Anda di halaman 1dari 39

FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA

(UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA)


Jl. Arjuna Utara No.6 Kebun Jeruk, Jakarta Barat

KEPANITERAAN KLINIK
STATUS ILMU PENYAKIT SARAF
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
RUMAH SAKIT BHAKTI YUDHA-DEPOK, JAWA BARAT

Nama : Krisna Lalwani Tanda Tangan


NIM : 11.2014.139
.................................

Dr. Pembimbing : dr. Dini Adriani, Sp.S Tanda Tangan

….……….....…….....

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Nn. G
Umur : 18 tahun 8 bulan 2 hari
Jenis kelamin : Perempuan
Status perkawinan : Belum menikah
Pekerjaan :-
Alamat : KP. Rawakalong RT 5/10 Grogol, Depok
No CM : 00326544
Dirawat di ruang : Catelia 125 B, Kelas 3
Tanggal masuk RS : 01 Juni 2015
Tanggal keluar RS : 05 Juni 2015

II. SUBJEKTIF
Anamnesis
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis, pada tanggal 03 April 2015 pukul 06.00 WIB

Keluhan utama:
Pasien datang dengan penurunan kesadaran sejak 3 hari SMRS.

1
Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien datang ke IGD RS Bhakti Yudha dengan penurunan kesadaran sejak 3 hari
yang lalu. Keluhan ini datang tiba-tiba dan pasien merasakan pandangan gelap lalu pingsan.
Sebelum mengalami penurunan kesadaran pasien mengaku mengalami nyeri kepala yang
sangat hebat menjalar sampai ke ubun-ubun.
Pasien mengalami nyeri kepala yang datang tiba-tiba, sewaktu-waktu, dirasakan
hilang timbul, dapat berulang 3-4 kali setiap harinya, berlangsung selama kurang lebih 10
menit kemudian perlahan mereda dan sudah dikeluhkan sejak duduk di bangku SMP. Sakit
kepala lebih sering kambuh pada saat pasien tidur, sehingga pasien tidak dapat tidur. Jika
sedang kambuh, pasien hanya dapat tiduran sambil menahan rasa sakit. Sakit kepala juga
dirasakan semakin memburuk dari hari ke hari dan tidak membaik dengan obat, sehingga
orang tua pasien membawanya ke rumah sakit.
Dua hari SMRS, nyeri pada perut, mual-mual dan muntah. Nyeri kepala masih sering
dirasakan dan semakin hebat sehingga pasien sulit melakukan aktivitas sehari-hari.
Satu hari SMRS, pasien juga mengeluhkan seluruh tubuhnya lemas dan merasa sulit
untuk dapat melakukan kegiatan seperti biasa.
Sebelumnya pasien memiliki pilek yang tidak sembuh-sembuh sehingga saat ingin
mengeluarkan dahak, dahak yang dikeluarkan berwarna merah bercampur darah. Nafsu
makan pasien menjadi menurun akibat rasa mual yang dirasakannya. Demam dirasakan
terutama saat malam hari sehingga memperburuk kualitas tidur pasien. Penurunan berat
badan juga dialami oleh pasien. Minum cukup, BAB dan BAK tidak ada keluhan. Pasien
memiliki riwayat penyakit maag.

Riwayat Penyakit Keluarga:


Tidak ada riwayat hipertensi, diabetes, kanker dan stroke di keluarga pasien.

Riwayat Penyakit Dahulu:


- Riwayat Hipertensi : (-)
- Riwayat Diabetes Mellitus : (-)
- Riwayat Penyakit Jantung : (-)
- Riwayat Stroke : (-)
- Belum pernah sakit seperti ini

2
Riwayat Sosial, Ekonomi, Pribadi:
Keadaan sosial ekonomi pasien cukup baik, biaya berobat menggunakan BPJS. Tidak ada
riwayat gangguan kepribadian. Pasien makan tidak teratur, tidak merokok, tidak minum
alkohol, dan jarang berolahraga.
III. OBJEKTIF
1. Status Generalis (Dilakukan pada tanggal 03 Juni 2015)
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos Mentis
GCS : E4M5V5 = 14
TD : 100/80 mmHg
Nadi : 88 kali/menit
Pernafasan : 24 kali/menit
Suhu : 38° C
Kepala : Normosefali, Simetris
Mata : Konjungtiva tidak anemis, Sklera anikterik
Pupil isokor, diameter 3mm
Bola mata simetris kanan dan kiri,
Refleks cahaya langsung +/+
Refleks cahaya tidak langsung/ konsensual +/+
Tenggorokan : Tidak hiperemis, T1-T1
Leher : Simetris, tidak teraba pembesaran kelenjar getah bening
Dada : Simetris, deformitas (-)
Paru : Suara nafas vesikuler, wheezing (-/-) , ronkhi (-/-)
Jantung : BJ I-II murni regular, murmur (-), gallop (-)
Abdomen : Datar, supel, BU (+) normal, nyeri tekan epigastrum (-),hepar,
dan lien tidak teraba membesar
Kelamin : Tidak dilakukan pemeriksaan
Ekstremitas : Tidak dilakukan pemeriksaan

2. Status Psikis
Cara berpikir : Tidak bisa dinilai
Perasaan hati : Tidak bisa dinilai
Tingkah laku : Wajar, pasien sadar
Ingatan : Tidak bisa dinilai
3
Kecerdasan : Tidak bisa dinilai

3. Status Neurologis
a) Kepala
Bentuk : Normocephali
Nyeri tekan : (-)
Simetris : (+)
Pulsasi : (-)

b) Leher
Sikap : Simetris
Pergerakan : Bebas
Kaku Kuduk : (-)

c) Pemeriksaan Saraf Kranialis


I. Nervus Olfaktorius (N. I)
Penciuman : Tidak dilakukan

II. Nervus Optikus (N. II)


Kanan Kiri
Tajam penglihatan Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Pengenalan warna Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Lapang pandang Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Fundus okuli Tidak dilakukan Tidak dilakukan

III. Nervus Okulomotorius (N. III)


Kanan Kiri
Kelopak mata Terbuka Terbuka

Gerakan mata:
Superior Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
Inferior Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
Medial Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan

4
Endoftalmus Tidak ada Tidak ada
Eksoftalmus Tidak ada Tidak ada

Pupil:
Diameter 3 mm 3 mm
Bentuk Bulat Bulat
Posisi Sentral Sentral
Refleks cahaya langsung (+) (+)
Refleks cahaya tidak (+) (+)
langsung

IV. Nervus Trochlearis (N. IV)


Kanan Kiri
Pergerakan mata
(ke bawah-medial) normal normal
Melihat ganda (-) (-)

V. Nervus Trigeminus (N. V)


Membuka mulut Tidak ada kelainan
Mengunyah Tidak dilakukan
Menggigit Tidak dilakukan
Refleks kornea Tidak dilakukan
Sensibilitas Tidak dilakukan

VI. Nervus Abducens (N. VI)


Kanan Kiri
Gerak mata ke lateral Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
Melihat kembar Tidak ada Tidak ada

VII. Nervus Facialis (N. VII)


Kanan Kiri
Mengerutkan dahi Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
Kerutan kulit dahi Kerutan (+) Kerutan (+)

5
Menutup mata Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
Lipatan nasolabial Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
Sudut mulut Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
Menggembungkan pipi Agak sulit Agak sulit
Memperlihatkan gigi Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
Bersiul Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Perasaan lidah bagian 2/3 Tidak dilakukan Tidak dilakukan
depan

VIII. Nervus Vestibulochoclearis (N. VIII)


Kanan Kiri
Mendengar suara berbisik Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Test Rinne Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Test Weber Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Test Shwabach Tidak dilakukan Tidak dilakukan

IX. Nervus Glossofarigeus (N. IX)


Faring Tidak dilakukan
Daya mengecap 1/3 belakang Tidak dilakukan
Refleks muntah Tidak dilakukan
Sensibilitas Tidak dilakukan

X. Nervus Vagus (N. X)


Arkus faring Tidak dilakukan
Menelan Tidak dilakukan
Bicara Tidak dilakukan
Nadi Tidak dilakukan

XI. Nervus Accesorius (N. XI)


Mengangkat bahu Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Memalingkan kepala Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Tropi otot bahu Eutrofi Eutrofi

6
XII. Nervus Hypoglossus (N. XII)
Pergerakan lidah Tidak ada kelainan
Julur lidah Tidak ada deviasi
Tremor Tidak ada tremor

d) Tanda Rangsang Meningeal


Kaku kuduk : Tidak dilakukan pemeriksaan
Laseque : < 700
Kernig : < 1350
Brudzinski I : Hasil negatif
Brudzinksi II : Hasil negatif

e) Badan dan Anggota Gerak


1) Badan
a. Motorik
i. Respirasi : Simetris dalam keadaan statis dan dinamis
ii. Duduk : Dalam batas normal
iii. Bentuk columna verterbralis : Tidak dilakukan pemeriksaan
iv. Pergerakan columna vertebralis : Tidak dilakukan pemeriksaan
b. Sensibilitas
Taktil :Tidak dilakukan
Nyeri :Tidak dilakukan
Thermi :Tidak dilakukan
Diskriminasi :Tidak dilakukan
c. Refleks
Refleks kulit perut atas : Tidak dilakukan
Refleks kulit perut bawah : Tidak dilakukan
Refleks kulit perut tengah : Tidak dilakukan
Refleks kremaster : Tidak dilakukan

2. Anggota gerak atas


a. Motorik Kanan Kiri
Pergerakan Kurang baik Kurang baik
7
Kekuatan 5-5-5-5 5-5-4-5
Tonus normotoni normotoni
Atrofi (-) (-)
b. Sensibilitas Kanan Kiri
Taktil Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Nyeri Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Thermi Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Diskriminasi Tidak dilakukan Tidak dilakukan
c. Refleks Kanan Kiri
Biceps + +
Triceps + +
Brachioradialis Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Hoffman-trommer Tidak dilakukan Tidak dilakukan

