akibat kegagalan pemekatan urine)

Prodi D III Keperawatan / POLTEKKES- BM / KMB III / Perkemihan : CRF / 2020 1


3. Stadium III
Payah ginjal stadium akhir
Kerusakan massa nefron sekitar 90% (nilai GFR 10% dari normal). BUN
meningkat, klieren kreatinin 5- 10 ml/menit. Pasien oliguria. Gejala lebih parah karena
ginjal tak sanggup lagi mempertahankan homeostasis cairan dan elektrolit dalam
tubuh. Azotemia dan anemia lebih berat, Nokturia, Gangguan cairan dan elektrolit,
kesulitan dalam beraktivitas.
4. Stadium IV
Tidak terjadi homeotasis, Keluhan pada semua sistem, Fungsi ginjal residu kurang
dari 5 % dari normal.

C. ETIOLOGI
1. Penyakit sistemik :
a. Diabetes mellitus
b. Glomerulonefritis kronis
c. Pielonefritis
d. Hipertensi yang tidak dapat di kontrol
e. Obstruksi traktus urinarius
2. Lesi herediter, seperti: penyakit ginjal polikistik, gangguan vaskuler, infeksi, medikasi
atau agen toksik
3. Lingkungan dan agen berbahaya, seperti: timah, cadmium, merkuri dan kromium

D. TANDA DAN GEJALA


1. Sistem kardiovaskuler:
a. Hipertensi; terjadi akibat retensi cairan dan natrium dari sistem renin –
angiotensin – aldosteron)
b. Gagal jantung kongestif
c. Edema pulmonal (akibat cairan berlebih)
d. Pericarditis (akibat iritasi pada lapisan pericardial oleh toksin uremik)
e. Edema
2. Sistem dermatologi:
a. Rasa gatal yang parah ( pruritus), terjadi karena adanya butiran uremik, yaitu
suatu penumpukan Kristal urea di kulit
3. Sistem gastrointestinal:
a. Anoreksia
b. Mual, muntah dan ceguken
4. Neuromuskuler:
a. Perubahan tingkat kesadaran, tidak mampu berkonsentrasi

Prodi D III Keperawatan / POLTEKKES- BM / KMB III / Perkemihan : CRF / 2020 2


b. Kedutan otot dan kejang
5. Anemia berat terjadi disertai keletihan, angina dan nafas pendek.

