Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEBIDANAN KESEHATAN REPRODUKSI


PADA AKSEPTOR KB AKDR DENGAN KEPUTIHAN

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Praktik Stase KB dan KESPRO

Oleh :
AMALIA ISTIQOMAH
P1337424820183

PRODI PROFESI BIDAN JURUSAN KEBIDANAN SEMARANG


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN SEMARANG
TAHUN 2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan yang Maha Esa, karena berkat rahmat dan hidayah-
Nya saya dapat menyelesaikan laporan Praktik Klinik Kebidanan.
Dalam penulisan laporan ini saya mengucapkan terima kasih kepada pihak yang
telah membantu dalam penyelesaian laporan ini :
1. Ibu Sri Rahayu, SKp.Ns, S.Tr.Keb, M.Kes selaku Kepala Jurusan Poltekkes
Kemenkes Semarang.
2. Ibu Ida Ariyani, S.SiT, M.Kes selaku Kepala Program Studi Profesi Poltekkes
Kemenkes Semarang.
3. Ibu Yuniarti, S.ST, M.Kes selaku Pembimbing Institusi stage kehamilan yang
senantiasa membimbing penulis dengan baik dan sabar.
4. Ibu Puji Indrayani, S.ST Keb selaku Pembimbing Lahan Praktik yang telah
memberikan bimbingan kepada penulis selama praktik dilahan.
5. Orang tua yang telah memberikan kasih sayang dan dukungan sehingga
terselesaikan laporan ini.
6. Dan semua pihak yang terlibat dalam menyelesaikan laporan ini.
Saya menyadari bahwa laporan ini jauh dari sempurna, oleh karena itu saya
meminta kritik dan saran dari pembaca. Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi
kita semua.

Penulis
HALAMAN PENGESAHAN

Laporan pendahuluan yang berjudul “Asuhan Kebidanan Kesehatan Reproduksi


Pada Akseptor KB AKDR dengan Keputihan” telah disetujui dan disahkan pada:
Hari :
Tanggal :

