Anda di halaman 1dari 11

ntr

Reading Assignment Telah Dibacakan

Divisi Kardiologi

PENYAKIT JANTUNG ANEMIA


Nama
DIVISI KARDIOLOGI
DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

PENDAHULUAN
Anemia diketahui berhubungan dengan peningkatan mortalitas pada pasien gagal
jantung. Sebuah meta-analisis pada lebih dari 150 ribu pasien gagal jantung
mendapatkan bahwa tingkat kematian pada pasien dengan anemia lebih tinggi dua
kali lipat.1 Pasien dengan penyakit jantung seperti gagal jantung tidak mendapatkan
kebutuhan oksigen dan nutrisi yang adekuat. Penyakit jantung menyebabkan aktivasi
jalur neurohormonal, inflamasi, dan dapat disertai dengan komorbiditas lain seperti
defisiensi besi dan anemia. 1 Sekitar satu dari tiga pasien dengan gagal jantung
kongestif (congestive heart failure/ CHF) dan 10-20% pasien dengan penyakit
jantung koroner (PJK) didapatkan mengalami anemia. Anemia berhubungan dengan
gejala yang lebih banyak, tingkat perawatan di rumah sakit yang lebih tinggi, dan
tingkat mortalitas pasien yang lebih tinggi, baik pada pasien CHF atau PJK. Sampai
saat ini masih belum diketahui apakah anemia secara langsung menyebabkan luaran
yang lebih buruk atau hanya menggambarkan kondisi penyakit awal yang lebih buruk
saja.2,3
Dahulu, anemia dan defisiensi besi dianggap sebagai salah satu penyebab dan
sekaligus konsekuensi dari penyakit jantung. Namun, dengan munculnya berbagai
hasil penelitian terbaru, didapatkan bahwa suplementasi besi lebih baik dibandingkan
dengan menaikkan kadar hemoglobin pada pasien gagal jantung, yang juga dapat
diterapkan pada pasien gagal jantung tanpa anemia.4
Beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya anemia pada pasien dengan
penyakit jantung antara lain penyakit ginjal kronis, produksi eritropietin yang
terganggu, hemodilusi, perdarahan saluran cerna akibat penggunaan aspirin,
penggunaan penyekat sistem renin-angiotensin-aldosteron, malabsorpsi usus, dan
defisiensi besi.1

DEFINISI DAN EPIDEMIOLOGI


Anemia adalah penurunan jumlah sel darah merah, yang secara praktik klinis dapat
diukur dengan parameter kadar hemoglobin. Berdasarkan World Health Organization
(WHO), anemia didefinisikan sebagai kadar Hb kurang dari 13 g/dl pada laki-laki dan
kurang dari 12 g/dl pada perempuan. 4 Anemia terjadi ketika produksi eritrosit baru
lebih sedikit dibandingkan eritrosit yang mati. Eritropoietin, sebuah glikoprotein yang
utamanya diproduksi di ginjal, merupakan komponen utama dalam sistem
homeostatis regulasi sel darah merah dan penghantaran oksigen ke jaringan.
Eritropoietin mencegah sel progenitor eritrosit mengalami kematian sel dan
menstimulasi proliferasi, maturasi, dan diferensiasi sel darah merah. Kelainan yang
mengganggu sekresi dari ginjal atau respon eritropoietin di sumsum tulang belakang
dapat menyebabkan anemia.5 Prevalensi anemia pada pasien gagal jantung didapatkan
rentang yang cukup luas dari beberapa penelitian. Estimasi prevalensi anemia pada
pasien gagal jantung yakni 17-70%. Perbedaan prevalensi ini umumnya terjadi karena
kriteria diagnostik anemia yang berbeda dari setiap penelitian, karakteristik
demografi pasien, komorbiditas yang menyertai, serta derajat gagal jantung.4