E. PATIFISIOLOGI
Fungsi renal menurun, produk akhir metabolism protein (yang normalnya di
ekskresikan ke dalam urin) tertimbun di dalam darah. Terjadi uremia dan mempengaruhi
setiap sistem tubuh. Semakin banyak timbunan produk sampah, maka gejala akan
semakin berat. Banyak gejala uremia membaik setelah dialisis.
Gangguan kliren renal: banyak masalah yang muncul pada gagal ginjal sebagai
akibat dari penurunan jumlah gromeruli yang berfungsi, yang menyebabkan penurunan
klirens substansi darah yang seharusnya dibersihkan oleh ginjal.
Penurunan Laju Filtrasi Glomerulu (GFR): dapat di deteksi dengan mendapatkan
urine 24 jam untuk pemeriksaan klirens kreatinin. Menurunnya filtrasi glomerulus
(akibat tidak berfungsinya glomeruli) klirens kreatinin akan menurun dan kadar kreatinin
serum akan meningkat). Selain itu kadar nitrogen urea darah (BUN) biasanya meningkat.
kreatinin serum merupakan indikator yang paling sensitive dari fungsi renal karena
substansi ini di produksi secara konstan oleh tubuh. BUN tidak hanya di pengaruhi oleh
penyakiy renal, tetapi juga oleh masukan protein dalam diet.
Retensi cairan dan natrium: ginjal juga tidak mampu untuk mengkonsentrasikan atau
mnegencerkan urin secara normal pada penyakit ginjal tahap akhir; respon ginjal yang
sesuai terhadap perubahan masukan cairan dan elektrolit sehari – hari tidak terjadi.
Pasien sering menahan natrium dan cairan, meningkatkan resiko terjadinya edema, gagal
jantung kengestif dan hipertensi. Hipertensi juga dapat terjadi akibat aktivitas aksis renin
angiotensin dan kerjasama keduanya meningkatkan sekresi aldosterone. Pasien lain
mempunyai kecenderungan untuk kehilangan garam; mencetuskan risiko hipotensi dan
hipovolemia. Episode muntah dan diare menyebabkan penipisan air dan natrium, yang
semakin memperburuk status uremik.
Asidosis: dengan semakin berkembangnya penyakit renal, terjadi asidosis metabolik
seiring dengan ketidakmampuan ginjal mengekskresikan muatan asam (H+) yang
berlebihan. Penurunan sekresi asam terutama akibat ketidakmampuan tubulus ginjal
untuk menyekresi ammonia (NH3+ ) dan mengabsorbsi nartium bikarbonat (HCO3-).
Penurunan ekskresi fosfat dan asam organik lain juga terjadi.
Anemia: anemia terjadi akibat sebagai akibat dari produksi eritropoetin yang tidak
adekuat, memendeknya usia sel darah merah, defisiensi nutrisi, dan kecenderungan untuk
mengalami perdarahan akibat status uremik pasien, terutama dari saluran
gastrointestinal. Eritropoetin, suatu substansi normal yang di produksi oleh ginjal,
menstimulasi susmsum tulang untuk menghasilkan sel darah merah. Pada gagal ginjal,

Prodi D III Keperawatan / POLTEKKES- BM / KMB III / Perkemihan : CRF / 2020 3


produksi eritropoetin menurun dan anemia berat terjadi disertai keletihan, angina dan
nafas pendek.
Ketidakseimbangan kalsium dan fosfat: abnormalitas utama yang lain pada gagal
ginjal kronis adalah gangguan metabolism kalsium dan fosfat. Kadar serum kalsium dan
fosfat tubuh memiliki hubungan saling timbal balik, jika salah satunya meningkat, yang
lain akan turun. Dengan menurunnya laju filtrasi melalui glomerulo ginjal terdapat
peningkatan kadar fosfat serum dan sebaliknya terjadi penurunan kadar serum kalsium.
Penurunan kadar kalsium serum menyebabkan sekresi parathormon dari kelenjar
paratiroid. Namun demikian pada gagal ginjal tubuh tidak berespon terhadap peningkatan
sekresi parathormon, dan akibatnya kalsium di tulang menurun menyebabkan perubahan
pada tulang dan penyakit tulang. Selain itu metabolit aktif vitamin D (1,25 –
dehirokolekalsiferol) yang secara normal di buat di ginjal menurun seiring dengan
berkembangnya gagal ginjal.
Penyakit tulang uremik: sering di sebut osteodistrofi renal, terjadi dari perubahan
komplek kalsium, fosfat dan ketidakseimbangan parathormon. Laju penurunan fungsi
ginjal dan perkembangan gagal ginjal kronis berkaitan dengan gangguan yang mendasari,
ekskresi protein dalam urin dan adanya hipertensi. Pasien yang mengekskresikan secara
signifikan sejumlah protein atau mengalami peningkatan tekanan darah cenderung akan
cepat memburuk daripada mereka yang tidak mengalami kondisi ini

F. KOMPLIKASI
1. Hiperkalemia; akibat penurunan ekskresi, asidosis metabolik dan masukan diet
berlebih
2. Perikarditis, efusi perikardial dan tamponade jantung; akibat retensi produk sampah
uremik dan dialisis yang tidak adekuat
3. Hipertensi; akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi sistem renin –
angiotensin – aldosterone
4. Anemia; akibat penurunan eritropoetin, penurunan rentang usia sel darah merah,
perdarahan gastrointestinal akibat iritasi oleh toksin dan kehilangan darah selama
hemodialisa
5. Penyakit tulang dan kalsifikasi metastatik; akibat retensi fosfat, kadar kalsium serum
yang rendah, metabolism vitamin D abnormal dan peningkatan kadar alumunium