Grobogan, November 2020


Pembimbing Lahan Praktikan

Puji Indrayani, S.ST Keb Amalia Istiqomah


NIP. 1969052220021202004 NIM. P1337424820183

Mengetahui
Pembimbing Institusi

Yuniarti, S.ST, M.Kes


NIK. 197506040145
TINJAUAN TEORI

A. Tinjauan Teori Medis


1. Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR)
a. Pengertian AKDR
IUD/AKDR adalah suatu benda kecil yang terbuat dari plastik yang
lentur, mempunyai lilitan tembaga atau juga mengandung hormon dan
dimasukkan ke dalam rahim melalui vagina dan mempunyai benang
(Handayani, 2010).
IUD atau Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR) bagi banyak
kaum wanita merupakan alat kontrasepsi yang terbaik. Alat ini sangat
efektif dan tidak perlu diingat setiap hari seperti halnya pil. Bagi ibu yang
menyusui, AKDR tidak akan mempengaruhi isi, kelancaran ataupun
kadar air susu ibu (ASI). Karena itu, setiap calon pemakai AKDR perlu
memperoleh informasi yang lengkap tentang seluk - beluk alat
kontrasepsi ini (Manuaba, 2010).
AKDR adalah alat kontrasepsi yang terbuat dari plastik halus
berbentuk spiral (Lippes Loop) atau berbentuk lain (Cu T 380 A) yang
terpasang didalam rahim dengan memakai alat khusus oleh dokter atau
bidan (Saifudin, 2010).
b. Jenis AKDR
IUD yang banyak dipakai di indonesia dewasa ini dari jenis Un
Medicate yaitu Lippes Loop dan yang dari jenis Medicate Cu T, Cu-7,
Multiload dan Nova-T (Handayani, 2010).
1) AKDR Non-Hormonal
Pada saat ini AKDR telah memasuki generasi ke-4, karena itu
berpuluh-puluh macam AKDR telah dikembangkan. Mulai dari
generasi pertama yang terbuat dari benang sutra dan logam sampai
generasi plastic (polietilen) baik yang ditambah obat maupun tidak.
Menurut bentuknya AKDR dibagi menjadi 2 :
a) Bentuk terbuka (oven device): Misalnya : LippesLoop, CUT, Cu-
7, Marguiles, Spring Coil, Multiload, Nova-T.
b) Bentuk tertutup (closed device): Misalnya : Ota-Ring, Atigon dan
Graten Berg Ring.
Menurut Tambahan atau Metal yaitu:
a) Copper-T
AKDR berbentuk T, terbuat dari bahan polyethelen di mana
pada bagian vertikalnya diberi lilitan kawat tembaga halus. Lilitan
kawat tembaga halus ini mempunyai efek antifertilisasi (anti
pembuahan) yang cukup baik.
b) Copper-7
AKDR ini berbentuk angka 7 dengan maksud untuk
memudahkan pemasangan. Jenis ini mempunyai ukuran diameter
batang vertikal 32 mm dan ditambahkan gulungan kawat tembaga
(Cu) yang mempunyai luas permukaan 200 mm2, fungsinya sama
seperti halnya lilitan tembaga halus pada jenis Coper-T.
c) Multi Load
AKDR ini terbuat dari dari plastik (polyethelene) dengan
dua tangan kiri dan kanan berbentuk sayap yang fleksibel.
Panjangnya dari ujung atas ke bawah 3,6 cm. Batangnya diberi
gulungan kawat tembaga dengan luas permukaan 250 mm2 atau
375 mm2 untuk menambah efektivitas. Ada 3 ukuran multi load,
yaitu standar, small (kecil), dan mini.
d) Lippes Loop
AKDR ini terbuat dari bahan polyethelene, bentuknya
seperti spiral atau huruf S bersambung. Untuk meudahkan kontrol,
dipasang benang pada ekornya. Lippes Loop terdiri dari 4 jenis
yang berbeda menurut ukuran panjang bagian atasnya. Tipe A
berukuran 25 mm (benang biru), tipe B 27,5 mm 9 (benang
hitam), tipe C berukuran 30 mm (benang kuning), dan 30 mm
(tebal, benang putih) untuk tipe D. Lippes Loop mempunyai angka
kegagalan yang rendah. Keuntungan lain dari spiral jenis ini ialah
bila terjadi perforasi jarang menyebabkan luka atau penyumbatan
usus, sebab terbuat dari bahan plastic (Erfandi, 2008).
2) IUD yang mengandung hormonal
a) Progestasert-T = Alza T
(1) Panjang 36 mm, lebar 32 mm, dengan 2 lembar benang ekor
warna hitam.
(2) Mengandung 38 mg progesteron dan barium sulfat,
melepaskan 65 mcg progesteron per hari.
(3) Tabung insersinya berbentuk lengkung
(4) Daya kerja : 18 bulan
(5) Teknik insersi : plunging (modified withdrawal)
b) LNG-20
(1) Mengandung 46-60 mg Levonorgestrel, dengan pelepasan
20 mcg per hari.
(2) Sedang ditelit di Firlandia.
(3) Angka kegagalan / kehamilan angka terendah : <0,5 per 100
wanita per tahun.
(4) Penghentian pemakaian oleh karena persoalan-persoalan
perdarahan ternyata lebih tinggi dibandingkan IUD lainnya,
karena 25% mengalami amenore atau pendarahan haid yang
sangat sedikit.
c. Mekanisme Kerja
AKDR akan berada dalam uterus, bekerja terutama mencegah
terjadinya pembuahan (fertilisasi) dengan menghalangi bersatunya ovum
dengan sperma, mengurangi jumlah sperma yang mencapai tuba falopi
dan menginaktifasikan sperma. Ada beberapa mekanisme cara kerja
AKDR sebagai berikut :
1) Timbulnya reaksi radang lokal di dalam cavum uteri sehingga
implantasi sel telur yang telah dibuahi terganggu. Disamping itu,
dengan munculnya leokosit, makrofag, dan sel plasma yang dapat
mengakibatkan lysis dari spermatozoa atau ovum dan blastocyt.
2) Produksi lokal prostaglandin yang meninggi, yang menyebabkan
terhambatnya implantasi.
3) Gangguan atau terlepasnya blastocyt telah berimplantasi didalam
endometrium
4) Pergerakan ovum yang bertambah cepat di dalam tuba fallopii.
5) Immobilisasi spermatozoa saat melewati cavum uteri.
6) Pemadatan endometrium oleh leokosit, makrofag, dan limfosit
menyebabkan blastokis dirusak oleh makrofag dan balstokis tidak
dapat melakukan nidasi.
7) Ion Cu yang dikeluarkan AKDR dengan Cupper menyebabkan
gangguan gerak spermatozoa sehingga mengurangi kemampuan
untuk melakukan konsepsi (Hartanto, 2013).
d. Indikasi Pemasangan AKDR
Yang boleh menggunakan AKDR antara lain:
1) Usia reproduksi.
2) Telah memiliki anak maupun belum.
3) Menginginkan kontrasepsi yang efektif jangka panjang untuk
mencegah kehamilan.
4) Sedang menyusui dan ingin memakai kontrasepsi.
5) Pasca keguguran dan tidak ditemukan tanda-tanda radang panggul.
6) Mempunyai resiko rendah mendapat penyakit menular seksual
(Saifudin, 2010).
e. Kontraindikasi Pemasangan AKDR
Kontraindikasi AKDR terbagi manjadi dua yaitu :
1) Kontra-indikasi absolut : Infeksi pelvis akut, diduga Gonorrhoe atau
Chlamyda, Kehamilan atau diduga hamil.
2) Kontra-indikasi relatife : Partner seksual yang banyak, Kesukaran
memperoleh pertolongan gawat darurat bila terjadi komplikasi,
Pernah mengalami infeksi pelvis, Cervicitis akut atau purulent,
Riwayat kehamilan ektopik atau keadaan-keadaan yang
menyebabkan predisposisi untuk terjadinya kehamilan ektopik,
Gangguan respon tubuh terhadap infeksi (AIDS, Diabetes Militus,
Pengobatan dengan kortikosteroid dan lain-lain), Kelainan
pembekuan darah.
Keadaaan-keadaan lain yang dapat menyebabkan kontraindikasi
untuk insersi AKDR :
1) Keganasan endometrium atau serviks
2) Endometriosis
3) Myoma uteri
4) Polip endometrium
5) Kelainan congenital uterus
6) Dismenorhoe yang hebat, darah haid yang banyak, haid yang
irregular, atau perdarahan bercak Atau (spotting)
7) Alergi terhadap Cu atau penyakit Wilson yaitu penyakit gangguan
Cu yang turun menurun
8) Anemia (Hartanto, 2013).
f. Efektifitas Pemakaian AKDR
Efektifitas dari AKDR dinyatakan dalam rangka kontinuitas yaitu
beberapa lama AKDR tetap berada di dalam uterus tanpa ekspulsi
spontan, terjadinya kehamilan, pengangkutan / pengeluaran karena
alasan-alasan medis atau pribadi. Efektifitas dari bermacam-macam
AKDR tergantung pada AKDR-nya (ukuran, bentuk, mengandung Cu