3. Anggota gerak bawah


a. Motorik Kanan Kiri
Pergerakan + +
Kekuatan 5-5-5-5 5-5-5-5
Tonus normotoni normotoni
Atrofi (-) (-)
b. Sensibilitas Kanan Kiri
Taktil Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Nyeri Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Thermi Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Diskriminasi Tidak dilakukan Tidak dilakukan
c. Refleks kanan kiri
Patella + +
Achilles + +
Babinski (+) (+)
Chaddock (+) (+)
Rossolimo Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Mendel-Bechterev Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Schaefer Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Oppenheim Tidak dilakukan Tidak dilakukan
8
Gordon Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Klonus kaki Tidak dilakukan Tidak dilakukan
f) Koordinasi, Gait dan Keseimbangan
 Cara berjalan : Tidak dilakukan
 Test Romberg : Tidak dilakukan
 Disdiadokokinesia : Tidak dilakukan
 Ataksia : Tidak dilakukan
 Rebound phenomenon : Tidak dilakukan
 Dismetria : Tidak dilakukan
 Nistagmus test : Tidak dilakukan

g) Gerakan-gerakan Abnormal
 Tremor : (-)
 Miokloni : (-)
 Khorea : (-)

h) Alat Vegetatif
 Miksi : Retensio Urine (-)
 Defekasi : Tidak diperiksa

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


a) Pemeriksaan Laboratorium :
Pemeriksaan lab di RS Bhakti Yudha, 03 Juni 2015

Hasil Pemeriksaan Hasil

Hematologi

Hemoglobin 13 gr/dl

Leukosit 3.900/uL

Hematokrit 37 %

Trombosit 116 ribu mm3

9
Pemeriksaan lab di RS Bhakti Yudha, 04 Juni 2015

Hasil Pemeriksaan Hasil

Hematologi

Hemoglobin 12,9 gr/dl

Leukosit 5,600/uL

Hematokrit 37 %

Trombosit 125 ribu mm3

b) Pemeriksaan CT Scan Kepala di RSU Hermina Depok, 03 Juni 2015


Tampak massa hiperdens inhomogen berbatas relatif tegas tepi ireguler 4,59 cm x
3,27 cm x 7,47 cm di regio sella mendesak ke superior dan inferior, destruksi sinus
sphenoid
Massa menekan pons dan medulla oblongata
Ventrikel III & IV terobliterasi massa
Ventrikel lateralis melebar
Sulci cerebri dan fisure sylvii tidak melebar
Thalamus tak tampak kelainan
Tak tampak pergeseran garis tengah
Kedua orbita dan mastoid tidak tampak kelainan
Kesimpulan: Massa ekstraaksial inhomogen mendesak ke superior dan inferior,
destruksi sinus sphenoid, mencapai sinus maksila dan etmoidalis bilateral serta
menekan ventrikel III, IV, pons, medulla oblongata. Hidrosefalus obstruktif ventrikel
lateralis bilateral.

10
V. RESUME
Subjektif :
Anamnesis
Pasien datang ke IGD RS Bhakti Yudha dengan penurunan kesadaran sejak 3 hari
SMRS. Keluhan ini datang tiba-tiba dan pasien merasakan pandangan lalu pingsan. Sebelum
mengalami penurunan kesadaran pasien mengaku mengalami nyeri kepala yang sangat hebat
menjalar sampai ke ubun-ubun. Keluhan nyeri kepala ini datang tiba-tiba, sewaktu-waktu,
dirasakan hilang timbul, dapat berulang 3-4 kali setiap harinya, berlangsung selama kurang
lebih 10 menit kemudian perlahan mereda dan sudah dikeluhkan sejak duduk di bangku SMP.
Pasien juga mengeluhkan seluruh tubuhnya merasa sulit untuk dapat melakukan kegiatan
seperti biasa. Sebelumnya pasien memiliki pilek yang tidak sembuh-sembuh sehingga saat
ingin mengeluarkan dahak, dahak yang dikeluarkan berwarna merah bercampur darah.
Keluhan mual sering dirasakan oleh pasien namun tidak muntah. Nafsu makan pasien
menjadi menurun, demam dirasakan terutama saat malam hari sehingga memperburuk
kualitas tidur pasien. Penurunan berat badan juga dialami oleh pasien. Minum, BAB dan
BAK tidak ada keluhan.

Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum tampak sakit sedang, kesadaran compos mentis, E4M5V5, tekanan
darah 100/80 mmHg, nadi 88x/menit, suhu 38° C dan pernapasan 24x/menit. Pasien terlihat
sangat lemas. Pada status neurologis didapatkan, nervus cranialis tidak terdapat kelainan.
Laseque, kernig, babinski dan cheddok positif.
Pemeriksaan Penunjang
Pada pemeriksaan laboratorium leukosit 116 ribu mm3.

Objektif :
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos Mentis
GCS : E4M5V5 = 14
TD : 100/80 mmHg
Nadi : 88 kali/menit
Pernafasan : 24 kali/menit
Suhu : 38° C

11
Pemeriksaan N.cranialis : Kesan = Tidak ada kelainan
Sistem motorik:
Inspeksi : Disuse Atrofi (-), gerak abnormal (-)
Kekuatan : 5-5-5-4 5-5-5-5
5-5-5-5 5-5-5-5
Reflek fisiologis: + + Refleks patologis: - -
+ + + +

Sistem sensorik : Tidak ada gangguan


VI. DIAGNOSIS
 Klinis : Cephalgia dengan red flag, penurunan kesadaran
 Topis : Korteks
 Etiologi : SOL neoplasma
 Patologik : Desakan ruang intrakranial

VII. PENATALAKSANAAN

 Non-Medika Mentosa
‐ Bed rest
 Medika Mentosa
‐ Inj Ranitidin 2 x 1 ampul
‐ Vit B complex 2 x 1
‐ Paracetamol 3x 500 mg
‐ Inj Ceftriaxon 2 x 1 gr
‐ Manitol drip 250 cc
‐ Inj Dexamethason 4 x 1 amp

VIII. PROGNOSIS
Ad Vitam : Dubia ad bonam
Ad Fungtionam : Dubia
Ad Sanationam : Dubia

12
IX. FOLLOW UP

03 Juni 2015 04 Juni 2015


Subjektif: Sakit kepala seperti dipukul-pukul , Subjektif:
nyeri perut hilang timbul, demam sehingga tidur Masih sedikit nyeri kepala, lemas
terganggu .

Objektif: Objektif:
E4M5V5 E4M5V6
TD : 100/80 mmHg TD : 100/80
N : 80 x/m N : 74 x/m
RR : 24 x/m RR : 24 x/m
o
S : 37 C S : 39,3oC
RCL +/+, Ø 3 mm/ Ø 3 mm, RCTL +/+ RCL +/+, Ø 3 mm/ Ø 3 mm, RCTL +/+
Kekuatan Motorik : Kekuatan Motorik :
5555 5555 5555 5555
5555 5555 5555 5555
Refleks Fisiologis : Refleks Fisiologis :
+ + + +
+ + + +
Refleks patologi: Rekleks patologi:
- - - -
+ + + +
Kaku kuduk : tidak dilakukan Kaku kuduk : negatif
Laseque < 70 Laseque < 70
Brudzinki < 135 Brudzinki < 135
Nervus Kranialis: Nervus Kranialis:
N II: Diplopia (-), nistagmus (-) N II: Diplopia (-), nistagmus (-)
N III, IV, VI: gerak bola mata (+) N III, IV, VI: gerak bola mata (+)
N VII: senyum agak sulit N VII: senyum agak sulit
Assessment: Assessment:
Observasi febris dd ensefalitis Tumor otak
Plan: Plan:
Inj Dexamethason 4 x 1 amp Inj Dexamethason 4 x 1 amp
Inj Citicoline 3 x 500 mg Drip manitol 250 cc habis dalam 45 menit
Inj Ceftriaxon 1 x 2 gr diulang tiap 6 jam
Drip manitol 250 cc habis dalam 45 menit Rujuk

13
diulang tiap 6 jam
CT Scan

BAB I
PENDAHULUAN

Tumor otak atau tumor intrakranial adalah neoplasma atau proses desak ruang (space
occupying lesion atau space taking lesion) yang timbul di dalam rongga tengkorak baik di
dalam kompartemen supratentorial maupun infratentorial. Di dalam hal ini mencakup tumor-
tumor primer pada korteks, meningens, vaskuler, kelenjar hipofise, epifise, saraf otak,
jaringan penyangga, serta tumor metastasis dari bagian tubuh lainnya.

