Anda di halaman 1dari 29

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Gagal Ginjal Kronik (GGK)

2.1.1. Pengertian

GGK atau penyakit gagal ginjal tahap akhir adalah gangguan fungsi ginjal

yang menahun bersifat progresif irreversible. Dimana kemampuan tubuh gagal

untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit

menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah).

2.1.2. Etiologi

Gagal ginjal kronik merupakan suatu keadaan klinis kerusakan ginjal yang

progresif dan irreversibel dari berbagai penyebab. Sebab-sebab gagal ginjal kronik

yang sering ditemukan yaitu :

 Infeksi/ penyakit peradangan : pielonefritis kronis dan glomerulonefritis.

 Penyakit vaskular/ hipertensi : nefroskerosis benigna/maligna dan stenosis

arteri renalis.

 Gangguan jaringan penyambung : lupus eritematosus sistemik, poliarteritis

nodose dan skerosis sistemik progresif.

 Gangguan kongenital/ herediter : penyakit ginjal polikistik dan ansidosis

tubulus ginjal.

 Penyakit metabolik : diabetes melitus, gout, hiperparatiroidisme dan

amiloidosis.

 Nefropati toksik : penyalahgunaan analgetik dan nefropati timbal.

7
 Neuropati obstruktif

 Saluran kemih bagian atas yaitu neoplasma dan fibrosis retriberitonial.

 Saluran kemih bagian bawah yaitu hipertropi prostat, struktur uretra

anomali kongenital pada leher kandung kemih dan uretra (Price, 2001).

2.1.3.   Patofisiologi

Pada penderita gagal ginjal kronik, akan mengalami penurunan fungsi

ginjal, produk akhir metabolisme protein (ureum, kreatinin, asam urat yang

normalnya dieksresikan kedalam urine) tertimbun dalam darah. Terjadi uremia

dan mempengaruhi sistem tubuh. Semakin banyak timbunan produk sampah,

maka gejala akan semakin berat (Smeltzer, 2002).

a.    Penurunan laju filtrasi glomerolus (GFR)

Penurunan GFR terjadi akibat tidak berfungsinya glomeruli, kreatinin akan

menurun dan kadar kreatinin serum meningkat. Selain itu kadar nitrogen urea

darah (BUN) akan meningkat.

b.    Retensi cairan dan natrium.

Ginjal juga tidak mampu untuk mengkonsentrasikan atau mengencerkan urine

secara normal pada penyakit ginjal tahap terakhir, respon ginjal yang sesuai

terhadap perubahan masukan cairan dan elektrolit sehari-hari tidak terjadi.

Penahanan natrium dan cairan, meningkatkan resiko terjadinya oedema, gagal

jantung kongesti dan hipertensi. Hipertensi dapat terjadi aktivasi aksis renin-

angiotensin-aldosteron. Mempunyai kecenderungan untuk kehilangan garam

mencetuskan resiko hipertensi dan hipovolemi.

8
c.    Asidosis

Terjadi asidosis metabolik seiring dengan ketidakmampuan ginjal

mengeksresikan muatan asam (H +) yang berlebihan. Penurunan sekresi asam

terutama akibat ketidakmampuan tubulus ginjal untuk mensekresikan amonia

(NH3+) dan mengabsorpsi natrium bikarbonat (HCO3 -). Nilai normal adalah

16-20 mEq/L. Penurunan eksresi fosfat dan asam organik lain juga terjadi.

Pada sebagian klien GGK asidosis metabolik terjadi. pada tingkatan ringan

dengan Ph darah tidak kurang dari 7,35. nilai normalnya 7,35-7,45.

d.   Anemia

Terjadi akibat dari produksi eritropoetin yang tidak adekuat (racun uremik

dapat menginaktifkan eritropoetin atau menekan sum-sum tulang terhadap

eritropoetin). Memendeknya usia sela darah merah, defisiensi nutrisi dan

kecenderungan mengalami perdarahan terutama disaluran gastrointestinal,

anemia akan menyebabkan kelelahan, dapat timbul dispneu sewaktu penderita

melakaukan kegiatan fisik. Anemia GGK akan timbul apabila kreatinin serum

lebih dari 3,5 mg/100 ml atau GFR menurun 30 % dari normal.

e.    Ketidakseimbangan kalsium dan fosfat

Dengan menurunnya filtrasi ginjal dapat meningkatkan kadar fosfat serum

dan sebaliknya serta peningkatan fosfat serum menyebabkan sekresi

parathormon dari kelenjar paratiroid tapi pada GGK tubuh tidak berespon

normal terhadap peningkatan sekresi hormon dan akibatnya kalsium tulang

menurun sehingga menyebabkan perubahan pada tulang. Selain itu metabolik

9
aktif vitamin D (1,25 dehidrosikolekalsiferol) yang secara normal dibuat

diginjal menurun seiring perkembanagan gagal ginjal.

f.     Ketidakseimbangan kalium

Hiperkalemia timbul pada klien GGK yang mengalami Oligouri disamping

itu asidosis sistemik dapat menimbulkan hiperkalemia melalui pergesaran K +

dari sel kecairan ekstra seluler. Bila K +


antara 7-8 mEq/ L akan timbul

disritmia yang fatal bahkan henti jantung.

g.    Hipermagnesemia

Uremia akan mengalami penurunan kemampuan meneksresikan magnesium,

sehingga kadar magnesium serum meningkat (nilai normal 1,5-2,3 mEq/L).

h.    Hiperurisemia

GGK dapat menimbulkan gangguan eksresi asam urat sehingga kadar asam

urat meningkat (nilai normal 4-6 mg/100 ml) sehingga dapat menimbulkan

serangan arthithis Gout akibat endapan garam urat pada sendi dan jaringan

lunak

i.     Penyakit tulang uremik

Osteodistropi renal terjadi dari perubahan kompleks kalsium, fospat dan

ketidakseimbangan parathormon.

j.      Kelainan metabolisme

Merupakan ciri khas syndrome uremik, meski mekanismenya belum jelas.