atau Progesterone) dan akseptor (umur, paritas, frekuensi senggama).
Dari faktor-faktor yang berhubungan dengan akseptor yaitu umur,
dan paritas, diketahui :
1) Makin tua usia, makin rendah angka kehamilan, ekspulsi dan
pengangkatan/pengeluaran AKDR.
2) Makin muda usia, terutama pada nulligravida, makin tinggi angka
ekspulsi dan pengankatan/pengeluaran AKDR.
Dari uraian diatas, maka efektifitas dari AKDR tergantung pada
pasien dan medis, termasuk kemudahan insersi, pengalaman pemasang,
kemungkinan ekspulsi dari pihak akseptor, kemampuan akseptor untuk
mengetahui terjadinya ekspulsi dan kemudahan untuk mendapatkan
pertolongan medis (Hartanto, 2013).
Efektivitas penggunaan IUD (Intra Uterine Devices) adalah 0,6
sampai 0,8 kehamilan per 100 perempuan, 1 kegagalan dalam 125 sampai
170 kehamilan, segera efektif saat terpasang di rahim; tidak memerlukan
kunjungan ulang; tidak mempengaruhi hubungan seksual; tidak memiliki
efek samping hormonal; tidak mempengaruhi kualitas dan volume ASI;
dapat dipasang segera setelah melahirkan atau sesudah abortus dengan
catatan tidak terjadi infeksi; membantu mencegah kehamilan ektopik;
tidak ada interaksi dengan obat-obatan; dapat digunakan hingga
menopause (Saifuddin, 2010).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Rani Pratama Putri dan
Dwi Oktaria (2016) menyatakan bahwa alat kontrasepsi Intra Uterine
Devices (IUD) efektif digunakan untuk pilihan sebagai alat kontrasepsi
bagi pasangan untuk menunda kehamilan atau mengatur jarak
kehamilannya berdasarkan studi kasus yang telah dilakukan dari beberapa
literatur bahan penelitiannya. Namun, penggunaan jenis kontrasepsi ini
menjadi tidak efektif apabila terjadi beberapa komplikasi setelah
pemasangan sehingga terjadi penolakan pada penggunanya.
g. Keuntungan Pemasangan AKDR
Keuntungan - keuntungan AKDR adalah sebagai berikut :
1) Efektif dengan proteksi jangka panjang.
2) Tidak menganggu hubungan suami istri.
3) Tidak berpengaruh terhadap produksi ASI.
4) Kesuburan segera kembali sesudah AKDR dilepas.
5) Mengurangi nyeri haid (Saifudin, 2010).
h. Kerugian Pemasangan AKDR
AKDR bukanlah alat kontrasepsi yang sempurna, sehingga masih
terdapat beberapa kerugian antara lain :
1) Pemeriksaan dalam dan penyaringan infeksi saluran genetalia
diperlukan sebelum pemasangan AKDR.
2) Dapat meningkatkan resiko penyakit radang panggul.
3) Memerlukan prosedur pencegahan infeksi sewaktu memasang dan
mencabutnya.
4) Bertambah darah haid dan rasa sakit selama beberapa bulan pertama
pemakaian AKDR.
5) Klien tidak dapat mencabut sendiri AKDR-nya.
6) Tidak dapat melindungi klien terhadap PMS (penyakit menular
seksual), AIDS/HIV.
7) AKDR dapat keluar rahim melalui kanalis hingga keluar vagina
(Saifudin, 2010).
i. Waktu Pemasangan AKDR
Waktu pemasangan menurut Everett (2008), AKDR biasanya
dipasang pada akhir menstruasi karena serviks terbuka pada waktu ini,
yang membuat pemasangan menjadi lebih mudah. AKDR dapat dipasang
sampai 5 hari setelah hari ovulasi paling awal yang diperhitungkan,
sebagai kontrasepsi pasca koitus. Setelah kelahiran bayi, wanita dapat
dipasang AKDR 6 minggu postnatal. Setelah keguguran atau terminasi
kehamilan. AKDR dapat dipasang saat bersamaan dengan menstruasi,
segera setelah bersih menstruasi, pada masa akhir puerperium, 3 bulan
pasca persalinan, bersamaan dengan seksio sesarea, bersamaan dengan
abortus dan curetase, serta hari kedua-ketiga pasca persalinan (Saifudin,
2010).
j. Efek Samping Pemasangan AKDR
Beberapa efek samping yang ringan ialah sebagai berikut :
1) Nyeri pada waktu pemasangan. Kalau nyeri sekali, dapat dilakukan
anestesi paraservikal.
2) Kejang rahim, terutama pada bulan-bulan pertama. Hal ini dapat
diatasi dengan memberikan spasmollitikum atau pemakaian AKDR
lebih kecil ukurannya.
3) Nyeri pelvic. Pemberian spasmolitikum dapat mengurangi keluhan
ini.
4) Perdarahan diluar haid.
5) Darah haid lebih banyak.
6) Sekret vagina lebih banyak.
Menurut Zahra (2008), Efek samping dari penggunaan IUD
meliputi, pada minggu pertama, mungkin ada pendarahan kecil. Ada
perempuan-perempuan pemakai spiral yang mengalami perubahan
haid, menjadi lebih berat dan lebih lama, bahkan lebih menyakitkan.
Tetapi biasanya semua gejala ini akan lenyap dengan sendirinya
sesudah 3 bulan. Salah satu efek samping umum yang mungkin terjadi
pada pengguna AKDR adalah keputihan yang sangat banyak dan
berbau (Hartanto, 2013). Sedangkan keluhan akseptor KB AKDR yang
sering di sampaikan terutama pada saat pemeriksaan AKDR darah haid
yang meningkat, menyatakan siklus menstruasi berubah bahkan tidak
menstruasi selama 3 bulan, mengalami rasa nyeri pada saat menstruasi
yang lebih sakit, mengalami spooting diantara menstruasi, mengalami
gangguan saat berhubungan seksual dan keputihannya meningkat
setelah menggunakan AKDR (Wishnu, 2008).
Menurut Cunningham dkk (2013) efek samping AKDR mencakup
perdarahan uterus abnormal, dismenore, ekspulsi, atau perforasi uterus.
Akan tetapi dengan penggunaan yang lama serta usia akseptor yang
meningkat maka frekuensi kehamilan, ekspulsi dan komplikasi
perdarahan menurun. Kista ovarium fungsional lebih sering terjadi
pada bulan-bulan awal penggunaan LNG-IUD namun biasanya dapat
sembuh spontan. Efek samping lain yang dapat terjadi yaitu infeksi
pelvis, kehamilan ektopik, anemia, dispareuni, leukorea, bercak
menstruasi, nyeri dan keram, vaginitis, darah menstruasi lebih banyak
dan lebih lama, dan reaksi alergi pada kulit.
Efek samping yang terjadi sebagai dampak penggunaan alat
kontrasepsi AKDR juga dijelaskan dalam penelitian yang dilakukan oleh
Yuniasih Purwaningrum (2017) yaitu efek samping KB IUD (nyeri perut)
merupakan salah satu dari efek samping penggunaan KB IUD, dalam
masyarakat efek samping KB IUD (nyeri perut) menimbulkan persepsi
yang negatif yaitu dianggap ketidakcocokan dalam penggunaan KB IUD.
Pada dasarnya efek samping KB IUD (nyeri perut) merupakan hal yang
biasa dan bisa diatasi apabila akseptor mau mengkonsultasikan masalah
yang sedang dihadapi dengan tenaga kesehatan, karena tidak semua efek
samping menimbulkan dampak yang serius terhadap kesehatan akseptor.
Efek samping KB IUD (nyeri perut) bisa ditanggulangi sesuai keluhan
akseptor dan diharapkan akseptor proaktif dalam hal ini, bila dalam
proses penanggulangan efek samping menemukan masalah atau
komplikasi maka IUD bisa dilepas sesuai indikasi yang terjadi.
Terapi non farmakologis yaitu terapi yang digunakan tanpa
menggunakan obat-obatan, tetapi dengan memberikan berbagai metode
yang setidaknya dapat sedikit mengurangi rasa nyeri. Hal yang dapat
dilakukan adalah relaksasi nafas dalam. Teknik relaksasi nafas dalam
merupakan suatu bentuk asuhan keperawatan, yang dalam hal ini perawat
mengajarkan kepada klien bagaimana cara melakukan nafas dalam, nafas
lambat (menahan inspirasi secara maksimal) dan bagaimana
menghembuskan nafas secara perlahan, selain dapat menurunkan
intensitas nyeri, teknik relaksasi nafas dalam juga dapat meningkatkan
ventilasi paru dan meningkatkan oksigen dalam darah (Prasetyo, 2010).
Dibawah ini merupakan patofisiologi metode relaksasi nafas dalam
terhadap penutunan nyeri (Prasetyo, 2010) :
Penurunan
Metode
Nyeri Hormon
Relaksasi
Adrenalin
Nafas Dalam