G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Pemeriksaan Laboratorium
Penilaian CRF dengan ganguan yang serius dapat dilakukan dengan pemerikasaan
laboratorium, seperti : Kadar serum sodium/natrium dan potassium/kalium, pH, kadar

Prodi D III Keperawatan / POLTEKKES- BM / KMB III / Perkemihan : CRF / 2020 4


serum phospor, kadar Hb, hematokrit, kadar urea nitrogen dalam darah (BUN), serum
dan konsentrasi kreatinin urin, urinalisis.
Pada stadium yang cepat pada insufisiesi ginjal, analisa urine dapat menunjang
dan sebagai indikator untuk melihat kelainan fungsi ginjal. Batas kreatinin urin rata-
rata dari urine tampung selama 24 jam. Analisa urine rutin dapat dilakukan pada
stadium gagal ginjal yang mana dijumpai prouksi urin yang tidak normal. Dengan urin
analisa juga dapat menunjukkan kadar protein, glukosa, Rbcs/eritrosi, dan
Wbcs/leukosit serta penurunan osmolaritas urin. Pada gagal ginjal yang progresif
dapat terjadi output urin yang kurang dan frekuensi urin menurun.
Monitor kadar BUN dan kadar creatinin sangat penting bagi pasien dengan gagal
ginjal. Urea nitrogen adalah produk akhir dari metabolisme protein serta urea yang
harus dikeluarkan oleh ginjal. Normal kadar BUN dan kreatinin sekitar 20 Bila ada
peningkatan BUN selalu diindikasikan adanya dehidrasi dan kelebihan intake protein.

2. Pemeriksaan Radiologi
Berberapa pemeriksaan radiologi yang biasa digunanakan utntuk mengetahui
gangguan fungsi ginjal antara lain:
a. Flat-Plat radiografy/Radiographic keadaan ginjal, uereter dan vesika urinaria
untuk mengidentifikasi bentuk, ukuran, posisi, dan kalsifikasi dari ginjal. Pada
gambaran ini akan terlihat bahwa ginjal mengecil yang mungkin disebabkan
karena adanya proses infeksi.
b. Computer Tomography CT - Scan yang digunakan untuk melihat secara jelas
sturktur anatomi ginjal yang penggunaanya dengan memakai kontras atau tanpa
kontras.
c. Intervenous Pyelography (IVP) digunakan untuk mengevaluasi keadaan fungsi
ginjal dengan memakai kontras. IVP biasa digunakan pada kasus gangguan ginjal
yang disebabkan oleh trauma, pembedahan, anomali kongental, kelainan prostat,
calculi ginjal, abses / batu ginjal, serta obstruksi saluran kencing.
d. Aortorenal Angiography digunakan untum mengetahui sistem aretri, vena, dan
kepiler pada ginjal dengan menggunakan kontras . Pemeriksaan ini biasanya
dilakukan pada kasus renal arteri stenosis, aneurisma ginjal, arterovenous fistula,
serta beberapa gangguan bentuk vaskuler.
e. Magnetic Resonance Imaging (MRI) digunakan untuk mengevaluasi kasus yang
disebabkan oleh obstruksi uropathi, ARF, proses infeksi pada ginjal serta post
transplantasi ginjal.
3. Biopsi Ginjal untuk mengdiagnosa kelainann ginjal dengan mengambil jaringan ginjal
lalu dianalisa. Biasanya biopsi dilakukan pada kasus golomerulonepritis, neprotik
sindom, penyakit ginjal bawaan, ARF, dan perencanaan transplantasi ginjal.

