Perseptor Klinis
Yani Sutiani, S.Kep., Ners.
NAMA MAHASISWA
Nabila Nur Fadilah Hidayat
220112220023
Gagal ginjal kronis atau penyakit renal tahap akhir merupakan gangguan fungsi renal
yang progresif dan ireversibel dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan
metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia (retensi urea dan
sampah nitrogen lain dalam darah) (Brunner & Suddarth, 2010).
B. ETIOLOGI
Terdapat beberapa penyebab terjadinya gagal ginjal kronis, yakni (Corwin, 2010) :
a. Diabetes
b. Hipertensi
c. Glomerulusnefritik kronis
d. Nefritis interstisial
e. Obstruksi saluran kemih
f. Nefropati analgesic
g. Destruksi papilla ginjal
C. MANIFESTASI KLINIS
Menurut Smeltzer (2010), terdapat tanda dan gejala yang umum terjadi pada penderita gagal
ginjal kronis, yakni :
Anemia
Terjadi akibat dari produksi eritropoetin yang tidak adekuat, sehingga menyebabkan
memendeknya usia sel darah merah, defisiensi nutrisi, dan kecenderungan untuk
mengalami perdarahan akibat status uremik pasien terutama dari saluran gastrointestinal.
Poliuria
Terjadi peningkatan pengeluaran urine karena ginjal tidak mampu memekatkan urine
seiring dengan perburukan pernyakit.
Penyakit tulang uremik atau osteodistrofi renal
Laju penurunan ginjal dan perkembangan gagal ginjal kronis berkaitan dengan gangguan
yang mendasari, eksresi protein dan urin, dan adanya hipertensi.
Kardiovaskular
Pada gagal ginjal kronis mencakup hipertensi (akibat retensi cairan dan natrium dari
aktivasi renin-angiotensin-aldosteron, gagal jantung kongestif, dan edema pulmoner
(akibat cairan berlebih)) dan perikarditis (akibat iritasi pada lapisan perikardial oleh toksin
uremik).
Berdasarkan sistemnya, tanda dan gejala pada penderita gagal ginjal kronis dapat dibedakan
menjadi (Brunner & Suddarth, 2010) :
Sistem Kardiovaskular : hipertensi, pitting edema, edema periorbital, perikarditis,
tamponade perikardium, hiperkalemia , hiperlipidemia serta perbesaran vena di leher.
Sistem Integumen : warna kulit keabu abuan, kulit kering dan gampang terkelupas,
pruritus berat, ekimosis, purpura, kuku rapuh, rambut kasar dan tipis.
Sistem Pernapasan : bunyi paru crackles, pernapasan Kussmaul, penurunan refleks batuk,
nyeri pleura, sesak napas, takipnea, pneumonitis uremik, sputum kental dan lengket.
Sistem Gastrointestinal : pengecapan rasa logam, ulserasi, perdarahan mulut, mual
muntah, konstipasi, diare, serta perdarahan pada saluran cerna.
Sistem Neurologis : kelemahan dan keletihan, tremor, kejang, asteriksis, tungkai tidak
nyaman, telapak kaki terasa terbakar, serta perubahan perilaku.
Sistem Muskuloskeletal : kram otot, kehilangan kekuatan otot, osteodigrafi ginjal, serta
nyeri tulang.
Sistem Reproduksi : amenorrea, atrofi testis, ketidak suburban dan penurunan libido.
Sistem Hematologi : anemia dan trombositpenia.
D. PATOFISIOLOGI
Pada gagal ginjal kronik fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein yang
normalnya diekskresikan ke dalam urin kemudian tertimbun dalam darah (uremia) sehingga
memengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin banyak timbunan produk sisa, maka gejala akan
semakin berat. Penurunan jumlah glomeruli yang normal menyebabkan penurunan klirens
substansi darah yang seharusnya dibersihkan oleh ginjal. Dengan menurunnya GFR
mengakibatkan penurunan klirens kreatinin dan peningkatan kadar kreatinin serum. Hal ini
menimbulkan gangguan metabolisme protein dalam usus yang menyebabkan anoreksia, nausea,
dan vomitus yang menimbulkan perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh.