Terjadi akibat gangguan metabolisme protein akibat dari sintesa protein

abnormal. Gangguan metabolisme karbohidrat juga terjadi, kadar gula darah

puasa meningkat tapi tidak lebih dari 200 mg/100ml. Akibatnya jaringan

10
perifer tidak peka terhadap insulin, dimana ginjal gagal menonaktifkan 1-5 %

insulin dari uremia. Metabolisme lemak terjadi akibat peningkatan kadar

trigliserida serum karena peningkatan glukosa dan insulin serta penggunaan

asetat dalam dialisat.

1.3.4.   Tanda dan Gejala

Pada penderita gagal ginla kronik ditandai oleh nilai GFR yang turun

dibawah normal (125 ml/mnt), kemudian apabila GFR menurun, maka kadar

kreatinin dan BUN (Blood Urea Nitrogen) plasma akan meningkat diatas normal

atau terjadi azotemia (konsentrasi BUN normal 10 – 20 mg/100 mg) seedangkan

konsentrasi kreatinin plasma 0,7 – 1,5 mg/100ml. Kedua zat ini merupakan hasil

akhir nitrogen dari metabolisme protein yang normalnya disekresi dalam kemih

(Price, 2001).perjalanan umum gagal ginjal progresif dapat dibagi menjadi 3

stadium, yaitu (Price, 2001) :

a.    Stadium pertama (penurunan cadangan ginjal)

Selama stadium ini kreatinin dan kadar BUN normal dan penderita asimtomatik,

nilai GFR adalah 40 – 45 %.

b.    Stadium kedua ( insufiensi ginjal )

Dimana lebih 75 % jaringan yang berfungsi telah rusak . pada tahap ini kadar

BUN sudah mulai meningkat diatas normal. Nilai GFR adalah 20 – 50 %.

Peningkatan ini berbeda – beda tergantung dari kadar protein dalam diet, pada

stadium ini kadar kretinin serum juga mulai meningkat melebihi kadar normal.

11
c.    Stadium akhir (Uremia)

Stadium ini timbul apabila sekitar 90 % dari nefron telah hancur atau hanya

sekitar 20.000 nefron saja yang masih utuh. Nilai GFR hanya 10 % dari keadaan

normal dan bersihan kreatinin mungkin sebesar 5 – 10 ml/ mnt atau kurang. Pada

keadaan ini kreatinin serum dan kadar BUN akan meningkat sangat mencolok,

sebagai respon terhadap GFR yang mengalami sedikit penurunan. Pada stadium

ini penderita mulai merasakan gejala yang cukup parah, karena ginjal tidak

mampu mempertahankan kembali homeiostasis cairan dan elektrolit dalam tubuh,

kemih menjadi isoosmosis dan biasanya oligouri dan syndro uremik. Pada

stadium akhir gagal ginjal pasti meninggal kecuali mendapat pengobatan

transplanasi ginjal atau dialisis.

2.1.5. Dampak Gagal Ginjal Terhadap Perubahan Fungsi Sistem Tubuh

Pada gagal gimjal kronik terjadi gangguan mekanisme homeostasis

sehingga menimbulkan gangguan pada berbagai system tubuh, di antaranya :

1. Sistem kardiovaskuler

Hipertensi (karena retensi sodium dan air, aktivasi system rennin-

angiotensin-aldosteron), gagal jantung kongestif dan edema pulmonal

karena kelebihan cairan, perikarditis karena penumpukan racun uremic,

pitting edema, gangguan irama jantung, nyeri dada, sesak nafas.

2. Sistem gastrointestinal

Terjadi anoreksia, mual muntah, cegukan, ulserasi di mulut hingga

perdarahan, konstipasi atau diare.

12
3. Sistem integument

Terjadi pruritus. Ekimosis, kulit kering, rambut mudah patah

4. Ssystem neurology dan otot

Terjadi perubahan kesadaran, tidak mampu konsentrasi, kejang,

kelemahan, disorientasi. Dapat terjadi kram, fraktur, foot drop serta

penurunan kekuatan otot.

5. System pernafasan

Dapat terjadi bunyi nafas crackles, sputum kental, sesak nafas, nafas

pendek bahkan nafas kussmaul.

6. System perkemihan

Terjadi penurunan jumlah urin, nokturia, proteinuria

7. Gangguan lain

Osteodistrofi renal, hipokalsemia, hiperkalemia, hiperfosfatemia bahkan

asidosis metabolik.