Prodi D III Keperawatan / POLTEKKES- BM / KMB III / Perkemihan : CRF / 2020 5


H. PENATALAKSANAAN
Tujuan penatalaksanaan adalah untuk mempertahankan fungsi ginjal dan homeostasis
selama mungkin.
Pada umunya keadaan yang sudah sedemikian rupa tidak dapat diobati lagi. Usaha
harus ditujukan untuk mengurangi gejala, mencegah kerusakan/pemburukan faal ginjal
yang terdiri :

1. Diet
Diet yang diperlukan adalah; masukan kalori / karbohidrat dan lemak serta suplemen
vitamin yang adekuat untuk mencegah kelemahan
2. Pengaturan minum
Pengaturan minum dasarnya adalah memberikan cairan sedemikian rupa sehingga
dicapai diurisis maksimal. Cairan yang diperbolehkan adalah 500 – 600 ml untuk 24
jam. Bila cairan tidak dapat diberikan per oral maka diberikan perparenteral.
Pemberian yang berlebihan dapat menimbulkan penumpukan di dalam rongga badan
dan dapat membahayakan seperti hipervolemia yang sangat sulit diatasi.
3. Pengendalian hipertensi
Tekanan darah sedapat mungkin harus dikendalikan. Pendapat bahwa penurunan
tekanan darah selalu memperburuk faal ginjal, tidak benar. Dengan obat tertentu
tekanan darah dapat diturunkan tanpa mengurangi faal ginjal, misalnya dengan beta
bloker, alpa metildopa, vasodilator. Mengurangi intake garam dalam rangka ini harus
hati-hati karena tidak semua renal failure disertai retensi Natrium.
4. Gagal jantung kongestif dan edema pulmonal
Memerlukan pembatasan cairan, diet rendah natrium, diuretik, agen inotropik seperti:
digitalis atau dobutamin dan dialisis
5. Pengendalian Kalium dalam darah
Mengendalikan Kalium darah sangat penting, karena peninggian Klium dapat
menimbulkan kematian mendadak. Yang pertama harus diingat ialah jangan
menimbulkan hiperkalemia karena tindakan kita sendiri seperti obat-obatan, diet buah,
dan lain-lain. Selain dengan pemeriksaan darah, hiperkalemia juga dapat didiagnosa
dengan EEG, dan EKG. Bila terjadi hiperkalemia maka pengobatannya dengan
mengurangi intake Kalium, pemberian Natrium Bikarbonat, dan pemberian infus
glukosa.
6. Penanggulangan Anemia
Anemia merupakan masalah yang sulit ditanggulangi pada CRF. Usaha pertama
harus ditujukan mengatasi faktor defisiensi, kemudian mencari apakah ada perdarahan
yang mungkin dapat diatasi. Pengendalian gagal ginjal pada keseluruhan akan dapat