Peningkatan ureum kreatinin sampai ke otak memengaruhi fungsi kerja tubuh,
mengakibatkan gangguan pada saraf, terutama pada neurosensori. Selain itu BUN biasanya juga
meningkat. Pada penyakit ginjal tahap akhir urin tidak dapat dikonsentrasikan/diencerkan secara
normal sehingga terjadi ketidakseimbangan cairan elektrolit. Natrium dan cairan tertahan
meningkatkan resiko gagal jantung kongestif. Pasien dapat menjadi sesak nafas, akibat
ketidakseimbangan suplai oksigen. Dengan tertahannya natrium dan cairan dapat menyebabkan
edema dan asites. Hal ini menimbulkan resiko kelebihan cairan dalam tubuh.
Semakin menurunnya fungsi renal terjadi asidosis metabolic akibat ginjal mengekskresikan
muatan asam (H+) yang berlebihan. Terjadi penurunan produksi eritropoetin mengakibatkan
terjadinya anemia, sehingga pada pasien dapat timbul keluhan kelemahan dan kulit terlihat pucat
menyebabkan tubuh tidak toleran terhadap aktivitas. Dengan menurunnya filtrasi melalui
glomerulus ginjal terjadi peningkatan kadar fosfat serum dan penurunan kadar serum kalsium.
Penurunan kadar kalsium serum menyebabkan sekresi parathormon dari kelenjar paratiroid. Laju
penurunan fungsi ginjal dan perkembangan gagal ginjal kronis berkaitan dengan gangguan yang
mendasari, ekskresi protein dalam urin, dan adanya hipertensi (Corwin, 2010).
E. KOMPLIKASI
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Terdapat beberapa pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan, yakni (Corwin, 2010) :
1. USG, CT scan dan MRI
Pada hasil pemeriksaan pasien gagal ginjal kronis, akan terlihat ukuran ginjal yang
abnormal atau atrofi ginjal.
2. Pemeriksaan darah
Pada hasil pemeriksaan pasien gagal ginjal kronis, akan terlihat nilai BUN serum, kreatinin
dan GFR yang tidak normal. Selain itu, akan terlihat pula penurunan pada hematokrit dan
hemoglobin yang diserta nilai rendah pada pH plasma.
G. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan ini dilakukan untuk mempertahankan fungsi ginjal dan mempertahankan
homeostasis selama mungkin (Brunner & Suddarth, 2010).
Penatalaksanaan Farmakologis
- Hiperfosfatemia dan hipokalsemia ditangani dengan obat yang dapat mengikat fosfat dalam
saluran cerna (misal kalsium karbonat, kalsium asetat, sevelamer hydrochloride), semua gen
pengikat harus diberikan bersama makanan.
- Hipertensi ditangani dengan pengontrolan volume intravascular dan obat anti hipertensi
- Gagal jantung dan edema pulmonal ditangani dengan pembatasan cairan, diet rendah natrium,
dieresis, agens inotropik (misal digoxin, dobutamin), dan dialysis.
- Kejang dapat ditangani dengan diazepam intravascular, atau fenitoin.
- Asidosis metabolic diatasi jika perlu dengan suplemen natrium bikarbonat atau dialysis
- Anemia ditangani dengan rekombinan eritropoetin (epogen), hemoglobin, dan hematokrit.
- Heparin diberikan sesuai kebutuhan untuk mencegah bekuan darah pada jalur dialysis selama
terapi.
Terapi Nutrisi
- Intervensi diet dengan pengaturan cermat tekait protein, asupan cairan, asupan natrium serta
pembatasan kalium.
- Asupan kalori dan vitamin memadai. Kalori diberikan dalam bentuk karbohidrat dan lemak.