Tumor otak jaringan abnormal yang berasal dari sel-sel otak atau dari struktur di
sekelilingnya. Sama seperti tumor lainnya, tumor otak dapat dibagi menjadi tumor otak jinak
(benigna) dan ganas (maligna). Tumor otak benigna adalah pertumbuhan jaringan abnormal
di dalam otak, tetapi tidak ganas. Tumor otak maligna adalah kanker di dalam otak yang
berpotensi menyusup dan menghancurkan jaringan di sebelahnya atau yang telah menyebar
(metastase) ke otak dari bagian tubuh lainnya melalui aliran darah. Tumor otak primer
bermula dan terbentuk di dalam otak. Tumor tersebut mungkin tumbuh dan terbentuk di suatu
tempat yang kecil atau ia dapat meluas ke daerah-daerah sekitar yang berdekatan.1
Pada dewasa, 80-85 persen terjadi supratentorial. Tumor terbanyak adalah glioma,
metastase dan meningioma. Pada anak-anak 60 persen terjadi infratentorial. Tumor
intrakranial sering diuraikan sebagai 'jinak' dan 'ganas', namun istilah ini tidak dapat langsung
dibandingkan dengan tumor yang terjadi ekstrakranial. Tumor intrakranial jinak mempunyai
efek merusak karena ia berkembang di dalam rongga tengkorak yang berdinding kaku.
Astrositoma jinak bisa menginfiltrasi jaringan otak secara luas hingga mencegah untuk
pengangkatan total, atau mengisi daerah neurologis yang kritis yang bahkan mencegah
pengangkatan parsial sekalipun. Tumor intrakranial ganas berarti pertumbuhan yang cepat,
diferensiasi yang buruk, selularitas yang bertambah, mitosis, nekrosis dan proliferasi
vaskuler. Namun metastasis ke daerah ekstrakranial jarang terjadi.1
Jenis dan lokasi tumor intra kranial berbeda pada anak-anak dan dewasa. Jenis
tersering pada dewasa adalah astrocytoma, sedang pada anak-anak adalah medulloblastoma.
Diagnosa tumor otak ditegakkan berdasarkan pemeriksaan klinis dan pemeriksaan
penunjang yaitu pemeriksaan radiologi dan patologi anatomi. Tetapi penegakan diagnosa

14
suatu tumor intrakranial masih sulit dilakukan, karena gejala-gejala klinis yang ditemukan
bukan saja berasal dari massa tumor yang mendesak jaringan sekitarnya, tetapi juga karena
adanya gejala-gejala yang menyesatkan serta komplikasi lainnya yang dapat membentuk
gejala klinis yang rumit, sehingga dengan pemeriksaan klinis saja hanya mampu sampai taraf
diagnosa dugaan. Walaupun demikian ada beberapa jenis tumor yang mempunyai predileksi
lokasi sehingga memberikan gejala yang spesifik dari tumor otak. Dengan pemeriksaan
radiologi dan patologi anatomi dapat dibedakan tumor benigna dan maligna.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

ANATOMI
Pada sistem saraf pusat,otak dan sumsum tulang belakang merupakan struktur utama
dimana korelasi dan integrasi informasi terjadi. Otak dan sumsum tulang belakang dilapisi
oleh beberapa membran yang disebut meningen. Otak dibagi ke dalam 3 bagian besar, yaitu
forebrain, midbrain, dan hindbrain. Otak dilindungi oleh tiga lapisan meningen yaitu dura
mater, arachnoid, dan pia mater.2
a. Forebrain
- Terbagi dua menjadi diencephalon dan cerebrum
- Cerebrum: Merupakan bagian paling besar, terdiri dari dua hemisfer yang
disambung oleh corpus callosum. Cerebrum terbentuk dari lipatan-lipatan yang
disebut gyrus, yang terpisah oleh celah-celah yang disebut sulcus
- Diencephalon: merupakan bagian yang terletak di sebelah dalam yang terbagi
menjadi dua, yaitu talamus di dorsal dan hipotalamus di ventral.
b. Midbrain
- Terletak diantara forebrain dan hindbrain, terdapat saluran yang disebut cerebral
aqueduct yang menyambungkan ventrikel 3 dan 4.
c. Hindbrain
- Hindbrain termasuk cerebellum, pons dan medulla oblongata
- Medulla oblongata: terletak diantara pons dan medulla spinalis dan berbentuk
kerucut.
- Pons: terletak di anterior cerebellum, dibawah midbrain dan diatas medulla
oblongata.

15
- Cerebellum: terletak di belakang pons dan medulla oblongata. Memiliki dua
hemisfer yang disambung oleh vermis. Cerebellum tersambung dengan otak
tengah melalui pedunculus cerebelli superior, ke pons melalui pedunculus
cerebelli media, dan ke medulla oleh pedunculus cerebelli inferior
Sumsum tulang belakang tersusun atas substantia nigra di bagian dalam dan
substansia alba pada bagian luar.2
Vaskularisasi otak
Otak mendapat vaskularisasi dari 2 pasang arteri besar yaitu arteri carotis interna dan
arteri vertebralis. Cabang-cabang arteri beranastomosis pada permukaan bawah otak
membentuk sirkulus wilisi. Sirkulus wilisi terdiri dari arteri basilaris, arteri cereberalis
posterior sinistra, arteri communicans posterior sinistra, arteri cereberalis media sinistra,
arteri cereberalis anterior sinistra, arteri communicans anterior, arteri cereberalis anterior
dextra, arteri sereberalis communicans posterior dextra dan arteri cereberalis posterior dextra.

EPIDEMIOLOGI
Di Amerika Serikat diperkirakan 98.000-170.000 kasus baru tumor intrakranial
didiagnosis setiap tahunnya. Perbandingan insidens tumor sekunder dengan tumor primer
intrakranial adalah sekitar 10:1. Hal ini dapat dimaklumi karena metastasis tumor ke dalam
ruang intrakranial terjadi pada hampir 20-40% dari seluruh kasus keganasan. Tumor primer
sering terjadi pada pasien anak.3
Pada tumor sekunder, sumber metastasis adalah karsinoma paru (50%), karsinoma
payudara (15-20%), melanoma (10%), karsinoma kolon (5%), dan fokus primer lain (10-
15%).3

ETIOLOGI
Penyebab tumor hingga saat ini masih belum diketahui secara pasti,walaupun
telah banyak penyelidikan yang dilakukan. Adapun faktor-faktor yang perlu ditinjau,
yaitu : 4
1. Herediter
Riwayat tumor otak dalam satu anggota keluarga jarang ditemukan kecuali
pada meningioma, astrositoma dan neurofibroma dapat dijumpai pada
anggota-anggota sekeluarga. Sklerosis tuberose atau penyakit Sturge-Weber
yang dapat dianggap sebagai manifestasi pertumbuhan baru, memperlihatkan
faktor familial yang jelas. Selain jenis-jenis neoplasma tersebut tidak ada

16
bukti-bukti yang kuat untuk memikirkan adanya faktor-faktor hereditas yang
kuat pada neoplasma.
2. Sisa-sisa Sel Embrional (Embryonic Cell Rest)
Bangunan-bangunan embrional berkembang menjadi bangunan-bangunan
yang mempunyai morfologi dan fungsi yang terintegrasi dalam tubuh. Tetapi
ada kalanya sebagian dari bangunan embrional tertinggal dalam tubuh,
menjadi ganas dan merusak bangunan di sekitarnya. Perkembangan abnormal
itu dapat terjadi pada kraniofaringioma, teratoma intrakranial dan kordoma.
3. Radiasi
Jaringan dalam sistem saraf pusat peka terhadap radiasi dan dapat mengalami
perubahan degenerasi, namun belum ada bukti radiasi dapat memicu
terjadinya suatu glioma. Pernah dilaporkan bahwa meningioma terjadi setelah
timbulnya suatu radiasi.
4. Virus
Banyak penelitian tentang inokulasi virus pada binatang kecil dan besar yang
dilakukan untuk mengetahui peran infeksi virus dalam proses terjadinya
neoplasma, tetapi hingga saat ini belum ditemukan hubungan antara infeksi
virus dengan perkembangan tumor pada sistem saraf pusat.
5. Substansi-substansi Karsinogenik
Penyelidikan tentang substansi karsinogen sudah lama dan luas dilakukan.
Kini telah diakui bahwa ada substansi yang karsinogenik seperti
methylcholanthrone, nitroso-ethyl-urea. Ini berdasarkan percobaan yang
dilakukan pada hewan.

KLASIFIKASI

Tumor otak bisa diklasifikasikan kepada dua kelompok yaitu tumor primer dan tumor
sekunder.
Tumor otak primer
Tumor yang bermula dari jaringan otak dikenali dengan tumor otak primer dan
diklasifikasikan berdasarkan jenis jaringan.
Tumor otak yang tersering berasal dari glioma, yg berasal dari jaringan glia: 5
1. Astrositoma

17
Astrositoma merupakan tumor otak yang paling banyak dijumpai, dan mencakup
lebih dari setengah tumor ganas di susunan saraf pusat (SSP). Astrositoma berasal dari
sel astrosit yang berbentuk seperti bintang. Astrositoma dapat tumbuh dimana pun di
dalam otak atau medulla spinalis. Pada orang dewasa, astrositoma paling sering timbul di
serebrum. Sementara pada anak dapat timbul di batang otak, serebrum, dan serebellum.
Astrositoma grade III terkadang disebut juga astrositoma anaplastik, sementara
astrositoma grade IV biasanya disebut glioblastoma multiforme.
2. Oligodendroglioma
Berasal dari sel yang menghasilkan myelin, biasanya bermula dari serebrum. Tumbuh
lambat dan tidak menyebar ke jaringan otak disekelilingnya.
3. Ependymoma
Berasal dari sel ependim yang ada di dinding ventrikel, dapat juga terjadi di medulla
spinalis. Bisa terdapat pada semua umur, terutama pada anak-anak dan remaja.
Terdapat juga tumor yang tidak berasal dari sel glia: 5
1. Meningioma
Berasal dari meningen, bersifat jinak karena tumbuhnya sangat lambat dan otak
mampu untuk menyesuaikan diri. Meningioma sering tumbuh sampai cukup besar baru
memberikan gejala. Banyak terdapat pada wanita antara 30 dan 50 tahun.
2. Schwannoma
Tumor jinak yang berasal dari sel Schwann, yang menghasilkan myelin yang
melindungi saraf perifer. Neuroma akustik merupakan suatu schwannoma. Banyak pada
orang dewasa, dan ternyata 2 kali lipat lebih banyak pada wanita daripada laki-laki.
3. Craniopharingioma
Tumor berasal di daerah kelenjar pituitari dekat hipotalamus. Biasanya jinak, tetapi
dapat disebut ganas karena dapat menekan atau merusak hipotalamus dan dapat
menyebabkan gangguan fungsi vital. Tumor ini banyak terdapat pada anak-anak dan
remaja.
4. Germ Cell Tumor
Berasal dari sel kelamin primitif atau sel germ. Tipe germ cell tumor yang paling
sering di otak adalah germinoma.
5. Tumor Pineal
Terjadi pada atau disekitar kelenjar pineal, yaitu suatu organ yang kecil di dekat pusat
otak. Tumbuh lambat (Pineositoma) atau tumbuh cepat (Pineoblastoma). Daerah pineal
sulit dicapai dan sering tidak dapat diangkat.
18
Tumor otak sekunder
Tumor otak sekunder merupakan tumor yang tumbuh ketika kanker menyebar dari
tempat lain ke otak dan menyebabkan tumor otak. Tumor otak sekunder tidak sama
dengan tumor otak primer, karena sel yang terdapat pada tumor otak sekunder mirip
dengan sel asal tumor metastasis tersebut yang abnormal. Terapi tergantung pada asal
tumor dan perluasan penyebaran tumor, umur, keadaan umum pasien, dan respon
terhadap pengobatan sebelumnya.5