2.1.6.Komplikasi

1. Anemia

2. Perdarahan dari perut atau usus

3. Disfungsi otak, kebingungan dan dimensia

4. Perubahan kadar elektrolit

5. Perubahan gula darah (glukosa)

6. Kerusakan saraf kaki dan lengan

7. Penumpukan cairan di sekitar paru-paru

13
8. Kompliksi jantung dan pembuluh darah

9. Hepatitis B, hepatitis C, gagal hati

10. Hiperparatiroidisme

11. Peningkatan resiko infeksi

12. Malnitrisi

13. Peningkatan jumlah fosfor dan kalium

14. Kejang

15. Kulit kering, gatal

16. Melemahnya tulang (Smeltzer, 2002).

2.1.7.  Pemeriksaan Penunjang

1. Laboratorium: urinalisa, urem, creatinin, darah lengkap, elektrolit, protein

(albumin), CCT,analisa gas darah, gula darah

2. Radiology: foto polos abdomen, USG ginjal, IVP, RPG, foto thoraks dan

tulang

3. Biopsy ginjal

4. ECG untuk mengetahui adanya perubahan irama jantung.

2.1.8.   Penatalaksanaan Medis

Tujuan penatalaksanaan adalah untuk mempertahankan fungsi ginjal dan

hemotasis selama mungkin, seluruh faktor yang berperan pada ginjal tahap akhir

dan faktor yang dapat dipulihkan (misalnya : obstruksi) diidentifikasi dan

ditangani dengan tiga strategi, yaitu :

14
a.         Memperlambat progresi gagal ginjal

Dengan pengobatan hipetensi dengan antihipertensi, pembatasan asupan

protein untuk mengurangi hiperfiltrasi glomerolus, restriksi fosfor untuk

mencegah hiperparatiroidisme sekunder, mengurangi protein uri, pengendalian

hiperlipidemia dengan olahraga dan diet.

b.        Mencegah kerusakan ginjal lebih lanjut

Dengan pencegahan kekurangan cairan, sepsis, hipertensi yang tidak

terkendali dan penggunaan obat nefrotoksik seperti amino – glikosid, obat anti

inflamasi non steroid harus dihindari.

c.         Pengelolaan uremia dan komplikasinya

Pencegahan gangguan keseimbangan cairan elektrolit dengan restriksi

asupan cairan dan natrium serta pemberian terapi diuretik. Cairan yang diminum

harus dibatasi dan diawasi < 1 ltr/hari, keadaan berat 500 ml/hari untuk

menghindari hidrasi berlabih/ kurang. Untuk membantu mengurangi asidosis

dengan cara pantau LFG tidak < 25 ml/mnt, diet rendah protein 0,6 gr/kg/BB/hari.

Pembatasan asupan kalium dari makanan, transfusi darah diberikan bila perlu dan

dapat memperbaiki keadan klinis secara nyata. Kadar fosfor serum harus

dikendalikan dengan diet rendah fosfor (daging dan susu) untuk mencegah

hiperparatiroidesme. Pemberian allopurinol bila ada peningkatan asam urat (100

mg – 300 mg) bila > 10 mg/dl. Dan insisi dialisis atau transplantasi ginjal bila

tahap GFR sekitar 5 – 10 ml/mnt.

Menurut Smeltzer, (2002) komplikasi potensial gagal ginjal kronis yang

memerlukan pendekatan kolaboratif dalam perawatan mencakup :

15
1)   Keseimbangan cairan dan elektrolit

Asupan dibatasi < 1 liter/hari, tahap berat < 500 ml/hari, natrium klorida

(NaCl) < 2-4 gram/hari, tergantung beratnya edema dan diuretic furosemid.

2)   Hiperkalemia

Biasanya dicegah dengan penanganan dialisis yang adekuat disertai

pengambilan kalium dan pemantauan yang cermat terhadap kandungan kalium

pada seluruh medikasi oral maupun intravena. Pasien diharuskan diet rendah

kalium.

3)   Hipertensi

Biasanya hipertensi dapat dikontrol secara efektif dengan pembatasan

natrium dan cairan, serta melalui ultrafiltrasi bila penderita menjalani

hemodialisis. Hipertensi dapat ditangani juga dengan berbagai medikasi

antihipertensi kontrol volume intravaskuler. Gagal jantung kongestif dan edema

pulmoner juga memerlukan penanganan pembatasan cairan, diet rendah natrium,

diuretik, agen inotropik, seperti digitalis atau dobutamine, dan dialisis.

4)   Asidosis Metabolik

Asidosis metabolik pada gagal ginjal kronik biasanya tanpa gejala dan

tidak memerlukan penanganan; namun demikian, suplemen natrium karbonat atau

dialisis mungkin diperlukan untuk mengoreksi asidosis jika kondisi ini

menimbulkan gejala. Bentuk pengobatan yang paling logis adalah dialisis.

5)   Diet rendah protein untuk mencegah hiperfiltrasi glomerulus. Kalori 35 kal/kg

BB, protein 0,6 gram.kg BB/hari

16
6)   Kalsium dan fosfar : hipokalsemia dan retensi fosfar oleh ginjal. LFG < 30

ml/menit diperlukan pengikat fosfat seperti kalsium karbonat atau kalsium asetat

diberikan saat makan.

7)   Hiperurisemia : diberikan 100-300 mg apabila >10 mg/dl atau terdapat

riwayat gout.

8)   Anemia

Oleh karena penyebab utama pada gagal ginjal kronik (GGK) tampaknya

berupa penurunan sekresi eritropoetin oleh ginjal yang sakit, maka pengobatan

yang ideal adalah penggantian hormon ini. Selain ini juga dilakukan pengobatan

untuk anemia uremik adalah dengan memperkecil kehilangan darah, pemberian

vitamin, androgen, dan transfusi darah.

9)   Abnormalitas neurologi

Pasien dilindungi dari cedera dengan menempatkan pembatas tempat tidur.

Awitan kejang dicatat dalam hal tipe, durasi dan efek umum terhadap pasien.

Diazepam intravena atau penitoin diberikan untuk mengendalikan kejang.

10) Osteodistrofi ginjal

Salah satu tindakan terpenting untuk mencegah timbulnya

hiperparatiroidisme sekunder dan segala akibatnya adalah diet rendah posfat

dengan pemberian gel yang dapat mengikat posfat dalam usus. Diet rendah

protein biasanya mengandung rendah posfat.