- Pembatasan protein, protein yang diperbolehkan harus bersumber biologis (produk susu,
keju, telur dan daging)
- Diet cairan dengan 500-600 ml cairan lebih dari jumlah haluaran urine 24 jam pada hari
sebelumnya
- Pemberian suplemen dan vitamin
Dialisis (Terapi Hemodialisa)
Hemodialisis adalah salah satu terapi untuk menggantikan kinerja tubuh seperti :
- Menyaring dan membuang sisa metabolisme dan kelebihan cairan.
- Membantu menyeimbangkan unsur kimiawi dalam tubuh.
- Membantu menjaga tekanan darah
ASUHAN KEPERAWATAN NY. W
a. Identitas Pasien
Nama : Ny. Warhanah
Tanggal Lahir : 23 Maret 1949
Usia : 73 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Tidak Bekerja
Pendidikan Terakhir :-
Suku : Sunda
Agama : Islam
Alamat : Gorowong, RW04, Kelurahan Cisitu, Kecamatan
Cisitu, Kabupaten Sumedang
No. RM : 766930
Diagnosis medis : CKD stage V (ESRD)
Hari, Tanggal pengkajian : Rabu, 28 September 2022
b. Identitas Keluarga
Nama : Ny. Ita
Usia : 45 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Suku : Sunda
Alamat :-
Hubungan dengan keluarga : Anak Kandung
II. RIWAYAT KESEHATAN
a. Keluhan utama
Sesak napas
b. Riwayat kesehatan sekarang
Klien mengeluhkan sesak napas. Sesak napas yang dirasakan Ny. W seperti
ditekan pada area dada. Ny. W juga mengatakan sesak napas terasa saat beraktivitas
dan berkurang saat ia beristirahat. Klien mengatakan setelah selesai cuci darah
biasanya sesak napas berkurang sampai 3 hari kedepan, kemudian setelah 3 hari pasca
cuci darah ia akan mulai merasa sesak napas kembali.
c. Riwayat kesehatan dahulu
Klien mengatakan memiliki riwayat penyakit hipertensi. Sebelum memiliki
penyakit gagal ginjal, Ny. W mengatakan ia memiliki hipertensi yang menahun. Ny.
W juga mengatakan bahwa ia divonis memiliki penyakit ginjal pada akhir 2018,
sehingga mulai menjalani dialysis pada tahun 2019 dengan frekuensi seminggu satu
kali. Baru pada tahun 2022 beliau dijadwalkan rutin untuk melakukan dialysis
sbanyak 2 kali seminggu, yakni hari Rabu dan hari Sabtu.
d. Riwayat kesehatan keluarga
Klien mengatakan bahwa keluarganya tidak memiliki riwayat penyakit seperti
hipertensi dan diabetes. Ny. W juga mengatakan bahwa tidak ada keluarga lain yang
memiliki riwayat gagal ginjal.
e. Riwayat psikososial spiritual
Klien mengatakan dalam proses hemodialisa ini is selalu mendapatkan dukungan
penuh dari keluarga. Keluarga diketahui sering mengantar Ny. W untuk melakukan
dialysis ke RSUD Sumedang. Ny. W mengatakan bahwa dirinya sudah pada tahap
menerima dan menjalani pengobatan seperti rutinitas biasa, karena sudah memasuki
tahun ke 3 pengobatan dialysis atau cuci darah. Ny. W juga mengatakan bahwa
penyakit ini tidak mengganggu kondisi sosial spiritualnya, karena ia tetap melakukan
sholat lima waktu serta kegiatan sosial lainnya seperti biasa. Selanjutnya, Ny. W
juga menyatakan bahwa Ny. W beserta keluarga tidak memiliki pantangan dalam
keyakinan, nilai-nilai, maupun kepercayaan baik dalam hal perawatan, ataupun
tindakan kesehatan.