Tabel 1. Klasifikasi Tumor Otak yang Penting dari Segi Klinis

Tabel 2. Klasifikasi Berdasarkan Prediksi dan Topografi Tumor Otak


Tumor intrakranial dapat mengarah kepada gangguan fungsi serebral secara umum
dan menunjukkan tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial. Karena itu, dapat terjadi
perubahan personalitas, penurunan intelektual, labilitas emosi, kejang, sakit kepala, mual

19
dan malaise. Jika tekanan meningkat di dalam ruangan kranial tertentu, jaringan otak
dapat mengalami herniasi ke dalam ruangan dengan tekanan rendah. Tumor intrakranial
dapat mengarah kepada defisit fokal tergantung pada lokasinya.6
 Lesi lobus frontal
Tumor pada lobus frontalis seringkali mengarah kepada penurunan progresif
intelektual, perlambatan aktivitas mental, gangguan personalitas dan refleks grasping
kontralateral. Mereka mungkin mengarah kepada afasia ekspresif jika melibatkan
bagian posterior daripada gyrus frontalis inferior sinistra. Anosmia dapat terjadi
karena tekanan pada saraf olfaktorius. Lesi presentral dapat mengakibatkan kejang
motorik fokal atau defisit piramidalis kontralateral.
 Lesi lobus temporalis
Tumor pada daerah ini dapat mengakibatkan kejang dengan halusinasi penciuman dan
gustatorik, fenomena motorik dan gangguan kesadaran eksternal tanpa penurunan
kesadaran. Lesi lobus temporalis dapat mengarah kepada depersonalisasi, gangguan
emosi, gangguan sikap, sensasi deja vu atau jamais vu, mikropsia atau makropsia
(objek kelihatan lebih kecil atau lebih besar daripada seharusnya), gangguan lapang
pandang (crossed upper quadrantanopia) dan ilusi auditorik atau halusinasi auditorik.
Lesi bagian kiri dapat mengakibatkan dysnomia dan receptive aphasia, dan lesi pada
bagian kanan menganggu persepsi pada nada dan melodi.
 Lesi lobus parietalis
Tumor pada lokasi ini dapat mengakibatkan gangguan sensasi kontralateral dan dapat
mengakibatkan kejang sensorik, penurunan sensorik atau kombinasi keduanya.
Penurunan sensorik bersifat kortikal dan mengakibatkan sensibilitas dan diskriminasi
taktil, sehingga mengarah kepada gangguan sensorik tekstur, ukuran, berat dan
bentuk. Objek yang diletakkan kepada tangan tidak dapat dikenali (astereognosis) lesi
lobus parietalis yang luas dapat menghasilkan hyperpathia kontralateral dan sindroma
thalamus. Penglibatan radiasi optik dapat mengarah kepada gangguan lapang
homonim kontralateral yang kadang terdiri hanya lower quadrantanopia. Lesi pada
girus angularis sinistra mengakibatkan sindroma Gerstmann (kombinasi aleksia,
agrafia, akalkulia, konfusi kanan-kiri, dan agnosia jari), manakala penglibatan girus
submarginalis sinistra mengakibatkan apraksia ideational. Anosognosia (denial,
neglect or rejection of a paralyzed limb) sering terlihat pada pasien dengan hemisfera
lesi non dominan (kanan). Constructional apraxia dan dressing apraxia dapat juga
terjadi pada lesi bagian kanan.
20
 Lesi lobus oksipitalis
Tumor pada lobus oksipital secara karakteristiknya menghasilkan crossed
homonymous hemianopia atau gangguan lapang pandang parsial. Dengan lesi sisi kiri
atau bilateral, dapat terjadi agnosia visual untuk objek dan warna, sedangkan lesi
iritatif pada kedua sisi dapat mengakibatkan halusinasi visual yang tidak berbentuk.
Penglibatan lobus oksipitalis bilateral mengakibatkan kebutaan kortikal di mana
masih terdapat respons pupil. Dapat juga terjadi penurunan persepsi warna,
prosopagnosia (ketidakmampuan untuk mengidentifikasi wajah), simultagnosia
(ketidakmampuan untuk mentafsir dan mengintergrasi suasana komposit) dan Balint
syndrome (gangguan untuk melirik mata kepada satu titik, walaupun tidak terjadi
gangguan pergerakan dan refleks mata).
 Lesi pada batang otak dan cerebellum.
Lesi pada batang otak memberi dampak paresis saraf kranial, ataksia, inkoordinasi,
nistagmus, dan defisit piramidalis dan sensoris pada tungkai di satu atau kedua sisi.
Tumor batang otak intrinsik, seperti glioma, cenderung untuk menghasilkan
peningkatan tekanan intrakranial pada perjalanan penyakit lanjut. Tumor cerebellar
menghasilkan ataksia yang jelas pada tungkai jika vermis cerebelli terlibat dan
gangguan appendikular ipsilateral (ataxia, incoordination dan hypotonia tungkai jika
hemisfer cerebellum terlibat.4
Umumnya didapat gangguan berjalan dan gejala TTIK akan cepat terjadi disertai
dengan papil udem. Nyeri kepala khas didaerah oksipital yang menjalar keleher dan
spasme dari otot-otot servikal.
 Lesi di ventrikel ke III
Tumor biasanya bertangkai sehingga pada pergerakan kepala menimbulkan obstruksi
dari cairan serebrospinal dan terjadi peninggian tekanan intrakranial mendadak,
pasien tiba-tiba nyeri kepala, penglihatan kabur, dan penurunan kesadaran.
 Lesi di cerebello pontin angle
Tersering berasal dari N VIII yaitu acustic neurinoma. Dapat dibedakan dengan tumor
jenis lain karena gejala awalnya berupa gangguan fungsi pendengaran. Gejala lain
timbul bila tumor telah membesar dan keluar dari daerah pontin angle.
 Lesi hipotalamus
Menyebabkan gejala TIK akibat oklusi dari foramen Monroe. Gangguan fungsi
hipotalamus menyebabkan gejala: gangguan perkembangan seksual pada anak-anak,
amenorrhoe,dwarfism, gangguan cairan dan elektrolit, bangkitan.
21
 Lesi fossa posterior
Diketemukan gangguan berjalan, nyeri kepala dan muntah disertai dengan nistagmus,
biasanya merupakan gejala awal dari medulloblastoma.
 Tanda lokalisir palsu
Tumor dapat mengarah kepada tanda neurologis selain daripada tekanan direk atau
infiltrasi, selanjutnya mengarah kepada lokalisir klinis yang salah. Tanda lokalisir ini
termasuk paresis saraf kranial III dan VI dan respons plantar ekstensor bilateral yang
dihasilkan oleh sindroma herniasi dan respons plantar ekstensor yang terjadi
ipsilateral terhadap tumor hemisfera sebagai hasil daripada tekanan di pedunkulus
cerebri bertentangan dengan tentorium.

Gambar 1. Klasifikasi Tumor Intrakranial Berdasarkan Lokasi7


Tumor jinak (benign) Tumor ganas (maligna)
 Tidak terdapat sel kanker  Mengandung sel kanker
 Biasanya dapat diangkat dan tidak  Menganggu fungsi vital dan
berulang mengancam nyawa
 Batas tegas  Tumbuh cepat dan menginvasi ke
 Tidak bersifat menginvasi ke jaringan jaringan sekitar otak
sekitar tapi dapat menekan daerah  Tumor otak biasanya encapsulated
yang sensitif dari otak dan  Contoh
mengakibatkan gejala Astrositoma (grade II,III,IV)
 Contoh : Oligodendroglioma
Neuroma akustik Apendimoma
Meningioma
Adenoma pituitari
Astrositoma grade I
Tabel 3. Klasifikasi perbedaan tumor jinak dan ganas

22
Grading WHO untuk tumor SSP menentukan skala keganasan dari gambaran histologik
tumor:8
WHO grade I :tumor dengan potensi proliferasi rendah, kurabilitas pasca
reseksi cukup baik.
WHO grade II :termasuk lesi yang pada umumnya bersifat infiltratif , aktivitas
mitosis rendah, namun sering timbul rekurensi. Jenis tertentu
cenderung untuk bersifat progresif ke arah derajat keganasan
yang lebih tinggi.
WHO grade III :termasuk lesi dengan bukti keganasan histologi, termasuk
atipia nuklear dan peningkatan aktivitas mitosis. Lesi ini
mempunyai gambaran histologi anaplastik dan kapasitas
infiltratif. Biasanya diterapi dengan terapi adjuvan yang agresif.
WHO grade IV :mitosis aktif, cenderung nekrosis, pada umumnya berhubungan
dengan progresivitas penyakit yang cepat pada pre/post operasi
dan prognosis buruk.