ANEMIA PADA PENYAKIT JANTUNG


Etiologi anemia pada pasien gagal jantung terdiri atas beberapa faktor atau bersifat
multifaktorial.4 Beberapa faktor tersebut antara lain disfungsi ginjal 6, hemodilusi6,
penggunaan obat-obatan gagal jantung, inflamasi kronis, defisiensi hematin (vitamin
B12, asam folat, zat besi), disfungsi sumsum tulang belakang, dan resisten terhadap
eritropoietin.7 Anemia pada penyakit jantung jarang mengalami penurunan fraksi
ejeksi, umumnya ditemukan normositik, kemungkinan akibat adanya sitokin dan
defisiensi vitamin B12 dan asam folat, disertai dengan hitung retikulosit rendah.1
Gagal jantung dapat menyebabkan anemia lewat berbagai mekanisme
patofisiologi dan kedua kondisi ini memiliki beberapa faktor risiko yang serupa
(Gambar 1).4 Pasien dengan gagal jantung umumnya mengalami defisiensi hematin,
terutama defisiensi zat besi. Adanya inflamasi kronis pada gagal jantung merupakan
penyebab penting dari defisiensi besi dan resistensi eritropoietin. Kadar eritropoietin
yang tidak adekuat sering terlihat pada pasien dengan PGK karena produksi
eritropoietin berasal di ginjal. Sumsum tulang belakang juga tidak responsif terhadap
eritropoietin karena defek intrinsik sumsum tulang belakang, yang juga meningkatkan
kerentanan terjadinya anemia. Selain itu, aktivasi sistem renin-angiotensin-aldosteron
juga menyebabkan retensi garam dan cairan. Aktivasi sistem ini menyebabkan
ekspansi volume plasma dan hemodilusi atau pseudo-anemia.4,5 (Gambar 2.)
Gambar 1. Anemia pada gagal jantung: penyebab, kesamaan, dan konsekuensi4

Gambar 2. Hipotesis penyebab anemia pada gagal jantung5

PENYAKIT JANTUNG ANEMIA


Pada pasien dengan anemia berat (hemoglobin 4-6 g/dL) dan fungsi ventrikel kiri
normal (pada negara berkembang umumnya didapatkan gejala infeksi cacing), terjadi
penurunan kapasitas pembawa oksigen. Hantaran aliran oksigen yang berkurang
untuk metabolisme jaringan pada pasien anemia dapat memicu perubahan
hemodinamik, neurohormonal, dan kompensasi ginjal, yang akan menyebabkan
peningkatan usaha kerja miokardium yang berujung pada remodeling dan hipertrofi
ventrikel kiri.2 Terdapat peningkatan 2,3-difosfogliserat eritrosit yang akan mengubah
kurva disosiasi hemoglobin-oksigen ke arah kanan dan meningkatkan pemberian
oksigen ke jaringan.1
Jumlah eritrosit yang sedikit dalam sirkulasi menurunkan resistensi pembuluh
darah sistemik dengan menurunkan viskositas darah. Selain itu, kadar hemoglobin
yang rendah meningkatkan vasodilatasi yang dimediasi oleh nitrit oksida. Penurunan
tekanan darah arterial ini menyebabkan aktivasi neurohormonal yang dimediasi oleh
baroreseptor, seperti yang terlihat pada gagal jantung aliran rendah. Peningkatan
aktivitas simpatis dan renin-angiotensin menurunkan aliran darah ginjal dan laju
filtrasi glomerulus, menyebabkan retensi garam dan air di ginjal dengan ekspansi
volume cairan plasma dan ekstrasel. Oleh karena itu, anemia berat sendiri dapat
menyebabkan sindrom gagal jantung aliran tinggi pada pasien dengan fungsi
ventrikel kiri normal. Koreksi anemia berat pada kelompok pasien ini menyebabkan
regresi gagal jantung aliran tinggi dengan cepat dan komplit.1,5
Meskipun respon hemodinamik dan neurohormonal dapat terjadi pada anemia
berat, namun penjelasan mengenai mekanisme gagal jantung dengan fraksi ejeksi
menurun terhadap anemia yang tidak berat masih belum diketahui. Namun, ketika
kadar hemoglobin meningkat dari 8.5 menuju 10 lalu 14 g/dL dengan pemberian
eritropoietin pada pasien PGK dan anemia berat, didapatkan penurunan yang
proporsional antara curah jantung dan pemendekan fraksi ejeksi ventrikel kiri dengan
meningkatnya kadar hemoglobin.8
Ketika konsentrasi hemoglobin menurun sampai kurang dari setengah kadar
normal, fungsi ventrikel akan terganggu karena aliran di pembuluh darah koroner
telah mencapai puncak maksimalnya. Angina pektoris umumnya terjadi pada pasien
yang memiliki penyakit jantung koroner sebelumnya, namun pada pasien anemia hal
ini dapat terjadi tanpa penyakit koroner sebelumnya akibat kadar hemoglobin yang
rendah. Anemia serta penyakit jantung iskemik dan disfungsi sistolik terbukti menjadi
faktor risiko independen yang signifikan terhadap terjadinya rekurensi gagal jantung
kronis. Namun, pasien dengan anemia memiliki curah jantung yang tinggi dan
resistensi vaskular sistemik dan tekanan darah yang rendah.9
Patogenesis kardiomiopati terkait anemia pun masih belum jelas. Secara teori,
anemia berat dapat menyebabkan hantaran oksigen yang tidak adekuat ke jaringan.
Kondisi ini dapat menyebabkan disfungsi miosit jantung. Faktor penyakit spesifik
tambahan lainnya juga dapat berkontribusi terhadap terjadinya kardiomiopati akibat
anemia, antara lain penyakit sel sabit, oklusi pembuluh darah koroner oleh parasit
malaria, kelebihan penumpukkan besi akibat transfusi darah berlebih pada pasien
talasemia, dan menurunnya jumlah cadangan besi di miosit pada pasien anemia
defisiensi besi.10
LUARAN KLINIS PENYAKIT JANTUNG ANEMIA
Penurunan hemoglobin pada pasien gagal jantung kronis telah menunjukkan
hubungan yang bermakna dengan peningkatan risiko perawatan di rumah sakit dan
kematian. Pasien dengan gagal jantung dan anemia umumnya disertai dengan
beberapa komorbiditas, seperti penyakit ginjal kronis, status nutrisi yang buruk, kadar
albumin rendah, yang juga akan memberikan dampak luaran yang lebih buruk.
Penelitian menunjukkan bahwa penurunan satu g/dl hemoglobin merupakan faktor
risiko signifikan terjadinya gangguan jantung, terutama pada pasien dengan gagal
ginjal kronis, serta meningkatkan risiko kematian.2
Mekanisme anemia terhadap risiko mortalitas pada pasien gagal jantung
kronis belum diketahui secara pasti, namun diduga terjadi akibat penurunan hantaran
oksigen ke jaringan sehingga memicu terjadinya perubahan aktivasi neurohormonal,
penurunan kapasitas pembersihan radikal bebas, dan perubahan beban ventrikel dan
struktur jantung.5,9 Aktivasi sitokin proinflamasi dan neurohormonal juga memiliki
dampak luaran negatif pada pasien gagal jantung.11
Adanya anemia pada gagal jantung berhubungan dengan penurunan
kemampuan pasien dalam olahraga dan mengganggu kualitas hidup, serta
berhubungan juga dengan peningkatan kadar peptida natriuretik tipe B (BNP) dan
fragmen N-terminal pro-BNP (Nt pro BNP).2