Prodi D III Keperawatan / POLTEKKES- BM / KMB III / Perkemihan : CRF / 2020 6


meninggikan Hb. Transfusi darah hanya dapat diberikan bila ada indikasi yang kuat,
misalnya ada insufisiensi koroner.
7. Penanggulangan asidosis
Pada umumnya asidosis baru bergejala pada taraf lebih lanjut. Sebelum memberi
pengobatan yang khusus faktor lain harus diatasi dulu, khususnya dehidrasi.
Pemberian asam melalui makanan dan obat-obatan harus dihindari. Natrium
bikarbonat dapat diberikan per oral atau parenteral. Pada permulaan 100 mEq natrium
bikarbonat diberi intravena perlahan-lahan. kalau perlu diulang. Hemodialisis dan
dialisis peritoneal dapat juga mengatasi asidosis.
8. Pengobatan dan pencegahan infeksi
Ginjal yang sakit lebih mudah mengalami infeksi dari pada biasanya. Pasien CRF
dapat ditumpangi pyelonefritis di atas penyakit dasarnya. Adanya pyelonepritis ini
tentu memperburuk lagi faal ginjal. Obat-obat anti mikroba diberi bila ada bakteriuria
dengan perhatian khusus karena banyak diantara obat-obat yang toksik terhadap ginjal
atau keluar melalui ginjal. Tindakan yang mempengaruhi saluran kencing seperti
kateterisasi sedapat mungkin harus dihindarkan. Infeksi ditempat lain secara tidak
langsung dapat pula menimbulkan permasalahan yang sama dan pengurangan faal
ginjal.
9. Pengurangan protein dalam makanan
Protein dalam makanan harus diatur. Pada dasarnya jumlah protein dalam makanan
dikurangi, tetapi tindakan ini jauh lebih menolong juga bila protein tersebut dipilih.
Diet dengan rendah protein yang mengandung asam amino esensial, sangat
menolong bahkan dapat dipergunakan pada pasien CRF terminal untuk mengurangi
jumlah dialisis.
10. Pengobatan neuropati
Neuropati timbul pada keadaan yang lebih lanjut. Biasanya neuropati ini sukar
diatasi dan meurpakan salah satu indikasi untuk dialisis. Pada pasien yang sudah
dialisispun neuropati masih dapat timbul.
11. Dialisis
Dasar dialisis adalah adanya darah yang mengalir dibatasi selaput semi permiabel
dengan suatu cairan (cairan dialisis) yang dibuat sedemikiam rupa sehingga komposisi
elektrolitnya sama dengan darah normal. Dengan demikian diharapkan bahwa zat-zat
yang tidak diinginkan dari dalam darah akan berpindah ke cairan dialisis dan kalau
perlu air juga dapat ditarik kecairan dialisis. Tindakan dialisis ada dua macam yaitu
hemodialisis dan peritoneal dialisis yang merupakan tindakan pengganti fungsi faal
ginjal sementara yaitu faal pengeluaran/sekresi, sedangkan fungsi endokrinnya tidak
ditanggulangi.
12. Transplantasi

Prodi D III Keperawatan / POLTEKKES- BM / KMB III / Perkemihan : CRF / 2020 7


Dengan pencangkokkan ginjal yang sehat ke pembuluh darah pasien CRF maka
seluruh faal ginjal diganti oleh ginjal yang baru. Ginjal yang sesuai harus memenuhi
beberapa persaratan, dan persyaratan yang utama adalah bahwa ginjal tersebut diambil
dari orang/mayat yang ditinjau dari segi imunologik sama dengan pasien. Pemilihan
dari segi imunologik ini terutama dengan pemeriksaan HLA

I. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
1. Riwayat sakitnya dahulu.
a. Sejak kapan muncul keluhan
b. Berapa lama terjadinya hipertensi
c. Riwayat kebiasaan, alkohol,kopi, obat-obatan, jamu
d. Waktu kapan terjadinya nyeri kuduk dan pinggang
2. Penanganan selama ada gejala
a. Kalau dirasa lemah atau sakit apa yang dilakukan
b. Kalau kencing berkurang apa yang dilakukan
c. Penggunaan koping mekanisme bila sakit
3. Pola : Makan, tidur, eliminasi, aktifitas, dan kerja.
4. Pemeriksaan fisik
a. Peningkatan vena jugularis
b. Adanya edema pada papelbra dan ekstremitas
c. Anemia dan kelainan jantung
d. Hiperpigmentasi pada kulit
e. Pernapasan
f. Mulut dan bibir kering
g. Adanya kejang-kejang
h. Gangguan kesadaran
i. Pembesaran ginjal
j. Adanya neuropati perifer

J. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan haluaran urin, diet berlebih
dan retensi cairan serta natrium
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake in
adekuat (anoreksia, mual dan muntah, pembatasan diet, dan perubahan membran
mukosa mulut
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keletihan, anemia, retensi produk sampah
dan prosedur dialisis

Prodi D III Keperawatan / POLTEKKES- BM / KMB III / Perkemihan : CRF / 2020 8


4. Gangguan harga diri berhubungan dengan ketergantungan, perubahan peran,
perubahan pada citra diri
5. Kurang pengetahuan tentang berhubungan dengan kekurangan informasi tentang
penyakitnya, prosedur perawatan.