f. Riwayat ADL
Nutrisi
- 2x/hari - 2x/hari
- Frekuensi
- Nasi+lauk pauk+sayur - Nasi +lauk pauk+sayur
- Jenis
- Tidak ada pantangan - Air berlebih, dan
- Pantangan
- Tidak ada keluhan makanan yang
- Keluhan
mengandung garam
berlebih
- Hindari garam dan air
berlebih
Cairan Elektrolit
- Frekuensi - 7-8 gelas/hari - 5-6 gelas/hari
Eliminasi
BAB
- Frekuensi - 1x/hari - 1x/hari
- Konsistensi - Lunak - Lunak
- Keluhan - Tidak ada - Tidak ada
BAK
- Frekuensi - 4-5x/hari - 3-4x/hari
- Konsistensi - Jernih - Jernih
- Keluhan - Tidak ada - Klien mengatakan
frekuensi dan banyaknya
volume BAK berkurang
semenjak sakit
Istirahat dan Tidur
- Frekuensi - ∓6 jam - ∓6 jam
- Keluhan - Tidak ada - Tidak ada
- Kualitas - Nyenyak - Nyenyak
Personal Hygiene
- Mandi dan gosok - 2x/hari - 2x/hari
gigi - 2x ganti/hari - 2xganti/hari
- Berpakaian - Tidak ada - Tidak ada
- Keluhan
III. PENGKAJIAN PRE HEMODIALISA
c. Antropometri
- BB pre HD : 54 Kg
- BB post HD : 52 Kg
- TB : 150 cm
d. Tanda-tanda vital
- TD : 120/80 mmHg
- RR : 24x/menit
- HR : 86x/menit
- Suhu : 36,5 ’C
- SpO2 : 98 %
2. HR : 78x/menit
3. RR : 20x/menit
4. SpO2 :98%
5. Suhu :36,0
b. Keluhan : Tidak terdapat keluhan
c. Terapi HD
d. Terapi Heparin
e. Terapi Dialisat
1. Dialisat : Solution
3. Heparinisasi : Standar
2. HR : 80x/menit
3. RR : 18x/menit
1. Analisa Data
menjalani hemodialisa ↓
- BB Pre HD : 54 Kg Hipervolemia
- BB post HD : 52 Kg
2. Diagnosa Keperawatan
a. Hipervolemia berhubungan dengan gangguan mekanisme regulasi cairan tubuh
ditandai dengan
DS :
- Klien mengatakan selalu terasa haus karena minum dibatasi
- Klien mengatakan rutin menjalani terapi HD 2x/minggu di tiap hari Rabu dan Sabtu
- Klien mengatakan BAK keluar sedikit dan frekuensi berkurang
DO :
- Klien sedang menjalani hemodialisa
- BB Pre HD : 54 Kg
BB post HD : 52 Kg
DS :
DO :
- Posisikan semi fowler atau fowler - Untuk memantau interval respirasi pasien
selama 4 detik,kemudian
keluarkan dari mulut Planning:
Brunner & Suddarth, (2012). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8 Volume 1.
Jakarta: EGC
Elizabeth, J. Corwin. (2010). Buku Saku Patofisiologi. Penerbit Buku Kedokteran. Jakarta:
EGC.
PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan indonesia : Definisi dan Indikator Diagnostik
(1st ed.). DPP PPNI.
PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan : Definisi dan Tindakan Keperawatan (1st
ed.). DPP PPNI.
PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia : Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan. DPP PPNI
Smeltzer, S. C. (2010). Keperawatan Medikal-Bedah Brunner & Suddart Edisi 12. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC
Wahyuni Armezya, Ellyza Nasrul, dan Elizabet Bahar. (2016). Pengaruh Hemodialisis
terhadap Urea Reduction Ratio pada Pasien Gagal Ginjal Kronik Stadium V di RSUP
Dr. M. Djamil. Diambil dari : unand.ac.id pada 14 April 2019