TATALAKSANA
- TRANSFUSI DARAH
Transfusi sel darah merah / packed red cells (PRC) umumnya
dipertimbangkan pada anemia simtomatis berat. Namun data transfusi pada
pasien anemia dengan gagal jantung sangat terbatas. Terapi transfusi pada
pasien gagal jantung hanya memiliki keuntungan sesaat dengan risiko
tambahan yang lebih besar, seperti kelebihan cairan dan iskemia jantung.
Risiko transfusi darah yang berbahaya terutama pada pasien gagal jantung
adalah reaksi hemolitik akut, gangguan jantung akut, reaksi alergi. Oleh
karena itu, American College of Physicians merekomendasikan transfusi
secara restriktif hanya pada Hb < 7 g/dL.3,4
Uji klinis TRICS III (Transfusion Requirements in Cardiac Surgery) pada
pasien risiko sedang-berat yang menjalani operasi jantung mendapatkan
luaran yang buruk seperti infark miokard, stroke, gagal ginjal akut, dan
kematian pada 11.4% pasien yang mendapatkan transfusi intraoperasi atau
post-operasi dengan kadar hemoglobin < 7.5 g/dL dan 12.5% pada pasien
yang mendapatkan transfusi secara liberal (kadar hemoglobin < 9.5 g/dL).12
Hal ini menunjukkan bahwa strategi transfusi restriktif pun tidak lebih inferior
dibandingkan dengan strategi transfusi liberal. Di samping itu, transfusi darah
rutin pada pasien anemia asimtomatis tidak direkomendasikan.13
- AGEN STIMULASI ERITROPOIESIS
Penggunaan agen stimulasi eritropoiesis atau erythropoietic stimulating
agents (ESA) diketahui tidak memperbaiki luaran pasien dan ditemukkan
berbahaya pada pasien dengan penyakit jantung.3 Pada awalnya, sebuah studi
meta-analisis dengan sampel yang lebih sedikit menyimpulkan bahwa
penggunaan ESA memperbaiki kelas fungsional gagal jantung, fraksi ejeksi
ventrikel kiri, kadar BNP, dan kualitas hidup.14. Namun, penelitian skala yang
lebih besar mendapatkan bahwa ESA tidak memperbaiki luaran pada pasien
gagal jantung dengan anemia. Selain itu, penggunaan ESA harus mendapatkan
perhatian lebih karena berhubungan dengan peningkatan kejadian
tromboemboli secara signifikan.15
- INJEKSI PREPARAT BESI INTRAVENA
Suplementasi preparat besi secara intravena lebih unggul dibandingkan
dengan penggunaan oral. Hal ini disebabkan karena berbagai efek samping
gastrointestinal dari konsumsi tablet besi, yang secara tidak langsung juga
berpengaruh pada kepatuhan berobat pasien. Pada saat yang bersamaan,
perubahan sistem pencernaan akibat gagal jantung menyebabkan penurunan
absorbsi besi, dan tingginya kadar hepsidin pada gagal jantung juga
menurunkan absorbsi besi di usus. Penghambat pompa proton adalah obat
yang sering digunakan pada pasien gagal jantung dan dapat mengganggu
absorbsi besi karena menurunkan pH lambung. Selain itu, jumlah dosis
maksimal yang dapat diserap oleh usus hanya 10 mg, sehingga membutuhkan
periode waktu pengobatan yang lebih lama.16
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa terapi preparat besi secara intravena
pada pasien gagal jantung memberikan luaran yang lebih baik, seperti tingkat
perawatan di rumah sakit dan kematian, remodeling jantung, perbaikan fraksi
ejeksi ventrikel kiri, dan penurunan kadar Nt-pro-BNP setelah pemberian
secara injeksi. Hal ini diduga terjadi karena peningkatan kadar hemoglobin
dan peningkatan hantaran oksigen perifer.16,17
Selain itu, pedoman European Society of Cardiology 2016 menyatakan bahwa
penggunaan ferric carboxymaltose (FCM) harus dipertimbangkan pada pasien
gagal jantung dengan fraksi ejeksi menurun dan defisiensi besi untuk
memperbaiki gejala gagal jantung serta kapasitas fungsional tubuh, dan juga
kualitas hidup (level of evidence IIa).18 Pedoman American Heart Association/
American College of Cardiology merekomendasikan penggunaan preparat
besi intravena pada pasien gagal jantung NYHA kelas II dan III serta
defisiensi besi untuk memperbaiki status fungsional dan kualitas hidup (level
of evidence IIb).19