PATOFISIOLOGI

Tumor secara langsung dapat memusnahkan sel-sel otak dan secara tidak langsung
memusnahkan sel-sel apabila terjadi peradangan, penyumbatan akibat pertumbuhan tumor,
pembengkakan dan peningkatan tekanan dalam otak (tekanan intrakranium). Tumor ini dapat
menyerang baik serebrum, serebelum ataupun pangkal otak.

Tumor otak menyebabkan gangguan neurologik progresif. Gejala – gejalanya terjadi


berurutan. Hal ini menekankan pentingnya anamnesis dalam pemeriksaan penderita.
Gangguan neurologik pada tumor otak biasanya dianggap disebabkan oleh dua faktor :
gangguan fokal disebabkan oleh tumor dan kenaikan tekanan intrakranial. Gangguan fokal
terjadi apabila terdapat penekanan pada jaringan otak, dan infiltrasi atau invasi langsung pada
parenkim otak dengan kerusakan jaringan neuron, misalnya glioblastoma multiforme.

Perubahan suplai darah akibat tekanan yang ditimbulkan tumor yang bertumbuh
menyebabkan nekrosis jaringan otak. Gangguan suplai darah arteri pada umumnya
bermanifestasi sebagai kehilangan fungsi secara akut dan mungkin dapat dikacaukan dengan
gangguan cerebrovaskular primer. Serangan kejang sebagai manifestasi perubahan kepekaan
neuron dihubungkan dengan kompresi, invasi, dan perubahan suplai darah ke jaringan otak.

23
Beberapa tumor membentuk kista yang juga menekan parenkim otak sekitarnya sehingga
memperberat gangguan neurologis fokal.

Peningkatan tekanan kranial dapat diakibatkan oleh beberapa faktor :

1. massa dalam tengkorak

2. terbentuknya edema sekitar tumor, dan

3. perubahan sirkulasi cairan serebrospinal.

Pertumbuhan tumor menyebabkan bertambahnya massa karena tumor akan


mengambil tempat dalam ruang yang relatif tetap dari ruangan tengkorak yang kaku. Tumor
ganas menimbulkan edema dalam jaringan otak sekitarnya. Mekanismenya belum seluruhnya
dipahami, tetapi diduga disebabkan oleh selisih osmotik yang menyebabkan penyerapan
cairan tumor. Beberapa tumor dapat menyebabkan perdarahan. Obstruksi vena dan edema
yang disebabkan oleh kerusakan sawar darah otak, semuanya menimbulkan kenaikan volume
intrakranial. Obstruksi sirkulasi cairan serebrospinal dari ventrikal lateral ke ruangan
subaraknoid menimbulkan hidrosefalus.

Peningkatan tekanan intrakranial akan membahayakan jiwa bila terjadi cepat akibat
salah satu penyebab yang telah dibicarakan sebelumnya. Mekanisme kompensasi
memerlukan waktu berhari–hari atau berbulan–bulan untuk menjadi efekif dan oleh karena
itu tidak berguna apabila tekanan intrakranial timbul cepat. Mekanisme kompensasi ini antara
lain bekerja menurunkan volume darah intrakranial, volume cairan serebrospinal, kandungan
cairan intrasel dan mengurangi sel–sel parenkim. Kenaikan tekanan yang tidak diobati
mengakibatkan herniasi unkus atau serebelum.

Patofisiologi Peningkatan Tekanan Intrakranial

Kranium merupakan kerangka kaku yang berisi tiga komponen yaitu otak, cairan
serebrospinal (CSS) dan darah yang masing-masing tidak dapat diperas. Kranium hanya
mempunyai sebuah lubang keluar utama yaitu foramen magnum. Dan juga memiliki
tentorium yang kaku yang memisahkan hemisfer serebral dari serebelum. Otak tengah
terletak pada hiatus dari tentorium.

24
Sirkulasi cairan serebrospinal

Produksi

CSS diproduksi terutama oleh pleksus khoroid ventrikel lateral, tiga dan empat,
dimana ventrikel lateral merupakan bagian terpenting. 70 % CSS diproduksi disini dan 30 %
sisanya berasal dari struktur ekstrakhoroidal seperti ependima dan parenkhima otak.

Pleksus khoroid dibentuk oleh invaginasi piamatervaskuler (tela khoroidea) yang


membawa lapisan epitel pembungkus dari lapis ependima ventrikel. Pleksus khoroid
mempunyai permukaan yang berupa lipatan-lipatan halus hingga kedua ventrikel lateral
memiliki permukaan 40 m2. Mereka terdiri dari jaringan ikat pada pusatnya yang
mengandung beberapa jaringan kapiler yang luas dengan lapisan epitel permukaan sel kuboid
atau kolumner pendek. Produksi CSS merupakan proses yang kompleks. Beberapa komponen
plasma darah melewati dinding kapiler dan epitel khoroid dengan susah payah, lainnya
masuk CSS secara difusi dan lainnya melalui bantuan aktifitas metabolik pada sel epitel
khoroid. Transport aktif ion-ion tertentu (terutama ion sodium) melalui sel epitel, diikuti
gerakan pasif air untuk mempertahankan keseimbangan osmotik antara CSS dan plasma
darah.

Sirkulasi Ventrikuler

Setelah dibentuk oleh pleksus khoroid, cairan bersirkulasi pada sistem ventrikuler,
dari ventrikel lateral melalui foramen Monro (foramen interventrikuler) ke ventrikel tiga,
akuaduktus dan ventrikel keempat. Dari sini keluar melalui foramina diatap ventrikel
keempat ke sisterna magna.

Sirkulasi Subarakhnoid

Sebagian cairan menuju rongga subarakhnoid spinal, namun kebanyakan melalui


pintu tentorial (pada sisterna ambien) sekeliling otak tengah untuk mencapai rongga
subarakhnoid diatas konveksitas hemisfer serebral.

Absorpsi

Cairan selanjutnya diabsorpsi ke sistem vena melalui villi arakhnoid. Villa arakhnoid
adalah evaginasi penting rongga subarakhnoid ke sinus venosus dural dan vena epidural;
mereka berbentuk tubuli mikro, jadi tidak ada membran yang terletak antara CSS dan darah
vena pada villi. Villi merupakan katup yang sensitif tekanan hingga aliran padanya adalah
satu arah. Bila tekanan CSS melebihi tekanan vena, katup terbuka, sedang bila lebih rendah

25
dari tekanan vena maka katup akan menutup sehingga mencegah berbaliknya darah dari sinus
ke rongga subarakhnoid. Secara keseluruhan, kebanyakan CSS dibentuk di ventrikel lateral
dan ventrikel keempat dan kebanyakan diabsorpsi di sinus sagittal. Dalam keadaan normal,
terdapat keseimbangan antara pembentukan dan absorpsi CSS. Derajat absorpsi adalah
tergantung tekanan dan bertambah bila tekanan CSS meningkat. Sebagai tambahan, tahanan
terhadap aliran tampaknya berkurang pada tekanan CSS yang lebih tinggi dibanding tekanan
normal. Ini membantu untuk mengkompensasi peninggian TIK dengan meningkatkan aliran
dan absorpsi CSS. Hampir dapat dipastikan bahwa jalur absorptif adalah bagian dari villi
arakhnoid, seperti juga lapisan ependima ventrikel dan selaput saraf spinal; dan kepentingan
relatifnya mungkin bervariasi tergantung pada TIK dan patensi dari jalur CSS secara
keseluruhan. Sebagai tambahan atas jalur utama aliran CSS, terdapat aliran CSS melalui otak,
mirip dengan cara cairan limfe. Cara ini kompleks dan mungkin berperan dalam pergerakan
dan pembuangan cairan edem serebral pada keadaan patologis.

Volume Otak

Rata-rata berat otak manusia sekitar 1400 g, sekitar 2 % dari berat badan total.
Volume glial sekitar 700-900 ml dan neuron-neuron 500-700 ml. Volume cairan ekstraselular
(ECF) sangat sedikit. Sebagai perkiraan, glia dan neuron mengisi 70 % kandung intrakranial,
dimana masing-masing 10% untuk CSS, darah dan cairan ekstraselular. Perubahan otak
sendiri mungkin bertanggung-jawab dalam peninggian kandung intrakranial. Contoh paling
jelas adalah pada tumor otak seperti glioma. Disamping itu, penambahan volume otak sering
secara dangkal dikatakan sebagai edema otak dimana maksudnya adalah pembengkakan otak
sederhana. Penggunaan kata edema otak harus dibatasi pada penambahan kandung air otak.
Otak mengandung kandung air yang tinggi: 70 % pada substansi putih dan 80% pada
substansi kelabu yang lebih seluler. Kebanyakan air otak adalah (80%) intraseluler. Volume
normal cairan ekstraseluler kurang dari 75 ml, namun bertambah hingga mencapai 10%
volume intra- kranial. Rongga ekstraseluler berhubungan dengan CSS via ependima. Air otak
berasal dari darah dan akhirnya kembali kesana juga. Relatif sedikit air otak yang berjalan
melalui jalur lain, yaitu melalui CSS.

Autoregulasi

Fenomena autoregulasi cenderung mempertahankan CBF pada tekanan darah rata-rata


antara 50-160 mmHg. Dibawah 50 mmHg CBF berkurang bertahap, dan diatas 160 mmHg
terjadi dilatasi pasif pembuluh serebral dan peninggian TIK. Autoregulasi sangat terganggu

26
pada misalnya cedera kepala. Karena peninggian CBV berperan meninggikan TIK, penting
untuk mencegah hipertensi arterial sistemik seperti juga halnya mencegah syok pada cedera
kepala berat. Pengobatan hipertensi sedang yang sangat agresif atau koreksi hipotensi yang
tidak memadai bisa berakibat gawat, terutama pada pasien tua.