Peningkatan Rasa Tenang


Konsentrasi Oksigen Dalam
meningkat Darah
Penurunan Detak
Jantung
Mempermudah
Pernafasan

Penurunan
Nyeri Menurun Tekanan Darah

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Amir M D (2018)


menunjukan bahwa skala nyeri setelah dilakukan relaksasi nafas dalam
atau post – test dari 17 responden didapatkan nilai median sebesar 3.00
tesebut menunjukan bahwa adanya perubahan antara sebelum dilakukan
relaksasi nafas dalam dan setelah dilakukan relaksasi nafas dalam.
Sebelum dilakukan relaksasi nafas dalam semua responden mengalami
nyeri sedang hingga ringan. Setelah dilakukan relaksasi nafas dalam
berkurang dari 5.00 menjadi 3.00 dengan skala nyeri ada yang menurun
dari sedang menjadi ringan, nyeri tersebut bersifat subjektif serta
mempunyai manifestasi unik bagi masing-masing individu.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Aini L (2018) teknik
relaksasi nafas dalam dapat mengurangi nyeri karena dengan teknik
relaksasi nafas dalam mampu merangsang tubuh untuk melepaskan
opoid endogen yaitu endorphin dan enkafalin. Hormon endorphin
merupakan substansi sejenis morfin yang berfungsi sebagai penghambat
transmisi impuls nyeri ke otak. Sehingga pada saat neuron nyeri
mengirimkan sinyal ke otak, terjadi sinapsis antara neuron perifer dan
neuron yang menuju otak tempat seharusnya subtansi p akan
menghasilkan impuls. Pada saat tersebut endorphin akan memblokir
lepasnya substansi p dari neuron sensorik, sehingga sensasi nyeri
menjadi berkurang.
Kelangsungan penggunaan KB IUD diikuti oleh tuntutan akan
peningkatan kualitas pelayanan KB IUD dan pengayoman medisnya,
tuntutan ini tentu saja harus dipenuhi agar kelestarian pemakaian KB
IUD tetap terjaga. Untuk itu pengetahuan dan ketrampilan para petugas
dalam pelayanan KB terutama KB IUD perlu ditingkatkan termasuk
penanggulangan efek samping. Penanggulangan efek samping yang
kurang benar dapat menimbulkan akibat yang tidak diinginkan seperti
drop out dari program KB IUD dan timbulnya rumor/gosip yang
berlebihan tentang program KB.
Disamping itu pula terjadi efek samping yang lebih serius yaitu
perforasi uterus, infeksi pelvic, endometritis (Hartanto, 2013). Selain itu,
efek samping akibat penggunaan KB ini adalah erosi porsio. Erosi pada
akseptor KB IUD dapat terjadi karena benang IUD, perlekatan logam
polyetilen dengan posisi IUD yang tidak benar sehingga mempermudah
terjadinya pengelupasan selsuperfisialis, dimana sifat dasarnya mudah
terkelupas. Apabila lapisan seliniter kelupas, maka terjadilah erosi porsio
yang akan terjadi kronis, jika tidak didapatkan penanganan secara segera,
karena pengelupasan selsuperfisialis berakibat hilangnya sumber
makanan borderline sehingga tidak mampu memperoduksi asam laktak
yang menyebabkan Ph vagina akan menigkat, naiknya Ph vagina akan
mempermudah kuman pathogen tumbuh. Pasien dengan erosi portio pada
umumnya datang pada stadium lanjut, dimana dapatkan keluhan seperti
keputihan disertai darah, keputihan yang berbau, perdarahan
berkelanjutan, dan disertai metastase dimana stadium pengobatan ini
memuaskan (Sarwono, 2006 dalam Ni Putu Karunia Ekayani, 2014).
Berdasarkan hasil penelitian dari 332 akseptor KB yang di jadikan
sampel di Poli KB dan Kandungan RSUP NTB, jumlah ibu yang
menggunakan IUD adalah sebanyak 166 orang dan Jumlah yang
mengalami erosi porsio adalah sebanyak 35 orang (10,5%) Dari hasil
analitik statistic menggunakan uji Chi Square menunjukkan bahwa nilai
signifikan (p)= 0,00 ada hubungan antara penggunaan KB IUD dengan
erosi porsio (Ni Putu Karunia Ekayani, 2014).
k. Hal-hal yang harus diketahui oleh akseptor AKDR
1) Cara memeriksa sendiri benang ekor AKDR.
2) Efek samping yang sering timbul misalnya perdarahan haid yang
bertambah banyak atau lama, rasa sakit atau kram.
3) Segera mencari pertolongan medis bila timbul gejala-gejala infeksi.
4) Jenis AKDR yang dipakai.
5) Pertimbangan pemakaian metode kontrasepsi tambahan seperti
kondom atau spermisid selama tiga bulan pasca pemasangan.
6) Mengetahui tanda bahaya AKDR : terlambat haid, perdarahan
abnormal, nyeri abdomen, dispareunia, keputihan abnormal,
demam/menggigil, benang ekor AKDR hilang/bertambah
pendek/bertambah panjang.
7) Bila mengalami keterlambatan haid segera periksa ke petugas
kesehatan.
8) Sebaiknya tunggu tiga bulan untuk hamil kembali setelah pelepasan
AKDR dan gunakan metode kontrasepsi lain. Ini dapat mencegah
kehamilan ektopik.
9) Bila berobat apapun, beritahu dokter bahwa akseptor menggunakan
AKDR.
10) AKDR tidak memberi perlindungan terhadap virus AIDS (Hartanto,
2013)
l. Kunjungan Ulang Setelah Pemasangan IUD
Menurut BKKBN (2012), Kunjungan ulang setelah pemasangan IUD:
(1) 1 minggu pasca pemasangan
(2) 2 bulan pasca pemasangan
(3) Setiap 6 bulan berikutnya
(4) 1 tahun sekali
(5) Bila terlambat haid 1 minggu
(6) Perdarahan banyak dan tidak teratur
Menurut Prawirohardjo (2008), pemeriksaan sesudah IUD dipasang
dilakukan pada:
(1) 1 minggu pasca pemasangan
(2) 3 bulan berikutnya
(3) Berikutnya setiap 6 bulan
m. Pemeriksaan Pada Saat Kunjungan Ulang
Menurut Varney (2008), Setelah IUD dipasang seorang klien wanita,
ia harus diarahkan untuk menggunakan preparat spermisida dan kondom
pada bulan pertama. Tindakan ini akan memberi perlindungan penuh dari
konsepsi karena IUD menghambat serviks, uterus, dan saluran falopii
tempat yang memungkinkan pembuahan dan penanaman sel telur dan ini
merupakan kurun waktu IUD dapat terlepas secara spontan. Klien harus
melakukan kunjungan ulang pertamanya dalam waktu kurang lebih enam
minggu. Kunjungan ini harus dilakukan setelah masa menstruasi
pertamanya pasca pamasangan IUD. Pada waktu ini, bulan pertama
kemungkinan insiden IUD lebih tinggi untuk terlepas secara spontan telah
berakhir. IUD dapat diperiksa untuk menentukannya masih berada pada
posisi yang tepat. Selain itu, seorang wanita harus memiliki pengalaman
melakukan pemeriksaan IUD secara mandiri dan beberapa efeksamping
langsung harus sudah diatasi. Kunjungan ulang member kesempatan
untuk menjawab pertanyaan dan member semangat serta meyakinkan
klien. Diharapkan, hal ini membuahkan hasil berupa peningkatan jumlah
pengguna IUD. Data-data terkait IUD berikut dapat diperoleh pada
kunjungan ulang ini.
1) Riwayat
a) Masa menstruasi (dibandingkan dengan menstruasi sebelum
menggunakan IUD)
(1) Tanggal
(2) Lamanya
(3) Jumlah aliran
(4) Nyeri
b) Diantara waktu menstruasi (dibading dengan sebelum
menggunakan IUD)
(1) Bercak darah atau perdarahan: amanya, jumlah
(2) Kram: lamanya, tingkat keparahan
(3) Nyeri punggung: lokasi, lamanya, tingkat keparahan.
(4) Rabas vagina: lamanya, warna, bau, rasa gatal, rasa terbakar
saat berkemih (sebelum atau setelah urine mulai mengalir)
c) Pemeriksaan benang
(1) Tanggal pemeriksaan benang yang terakhir
(2) Benang dapat dirasakan oleh pasangan selama melakukan
hubungan seksual
d) Kepuasaan terhadap metode yang digunakan (baik pada wanita
maupun pasangannya)
e) Setiap obat yang digunakan: yang mana, mengapa
f) Setiap kunjungan ke dokter atau keruang gawat darurat sejak
pemasangan IUD: mengapa
g) Penggunaan preparat spermisida dan kondom: kapan, apakah ada
masalah
h) Tanda-tanda dugaan kehamilan jika ada indikasi
2) Pemeriksaan fisik
a) Pemeriksaan abdomen untuk mengetahui adanya nyeri tekan
pada bagian bawah abdomen
b) Pemeriksaan untuk mengetahui adanya nyeri tekan akibat CVA,
jika diindikasikan untuk diagnose banding
c) Tanda-tanda kemungkinan kehamil, jika ada indikasi.
3) Pemeriksaan pelvic
a) Pemeriksaan speculum
(1) Benang terlihat
(2) Panjang benang: pemotongan benang bila ada indikasi
(3) Rabas vagina: catat karakteristik dan lakukan kultur dan
apusan basah bila diindikasikan.
b) Pemeriksaan bimanual
(1) Nyeri ketika serviks atau uterus bergerak
(2) Nyeri tekan pada uterus
(3) Pembesaran uterus
(4) Nyeri tekan pada daerah sekitar
(5) Tanda-tanda kemungkinan kehamilan bila diindikasikan
4) Laboratorium
a) Hemoglobin atau hematokrit
b) Urinalis rutin sesuai indikasi untuk diagnosis banding
c) Kultur serviks dan apusan basah, jika ada indikasi
d) Tes kehamilan, jika ada indikasi
Apabila hasil pemeriksaan diatas memuaskan, maka klien akan
mendapatkan jadwal untuk melakukan pemeriksaan fisik rutinnya.