K. PERUBAHAN FSIOLOGIS YANG DISEBABKAN OLEH CRF


1. Ketidakseimbangan cairan
Mula-mula ginjal kehilangan fungsinya sehingga tidak mampu memekatkan urine
(hipothenuria) dan kehilangan cairan yang berlebihan (poliuria). Hipothenuria tidak
disebabkan atau berhubungan dengan penurunan jumlah nefron, tetapi oleh
peningkatan beban zat tiap nefron. Hal ini terjadi karena keutuhan nefron yang
membawa zat tersebut dan kelebihan air untuk nefron-nefron tersebut tidak dapat
berfungsi lama. Terjadi osmotik diuretik, menyebabkan seseorang menjadi dehidrasi.
Jika jumlah nefron yang tidak berfungsi meningkat maka ginjal tidak mampu
menyaring urine (isothenuria). Pada tahap ini glomerulus menjadi kaku dan plasma
tidak dapat difilter dengan mudah melalui tubulus. Maka akan terjadi kelebihan cairan
dengan retensi air dan natrium.
2. Ketidaseimbangan Natrium
Ketidaseimbangan natrium merupakan masalah yang serium dimana ginjal dapat
mengeluarkan sedikitnya 20-30 mEq natrium setiap hari atau dapat meningkat sampai
200 mEq perhari. Variasi kehilangan natrium berhubungan dengan “intact nephron
theory”. Dengan kata lain, bila terjadi kerusakan nefron maka tidak terjadi pertukaran
natrium. Nefron menerima kelebihan natrium sehingga menyebabkan GFR menurun
dan dehidrasi. Kehilangan natrium lebih meningkat pada gangguan gastrointstinal,
terutama muntah dan diare. Keadaan ini memperburuk hiponatremia dan dehidrasi.
Pada CRF yang berat keseimbangan natrium dapat dipertahankan meskipun terjadi
kehilangan yang fleksibel nilai natrium. Orang sehat dapat pula meningkat di atas 500
mEq/hari. Bila GFR menurun di bawah 25-30 ml/menit, maka ekskresi natrium kurang
lebih 25 mEq/hari, maksimal ekskresinya 150-200 mEq/hari. Pada keadaan ini
natrium dalam diet dibatasi 1-1,5 gram/hari.
3. Ketidakseimbangan Kalium