KESIMPULAN
Anemia pada penyakit jantung merupakan suatu kondisi yang dapat terjadi secara
timbal balik atau saling mempengaruhi. Pasien gagal jantung umumnya dapat
ditemukan mengalami anemia, dan sebaliknya, anemia dapat menyebabkan gagal
jantung. Anemia dan defisiensi besi merupakan komorbid yang sering terjadi pada
pasien gagal jantung dan berhubungan dengan status klinis dan luaran yang lebih
buruk. Meskipun penyebab anemia pada gagal jantung masih belum sepenuhnya
jelas, bukti penelitian menunjukkan adanya aktivasi sitokin proinflamasi dan
neurohormonal serta disfungsi ginjal berperan pada terjadinya anemia pada penyakit
jantung. Hasil penelitian terbaru dari studi jangka pendek pada pasien gagal jantung
dengan penurunan fraksi ejeksi dan defisiensi besi dengan atau tanpa anemia
menunjukkan bahwa terapi besi intravena memiliki peran dalam memperbaiki
kapasitas fungsional tubuh, kelas NYHA, dan kualitas hidup. Namun, penelitian
mengenai efek jangka panjang dan angka mortalitas serta morbiditas kardiovaskular
pada pasien gagal jantung yang diberikan terapi besi intravena masih dibutuhkan.
DAFTAR PUSTAKA
1. van Veldhuisen, DJ, Anker SD, Ponikowski P, Macdougall IC. Anemia and iron
deficiency in heart failure: mechanisms and therapeutic approaches | Nature
Reviews Cardiology. Nat Rev Cardiol. 2011;8:485–93.

2. Anand Inder, McMurray John J.V., Whitmore James, Warren Marshelle, Pham
Anh, McCamish Mark A., et al. Anemia and Its Relationship to Clinical Outcome
in Heart Failure. Circulation. 2004 Jul 13;110(2):149–54.

3. Kansagara D, Dyer E, Englander H, Fu R, Freeman M, Kagen D. Treatment of


Anemia in Patients With Heart Disease. Ann Intern Med. 2013 Dec
3;159(11):746–57.