Pada kunjungan tersebut bidan akan melakukan hal-hal seperti
mengkaji riwayat penapisan umum yaitu pemeriksaan fisik dan pelvic,
pap smear, kultur klamedia dan gonorea, tes laboratorium rutin lain dan
pengulangan kunjungan ulang IUD seperti dijelaskan diatas.
Pengarahan supaya klien memeriksakan IUD nya, kapan harus
menghubungi bila muncul masalah atau untuk membuat perjanjian
sebelum kunjungan tahunnya dapat ditinjau kembali bersama klien
selama kunjungan ulang ini.
2. Keputihan
Keputihan adalah semacam Silim yang keluar terlalu banyak, warnanya
putih seperti sagu kental dan agak kekuning-kuningan. Jika Silim atau lendir
ini tidak terlalu banyak, tidak menjadi persoalan (Handayani, 2008).
Keputihan dapat dibedakan dalam dua jenis, yaitu keputihan yang normal dan
keputihan yang abnormal. Keputihan normal dapat terjadi pada masa
menjelang dan sesudah menstruasi, pada sekitar fase sekresi antara hari ke 10-
16 menstruasi dan juga melalui rangsangan seksual. sedangkan keputihan
abnormal dapat terjadi pada semua infeksi alat kelamin (infeksi bibir
kemaluan, liang senggama, mulut rahim, dan jaringan penyangga juga
penyakit karena hubungan kelamin) (Manuaba, 2010).
a. Macam-macam Keputihan
1) Keputihan fisiologis
Vagina yang normal selalu berada dalam kondisi lembab dan
permukaan basah oleh cairan/ lendir (selanjutnya disebut secret),
dinding vagina dan bibir kemaluan, menyatu dengan selsel dinding
vagina yang lepas serta bakteri yang normal berada dalam vagina,
bersifat asam dan berperan penting dalam menjamin fungsi yang
optimal dari organ ini (Wisnuwardani, 2009). Keputihan pada wanita
sebenarnya merupakan reaksi yang keluar karena suatu rangsangan,
seperti halnya pilek atau batuk atau gatal-gatal pada kulit. Banyak
penyebab keputihan dari yang bersifat psikologis (stress) sampai yang
bersifat organic (jamur, virus, bakteri) atau mungkin karena factor
hormonal (menjelang/ sesudah mens, masa subur) (Sangsara, 2007).
Kondisi normal yang dapat menyebabkan secret keluar berlebih
adalah pada keadaan:
a) Bayi baru lahir hingga berusia kira-kira 10 hari, hal ini karena
pengaruh estrogen dari ibunya
b) Masa sekitar menarch atau pertama kali haid datang. Keadaan ini
ditunjang oleh hormon estrogen.
c) Seorang wanita yang mengalami gairah seksual. Hal ini berkaitan
dengan persiapan vagina untuk menerima penetrasi pada senggama.
d) Masa sekitar ovulasi karena produksi kelenjar-kelanjar mulut rahim.
e) Kehamilan yang mengakibatkan meningkatnya suplai darah ke
daerah vagina ke mulut rahim, serta penebalan dan melunaknya
selaput lendir vagina.
f) Akseptor kontrasepsi pil dan akseptor IUD.
g) Pengeluaran lendir yang bertambah pada wanita yang sedang
menderita penyakit kronik atau pada wanita yang mengalami stress
(Wisnuwardani, 2009).
2) Keputihan Patologis
Biasanya keputihan patologis atau keputihan tidak normal ditandai
dengan secret yang berbeda dengan menimbulkan gejala lain pada
penderita. Beberapa perubahan yang dapat ditemukan misalnya: bau
yang tidak enak, secret berwarna, keputihan bersemu darah atau
keputihan yang menimbulkan rasa gatal, terasa perih atau panas pada
kemaluan apalagi bila tersentuh air saat berkemih. Keputihan patologis
perlu diwaspadai seperti cairan yang berbau, berwarna dan gatal.
Sedangkan banyaknya atau sedikitnya cairan keputihan keluar,
tergantung dari masingmasing. Sebab semua orang berbeda penyebab
keputihan yang abnormal adanya indikasi baik jamur bakteri dan
penyebab lainnya, sperti tumor atau kanker rahim.
Tanda dan Gejala Keputihan Patologis antara lain:
a) Secret berlebihan, putih seperti susu dan menyebabkan bibir
kemaluan gatal. Kemungkinan penyebab infeksi jamur candida.
Sering terjadi pada kelamin dan pada pengobatan dengan antibiotic,
penderita diabetes melitus dan akseptor KB pil.
b) Secret berlebih, warna putih kehijauan atau kekuningan dengan bau
yang tidak sedap.
c) Keputihan disertai nyeri perut bagian bawah atau nyeri panggul
bagian belakang dan badan terasa sakit atau meriang.
d) Secret sedikit atau banyak, berupa nanah, rasa sakit seperti terbakar
saat berkemih, terjadi beberapa waktu setelah hubungan seksual
dengan pasangan yang sedang ada keluhan pada kemaluannya.
e) Secret kecoklatan seperti darah terjadi pada senggama.
f) Secret bercampur darah terjadi ditengah siklus haid atau setelah
senggama.
g) Secret bercampur darah disertai bau yang khas akibat banyaknya sel-
sel yang mati (Prayitno, 2014).
b. Etiologi
Keseimbangan ekosistem vagina bergantung pada mikroba Lactobacillus,
yaitu mikroflora fakultatif dalam vagina normal. Lactobacillus
memproduksi asam laktat dari glukosa sehingga dapat mempertahankan pH
vagina menjadi asam (<4,5). Sifat dan banyaknya keputihan dapat memberi
petunjuk ke arah etiologinya, sehingga perlu ditanyakan sudah berapa lama
keluhan itu, terus menerus atau pada waktu-waktu tertentu saja, banyaknya,
warnanya, baunya disertai rasa gatal, nyeri atau tidak. Keputihan dapat
dibedakan menjadi keputihan fisiologis dan patologis (Saifuddin, 2010).
Adapun organisme penyebab keputihan antara lain:
1) Jamur
Umumnya disebabkan oleh jamur candida albicans yang menyebabkan
rasa gatal di sekitar vulva / vagina.  Infeksi ini berupa warnanya putih
susu, kental, berbau agak keras, disertai rasa gatal pada kemaluan.
Akibatnya, mulut vagina menjadi kemerahan dan meradang. Biasanya
terjadi pada saat  kehamilan, penyakit kencing manis, pemakaian pil
KB, dan rendahnya daya tahan tubuh menjadi pemicu. Bayi yang baru
lahir juga bisa tertular keputihan akibat Candida karena saat persalinan
tanpa sengaja menelan cairan ibunya yang menderita penyakit tersebut.
2) Parasit
Parasit trichomonas vaginalis yang menular dari hubungan
seks ditularkan lewat hubungan seks, perlengkapan mandi, pinjam-
meninjam pakaian dalam, atau bibir kloset. Cairan keputihan sangat
kental, berbuih, berwarna kuning atau kehijauan dengan bau anyir.
Keputihan karena parasit tidak menyebabkan gatal, tapi liang vagina
nyeri bila ditekan.
3) Bakteri  
Bakteri gardnerella dan pada keputihan disebut bacterial vaginosis.
Infeksi ini menyebabkan rasa gatal dan mengganggu. Warna cairan
keabuan, berair, berbuih, dan berbau amis. Beberapa jenis bakteri lain
juga memicu munculnya penyakit kelamin seperti sifilis dan
gonorrhoea. bakteri biasanya muncul saat kehamilan, gonta-ganti
pasangan, penggunaan alat kb spiral atau iud
4) Virus
Keputihan akibat infeksi virus juga sering ditimbulkan penyakit
kelamin, seperti condyloma, herpes, HIV/AIDS. Condyloma ditandai
tumbuhnya kutil-kutil yang sangat banyak disertai cairan berbau. Ini
sering pula menjangkiti perempuan hamil. Sedang virus herpes
ditularkan lewat hubungan badan. Bentuknya seperti luka melepuh,
terdapat di sekeliling liang vagina, mengeluarkan cairan gatal, dan terasa
panas. Gejala keputihan akibat virus juga bisa menjadi faktor pemicu
kanker rahim.
b. Patofisiologi
Banyak hal sebenarnya yang membuat perempuan rawan terkena
keputihan patologis. Biasanya penyebab keputihan patologis ini karena
kuman. Di dalam vagina sebenarnya bukan tempat yang steril, berbagai
macam kuman ada disitu. Flora normal didalam vagina membantu menjaga
keasaman PH vagina, pada keadaan yang optimal. PH vagina seharusnya
antara 3,5-5,5. flora normal ini bisa terganggu. Misalnya karena pemakaian
antiseptic untuk daerah vagina bagian dalam. Ketidakseimbangan ini
mengakibatkan tumbuhnya jamur dan kuman-kuman yang lain. Padahal
adanya flora normal dibutuhkan untuk menekan tumbuhan yang lain itu
untuk tidak tumbuh subur. Kalau keasaman dalam vagina berubah, maka
kuman-kuman lain dengan mudah akan tumbuh sehingga akibatnya bisa
terjadi infeksi yang akhirnya menyebabkan keputihan yang berbau, gatal
dan menimbulkan ketidaknyamanan.
Keputihan sering dikaitkan dengan kadar keasaman daerah sekitar
vagina, karena keputihan bisa terjadi akibat PH vagina tidak seimbang.
Sementara kadar keasaman vagina disebabkan oleh dua hal, factor intern
dan ekstern. Faktor intern antara lain pil kontrasepsi yang mengandung
estrogen, IUD yang bisa menyebabkan bakteri, kanker, atau HIV positif,
sedangkan factor ekstern antar lain kurangnya personal hygiene (Maharani,