11) Dialisis dan transplantasi ginjal

Dialisis dan transplantasi ginjal dilakukan pada gagal ginjal stadium akhir.

Dialisis digunakan untuk mempertahankan penderita dalam keadaan klinis yang

17
optimal sampai tersedia donor ginjal. Dialisis ini dilakukan dengan mengalirkan

darah kedalam suatu tabung ginjal buatan (dialiser) yang terdiri dari 2

kompartemen yang terpisah. Cairan dialisis dan darah yang terpisah akan

mengalami perubahan konsentrasi karena zat terlarut berpindah dari konsentrasi

tertinggi ke arah konsentrasi yang rendah sampai konsentrasi zat terlarut sama di

kedua kompartemen (difusi).

2.2. KONSEP HAEMODIALISA

2.2.1. Definisi

Dialisis merupakan

 suatu proses yang digunakan untuk mengeluarkan cairan dan produk limbah

dari dalam tubuh ketika ginjal tidak mampu melaksanakan proses tersebut.

 Suatu proses pembuatan zat terlarut dan cairan dari darah melewati membrane

semi permeable. Ini berdasarkan pada prinsip difusi; osmosis dan ultra filtrasi.

Hemodialisa merupakan suatu proses yang digunakan pada pasien dalam

keadaan sakit akut dan memerlukan terapi dialysis jangka pendek (beberapa hari

hingga beberapa minggu) atau pasien dengan penyakit ginjal stadium terminal

(ESRD; end-stage renal disease) yang membutuhkan terapi jangka panjang atau

terapi permanent. Sehelai membrane sintetik yang semipermeabel menggantikan

glomerulus serta tubulus renal dan bekerja sebagai filter bagi ginjal yang

terganggu fungsinya itu.

18
Bagi penderita GGK, hemodialisis akan mencegah kematian. Namun

demikian, hemodialisis tidak menyembuhkan atau memulihkan penyakit ginjal

dan tidak mampu mengimbangi hilangnya aktivitas metabolic atau endokrin yang

dilaksanakan ginjal dan dampak dari gagal ginjal serta terapinya terhadap kualitas

hidup pasien. Pasien-pasien ini harus menjalani terapi dialysis sepanjang hidupnya

(biasanya 3 kali seminggu selama paling sedikit 3 atau 4 jam per kali terapi) atau

sampai mendapat ginjal baru melalui operasi pencangkokan yang berhasil. Pasien

memerlukan terapi dialysis yang kronis kalau terapi ini diperlukan untuk

mempertahankan kelangsungan hidupnya dan  mengendalikan gejala uremia.

2.2.2. Tujuan

Mempertahankan kehidupan dan kesejahteraan pasien sampai fungsi ginjal

pulih kembali. Metode terapi mencakup hemodialisis, hemofiltrasi dan peritoneal

dialysis. Hemodialisis dapat dilakukan pada saat toksin atau zat racun harus

segera dikeluarkan untuk mencegah kerusakan permanent atau menyebabkan

kematian. Hemofiltrasi digunakan untuk mengeluarkan cairan yang berlebihan.

Peritoneal dialysis mengeluarkan cairan lebih lambat daripada bentuk-bentuk

dialysis yang lain.

2.2.3. Indikasi

Pasien yang memerlukan hemodialisa adalah pasien GGK dan GGA untuk

sementara sampai fungsi ginjalnya pulih. Pasien-pasien tersebut dinyatakan

memerlukan hemodialisa apabila terdapat indikasi :

19
1. Hiperkalemia ( K > 6 mEq/l)

2. Asidosis

3. kegagalan terapi konservatif

4. Kadar ureum/kreatinin tinggi dalam darah

5. Kelebihan cairan.

6. Perikarditis dan konfusi yang berat.

7. Hiperkalsemia dan hipertensi.

2.2.4. Prinsip Hemodialisa

Prinsip mayor/proses hemodialisa

a. Akses Vaskuler :

Seluruh dialysis membutuhkan akses ke sirkulasi darah pasien. Kronik

biasanya memiliki akses permanent seperti fistula atau graf sementara. Akut

memiliki akses temporer seperti vascoth.

b. Membran semi permeable

Hal ini ditetapkan dengan dialyser actual dibutuhkan untuk mengadakan

kontak diantara darah dan dialisat sehingga dialysis dapat terjadi.

c. Difusi

Dalam dialisat yang konvesional, prinsip mayor yang menyebabkan

pemindahan zat terlarut adalah difusi substansi. Berpindah dari area yang

20
konsentrasi tinggi ke area dengan konsentrasi rendah. Gradien konsentrasi tercipta

antara darah dan dialisat yang menyebabkan pemindahan zat pelarut yang

diinginkan. Mencegah kehilangan zat yang dibutuhkan.

d. Konveksi

Saat cairan dipindahkan selama hemodialisis, cairan yang dipindahkan

akan mengambil bersama dengan zat terlarut yang tercampur dalam cairan

tersebut.

e. Ultrafiltrasi

Proses dimana cairan dipindahkan saat dialysis dikenali sebagai

ultrafiltrasi artinya adalah pergerakan dari cairan akibat beberapa bentuk tekanan.

Tiga tipe dari tekanan dapat terjadi pada membrane :

1)      Tekanan positip merupakan tekanan hidrostatik yang terjadi akibat cairan

dalam membrane. Pada dialysis hal ini dipengaruhi oleh tekanan dialiser dan

resisten vena terhadap darah yang mengalir balik ke fistula tekanan positip

“mendorong” cairan menyeberangi membrane.