4. Grote Beverborg Niels, van Veldhuisen Dirk J., van der Meer Peter. Anemia in
Heart Failure. JACC Heart Fail. 2018 Mar 1;6(3):201–8.

5. Tang Y-D, Katz SD. Anemia in chronic heart failure: prevalence, etiology,
clinical correlates, and treatment options. Circulation. 2006 May
23;113(20):2454–61.

6. Westenbrink BD, Visser FW, Voors AA, Smilde TDJ, Lipsic E, Navis G, et al.
Anaemia in chronic heart failure is not only related to impaired renal perfusion
and blunted erythropoietin production, but to fluid retention as well. Eur Heart J.
2007 Jan;28(2):166–71.

7. van der Meer P, Lok DJ, Januzzi JL, de la Porte PWB-A, Lipsic E, van
Wijngaarden J, et al. Adequacy of endogenous erythropoietin levels and mortality
in anaemic heart failure patients. Eur Heart J. 2008 Jun;29(12):1510–5.

8. McMahon LP, Mason K, Skinner SL, Burge CM, Grigg LE, Becker GJ. Effects
of haemoglobin normalization on quality of life and cardiovascular parameters in
end-stage renal failure. Nephrol Dial Transplant Off Publ Eur Dial Transpl Assoc
- Eur Ren Assoc. 2000 Sep;15(9):1425–30.

9. Zeidman A, Fradin Z, Blecher A, Oster HS, Avrahami Y, Mittelman M. Anemia


as a risk factor for ischemic heart disease. Isr Med Assoc J IMAJ. 2004
Jan;6(1):16–8.

10. Hegde N, Rich MW, Gayomali C. The Cardiomyopathy of Iron Deficiency. Tex
Heart Inst J. 2006;33(3):340–4.

11. Anemia and Iron Deficiency in Heart Failure [Internet]. [cited 2021 Feb 26].
Available from:
https://www.ahajournals.org/doi/epub/10.1161/CIRCULATIONAHA.118.03009
9
12. Mazer CD, Whitlock RP, Fergusson DA, Hall J, Belley-Cote E, Connolly K, et
al. Restrictive or Liberal Red-Cell Transfusion for Cardiac Surgery. N Engl J
Med. 2017 Nov 30;377(22):2133–44.

13. Kidney Disease Improving Global Outcomes) (KDIGO) Anemia Work Group.
KDIGO clinical practice guideline for anemia in chronic kidney disease. Kidney
Int Suppl. 2012;2:279-335.

14. Anand IS. Anemia and chronic heart failure implications and treatment options. J
Am Coll Cardiol. 2008 Aug 12;52(7):501–11.

15. Swedberg K, Young JB, Anand IS, Cheng S, Desai AS, Diaz R, et al. Treatment
of anemia with darbepoetin alfa in systolic heart failure. N Engl J Med. 2013 Mar
28;368(13):1210–9.

16. Sirbu O. Anemia in heart failure - from guidelines to controversies and


challenges. Anatol J Cardiol [Internet]. 2018 [cited 2021 Feb 27]; Available from:
https://www.journalagent.com/anatoljcardiol/pdfs/AJC-08634-EDUCATION-
FLORIA.pdf

17. Usmanov RI, Zueva EB, Silverberg DS, Shaked M. Intravenous iron without
erythropoietin for the treatment of iron deficiency anemia in patients with
moderate to severe congestive heart failure and chronic kidney insufficiency. J
Nephrol. 2008 Apr;21(2):236–42.

18. Ponikowski P, Voors AA, Anker SD, Bueno H, Cleland JGF, Coats AJS, et al.
2016 ESC Guidelines for the diagnosis and treatment of acute and chronic heart
failure: The Task Force for the diagnosis and treatment of acute and chronic heart
failure of the European Society of Cardiology (ESC)Developed with the special
contribution of the Heart Failure Association (HFA) of the ESC. Eur Heart J.
2016 Jul 14;37(27):2129–200.

19. Yancy CW, Jessup M, Bozkurt B, Butler J, Casey DE, Colvin MM, et al. 2017
ACC/AHA/HFSA Focused Update of the 2013 ACCF/AHA Guideline for the
Management of Heart Failure: A Report of the American College of
Cardiology/American Heart Association Task Force on Clinical Practice
Guidelines and the Heart Failure Society of America. Circulation. 2017 Aug
8;136(6):e137–61.

Anda mungkin juga menyukai