2009).
Secara umum keputihan bisa disebabkan oleh beberapa hal yang
berhubungan dengan personal hygiene diantaranya:
a) Penggunaan tisue yang terlalu sering untuk membersihkan organ
kewanitaan. Biasanya, hal ini dilakukan setelah BAK ataupun BAB.
b) Mengenakan pakaian berbahan sintetis yang ketat, sehingga ruang yang
ada tidak memadai. Akibatnya, timbulah iritasi pada organ kewanitaan.
c) Sering kali menggunakan WC yang kotor, sehingga memungkinkan
adanya bakteri yang dapat mengotori organ kewanitaan.
d) Jarang mengganti panty liner.
e) Sering kali bertukar celana dalam atau handuk dengan orang lain,
sehingga kebersihannya tidak terjaga.
f) Kurangnya perhatian terhadap organ kebersihan kewanitaan.
g) Membasuh organ kewanitaan kearah yang salah yaitu arah basuhan yang
dilakukan dari belakang ke depan.
h) Tidak segera mengganti pembalut ketika menstruasi.
i) Menggunakan sabun pembersih untuk membersihkan organ kewanitaan
secara berlebihan sehingga flora doderleins yang berguna menjaga
tingkat keasaman didalam organ kewanitaan terganggu.
j) Tinggal di lingkungan dengan sanitasi yang kotor (Prayitno, 2014).
Menurut penelitian Nikmah US dan Widyasih H (2018), Keputihan
yang terjadi tersebut cenderung disebabkan oleh masih minimnya
kesadaran untuk menjaga kesehatan terutama kesehatan organ genitalianya.
Selain itu, keputihan sering dikaitkan dengan kadar keasaman daerah
sekitar vagina, bisa terjadi akibat pH vagina tidak seimbang. Sementara
kadar keasaman vagina disebabkan oleh dua hal yaitu faktor internal dan
faktor eksternal. Faktor eksternal antara lain kurangnya personal
hyangiene, pakaian dalam yang ketat, dan penggunaan WC umum yang
tercemar bakteri Clamydia.
Menurut teori Sulistyawati (2013), terjadinya keputihan dalam
menggunakan kontrasepsi hormonal disebabkan karena hormon
progesteron mengubah flora dan PH vagina, sehingga jamur mudah
tumbuh dan menimbulkan keputihan. Pemakaian kontrasepsi dalam jangka
panjang atau waktu yang lama akan menyebabkan dosis hormon
progesteron menjadi lebih tinggi dan menyebabkan keputihan.
Ketidakstabilan ekosistem pada vagina juga akan menyebabkan keputihan,
kestabilan ekosistem vagina dapat dipengaruhi sekresi (keluarnya lendir
dari uterus), status hormonal (masa pubertas, kehamilan, menopause),
benda asing (IUD, tampon dab obat yang dimasukkan melalui vagina),
penyakit akibat hubungan seksual, obat-obatan (kontrasepsi), diet
(kebanyakan karbohidrat, kurang vitamin) (Pudiastuti, 2010).
Rahman dkk (2012) menyatakan bahwa pada pemakai suatu
kontrasepsi lebih sering didapatkan pertumbuhan kandida daripada bukan
pemakai kontrasepsi. Banyak penelitian mendapatkan peningkatan
pembawa (carriage) jamur kandida pada pemakai IUD. IUD merupakan
salah satu faktor predisposisi yang dapat memicu simptomatik kandidiasis
vagina dan dapat menyebabkan keputihan. Pada keadaan akut keputihan
encer sedangkan pada yang kronis lebih kental. Keputihan dapat berwarna
putih atau kuning, tidak berbau atau sedikit berbau masam, menggumpal
atau berbutir-butir seperti kepala susu.
c. Tanda dan Gejala
1) Keluarnya cairan berwarna putih, kekuningan atau putih kelabu dari
saluran vagina. Cairan ini dapat encer atau kental dan kadang-kadang
berbusa. Mungkin gejala ini merupakan proses normal sebelum atau
sesudah haid pada perempuan tertentu.
2) Pada penderita tertentu, terdapat rasa gatal yang menyertainya. Biasanya
keputihan yang normal tidak disertai dengan rasa gatal. Keputihan juga
dialami oleh perempuan yang terlalu lelah atau yang daya tahan
tubuhnya lemah. Sebagian besar cairan tersebut berasal dari leher rahim,
walaupun ada yang berasal dari vagina yang terinfeksi atau alat kelamin
luar.
3) Pada bayi perempuan yang baru lahir, dalam waktu satu hingga sepuluh
hari dari vaginanya dapat keluar cairan akibat pengaruh hormone yang
dihasilkan oleh plasenta atau uri.
4) Gadis muda terkadang juga mengalami keputihan, sesaat sebelum masa
pubertas. Biasanya gejala ini akan hilang dengan sendirinya.
d. Pencegahan
1) Hindari Pakaian Dalam yang Ketat Kelembaban dan hawa panas adalah
kombinasi yang sempurna bagi pertumbuhan jamur. Berjemur dengan
pakaian dalam yang basah dan terbuat dari nilon, pantyhose, leotard atau
celana jeans yang ketat hanya menimbulkan masalah. Paling baik adalah
menggunakan baju-baju yang longgar.
2) Hindari Makanan yang Mengandung Gula Terdapat sedikit sekali bukti
ilmiah, namun sejumlah besar bukti yang bersifat anekdot menunjukan
bahwa dengan makananmakanan yang mengandung gula, wanita dapat
mengurangi kemungkinan untuk mendapatkan infeksi-infeksi jamur
dengan alsan berkurangnya glukosa didalam vagina.
3) Perlakukan dengan Hati-hati Segala sesuatu yang menimbulkan iritasi
pada jaringan vagina mengakibatkan seorang wanita mudah terkena
infeksi jamur. Hindari semprotan higienis pewangi untuk vagina, kertas
toilet yang wangi, atau membersihkan vagina terlalu sering.
4) Cobalah Mengganti Alat Kontrasepsi Penelitian-penelitain telah
menunjukan bahwa kontrasepsi oral, IUD dan spermisidida yang dipakai
di vagina dan spons kontrasepsi, dapat meningkatkan kecenderungan
seorang wanita untuk terjangkit adanya infeksi jamur.
e. Pengobatan
Pengobatan keputihan yang dilakukan tergantung pada penyebabnya,
bila karena infeksi diberi obat anti infeksi (antibiotic, anti jamur), bila
karena psikologis dicari dan diselesaikan penyebabnya, kalau faktor
hormonal selama tidak menimbulkan infeksi biasannya tidak perlu
pengobatan (Sangsara, 2007).
Tujuan pengobatan flour albus pada dasarnya terdiri dari 3 tahap yaitu
menghilangkan gejala, memberantas penyebab dan mencegah timbulnya
kembali flour albus. Untuk itu upaya yang dilakukan adalah anamnesa,
pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium serta pemeriksaan lainnya.
Khusus untuk flour albus akibat infeksi maka pasangan seksual penderita
harus diperiksa dan diobati. Hal ini dilakukan agar tidak terjadi fenomena
pingpong. Sesuai gejala dan tanda diatas kepastian diagnosa perlu
ditegaskan oleh dokter.
1) Bila keputihan abnormal, jangan nambah permasalahan dengan
menyiramkannya dengan air hangat atau panas, di garuk, disabuni
dengan menggosok secara berlebihan. Bersihkan dengan air dingin,
pakai pakaian dalam katun yang agak longgar, jangan pakai stoking atau
celana ketat.
2) Pemakaian jamu, berendam dengan air sirih dan lain-lain umumnya
hanya mengurangi gejala. Bila ada infeksi jamur kurangi konsumsi gula,
cari pertolongan untuk kepastian diagnosa
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Kustanti (2017),
Pemberian agar-agar lidah buaya berpengaruh terhadap kejadian keputihan.
Lidah Buaya banyak dimanfaatkan dalam perawatan kesehatan dan
kecantikan serta pengobatan. Lidah buaya juga mempunyai sifat antiseptik
dan merangsang jaringan sel baru dari kulit. Lidah buaya yang baik
digunakan untuk pengobatan adalah jenis Aloe Vera Barbadensis Miller.
Lidah buaya jenis ini mengandung 72 zat yang dibutuhkan oleh tubuh.
Diantara ke-72 zat yang dibutuhkan tubuh itu terdapat 18 macam asam
amino, karbohidrat, lemak, air, vitamin, mineral, enzim, hormon, dan zat
golongan obat. Penggolongan obat ini berdasarkan pada kandungan lidah
buaya seperti antibiotik, antiseptik, antibakteri, antikanker, antivirus,
antijamur, antiinfeksi, antiperadangan, antipembengkakan, antiparkinson,
antiaterosklerosis, serta antivirus yang resisten terhadap antibiotik
(Yulianto, 2012).
Pemberian air rebusan daun sirih hijau berpengaruh untuk menurunkan
kejadian keputihan pada remaja putri. Daun sirih hijau berkhasiat untuk
mengurangi keputihan dan menjaga organ kewanitaan, karena daun sirih
hijau mengandung antiseptik. Kandungan hijau lebih banyak, yaitu :
minyak esensial, fenil propana, estragol, kavicol, hidroksikavicol,
kavibetol, caryophyllene, allylpyrokatekol, cyneole, cadinene, tanin,
diastase, pati, terpennena, seskuiterpen, dan gula. Semua zat ini yang
menyebabkan sirih ditakdirkan sebagai tanaman yang dapat menyehatkan
manusia, karena kaya manfaat dan kegunaan. Cara pembuatan air rebusan
daun sirih hijau yaitu adalah rebus dengan air mendidih 7-10 daun sirih
hijau, dan kemudian gunakan untuk membersihkan organ kewanitaan
(Kustanti, 2017).