2)      Tekanan negative merupakan tekanan yang dihasilkan dari luar membrane

oleh pompa pada sisi dialisat dari membrane tekanan negative “menarik” cairan

keluar darah.

3)      Tekanan osmotic merupakan tekanan yang dihasilkan dalam larutan yang

berhubungan dengan konsentrasi zat terlarut dalam larutan tersebut. Larutan

21
dengan kadar zat terlarut yang tinggi akan menarik cairan dari larutan lain dengan

konsentrasi yang rendah yang menyebabkan membrane permeable terhadap air.

2.2.5. Komplikasi yang terjadi

1. Hipotensi

Penyebab : terlalu banyak darah dalam sirkulasi mesin, ultrafiltrasi berlebihan,

obat-obatan anti hipertensi.

2. Mual dan muntah

Penyebab : gangguan GI, ketakutan, reaksi obat, hipotensi.

3. Sakit kepala

Penyebab : tekanan darah tinggi, ketakutan.

4. Demam disertai menggigil.

Penyebab : reaksi fibrogen, reaksi transfuse, kontaminasi bakteri pada sirkulasi

darah.

5. Nyeri dada.

Penyebab : minum obat jantung tidak teratur, program HD yang terlalu cepat.

6. Gatal-gatal

22
Penyebab : jadwal dialysis yang tidak teratur, sedang.sesudah transfuse kulit

kering.

7. Perdarahan amino setelah dialysis.

Penyebab : tempat tusukan membesar, masa pembekuan darah lama, dosis heparin

berlebihan, tekanan darah tinggi, penekanan, tekanan tidak tepat.

8. Kram otot

Penyebab : penarikan cairan dibawah BB standar. Penarikan cairan terlalu cepat

(UFR meningkat) cairan dialisat dengan Na rendah BB naik > 1kg. Posisi tidur

berubah terlalu cepat.

2.3. Kepatuhan

2.3.1. Pengertian Kepatuhan

Kepatuhan adalah derajat dimana pasien mengikuti anjuran klinis yang

mengobatinya. Kepatuhan adalah sejauh mana perilaku pasien sesuai dengan

ketentuan yang diberikan oleh profesional kesehatan.

Dalam psikologi kesehatan kepatuhan atau ketaatan lain adalah tingkat

ketaatan pasien melaksanakan cara pengobatan dan perilaku yang disarankan oleh

dokter atau orang lain. Kepatuhan pasien berkenaan dengan kemampuan dari

individu untuk mengikuti cara sehat yang berkaitan dengan nasehat, aturan

pengobatan yang ditetapkan, mengikuti jadwal pemeriksaan. Tahap kepatuhan

adalah tingkat perilaku penderita dalam mengambil suatu tindakan untuk

megobati seperti diet,kebiasaan hidup,dan ketepatan berobat. Sikap dan perilaku

23
individu dimulai dengan tahap kepatuhan, identifikasi kemudian menjadi

internalisasi. Mula-mula individu mematuhi anjuran atau interaksi petugas tanpa

kerelaan untuk memberikan tindakan tersebut dan sering menghindar, hukuman

atau sangsi jika tidak patuh, untuk memperoleh imbalan yang dijanjikan bila

mematuhi anjuran berikut,tahap ini disebut tahap kepatuhan atau compliance.

Membangun suatu kepatuhan tergantung pada dua faktor yaitu sengaja

atau tidak sengaja dan biasanya didasari informasi yang benar harus selalu

diberikan pada pasien yang tidak patuh yang mungkin secara langsung membantu

mengingatkan kembali sejak penderita dipercaya dan patuh dengan nasehat

penderita akan mengikuti pengalaman kesehatan masa lampau oleh karena

perubahan perilaku memerlukan banyak teknik persuasive.

Derajat ketidakpatuhan bervariasi sesuai dengan apakah pengobatan

tersebut kuratif atau preventif, jangka panjang atau jangka pendek. Sackett dan

Snow menemukan bahwa ketaatan terhadap 10 hari jadwal pengobatan sejumlah

70%-80% dengan tujuan adalah mengobati,dan 60%-70% dengan tujuan

pengobatan ini adalah pencegahan. Kegagalan untuk mengikuti program

pengobatan jangka panjang yang bukan kondisi akut, dimana derajat

ketidakpatuhan rata-rata 50% dan derajat tersebut bertambah buruk sesuai waktu.

2.3.2. Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kepatuhan

Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kepatuhan seseorang dalam

melaksanakan aturan dipengaruhi oleh :

a. Faktor internal

24
Faktor internal keadaan fisiologis dan psikologis, misalnya umur, jenis

kelamin, derajat kesehatan, kepribadian, tingkat ekonomi dan pengetahuan.

Fisiologis seseorang akan menentukan bagaimana seseorang bersikap. Pada

umumnya orang usia muda sikapnya relatif lebih radikal sedangkan orang dewasa

akan lebih moderat dan bila dalam keadaan sakit akan lebih patuh. Kondisi

psikologis misalnya motivasi atau disebut tingkah laku serta rasa tanggung jawab

ikut berperan terhadap kepatuhan individu selain itu elemen kognitif juga

memegang peranan penting dalam kepatuhan.

b. Faktor eksternal

Faktor eksternal adalah hal diluar individu yang merupakan rangsangan

untuk menentukan sikap. Faktor tersebut juga dapat berupa pengalaman,

lingkungan (misalnya situasi yang sedang dihadapi, fasilitas, norma-norma yang

ada, hambatan-hambatan dilingkungan sekitarnya), dukungan keluarga,

keterlibatan petugas kesehatan, pengobatan. Hal ini yang membuat individu

merasa bertanggung jawab terhadap perilakunya atau yang menonjolkan aspek

negative dari apa yang dilakukan akan mengurangi tingkat kepatuhan. Berhasilnya

suatu terapi tidak hanya ditentukan oleh diagnosis dan pemilihan pengobatan yang

tepat, tetapi juga oleh kepatuhan pasien yang mengikuti terapi yang telah

ditentukan.