Hubungan antara tekanan dan volume

Karena sutura tengkorak telah mengalami fusi, volume intra kranial total tetap
konstan. Isi intrakranial utama adalah otak, darah dan CSS yang masing-masing tak dapat
diperas. Karenanya bila volume salah satu bertambah akan menyebabkan peninggian TIK
kecuali terjadi reduksi yang bersamaan dan ekual volume lainnya. TIK normal pada keadaan
istirahat adalah 10 mmHg (136 mmH2O). Sebagai pegangan, tekanan diatas 20 mmHg adalah
abnormal, dan diatas 40 mmHg dikategorikan sebagai peninggian yang parah. Semakin tinggi
TIK pada cedera kepala, semakin buruk outcomenya.

Konsekuensi dari lesi desak ruang

Bila timbul massa yang baru didalam kranium seperti tumor, abses atau bekuan darah,
pertama-tama akan menggeser isi intrakranial normal.

Doktrin Monro-Kellie

Konsep vital terpenting untuk mengerti dinamika TIK. Dinyatakan bahwa volume
total isi intrakranial harus tetap konstan. Ini beralasan karena kranium adalah kotak yang
tidak ekspansil. Bila V adalah volume, maka

VOtak + VCSS + VDarah + V Massa = Konstan

Karena ukuran lesi massa intrakranial, seperti hematoma, bertambah, kompensasinya adalah
memeras CSS dan darah vena keluar. Tekanan intrakranial tetap normal. Namun akhirnya tak
ada lagi CSS atau darah vena yang dapat digeser, dan mekanisme kompensasi tak lagi efektif.
Pada titik ini, TIK mulai naik secara nyata, bahkan dengan penambahan sejumlah kecil
ukuran massa intrakranial. Karenanya TIK yang normal tidak menyingkirkan kemungkinan
adanya lesi massa.

Pergeseran CSS

CSS dapat dipaksa dari rongga ventrikel dan subarakhnoid kerongga subarakhnoid
spinal melalui foramen magnum. Rongga subarakhnoid spinal bersifat distensibel dan mudah
menerima CSS ekstra. Namun kemampuan ini terbatas oleh volume CSS yang telah ada dan

27
oleh kecenderungan jalur CSS untuk mengalami obstruksi. Sekali hal ini terjadi, produksi
CSS diatas bendungan yang tetap berlangsung akan menambah peninggian TIK.

Jalur subarakhnoid mungkin terbendung di tentorium atau foramen magnum. Jalur


CSS intraventrikular mungkin terbendung pada ventrikel tiga atau akuaduktus yang akan
menyebabkan temuan yang khas pada CT scan dimana ventrikel lateral kolaps pada sisi
massa, sedangkan ventrikel lateral disisi berlawanan akan tampak distensi.

Pergeseran Volume Otak

Pergeseran otak sendiri oleh lesi massa hanya dapat terjadi pada derajat yang sangat
terbatas. Pada tumor yang tumbuh lambat seperti meningioma, pergeseran otak mungkin
sangat nyata, terdapat kehilangan yang jelas dari volume otak, mungkin akibat pengurangan
cairan ekstraselular dan kandung lemak otak sekitar tumor. Bagaimanapun dengan massa
yang meluas cepat, otak segera tergeser dari satu kompartemen intrakranial ke kompartemen
lainnya atau melalui foramen magnum.

Bila massa terus membesar, volume yang dapat digeser terpakai semua dan TIK mulai
meningkat. Selama fase kompensasi, terjadi penggantian volume yang hampir sama dan
sedikit saja perubahan pada TIK. Pada titik dekompensasi, peninggian volume selanjutnya
akan menyebabkan penambahan tekanan yang makin lama makin besar. Peninggian TIK
yang persisten diatas 20 mmHg tampaknya berhubungan dengan peninggian tahanan aliran
CSS. Hasil CT menampakkan bagian yang tahanannya meningkat adalah pada tentorium.
Karenanya temuan CT yang menampakkan obliterasi sisterna perimesensefalik merupakan
bukti penting bahwa TIK meninggi atau pertanda bahwa bahaya segera datang.

Perlu disadari bahwa segala sesuatu yang mencegah atau menghalangi pergeseran
volume kompensatori akan menyebabkan peningkatan TIK yang lebih segera. Misalnya
tumor fossa posterior adalah merupakan lesi massa sendiri, namun juga memblok aliran CSS
dari ventrikel atau melalui foramen magnum. Karenanya volume CSS bertambah dan
kompensasi untuk massa tumornya sendiri akan terbatas. Selanjutnya penderita dengan massa
yang terus meluas akan mendadak sampai pada titik dekompensasi bila aliran vena serebral
dibatasi oleh peninggian tekanan vena jugular akibat kompresi leher atau obstruksi
pernafasan.

Perubahan volume sendiri bersifat penjumlahan. Efek tumor otak akan sangat
meningkat oleh edema otak. Pada banyak keadaan klinis, perubahan volume sangat
kompleks. Ini terutama pada cedera kepala dimana mungkin terdapat bekuan darah, edema

28
otak serta gangguan absorpsi CSS akibat perdarahan subarakhnoid atau perdarahan
intraventrikuler. Mungkin dapat ditambahkan vasodilatasi akibat hilangnya autoregulasi atau
hiperkarbia.

Walau urut-urutan kejadian berakibat perubahan yang terjadi dengan peninggian TIK
progresif karena sebab apapun, hubungan antara tingkat TIK dan keadaan neurologik juga
tergantung pada tingkat perubahan dan adanya pergeseran otak. Tumor tumbuh lambat seperti
meningioma mungkin tumbuh hingga ukuran besar tanpa adanya tanda peninggian TIK.
Sebaliknya hematoma ekstradural akut yang lebih kecil mungkin menyebabkan kompresi
otak yang berat dan cepat.

Untuk lesi yang membesar cepat seperti hematoma epidural, perjalanan klinik dapat
diprediksi dari hubungan volume-tekanan yang sudah dijelaskan terdahulu. Pada tahap awal
ekspansi massa intrakranial, perubahan TIK sedikit dan pasien tetap baik dengan sedikit
gejala. Bila massa terus membesar, mekanisme kompensasi berkurang dan TIK meningkat.
Pasien mengeluh nyeri kepala yang memburuk oleh faktor-faktor yang menambah TIK
seperti batuk, membungkuk atau berbaring terlentang, dan kemudian menjadi mengantuk.
Penderita menjadi lebih mengantuk. Kompresi atau pergeseran batang otak menyebabkan
peninggian tekanan darah, sedang denyut nadi dan respirasi menjadi lambat.

Dengan ekspansi dan peninggian TIK selanjutnya, pasien menjadi tidak responsif.
Pupil tak berreaksi dan berdilatasi, serta tak ada refleks batang otak. Akhirnya fungsi batang
otak berhenti. Tekanan darah merosot, nadi lambat, respirasi menjadi lambat dan tak teratur
serta akhirnya berhenti.
Patofisiologi penurunan kesadaran
Kesadaran ditentukan oleh kondisi pusat kesadaran yang berada di kedua hemisfer
serebri dan Ascending Reticular Activating System (ARAS). Jika terjadi kelainan pada kedua
system ini, baik yang melibatkan system anatomi maupun fungsional akan mengakibatkan
terjadinya penurunan kesadaran dengan berbagai tingkatan. Ascending Reticular Activating
System merupakan suatu rangkaian atau network system yang dari kaudal berasal dari medulla
spinalis menuju rostral yaitu diensefalon melalui brain stem sehingga kelainan yang
mengenai lintasan ARAS tersebut berada diantara medulla, pons, mesencephalon menuju ke
subthalamus, hipothalamus, thalamus dan akan menimbulkan penurunan derajat kesadaran.
Neurotransmiter yang berperan pada ARAS antara lain neurotransmitter kolinergik,
monoaminergik dan gamma aminobutyric acid (GABA).

29
Kesadaran ditentukan oleh interaksi kontinu antara fungsi korteks serebri termasuk
ingatan, berbahasa dan kepintaran (kualitas), dengan ascending reticular activating system
(ARAS) (kuantitas) yang terletak mulai dari pertengahan bagian atas pons. ARAS menerima
serabut-serabut saraf kolateral dari jaras-jaras sensoris dan melalui thalamic relay nuclei
dipancarkan secara difus ke kedua korteks serebri. ARAS bertindak sebagai suatu off-on
switch, untuk menjaga korteks serebri tetap sadar (awake).
Respon gangguan kesadaran pada kelainan di ARAS ini merupakan kelainan yang
berpengaruh kepada sistem arousal yaitu respon primitif yang merupakan manifestasi
rangkaian inti-inti di batang otak dan serabut-serabut saraf pada susunan saraf. Korteks
serebri merupakan bagian yang terbesar dari susunan saraf pusat di mana kedua kortek sini
berperan dalam kesadaran akan diri terhadap lingkungan atau input-input rangsangan
sensoris, hal ini disebut juga sebagai awareness.
Penurunan kesadaran disebabkan oleh gangguan pada korteks secara menyeluruh
misalnya pada gangguan metabolik, dan dapat pula disebabkan oleh gangguan ARAS di
batang otak, terhadap formasio retikularis di thalamus, hipotalamus maupun mesensefalon.
Pada penurunan kesadaran, gangguan terbagi menjadi dua, yakni gangguan derajat
(kuantitas, arousal, wakefulness) kesadaran dan gangguan isi (kualitas, awareness, alertness)
kesadaran. Adanya lesi yang dapat mengganggu interaksi ARAS dengan korteks serebri,
apakah lesi supratentorial, subtentorial dan metabolik akan mengakibatkan menurunnya
kesadaran.