Prodi D III Keperawatan / POLTEKKES- BM / KMB III / Perkemihan : CRF / 2020 9


Jika keseimbangan cairan dan asidosis metabolik terkontrol maka hiperkalemia
jarang terjadi sebelum stadium IV. Keseimbangan kalium berhubungan dengan sekresi
aldosteron. Selama output urine dipertahankan kadar kalium biasanya terpelihara.
Hiperkaliemia terjadi karena pemasukan kalium yang berlebihan, dampak pengobatan,
hiperkatabolik (infeksi), atau hiponatremia. Hiperkalemia juga merupakan
karakteristik dari tahap uremia.
Hipokalemia terjadi pada keadaan muntah atau diare berat, pada penyakit tubuler
ginjal, nefron ginjal, meresorbsi kalium sehingga ekskresi kalium meningkat. Jika
hipokalemia persisten, kemungkinan GFR menurun dan produksi NH3 meningkat.
HCO3 menurun dan natrium bertahan.
4. Ketidaseimbangan asam basa
Asidosis metabolik terjadi karena ginjal tidak mampu mengekskresikan ion
Hirdogen untuk menjaga pH darah normal. Disfungsi renal tubuler mengakibatkan
ketidamampuan pengeluaran ioh H. Dan pada umumnya penurunan ekskresi H +
sebanding dengan penurunan GFR. Asam yang secara terus-menerus dibentuk oleh
metabolisme dalam tubuh tidak difiltrasi secara efektif melewati GBM, NH3 menurun
dan sel tubuler tidak berfungsi. Kegagalan pembentukan bikarbonat memperberat
ketidakseimbangan. Sebagian kelebihan hidrogen dibuffer oleh mineral tulang.
Akibatnya asidosis metabolik memungkinkan terjadinya osteodistrophy.
5. Ketidakseimbangan Magnesium
Magnesium pada tahap awal CRF adalah normal, tetapi menurun secara progresif
dalam ekskresi urine menyebabkan akumulasi. Kombinasi penurunan ekskresi dan
intake yang berlebihan mengakibatkan henti napas dan jantung.
6. Ketidakseimbangan Calsium dan Fospor
Secara normal calsium dan pospor dipertahankan oleh parathyroid hormon yang
menyebabkan ginjal mereabsorbsi kalsium, mobilisasi calsium dari tulang dan depresi
resorbsi tubuler dari pospor. Bila fungsi ginjal menurun 20-25 % dari normal,
hiperpospatemia dan hipocalsemia terjadi sehingga timbul hiperparathyroidisme
sekunder. Metabolisme vitamin D terganggu. Dan bila hiperparathyroidisme
berlangsung dalam waktu lama dapat mengakibatkan osteorenaldystrophy.
7. Anemia
Penurunan Hb disebabkan oleh:
a. Masa hidup sel darah merah pendek karena perubahan plasma.
b. Peningkatan kehilangan sel darah merah karena ulserasi gastrointestinal, dialisis,
dan pengambilan darah untuk pemeriksaan laboratorium.
c. Defisiensi folat
d. Defisiensi iron/zat besi

Prodi D III Keperawatan / POLTEKKES- BM / KMB III / Perkemihan : CRF / 2020 10


e. Peningkatan hormon paratiroid merangsang jaringan fibrosa atau osteitis fibrosis,
mengambil produksi sum-sum menurun.
8. Ureum kreatinin
Urea yang merupakan hasil metabolik protein meningkat (terakumulasi). Kadar
BUN bukan indikator yang tepat dari penyakit ginjal sebab peningkatan BUN dapat
terjadi pada penurunan GFR dan peningkatan intake protein. Tetapi kreatinin serum
adalah indikator yang lebih baik pada gagal ginjal sebab kreatinin diekskresikan sama
dengan jumlah yang diproduksi tubuh.

DAFTAR PUSTAKA
Junadi Purnawan, 1982. Kapita Selekta Kedokteran, Edisi ke 2. Media Aeskulapius, FKUI
Soeparman, 1990.Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II, Balai Penerbit FKUI
Sylvia Anderson Price, Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Alih Bahasa Adji
Dharma, Edisi II. EGC, Jakarta
Doengoes, Marllyn E. 1987. Nursing Care Plan, Fa. Davis Company, Philadelpia,
Ignatavicius D.D.dan M.V.Bayne, 1991. Medical Surgical Nursing, A Nursing Process
Approach, W. B. Saunders Company, Philadelpia

Prodi D III Keperawatan / POLTEKKES- BM / KMB III / Perkemihan : CRF / 2020 11


Skema: Infeksi

Reaksi antigen-
antibodi

Meningkatnya Proliferasi dan


aktifasi kerusakan
vasopresos glomerolus

Kerusakan umum
GFR menurun kapiler

Vasospasme Aldosteron

ECF meningkat
Retensi Na.
Retensi air
Hipertensi Albuminuria
Hematuria
Edema

Prodi D III Keperawatan / POLTEKKES- BM / KMB III / Perkemihan : CRF / 2020 12

Anda mungkin juga menyukai