Kepatuhan dapat dibedakan menjadi dua yaitu:

1) Kepatuhan penuh (Total Compliance)

25
Pada keadaan ini pasien tidak hanya berobat/menjalani terapi secara teratur sesuai

batas waktu yang ditetapkan melainkan juga patuh memakai obat secara teratur

sesuai petunjuk dan patuh dalam pengobatan taat terhadap diet yang dianjurkan.

2) Pasien yang sama sekali tidak patuh (Non Compliance)

Pada keadaan ini pasien berhenti dalam pengobatan sebelum sembuh atau

pasien sama sekali tidak menjalani perawatam tersebut. Faktor keberhasilan bagi

kepatuhan perawatan/pengobatan meliputi pendidikan dalam manajemen diri

sendiri, program manajemen tenaga kesehatan profesional medis maupun non

medis seperti ahli gizi membuat protocol intervensi,konseling dan tindak lanjut.

2.3. 3. Faktor-faktor yang mempengaruhi ketidakpatuhan melaksanakan

Hemodialisis

a. Pengetahuan

Pengetahun merupakan hasil dari tahu dan terjadi setelah orang melakukan

penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui indra

manusia yakni indra penglihatan, pendengaran, penawaran rasa dan peraba.

Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga.

Pengetahuan seseorang tentang sesuatu obyek mengandung 2 aspek yaitu aspek

positif dan aspek negative. Kedua aspek inilah yang akhirnya akan menentukan

sikap seseorang terhadap obyek yang diketahui, maka menumbuhkan sikap yang

makin positif terhadap obyek tersebut. Pengetahuan atau kognitif merupakan

domain yang penting dalam membentuk tindakan seseorang. Perilaku yang

didasari pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari

dengan pengetahuan.

26
Kemampuan kognitif akan membentuk cara berpikir seseorang termasuk

kemampuan untuk memahami faktor yang berhubungan dengan penyakit dan

menggunakan pengetahuan tentang kesehatan untuk kesehatan dirinya.

Pengetahuan mempunyai enam tingkatan yaitu :(16)

1. Tahu (know)

Tahu diartikan sebagai mengingat materi yang telah dipelajari sebelumnya.

pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali terhadap sesuatu yang

dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu tahu merupakan

tingkat pengetahuan yang paling rendah.

2. Memahami (Comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara

benar tentang sesuatu obyek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi

tersebut secara benar.

3. Aplikasi (Aplication)

Aplikasi diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menggunakan materi

yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi riil (sebenarnya)

4. Analisis (Analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu

obyek kedalam obyek komponen-komponen, tetapi masih didalam struktur

organisasi dan masih ada kaitannya satu sama lainnya.

5. Sintesis (synthesis)

Sintesis menunjukkan suatu kemamapuan untuk meletakakan atau

menghubungkan bagian-bagian kedalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.

27
Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun suatu

formulasi-formulasi yang ada.

6. Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi

atau penilaian terhadap suatu obyek.

Proses terjadinya pengetahuan menjadi masalah mendasar bagi pemikiran

seseorang. Pandangan yang sederhana dalam memikirkan proses terjadinya

pengetahuan yaitu dalam sifatnya baik apriori maupun aposteriori. Pengetahuan

apriori adalah pengetahuan yang terjadi tanpa adanya atau melalui pengalaman,

baik pengalaman indera maupun pengalaman batin. Sedangkan a posteriori adalah

pengetahuan yang terjadi karena adanya pengalaman.

Status pengetahuan seseorang tentang penyakit gagal ginjal kronik dapat

mempengaeuhi kemampuannya dalam memilih dan memutuskan terapi

hemodialisis yang sesuai dengan kondisinya, dengan pengambilan keputusan yang

tepat ketaatan klien dalam menjalani hemodialisis dapat dipertahankan.

Cara menilai pengetahuan.

Dalam mengukur pengetahuan dengan kuesioner dengan menggunakan

skor. Setiap jawaban benar dari item pertanyaan pengetahuan diberi skor 1 dan

bila salah beri skor 0, sehingga setiap responden mempunyai total skor

pengetahuan yang kemudian dilakukan perhitungan proporsi benar yang

dinyatakan dalam persen (%).

Kriteria pengetahuan dikategorikan menurut Arikunto (2006) dengan kategori

sebagai berikut :

28
1. Baik dengan nilai 76% - 100%

2. Cukup dengan nilai 56% - 75%

3. Kurang dengan nilai < 56%

b. Sikap

Sikap (attitude) merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari

seseorang terhadap stimulus atau objek. Sikap itu merupakan kesiapan atau

kesediaan untuk bertindak dan bukan merupakan pelaksanaan motif

tertentu.Menjelaskan bahwa sikap itu memiliki 3 (tiga) komponen pokok yaitu:

1) Kepercayaan (keyakinan, ide dan konsep dalam suatu obyek).

2) Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu obyak.

3) Kecenderungan untuk bertindak.