PENYULIT/KOMPLIKASI
Herniasi otak
Peningkatan tekanan intrakranial dapat menimbulkan gejala dan tanda tetapi tidak
menyebabkan kerusakan neuronal dimana aliran pembuluh darah otak tetap terjaga. Yang
dapat menyebabkan kerusakan pada otak adalah tentorial atau tonsilar herniasi.
Gejala klinis yang dapat menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial:
1. Sakit kepala- terutama pada pagi hari, dapat memburuk jika membungkuk
2. Muntah-terjadi dengan meningkatnya tekanan intrakranial akut
3. Papiloedema-terjadi dengan perbandingan peningkatan tekanan intrakranial.
Berhubungan dengan tersumbatnya cairan serebrospinal. Kenaikan tekanan cairan
serebrospinal di nervus optikus dapat menyebabkan perdarahan pada discus optikus
dan retina. Penglihatan dalam bahaya jika papiloedema berat dan berkepanjangan.

30
Tipe-tipe Perubahan Otak7
1. Herniasi Tentorial (lateral) : Pelebaran massa unilateral menyebabkan herniasi
tentorial (uncal) sisi medial lobus temporal terherniasi melalui hiatus tentorial.
Dengan meningkatnya tekanan intrakranial secara terus-menerus dapat menjadi
herniasi sentral.
2. Subfalcine ‘Midline’ shift: terjadi pada masa awal lesi yang mendesak unilateral.
Jarang muncul kelainan klinik, walau oklusi arteri serebral anterior telah tercatat.
3. Herniasi tentorial (sentral) : lesi pada garis tengah atau pembengkakan difus dari
hemisfer serebri menghasilkan malposisi secara vertikal dari otak tengah dan
diencefalon melewati hiatus tentorial. Kerusakan dari struktur ini terjadi dari distorsi
mekanik atau dari iskemia sekunder untuk peregangan pembuluh perforasi.
4. Herniasi tonsilar: Massa dari daerah subtentorial yang meluas menyebabkan herniasi
tonsilar cereberal melalui foramen magnum. Herniasi yang mengarah keatas. gejala
kliniknya sulit dibedakan dari kompresi pada batang otak/ otak tengah.

Gambar 2. Macam-macam herniasi pada otak7

MANIFESTASI KLINIS
Berbeda dengan gangguan vaskuler yang bersifat akut dan infeksi yang umumnya
subakut, pada tumor intrakranial, perjalanan klinis umumnya bersifat kronis dan progresif.
Gejala yang timbul dapat bersifat serebral umum, nyeri kepala, kejang, akibat TIK yang
meninggi, seperti nyeri kepala dan muntah, ataupun gejala fokal, bergantung pada lokasi
tumor.3
Gejala serebral umum dapat berupa perubahan mental yang ringan (psikomotor
asthenia), berupa: mudah tersinggung, emosi, labil, pelupa, perlambatan aktivitas mental dan
sosial, kehilangan inisiatif dan spontanitas, mungkin diketemukan ansietas dan depresi.
Gejala ini berjalan progresif dan dapat dijumpai pada 2/3 kasus.9
Diperkirakan 1% penyebab nyeri kepala adalah tumor otak dan 30% gejala awal
tumor otak adalah nyeri kepala. Sedangkan gejala lanjut diketemukan 70% kasus. Sifat nyeri
31
kepala bervariasi dari ringan dan episodik sampai berat dan berdenyut, umumnya bertambah
berat pada malam hari dan pada saat bangun tidur pagi, serta pada keadaan dimana terjadi
peninggian tekanan intrakranial.9

Selama tidur PCO2 arteri serebral meningkat, sehingga mengakibatkan peningkatan


dari serebral blood flow dan dengan demikian mempertinggi lagi tekanan intrakranium. Juga
lonjakan tekanan intrakranium sejenak karena batuk, bersin, coitus dan mengejan akan
memperberat nyeri kepala.

Nyeri kepala juga bertambah berat waktu posisi berbaring, dan berkurang bila duduk.
Adanya nyeri kepala dengan psikomotor asthenia perlu dicurigai tumor otak. Nyeri kepala
pada tumor otak, terutama ditemukan pada orang dewasa dan kurang sering pada anak-anak.
Pada anak kurang dari 10-12 tahun, nyeri kepala dapat hilang sementara dan biasanya nyeri
kepala terasa di daerah bifrontal serta jarang didaerah yang sesuai dengan lokasi tumor. Pada
tumor di daerah fossa posterior, nyeri kepala terasa dibagian belakang dan leher. Penyebab
nyeri kepala ini diduga akibat tarikan (traksi) pada pain sensitive structure seperti dura,
pembuluh darah atau serabut saraf. Nyeri kepala merupakan gejala permulaan dari tumor otak
yang berlokasi di daerah lobus oksipitalis.
Muntah terdapat pada 30% kasus dan umumnya menyertai nyeri kepala. Lebih sering
dijumpai pada tumor di fossa posterior, umumnya muntah bersifat proyektil dan tak disertai
mual.9
Bangkitan kejang dapat merupakan gejala awal dari tumor otak pada 25% kasus, dan
lebih dari 35% kasus pada stadium lanjut. Diperkirakan 2% penyebab bangkitan kejang
adalah tumor otak. Perlu dicurigai penyebab bangkitan kejang adalah tumor otak bila:
 Bangkitan kejang pertama kali pada usia lebih dari 25 tahun.
 Mengalami post iktal paralisis.
 Mengalami status epilepsi.
 Resisten terhadap obat-obat epilepsi.
 Bangkitan disertai gejala peningkatan tekanan intrakranial lain
Bangkitan kejang ditemui pada 70% tumor otak di korteks, 50% pasien dengan astrositoma,
40% pada pasien meningioma, dan 25% pada glioblastoma.9
Gejala peningkatan tekanan intrakranial berupa keluhan nyeri kepala di daerah frontal
dan oksipital yang timbul pada pagi hari dan malam hari, muntah proyektil dan penurunan
kesadaran. Pada pemeriksaan ditemukan papil udem. Keadaan ini perlu tindakan segera
karena setiap saat dapat timbul ancaman herniasi. Selain itu dapat dijumpai parese N.VI

32
akibat teregangnya N.VI oleh TIK. Tumor-tumor yang sering memberikan gejala TIK tanpa
gejala fokal maupun lateralisasi adalah meduloblastoma, spendimoma dari ventrikel III,
hemangioblastoma serebelum dan craniopharingioma.9
Berikut ini dijelaskan beberapa manifestasi klinis yang dapat muncul dan bergantung
pada lokasi tumor.3

LOKASI TUMOR MANIFESTASI KLINIS


Lobus frontalis  Kelemahan lengan dan tungkai
kontralateral
 Perubahan kepribadian: antisosial,
kehilangan kemampuan inhibisi,
kehilangan inisiatif, penurunan
tingkat intelektual (misalnya,
demensia, terutama jika korpus
kalosum terlibat)
Lobus temporalis  Afasia sensorik (bila yang terkena
lobus temporalis dominan)
 Gangguan lapangan pandang (upper
homonymous quadrantanopia)
Lobus parietalis  Gangguan sensorik (lokalisasi sentuh,
diskriminasi dua titik, gerakan pasif,
astereognosis)
 Gangguan lapangan pandang (lower
homonymous quadrantanopia)
 Jika tumor pada lobus parietalis
hemisfer dominan, dapat terjadi
kebingungan cara membedakan kanan
dan kiri, agnosia jari, akalkulia, dan
agrafia
 Jika tumor pada lobus parietalis
hemisfer yang nondominan, dapat
terjadi apraksia
Lobus oksipitalis  Gangguan lapangan pandang
(hemianopsia homonim)
Korpus kalosum  Sindrom diskoneksi
Hipotalamus/Hipofisis  Gangguan endokrin
Batang otak  Penurunan kesadaran
 Tremor
 Kelainan gerakan bola mata
 Abnormalitas pupil
 Muntah, cegukan [medula]

33
Serebelum  Ataksia berjalan
 Tremor intensional
 Dismetria
 Disartria
 Nistagmus
Tabel 2. Manifestasi Klinis3
PEMERIKSAAN PENUNJANG3
1. Foto polos tengkorak/rontgen kepala.
2. Neurofisiologi : EEG.
3. CT scanning/MRI kepala + kontras untuk konfirmasi adanya tumor dan lokasi tumor.
MRI lebih sensitif untuk mendeteksi adanya tumor metastasis berukuran kecil. Pada
pencitraan, penting untuk menentukan apakah benar tumor, atau menunjukkan
gambaran abses ataupun stroke.
Penilaian CT Scan pada tumor otak:9
 Tanda proses desak ruang:
o Pendorongan struktur garis tengah otak
o Penekanan dan perubahan bentuk ventrikel
 Kelainan densitas pada lesi: hipodens, hiperdens atau kombinasi, kalsifikasi,
perdarahan
 Udem perifokal
4. Biopsi jaringan tumor, untuk menentukan jenis tumor.
5. Pungsi lumbal kadang-kadang dilakukan untuk menganalisis cairan serebrospinalis.
6. Foto Rontgen dada, mammografi, dan pemeriksaan lain untuk mencari fokus primer
dari tumor metastasis di ruang intrakranial.