B. Tinjauan Teori Kebidanan


1. Asuhan Kebidanan
Kebidanan adalah bagian ilmu kedokteran yang khusus mempelajari
segala soal yang bersangkutan dengan lahirnya bayi. Dengan demikian yang
dimaksud objek ilmu ini adalah kehamilan, persalinan, nifas dan bayi baru
lahir (Prawirohardjo, 2010).
Asuhan kebidanan adalah bantuan yang diberikan oleh bidan kepada
individu pasien atau klien yang pelaksanaannya dilakukan secara bertahap dan
sistematis, melalui suatu proses yang disebut manajemen kebidanan
(Saifuddin, 2010).
2. Manajemen Kebidanan
a. Pengertian Manajemen Kebidanan
Manajemen kebidanan adalah proses pemecahan masalah yang
digunakan sebagai metode untuk mengorganisasikan pikiran dan tindakan
berdasarkan teori ilmiah, temuan serta keterampilan dalam
rangkaian/tahapan yang logis untuk mengambil suatu keputusan yang
berfokus pada pasien (Varney, Krebs and Gegor, 2008).
b. Langkah-langkah Manajemen Kebidanan
Manajemen kebidanan terdiri atas 7 langkah yang berurutan, proses
ini bersifat siklik (dapat berulang), dengan tahap evaluasi sebagai data
awal pada siklus berikutnya. Proses tersebut terdiri atas :
1) Mengumpulkan semua data yang dibutuhkan untuk menilai keadaan
klien secara keseluruhan, meliputi pengkajian riwayat kesehatan
pasien, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan panggul atas indikasi atau
catatan riwayat kesehatan yang lalu dan sekarang, pemeriksaan
laboratorium. Data dapat dikumpulkan dari berbagai sumber melalui
3 macam teknik yaitu anamnesa, observasi, dan pemeriksaan fisik.
Semua informasi saling berhubungan dari semua sumber yaitu
menyangkut dengan kondisi pasien.
2) Menginterpretasikan masalah actual untuk mengidentifikasi data
secara spesifik kedalam rumusan diagnosa kebidanan dan masalah
3) Mengidentifikasi masalah potensial dari kumpulan masalah dan
diagnosa yang memerlukan antisipasi segera
4) Menetapkan kebutuhan terhadap tindakan segera, konsultasi,
kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain serta melakukan rujukan
berdasarkan kondisi pasien
5) Menyusun rencana asuhan secara menyeluruh dengan mengulang
kembali manajemen proses untuk aspek-aspek social yang tidak
efektif
6) Pelaksanaan langsung asuhan secara efisien dan aman (implementasi)
7) Mengevaluasi asuhan yang telah diberikan dengan mengulang
kembali manajemen proses untuk aspek asuhan yang tidak efektif
(Varney, Krebs and Gegor, 2008).
2. Dokumentasi Kebidanan SOAP
a. Pengertian
Metode pendokumentasian SOAP merupakan intisari dari proses
berfikir dalam asuhan kebidanan yang menggambarkan catatan
perkembangan klien yang merupakan suatu system pencatatan dan
pelaporaan informasi tentang kondisi dan perkembangan serta semua
kegiatan yang dilakukan oleh bidan dan memberikan asuhan kebidanan
terdapat dalam rekam medik (Dewi and Sunarsih, 2011).
Menurut Kepmenkes RI No. 938/Menkes/SK/VIII/2007 pencatatan
dilakukan segera setelah melaksanakan asuhan pada formulir yang
tersedia. Pencatatan tersebut ditulis dalam catatan perkembangan SOAP
dan partograf. Menurut Muslihatun WN, Mufdlilah, Setyawati N (2010)
pendokumentasian atau catatan manajemen kebidanan diterapkan dengan
metode SOAP.
b. Komponen
Di dalam metode SOAP, S adalah data subjektif, O adalah data
objektif, A adalah analysis, P adalah planning (Handayani, 2017).
1) Data Subjektif
Data subjektif ini berhubungan dengan masalah dari sudut
pandang klien. Ekspresi klien mengenai kekhawatiran dan
keluhannya yang dicatat sebagai kutipan langsung atau ringkasan
yang akan berhubungan langsung dengan diagnosis. Pada klien yang
menderita tuna wicara, dibagian data dibagian data dibelakang hruf
“S”, diberi tanda huruf “O” atau”X”. Tanda ini akan menjelaskan
bahwa klien adalah penderita tuna wicara. Data subjektif ini nantinya
akan menguatkan diagnosis yang akan disusun.
Menurut Saifuddin AB (2011) data sujektif yang dikumpulkan
yaitu biodata ibu dan suami, keluhan utama yang dirasakan ibu,
riwayat haid, riwayat kehamilan sekarang, riwayat kehamilan lalu,
riwayat KB, pola pemenuhan kebutuhan sehari-hari, kebiasaan yang
merugikan kesehatan, riwayat psikososial.
Menggambarkan pendokumentasian hasil asuhan pengumpulan
data pasien melalui anamnesis sebagai langkah 1 Varney.
2) Data Objektif
Data objektif merupakan pendokumentasian hasil observasi yang
jujur, hasil pemeriksaan fisik klien, hasil pemeriksaan laboratorium
catatan medik dan informasi dari keluarga atau orang lain dapat
dimasukkan dalam data objektif ini sebagai data penunjang. Menurut
Saifuddin AB (2011) data objektif yang dikumpulkan yaitu
pemeriksaan keadaan umum, pemeriksaan abdomen, pemeriksaan
laboratorium dan pemeriksaan USG. Data ini akan memberikan bukti
gejala klinis klien dan fakta yang berhubungan dengan diagnosis.
Sebagai langkah 1 Varney.
3) Analisis
Langkah selanjutnya adalah analysis. Langkah ini merupakan
pendokumentasian hasil analisis dan intrepretasi (kesimpulan) dari
data subjektif dan objektif. Karena keadaan klien yang setiap saat
bisa mengalami perubahan, dan akan ditemukan informasi baru
dalam data subjektif maupun data objektif, maka proses pengkajian
data akan menjadi sangat dinamis. Analisis yang tepat dan akurat
mengikuti perkembangan data klien akan menjamin cepat
diketahuinya perubahan pada klien, dapat terus diikuti dan diambil
keputusan/tindakan yang tepat. Analisis data adalah melakukan
intrepretasi data yang telah dikumpulkan, mencakup diagnosis,
masalah kebidanan, dan kebutuhan. Diagnosa wanita normal meliputi
nama, umur, gestasi (G) paritas (P) abortus (A), umur kehamilan,
tunggal, hidup, intra-uteri, letak kepala, keadaan umum baik.
Masalah, berhubungan dengan diagnosis. Kebutuhan pasien,
ditentukan berdasarkan keadaan dan masalahnya (Saminem, 2009).
Sebagai langkah 2, 3, dan 4 Varney.
4) Penatalaksanaan
Penatalaksanaan adalah mencatat seluruh perencanaan dan
penatalaksanaan yang sudah dilakukan seperti tindakan antisipatif,
tindakan segera, tindakan secara komprehensif; penyuluhan,
dukungan, kolaborasi, evaluasi/follow up dan rujukan. Tujuan
penatalaksanaan untuk mengusahakan tercapainya kondisi pasien
seoptimal mungkin dan mempertahankan kesejahteraanya. Menurut
Sulistyawati, A (2009), pelaksanaan asuhan pada kunjungan ulang
disesuaikan dengan kebutuhan dan perkembangan kehamilan,
misalnya: menjelaskan pada klien mengenai ketidaknyamanan
normal yang dialami; mengajarkan ibu tentang materi pendidikan
kesehatan pada ibu hamil sesuai dengan usia kehamilan;
mendiskusikan mengenai rencana persiapan kelahiran dan jika terjadi
kegawatdaruratan; mengajari ibu mengenal tanda-tanda bahaya dan
memastikan ibu untuk memahami apa yang dilakukan jika
menemukan tanda bahaya; membuat kesepakatan untuk kunjungan
berikutnya. Berdasarkan langkah 5, 6, dan 7 Varney.
DAFTAR PUSTAKA