Sikap mempunyai perbedaan dengan pendorong-pendorong lain yang ada

dalam diri manusia itu. Untuk membedakan sikap dengan pendorong-pendorong

yang lain, ada beberapa ciri atau sifat dari sikap tersebut. Adapun ciri-ciri sikap

tersebut adalah :

1) Sikap itu tidak dibawa sejak lahir, sikap terbentuk dalam perkembangan

individu yang bersangkutan. Oleh karena itu sikap dapat dipelajari dan dapat

berubah. Tetapi sikap mempunyai kecenderungan yang agak tetap dan stabil.

2) Sikap itu selalu berhubungan dengan objek sikap. Oleh karena itu, sikap selalu

terbentuk atau pelajari melalui proses persepsi terhadap objek tertentu.

3) Sikap dapat tertuju pada satu objek saja, tapi dapat juga tertuju pada

sekumpulan objek-objek. Bila seseorang mempunyai sikap negatif pada satu

29
objek, orang tersebut akan mempunyai kecenderungan untuk menunjukan sikap

yang negatif pula pada kelompok dimana objek tersebut tergabung di dalamnya.

4) Sikap itu dapat berlansung lama atau sebentar tergantung apakah sikap tersebut

sudah menjadi nilai dalam diri seseorang tersebut atau belum.

5) Sikap itu mengandung faktor perasaan dan motivasi. Ini berarti bahwa sikap

terhadap obyek tertentu akan selalu diikuti oleh perasaan yang bersifat positif atau

menyenangkan dan juga negatif atau tidak menyenangkan. Sikap mengandung

motivasi berarti sikap mempunyai daya dorong bagi individu untuk berperilaku

secara tertentu terhadap obyek yang dihadapinya. Sikap sebagai suatu bentuk

evaluasi atau reaksi perasaan. Sikap dikatakan sebagai respon yang hanya timbul

bila individu dihadapkan pada suatu stimulus. Sikap seseorang terhadap sesuatu

objek adalah perasaan mendukung atau memihak (favorable) maupun perasaan

tidak mendukung atau tidak memihak (unfavorable) pada objek tertentu.

Cara menilai sikap.

Cara menilai sikap pasien tentang GGK dan Hemodialisis

kuesioner. Penilaian sikap menggunakan skala Likert. Setiap kategori responden

dari pertanyaan bersifat positif jika jawaban sangat setuju skor 4, jika jawaban

setuju skor 3, jika jawaban tidak setuju skor 2 dan jika jawaban sangat tidak setuju

skor 1. Sedangkan pada pertanyaan negatif, jika jawaban sangat setuju skor 1, jika

jawaban setuju skor 2, jika jawaban tidak setuju skor 3, dan jawaban sangat tidak

setuju skor 4.

c. Tingkat Ekonomi

30
Tingkat ekonomi atau pengahsilan yang rendah akan berhubungan dengan

pemanfaatan pelayanan kesehatan maupun pencegahan. Seseorang kurang

memanfaatkan pelayanan kesehatan yang ada mungkin karena tidak mempunyai

cukup uang untuk membeli obat atau untuk perawatan pengobatan atau membayar

transportasi.

Tingkat ekonomi juga dapat mempengaruhi pemilihan metode terapi yang

akan digunakan oleh klien GGK. Biaya yang harus dikeluarkan oleh klien cukup

besar meliputi obat, pemeriksaan laborat, transportasi, hemodialisis dan

trasnplantasi. Aspek penting lain dari biaya adlah adanya komplikasi atau efek

samping yang timbul akibat tindakan hemodialisis dan transplantasi.

Setiap orang memiliki sikap yang berbeda-beda terhadap tindakan

hemodialisis. Hal ini disebabkan oleh tingak pengetahuan dan pengalaman pasien

menjalani terapi hemodialisis. Sikap merupakan faktor penentu dalam tingkah

laku seseorang termasuk dalam memutuskan untuk selalu taat menjalani terapi

hemodialisis. Sikap pasien terhadap ketaatan yang dijalaninya dapat dinilai dari

waktu kedatangan, tingkat keparahan penyakit, komplikasi penyerta, gagal ginjal

yang makin memburuk.

d. Usia

Usia berpengaruh terhadap cara pandang seseorang dalam kehidupan,

masa depan dan pengambilan keputusan. Usia juga erat kaitanya dengan prognosa

penyakit dan harapan hidup mereka yang berusia diatas 55 tahun kecenderungan

untuk terjadi berbagai komplikasi yang memperberat fungsi ginjal sangat besar

bila dibandingkan dengan yang berusia dibawah 40 tahun.

31
e. Dukungan Keluarga/Dukungan Sosial

Merupakan suatu bentuk hubungan interpersonal yang member bantuan

kepada pasien berupa perhatian (perasaan suka, cinta dan empati), bantuan

instrumental (barang, jasa), informasi dan penilaian (informasi yang berhubungan

dengan self evaluation).

Keluarga dapat menjadi faktor yang sangat berpengaruh dalam

menentukan keyakinan dan nilai serta dapat juga menentukan tentang program

pengobatan yang dapat diterima mereka. Keluarga juga dapat memberi dukungan

dan membuat keputusan mengenai perawatan dari anggota keluarga yang sakit.