PENATALAKSANAAN
Tatalaksana
1. Kausal:
 Operatif
 Radioterapi
 Kemoterapi
2. Obat-obatan dan tindakan untuk menurunkan tekanan intrakranial
 Deksamethason
 Manitol
 Posisi kepala ditinggikan 20-30 derajat

34
3. Simptomatik
 Antikonvulsan
 Analgetik/antipiretik
 Sedativa
 Antidepresan bila perlu
4. Rehabilitasi medik
Pengobatan tergantung pada tipe dan tempat tumor dan kondisi pasien. Beberapa
tumor jinak, terutama meningiomas ditemukan secara kebetulan sewaktu brain imaging untuk
tujuan lain. Untuk tumor simptomatik, pembuangan bedah secara lengkap dapat dilakukan
jika tumor bersifat ekstra-aksial atau ia tidak berada di daerah otak yang kritis. Pembedahan
juga dapat menunjang diagnosis dan dapat membantu dalam menurunkan tekanan intrakranial
dan melegakan simptom walaupun neoplasma tidak dikeluarkan selengkapnya. Defisit klinis
kadang disebabkan oleh hidrosefalus obstruktif, di mana prosedur simple surgical shunting
memberikan perbaikan dramatis. Pada pasien dengan glioma ganas, terapi radiasi
meningkatkan kadar survival tidak mengira prosedur dan kombinasi dengan kemoterapi
memberikan tambahan. Indikasi untuk irradiasi dalam pengobatan pasien dengan neoplasma
intrakranial primer lain tergantung kepada tipe dan aksesibilitas tumor. Temozolomide adalah
obat chemotherapy oral dan intravenous untuk glioma, dan terdapat peningkatan kegunaan
antibodi monoklonal sebagai komponen terapi. Kortikosteroid dapat membantu dalam
menurunkan edema serebral dan seringkali bermula sebelum pembedahan. Pada pasien
dengan tumor otak, dexametasone 4 mg per 6 jam dan manitol 0,5-1 mg/kgBB dapat
diberikan. Antikonvulsan seringkali diberikan dalam dosis standar tetapi tidak diindikasikan
untuk profilaksis dalam pasien tanpa riwayat kejang. Gangguan neurokognitif jangka lama
dapat memberikan komplikasi pada terapi radiasi. Untuk pasien dengan penyakit yang
memburuk dengan berjalannya pengobatan, terapi paliatif adalah penting.

KRITERIA DIAGNOSIS
Gejala tekanan intrakranial yang meningkat:
 Sakit kepala kronik, tidak berkurang dengan obat analgesik
 Muntah tanpa penyebab gastrointestinal
 Papil edema (choked disc)
 Kesadaran menurun/berubah

35
KESIMPULAN

Space occupying lesions merupakan suatu penyakit yang sukar untuk ditegakkan
penyebabnya secara dini. SOL timbul disebabkan oleh beberapa penyebab antara lain tumor
otak, abses, dan hematoma. Secara klinis, setiap penyebab SOL memberikan gejala yang
hampir sama tergantung kepada tempat lesi, kecepatan lesi yang timbul, ukuran lesi dan
kecepatan terjadinya peningkatan tekanan intrakranial sehingga mengasilkan tanda klinis
yang hampir sama. Untuk itu, pemahaman setiap penyebab SOL penting untuk mencari dan
mengenal secara benar selanjutnya memberikan terapi yang benar untuk mengurangi tekanan
intrakranial di samping mengobati secara tuntas penyebab yang terjadi. Dapat dicurigai
timbulnya kejadian space occupying lesions apabila didapatkan gangguan serebral secara
umum yang progresif, adanya gejala tekanan tinggi intrakranial dan adanya gejala sindroma
otak yang spesifik. Pemeriksaan radiologi, dalam hal ini, CT-Scan dan MRI sangat berperan
dalam mendiagnosa SOL di samping menggunakan punksi lumbal dalam menegakkan
diagnosis.

PROGNOSIS
Rata-rata masa harapan hidup pasien dengan terapi yang adekuat dikatakan kurang
lebih hanya enam bulan. Beberapa data mengatakan 15-30% pasien dapat hidup selama satu
tahun, 5-10% dapat bertahan dalam dua tahun setelah terapi diberikan.
Beberapa faktor yang mempengaruhi prognosis pada kasus metastasis tumor
intrakranial:
1. Lokasi dan jumlah metastasis tumor
2. Tingkat dan tipe tumor primernya
3. Ada atau tidaknya metastasis ke organ tubuh lain
4. Usia pasien
5. Jumlah metastasis tumor yang dapat diangkat oleh dokter bedah saraf

36
Type of Tumor 5-Year Relative Survival Rate

Age

20- 45- 55-


44 54 64

Low-grade (diffuse) astrocytoma 65% 43% 21%

Anaplastic astrocytoma 49% 29% 10%

Glioblastoma 17% 6% 4%

Oligodendroglioma 85% 79% 64%

Anaplastic oligodendroglioma 67% 55% 38%

Ependymoma/anaplastic 91% 86% 85%


ependymoma

Meningioma 92% 77% 67%

Tabel 4. Survival rate brain tumor

BAB III

PEMBAHASAN KASUS

Pasien perempuan, 18 tahun datang dengan penurunan kesadaran sejak 3 hari yang
lalu. Sebelum mengalami penurunan kesadaran pasien mengalami nyeri kepala yang sangat
hebat. Badan pasien lemas dan sulit melakukan aktivitas. Nyeri ulu hati sering dirasakan
karena pasien memiliki riwayat maag. Mual dan muntah ada. Pada hari ke 3 perawatan,
keadaan pasien semakin memburuk dan telah didiagnosis menderita tumor otak. Pasien
dirawat di Rumah Sakit Bhakti Yudha selama 4 hari setelah itu pasien mendapat surat
rujukan untuk dirawat pembedahan.
Objektif :
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos Mentis
GCS : E4M5V5 = 14
TD : 100/80 mmHg
Nadi : 88 kali/menit

37
Pernafasan : 24 kali/menit
Suhu : 38° C

Pemeriksaan N.cranialis : Kesan = Tidak ada kelainan


Sistem motorik:
Inspeksi : Disuse Atrofi (-), gerak abnormal (-)
Kekuatan : 5-5-5-5 5-5-5-5
5-5-5-5 5-5-5-5
Reflek fisiologis: + + Refleks patologis: - -
+ + + +

Sistem sensorik : Tidak ada gangguan

Pada kasus ini didapatkan adanya gejala nyeri kepala yang sangat hebat, sehingga
pasien sulit melakukan aktivitas sehari-hari. Lesi intrakranial dalam otak yang mendesak,
menginfiltrasi dan bersifat difus inilah yang membuat pasien menderita nyeri kepala yang
sangat hebat. Tumor dapat berkembang dimana saja. Secara klinis, setiap penyebab SOL
memberikan gejala yang hampir sama tergantung kepada tempat lesi, kecepatan lesi yang
timbul, ukuran lesi dan kecepatan terjadinya peningkatan tekanan intrakranial. Pada
pemeriksaan fisik pasien terlihat sangat lemas dan sulit tidur. Pemeriksaan motorik pasien
masih dapat mengikuti instruksi tetapi terdapat beberapa pemeriksaan refleks patologis yang
menunjukkan bahwa tanda meningeal yang positif seperti babinski dan chaddock. Pasien
sempat terdiagnosa menderita DHF saat di rawat didapatkan dari hasil pemeriksaan darah
dengan hasil trombosit 116 ribu mm3.
Dari hasil CT scan, didapatkan diagnosis tumor otak dimana terjadi perkembangan sel-
sel yang abnormal pada korteks serebri. Pada pasien ini diberikan terapi Inj Ranitidin 2 x 1
ampul, Vit B complex 2 x 1, Paracetamol 3x 500 mg. Inj Ceftriaxon 2 x 1 gr. Manitol drip
250 cc. Inj Dexamethason 4 x 1 amp dan dirujuk.
Pada pasien ini ditegakkan prognosis ad vitam dubia ad bonam karena terdapat tanda-
tanda herniasi diperlukan segera dengan prosedur operasi. Ad fungsionam dubia karena
kemungkinan masih bisa terdapat gejala sisa setelah operasi. Dan ad sanationam dubia,
karena belum diketahui jenis tumornya kemungkinan dapat berulang tetapi melihat lokasi
tumornya adalah meningioma atau craniopharingoma .

38
DAFTAR PUSTAKA

1. Windarofah D. Space Occupying Lesion. Diunduh dari


http://www.scribd.com/doc/55338514/Space-Occupying-Lession, 06 Juli 2015.
2. Snell RS. Clinical neuroanatomy. 7th ed. Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins;
2010.p.2-10
3. Dewanto G. Panduan praktis diagnosis dan tata laksana penyakit saraf. Jakarta: EGC,
2009.h.164-168.
4. Mardjono M, Sidharta P,Neurologi klinis dasar, Proses neoplasmatik di susunan saraf,PT
Dian Rakyat, jakarta, 2010,391-2.
5. Department of neurological surgery, university of pittsburgh, types of brain tumors.
Diakses pada tanggal 6 juni 2015 di http://pre.neurosurgery.pitt.edu/centers-
excellence/neurosurgical-oncology/brain-and-brain-tumors/types-brain-tumors.
6. Papadakis MA, McPhee SJ, Rabow MW. 2015 Current medical diagnosis and treatment.
United States of America: The McGraw-Hill Companies; 2015.p.980-4.
7. Lindsay KW, Bone I, Callander R, Gjin JV. Neurology and neurosurgery illustrated. 3 rd
edition. London: Churchill Livingstone.1997.p.77,297.
8. Adult Brain Tumors Treatment. Diakses pada tanggal 6 juni 2015 di
http://www.m.webmd.com/a-to-z-guides/tc/adult-brain-tumors-treatment-pdq-treatment--
-health-professional-information-nci-classification-of-adult-brain-tumors.
9. Japardi I. Tumor otak. Diakses pada tanggal 6 juni 2015. Diunduh dari
http://library.usu.ac.id/download/fk/bedah-iskandar%20japardi11.pdf

39

Anda mungkin juga menyukai