Aini, L. 2018. Pengaruh Teknik Relaksasi Nafas Dalam terhadap Penurunan Nyeri
pada Pasien Fraktur. Jurnal Kesehatan Volume 9, Nomor 2, Agustus 2018
ISSN 2086-7751 (Print), ISSN 2548-5695 (Online)

Amir, M. D. 2018. Pengaruh Teknik Relaksasi Nafas Dalam Terhadap Intensitas


Nyeri Pada Pasien Post Operatif Appendictomy di Ruang Nyi Ageng Serang
Rsud Sekarwangi

BKKBN dan Kemenkes RI. 2012. Pedoman Pelayanan Keluarga Berencana Pasca
Persalinan di Fasilitas Kesehatan. Jakarta: Direktorat Bina Kesehatan Ibu dan
Anak Kemenkes RI.

Cunningham FG, dkk. 2013. Obstetric Williams. Jakarta: EGC

Dewi, Sunarsih. 2011. Asuhan Kehamilan untuk Kebidanan. Jakarta: Salemba


Medika.

Erfandi. (2008). Metode AKDR atau IUD. [Diakses pada tanggal 13 Februari 2019].
Didapat dari http://puskesmas-oke.blogspot.com

Everett S. (2008). Kontrasepsi dan Kesehatan Seksual Reproduksi. Jakarta: EGC.

Handayani. 2008. Memberantas dan Mengobati Keputihan. Available at


http://sangwanita.com/search.

Handayani, S. (2010). Pelayanan Keluarga Berencana. Yogyakarta: Pustaka Rihana.

Handayani, S. R. (2017) Dokumentasi Kebidanan. Jakarta: Kementrian Kesehatan RI.

Hartanto, Hanafi. (2013). Keluarga Berencana dan Kontrasepsi. Jakarta: Pustaka


Sinar Harapan.

Kustanti C. 2017. Pengaruh Pemberian Agar-Agar Lidah Buaya Terhadap Kejadian


Keputihan. Jurnal Keperawatan Notokusumo Yogyakarta, Dosen Akademi
Keperawatan Notokusumo, Vol. IV No. 1.

Kustanti C. 2017. Pengaruh Pemberian Air Rebusan Daun Sirih Hijau Terhadap
Kejadian Keputihan. Jurnal Keperawatan Notokusumo Yogyakarta, Dosen
Akademi Keperawatan Notokusumo, Vol. V No. 1.

Maharani S. 2009. Kanker, Mengenal 13 Jenis Kanker dan Pengobatannya.


Yogyakarta: Katahati

Manuaba, IBG. (2010). Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan Keluarga


Berencana Untuk Pendidikan Bidan. Jakarta: EGC.
Muslihatun, Nur Wafi; Mufdlilah; Nanik Setiyawati. (2009). Dokumentasi
Kebidanan. Yogyakarta: Fitramaya.

Nikmah US dan Widyasih H. 2018. Personal Hygiene Habits dan Kejadian Flour
Albus Patologis. Jurnal MKMI, Vol. 14 No.1

Ni Putu Karunia Ekayani. 2014. Hubungan Penggunaan Kb IUD dengan Erosi Porsio
di Poli Kb dan Kandungan RSUP NTB Tahun 2012-2013. Jurnal Kesehatan
Prima, Volume 8, Nomor 2, Agustus 2014. [Diakses pada tanggal 24 Februari
2016]. Didapat dari perpustakaan.litbang.depkes.go.id

Prasetyo, S. N. (2010) Konsep dan Proses Keperawatan Nyeri. Yogyakarta: Graha


Ilmu.

Prawirohardjo, S. (2010). Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono


Prawirohardjo.

Prayitno. 2014. Buku Lengkap Kesehatan Organ Reproduksi Wanita. Yogyakarta:


Saufa.

Pudiastuti RD. 2010. Pentingnya Menjaga Organ Kewanitaan. Jakarta: Indeks.


\
Rani Pratama Putri dan Dwita Oktaria. 2016. Efektivitas Intra Uterine Devices (IUD)
Sebagai Alat Kontrasepsi. Majority, Volume 5, Nomor 4, Oktober 2016.
[Diakses 24 Februari 2016]. Didapat dari juke.kedokteran.unila.ac.id

Saifudin, AB. (2010). Buku Acuan Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi. Jakarta:
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Sulistyawati A. (2013). Pelayanan Keluarga Bencana. Salemba Medika : Jakarta.

Saminem. 2009. Seri Asuhan Kebidanan KehamilanNormal. Jakarta: EGC

Wishnu W, 2008. Hubungan tingkat pengetahuan ibu tentang kontrasepsi IUD


dengan minat pemakaian kontrasepsi IUD di Desa Harjo binangun Kecamatan
Grabak Purworejo. Jurnal Kesehatan.

Yulianto, Eko. 2012. Sejuta Khasiat Lidah Buaya, Yogyakarta: Pustaka Baru
Diantara.

Yuniasih Purwaningrum. 2017. Efek Samping KB IUD (Nyeri Perut) dengan


Kelangsungan Penggunaan KB IUD. Jurnal Kesehatan, Volume 5, Nomor 1,
April 2017. [Diakses pada tanggal 24 Februari 2016]. Didapat dari
https://publikasi.polije.ac.id

Varney, H., Krebs, J. M. and Gegor, C. L. (2008) Buku Ajar Asuhan Kebidanan
Volume 2. 4th edn.

Anda mungkin juga menyukai