Hal ini berarti membangun dukungan sosial dari keluarga dan teman-

teman. Kelompok-kelompok pendukung dapat dibentuk untuk membantu

kepatuhan terhadap program pengobatan, seperti pengurangan berat badan, diet

pengurangan asupan cairan, berhenti merokok, dan menurunkan konsumsi

alkohol. Keluarga dan teman dapat membantu mengurangi tingkat kecemasan

yang disebabkan oleh penyakit yang dideritanya, mereka dapat menghilangkan

godaan pada ketidaktaatan, dan mereka seringkali dapat menjadi kelompok

pendukung untuk mencapai kepatuhan. Dukungan sosial disini meliputi beberapa

institusi yang bersifat peningkatan kesehatan. Di institusi tersebut dapat dilakukan

berbagai kegiatan, seperti seminar kesehatan, pendidikan dan pelatihan kesehatan.

Fungsi dukungan keluarga sebagai berikut:

1. Dukungan informasi

Keluarga berfungsi sebagai sebuah kolektor dan diseminator (penyebar)

informasi, menjelaskan tentang pemberian saran, sugesti, informasi yang dapat

32
digunakan mengungkapkan suatu masalah. Manfaat dari dukungan ini adalah

dapat menekan munculnya suatu stressor karena informasi yang diberikan dapat

menyumbangkan aksi yang khusus pada individu. Aspek-aspek dalam dukungan

ini adalah nasehat, usulan, saran, petunjuk dan pemberian informasi.

2. Dukungan penilaian

Keluarga bertindak sebagai sebuah bimbingan umpan balik, membimbing

dan menengahi pemecahan masalah, sebagai sumber anggota keluarga diantaranya

memberikan support, penghargaan, perhatian.

3. Dukungan instrumental

Keluarga merupakan sebuah sumber pertolongan praktis dan konkrit,

diantaranya adalah kesehatan pasien dalam hal kebutuhan makan dan minum,

istirahat, terhindarnya pasien dari kelelahan.

4. Dukungan emosional

Keluarga sebagai tempat yang aman dan damai untuk istirahat dan

pemulihan serta membantu penguasaan terhadap emosi.

Aspek-aspek dari dukungan emosional meliputi dukungan yang diwujudkan

dalam bentuk afeksi, adanya kepercayaan, perhatian, mendengarkan didengarkan.

Hemodialisis adalah suatu alternatif terapi bagi penderita GGK yang

membutuhkan biaya besar. Tidak cukup 1-2 bulan saja tapi membutuhkan waktu

yang lama. Penderita tidak dapat melakukanya sendiri melainkan membutuhkan

orang lain. Penderita sangat membutuhkan orang lain untuk mengantarkan,

menemani ke pusat pengobatan hemodialisis dalam hal pengaturan diet,

pembatasan cairan, obat-obatan, dan pengecekan laborat setelah hemodialisis juga

33
memerlukan keluarga untuk mencapai target. Tanpa adanya dukungan keluarga

mustahil program terapi hemodialisis dapat dilaksanakan sesuai jadwal.(12,15)

f. Jarak

Jarak adalah angka yang menunjukkan seberapa jauh suatu benda dengan

benda lainnya melalui suatu lintasan tertentu atau letak suatu daerah dari daerah

satu ke daerah yang lain. Dekatnya jarak klien dengan Rumah Sakit/ klinik tempat

pelayanan medis lain juga mempengaruhi kecepatan mereka dalam memasuki

pelayanan kesehatan. Jarak pusat hemodialisis dengan tempat tinggal pasien, juga

berpengaruh terhadap kepatuhan seseorang dalam menjalani terapi hemodialisis.

g. Nilai dan Keyakinan

Nilai-nilai dan keyakinan individu dalam mengambil suatu keputusan

dalam hal ini untuk mendapatkan kesehatan yang optimal melalui terapi

hemodialisis merupakan keyakinan dasar yang digunakan oleh individu tersebut

untuk memotivasi dirinya selama menjalani terapi tersebut. Pasien mempunyai

keyakinan dan keinginan untuk sembuh dan takut untuk meninggal maka pasien

selalu taat menjalani terapi.

h. Derajat Penyakit

Pada penderita gagal ginjal grade 2 dan grade 3 yang tanpa disretai

berbagai komplikasi yang memperburuk fungsi ginjal sehingga jatuh dalam

kondisi GGK tentu saja memiliki angka keberhasilan atau harapan hidup lebih

baik dibanding yang sudah GGK dengan komplikasi yang berat.

i. Faktor lama menjalani hemodialisis/ lama pengobatan

34
Dalam pengobatan yang memerlukan jangka panjang akan memberikan

pengaruh-pengaruh bagi penderita seperti;

1. Merupakan suatu tekanan psikologis bagi penderita tanpa keluhan atau

gejala penyakit saat dinyatakan sakit dan harus menjalani pengobatan yang

lama.

2. Datang ketempat pengobatan selain waktu yang tersisa juga menurunkan

motivasi yang akan semakin menurun dengan waktu lamanya pengobatan.

3. Pengobatan yang lama merupakan beban dilihat dari segi biaya yang harus

dikeluarkan.

4. Suntikan-suntikan yang sekian lama harus diterima, dirasakan cukup

membosankan.

j. Faktor fasilitas kesehatan/keterlibatan tenaga kesehatan

Keterlibatan tenaga kesehatan sangat diperlukan oleh pasien dalam hal ini

sebagai pemberi pelayanan kesehatan, penerimaan informasi bagi pasien dan

keluarga, serta rencana pengobatan selanjutnya. Suatu penjelasan dapat membantu

meningkatkan kepercayaan pasien dan dapat membantu meningkatkan kepatuhan

pasien. Faktor fasilitas kesehatan juga merupakan faktor bagi seseorang yang

menjalani pengobatan jangka panjang dalam menentukan derajat kepatuhan

karena pasien mendapatkan fasilitas atau jaminan kesehatan.(6,18)

35

Anda mungkin juga menyukai